Anda di halaman 1dari 23

Lampiran Naskah yang pernah diedit

Naskah drama Madekur dan Tarkeni Karya Arifin C . Noer ini ada 95 halaman pada
naskah asli , akan tetapi saya mengeditnya sehingga menjadi beberapa halaman
naskah beserta dialog dan adegan .

ADEGAN 1
1. MADEKUR
Bagaimana kalau kita kawin saja!?
2. TARKENI
Gampang. Bayar saja dulu yang sekarang.
3. MADEKUR
Bajingan! Masa kamu nggak percaya sama saya. (Mengeluarkan uang dari dalam saku
celananya. Dengan gaya si kaya ia menghitung beberapa lembar lalu menyerahkannya
pada Tarkeni)minggu yang lalu saya bayar berapa?
4. TARKENI
Biasa. Dua.
5. MADEKUR
Malam ini tujuh. Hitung saja.
6. TARKENI(Setelah menghitung)
Kamu sungguh-sungguh rupanya.
7. MADEKUR
Kamu kira uang palsu?
8. TARKENI
Rejeki nomplok?
9. MADEKUR
Mana ada rejeki nomplok. Tahi kuping yang nomplok! Keringat!
10. TARKENI(mengiyakan sambil menghapus keringat dengan uang)
Keringat menetes
Tes
Air mani menetes
Tes
Lalu semua menetes
Tes
Dan yang paling akhir air mata
Tes
11. MADEKUR
Sekarang jawab. Bagaimana kalau kita kawin saja.
12. TARKENI
Jangan kayak anak-anak ah.
13. MADEKUR
Saya serius dan umur saya dua puluh lima, neng.
14. TARKENI
Saya dua satu
15. MADEKUR
Nah, apalagi? Pekerjaan saya sudah punya.
16. TARKENI
Saya juga punya.
17. MADEKUR
Lebih bagus lagi. Dan lebih dari itu ketika kecil kita pernah jadi penganten-pengantenan.
Dan saya kira saya masih cinta sama kamu.
18. TARKENI
Kalau saya tidak?
19. MADEKUR
Belakangan kan bisa!?
SUNYI SEJENAK
20. MADEKUR
Bagaimana?
21. TARKENI
Kenapa mesti kawin?
22. MADEKUR
Seperti umumnya orang-orang. Biar gampang.
23. TARKENI
Begini kan gampang.
24. MADEKUR
Lebih gampang lagi kalau kita kawin. Sudahlah jangan banyak Tanya. Bagaimana?
25. TARKENI
Kita rundingkan di luar.
LALU KEDUANYA KELUAR
ADEGAN 2
DI DESA, KELUARGA TARKENI MENEMPATI BALE PERTAMA
26. BAPAK
Tidak mungkin, tidak mungkin
27. IBU
Tapi
28. BAPAK
Coba, kamu bayangkan apa kata orang-orang seluruh desa ini kalau Tarkeni kawin dengan
Madekur. Aib, benar-benar aib. Betapa sia-sianya dia kerja susah payah di Jakarta. Kamu
mimpi apa semalam?
29. IBU
Saya kira tidak mimpi apa-apa
30. BAPAK
Saya kira ! Tidak mungkin kamu nggak mimpi apa-apa. Pasti kamu mimpi, hanya kamu
lupa. Kalau kamu mau mengingat-ingat pasti kamu akan menjerit karena ternyata kamu
mimpi buruk
31. IBU(Menjerit)
32. BAPAK
Kenapa?
33. IBU
Ya, saya mimpi
34. BAPAK
Nah, apa kata saya!? Kamu pasti mimpi mandi di kubangan Haji Bakir.
35. IBU
Bukan. Saya kira dalam mimpi itu saya mandi di comberan di … saya kira…. Dekat
pelabuhan di Cirebon.
36. BAPAK
Di comberan? Di dekat pelabuhan? Kamu tahu comberan dekat pelabuhan itu artinya air
kotoran orang seluruh jagat bertemu jadi satu dan itu berarti mempunyai takwil yang bukan
saja buruk tapi aib setebal tahi kerbau !?
37. IBU
Ya, saya ingat. Tahi kerbau.
38. BAPAK
Sudah pasti, kemudian kamu megap-megap hanyut….
39. IBU
Tidak. Kemudian saya terbangun karena asma saya.
40. BAPAK
Persetan! (Kepada penonton) pernahkah Anda bayangkan anak anda kawin dengan seorang
copet? Sudah tentu Anda pernah sekali membayangkan hal yang jelek-jelek kalau pikiran
Anda sedang burem. Tapi saya percaya pikiran Anda saat ini cukup jernih untuk ikut
merundingkan soal ini. Anda punya seorang anak. Bukan main senangnya ketika melayani
dia diwaktu kecil sebab banyak boneka. Siang malam kita mengurus dia, lalu kita
sekolahkan dengan harapan dia kelak menggantikan kita, menjadi kebanggaan kita, jadi
raja kek kalau bisa. Setelah dewasa, punya pekerjaan, punya penghasilan yang lumayan
lalu dia datang kepada kita mengutarakan niatnya akan kawin dengan seorang pencopet.
Buat saya yang tidak punya penyakit jantung hal itu tidak membahayakan jiwa, dan saya
bisa secara jernih merundingkan dan meyakinkan, tapi buat yang berpenyakit jantung?
(Kepada istrinya) tidak, tidak – kamu jangan sekali-kali membantu dia untuk memaksa
saya mengambil keputusan gila.
41. IBU(Pada penonton)
Pada satu hari, anak saya berkata pada saya “Bu, saya ingin pergi ke Jakarta”.
42. BAPAK
Siapa pun tahu di Jakarta orang bisa jadi apa saja, bahkan menjadi presiden sekali pun.
43. IBU
Tapi yang pertama kali saya pikirkan bukan itu. Saya takut anak saya tertubruk mobil,
karena kata orang di sana lebih banyak mobil dari pada pohon kelapa.
44. BAPAK
Saya tahu betul di dalam benak kepala anak saya berkumpul seluruh impian termasuk di
dalamnya impian-impian saya.
45. IBU
Saya kira siapa pun lebih senang mati di tanah sendiri.
46. BAPAK
Tapi tak ada orang yang sempat memilih tempat buat dia mati.
47. IBU
Selain itu saya kira di sini pun dia akan bisa besar, berkeluarga dan mati.
48. BAPAK
Saya punya cerita. Anak tetangga saya, Fadoli namanya. Saya belum pernah melihat anak
yang lebih bodoh dari dia, sekali pun ayahnya termasuk orang penting di desa ini.
Walaupun saya tidak pernah diberitahu tapi saya tahu ketika sekolah rakyat anak saya
mendapat penghasilan dari Fadoli karena ikut merampungkan pekerjaan menghitungnya.
Ketika sekolah menengah ia dikirim orang tuanya ke Jakarta, tinggal bersama pamannya.
Dan beberapa minggu yang lalu ia dan keluarganya mampir ke desa ini. Semua orang di
desa ini ternganga melihat anak sebodoh itu bisa punya mobil. Saya tidak tahu persis jadi
apa ia, tapi yang pasti ia orang penting. Nah, sekarang gampang diduga apa yang ada dalam
kepala saya ketika anak saya bilang mau ke Jakarta. Segera saya bilang kepadanya:
pergilah anakku. Selamat berjuang! Ya, saya kira saya sangat bijaksana waktu itu. Dan
memang Jakarta medan juang yang paling gampang karena musuh kita di sana suma
sesame, sedangkan di sini musuh kita semata-mata alam dan kita hanya memiliki satu pacul
untuk sebelas petak.
49. IBU
Di sana terlalu banyak orang, dan saya tidak bisa membayangkan dari mana mereka bisa
makan. Saya selalu membayangkan di sana banyak orang makan orang. Saya punya cerita.
Anak tetangga saya Rogayah namanya. Saya belum pernah melihat anak yang lebih pintar
dari dia, sekalipun orang tuanya buta huruf. Beberapa tahun yang lalu, lepas sekolah
menengah ia pergi ke Jakarta. Seperti umumnya banyak orang ia ke sana dengan ijazah
sekolahnya dan cita-cita sederhana. Setahun lamanya dia cari pekerjaan dan tidak pernah
berhasil, sehingga tentu saja bibinya tempat ia menumpang makan semakin bermuka kecut.
Pada tahun kedua ia minta diri bibinya untuk kembali ke desa ini, tapi sebenarnya ia tidak
pernah kembali. Beberapa bulan putus hubungan antara Rogayah dengan keluarganya.
Sampai pada suatu hari seluruh orang desa ini gempar ketika seorang pemuda membawa
selembar Koran di mana termuat mayat Rogayah. Saya dengar ada belati di perutnya dan
rupanya sebelum peristiwa naas itu ia telah mendapat pekerjaan sebagai pembantu rumah
tangga dari sebuah keluarga orang kaya.
50. BAPAK
Cerita serupa itu tidak perlu di Jakarta. Beberapa bulan lalu di Toangan dekat jembatan
sana kami menemukan mayat. Pendek kata Jakarta adalah jalan pendek. Dan nyatanya?
51. IBU
Memang hanya beberapa bulan saja kemudian Tarkeni anak saya kembali terbungkus
pakaian yang sangat bagus yang kami sendiri tidak pernah mampu membelinya. Benarbenar
hari itu hari yang bahagia buat kami. Oh, gusti saya tidak pernah memimpikan anak
saya secantik itu.
52. BAPAK
Ya, dan sebelas perut ditambah dua perut kami benar-benar buncit saat itu.
53. IBU
Ia membelikan saya seperangkat pakaian.
54. BAPAK
Ia membelikan saya sehelai kain palekat cap delima buatan Tasik, di samping sebuah korek
api yang sangat bagus. Sampai sekarang korek api itu tidak pernah saya pergunakan. Saya
simpan saja dan saya pajang sebagai hiasan di lemari.
55. IBU
Ya Gusti, ia mengenakan arloji emas dan cincin emas.
56. BAPAK
Ya, dan sekarang akankah ia kita biarkan memilih jalan yang salah kawin dengan seorang
pencopet? Apakah akan kita biarkan ia melumuri wajahnya Lumpur aib seorang pencopet?
57. IBU(Kepada Suami)
Tapi ia bilang, ia cinta
58. BAPAK
Tidak kurang gadis di desa ini untuk dicintai. Dan demi segala kehormatan saya tidak akan
mau dan sudi berhubungan keluarga dengan keluarga jahanam itu. Sebelum lahir saya
sudah membenci keluarga yang sok suci itu. Tingeling!
59. IBU
Lalu?
60. BAPAK
Kau tinggal saja di sini, saya kira akan bicara sendiri dengan anak itu.(Perempuan itu akan
bangkit kembali) Diam di sini!
LALU BAPAK PERGI KELUAR
ADEGAN 3
MUNCUL BAPAK DAN IBU DIIKUTI TARKENI DAN MADEKUR
61. BAPAK
Sekarang, marilah kita bicara dengan lebih tenang. Atur napas dengan baik supaya
darahmu beredar teratur dan tertib agar kamu bisa bekerja dengan pikiranmu dan tidak
dengan perasaanmu itu. Saya sudah bicara dan kini giliranmu bicara Tarkeni , saya senang
pada orang yang keras pendiriannya tapi, kamu keras kepala dan saya tidak suka. Sudah
berkali-kali kamu mencoba mengutarakan perasaanmu dan tidak pernah sekali pun
mengutarakan pikiranmu, dan itu saya tidak suka. Sebaliknya saya telah berkali-kali
meminjamkan pikiran-pikiran terbaik saya buat kamu, tapi kamu tidak suka. Padahal kamu
sendiri cukup dewasa untuk memahami bahwa perkawinan tidak semata membutuhkan
perasaan, melainkan juga terutama pikiran. Bu, kamu setuju anakmu kawin dengan
pencopet?
62. IBU
Naudzubillahimindzalik,eh,tidak!
63. BAPAK
Atau kamu setuju anakmu kawin dengan keluarga yang..
64. IBU
Tidak.
65. BAPAK
Kamu dengar sendiri bagaimana ibumu mengatakan tidak dan kamu sendiri tahu ibumu
sangat jernih dalam berpikir. Sekarang lebih baik kamu istigfarlah dulu.
66. IBU(Pada penonton)
Sebenarnya mulut saya mau bilang setuju, tapi mata suami sayaterlalu besar, nanti saya
akan bilang juga
67. BAPAK
Persoalan cinta tidak semudah yang diduga orang dan memahaminya lebih sulit dari pada
memotong kuku dengan golok, namun percayalah saya menyintai kamu sekaligus
kehormatan dan hari depan kamu. Jangan kamu salah mengira saya telah berlaku tidak
sayang karena menghalangi niat kamu kawin dengan…. Anak lelaki keluarga itu. Jangan
kamu mengira saya tidak memahami niatmu yang suci, saya paham dan saya menaruh
hormat, rupanya kamu lupa bahwa yang suci itu memerlukan tempat yang suci juga.
Dan juga rupanya kamu tidak menyadari banyak pilihan yang bisa kamu lakukan, dan
kamu cukup mengerti bahwa yang terbaik adalah Memilih yang terbaik. Kalau kamu masih
belum bisa yakin juga, cobalah tanya para penonton (pada penonton) Setujukah Anda kalau
anak Anda kawin dengan pencopet? Kalau Anda bilang setuju artinya Anda munafik sejati.
Karena Anda telah mengkhianati hati Anda sendiri. Marilah kita akui sama-sama bahwa
pada dasarnya kita menyukai kebangsawanan sekalipun perut kita kosong.
Dengan mengatakan setuju berarti Anda telah sempurna dalam mengobral kata-kata muluk
berbunga kebajikan, sementara dalam perbuatan nyata Anda kurang lebih sepaham dengan
saya. Tapi Anda saksikan sendiri saya satu tingkat lebih tinggi dari Anda lantaran saya satu
antara perkataan dan perbuatan. Sungguh-sungguh kita ini ningrat yang terselubung.
68. TARKENI(pada penonton)
Sebelum kemari, saya sudah yakin pasti hati Anda satu barisan dengan hati saya. Sudah
tidak bisa dihalangi barisan baru dengan panji-panji cinta akan tampil memimpin dunia ini.
Kita sama mengetahui betapa keterbelakangan orang-orang tua kita dalam berpikir,
bersikap dan berbuat, bahkan sebagian watak malah malasnya masih melekat dalam diri
kita.
Ketika di negeri-negeri lain orang sudah sedemikian sibuk dan kerja keras, rang-orang tua
kita masih belum selesai dengan sarapannya, dan yang sebagian lagi sibuk merenungkan
hikmah hidup tanpa sarapan.
69. BAPAK
Berhenti nak. Kamu tidak patut kurang ajar seperti itu, tidak layak menghina orang tuamu
sendiri di depan umum seperti ini.
70. TARKENI
Seperti bapak saya sedang mencoba belajar mempergunakan pikiran saya, sama sekali saya
tidak sedang melakukan penghinaaan kecuali membeberkan keburukan.
71. BAPAK
Satu kalimat lagi berarti merahlah, nak. Tanpa bercermin saya sudah tahu mata saya mulai
merah.
72. MADEKUR(Pada penonton)
Anda lihat sendiri betapa tidak dewasanya orang-orang tua menghadapi kritik.

73. BAPAK
Hanya batu yang bertahan menghadapi kritik
74. TARKENI
Tapi batu yang satu ini tidak.
(keduanya saling bertatapan sementara Ibu menghela napas. Beberapa saat tableubegitu.
Kemudian terdengar suara gong satu kali)
75. BAPAK
Baiklah kita ulang lagi. Marilah kita bicara dengan lebih tenang. Atur napas dengan baik
supaya darah beredar teratur dan tertib, supaya kita bisa bekerja dengan pikiran dan tidak
dengan perasaan. Bu, saya sudah bicara, anakmu sudah bicara, kini giliran kamu bicara.
76. IBU
Sebenarnya…. (pada penonton) sebenarnya saya setuju dengan pendirian anak saya, tapi
sebenarnya pikiran suami saya benar juga (kepada suami dan anaknya) sebenarnya sama
saja.
77. BAPAK
Kamu ini sedang bicara, atau…..?
78. IBU
Sama saja. Maksud saya bicara atau tidak hasilnya akan sama saja, tapi bicara sedikit
barangkali lebih baik. Nah,. Saya akan menjelaskan pendirian saya, itu pun kalau bisa
disebut pendirian. Jangan dikira gampang orang berpendirian, saya akan berusaha mencoba
berpendirian. Jangan khawatir, semuanya akan jelas pada akhirnya, tapi itu perlu saya
jelaskan singkat lebih dulu. Nah, biarkanlah saya mengumpamakan persoalan ini dengan
dua tangkai bunga melati dan seorang gadis delapan tahun. Yang setangkai berwarna putih,
sedangkan setangkai lagi berwarna hitam. Mula-mula jelas gadis itu merasa heran dan
sangat lama bertanya dalam hati kenapa ada setangkai bunga melati berwarna hitam,
sekalipun sebelumnya dia tidak pernah merasa heran atau pun bertanya dalam hati ketika
pertama kalinya ia melihat bunga melati berwarna putih.
Begitulah seperti yang saya bilang , bahwa gadis itu lama bertanya dalam hati, lama merasa
heran. Kemudian menjelma menjadi takjub dan akhirnya hati gadis itu tertarik ingin melati
yang hitam. Begitulah ketika jari lembut itu bergetar oleh kekaguman siap mematahkan
melati hitam dari tangkainya, gadis itu tiba-tiba ingat bahwa rambutnya juga berwarna
hitam. Selain itu ia juga ingat tidak seorang pun di Jatibarang yang menghias rambutnya
dengan melati hitam, bahkan sekalipun perempuan yang berambut putih seperti neneknya.
79. BAPAK
Sebentar, sebentar. Lebih baik kamu singkatkan saja bicaramu. Bagaimana?
80. IBU
Kamu sendiri bagaimana? Kamu akan memetik melati putih atau melati hitam?
81. BAPAK
Seperti umumnya orang saya memetik melati putih yang sudah pasti keindahannya.
82. IBU
Tapi kamu tidak tahu bahwa melatih hitam itu mempunyai warna putih di sebelah dalam
dan malah di dalamnya ada sebutir berlian sebesar geraham saya yang tanggal beberapa
tahun lalu
83. BAPAK
Mana mungkin! Kamu tidak mengatakan hal itu sebelumnya.
84. IBU
Karena melati hitam itu belum jelas maka kemungkinannya tentu lebih luas.
85. TARKENI
Juga melati hitam telah saya petik ketika bapak memetik yang putih
86. BAPAK
Tidak bisa. Saya belum memetik, baru berniat memetik dan sekarang saya akan memetik
melati yang hitam
87. TARKENI
Tidak bisa, yang hitam telah saya petik
88. BAPAK
Tidak bisa, yang hitam milik saya
89. MADEKUR
Tidak bisa, luar biasa harumnya
90. TARKENI
Ya Tuhan harumnya
91. BAPAK
Kurang ajar. Lepaskan melati itu
92. MADEKUR
Ya Tuhan, harumnya
93. BAPAK
Lepaskan, bajingan.
94. MADEKUR & TARKENI
Harumnya
95. BAPAK
Bajingan
96. IBU
Begitulah, siapapun pasti akan memilih yang terbaik. Tapi tahukah bahwa yang terbaik
adalah melati putih?
97. TARKENI
Kalau begitu biarlah yang hitam untuk bapak.
98. BAPAK
Kamu jangan kurang ajar, nak. Melati putih itu telah saya petik.
99. TARKENI
Mana mungkin, padahal bapak baru saja berniat akan memetiknya. Tidak, pak. Biarlah
yang putih buat saya.
100. BAPAK
Nak, golok di dapur cuma sebilah dan itu milik saya
101. TARKENI
Biarlah bapak mengambil golok dan saya memetik melati putih
SANGAT TIBA-TIBA SEKALI, BAPAK MENGHUNUS GOLOK ITU DAN SIAP AKAN
MEMANCUNG KEPALA TARKENI DAN IBU MENJERIT
102. IBU
Saya lupa memberitahu yang putih ada dua tangkai dan kesimpulannya kalian berdua
sama-sama bersikeras menghendaki yang terbaik (Mendekati anaknya) nak, kamu ingin
senang, bukan?
103. TARKENI
Senang sekali, bu.
104. IBU
Kamu pikir bapak akan menjerumuskanmu?
105. TARKENI
Pasti tidak, bu.
106. IBU(mendekati suaminya)
Kamu pasti tidak bermaksud menjerumuskan anakmu.
107. BAPAK
Pasti
108. IBU
Dan menghendaki anakmu senang?
109. BAPAK
Senang sekali kalau bisa
110. IBU
Kalau begitu, beres. Tidak satu pun yang simpang selisih. Sekarang bicaralah satu sama
lain tanpa nafsu amarah
111. BAPAK
Boleh
112. TARKENI
Boleh
113. BAPAK
Kamu masih tetap pada pendirianmu?
114. TARKENI
Masih dan bahkan makin kuat
115. BAPAK
Saya juga masih. Kalau begitu kita harus meningkatkan pertengkaran kita (Gong berbunyi
lagi) saya sampai pada pikiran untuk menyampaikan ultimatum
116. TARKENI
Sebaliknya mental saya telah siap menerima apa saja
117. IBU
Kalian sudah terlalu jauh, kalian….
118. BAPAK
Kamu yang semestinya bertahan sesuai dengan kedudukan ibu di mana-mana, yang hanya
mampu mengelus-elus dada sementara pertempuran berlangsung.
119. TARKENI
Saya menunggu ultimatum itu, pak
120. BAPAK
Bagus. Dengan ultimatum ini saya hanya akan mempersingkat perdebatan yang nonsense
ini. Begini, kalau kamu tetap pada niatmu kawin dengan pencopet itu saya hanya minta
agar hubungan kita sebagai anak dan bapak putus.
121. IBU
Pak….
122. BAPAK
Kau tak berdaya, bu.
123. TARKENI
Bapak serius?
124. BAPAK
Kamu kira main-main?
125. TARKENI
Putus?
126. BAPAK
Putus
127. TARKENI
Sudah bapak pikirkan masak-masak ?
128. BAPAK
Saya kuatir malah terlalu masak
129. TARKENI
Baiklah….
130. IBU
Nak….
131. TARKENI
Belum, bu, belum selesai. Saya baru akan mempelajari ultimatum itu.
132. IBU
Bagus, nak. Pelajarilah baik-baik.
133. BAPAK (berbisik)
Kamu lihat senjata apa yang kita miliki. Berbahagialah karena kita pada kedudukan
pemenang. Sambil mengecap harapan kemenangan, juga sambil memberikan kesempatan
anak itu mempelajari ultimatum kita marilah kita minum teh di luar.
ADEGAN 4
134. MADEKUR
Bagaimana?
135. TARKENI
Kamu bagaimana?
136. MADEKUR
Buat saya nggak ada soal. Kamu yang sejak semula bersikeras ingin meminta izin dan restu
orang tua sekarang punya persoalan karena ultimatum mereka.
137. TARKENI
Persoalan ini sangat berat buat saya
138. MADEKUR
Buat siapapun sangat berat, kecuali bagi saya
139. TARKENI
Bagaimana ya?
140. MADEKUR
Saya tahu kamu sentimental seperti umumnya para penonton sandiwara. Cobalah putuskan.
141. TARKENI
Kalau saya berpihak kepada orang tua dan niat kawin kita urungkan….
142. MADEKUR
Kamu akan segera menjadi bintang keluarga dan penonton akan terharu, sementara diamdiam
mengutuk orang tua.
143. TARKENI
Kalau sebaliknya?
144. MADEKUR
Kamu segera akan diludahi dari segala penjuru dan penonton menganggap lakon ini kurang
menarik, sementara mengharapkan akhirnya kamu kembali bersujud di depan orang tua mu.
145. TARKENI
Dan saya sendiri?
146. MADEKUR
Berbahagia tidur bersama saya sambil sekali-sekali membayangkan rambut orang tua mu
yang semakin memutih.
147. TARKENI
Dan orang tua saya?
148. MADEKUR
Bernapas seperti bisaanya dan nasibnya sudah diatur seperti orang-orang tua yang lain
149. TARKENI
Tidak pernah mereka memikirkan saya.
150. MADEKUR
Pernah setiap akan tidur tapi tak lebih dari lima menit.
151. TARKENI
Kamu sendiri bagaimana?
152. MADEKUR
Buat saya sangat gampang membenci orang tua saya karena mereka tidak pernah
memperhatikan saya kecuali setelah mereka ditinggalkan saudara-saudara saya yang
lainnya, dan saya menunjang biaya rumah tangganya secara tetap.
153. TARKENI
Kamu pahit sekali
154. MADEKUR
Saya kira bukan pahit, enteng. Seperti hidup ini memperlakukan kita.
155. TARKENI
Enteng.
156. MADEKUR
Enteng.
157. TARKENI
Saya sudah putuskan
158. MADEKUR
Bagus.
159. TARKENI
Enteng.
ADEGAN 5
GONG LAGI
BAPAK DAN IBU MUNCUL
160. BAPAK
Merokok dulu (Dengan nikmat menghisap rokoknya dan kemudian menghembuskan
asapnya) Lalu bicara dengan tenang. Bagaimana nak?
161. IBU(Dengan lagu lain)
Jangan membisu nak.
162. TARKENI
Tidak bu.
163. BAPAK
Kalau begitu bicaralah. Apa keputusanmu?
164. TARKENI
Bapak tetap dengan keputusan bapak?
165. BAPAK
Tetap. Tetap.
166. IBU
Nak…..
167. BAPAK
Tapi hati-hati dengan keputusanmu nanti, nak.
168. TARKENI
Jangan kuatir. Keputusan bapak telah menjadi keputusan saya
169. IBU
Maksudmu, nak?
170. BAPAK
Maksudmu, nak?
171. TARKENI
Terus terang bapak sangat bijaksana sekali memecahkan soal ini, sedikit pun saya tidak
mempunyai kesan bapak bersikap mengancam. Malah sebaliknya. Ultimatum bapak atau
tepatnya keputusan bapak merupakan sikap yang paling maju sekali. Lebih dari kebenaran
bahwa hubungan keluarga atau hubungan darah merupakan pangkal dari segala macam
sengketa, karena pada dasarnya hubungan itu Cuma hubungan emosionalbelaka, dan itu
merupakan beban yang sangat berat yang kita seret sampai di lobang kubur.
Ketika bapak memberikan jalan keluar, yaitu menawarkan putusnya hubungan antara kita
seketika saya merasa lebih sehat dan tubuh saya kehilangan berat sama sekali sehingga
saya merasa ringan apa saja.
172. BAPAK
Jadi….
173. IBU
Nak…..
174. TARKENI
Ya, bapak benar sekali lebih baik kita putuskan hubungan antara sebagai orang tua dan
anak. Dengan demikian, bapak dan ibu bisa tenang karena tidak lagi punya persoalan dan
kecuali pun kehormatan bapak dan ibu tetap tak ternoda, seperti bapak sendiri bilang
kehormatan adalah sesuatu yang nilainya satu tingkat di bawah Tuhan. Sedangkan untuk
saya mulai hari ini saya tak perlu menyisihkan hasil jerih payah saya, seluruh penghasilan
saya boleh saya habiskan sampai rupiah yang paling akhir.
175. IBU
Kau dengar pak? Kau dengar? Sebelum ia berpikir seperti itu saya membayangkan
kesusahan apa yang akan terjadi kalau ia sudah nekat seperti itu.
176. BAPAK
Nak, kau rupanya belum cukup lama memperlajari ultimatum bapak
177. TARKENI
Cukup. Cukup.
178. BAPAK
Barangkali kau belum mengerti benar ultimatum bapak.
179. MADEKUR
Kalimat bapak jelas sekali dan selain itu telinga kami sangat baik. Dan percayalah semua
penonton akan mendukung penuh sikap dan keputusan bapak yang maju itu.
180. BAPAK
Sebentar nak, jangan terburu nafsu. Hematlah dengan kata-kata. Kau kelihatan gugup
sekali, tidak mampu menguasai diri.
181. TARKENI
Tidak, saya senang sekali seperti orang mati
182. BAPAK
Kamu mengerti apa yang kau ucapkan?
183. MADEKUR
Apakah itu berarti bapak tidak mengerti dengan apa yang bapak telah putuskan?
184. BAPAK
Maksud saya cukup sadarkah kalian?
185. TARKENI& MADEKUR
Cukup, cukup sadar.
186. BAPAK
Perhatikan, nak. Saya masih belum marah betul, seluruh emosi saya tekan di bawah perut
besar saya. Beberapa bagian tertentu telah melonjak-lonjak dan mulai memercikan api, tapi
sampai detik ini saya masih mencoba mengindari amarah. Sekarang jawablah dengan baikbaik.
Benar kamu menghendaki putus hubungan antar kita sebagai keluarga?
187. TARKENI
Saya cuma mendukung pikiran bapak yang cemerlang. Atau tepatnya bapaklah yang
menghendaki itu dan saya mendukungnya.
188. IBU
Kau tidak perlu mendukung pikiran itu, gagasan itu buruk, paling buruk.
189. MADEKUR
Gagasan itu sangat bagus, sangat bagus.
190. BAPAK(Marah sekali)
Tapi kamu tidak perlu mendukung gagasan itu
191. IBU
Gagasan itu sangat buruk, nak. Sangat buruk.
192. BAPAK
Apa kamu tidak mengerti bahwa ultimatum itu hanya gertak sambal saja?
Ancaman kosong?
193. TARKENI
Tidak, malah saya menghargai ultimatum itu sebagai gagasan orang tua yang paling berani
dan maju. Saya yakin Cuma beberapa gelintir saja yang punya pikiran cemerlang semacam
itu.
194. BAPAK
Jadi kamu tetap bersikeras ingin supaya putus hubungan antara kita?
195. TARKENI
Sesuai dengan kemauan bapak
196. IBU
Nak!
197. BAPAK
Sungguh-sungguh!?
198. TARKENI
Sungguh-sungguh.
199. BAPAK
Putus?
200. MADEKUR
(Lebih tegas) patahkan seperti arang
201. BAPAK
Lalu kamu akan melangsungkan niat kamu kawin begitu saja tanpa orang tua?
202. TARKENI
Begitulah kira-kira.
203. IBU
Lalu siapa yang akan merestui? Yang mendoa?
204. MADEKUR
Pegawai catatan sipil tentu saja
205. BAPAK
Baiklah… baiklah….
206. IBU
Pak….
207. BAPAK
Jangan cengeng menghadapi sikap sombong seperti itu. Kalau tidak tahan menangislah,
tanpa air mata supaya anak sombong itu tidak tahu. Kamu kira (kepada anaknya) Cuma
kamu saja yang tega memutuskan hubungan kita? Lebih dari itu saya tega. Bahkan saya
juga tega memutuskan kepalamu dari dada mu yang kau busung-busungkan dan kemudian
saya gecek kepalamu dengan batu kali.
Sombong. Atau kamu mengira tenaga saya tidak cukup kuat menghadapi otot-ototmu yang
masih segar? Jangan lupa gigi saya masih utuh dan kuat (pada penonton) apakah diantara
kalian ada yang mengharapkan saya bersikap lembut menghadapi sikap kurang ajar seperti
itu? Mengharap agar saya meminta-minta supaya anak biadab itu kembali menyebut saya
sebagai bapaknya?
208. IBU
Dengarkan sebentar, pak. (memberikan segelas air putih) tenang sebentar. (berbisik) kamu
lupa kita kewalahan kalau membiarkan ia tidak lagi mengaku anak kepada kita?
209. BAPAK
Kewalahan apa!?
210. IBU(berbisik)
Kau lupa tahun-tahun belakangan ini kita sangat bergantung kepada anak itu. Dari mana
kamu akan mendapatkan uang dengan tulang-tulangmu yang rapuh
211. BAPAK
Kita jual pekarangan belakang dengan empangnya sekaligus dan sebelumnya kita bisa
makan dari hasil pohon papaya.
212. IBU
Kita tidak bisa menjual pekarangan mana pun karena kita telah menjualnya beberapa tahun
lalu. Kamu tidak bisa menjual rumah ini kecuali kalau kita boleh merombak mesjid jadi
dapur.
213. BAPAK
Kita masih memiliki seekor kerbau dan tiga kambing perahan.
214. IBU
Semua itu telah kita jual. Semua itu sudah habis. Bahkan tanpa sepah.
SEBELUM MELANJUTKAN BICARA BAPAK MELIHAT SEBENTAR KEPADA
ANAKNYA
215. BAPAK(Makin berbisik)
Jadi kita sudah tidak punya apa-apa?
216. IBU
Tidak punya apa-apa. Malah belakangan ini selalu timbul ketakutan dalam diri saya apakah
kita mampu menyelenggarakan penguburan buat jenazah kita nanti.
217. BAPAK
Seminggu yang lalu saya juga berpikir barangkali lebih baik kita beli kain kafan mulai
sekarang semeter demi semeter.
218. IBU
Kalau begitu kita juga perlu menanam kembang biar kita tidak usah beli nanti untuk
keranda kita dan makam kita.
219. BAPAK
Jadi semua sudah habis?
220. IBU
Semua sudah habis dijual, sudah kita makan.
221. BAPAK
Saya pikir saya juga bisa mencuri
222. IBU
Kamu ingat mayat Mukidi yang berlumur darah karena mencuri di rumah Ki Warad!?
223. BAPAK
Orang-orang tidak akan memukuli saya, karena saya sudah tua. Mereka jatuh kasihan dan
kemudian membiarkan saya memiliki barang curian dan bukan tidak mungkin saya
mendapat tambahan uang.
224. IBU
Sudahlah. Daripada kita mengharapkan yang tidak-tidak. Lebih baik kita ubah sikap dan
biarlah kita menyetujui rencana anak kita.
225. BAPAK
Saya juga berpikir begitu. Tapi malu mengatakannya. Ya, saya kira itu lebih baik, hanya
kita harus mencari cara supaya kekalahan kita terhormat.
226. IBU
Gampang itu.
TIBA-TIBA BAPAK DAN IBU BERUBAH SIKAP
227. BAPAK(Dengan gemas memegang gemas pada pundaknya)
Saya terharu, nak. Sungguh terharu akan ketabahanmu. Ujian dan cobaan yang ibu dan
bapak tampakkan sedikit pun tidak menggoyangkan niat sucimu. Kini kami baru yakin
betapa besar cintamu kepada kekasihmu.
228. TARKENI
Tidak terlalu besar tapi besar.
229. IBU(merenggutkan anaknya dari suaminya lalu memeluknya)
Anakku, kau lulus.
230. BAPAK
Maafkan bapak, karena bapak terlalu kasar. Maafkan juga karena bapak telah menyebut
Calon suamimu pencopet.
231. MADEKUR
Bapak tak perlu minta maaf karena saya memang pencopet. (Ayah dan Ibu mengambil
jarak terhadap Madekur dan Tarkeni)
232. BAPAK(Pada istrinya)
Apa kita akan berubah sikap lagi?
233. IBU
Bingung.
234. TARKENI
Dan saya sendiri memang pelacur tapi ibu bapak tidak tahu dan tidak percaya.
235. BAPAK DAN IBU
Kami ?
236. TARKENI
ya, saya pelacur
237. IBU(Pada suaminya)
Apa yang harus saya lakukan?
238. BAPAK
Pingsanlah.
239. IBU
Saya tidak bisa. Saya tidak percaya.
240. MADEKUR
Karena tidak sesuai dengan impian, sekalipun sesuai dengan impian buruk
241. BAPAK
Kamu tidak bergurau, nak.
242. TARKENI
Kenapa?
243. BAPAK
Kalau pun benar lebih bijaksana kalau kamu berbohong saja
244. TARKENI
Baiklah, saya bohong
245. BAPAK
Jadi tidak benar kamu pelacur?
246. MADEKUR
Siapa bilang Tarkenipelacur?
247. BAPAK
Ternyata cuma fitnah, bukan?
248. MADEKUR
Bukan cuma fitnah tapi penghinaan terhadap gubernur Jakarta
249. IBU
Anak kita calon istri gubernur, pak.
250. BAPAK
Ya
251. IBU
Syukur. Syukur.
252. BAPAK
Apapun jadinya kita harus bersyukur
253. IBU
Syukur-syukur
ADEGAN 6
GONG LAGI, HIASAN JANUR
MEREKA BERTEMU DI TENGAH PENTAS
254. IBU
Hari jum’at hari baik.
255. BAPAK
Tidak. Hari Sabtu.
256. IBU
Minggu yang baik
257. BAPAK
Senen
258. IBU
Selasa
259. AYAH
Rabu
260. MADEKUR
Khrreeeeeeeeeekkk….
261. TARKENI
Tek – tek ….
262. AYAH
Kamis
263. MADEKUR
Tek – Tek.
264. IBU
Minggu.
265. TARKENI
Tek – Tek….
266. IBU
Jum’at
267. MADEKUR
Tek – Tek….
(Sebentar diam)
268. TARKENI
Tek.
269. MADEKUR
Tekek.
270. IBU
Jum’at
Tokek taoke kita
Cendekia di atas cendekia
PESTA KAWIN.
ADEGAN 7
271. MADEKUR
Mencopet dan terus mencopet. Kalau bisa aku juga akan terus mencopet setelah aku
mati.Dan kau Tarkeni, setelah keindahanmu busuk apakah akan terus melonte?
272. TARKENI
Aku tidak pernah berpikir sebelum melakukan sesuatu. Dan aku tidak suka dipusingkan
oleh pertimbangan-pertimbangan yang akan menyebabkan aku jadi pintar. Yang pasti kami,
aku dan Madekur akan tetap saling setia, sebab kami saling mencinta
273. MADEKUR
Aku mencintaimu, dan aku selalu gemas seperti pada hidup ini
274. TARKENI
Aku juga, aku juga Madekur
KEMUDIAN KEDUANYA BERCIUMAN SANGAT ERAT TANDAS
275. MADEKUR(meludah)
Baumu mulai busuk
276. TARKENI
Nanah tidak bisa dibendung lagi, Madekur.
277. MADEKUR
Bagaimana pun aku mencintaimu, tapi aku tidak bisa mengingkari penyakit sipilismu.
Penyakitmu sudah sedemikian rupa dan terus terang aku hampir muntah
278. TARKENI
Mau apa lagi?
279. MADEKUR
Ya, mau apa lagi? Kita telah meludahi
280. TARKENI
Sekarang kita diludahi
281. MADEKUR
Ya, mau apa lagi? Karena kita tak pernah bisa meludahi wajah sendiri
282. TARKENI
Apa cuma itu yang bisa kamu lakukan?
283. MADEKUR
Banyak
284. TARKENI
Kenapa tidak lainnya?
285. MADEKUR
Dengan meludah, aku merasa telah melakukan segalanya
286. TARKENI
Suaramu mulai mirip suara Waska
TIBA-TIBA MADEKUR MENEMPELENG ISTRINYA DAN DIA KELUAR. TARKENI
TIDAK PAHAM MENGEJARNYA. TEPAT DUA DETIK SEBELUM ORANG-ORANG
BERLARIAN DI KEJAR-KEJAR POLISI, DAN BEBERAPA SAAT KEPANIKAN TERJADI
DI PENTAS. DAN SEMENTARA ITU ORKES MENYANYIKAN ‘TAK PERNAH MUTLAK
GELAP
287. IBU
Tar, Tar…
MADEKUR DAN TARKENI DIAM SAJA
288. IBU
Kau lupa suara ibumu?
289. TARKENI
Tidak
290. IBU
Kenapa kau diam saja?
291. TARKENI
Suara itu selalu menyiksa
292. IBU
Aku menyesal kau berkata begitu
293. MADEKUR
Suaramu selalu tangis atau bujukan serta janji
294. IBU
Tar
295. TARKENI
Aku ingin melupakanmu. Aku ingin melupakanmu tapi aku tidak bisa; setiap mencoba lupa,
wajahmu kian nyata
296. IBU
Niatmu jahat, padahal aku tidak pernah bisa berniat melupakanmu lantaran aku pun tidak
bisa melupakan rasa sakit ketika melahirkanmu dan kegelian pertama pada tetekku ketika
kamu menyusu
297. TARKENI
Bu, bu
298. IBU
Kamu pasti kedinginan, ataukah kamu merasa pedih pada luka-luka dan borokmu? Atau
tangamu yang putus itu masih kamu rindukan dan sesalkan?
299. MADEKUR
Aku memanggilmu karena kangen, diam-diam aku kangen. Malu-malu aku kangen, malu
ketika aku membayangkan kau jadi istriku.
300. IBU
Anakku, anakku!!
301. TARKENI
Betul kamu pernah berpikir begitu?
302. MADEKUR
Ya. Semuanya berantakan
303. TARKENI
Seharusnya kau tak boleh
304. MADEKUR
Seharusnya! Seharusnya!
305. IBU
Mad, seharusnya kau menjadi gubernur
306. MADEKUR
Seharusnya aku menjadi nabi
307. IBU
Setiap kali aku mendengar kalimatmu, aku jadi bertanya-tanya, apakah air susuku dulu
beracun!?
308. TARKENI
Boleh jadi racun itu menjadi sempurna bercampur dengan air sumur yang bau busuk dan
udara yang mengandung wabah cacar dan tebece
309. IBU
Kamu kurang punya rasa syukur, nak
310. TARKENI
Tuhan lebih tahu. Biarkan aku tidur sekarang dan jangan bangunkan , sang surya lebih tahu
kapan saatnya membangunkanku
KETIKA MADEKUR TIDUR, TARKENI MASIH MELEK SAJA, DIAM SAJA
311. TARKENI
Betul-betul di luar dugaan sama sekali. Bau tanah pesawahan hanya bersisa dalam
kenangan samara-samar (Membaui dirinya sendiri)
312. MADEKUR
Tidurlah kau. Tidak akan ada lagi yang tertarik menghampiri kamu
313. TARKENI
Kemarin malam ada seseorang
314. MADEKUR
Aku tahu pasti. Orang itu sangat tua, sangat kurus, sedikit bungkuk dan memerlukan tenaga
banyak dalam bernafas. Orang tua itu pensiunan juru rawat
315. TARKENI
Memang
316. MADEKUR
Tidurlah, malam ini kamu tidak akan punya tamu lagi
317. TARKENI
Tuhan yang tahu
318. MADEKUR
Pensiunan itu telah mati tadi pagi di selokan
319. TARKENI
Aku yakin masih banyak lelaki tua dan bungkuk di dunia ini
320. MADEKUR
Semuanya sudah mati di selokan
321. TARKENI
Kalau benar begitu, anak-anak dungu dan sedikit sinting pasti sudah ada
322. MADEKUR
Banyak
323. TARKENI
Nah, biarkan aku melek dan tidurlah kau
ADEGAN 8
SEMUA ORANG SEKETIKA MUNDUR KETIKA MUNCUL TARKENI YANG
MERAYAPRAYAP
SECARA MENGERIKAN SEKALI. SELURUH TUBUHNYA PENUH DENGAN
BOROK KECIL-KECIL YANG SEMUANYA BERNANAH. SETIAP BOROK KECIL ITU
DIBUMBUI OLEH BEBERAPA EKOR LALAT, SEMENTARA DARAH KERING DI
PINGGIR-PINGGIRNYA DAN NANAH KENTAL MELELEH. TARKENI DENGAN SUSAH
PAYAH MENDEKATI MADEKUR YANG MASIH TIDUR SANGAT NYENYAK.
324. TARKENI
Mad, Mad….
325. MADEKUR(Sambil bangun menggeliat enak sekali)
Ah, matahariku
326. TARKENI
Menyenangkan mimpimu?
327. MADEKUR
Luar biasa, tapi mencapekkan pinggang
328. TARKENI
Aku juga mimpi yang sama
329. MADEKUR
Sebentar lagi luka-lukamu kering, sayang. Jangan kecil hati
330. TARKENI
Aku tidak pernah kecil hati seperti kau tahu
331. MADEKUR
Memang, dan itulah yang membuatku tergila-gila padamu
332. TARKENI
Bagaimanapun, samar-samar aku masih bisa membayangkan ketika pada suatu sore kau
mengintip aku mandi
333. MADEKUR
Waktu itu aku masih bocah dan aku malu karena tertangkap basah
334. TARKENI
Mad….
335. MADEKUR
Tar….
KEDUANYA SALING MENATAP SAMA TERSENYUM, TAMPAK BETAPA KEDUANYA
SALING MENCINTA
336. MADEKUR
Waktu tidak berhasil merusak keheningan matamu, sayang. Matamu tetap bulat bening
seperti ketika untuk pertama kalinya aku memperhatikanmu
337. TARKENI
Ketika aku belajar mengaji di rumah Nyi Rohmah?
338. MADEKUR
Ya, kau pakai kerudung….
339. TARKENI
Oh, tiba-tiba aku ingin berkerudung sekarang
340. MADEKUR
Sapu tangan ini bisa kau gunakan sebagai kerudung
LALU TARKENI MEMAKAI KERUDUNG
341. MADEKUR
Siapa bilang kau busuk?
342. TARKENI
Jangan hiraukan omongan orang
343. MADEKUR
Kau tetap cantik mengagumkan
344. TARKENI
Aku selalu gemetar setiap mendengar suaramu
345. MADEKUR
Kita berbahagia, bukan
346. TARKENI
Sangat, sangat
347. MADEKUR
Ya, karena ternyata kita berhasil dan selalu berhasil mengatasi penderitaan demi
penderitaan
348. TARKENI
Mad, aku merasa sebentar lagi aku akan mati
349. MADEKUR
Aku juga merasa begitu
350. TARKENI
Kalau begitu, setubuhi aku. Aku ingin….
351. MADEKUR
Aku mengerti, aku mengerti.
ANGIN PUN BERDESIR
352. TARKENI
Mad….
353. MADEKUR
Tar….
NYANYIAN
Bunga-bunga plastik warna-warni
Tidak bergoyang, tidak bergoyang
Sementara angin menghembusnya
Hanya debu-debu yang menari-nari
Nanah yang meleleh
Dosa yang meleleh
Langit pun terbuka
Memberkas cahaya
Cahaya perak kemerlap
Bumi pucat senyap
Dedaun perak kemerlpa
Melayang meratap
Nanah yang meleleh
Dosa yang meleleh
Menyerbu angkasa
Menggedor cahaya
Madekur mandi cahaya
Semua jadi bunga
Tarkeni mandi cahaya
Semua jadi doa
IBM
Para penonton yang berbahagia – semoga. Amien.
Bertahun-tahun lamanya Ibu Tarkeni mengembara sebagai pengemis di jalan-jalan Jakarta,
mencari dan mencari Madekur dan Tarkeni. Tidak seorang pun tahu. Tidak seorang pun
yang tahu. Dan pada suatu dini hari di bawah jembatan Semanggi perempuan tua itu, yang
sedang kedinginan dalam tidur sepinya dibangunkan oleh seorang anak lelaki dan seorang
anak perempuan – sepasang kuda putih. Kedua anak kecil itu membisikan di telinganya
bahwa Madekur dan Tarkeni telah wafat. Mendengar itu, Ibu Tarkeni bangkit dan kedua
anak itu kemudian gaib menjelma dua titik embun.Begitulah perempuan tua itu kembali
mengembara dan mengembara dan kali ini bermaksud menziarahi kuburan anak-anaknya;
Madekur dan Tarkeni. Tapi tidak seorang pun tahu. Tidak seorang pun yang tahu. Dan pada
suatu senja di sebuah tong sampah perempuan tua itu mengais-ngais, tapi tong itu kosong.
Tong itu kosong. Tapi ibu it terus mengais dan mengais, lantaran percaya di bawah tong
itulah pasti Madekur dan Tarkeni terkubur. Dan benar, perempuan itu menemukan
Madekur dan Tarkeni yang sedang nyenyak tidur berpelukan. Dipandanginya anak-anak itu,
diciuminya anak-anak itu, direstuinya anak-anak itu. Dan seketika Madekur dan Tarkeni
gaib menjelma dua lembar daun kering yang siap menjadi debu.
Para penonton yang bahagia – semoga, Amin.
Kemudian ibu itu berbisik pada daun-daun kering itu
“Bagaimana pun kalian adalah putra-putra ku yang terbesar bagiku….”
TAMAT

Anda mungkin juga menyukai