Anda di halaman 1dari 17

Nama: Devy Fatima Rusli

JAWABAN:
STUDI KASUS 1
1. Berdasarkan dasar hukum pembentukan panitia pembinaan keselamatan kesehatan
kerja(P2K3) ialah permenaker RI No. per.04 MEN 1987 Tentang panitia Pembina
keselamatan dankesehatan kerja serta tata cara penunjukan ahli keselamatan
kerja.disebutkan pada pasal 2 bahwa tempat kerja di mana pengusaha, pengurus
memperkerjakan 100 orang atau lebih atau tempat kerja di mana pengusaha,
pengurus meempekerjakan kurang dari 100 tenaga kerja namun menggunakan bahan
proses dan instalasi yang memiliki resiko besar akan terjadinya peledakan, kebekaran,
keracunan dan peyinaran radioaktiv pengusaha, pengurus wajib membentuk P2K3.

2. Berdasarkan Permen 186 tahun 1999 tentang unit penanggulangan kebakaran bahwa
pada pasal 2 poin E menyatakan bahwa kewajiban perusahaan untuk
menyelenggarakan pelatihan dan gelada penanggulangan kebakaran secara berkala.
Pada Permen no 4 tahun 1980 tentang syarat-syarat pemasangan APAR di tempat
kerja telah memenuhi regulasi yang berlaku juga seperti di jelaskan bahwa pasal 4
poin 3 bahwa tinggi pemberian tanda pemasangan adalah 125 cm di mana perusahaan
ini menerapkan 150 cm sehingga sudah sesuai kemudian pasal 4 poin 5 menyatakan
bahwa penepatan APAR yang satu dengan yang lain tidak boleh melebihi 15 m kecuali
di tetapkan lain oleh pegawai atau pengawas atau ahli k3 kebakaran. Disini
perusahaan ini menerapkan jarak 25 m letak APAR 1 satu dengan APAR yang lain ini
tidak dapat di kategorikan melanggar atau tidak sesuai dengan peraturan perundang
undangan sebab bisa saja ada pertimbangan yang dilakukan oleh tim pengawas atau
ahli k3 kebakaran perusahan ini. Untuk petugas penanggulangan kebakaran
sebagaimana dengan regulasi sudah sesuai perusahan ini membentuk tim
penanggulangan kebakaran di mana terdapat 12 petugas dan 1 ahli k3 kebakaran
namun untuk jumlah petugas sendiri tidak sesuai dengan regulasi dipasal 6 bahwa 2
petugas untuk 25 tenaga kerja sedang diperusahaan ini memiliki 735 tenaga kerja
sehingga minimal ada 29.Untuk perusahaan ini melanggar regulasi di bidang
kelistrikan dimana perusahaan pembangkit 750 kVA harus memiliki ahli k3 dan teknisi
listrik yang bersertifikat kemnaker ini tertuang pada Permen No. 12 tahun 2015.

3. Jika di tinjau dari pelaksanaan P3K di tempat kerja perusahaan ini jelas sudah
melanggar atau tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku yaitu Permen no 15 tahun
2008 tentang p3k di tempat kerja, bahwa diatur jumlah petugas P3k dan jumlah kotak
P3k sesuai dengan jumlah tenaga kerja. Olehnya perusahaan ini dengan tenaga kerja
sebanyak 735 orang dan memiliki potensi bahaya tinggi,memerlukan petugas P3k
setidaknya sebanyak 8 orang dan untuk kotak p3k setidaknya 8 kotak C atau 16 kotak
atau 32 kota A kemudian terdapat paramedis yang tidak memiliki sertifikat hyperkes
jelas ini bertentangan dengan regulasi yang ada. Berdasarkan regulasi terkait tata cara
penyelenggaraan pelayanaan kesehatan perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 500
sampai 1000 orang tetapi memiliki tingkat resiko tinggi olehnya harus dilaksanakan
sendiri dengan mendirikan klinik perusahaan dan ada dokter perusahaan hyperkes
dan para medis.
4. Perusahaan wajib untuk menerapkan SMK3 berdasarkan PP No.50 tahun 2012
mempekerjakan pekerja atau buru paling sedikit 100 orang mempunyai tingkat
potensi bahaya tinggi antara lain perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan,
minyak dan gas bumi, perusahaan yang mempunyai potensi bahaya tinggi
berdasarkan penetapan direktur jendral dan atau kepala dinas provinsi. Penetapanya
berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengujian di perusahaan oleh pengawas
ketenagakerjaan.
ESSAI
2. Sesuai dengan Peraturan Mentri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
2020 yaitu tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut,
dimana
Pada pasal 4 mengatur mengenai syarat – syarat K3 dalam :
a. Perencanaan, pembuatan, pemasangan dan/atau perakitan, pemakaian atau
pengoperasian, pemeliharaan dan perawatan, perbaikan, perubahan atau modifikasi,
serta pemeriksaan dan pengujian pesawat angkat dan angkut.
b. Perencanaan, pembuatan, pemakaian, pemeliharaan dan perawatan, serta
pemeriksaan dan pengujian alat bantu angkat dan angkut.
Pasal 68 juga dijelaskan bahwa landasan untuk pesawat angkut harus memiliki konstruksi
pondesi yang kuat menahan beban, rata, stabil, dan memenuhi ketentuan yang berlaku.
Dalam pasal 69 juga dijelaskan tentang penempatan pesawat angkut harus dalam kondisi
stabil dan seimbang untuk menghindari terguling, terjungkal, terjungkit, dan terperosok juga
memiliki ruang gerak yang cukup dan bebas dari rintangan agar tidak membahayakan orang
lain di sekitarnya.
Sedangkan ada pula diatur dalam pasal 76 tentang tiang (mast) pada forklift harus; mampu
menahan benda kerja sesuai dengan standar yang berlaku; mampu menahan rantai
penggerak garpu (fork); dilengkapi pembatas (stopper) pada titik pengangkatan tertinggi; dan
dilengkapi tempat dudukan sandaran muatan (back rest).
Dalam pasal 77 dijelaskan juga tentang
1. Garpu (fork) pada forklift:
- Harus dibuat dengan faktor keamanan paling rendah 3
- Tidak mengalami defleksi melebihi sebesar 1/33 (satu per tiga puluh tiga) dikali
panjang garpu
- Tidak diluruskan dan/atau dilakukan pengelasan pada garpu yang mengalami bengkok
atau patah
- Tidak mengalami penipisan garpu lebih dari 10%
- Harus dilengkapi pengatur dan pengunci posisi pada dudukan jika forklift
menggunakan fork ganda dan
- Tidak mengalami perbedaan ketinggian lebih dari 3% dari panjang garpu apabila
forklift menggunakan garpu (fork) ganda.
2. Dalam menggunakan garpu (fork) pada forklift dilarang memasang alat tambahan
untuk memperpanjang garpu (fork).

5. Yang melakukan pengawasan norma system management K3 berdasarkan PP 50 Tahun


2012 ada dalam pasal 18 ayat 1 yakni dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan pusat,
provinsi dan/ atau kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Pengawasan
sebagaimana dimaksud dijelaskan secara rinci pada ayat 2.

Anda mungkin juga menyukai