Anda di halaman 1dari 4

16.

Diazepam
Indikasi : Pemakaian jangka pendek pada ansietas atau insomnia, tambahan pada putus alkohol
akut, status epileptikus, kejang demam, spasme otot.
Dosis terapi : Secara umum, berikut ini adalah dosis diazepam bentuk tablet sesuai tujuan
penggunaannya:
Tujuan: Menangani insomnia yang terkait gangguan kecemasan
Dewasa: 5–15 mg, dikonsumsi menjelang tidur.
Lansia: 2,5–7,5 mg, dikonsumsi menjelang tidur.
Tujuan: Menangani gangguan kecemasan atau kaku otot
Dewasa: 2–10 mg, 2–4 kali sehari.
Lansia: Dosis awal 2–2,5 mg, 1–2 kali sehari. Dokter akan meningkatkan dosis secara bertahap
sesuai kondisi pasien.
Anak-anak usia >6 bulan: Dosis awal 1–2,5 mg, 3–4 kali sehari. Dokter akan meningkatkan
dosis secara bertahap sesuai kondisi pasien.
Tujuan: Menangani gejala putus zat alkohol
Dewasa: 10 mg, 3–4 kali pada hari pertama, dilanjutkan 5 mg 3–4 kali sehari sesuai kebutuhan.
Lansia: Dosia awal 2–2,5 mg, 1–2 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan secara bertahap jika
diperlukan.
Tujuan: Tambahan dalam pengobatan kejang
Dewasa: 2–10 mg, 2–4 kali sehari.
Golongan : Obat golongan benzodiazepine
Mengatasi gangguan kecemasan (antiansietas), meredakan kejang (antikonvulsan), atau sebagai
obat pelemas otot (muscle relaxan).
Mekanisme kerja : Meskipun mekanisme yang tepat dalam efek antiseizure tidak diketahui,
penelitian pada hewan dan in vitro menunjukkan bahwa ia bekerja untuk menekan kejang
melalui interaksi dengan reseptor asam γ-aminobutyric (GABA) tipe-A (GABAA ); GABA,
neurotransmitter penghambat utama dalam sistem saraf pusat (SSP), bertindak pada reseptor ini
untuk membuka saluran membran yang memungkinkan ion klorida mengalir ke neuron;
masuknya ion klorida menyebabkan potensial penghambatan yang mengurangi kemampuan
neuron untuk mendepolarisasi ke potensial ambang yang diperlukan untuk menghasilkan
potensial aksi; depolarisasi neuron yang berlebihan berimplikasi pada pembentukan dan
penyebaran kejang; diyakini bahwa diazepam meningkatkan aksi GABA dengan menyebabkan
GABA berikatan lebih erat dengan reseptor GABAA.
Interaksi obat : Interaksi dengan obat carbamazepin yaitu: karbamazepin akan menurunkan
kadar atau efek diazepam dengan memengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 hati/usus. Hindari
atau gunakan obat alternative. Kemudian interaksi dengan obat cimetidin yaitu: simetidin akan
meningkatkan atau efek diazepam dengan mempengaruhi metabolisme enzym
CYP3A4hati/usus.hindari atau gunakan obat alternative
Efek samping : Mengantuk, kelemahan otot, ataksia, reaksi paradoksikal dalam agresi,
gangguan mental, amnesia, ketergantungan, depresi pernapasan, kepala terasa ringan hari
berikutnya, bingung. Kadang-kadang terjadi: nyeri kepala, vertigo, hipotensi, perubahan salivasi,
gangguan saluran cerna, ruam, gangguan penglihatan, perubahan libido, retensi urin, dilaporkan
juga kelainan darah dan sakit kuning, pada injeksi intravena terjadi: nyeri, tromboflebitis dan
jarang apneu atau hipotensi.
17. Dexametason
Indikasi : Supresi inflamasi dan gangguan alergi; Cushing's disease, hiperplasia adrenal
kongenital; udema serebral yang berhubungan dengan kehamilan; batuk yang disertai sesak
napas
Dosis terapi : Oral, umum 0,5 - 10 mg/hari; anak 10 - 100 mcg/kg bb/hari; lihat juga pemberian
dosis di atas. Injeksi intramuskular atau injeksi intravena lambat atau infus (sebagai
deksametason fosfat), awal 0,5 - 24 mg; anak 200 - 400 mcg/kg bb/hari. Udema serebral yang
berhubungan dengan kehamilan (sebagai deksametason fosfat), melalui injeksi intravena, awal
10 mg, kemudian 4 mg melalui injeksi intramuskular tiap 6 jam selama 2-4 hari kemudian secara
bertahap dikurangi dan dihentikan setelah 5-7 hari. Pengobatan pendukung bakteri meningitis,
(dimulai sebelum atau dengan dosis pertama pengobatan antibakteri, sebagai deksametason
fosfat) (tanpa indikasi), dengan injeksi intravena 10 mg tiap 6 jam selama 4 hari; anak 150
mcg/kg bb tiap 6 jam selama 4 hari. Catatan: Deksametason 1 mg sebanding dengan
deksametason fosfat 1,2 mg sebanding dengan deksametason natrium fosfat 1,3 mg.
Golongan : Kortikostreoid
Mekanisme kerja : Mengurangi peradangan dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear
(PMN) dan mengurangi permeabilitas kapiler; menstabilkan membran sel dan lisosom,
meningkatkan sintesis surfaktan, meningkatkan konsentrasi serum vitamin A, dan menghambat
prostaglandin dan sitokin proinflamasi; menekan proliferasi limfosit melalui sitolisis langsung,
menghambat mitosis, memecah agregat granulosit, dan meningkatkan mikrosirkulasi paru
Interaksi obat : Interaksi Dexamethasone dengan Obat Lain, Berikut ini beberapa interaksi
antarobat yang dapat terjadi apabila dexamethasone digunakan bersamaan dengan obat lain:
Penurunan kadar dexamethasone di dalam darah jika digunakan bersama phenytoin, rifampicin,
barbiturat, carbamazepine, atau ephedrine Peningkatan kadar dexamethasone di dalam darah jika
digunakan bersama erythromycin, ketoconazole, atau ritonavir
Efek samping : Efek Samping dan Bahaya Dexamethasone
Beberapa efek samping dexamethasone yang dapat dialami penggunanya adalah:
Sakit perut, Sakit kepala, Pusing, Nafsu makan meningkat, Sulit tidur, Perubahan siklus
menstruasi, Muncul jerawat.
18. Eritromisin
Indikasi : Sebagai alternatif untuk pasien yang alergi penisilin untuk pengobatan enteritis
kampilobakter, pneumonia, penyakit Legionaire, sifilis, uretritis non gonokokus, prostatitis
kronik, akne vulgaris, dan profilaksis difetri dan pertusis.
Dosis terapi : oral: dewasa dan anak di atas 8 tahun, 250-500 mg tiap 6 jam atau 0,5-1 g tiap 12
jam (lihat keterangan di atas); pada infeksi berat dapat dinaikkan sampai 4 g/hari. anak sampai 2
tahun, 125 mg tiap 6 jam; 2-8 tahun 250 mg tiap 6 jam. Untuk infeksi berat dosis dapat
digandakan.Akne: 250 mg dua kali sehari, kemudian satu kali sehari setelah 1 bulan.Sifilis
stadium awal, 500 mg 4 kali sehari selama 14 hari.Infus intravena: infeksi berat pada dewasa dan
anak, 50 mg/kg bb/hari secara infus kontinu atau dosis terbagi tiap 6 jam; infeksi ringan 25
mg/kg bb/hari bila pemberian per oral tidak memungkinkan.
Golongan : Antibiotik makrolid
Mekanisme kerja : Menghambat sintesis protein pada organisme yang rentan dengan mengikat
secara reversibel ke subunit ribosom 50 S, sehingga menghambat translokasi transfer-RNA
aminoasil dan menghambat sintesis polipeptida.
Interaksi obat : Interaksi Erythromycin dengan Obat Lain, Efek interaksi yang bisa terjadi jika
erythromycin digunakan bersamaan dengan obat-obatan tertentu, antara lain:

a. Peningkatan risiko terjadinya rhabdomyolysis jika digunakan dengan simvastatin atau


lovastatin.
b. Peningkatan risiko terjadinya gangguan irama jantung atau henti jantung mendadak jika
digunakan dengan quinidine, amiodarone, atau cisapride.
c. Peningkatan risiko terjadinya gangguan fungsi jantung jika digunakan dengan terfenadine
atau tolterodine.
Efek samping : Mual, muntah, nyeri perut, diare; urtikaria, ruam dan reaksi alergi lainnya;
gangguan pendengaran yang reversibel pernah dilaporkan setelah pemberian dosis besar; ikterus
kolestatik dan gangguan jantung (aritmia dan nyeri dada).
19. Ethyl klorida
Indikasi : Sebagai anestesi dan analgesik lokal. Etil klorida dapat digunakan sebagai anestesi
sebelum injeksi dan tindakan bedah minor, atau sebagai analgesik sementara pada kasus cedera
otot ringan dan nyeri myofascial. Dosis etil klorida berbeda sesuai masing-masing indikasi.
Dosis terapi : Ethyl chloride umumnya digunakan untuk menangani nyeri pada otot dan anestesi
lokal. Dalam penggunaannya, setiap orang memiliki dosis dan durasi yang berbeda sesuai
dengan kondisinya. Oleh karena itu, pastikan penggunaan ethyl chloride dilakukan setelah
konsultasi dan sesuai dengan anjuran dokter.
Anestesi Lokal : Sebagai semprotan yang mengandung 88 g/100 mL, semprotkan pada jarak 30
cm dari permukaan kulit sampai dihasilkan lapisan putih halus.
Golongan : Obat keras
Mekanisme kerja : Sebagai anestetik lokal yang diberikan secara topikal. Etil klorida bekerja
dengan menurunkan suhu jaringan sehingga menyebabkan saraf perifer menjadi tidak peka.
Interaksi obat : Belum ada data interaksi obat dengan etil klorida yang teridentifikasi.
Efek samping : Etil klorida hanya diindikasikan untuk pemakaian topikal. Terkadang, dapat
terjadi reaksi sensitisasi pada kulit, seperti ruam, gatal, kemerahan pada kulit, bengkak, melepuh,
angioedema, hingga anafilaksis. Selain itu, efek samping pada kulit lainnya dapat berupa rasa
nyeri saat kulit yang beku mencair (thawing), serta terjadinya chemical frostbite jika
penyemprotan dilakukan terlalu lama.
Paparan etil klorida jangka panjang diduga dapat menyebabkan kerusakan hepar atau ginjal. Efek
samping pada hepar dapat bermanifestasi sebagai urin berwarna gelap, nyeri abdomen, tinja
berwarna terang, dan ikterus. Pada ginjal, efek samping dapat berupa anuria, oliguria, dan
hematuria.

Anda mungkin juga menyukai