Anda di halaman 1dari 11

Budidaya Perairan Mei 2014 Vol. 2 No.

2: 27 - 37

Pola tanam rumput laut Kappaphycus Alvarezii di Pulau Nain


Kabupaten Minahasa Utara

(Culture pattern of seaweed Kappaphycus Alvarezii at Nain Island


Regency of North Minahasa)

Joppy D. Mudeng, Edwin L.A. Ngangi

Universitas Sam Ratulangi


email: joppy_mdg@yahoo.com

Abstract

Culture pattern of seaweed Kappaphycus alvarezii like cultivation calender will


improve the quality dan increase productionof seaweed. This pattern can be arranged
through examining seaweed growth and measuring waters quality. Culture technique used
was long line where seaweed was tied at 100 cm from water surface. Cultivation cycle
was done twice a year using five frames measuring 3 x 3 x 2 m3 each and located at five
observation stations. Biophysical of water at each station was measured. Data of biophysic
and seaweed growth were measured every two weeks for three months (from July to
October 2013). The present of epiphytes and ice-ice and seaweed pests was also observed.
Research result found the best season for cultivating seaweed at Nain Island was from July
to early September while the evidence of ice-ice was high from September to October.
Biophysic and water quality around Nain Island was suitable of the growth of K. Alvarezii.

Keywords: seaweed, cultivation calender, growth, waters condition, ice-ice

PENDAHULUAN memiliki potensi sumber daya laut yang


cukup besar yang telah dimanfaatkan
Produksi rumput laut di Sulawesi oleh masyarakat lokal dan pengusaha.
Utara mengalami penurunan drastis sejak Menurut Bengen (2003) bahwa tingkat
akhir tahun 2000, hal ini disebabkan pembangunan suatu pulau secara
menurunnya produksi rumput laut di keseluruhan tidak boleh melebihi daya
Minahasa Utara, khususnya di Pulau dukung, dampak negatif hendaknya
Nain yang merupakan sentra produksi ditekan seminimal mungkin sesuai
rumput laut di Sulawesi Utara. Puncak dengan kemampuan ekosistem pulau.
produksi di Pulau Nain terjadi tahun Kondisi budidaya rumput laut di
1996–2000 sebanyak 350–400 ton per Pulau Nain yang sudah berlangsung
bulan, kemudian menurun pada akhir hampir 12 tahun tersebut disebabkan
tahun 2000, dan mencapai titik nol belum adanya pola tanam rumput laut
produksi pada awal tahun 2003 (Gerung berupa kalender musim tanam. Kalender
et al. 2008). Diketahui bahwa Pulau Nain musim tanam akan menentukan budidaya

27
Budidaya Perairan Mei 2014 Vol. 2 No. 2: 27 - 37

rumput laut yang tepat waktu agar Pengembangan budidaya harus


memberikan hasil yang terjamin kualitas didukung oleh lingkungan, kondisi sosial
dan kuantitasnya. Pembuatan kalender ekonomi dan kelembagaan (Lee 1997).
musim tanam akan ditentukan oleh waktu Pengembangan marikultur hingga saat ini
pertumbuhan yang baik dan waktu belum menunjukkan kemajuan yang
terserang penyakit. Bahan pertimbangan berarti. Kondisi ini karena dihadapkan
yang lain adalah : kondisi biofisik pada berbagai masalah seperti penurunan
perairan, gelombang, curah hujan, musim mutu lingkungan, sosial ekonomi,
epifit dan biota penggangu, serta sosial kelembagaan dan sumber daya manusia
ekonomi pembudidaya rumput laut. (DKP 2003). Tantangan pengembangan
Pola tanam rumput laut yang teratur, budidaya terletak pada kurangnya
selain dapat meningkatkan produksi teknologi. Marikultur belum berkembang
secara kualitas maupun kuantias, juga dengan baik di Indonesia, dikarenakan
secara biologis dapat memutus rantai tingkat penguasaan teknologi budidaya
penyakit ice-ice yang merupakan salah masih lemah (Clark & Beveridge 1989 in
satu penyebab utama gagalnya budidaya DKP 2003).
rumput laut. Juga, memberikan Pertumbuhan rumput laut pada
kesempatan bagi perairan untuk umumnya bersifat uniaksial ataupun
memperbaiki sendiri kualitasnya. multiaksial. Pertumbuhan bersifat
Semakin membaiknya budidaya uniaksial biasanya membentuk
rumput laut di Pulau Nain Kabupaten percabangan yang sederhana pada thallus
Minahasa Utara diharapkan dapat utama, sedangkan pertumbuhan yang
menunjang target pemerintah dalam bersifat multiaksial biasanya membentuk
produksi rumput laut, yakni sebesar 10 percabangan yang lebih kompleks (Sze
juta ton per tahun, sehingga visi 1993).
pemerintah yakni pada tahun 2014 Menurut Fortes (1989), pada
Indonesia akan menjadi negara produksi umumnya pola pertumbuhan rumput laut
perikanan terbesar di dunia dapat berbeda menurut spesies dan keberadaan
tercapai. lingkungannya. Tingkat pertumbuhan
Secara umum permasalahan yang rumput laut ini dipengaruhi oleh berbagai
hendak dikaji dan dipecahkan di dalam faktor, yang bersifat internal maupun
penelitian ini adalah: eksternal. Faktor-faktor internal yang
1) Pemanfaatan potensi sumber daya berpengaruh terhadap pertumbuhan
laut di Pulau Nain, khususnya untuk rumput laut adalah thallus dan umur.
tujuan budi daya rumput laut masih Faktor eksternal terdiri dari faktor fisika
belum optimal karena belum adanya (suhu, arus, cahaya, pasut, dan
pola tanam rumput laut berupa kecerahan) dan faktor kimia (salinitas,
kalender musim tanam. pH, dan nutrient) serta faktor biologi
2) Pulau Nain dengan sumber daya alam seperti adanya herbivor dan organisme
laut yang cukup besar yang dapat parasit.
dikembangkan menjadi areal rumput Banyaknya cahaya yang masuk ke
laut yang produktif yang ditunjang dalam air berhubungan erat dengan
oleh pasar yang sangat besar. Namun kecerahan air laut. Eucheuma dapat
saat ini ternyata pendapatan tumbuh dengan baik pada kecerahan air
penduduknya masih rendah, laut lebih besar 5 meter (Bird & Benson
1987). Kenaikan suhu perairan yang

28
Budidaya Perairan Mei 2014 Vol. 2 No. 2: 27 - 37

melebihi batas optimum dapat generatif (Parenrengi et al., 2007).


menghambat pertumbuhan biota bahkan Parenrengi et al. (2008), peranan kebun
dapat menyebabkan kematian (Sumich bibit sangatlah penting dalam
1992). Kisaran suhu yang baik untuk menyediakan bibit rumput laut yang siap
pertumbuhan rumput laut adalah 21 – tebar. Selain itu, kebun bibit dapat
31,2 0C. Eucheuma dapat tumbuh dengan menjadi alternatif domestikasi benih yang
baik pada suhu 24 – 35 0C dan salinitas berasal dari alam. Seleksi bibit dapat
32 – 350/00 (Mairh 1986). Arus sangat dilakukan dengan memperhatikan kriteria
mempengaruhi zat-zat makanan bagi bibit yang berkualitas.
rumput laut dimana pergerakan arus Penyediaan bibit yang bersumber
dapat memasok zat hara. Kecepatan arus dari hasil budi daya sebaiknya berasal
yang baik bagi pertumbuhan rumput laut dari lokasi yang sama atau berdekatan
ini berkisar antara 20 – 24 cm/detik sehingga tidak memerlukan
(Sunaryat, 2004). Kisaran pH yang baik pengangkutan bibit yang relatif lama.
bagi pertumbuhan Eucheuma adalah 6 – Jika tidak memungkinkan maka
8 (Bird & Benson 1987). Nutrien pengangkutan bibit harus dilakukan
merupakan unsur yang sangat penting dengan baik dan hati-hati agar bibit dapat
bagi kehidupan rumput laut karena sampai di tempat tujuan dalam keadaan
kekurangan salah satu unsur nutrien tidak masih segar.
dapat diganti unsur lain. Unsur-unsur Diketahui bahwa budi daya rumput
penyusun nutrien yang paling esensial laut, teknologinya sederhana dan tidak
bagi rumput laut adalah P, Mg, Mn, Cu, membutuhkan modal yang besar, maka
Zn, dan Mo (Lobban & Harrison 1994). dapat dilakukan oleh semua tingkatan
Organisme herbivor yang memakan masyarakat. Ironisnya, budi daya rumput
rumput laut Eucheuma, antara lain: bulu laut masih dijadikan usaha sampingan
babi, bintang laut, penyu hijau, dan ikan dari perikanan tangkap dan pertanian.
herbivora seperti ikan beronang (Winarno Menurut DKP Sulut, di Wilayah
1990). Minahasa terdapat 147 kelompok
Rumput laut merupakan salah satu pembudidaya rumput laut, setiap
alga laut, yaitu tanaman terestial yang kelompok beranggotakan 10 orang
mengandung sejumlah karakteristik (kepala keluarga). Jadi potensi sumber
fisiologis dan biokimia. Rumput laut daya manusia ada 1.470 KK.
terdiri dari dinding sel polisakarida Meningkatnya kualitas dan kuantitas
spesifik, dikenal dengan agar-agar dan produksi rumput laut dapat langsung
karaginan. Rumput laut jenis meningkatkan kesejahteraan
Kappaphycus alvarezii (=Eucheuma pembudidaya. Sesuai dengan batas kredit
cotonii) merupakan salah satu alga merah bank minimal 0.5 hektar per
ekonomis penting. Jenis ini sebagai pembudidaya (KK) maka bila target
sumber bahan mentah untuk ekstraksi produksi oleh Bank Indonesia yaitu 2 ton
karaginan (penghasil kappa karaginan) berat kering per hektar dengan harga jual
yang digunakan pada berbagai industri Rp. 5.500 per kg maka setiap KK dapat
makanan, kosmetik, farmasi dan aplikasi berpenghasilan 11 juta per panen atau 5.5
industri lainnya. juta rupiah per bulan.
Penyediaan benih rumput laut dapat Pendapatan pembudidaya akan lebih
berasal dari alam, budi daya, dan meningkat jika target produksi yang
perbenihan baik secara vegetatif maupun ditetapkan tercapai, yaitu 10 ton kering

29
Budidaya Perairan Mei 2014 Vol. 2 No. 2: 27 - 37

per hektar. Selain berdampak pada METODE PENELITIAN


pembudidaya, meningkatnya produksi
rumput laut berdampak juga bagi 1. Pengambilan Data
masyarakat pesisir dan masyarakat Uji Pertumbuhan Rumput Laut
sekitar lewat penyerapan tenaga kerja. Kajian survei dan percobaan melalui
Juga bagi peningkatan devisa negara, analisis ekologis dan biologis rumput laut
yang pada tahun 2004 hanya 15 juta Kappaphycus alvarezii yang digunakan
dollar dibandingkan dengan Pilipina yang sebagai bibit di Perairan Pulau Nain.
mampu menghasilkan devisa sebesar 700 a) Uji pertumbuhan rumput laut
juta dollar dari industri rumput lautnya. dilakukan percobaan sebanyak 2
Pertumbuhan Eucheuma dikatakan siklus penanaman (2 kali panen),
baik jika laju pertumbuhan harian tidak masa pemeliharaan membutuhkan
kurang dari 3 % (Anggadiredja et al. waktu selama 2x45 hari (12 minggu).
2006). Beberapa hasil penelitian tentang b) Percobaan dilakukan pada 5 stasiun
pertumbuhan rumput laut adalah sebagai pengamatan dengan menempatkan
berikut: satu unit wadah budidaya di masing-
1) Pengaruh asal bibit terhadap masing stasiun
pertumbuhan E. spinosum pada rakit c) Rumput laut uji yaitu Kappaphycus
apung di Pulau Nain laju alvarezii yang sering disebut
pertumbuhan hariannya berkisar ’Cottonii’.
antara 3,12% - 3,85% (Simbala 1991) d) Keseluruhan uji pertumbuhan dimulai
2) Pertumbuhan E. cotonii yang dengan persiapan wadah sebagai
dibudidayakan di Selat Lembeh kerangka untuk pengikatan bibit.
Sulawesi Utara laju pertumbuhannya Wadah berukuran 3 x 3 x 1,5 m3,
7 % per hari (Lasut et al. 1992). pelampung diameter 20 cm,
3) Penelitian Gerung dan Ohno (1997), pelampung Y-50, pelampung botol
laju pertumbuhan harian E. plastik, tali induk dan tali jangkar PE
denticulatum (strain coklat) 2,7% dan 10 mm, tali bantalan PE 8 mm, tali ris
K. alvarezii (strain hijau) 4,5%. PE 4 mm, tali rafiah, pemberat dan
4) Performansi biologis rumput laut K. jangkar beton ± 20 kg (Gambar 2).
alvarezii di Teluk Suppa Kabupaten
Pinrang rataan laju pertumbuhan
varietas coklat 2,62% dan hijau
2,76% (Tjaronge & Pong-Masak
2006).
Tujuan penelitian ini adalah :
1) Uji pertumbuhan rumput laut
Kappaphycus alvarezii.
2) Pengamatan dan pengukuran kondisi
biofisik perairan Pulau Nain.
3) Pengamatan dan identifikasi epifit
dan biota pengganggu.
Gambar 02 Instalasi wadah uji
pertumbuhan rumput laut
e) Penentuan penggunaan bibit rumput
laut uji ini didasarkan pada jenis yang

30
Budidaya Perairan Mei 2014 Vol. 2 No. 2: 27 - 37

dibudidaya di Perairan Gugus Pulau dalam berat (gram)


Nain. Bibit rumput laut dipilih dari Wt = berat pada saat
tanaman yang masih segar, sehat, pengukuran (gram)
kenyal, muda, dan banyak cabang. Wo = berat awal (gram)
Berat awal bibit yang ditanam adalah Pengamatan epifit dan hama pada
100 gram. Masing-masing bibit di rumput laut diamati selama penelitian.
tanam pada kedalaman 0 cm, 50 cm, Sampel yang belum diketahui
dan 150 cm. identitasnya dimasukkan ke dalam wadah
f) Pengamatan dan penimbangan plastik yang berisi silika gel sebagai
perubahan bobot rumput laut pengawet, kemudian dibawa ke
dilakukan pada awal pemeliharaan, laboratorium untuk diamati dengan
kemudian setiap interval waktu 15 menggunakan mikroskop.
hari (2 minggu).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengukuran kualitas air di areal
budidaya rumput laut.
a) Pengamatan parameter air dilakukan 1. Uji Pertumbuhan
Uji pertumbuhan rumput laut
di setiap stasiun.
dilakukan pada dua siklus tanam ( 2 kali
b) Sampel air diambil pada permukaan
panen), masing-masing memiliki masa
air laut dan di kedalaman 1 meter.
pemeliharaan selama 45 hari. Siklus
c) Parameter air yang diamati langsung
tanam I dilaksanakan pada 13 Juli 2013
yaitu kecepatan arus, kecerahan,
sampai dengan 27 Agustus 2013. Siklus
kedalaman, dasar perairan, suhu,
tanam II dimulai pada 27 Agustus
salinitas, dan pH.
sampai dengan 11 Oktober 2013.
2. Analisa Data Parameter Pertambahan berat, pertumbuhan mutlak,
pertumbuhan dan laju pertumuhan harian adalah
Parameter yang diukur adalah sebagai berikut :
pertambahan berat maka yang diukur
langsung adalah data berat (gram) rumput Siklus tanam I
laut uji selama penelitian. Parameter yang
ditelaah adalah: Pertambahan berat rumput laut uji
a) Laju pertumbuhan harian (Penniman digambarkan dalam bentuk grafik pada
et al. 1986) : gambar 03, sedangkan grafik
G (%) = [(Wt/W0)1/t – 1] x pertumbuhan mutlak dan laju
100% pertumbuhan harian dapat dilihat pada
dimana: G = laju pertumbuhan per gambar 04 dan 05.
hari (%) Selama musim tanam I rumput uji
Wt = berat pada saat mengalami pertambahan berat seperti
pengukuran (gram) pada gambar 03, dengan kata lain
Wo = berat awal (gram) rumput laut uji mengalami pertumbuhan
T = waktu penelitian positif. Hasil perhitungan parameter
(hari) pertumbuhan menunjukkan angka yang
b) Pertumbuhan mutlak (Effendie cukup tinggi baik pada indikator
1997): pertumbuhan mutlak yang mencapai
∆W = Wt – Wo kisaran 825 gram – 1087 gram, maupun
dimana: ∆W = pertumbuhan mutlak

31
Budidaya Perairan Mei 2014 Vol. 2 No. 2: 27 - 37

pada laju pertumbuhan harian dengan


kisaran 5,07 % - 5,65%.

Tabel 01. Pertambahan berat,


pertumbuhan mutlak dan laju
pertumbuhan harian pada siklus tanam I
Pengukuran ke ... Pertumbu Laju
(hari) han Pertumbu
Ra Mutlak han
Gambar 05. Grafik laju pertumbuhan
- (gram) Harian
harian rumput laut uji pada siklus tanam
kit 0 15 30 45 (%)
I
10 34 55 118
1 0 8 9 4 1081 5,65
Siklus tanam II
10 35 56 126 Tabel 02. Pertambahan berat,
2 0 8 0 2 1162 5,8
pertumbuhan mutlak dan laju
10 39 54 pertumbuhan harian pada
3 0 3 6 936 838 5,11 siklus tanam II
10 38 56 102 Pengukuran ke ... Pertumb. Laju
4 0 5 1 7 1027 5,53 (hari) Mutlak Pertum
10 39 56 (gram) b
5 0 0 3 925 825 5,07 Rk Harian
t 0 15 30 45 (%)
10 71
1 0 353 411 8 618 4,48
10
2 0 341 433 0 0 0
10
3 0 341 439 0 0 0
10
4 0 374 442 0 0 0
10 62
5 0 348 422 6 526 4,16
Gambar 03. Grafik pertambahan berat
Pertambahan berat rumput laut uji
rumput laut uji pada siklus tanam I
digambarkan dalam bentuk grafik pada
gambar 06, sedangkan grafik
pertumbuhan mutlak dan laju
pertumbuhan harian dapat dilihat pada
gambar 07 dan 08.

Gambar 04. Grafik pertumbuhan mutlak


rumput laut uji pada siklus tanam I

32
Budidaya Perairan Mei 2014 Vol. 2 No. 2: 27 - 37

Gambar 06. Grafik pertambahan berat Gambar 08. Grafik laju pertumbuhan
rumput laut uji pada siklus tanam II. harian rumput laut uji pada siklus tanam
II
Hasil pengamatan pertumbuhan
pada siklus II yaitu pada bulan Agustus Dari hasil penelitian selama dua
sampai dengan Oktober menunjukkan siklus musim tanam, pertumbuhan
hasil yang berbeda pada rumput laut uji rumput laut uji mengalami pertumbuhan
pada masing-masing rakit. Hal ini jelas yang sangat baik pada siklus tanam I
terlihat pada Gambar 06, pada 15 hari yaitu pada bulan Juli sampai dengan
pertama rumput uji mengalami Agustus dengan pertumbuhan harian
pertumbuhan cenderung sama pada diatas 5 %. Anggadiredja dkk (2006)
setiap rakit hingga pada hari ke 30. menyatakan bahwa pertumbuhan
Sedangkan pada pengamatan akhir (hari Eucheuma dapat dikatakan baik apabila
ke 45) pada rakit 2, 3, dan 4 mengalami laju pertumbuhan hariannya tidak kurang
pertumbuhan negatif. Hal ini terjadi dari 3 %. Pada siklus musim tanam kedua
karena tidak ada lagi rumput laut yang sebenarnya pada minggu awal
tersisa akibat serangan penyakit “ice- pertumbuhannya sangat baik, namun
ice”. Lebih jelas lagi terlihat pada terjadi penurunan pertumbuhan bahkan
perhitungan pertumbuhan mutlak dan kegagalan karena diserang penyakit “ice-
laju pertumbuhan harian, pada rakit 1 ice”.
dan 5 masih mengalami pertumbuhan
yang cukup baik walaupun sudah 2. Kualitas Air.
terindikasi mulai ada serangan penyakit Pengukuran terhadap parameter
ice-ice. kualitas air dilakukan pada saat
penimbangan rumput laut uji. Hasil
pengamatan disajikan dalam bentuk tabel
di bawah ini.
Arus merupakan gerakan mengalir
suatu masa air yang dapat disebabkan
oleh tiupan angin, atau karena perbedaan
densitas air laut atau dapat pula
disebabkan oleh gerakan bergelombang
panjang yaitu antara lain arus yang
disebabkan oleh pasang surut (Nontji,
Gambar 07. Grafik pertambahan berat
1987). Pengukuran arus pada lokasi
rumput laut uji pada siklus tanam II
penelitian menunjukkan angka kisaran 0
– 2 m/detik dengan arah arus berubah-
ubah. Besarnya kecepatan arus yang baik

33
Budidaya Perairan Mei 2014 Vol. 2 No. 2: 27 - 37

antara 20 – 40 cm/detik (Sunaryat, 2004). kekeringan dan mengoptimalkan


Walaupun arus di lokasi penelitian perolehan sinar matahari. Untuk budidaya
lemah, namun karena arahnya berubah- Eucheuma metode rakit dengan sistem
ubah sehingga terjadi pergerakan air jalur, kedalaman air berkisar 1 – 15 meter
memungkinkan rumput laut dapat (Sunaryat, 2004). Kedalaman perairan di
tumbuh dengan baik karena nutrien- lokasi penelitian berkisar antara 8 -12
nutrien yang terbawa arus dapat meter.
terdistibusi dengan baik. Pulau Nain dikelilingi oleh terumbu
karang yang sangat luas sehingga
Tabel 03. Kisaran parameter kualitas air perairannya sangat jernih terutama pada
selama penelitian lokasi penelitian. Nilai kecerahan yang
Parameter Kisaran Ket. diukur sampai pada dasar perairan yaitu 8
Arus (m/det) 0 – 0,2 Arah arus – 12 meter.
berubah- Perairan alami mengandung nitrit
ubah sekitar 0.001 mg/liter dan sebaiknya tidak
Suhu (0C) 29 – 31 melebihi 0,06 mg/liter (Canadian Counsil
Salinitas (0/00) 30 – 34 of Resources and environment Ministers,
Kedalaman perairan 8 – 12 1987 dalam Effendi, 2003). Kadar nitrit
(m) yang lebih dari 0,05 mg/liter dapat
Kecerahan (m) 8 – 12 bersifat toksik bagi organisme perairan
Dasar perairan Karang yang sangat sensitif (Moore, 1991 dalam
Nitrat (mg/l) 5 – 5,8 Effendi, 2003). Untuk kepentingan
0m-1m 3,7– 5,7 peternakan dan perikanan kadar nitrit
Nitrit (mg/l) 0,001–,023 sekitar 10 mg/liter masih dapat ditolelir.
0m-1m 0,001–,061 Kandungan nitrit di perairan pulau Nain
Phoshat (mg/l) 0,03 – 0,97 masih pada batas toleransi untuk
0m-1m <0,02– ,73 pertumbuhan rumput laut.
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama
Menurut Mairh (1986), Eucheuma nitrogen di perairan alami dan merupakan
sp. dapat tumbuh dengan baik pada suhu nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman
24 – 35 0C. Suhu di lokasi penelitian 29 – dan alga. Nitrat dapat digunakan untuk
31 0C masih masuk pada kisaran yang mengelompokkan tingkat kesuburan
baik untuk menunjang pertumbuhan perairan. Perairan oligotrofik memiliki
rumput laut. kadar nitrat antara 0 – 1 mg/liter, perairan
Sebaran salinitas di laut dipengaruhi mesotrofik memiliki kadar nitrat antara 1
oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi -5 mg/liter, dan perairan eutrofik
air, penguapan, curah hujan, dan aliran memiliki kadar nitrat yang berkisar antara
sungai. Kisaran salinitas di perairan pulau 5 – 50 mg/liter (Effendi, 2003).
Nain adalah 30 – 34 0/00. Fluktuasi Kandungan Nitrat di perairan pulau Nain
salinitas selama penelitian masih pada digolongkan dalam perairan mesotrofik
taraf normal. Salinitas yang baik untuk (tingkat kesuburan sedang).
pertumbuhan Eucheuma menurut Fosfat merupakan bentuk fosfor
Anggadiredja dkk (2005) berkisar 28 - 33 yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan
0
/00. dan merupakan unsur yang esensial bagi
Kedalaman air berperan untuk tumbuhan tingkat tinggi dan alga,
menghindari rumput laut mengalami sehingga unsur ini menjadi faktor

34
Budidaya Perairan Mei 2014 Vol. 2 No. 2: 27 - 37

pembatas bagi tumbuhan dan alga akuatik Chaetomorpha crassa. Jenis ini
serta sangat mempengaruhi produktifitas walaupun hanya jumlah sedikit hampir
perairan. Berdasarkan kadar fosfor total, selalu ada pada saat pengamatan. Jenis-
perairan diklasifikasikan menjadi tiga, jenis epifit lainnya yang teramati selama
yaitu: perairan dengan tingkat kesuburan penelitian adalah: Hypnea sp. Padina
rendah, yang memiliki kadar fosfat total santae, Dictyota dicotoma, dan
berkisar antara 0 – 0,2 mg/liter; perairan Achantophora spicifera. Karena jumlah
dengan tingkat kesuburan sedang, yang yang teramati sedikit maka dapat
memiliki kadar fosfat total 0,021 – 0,05 disimpulkan pada siklus tanam I dan II
mg/liter; dan perairan dengan tingkat pada bulan Juli sampai dengan Oktober
kesuburan tinggi, yang memiliki kadar tidak mempengaruhi peartumbuhan
fosfat total 0,051 – 0,1 mg/liter (Effendi, rumput laut uji.
2003). Perairan pulau Nain termasuk ke
dalam perairan dengan tingkat kesuburan KESIMPULAN DAN SARAN
tinggi. 1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian pola tanam
3. Hama, Penyakit dan Epifit rumput laut Kappaphycus alvarezii di
Pengamataan terhadap serangan Pulau Nain Kabupaten Minahasa Utara
hama, penyakit dan epifit (tumbuhan dapat di tarik beberapa kesimpulan yaitu:
penempel) dilakukan pada saat • Pertumbuhan K. Alvarezii yang
penimbangan rumput laut kedua dan baik terjadi pada musim tanam I
seterusnya. Hasil penelitian yaitu pada pertengan Juli sampai
menunjukkan bahwa pemeliharaan akhir Agustus.
rumput laut selama dua siklus tanam • Musim penyakit “ice-ice” terjadi
tidak ada serangan hama, sedangkan pada bulan Oktober
serangan penyakit ‘ice-ice’ terjadi pada • Tumbuhan penempel yang
siklus tanam kedua yang mengakibatkan teridentifikasi adalah: Hypnea sp.
tiga rakit dari total 5 rakit mengalami Padina santae, Dictyota
kegagalan panen, yaitu pada rakit 2, 3, dicotoma, dan Achantophora
dan 4. Pada rakit 5 baru sebagian spicifera.
rumpun terserang penyakit ini. • Kondisi biofisik dan kualitas air
Tumbuhan penempel bersifat di Pulau Nain umumnya sangat
kompetitor dalam menyerap nutrisi dan menunjang pertumbuhan K.
dapat menjadi pengganggu karena Alvarezii.
menutupi permukaan rumput laut yang
kemudian menghalangi proses 1. Saran
penyerapan sinar matahari untuk Untuk pengembangan usaha
fotosistesis. Dampak dari serangan epifit budidaya rumput laut di Pulau Nain,
akan berpengaruh pada kompetisi pada bulan Juli sampai awal September
terhadap ruang, nutrien, gas-gas terlarut dapat ditanam rumput laut untuk tujuan
sehingga dapat menghambat produksi, sedangan memasuki bulan
pertumbuhan, dan akhirnya kehilangan Oktober adalah masa istirahat produksi
sebagian atau total biomassa (Hurtado et rumput laut untuk menghindari gagal
al, (2005). panen.
Serangan epifit selama penelitian
didominasi oleh jenis rumput laut

35
Budidaya Perairan Mei 2014 Vol. 2 No. 2: 27 - 37

DAFTAR PUSTAKA Fauzi A, Anna S. 2003. Assesment of


Anggadiredja JT. 2007. Prospek Pasar sustainability of integrated coastal
Rumput Laut Indonesia di Pasar management projects. A CBA-DEA
Global, Makalah disampaikan pada Approach. Pesisir dan Lautan 2003.
Lokakarya Implementasi Program Fortes. 1989. Sea Grasses A Sources
Berkelanjutan Sulawesi Selatan Unknown Indonesia. The ARIC For
Menuju Sentra Rumput Laut Dunia, Living Aquatic Resources
Makasar, 7 Mei 2007. Management Educatin. Series. No.5.
Anggadiredja JT, Zatnika A, Purwanto H, Gerung G, Soeroto B, Ngangi E. 2008.
Istini S. 2006. Rumput laut: Study on the Environment and Trials
pembudidayaan, pengelolaan, dan Cultivation of Kappaphycus and
pemasaran komoditas perikanan Eucheuma in Nain Island, Indonesia.
potensial. Penebar Swadaya. Jakarta. IFC PENSA – Faculty of Fisheries and
Bengen DG. 2003. Pengelolaan wilayah Marine Science, Univ. of Sam
pesisir secara terpadu, berkelanjutan Ratulangi.
dan berbasis masyarakat. [Makalah]. Gerung G, Ohno. 1997. Growth rates of
Di dalam: Pelatihan Pengelolaan E. denticulatum (Burman) Collins et
Wilayah Pesisir Secara Terpadu. Harvey and K. striatum (Schmitz)
Makasar, 4 – 9 Maret 2002. Doty under different conditions in
Bird KT, PH Benson. 1987. Development warm waters of Southern Japan.
in Aquaculture and Fisheries Journal Applied Phycology. 9:413 –
Resources. Elsevier. Amsterdam. 415.
Hikmat H. 2002. Strategi pemberdayaan
Ditjend. Perikanan Budidaya KKP. 2010.
masyarakat. Humaniora Utama Press.
Teknologi-budidaya-rumput-laut.
Bandung.
Jakarta. http://www.scribd.com/doc/
55792855/. Hikmayani Y, Purnomo AH. 2006.
Analisis pemasaran dan kelembagaan
[DKP] Departemen Kelautan dan rumput laut di Indonesia. Makalah
Perikanan. 2003. Pemberdayaan disampaikan pada Temu Bisnis
industri perikanan nasional melalui Rumput Laut di Makassar 1
pengembangan budidaya laut dan September 2006, 21 pp.
pantai. Jakarta: Info Aktual Industri
Perikanan. Lasut MT, Mamuaya GE, Watung VNR.
http://www.dkp.go.id/content. 1992. Studi Pertumbuhan Rumput
php?c=1820. Laut E. cotonii yang Dibudidayakan.
J. Fak. Perikanan Unsrat No. II(1).
[DKP] Departemen Kelautan dan Hal. 5–10.
Perikanan. 2005. Revitalisasi
perikanan. Jakarta. Lee CS. 1997. Constraints and
government intervention for the
[DKP] Departemen Kelautan dan development of aquaculture in
Perikanan. 2009. Kelautan dan developing countries. Aquaculture
perikanan dalam angka. Jakarta. economics and managements, 1(1): 65
Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. – 71.
Yayasan Pustaka Nusatama.

36
Budidaya Perairan Mei 2014 Vol. 2 No. 2: 27 - 37

Lobban ChS, PJ Harrison. 1994. Seaweed Simbala CMS. 1991, Pengaruh Asal Bibit
Ecology and Physiology. Canbridge Terhadap Laju Pertumbuhan dan
University Press Mairh, OPU, Soe- Kandungan Karaginan Euchema
Htun and M Ohn, 1986. Culture of E. spinosum yang Dikultur pada Rakit
striatum (Rhodophyta, Solieriance) In Apung. Skripsi, Fakultas Perikanan
Sub Tropical Water of Shikoku. Japan. UNSRAT Manado.
Bot. Mar, 29: 185-191. Sze,P. 1993. A Biology of the Alga
Mairh OPU, Soe-Htun, Ohn M. 1986. (Second Edition). W.M.C Brown
Culture of Eucheuma striatum Communicati-ons, Inc.
(Rhodophyta, Solieriance) in sub Sumich J. 1992. An Introduction to the
tropical water of Shikoku. Japan. Biology of Marine Life. WMC Brolon
Botany Marine, 29: 185-191. Publiser USA.
Pandelaki LV. 2011. Analisis potensi Sunaryat. 2004. Pemilihan Lokasi &
pengembangan budidaya rumput laut Budidaya Rumput Laut. Makalah
di Pulau Nain Kecamatan Wori Pelatihan INBUDKAD Budidaya
Kabupaten Minahasa Utara. [Tesis]. Kerapu di BBL Lampung.
Manado: Program Pasca Sarjana,
Universitas Sam Ratulangi. Tjaronge M, PR Pong-Masak. 2006.
Performansi Biologis Rumput Laut K.
Parenrengi A, M Madeali, N Rangka. alvarezii pada Lingkungan Perairan
2007. Penyediaan benih dalam Berbeda. Pusat Riset Perikanan Budi
menunjang pengembangan budidaya Daya. hal. 121-127.
rumput laut. Workshop Rumput Laut.
Makassar.. Winarno FG. 1990. Teknologi
Pengolahan Rumput Laut. Pustaka
Penniman CA, Mathieson AC, Penniman Sinar Harapan. Jakarta.
CE. 1986. Reproduktive phenology
and growth of Gracilaria tikvahiae
McLachlan (Gigartinales,
Rhodophyta) in the Great Bay Estuary,
New Hamsphire. Botany Marine. 29:
147-154.

37

Anda mungkin juga menyukai