Anda di halaman 1dari 3

Perjuangan dan Usaha Dakwah Syekh Arsyad Al-Banjari

langkah pertama yang dilakukan Muhammad Arsyad Al-Banjari ketika tiba di kampung
halamannya, ia mendirikan lembaga pendidikan semacam pondok pesantren. Sebelum
mendirikan lembaga ini ia meminta kepada sultan Tahmid II (1773-1080 M) sebidang tanah
yang jauh dari kota kerajaan guna memudahkan dalam membentuk tata ruang dan pemukiman
penduduk baru, disamping juga untuk mengembangkan lahan pertanian bagi kehidupan
masyarakatnya. Permohonan itu disetujui oleh sultannya dan langsung direspon oleh Syekh
Arsyad dengan mengerahkan komponan masyarakat untuk membangun masjid, perumahan-
perumahan penduduk khususnya kerabatnya sendiri (asrama, perpustakaan, dan lahan pertanian).
Tujuan utama untuk penempatan lembaga pendidikan yang jauh dari pusat kekuasaan adalah
untuk mencetak kader-kader ulama, khususnya dari kalangan keluarganya sendiri dan
masyarakat pada umumnya.1
Pengkajian awal yang diberikan Syekh Arsyad adalah belajar al-Quran, baca tulis Arab-
Melayu, dilanjutkan dengan bahasa Arab (nahwu-saraf) agar kitab-kitab sumber primer yang
dipelajari di pesantren bisa dibaca oleh para kader ulama. Kader-kader tersebut dinasehati agar
menjadi pengabdi yang tulus di tengah kehidupan masyarakat, memiliki ilmu yang luas, beramal
soleh, beriman, dan ketaqwaan harus selalu dipupuk dalam hati. Kawasan ini semula merupakan
hutan belantara yang besar namun begitu cepat orang ramai berkunjung baik dari masyarakat
sekitar atau luar. Kawasan tersebut sering disebut kampung dalam pagar karena sebelum
dibangun kawasan komplek itu terlebib dahulu dipagar agar jelas batas-batas dengan kawasan
lain.
Syekh Arsyad juga tidak lupa memperhatikan kesejahteraan keluarga, kerabat, dan
masyarakat diperkampungan tersebut. Disamping tugas utamanya berdakwah dan mendidik ia
juga membuka lahan perkebunan dan pertanian di wilayah sekitanya. Tanaman yang ditanam
tercapat berbagai macam buah-buahan, sayuran, dan kelapa untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Padahal apabila Syekh Arsyad meminta bantuan pada Sultan pasti akan terpenuhi
semuanya, akan tetapi Syekh Arsyad tetap melakukannya dengan mandiri sebagai contoh bagi
teladan bahwa Islam mengajarkan tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah.2
Syekh Arsyad bukan orang ahli dalam pertanian, tetapi ada satu hal yang sangat berkesan

1
Gafur, A. (2014). Islam di Kesultanan Banjar Pada Abad Ke 19 M dan Peran Muhammad Arsyad Al-
Banjari. Toleransi: Media Ilmiah Komunikasi Umat Beragama, 1(1), hlm. 22-23.
2
Ibid., hlm. 23.
sampai saat ini, yaitu sistem irigasi atau aliran air ke berbagai lahan pertanian dan perkebunan
dengan cara membuat parit-parit hingga menghubungkan delapan desa. Pengendalian dengan
irigasi air ini dapat bertahan walau musim kemarau panjang
Peranan selanjutnya dari Syekh Arsyad Al-Banjari adalah berupaya mengusulkan kepada
sultan untuk membentuk jabatan mufti.3 Tujuan usulan ini adalah untuk menetapkan fatwa dari
setiap persoalan yang timbul, mengiring dan mengayomi umat Islam agar mampu memahami
dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam secara sempurna termasuk dalam penerapan hukum Islam.
Benar saja, lembaga ini mampu menjembatani tentang sultan sebagai penguasa dan agama,
persoalan yang berkaitan dengan masyarakat, dan kesulitan sultan dalam hal agama dapateminta
fatwa kepada mufti tersebut.
Mufti pertama di Kesultanan Banjar adalah cucu Syekh Arsyad yaitu, Muhammad As'ad.
Terbentuknya jabatan mufti juga tidak lepas dari semula sultan sudah meminta nasehat kepada
Syekh Arsyad tentang kelangsungan penerapan Penyiaran agama Islam, karena sebelum
kedatangan Arsyad meski sudah diterapkan hukum Islam tetapi praktek pengalaman agama
masih belum berjalan maksimal karena tidak adanya bimbingan dan penjelasan yang mendetail
dari ulama sebanding Arsyad.
Usaha Syekh Arsyad Al-Banjari dalam menegakkan agama Islam di masyarakat selalu
dilakukan, diantaranya tentang khurafat (semua cerita atau rekaan, khayalan, ajaran-ajaran
tentang pantangan atau larangan, adat istiadat, ramalan-ramalan, pemujaan atau kepercayaan
yang menyimpang dari ajaran Islam) yakni membuang pasilih ( kepercayaan masyarakat Banjar
yang bertujuan untuk menghilangkan berbagai macam bencana yang telah menimpa keluarga
yang bersahabat dengan orang gaib) dan menyanggar. Perbuatan ini adalah perbuatan yang
sangat dilarang dalam agama karena berkeyakinan ada kekuatan lain selain Allah SWT.4
Begitulah perjuangan dakwah dan peran Syekh Arsyad Al-Banjari selalu mengajak umat
berbuat baik memcegah perbuatan munkar, memajukan masyarakat dengan hikmat (bijaksana),
dengan pengajaran (edukatif), dengan segala kharismanya di kalangan umat. Beliau laksana mata
air yang jernih yang memberikan manfaat pada kehidupan manusia. Beliau pewaris ilmu dan
penyebar ilmu, tempat umat mengadu dan meminta petuah baik persoalan duniawi maupu

3
Zarkasyi, M. (2012). Sheikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Ketokohan dan Sumbangannya. Jurnal Pengajian
Melayu (JOMAS), 23(1), hlm. 196.
4
Barsihannor, B. (2010). M. Arsyad Al-Banjari (Pejuang dan Penyebar Islam di Kalimantan). Jurnal
Adabiyah, 10(2), hlm. 177.
ukhrawi.
Keberhasilan dakwah sultan di Kesultanan Banjar memang tidak bisa dicermati dari peran
beliau saja, tetapi perlu ditelaah dari peran sultan sebagai penguasa yang ada pada waktu itu,
berusaha memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada Arsyad dan ulama-ulama
sepeninggalnya untuk berkiprah mulai menimba ilmu di Makkah, memberi lahan untuk lembaga
pendidikan, persetujuan sultan membentuk jabatan dan mufti dan dukungan moral kepada Syekh
Arsyad dalam berdakwah si tengah kehidupan masyarakat

Sumber :
Barsihannor, B. (2010). M. Arsyad Al-Banjari (Pejuang dan Penyebar Islam di
Kalimantan). Jurnal Adabiyah, 10(2), 170-181.
Gafur, A. (2014). Islam di Kesultanan Banjar Pada Abad Ke 19 M dan Peran Muhammad Arsyad
Al-Banjari. Toleransi: Media Ilmiah Komunikasi Umat Beragama, 1(1), 17-28.
Zarkasyi, M. (2012). Sheikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Ketokohan dan
Sumbangannya. Jurnal Pengajian Melayu (JOMAS), 23(1), 185-218.

Anda mungkin juga menyukai