1. Desi karmila
2. Firmansyah
3. Nurwardatul kamal
4. Sarika rahayu
5. Siska niarti
6. Yuliani m. Yusuf
7. Wulandari ayu Puspita
STIKES PERTAMEDIKA
AKT XVI/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jantung merupakan organ paling penting dalam tubuh, jantung berfungsi untuk
memompa darah ke seluruh tubuh, oleh karena itu kita harus senantiasa memperhatikan
kesehatan jantung kita, selain itu penyakit jantung merupakan penyakit maut yang
mematikan diseluruh dunia. Salah satunya yaitu kardiomiopati, yang akhir-akhir ini semakin
meningkat frekuensinya. Dibeberapa negara, kardiomiopati merupakan penyebab kematian
sampai sebesar 30%.
Kardiomiopati merupakan suatu kelompok penyakit yang langsung mengenai otot
jantung (miokard) yang menyebabkan otot jantung menjadi lemah. Penyakit ini tergolong
khusus karena kelainan-kelainan yang ditimbulkan bukan terjadi akibat penyakit
perikardium,hipertensi, koroner, kelainan kongenital atau kelainan katub. Walaupun sampai
saat ini penyebab kardiomiopati masih belum dapat dijelaskan secara pasti, tetapi
kardiomiopati diduga kuat mempengaruhi oleh faktor genetik. Kardiomiopati dapat
diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu :
1. Kardiomiopati dilatasi, adalah kardiomiopati yang paling umum, terdapat pada 100 orang
dan manakala otot jantung melemah dan tak mampu memompa darah secara efektif. Otot
jantung yang melemah kendur dan rongga jantung membengkak. Kebanyakan disebabkan
oleh penyakit arteri koroner, tetapi sekitar 30% disebabkan faktor genetis
2. Kardiomiopati hipertrofik, terjadi manakala di dinding jantung menebal, sehingga dapat
mencegah darah lewat jantung. Kelainan ini cukup jarang dijumpai pada sekitar 0.2%
penduduk Amerika Serikat (USA) atau terdapat pada 2 dalam 1000 orang dan dapat
mengenai laki-laki maupun perembpuan semua umur.
3. Kardiomiopati restriktif, merupakan kardiomiopati jarang (terjadi 1 dalam 1000 orang)
terjadi manakala dinding jantung menjadi kaku dan tidak sukup lentur untuk terisi darah.
Akibat jantung tidak terisi darah, maka kemampuannya untuk memompa darah ke
seluruh tubuh menjadi tidak efektif.
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi kardiomiopati?
2. Apa etiologi dan faktor resiko kardiomiopati?
3. Bagaimana patofisiologi kardiomiopati?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan kardiomiopati?
C. Tujuan
1. Menjelaskan definisi kardiomiopati
2. Menjelaskan etiologi dan faktor resiko penyakit kardiomiopati
3. Menjelaskan patofisiologi serta gejala manifestasi klinis kardiomiopati
4. Menjelaskan asuhan eperawatan pada pasien kardiomiopati
D. Manfaat
1. Pembaca dapat memahami definisi, etiologi, faktor resiko serta patifiologi
kardiomiopati
2. Pembaca khususnya mahasiswa ilmu keperawtan dapat memahami asuhan keperawtan
terhadap pasien kardiomiopati
3. Perawat daat menerapkan asuhan keperawatan yang tepat terhadap pasien dengan
kardiomiopati
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Defenisi
Kardiomiopati adalah Penyakit pada otot jantung dan dapat diklasifikasikan atas primer
dan sekunder (Brunner Suddart, 2001).
Kardiomiopati adalah penyakit yang menyerang otot jantung yang tidak diketahui
penyebabnya, namun beberapa penelitian mengatakan Kardiomiopati merupakan penyakit
genetik( Wong, 1997).
A. Klasifikasi
Kardiomiopati merupakan penyakit otot jantung primer. Tidak sering ditemukan,
namun juga tidak jarang terjadi. Kardiomiopati dilatasi mendasari 510% gagal jantung.
Kardiomiopati dikelompokkan berdasarkan hasil pemeriksaan ekokardiografi.
1. Kardiomiopati Dilatasi
Kardiomiopati Dilatasi (dilated cardiomyopathy / DCM ) menyebabkan
pembesaran ventrikel kiri (LV) sering juga ventrikel kanan (RV), dan sering terjadi
hipokinesia masif dan global bukan regional, yang lebih menunjukkan penyakit jantung
koroner (PJK). Secara klinis, terjadi kegagalan LV atau gagal jantung kongestif, biasanya
berat dan progresif, dengan iktus kordis yang bergeser dan S3 terdengar jelas. Sering
disertai regurgitasi mitral (MR) fungsional dan fibrilasi atrium (AF). Terdapat risiko
tinggi tromboemboli.
Pada foto toraks terlihat pembesaran jantung. Beberapa penyakit bisa
menyebabkan kardiomiopati dilatasi sekunder, yang tersering adalah kelebihan alkohol.
DCM “idiopatik” atau “primer” merupakan diagnosis pereksklusionam. Sepertiga kasus
memiliki riwayat keluarga, menunjukan adanya kontribusi genetik yang bermakna.
Terapi yang dilakukan adalah terapi standar untuk gagal jantung. Transplantasi jantung
merupakan pilihan penting bagi pasien muda dengan gagal jantung refrakter yang berat.
Kardiomiopati dilatasi adalah kardiomiopati yang ditandai dengan adanya dilatasi
atau pembesaran rongga ventrikel bersama dengan penipisan dinding otot, pembesaran
atrium kiri dan statis darah dalam ventrikel.
2. Kardiomiopati hipertrofik
Merupakan penyakit yang ditandai dengan hipertrofi ventrikel kiri yang khas
tanpa adanya dilatasi ruang ventrikel dan tanpa penyebab yang jelas sebelumnya. Karena
itu hipertrofi ini, bukan sekunder karena penyakit sistemik atau kardiovaskuler seperti
hipertensi atau stenosis aorta yang memperberat beban ventrikel kiri.
Kardiomiopati hipertrofik (hypertrophic cardiomyopathy /HCM) merupakan
penyakit genetik yang ditandai oleh hipertrofi miokardium ventrikel kiri yang asimetris,
terutama septum. Struktur miokardnya abnormal (kekacauan miosit dan fibrosis
interstisial). Hipertrofi yang berat menyababkan pengecilan rongga ventrikel kiri,
disfungsi diastol dan MR sekunder. Hipertrofi septum menyebabkan obstruksi saluran
keluar ventrikel kiri yang dinamis. Hipertrofi dan obstruksi seringkali asimtomatik
namun berat, bisa menyebabkan sesak napas saat aktivitas, nyeri dada, atau pusing.
Risiko terbesar adalah terjadinya kolaps atau kematian mendadak akibat aritmia
ventrikel, yang bisa timbul tanpa gejala dan terjadi pada pasien yang terlihat sehat. HCM
disebabkan oleh mutasi pada gen yang mengkode berbagai protein kontraktil diantaranya
miosin, aktin, troponin, dan protein C pengikat miosin. Mutasi berbeda pada gen yang
berbeda menyebabkan variasi fenotipe, diantaranya usia onset, beratnya hipertrofi, dan
risiko kematian mendadak akibat aritmia. Terapinya adalah :
Bloker β atau antagonis kanal kalsium digunakan untuk mengobati gejala yang
timbul saat aktivitas.
Amiodaron digunakan pada pasien yang berisiko tinggi mengalami takikardia
ventrikel. Pemasangan defibrilator implan bisa dibenarkan pada pasien dengan
risiko tinggi dan / atau memiliki riwayat keluarga yang kuuat untuk terjadinya
kematian mendadak.
Konseling genetik dan skrining pada anggota keluarga yang asimtomatik melalui
ekokardiografi merupakan aspekpenting dalam penatalaksanaan.
3. Kardiomiopati restriktif
Merupakan kelainan yang amat jarang dan sebabnya tidak diketahui. Tanda khas
kardiomiopati ini adalah adanya gangguan pada fungsi diastolik, dinding ventrikel sangat
kaku dan menghalangi pengisian ventrikel.
Kardiomiopati restriktif (restrictive cardiomyopathy / RCM) menyebabkan
miokardium menjadi rigid, kaku, dan menebal, biasanya terjadi akibat disfungsi infiltrasi
miokardium oleh zat-zat abnormal atau fibrosis. Kelainan ini menyebabkan gagal jantung
kongestif akibat disfungsi diastolik, yang terutama bermanifestasi sebagai gagal ventrikel
kanan. Termasuk jarang ditemukan. Penyebab yang tersering adalah amiloid (amiloid
primer tipe AL, misalnya mieloma multipel, paraproteinema, atau para amiloid sekunder
tipe AA, misalnya keadaan peradangan kronis). Penyebab lain di antaranya sarkoid,
skleroderma, fibrosis endomiokardial, dan sindrom hipereosinofilik. RCM biasanya
refrakter terhadap terapi. Amiloid jantung simtomatik memiliki prognosis yang sangat
buruk. Terapi biasanya terbatas pada pemberian diuretik untuk mengurangi gejala gagal
jantung kanan.
B. Etiologi
1. Kardiomiopati Dilatasi
Etiologi kardiomiopati dilatasi tidak diketahui dengan pasti, tetapi kemungkinan
ada hubungannya dengan beberapa hal seperti pemakaian alkohol berlebihan, graviditas,
hipertensi sistemik, infeksi virus, kelainan autoimun, bahan kimia dan fisik. Individu
yang mengkonsumsi alkohol dalam jumlah besar lebih dari beberapa tahun dapat
mengalami gambaran klinis yang identik dengan kardiomiopati dilatasi. Alkoholik
dengan gagal jantung yang lanjut mempunyai prognosis buruk, terutama bila mereka
meneruskan minum alkohol. Kurang dari ¼ pasien yang dapat bertahan hidup sampai 3
tahun. Penyebab kardiomiopati dilatasi lain adalah kardiomiopati peripatum, dilatasi
jantung dan gagal jantung kongesti tanpa penyebab yang pasti serta dapat timbul selama
bulan akhir kehamilan atau dalam beberapa bulan setelah melahirkan. Penyakit
neuromuskuler juga merupakan penyebab kardiomiopati dilatasi.
2. Kardiomiopati Restriktif
Etiologi penyakit ini tidak diketahui. Kardiomiopati sering ditemukan pada
amiloidosis, hemokromatis, defosit glikogen, fibrosis endomiokardial, eosinofilia, fibro-
elastosis dan fibrosis miokard dengan penyebab yang berbeda.
Fibrosis endomiokard merupakan penyakit progresif dengan penyebab yang tidak
diketahui yang sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda, ditandai dengan
lesi fibrosis endokard pada bagian aliran masuk dari ventrikel.
3. Kardiomiopati hipertrofik
Etiologi kelainan ini tidak diketahui, diduga disebabkan oleh faktor genetik,
familiar, rangsangan katekolamin, kelainan pembuluh darah koroner kecil. Kelainan
yang menyebabkan iskemia miokard, kelainan konduksi atrioventrikuler dan kelainan
kolagen.
C. Patofisiologi
Miopati merupakan penyakit otot. Kardiomiopati merupakan sekelompokpenyakit yang
mempengaruhi struktur dan fungsi miokardium.Kardiomiopati digolongkan berdasar
patologi, fisiologi dan tanda klinisnya.
Penyakit ini dikelompokkan menjadi (1) kardiomiopati dilasi atau
kardiomiopatikongestif; (2) kardiomiopati hipertrofik; (3) kardiomiopati restriktif.
Tanpamemperhatikan kategori dan penyebabnya, penyakit ini dapat mengakibatkangagal
jantung berat dan bahkan kematian.
1. Kardiomiopati dilasi atau kongistif adalah bentuk kardiomiopati yang palingsering
terjadi. Ditandai dengan adanya dilasi atau pembesaran rongga ventrikelbersama dengan
penipisan dinding otot, pembesaran atrium kiri, dan stasis darah dalam ventrikel. Pada
pemeriksaan mikroskopis otot memperlihatkan berkurangnya jumlah elemen kontraktil
serat otot. Komsumsi alkohol yang berlebihan sering berakibat berakibat kardiomiopati
jenis ini.
2. Kardiomiopati hipertrofi jarang terjadi. Pada kardiomiopati hipertrofi, massa otot
jantung bertambah berat, terutama sepanjang septum. Terjadi peningkatan ukuran
septum yang dapat menghambat aliran darah dari atrium ke ventrikel; selanjutnya,
kategori ini dibagi menjadi obstruktif dan nonobstruktif.
3. Kardiomiopati restritif adalah jenis terakhir dan kategori paling sering terjadi. Bentuk ini
ditandai dengan gangguan regangan ventrikel dan tentu saja volumenya. Kardiomiopati
restriktif dapat dihubungkan dengan amiloidosis (dimana amiloid, suatu protein,
tertimbun dalam sel) dan penyakit infiltrasi lain. Tanpa memperhatikan perbedaannya
masing-masing, fisiologi kardiomiopati merupakan urutan kejadian yang progresif yang
diakhiri dengan terjadinya gangguan pemompaan ventrikel kiri. Karena volume
sekuncup makin lama makin berkurang, maka terjadi stimulasi saraf simpatis,
mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik. Seperti patofisiologi pada gagal
jantung dengan berbagai penyebab, ventrikel kiri akan membesar untuk mengakomodasi
kebutuhan yang kemudian juga akan mengalami kegagalan. Kegagalan ventrikel kanan
biasanya juga menyertai proses ini.
5 PATHWAY
Dyspnea, batuk
Syok kering,
Perifer Serebral
kardiogenik
DX: DX:ketidakefek
ketidakefektifan tifan perfusi
perfusi jaringan jaringan
perifer serebral
Hipoksia jaringan
miokardium
D. Pemeriksaan Klinis
1. Kardiomiopati Dilatasi / Kongestif
Didapatkan berbagai tingkat pembesaran jantung dan tanda-tanda gagal jantung
kongestif. Pada tingkat lanjut, tekanan nadi kecil dan tekanan vena jugularis meningkat.
Biasanya terdengar bunyi S3 dan S4 serta dapat timbul regurgitasi tripuspid atau mitral.
2. Kardiomiopati Restriktif
Ditemukan adanya pembesaran jantung sedang. Terdengar bunyi jantung S3 atau S4
serta adanya regurgitasi mitral atau tripuspid.
3. Kardiomipati Hipertrofik
Ditemukan pembesaran jantung ringan. Pada apeks teraba getaran sistolik bunyi S4
biasanya terdengar. Terdengar bising sistolik yang mengeras pada tindakan falsafah.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Dilatasi Restriktif Hipertrofi
Rontgen Pemeriksaan jantung Ringan. Ringan sampai
sedang-besar (kar- Hipertensi vena sedang terutama
diomegali) terutama pul-monal. pembesaran atrium
ventrikel kiri kiri.
Hipertensi vena pul-
monal.
EKG Kelainan ST-T Voltase rendah. Kelainan ST-T,
Sinus takikardia Defek konduksi hiper-trofi ventrikel
Aritmia atrial dan kiri, Q abnormal.
ventrikel.
Echokardio- Hipertrofi septal- Penebalan Hipetrofi septum asi-
gram asimetrik dilatasi dinding ventrikel
metris (ASH)
dalam dan disfungsi kiri sistolik
Gerakan katup mitral
ventrikel kiri. normal. ke muka saat sistolik
(SAM)
Radio nuklir Dilatasi dan dis- Fungsi sistolik Fungsi sistolik kuat
fungsi ventrikel nor-mal (RVG) (RVG, ASH, (RVG
kiri (RVG) Infiltrasi otot jan- atau T1)) ventrikel
tung kiri ingeal atau
normal.
E. Penatalaksanaan
a. Medik
1) Kardiomiopati dilatasi
Obat-obatan
Diuretik
Digitalis
Vasodilator
Kartikosteroid
Anti aritmika
Anti koagulan
Transplantasi jantung
2) Kardiomiopati Restriktif
Obat-obatan
Anti aritmia
Kortikosteroid
Imunosupresif.
Pemasangan alat pacu jantung
3) Kardiomiopati Hipertrofi
Obat-obatan
Amiodarum
Kalsiumantagonis, seperti verapamil & nifedipin
Disopiramid
Digitalis diuretik nitrat dan penyekat beta adrenergik
Operasi miotomi atau miektomi
b. Keperawatan
1. Pencegahan primer
Anjurkan klien untuk mengurangi konsumsi alkohol.
Cegah proses infeksi
Monitor terjadinya hipertensi sistemik
Monitor keadaan wanita selama masa kehamilan
2. Pencegahan sekunder
Monitor tanda awal dari gagal jantung kongestif.
Evaluasi klien dengan disritmia.
3. Pencegahan tersier.
Perhatikan petunjuk spesifik pemakaian obat
Pertimbangkan untuk dilakukan transplantasi jantung
Evaluasi pemberian terapi antikoagulasi untuk mengurangi embolisme sistemik.
F. Komplikasi
a. Fibrilasi atrial dengan trombus
b. Endokarditis infektif.
c. Gagal jantung kongestif.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KARDIOMIOPATI
A. PENGKAJIAN
1. Data Biografi
- Riwayat kesehatan masa lalu: Hipertensi, DM, GJK, Anemia, Kelainan katub.
- Pola kebiasaan /Gaya hidup: Merokok, Mengkomsumsi alkohol, Konsumsi lemak yang
mengandung kolesterol tinggi.
- Keturunan, umur, jenis kelamin.
2. Aktiviotas/Istirahat
Kelemahan, Kelelahan/kletihan, Nyeri dada saat beraktivitas, Dispneapada istirahat atau
pada pengerahan tenaga , Sesak nafas, pingsan atau hampir pingsan.
3. Sirkulasi
- Frekuensi jantung : Takikardi
- Irama jantung : Disritmia
- Bunyi jantung : S1dan S2 kadang melemah, S3(Gallop), S4(Murmur) dapat terjadi .
- Kardiomegali, Hepatomegali, Sinkop, Palpitasi, Denyut jantung cepat, Sianosi, TD
menurun, Akral dingin.
-Tingkat lanjut :Tekanan nadi melemah, Distensi vena juigularis.
4. Pernafasan
Sesak nafas, Dispneu, Ortopnue, Nafas dangkal dan pendek, Bunyi nafas crakel, batuk
dengan atau tanpa pembentukan sputum, menggunakan bantuan pernafasan misalnya:
Oksigen atau Medikasi.
5. Integritas Ego
Banyaknya stressor, masalah financial, ansietas, takut, kuatir, gelisah, dukungan
keluarga kurang.
8. Kenyamanan/Nyeri
Nyeri dada, nyeri abdomen (asites), sakit pada otot
9. Eliminasi
Oliguria, konstipasi/diare.
11. Pengajaran/Penyuluhan
Riwayat penggunaan alcohol, cocain.
Riwayat keluarga penyakit jantung /IM.
Riwayat Diabetes Militus, kehamilan multipara.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. DX 1.Penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokard.
Tujuan : Cardiac output klien kembali adekuat.
KH : - TTV:TD :100-140/80-90 mmHg
N :60-100 x/menit
- Bunyi Jantung S3 dan S4 tidak ada.
- Sianosis tidak ada.
- Bunyi nafas vesikuler.
- Edema perifer tidak ada.
- Distensi vena jugularis tidak ada.
- BUN:
Kreatinin :0,6-1,1 mg/dl
Ureum :20-40 mg/dl
Output Urine :50 ml/jam.
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi nafas
R/ S1dan S2mungkin lemah karena menurun karena kerja pompa,irama gallop
umum(S3 dan S4)dihasilkan sebagai aliran darah kedalam serambi yang distensi.
2) Palpasi nadi perifer
R/ Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal,
dorsalia pedis, dan postibal.
3) Auskultasi nadi apical
R/ Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi
penurunan kontraktilitas ventrikuler.
4) Inspeksi warna kulit
R/ Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak
adekuatnya curah jantung.
5) Ukur TTV
R/ Takikardi dapat terjadi karena nyeri, cemas, hipoksemia dan menurunnya curah
jantung.Perubahan juga terjadi pada TD (hipertensi atau hipotensi) karena respon jantung.
6) Pantau haluaran urin
R/ Ginjal berespon menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium.
7) Kolaborasi dalam pemberian oksigen
R/ Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek
hipoksia/iskemia.
8) Pantau EKG dan FotoThorak
R/ Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena kebutuhan
oksigen miokard, meskipuntidak ada penyakit arteri koroner.Foto thorak dapat
menunjukkan perbesaran jantung dan perubahan kongesti pulmonal.
9) Pantau hasil laboratorium:BUN dan Kreatinin
R/ Peningkatan BUN /Kreatinin menunjukkan hipoperfusi/gagal ginjal.
10) Pemberian obat anti koagulan contoh:Heparin dosis rendah.
R/ Mencegah pembentukan trombus /emboli karena adanya faktor resiko seperti stasis
vena , tirah baring , disritmia jantung dan riwayat trombolik sebelumnya.
11) Pemberian cairan IV sesuai indikasi.Hindari cairan garam .
R/ Peningkatan ventrikel kiri ,tubuh tidak dapat mentoleransi peningkatan volume cairan
yang menyebabkan retensi cairan dan peningkatan kerja miokard.
12) Siapkan pembedahan sesuai indikasi
R/ Pembedahan dilakukan jika penatalaksanaan medis tidak berhasil dan lebih efektif
dalam mengatasi aritmia.
2. DX.2.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen ,tirah baring lama.
Tujuan : Klien dapat menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
KH : - Klien dapat memperlihatkan peningkatan ADL
- Tidak mengalami kelelahan dan sesak nafas pada saat beraktivitas
- Takikardi, disritmia,pucat ,saat dan setelah beraktivitas ringan.
- TD: 100-141/80-90 mmHg.
Intervensi
1) Monitor TTV sebelum dan setelah aktivitas khususnya bila pasien mengggunakan
vasodilator, diuretic.
R/ Hipotensi ortistatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek
obat (vasodilator), perpindahan cairan ( diuretik ) atau pengaruh fungsi jantung.
2) Catat respon kardiopulmunal setelah beraktivitas: takikardi, disritmia, dispnea,
berkeringat, pucat.
R/ Penurunan /ketidak mampuan miokardium untuk menigkatkan volume sekuncup
selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan
kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelaham dan kelemahan.
3) Kaji penyebab kelemahan .Contoh:Penngobatan atau nyeri.
R/ Kelemahan adalah efek samping beberapa obat (beta bloker). Nyeri dan stress
memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.
4) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan ADL sesuai tingkat keterbatasan.
R/ Pemenuhan kebutuhan ADL klien tanpa mempengaruhi stress miokard
/kebutuhan oksigen yang berlebihan.
5) Letakkan barang- barang kebutuhan klien di tempat yang mudah terjangkau.
R/ Memudahkan klien untuk memenuhi kebutuhan barang-barang yang dibutuhkan dan
mengurangi kebutuhan oksigen aktivitas .
6) Jelaskan kepada klien untuk istirahat segera jika timbul kelelahan/kelemahan.
R/ Kelemahan / kelelahan dapat teratasi apabila pemenuhan kebutuhan oksigen
terpenuhi dengan penghentian aktivitas.
7) Batasi pengnjung atau kunjungan pasien .
R/ Pembicaraan yang panjang sangat mempengaruhi pasien namun periode
kunjungan yang tenang bersifat terapeutik.
8) Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdomen, contoh: mengejan,
batuk.
R/ Aktivitas yang memerlukan menahan nafas (manuver valsava) dapat
mengakibatkan bradikardi,juga menurunkan curah jantung.
3. DX.3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatkan produktuvitas ADH dan reaksi
Na/air.
Tujuan : Klien dapat menunjukkan jumlah keseimbangan pemasukan dan
pengeluaran cairan yang adekuat.
KH : - Ortopnea (-), Takipnea (-), batuk(-).
- Suara nafas vesikuler , Krekel (-), dan Mengi(-)
- Oligiria (-), Edema (-), Distres pernapasan (-)
- BB sesuai tinggi badan.
- Seimbang antara pemasukan dan pengeluaran cairan.
- Distensi vena jugularis (-)
- TTV:TD:100-140/80-90mmHg
Intervensi
1) Pantau keluaran urine ,catat jumlah dan warna.
R/ Keluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal.
2) Hitung pemasukan dan pengeluaran cairan selama 24jam.
R/ Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan caian tiba-tiba atau berlebihan
(hipovolemia)meskipun edema masih ada.
3) Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semi fowler selama fase akut.
R/ Posisi terlentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi
ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4) Timbang BB klien tiap hari.
R/ Ada atau hilangnya edema sebagai respon terhadap terapi.Peningkatan 2,5 kg
menunjukkan kurang lebih 2 L cairan. Sebaliknya, diuretic dapat mengakibatkan
cepatnya kehilangan /perpindahan cairan dan BB menurun.
5) Kaji distensi leher dan pembuluh perifer. Lihat tubuh yang edema dengan atau tanpa
pitting.Catat adanya edema umum (anasarka).
R/ Retensi cairan berlebihan dapat dimanifestasikan oleh pembuluh vena dan
pembentukan edema perifer.
6) Ubah posisi dengan sering .Tinggikan kaki bila duduk.
R/ Pembentukan edema,sirkulasi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan
mobilisasi/tirah baring lama merupakan kumpulan stressor yang mempengaruhi
integritas kulit.
7) Auskultasi bunyi nafas , catat penurunan dan atau bunyi tambahan. Contoh: Krekel dan
mengi. Catat adanya peningkatan dispnea, takipnea, ortopnea dan batuk persiten.
R/ Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru . Gejala pernapasan
pada gagal jantung kanan (dispnea, batuk, ortopnea)dapat timbul lambat.
8) Monitor TTV
R/ Hipertensi dan distensi vena jugularis menunjukkan kelebihan volume
cairan dan kongesti paru.
9) Kolaborasi
Pemberian diuretic ,contoh:Furosemid (Lasik).
R/ Meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat reabsorbsi Na/Cl pada
tubulus ginjal.
10) Pertahankan masukan cairan dan pembatasan Na sesuai indikasi.
R/ menurunkan air total tubuh /mencegah reakumulasi cairan.
Intervensi
1) Monitor TTV:TD dan Nadi
R/ Takikardi dapat terjadi karena nyeri, cemas, hipoksemia, dan penurunan curah
jantung. Perubahan TD(Hipotensi atau Hipertensi )karena respon jantung.
2) Observasi perubahan warna kulit, kondisi daerah perifer, kualitas nadi.
R/ sirkulasi perifer menurun bila curah jantung menurun, membuat kulit pucat
atau warna abu (tergantung tingkat hipoksia)dan menurunnya kekuatan nadi perifer.
3) Auskultasi suara nafas dan bunyi jantung
R/ S3 dan S4 terjadi karena dekompensasi jantung atau beberapa obat
khususnya penyekat Beta)terjadinya murmur dapat menunjukkan kelainan katup
(Stenosis mitral, stenosis aorta atau ruptur otot papilar ).
4) Anjurkan klien untuk tidak mengejan saat BAB, tidak menahan batuk, melakukan
aktivitas yang berat .
R/ Manuver valsava menyebabkan rangsang vagal ,menurunkan frekuensi jantung
(bradikardi yang diikuti takikardi ).Keduanya menyebabkan penurunan curah jantung.
5) Monitor intake output.
R/ mengevaluasi status cairan pasien ketidakseimbangan intake dan output
dicurigai adanya kehilangan atau retensi air.
6) Pemberian anti aritmia dan anti hipertensi sesuai program pengobatan .
R/ Banyaknya obat dapat digunakan untuk menigkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
7) Pantau hasil laboratorium :AGD
R/ Menurunkan keefektifan dari ventilasi oksigen sekarang.
5. DX.5.Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidak adekuatan ventilasi (Kelemahan
otot jantung).
Tujuan : Pola napas kembali efektif:
KH : - RR:16-20 x/menit
- Bunyi nafas vesikuler
- Takikardi (-)
- Sianosis (-)
- Distres pernapasan (-)
- TD=100-141 mmhg.
Intervensi :
1) Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. Catat adanya dispnea, penggunaan alat
bantu nafas.
R/ Kecepatan pernapasan meningkat karena nyeri, takut, demam, penurunan volume
sirkulasi, dan hipoksia,
2) Auskultasi bunyi nafas .Catat adanya krekel dan mengi.
R/ Krekel dan mengi dapat menunjukkan adanya akumulasi cairan (edema
instestial atau paru )atau obstruksi jalan nafas.
3) Observasi penurunan ekspansi dada atau ketidaksimetrisan dada.
R/ Udara atau cairan pada area pleura menyebabkan dada tidak simetrus.
4) Observasi kulit dan membran mukosa.
R/ Sianosis pada kulit dan membran mukosa pucat menunjukkan kondisi
hipoksia sehubungan dengan gagai jantug .
5) Tingikan kepala, letakkan pada posisi duduk atau semi fowler, Bantu ambulasi.
R/ Merangsang fungsi pernapasan / ekspansi paru, pencegahan dan perbaikan
kongesti paru .
6) Beri masukan cairan maksimal dalam perbaikan jantung.
R/ Hidrasi adekuat membantu pengenceran sekrat .
7) Monitor adanya distress pernapasan Takikardi, agitasi, dan penurunan TD
R/ Mengetahui tanda dan gejala dini dan memudahkan intervensi
selanjutnya.
8) Kolaborasi pemberian oksigen
R/ Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi
khususnya gangguan ventilasi.
8. DX. 8 Nyeri b.d iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner.
Tujuan : klien menunjukkan nyeri hilang atau terkontrol.
KH : - Nyeri klien berkurang atau terkontrol.
- Ekspresi wajah klien tampak rileks.
- Skala nyeri 0-3
- TTV : TD = 100-140/80-90 mmHg
RR = 16 – 20 x/menit.
Intervensi :
1) Catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk nonverbal dan respon
hemodinamik (menangis, meringis, gelisah, berkeringat, nafas cepat, TD atau frekuensi
jantung berubah).
R/ Variasi penampilan dan perilaku pasien karena nyeri yang ditemukan
menunjukkan tingkat nyeri yang meningkat.
2) Kaji skala nyeri yang meliputi lokasi, intensitas (0-10), lamanya, kualitas dan
penyebaran.
R/ nyeri harus bisa digambarkan oleh pasien, membantu pasien untuk menilai nyeri
dengan membandingkannya dengan pengalaman yang lain.
3) Anjurkan klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.
R/ Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaan nyeri atau memerlukan
peningkatan dosis obat.
4) Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan dan tindakan yang nyaman serta
pendekatan kepada pasien dengan tenang dan saling percaya.
R/ menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta
keterbatasan kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi saat ini
5) Bantu melakukan tehnik relaksasi, misalnya nafas dalam secara perlahan.
R/ Membantu dalam penurunan persepsi atau respon nyeri, memberikan kontrol
situasi dan meningkatkan perilaku positif.
6) Ukur TTV sebelum dan sesudah pemberian obat narkotik.
R/ Hipotensi atau depresi pernafasan dapat terjadi sebagai akibat pemberian obat
narkotik.
7) Kolaborasi
Berikan O2 tambahan sesuai indikasi.
R/ Meningkatkan jumlah O2 serta mengurangi ketidaknyamanan sehubungan dengan
iskemia jaringan.
C. IMPLEMENTASI
Lakukan tindakan sesuai intervensi
D. EVALUASI
1. Kardiak output klien kembali adekuat.
2. Aktivitas klien meningkat.
3. Pemasukan dan pengeluaran cairan adekuat.
4. Perfusi jaringan miokard kembali adekuat.
5. Pola nafas kembali efektif.
6. Pertukaran gas adekuat.
7. Cemas berkurang atau hilang.
8. Nyeri klien hilang atau terkontrol.
9. Pengetahuan klien dan keluarga bertambah.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kardiomiopati adalah penyakit yang menyerang otot jantung yang tidak diketahui
penyebabnya, namun beberapa penelitian mengatakan Kardiomiopati merupakan penyakit
genetik( Wong, 1997). Klasifikasi Kardiomiopatii digolongkan berdasarkan patologi,
fisiologi dan tanda klinisnya: Kardiomiopati dilasi atau kongestif, Kardiomiopati hipertrofi,
Kardiomiopati restriktif ( Brunner suddarth, 2001).
Manifestasi Klinis Kardiomiopati: dapat terjadi pada setiap usia dan menyerang pria
maupun wanita, Dispnu saat beraktifitas, parosikmal nokturnal dispnu (PND), batuk, dan
mudah lelah, nyeri dada, pusing, pitting edema pada bagian ekrtremitas, pembesaran hepar,
tachycardia, distensi vena jugularis.
B. Saran
https://www.academia.edu/9403371/BAB_I_PENDAHULUAN
http://www.anneahira.com/makalah-kardiomiopati.htm
http://id.scribd.com/doc/141340015/Makalah-Kardiomiopati#scribd
http://saverinussuhardin.blogspot.com/2013/08/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan_2.html
Baker, Keith. 2005. Congestive Heart Falure and its Pharmacological Management. HST. 151.1-
7
Bender, JR, Russel KS, Rosenfeld LE, Chaudry S, eds. 2011. Heart Disease in Pregnancy:
Oxford American Handbook of Cardiology. New York : Oxford University Press. p : 405-
410.
Bokhari SW, Reid CL. 2003. Heart disease in pregnancy. In: Crawford MH, editor. Current
diagnosis and treatment in cardiology. 2nd edition. New York: McGraw Hill : 500-1.
Cox, S.M, Werner C.L, Hoffman B.L, Cunningham F.G. 2005. Williams Obstetrics 22nd Edition.
USA : McGraw Hill Company.
Cunningham, F Garry., Kenneth J. Leveno, Steven L. Bloom et al. 2013. Obstetri Williams.
Edisi 23. Jakarta: EGC
DeCherney, AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N, eds. 2006. Cardiac Disorder in Pregnancy:
Current Diagnosis & Treatment Obstretics&Gynecology 10 th ed. New York : The
McGraw Hill. p : 22.1-9.
Sylvia Price. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis Proses penyakit. Volume:1. Jakarta : EGC
Suddarth Brunner. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Jakarta: EGC