Herdayati (herdayati876h@gmail.com)1
Syahrial (syahrialsyahrial4@gmail.com)2
Abstrak
I. Pendahuluan
1
Herdayati mahasiswa S2 Prodi Manajemen Pendidikan PPs Universitas
PGRI Palembang
2
Syahrial alumni S1 IAIN Raden Fatah Palembang
1
pendidikan setiap warga negaranya guna mewujudkan tujuan nasional, yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan berjalan baik apabila pendidikan mampu berperan secara
sebagaimana mestinya, konteksual dan dengan baik dalam menjawab sekaligus
memenuhi kebutuhan masyarakat serta tuntutan perubahan dan perkembangan
zaman. Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan suatu sistem atau perangkat
pendidikan.
Salah satu perangkat pendidikan tersebut yakni Undang-Undang, dalam hal
ini Undang-Undang Repblik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yang pada proses selanjutnya memerlukan penjabaran dalam
bentuk Peraturan Pemerintah. Sebagai suatu perangkat lunak, keberadaan
Undang-Undang Sisdiknas ini perlu dikaji dan dirumuskan secara proporsional.
Karena Undang-Undang Sisdiknas tersebut berisikan bagaimana tujuan, visi, misi
hingga mekanisme prosedural pendidikan diatur dengan tidak melepaskan konteks
sosial pada saat itu dan masa depan.
Di Indonesia Undang-Undang Sisdiknas ini tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003. Untuk operasionalnya, UU Nomor 20 Tahun 2003
tersebut masih memerlukan penjabaran, dan salah satu penjabarannya tersebut
tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan dan Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 2013 tentang
perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan yang implementasinya ditugaskan kepada Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP). Dalam hal ini sistem pendidikan nasional
dimaksudkan untuk menjamin pemerataan pendidikan, meningkatkan mutu dan
relevansi pendidikan, serta efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global (Umkabu, 2011:187).
II. Pembahasan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan perlu diselaraskan dengan dinamika perkembangan masyarakat, lokal,
nasional, dan global guna mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
2
Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa diperlukan komitmen nasional
untuk meningkatkan mutu dan daya saing bangsa melalui pengaturan kembali
standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian, serta
pengaturan kembali kurikulum.
Dalam makalah Sudrajat (2013), histori perubahan PP Nomor 19 Tahun
2005 pada tanggal 7 Mei 2013 lalu, Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang
Yudhoyono, telah menandatangani sebuah peraturan baru yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Maka dari PP di atas, perlu diselaraskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor
32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan ini yang merupakan
penjabaran dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Sebagaimana tercantum dalam ketentuan umum pasal 1
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013, yang dimaksud dengan Standar
Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Standar Nasional Pendidikan ini memiliki fungsi sebagai dasar dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan
pendidikan nasional yang bermutu. Di samping itu, Standar Nasional Pendidikan
memiliki tujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat. Adapun PP Nomor 19 Tahun 2005 yang diselaraskan dengan
perubahan ke dalam PP Nomor 32 Tahun 2013. Ruang lingkup PP Nomor 32
Tahun 2013 terlihat dalam tampilan bagan dibawah ini :
3
Bagan : Ruang Lingkup PP 32/2013 (Yusran, 2013)
4
A. Konsep dan Penerapan Program Mutu Sekolah Dasar
5
dirasakan. Fathurrohman (2013:65) mengatakan bahwa terkait dengan definisi
kualitas (mutu) terkait dengan produk, karena untuk mengetahui apakah
pendidikan berkualitas atau tidak maka perlu tahu produk pendidikan, di mana
pendidikan adalah jasa atau pelayanan dan bukan produksi barang.
Salah satu tujuan program MBS diantaranya menuntut sekolah agar dapat
meningkatkan kualitas penyelenggaraan dan layanan pendidikan (quality
insurance) yang disusun secara bersama-sama dengan komite sekolah.
6
Selanjutnya apabila dihubungkan dengan Manajemen Berbasis Sekolah
adalah keseluruhan proses pendayagunaan komponen pendidikan dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan yang diupayakan sendiri oleh sekolah bersama
pihak terkait dengan memperhatikan kondisi sekolah dan menjunjung tinggi
aturan nasional. Model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada
sekolah, memberikan keleluasaan kepada sekolah, dan mendorong adanya
partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan)
dan masyarakat (orangtua siswa, komite sekolah, tokoh masyarakat) untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7
Barangkali tidak terlalu keliru jika berpendapat bahwa lahirnya peraturan
pemerintah ini, salah satunya dilatari oleh semangat untuk mengganti kurikulum
yang berlaku saat ini dengan tetap melanjutkan ujian nasional, kecuali untuk
tingkat SD/MI, SDLB.
Sejalan dengan berita online Kompasiana.com, ditulis oleh Yusro (2013),
bahwa : …dihapusnya UN tingkat SD/MI sederajat. Berikut petikan pasal 67, ayat
1a dalam PP Nomor 32 tahun 2013 tersebut. Pasal 67 (1) Pemerintah menugaskan
BSNP untuk menyelenggarakan Ujian Nasional yang diikuti peserta didik pada
setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah, dan jalur
nonformal kesetaraan. (1a) Ujian Nasional untuk satuan pendidikan jalur formal
pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk
SD/MI/SDLB. Hal ini juga disampaikan oleh anggota Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) Teuku Ramli Zakaria ketika dikonfirmasi Media Indonesia,
Selasa sore (14/5). (MetroNews) ”Ya, tahun ini UN SD/MI merupakan yang
terakhir jadi tidak lagi ada UN tahun depan namun UN SMP dan SMA tetap ada,“
ungkapnya. Masih menurut Teuku Ramli, payung hukum perubahan PP itu adalah
UU Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Penghapusan UN di jenjang
SD/MI/SDLB ini sejalan dengan penerapan kurikulum 2013 yang akan
diimplementasikan tahun ajaran 2013-2014, mulai Juli mendatang. Sedangkan
pertimbangan penghapusan UN SD/MI, kata Teuku, terkait dengan kerangka
dasar wajib belajar (Wajar) 9 tahun. Pengamat pendidikan Romo Baskoro menilai
penghapusan UN SD merupakan suatu keharusan sebab ada program wajar 9
tahun dan akan masuk program wajar 12 tahun. “Kalau kita mau konsisten UN SD
memang harus tidak ada sebab akan memotong program wajar. Jadi ditiadakan
UN SD bukan hal istimewa…,” kata pembina kolese Kanisius itu.
8
kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh
peserta didik (Sukmadinata, 2001:1). Menurut Muhaimin (2007:182), kurikulum
dalam arti sempit adalah seperangkat rencana atau pengaturan tentang isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kristiawan (2017:76) menyimpulkan bahwa
kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
9
Opsi yang kedua, UN bisa berjalan seperti sekarang, dengan syarat
penyempurnaan terhadap beberapa hal yang mampu mengatasi faktor
ketidakadilan akibat standar mutu pendidikan yang beragam. "Bagaimana
formulanya kita cari nanti, begitu juga faktor penyelenggaraan yang menimbulkan
kecurangan, akan menyempurnakan kebijakan-kebijakan UN ini, "kata Ruli.
Kelemahannya, menurut Ruli, memang sulit mencari solusi atau formula yang
bisa mengatasi masalah UN sebagai penentu kelulusan. Atau, bagaimana mencari
model pengawasan yang efektif, apa penyelenggaraan yang bisa diubah, atau
apakah pengawasannya bisa dilakukan melibatkan unsur independen.
Opsi yang ketiga, UN dapat dilanjutkan, tetapi hanya untuk pemetaan
standar mutu pendidikan. Bukan sebagai penentu kelulusan. Namun jika UN
hanya dilakukan sebagai cara untuk memetakan standar mutu pendidikan,
menurut Rektor Universitas Negeri Medan Syawal Gultom, hanya akan
menghabiskan uang negara saja. Karena menurutnya, tidak akan ada semangat
juang siswa dan guru dalam menghadapi UN. Syawal mengatakan, saat ini semua
pihak harus berjuang untuk melaksanakan UN yang kredibel, dan bukan lagi
mempertanyakan UN berlawanan dengan UU atau tidak. "Tidak mungkin UN itu
bertentangan dengan hakikat pendidikan dalam UU yang ada. Kalau ada, itu
pelaksanaannya yang tidak sempurna, "kata Syawal.
Begitu juga, tawaran solusi yang ditulis Murtadlo (2017), idealnya UN
seharusnya hanya digunakan sebagai kepentingan pemetaan mutu pendidikan
secara nasional, sedangkan kelulusan diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme
yang ada di sekolah. Dengan cara demikian, proses kelulusan akan mampu
memotret kompetensi siswa didik secara komprehensif, utuh, dan menyeluruh,
baik dari sisi catatan akademis maupun perilaku siswa di sekolah. Dengan cara itu
diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan.
III. Simpulan
Dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013
mengenai Standar Nasional Pendidikan diharapkan pendidikan di Indonesia
10
memiliki standar minimum yang telah ditetapkan. Peraturan yang ada harus bisa
meningkatkan kualitas pendidikan yang ada pada saat ini.
Badan Standar Nasional Pendidikan harus benar-benar menjalankan
fungsinya agar peraturan ini tidak hanya tulisan saja yang tidak pernah dijalankan.
BNSP juga harus mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang telah dilalukan sebagai
tolak ukur sukses atau gagal mengenai sistem pendidikan yang berlaku di
Indonesia.
11
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan, 2007, Visi Baru Manajemen Sekolah, Bumi Aksara, Jakarta
12
Sallis, Edward, 2006, Total Quality Management In Education, Alih Bahasa
Ahmad Ali Riyadi, IRCiSoD, Jogyakarta
13