Anda di halaman 1dari 35

TUGAS

EPIDEMIOLOGI INTERMEDIATE
“TELAAH KRITIS”

Oleh
Nama : Nanda Khairunnisa
NIM : 10012682226041

Dosen Pengampu : Najmah, S.K.M., M.PH., Ph.D

PRODI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKUTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
1. Topic of Interest pada Penelitian saya dan tujuan penelitian adalah
“Hubungan Kecanduan Bermain Game Online Terhadap Pola Makan, Aktivitas Fisik,
Status Gizi”
Tujuan Penelitian adalah
a. Untuk mengetahui adakah Hubungan Kecanduan Bermain Game Online Terhadap
Pola Makan pada Remaja
b. Untuk mengetahui adakah Hubungan Kecanduan Bermain Game Online Terhadap
Aktivitas Fisik pada Remaja
c. Untuk mengetahui adakah Hubungan Kecanduan Bermain Game Online Terhadap
Status Gizi pada Remaja
2. Resume 10 penelitian

Peneliti Judul Methodologi Temuan 1 Temuan 2 Temuan 3 Catatan/Kesimpulan


(Tahun) Penelitian /Kelebihan/Kelemahan
Nurul Hasmi Hubungan Cross Pada anak usia 13 - 17 tahun Dari jawaban kuesioner. Pada hasil penelitian ini terdapat 5 Berdasarkan hasil penelitian dan
Tarubung, Fitri A Kecanduan Sectional ganggan pola makan sering Berdasarkan dari hasil responden yang tidak kecanduan pembahasan yang telah
Sabil ,Irnawati Bermain Game terjadi dikarenakan adanya factor penelitian yang telah game online namun pola dikemukakan sebelumnya, maka
(2022) Online Dengan genetic, factor biologis ataupun dilakukan menunjukkan hasil makannya buruk. Hal ini di simpulakan bahwa Terdapat
Pola Makan factor psikologi. Pada penelitian dalam uji chi square test disebabkan karena adanya factor Hubungan antaraKecanduan
Pada Anak ini mayoritas responden berusia dengan koneksi fisher exact lain seperti picky eating atau pilih- Bermain Game Online Dengan
13 tahun yang berjumlah 44 test diperoleh nilai signifikan pilih makanan dan adanya kondisi Pola Makan pada Anak Di SMP
responden dimana usia ini adalah sebesar ρ = 0,019 dengan atau masalah kesehatan. Tidak Negeri 16 Makassar
usia remaja yang rentan memenuhi nilai α = 0,05 hanya orang dewasa yang akan
mengalami gangguan pola makan Sehingga ada hubungan mengalami kondisi tidak nafsu
karena cenderung lebih antara kecanduan bermain makan atau pola makannya yang
memerhatikan citra atau game online dengan pola buruk tapi saat sakit, anak juga
penampilan dirinya. Dalam makan pada anak mengalami hal yang sama. Selain
penelitian ini jumlah responden iti, perubahan fisik yang terjadi
laki-laki adalah 35 responden dan seperti berat badan dan bentuk
perempuan 29 responden. Laki- tubuh meningkatkan resiko
laki cenderung tidak memikirkan seseorang mencemaskan berat
atau pemilih dalam hal makanan badannya yang menyebabkan
berbeda dengan perempuan yang pola makannya yang tidak teratur
pemilih dan beberapa lebih
mempehatikan penampilannya
sehingga sangat memperhatikan
jenis ataupun pola makannya.
Walaupun mayoritas responden
adalah laki-laki tidak dapat
dipungkiri bahwa penyebab dari
pola makan yang buruk karena
adanya adiksi terhadap game
online yang membuatnya lupa
untuk makan.

Meity Mulya Hubungan Kuantitatif Berdasarkan hasil penelitian uji Berdasarkan hasil diatas Perilaku kecanduan game itu Terdapat hubungan kecanduan
Susanti, Wahyu Kecanduan univariat diketahui bahwa dari peneliti beranggapan bahwa ditemukan berhubungan dengan bermain game online pada
Unggul Widodo, Bermain Game kelompok pola makan buruk kecanduan bermain game masalah psikologis dan smartphone dengan pola makan
Darmawati Online Pada mayoritas mengalami kecanduan online pada smartphone kesehatan, yaitu kelelahan, anak sekolah dasar kelas 5 dan 6
Indah Safitri Smartphone bermain game online pada menyebabkan pola makan gangguan tidur, pola makan tidak di SD Negeri 4 Purwodadi
(2018) (Mobile Online smartphone sedangkan sampel yang buruk teratur, gangguan pencernaan,
Games) Dengan penelitian kelompok kontrol/ depresi dan kecemasan.
Pola Makan kelompok pola makan baik
Anak Sekolah mayoritas tidak kecanduan
Dasar bermain game online pada
Kelas 5 Dan 6 Di smartphone. Sedangkan, uji
Sd Negeri 4 bivariat dengan menggunakan uji
Purwodadi chisquare didapatkan hasil uji
antara pola makan dengan
kejadian kecanduan game online
pada smartphone diketahui p
(0,000) < α (0,05).

Bara, M.Mora Gambaran Cross Remaja membutuhkan asupan Kebiasaan bermain game Kebiasaan bermain game online Diharapkan kepada remaja di
Anggara B Kebiasaan sectional gizi yang seimbang dan online merupakan dapat diukur melalui lama waktu Kelurahan Sei Kera Hulu mulai
Aritonang, Bermain Game mendapatkan perhatian khusus kesenangan bermain game dan frekuensi. Lama waktu membagi waktu bermain game
Evawany Y Online, Pola karena sering mengabaikan pola online karena memberi rasa bermain game online dengan online dengan aktivitas lain
(2019) Makan dan makan ketika bermain game kepuasan tersendiri,sehingga kategori singkat sebesar 30,0%, sehingga dapat menghindari
Status Gizi online. ada perasaan untuk sedang sebesar 58,8% dan lama terjadinya penyakit kecanduan,
Remaja Putra mengulangi kegiatan yang sebesar 11,2%. Frekuensi mengatur pola makan pada saat
Kelurahan Sei menyenangkan ketika bermain game online dengan bermain game online,
Kera Hulu bermain. kategori kadang sebesar 18,8%, mengonsumsi makanan yang
Kecamatan sering sebesar 27,5% dan selalu bervariasi dan menghindarkan
Medan sebesar 53,8%. Jenis makanan terjadinya status gizi kurang pada
Perjuangan yang beragam sebesar 68,8%. remaja.
Jumlah kecukupan energi baik
sebesar 76,2% dan jumlah
kecukupan protein baik sebesar
70,0%. Status gizi remaja
berdasarkan IMT/U. Status gizi
normal sebesar 56,2%, kurus
sebesar 10,0%, gemuk sebesar
26,2% dan sangat gemuk sebesar
7,5%.
Haeril (2020) Pengaruh Anak Cross Anak yang aktif bermain yang Anak yang aktif bermain Status gizi anak dipengaruhi oleh Hasil analisis data frekuensi pola
Yang Aktif sectional aktif bermain game online game online dengan beberapa faktor diantaranya makan anak yang aktif bermain
Bermain Game menghabiskan waktu dengan sia- frekuensi terlalu lama saupan nutrisi, keadaan game online tergolong dalam
Online sia bahkan mereka tidak memilih beresiko memiliki status gizi lingkungan, paparan penyakit klasifikasi jarang. Hasil analisis
Terhadap Pola untuk mandi, makan, apalagi klasifikasi kurus. Hal ini kronis persentase lemak, tingkat data status gizi anak yang aktif
Makan, Status bekerja dan melaksanakan tugas ditunjang berdasarkan riset Pendidikan, gaya hidup, tingkat bermain game online tergolong
Gizi, Dan Postur dan Anak yang aktif bermain Kesehatan dasar bahwa di DI pengetahuan, pola makan, dan dalam klasifikasi kurus. Hasil
Tubuh game online lebih memili bermain Yogyakarta prevalensi status aktifitas fisik analisis data struktur tubuh anak
Anak Usia 13-15 dibandingkan makan gizi ditemukan 2,7% yang aktif bermain game online
Tahun klasifikasi sangat kurus, 5,8% tergolong dalam klasifikasi
klasifikasi kurus dan 7,8% kurang.
klasifikasi gemuk

Mulyaningsih, Hubungan Observasional Kegemukan terjadi akibat asupan Kemajuan teknologi berupa Durasi permainan game online Ada Hubungan Kecanduan
Atik Rohmawati Kecanduan analitik energi yang lebih tinggi daripada alat elektronik menjadi faktor yang tinggi memungkinkan Bermain Game Online dengan
(2019) Bermain Game energi yang dikeluarkan. penyebab menurunnya aktivitas remaja yang gemuk dan Kegemukan pada Remaja
Online dengan aktifitas fisik pada remaja. mengalami kecanduan game
Kegemukan Kemajuan teknologi salah online cenderung rendah.
pada Remaja satunya terkait dengan game Sehingga, hal ini mengakibatkan
online. Remaja akan sering penumpukan lemak yang tidak
menghabiskan waktunya seimbang dengan energi yang
untuk bermain game, dikeluarkannya untuk beraktifitas
komputer/laptop dan
menonton TV. Penggunaan
game online yang intensif
akan membawa masalah-
masalah negatif pada jangka
panjang, salah satunya
adalah permasalahan gizi.

Anandita Mega Hubungan Observasional Seseorang khususnya anak – Media elektronik dapat Durasi screen time viewing yang Terdapat hubungan yang
Kumala, Ani Antara Durasi anak dan remaja banyak mempengaruhi status gizi. tidak sesuai dengan rekomendasi signifikan (p<0,05) antara screen-
Margawati, Ayu Penggunaan mengonsumsi makanan yang Status gizi cenderung akan akan menyebabkan perubahan time viewing dengan status gizi
Rahadiyanti Alat Elektronik diiklankan dan makanan tersebut meningkat karena pengaruh pola makan. Screen time viewing pada responden.Terdapat
(2019) (Gadget), mengandung tinggi garam, gula, dengan berbagai iklan/ yang tinggi dapat meningkatkan hubungan yang signifikan
Aktivitas lemak, kalori, dan minuman promosi makanan baik di asupan energi akibat dari (p<0,001) antara aktivitas fisik
Fisik Dan Pola berkarbonasi. Pola makan yang televisi, internet, dan media kebiasaan mengonsumsi dengan status gizi pada
Makan Dengan tidak baik tersebut dapat lain yang dapat menarik makanan ringan dan camilan, responden. Terdapat hubungan
Status Gizi Pada meningkatkan IMT sehingga perhatian remaja untuk sehingga mengakibatkan ketidak yang signifikan (p<0,001) antara
Remaja Usia 13- menyebabkan masalah gizi mengonsumsinya. Kebiasaan seimbangan energi dan pola makan dengan status gizi
15 Tahun kegemukan pelajar mengonsumsi berpotensi meningkatkan berat pada responden
makanan dan minuman badan
secara bersamaan dengan
penggunaan media elektronik
dapat mempengaruhi asupan
makanan secara
keseluruhan. Waktu untuk
melakukan aktivitas fisik
dapat mengalami penurunan
jika penggunaan media
elektronik sudah lebih dari
rekomendasi

Rosalia Tri Hubungan Cross Faktor yang mempengaruhi Usia mempunyai peran Seseorang yang menggunakan Intensitas penggunaan gadget di
Haryanti, Tri Intensitas Sectional status gizi pada remaja, antara penting dalam pemilihan gadget lebih dari 12 jam dalam SMK Batik 2 Surakarta terbanyak
Susilowati, Irma Penggunaan lain : aktivitas fisik, body image makanan. Pada masa bayi, sehari, dapat memicu terjadinya dalam kategori tinggi. Status gizi
Mustika Sari Gadget dan gender. Aktivitas fisik setiap seseorang tidak mempunyai kecanduan dalam penggunaan siswa pada pengguna gadget
(2022) terhadap Status gerakan tubuh yang dihasilkan pilihan terhadap makanan gadget. Mereka menganggap termasuk dalam kategori status
Gizi pada Siswa oleh otot rangka yang yang mereka inginkan, gadget hal yang paling penting gizi normal. Terdapat hubungan
SMK Batik 2 memerlukan pengeluaran energi. sedangkan saat dewasa karena pada usia remaja masa intensitas penggunaan gadget
Surakarta Apabila seseorang memiliki seseorang mulai mempunyai dimana seseorang akan selalu terhadap status gizi pada siswa di
aktivitas kurang akan kontrol terhadap makanan tertarik pada hal-hal baru. Apalagi SMK Batik 2 Surakarta. Pihak
mengakibatkan status gizi tidak tertentu. Kemudian saat saat dengan teknologi yang semakin keluarga dan sekolah diharapkan
baik seseorang tumbuh menjadi canggi lebih tegas dalam memberikan
remaja dan dewasa,pengaruh peraturan dan kebijakan tentang
terhadap kebiasaan makan penggunaan gadget.
sangat kompleks

Teuku Jamni Dampak gawai Deskriptif Gawai memiliki pengaruh negatif Kebiasaan penggunaan Perilaku sedentari pada remaja Gawai memiliki pengaruh negatif
(2019) dan status gizi yang luas dalam kehidupan gawai dengan durasi waktu merupakan salah satu faktor risiko yang luas dalam kehidupan
pada remaja di remaja. Dalam penelitian ini, yang tinggi berdampak yang signifikan menyebabkan remaja. Dalam penelitian ini,
SMK Negeri 1 terlihat bahwa remaja memiliki terhadap rendahnya aktivitas remaja mengalami obesitas, terlihat bahwa remaja memiliki
Lhoknga dan ketergantungan dengan gawai fisik. Rendahnya aktivitas fisik gangguan keseharian (sulit tidur, ketergantungan dengan gawai
Poltekkes Aceh sehingga ingin memiliki gawai pada responden lainnya pusing dan penuaan dini) dan sehingga ingin memiliki gawaik
2019 keluaran terbaru agar dapat lebih dikarenakan responden tidak penyakit degeneratif. Perlu keluaran terbaru agar dapat lebih
cepat mengakses dan aplikasi melakukan aktivitas lain diketahui bahwa aktivitas fisik cepat mengakses dan aplikasi
terbaik. Sehingga, sebaiknya kita selain belajar dan bermain yang dilakukan remaja terbaik. Sehingga, sebaiknya kita
batasi penggunaan gawai dengan gadget. bermanfaat untuk menjaga batasi penggunaan gawai dengan
cara menetapkan penggunaan kebugaran dan mencegah cara menetapkan penggunaan
gawai pada jam tertentu dan timbulnya permasalahan gizi gawai pada jam tertentu dan
durasi penggunaan sesuai seperti obesitas, gizi kurang, atau durasi penggunaan sesuai
kesepakatan. eating disorders kesepakatan.

David Raymond Intensitas Deskrptif Dari perolehan hasil uji korelasi Siswa SMP bermain game Kecanduan game online dapat Terdapat hubungan yang
Ludji Leo (2020) Bermain Game korelasional diperoleh nilai koefisien korelasi online dengan intensitas yang mengakibatkan Berat badan signifikan antara intensitas
Online Terhadap sebesar -0,387*. Hasil tersebut rendah sebanyak 80% dan menurun karena lupa makan, atau bermain game online dengan pola
Pola Aktivitas bermakna bahwa terdapat pada kategori sedang bisa juga bertambah karena aktivitas fisik pada siswa SMP
Fisik Siswa Smp hubungan yang signifikan antara sebanyak 20%. Siswa SMP banyak ngemil dan kurang Advent Menia, Kabupaten Sabu
Advent Menia, variabel intensitas bermain game didapati 80% memiliki pola olahraga. Mudah lelah ketika Raijua, NTT
Kabupaten online dengan pola akitivitas fisik aktivitas fisik yang rendah dan melakukan aktivitas fisik,
Sabu, Rai Jua, para siswa SMP Advent Menia, di hanya 20% yang memiliki kesehatan tubuh menurun akibat
NTT Kabupaten Sabu Raijua, NTT pola aktivitas fisik sedang kurang olahraga. Yang paling
dengan nilai p=0,014. Bentuk parah adalah dapa
hubungan negatif pada koefisien mengakibatkan kematian.
korelasi -0,387* menunjukan
hubungan kedua variabel bersifat
sedang dan tidak searah. Hal
tersebut berarti bahwa apabila
variabel intensitas bermain game
online mengalami peningkatan,
maka variabel pola aktivitas fisik
akan mengalami penurunan

Ni Putu Ayu Hubungan Observasional Pada penelitian ini satu orang Hasil uji hipotesis terhadap Sedentary lifestyle sering dipicu Hasil yang diperoleh yaitu antara
Windari Putri, Antara Aktivitas analitik (2%) responden memiliki hubungan antara kebugaran oleh tekanan lingkungan, faktor aktivitas bermain game online
Luh Putu Ratna Bermain Game kebugaran fisik yang baik. fisik dengan aktivitas bermain teknologi, dan transisi dari masa dengan kebugaran fisik pada
Sundari (2019) Online Sebanyak 10 orang (17%) game online yang dilakukan anak-anak menuju fase remaja.14 remaja SMP di Kota Denpasar
Dengan memiliki kebugaran fisik rata-rata, menggunakan uji chi square Buciora dkk, juga menyebutkan terdapat hubungan yang
Kebugaran Fisik delapan orang (13%) responden test menunjukkan p value = bahwa permasalahan kesehatan bermakna (p<0,05).
Pada Remaja dengan kebugaran fisik yang 0,029, hipotesis nol (Ho) yang dihadapi oleh masyarakat
Smp Di Kota buruk dan 37 orang (68%) ditolak sehingga dapat modern seperti malnutrisi,
Denpasar memiliki kebugaran fisik yang menunjukkan bahwa ada kelebihan berat badan dan
sangat buruk. Klasifikasi hubungan yang signifikan obesitas disebabkan oleh
kebugaran fisik dibagi menjadi (p<0,05) antara kebugaran kurangnya aktivitas
lima yaitu sangat baik, baik, fisik dan aktivitas bermain
ratarata, buruk dan sangat buruk. game online pada remaja
Pada penelitian ini, kebugaran SMP di Kota Denpasar.
fisik diukur menggunakan teknik
Cooper Test, yaitu responden
diminta untuk berlari selama 12
menit setelah itu jarak yang
mampu ditempuh responden
akan diukur dan dicocokkan
dengan klasifikasi kebugaran fisik
yang ada
3. 2 -3 paragraf terkait topic of interest sesuai tujuan penelitian diatas dan
penelitian sebelumnya

Kecanduan bermain game online biasanya dapat dilihat dari kebiasaan


bermain game online seharian, dan sering bermain dalam jangka waktu lama rata-rata
lebih dari tiga jam. Semakin lama seseorang bermain game online dapat membuktikan
sebagian waktu yang mereka miliki hanya mereka gunakan untuk bermain game
online, bahkan hanya karena game online bisa melupakan waktu untuk makan, mandi
dan melakukan aktivitas fisik sehingga aktivitas sehari-hari mereka menjadi tidak
seimbang lagi.

Status gizi anak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya saupan nutrisi,
keadaan lingkungan, paparan penyakit kronis persentase lemak, tingkat Pendidikan,
gaya hidup, tingkat pengetahuan, pola makan, dan aktifitas fisik (Sari, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian Haeril (2019), anak yang tidak aktif bermain game onlie
memiliki indeks massa tubuh yang baik. Hal tersebut dikarenakan anak yang tidak aktif
bermain game online memiliki aktifitas fisik yang baik serta pola makan yang teratur.
Bermain dengan aktif Anak yang aktif bermain game online tidak lagi melakukan
aktivitas keseharian dengan kegiatan fisik.

Padahal aktivitas fisik bagi anak usia 13-15 tahun sangat menunjang untuk
pertumbuhan dan perkembangan mereka.Hubungan yang signifikan antara variabel
intensitas bermain game online dengan pola akitivitas fisik para siswa diatas
mengenai kecanduan bermain game online terhadap aktifitas fisik menunjukan
hubungan kedua variabel bersifat sedang dan tidak searah. Hal tersebut berarti bahwa
apabila variabel intensitas bermain game online mengalami peningkatan, maka
variabel pola aktivitas fisik akan mengalami penurunan. Konflik dalam kehidupan
pecandu berarti bahwa mereka akhirnya mengorbankan hubungan pribadi mereka
(misalnya, pasangan, anak-anak, kerabat, teman, dll.), kehidupan belajar atau
pendidikan (tergantung pada usia mereka), dan kegiatan sosial dan aktivitas fisik
lainnya.

Pada Pola makan terdapat hubungan antara kecanduan bermain game online
terhadap pola makan pada remaja, akibat dari perubahan gaya hidup dari traditional
life style menjadi sedentary life style sehingga meningkatkan resiko terjadinya
perubahan perilaku dari kebiasaan mengonsumsi makanan hasil pertanian, hasil laut
dan air tawar berubah menjadi kebiasaan mengonsmsi makanan yang modern seperti
makanan cepat saji (junk food).Seharusnya untuk menjaga daya tahan tubuh dan
kesehatan kita harus lebih memperhatikan pola makan yang sehat seperti pilihlah jenis
makanan yang bergizi misalnya sayuran, buah-buahan, lauk pauk, dan makanan
pokok, patuhi jadwal makan seperti makan makanan yang bergizi tiga kali sehari pada
waktu yang tepat, yaitu makan pagi, siang dan malam serta dua kali makan makanan
selingan contohnya roti-rotian atau serelia,harus bervariasi dengan memperbanyak
mengkonsumsi makanan yang diolah dari makanan segar dengan proses yang tidak
terlalau lama, tetapi pada responden yang mengalami kecanduan bermain game
online selalu makan makanan yang tidak sehat dan selalu menghiraukan waktu makan
karena keasikan bermain game online.

4. 3 contoh jurnal dengan pendekatan Observational (STROBE), eksperimental


(CONSORT) dan kualitatif (COREQ)
Jurnal Ilmiah Farmasi 15(1) Januari-Juli 2019, 20-27
ISSN: 1693-8666
available at http://journal.uii.ac.id/index.php/JIF

Evaluation of pharmaceutical services in general outpatients based on WHO


indicators at the hospital

Evaluasi pelayanan kefarmasian pada pasien rawat jalan umum berdasarkan


indikator WHO di rumah sakit

Achmad Saiful*, Diesty Anita Nugraheni, Dian Medisa

Jurusan Farmasi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta


*Corresponding author. Email: ahmadsaiful.sf@gmail.com

Abstract
Background: WHO found that the inappropriate use of medicine still become a big problem in the
world. Therefore, pharmacy services evaluation must be done to improve the appropriate use of
medicine.
Objective: This study aims to know the pharmacy services based on WHO patient-care indicators and
to determine the correlations between socio-demographic characteristics and patient knowledge
about medicine use.
Method: An observational cross-sectional study was conducted by using the WHO patient-care
indicator on 211 regular outpatients or non-insurance at one of private hospital in Yogyakarta. This
study used disproportionate stratified random sampling method. Data were collected by observation
and interview the patient and analyzed by using WHO patient-care indicator. The relation between
socio-demographic characteristics and patient knowledge were analyzed using chi-square and
spearmen test.
Results: The average of dispensing time was 47.52 second and 99.4% medicines dispensed.
Percentage of medicine labelled was 92.26% and only 36,5% patients know about the medicines use.
Based on statistical analysis, there was no correlation between level of patient knowledge with age
(p=0.218) and gender (p=0.209). Otherwise, education (p=0.005) was correlated with level of patient
knowledge.
Conclusion: The pharmacy services in hospital was good, but pharmacist still need to improve
communication to patients about medicines they received. Whereas, education have relationship with
patient level knowledge.

Keywords: pharmacy service, outpatient, hospital

Intisari
Latar belakang: Data WHO menyatakan bahwa masih banyak terjadi penggunaan obat yang tidak
tepat oleh pasien. Oleh karena itu, perlu dilakukan dengan evaluasi pelayanan kefarmasian secara
rutin sebagai salah satu upaya peningkatan penggunaan obat yang tepat.
Tujuan: Mengetahui gambaran pelayanan kefarmasian pada pasien rawat jalan umum berdasarkan
indikator pelayanan pasien WHO dan mengetahui hubungan faktor sosiodemografi dengan
pengetahuan pasien tentang penggunaan obat
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan rancangan cross-
sectional pada 211 pasien rawat jalan umum atau non-asuransi di salah satu rumah sakit swasta
Yogyakarta. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode disproportionate stratified random
sampling. Data diperoleh dari observasi dan wawancara kepada pasien kemudian data dianalisis
secara deskriptif menggunakan rumus sesuai indikator pelayanan pasien WHO. Analisis hubungan
sosiodemografi dengan pengetahuan pasien tentang penggunaan obat dilakukan menggunakan uji
statistik chi-square dan spearman test.
Hasil: Rata-rata waktu penyerahan obat yaitu 47,52 detik dengan persentase obat terlayani 99,4%.

20
21 | Achmad Saiful, dkk.,/ Jurnal Ilmiah Farmasi Vol 15 (1) Januari-Juli 2019, 20-27

Persentase etiket obat yang memadai 91,7% dan pasien yang mengetahui cara penggunaan obat yang
diterima sebesar 36,5%. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara usia
(p=0,218) dan jenis kelamin (p=0,209) dengan tingkat pengetahuan, serta terdapat hubungan antara
tingkat pendidikan (p=0,005) dengan pengetahuan pasien.
Kesimpulan: Secara umum pelayanan kefarmasian di rumah sakit sudah baik, namun masih perlu
peningkatan dalam pemberian informasi obat kepada pasien saat penyerahan obat. Sedangkan, faktor
sosiodemografi yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan pasien tentang penggunaan obat
adalah tingkat pendidikan.

Kata kunci : pelayanan kefarmasian, pasien rawat jalan, rumah sakit

1. Pendahuluan
Fasilitas kesehatan bertanggung jawab untuk menjamin kualitas pelayanan kesehatan
dan pengobatan yang diberikan kepada pasien. Salah satu upaya peningkatan kualitas
pelayanan dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi pelayanan kefarmasian untuk
perbaikan secara berkelanjutan (Menkes RI, 2008). Peningkatan pelayanan kefarmasian
diharapkan dapat menjamin bahwa pasien mendapatkan pengobatan sesuai dengan yang
dibutuhkan dan telah menggunakan obat dengan tepat (Pemerintah RI, 2009). Data World
Health organization (WHO) menunjukkan bahwa 50% penggunaan obat di dunia dilakukan
secara tidak tepat, baik dalam hal peresepan, penyiapan, maupun penjualan serta penggunaan
obat oleh pasien. Penggunaan obat yang tidak tepat dapat disebabkan karena pelayanan
kefarmasian atau pelayanan obat yang kurang baik serta kurangnya pengetahuan pasien
tentang obat yang diterima. Hal ini akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan pasien
(Embrey, 2012).
Untuk meningkatkan penggunaan obat yang tepat, WHO menetapkan suatu indikator
penggunaan obat, salah satunya yaitu indikator pelayanan pasien yang meliputi rata-rata
waktu konsultasi, rata-rata waktu penyerahan obat, persentase obat terlayani, persentase
etiket obat yang memadai, dan tingkat pengetahuan pasien terkait aturan pakai obat yang
diterima (WHO, 1993). Penelitian Kisworo and Dwiprahasto (2010) di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta menununjukkan bahwa persentase jumlah obat tiap jenis yang
diserahkan sesuai resep 99,89%, persentase obat yang diserahkan dengan etiket lengkap
99,85%, dan pemberian informasi penggunaan obat sesuai SOP 9,86%. Dalam penelitian
tersebut belum diteliti terkait waktu rata-rata penyerahan obat dan pengetahuan pasien
tentang penggunaan obat. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi
pelayanan kefarmasian pada pasien rawat jalan umum di salah satu rumah sakit swasta
22 | Achmad Saiful, dkk.,/ Jurnal Ilmiah Farmasi Vol 15 (1) Januari-Juli 2019, 20-27

Yogyakarta berdasarkan indikator pelayanan pasien WHO serta mengetahui hubungan faktor
sosiodemografi dengan pengetahuan pasien tentang penggunaan obat

2. Metodologi penelitian
Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan cross-sectional pada
211 pasien rawat jalan umum di salah satu rumah sakit swasta Yogyakarta tahun 2016.
Pengambilan sampel pasien dilakukan dengan metode disproportionate stratified random
sampling. Data diperoleh dari observasi saat penyerahan obat dan wawancara kepada pasien.
Observasi dilakukan untuk memperoleh waktu penyerahan obat tiap pasien, obat yang
terlayani dan etiket yang memadai atau lengkap. Sedangkan wawancara untuk mendapatkan
data pengetahuan pasien tentang penggunaan obat dan sosiodemografi (usia, jenis kelamin,
pendidikan). Data dianalisis berdasarkan indikator pelayanan pasien WHO, yaitu (Embrey,
2012) :
2.1 Rata-rata waktu penyerahan obat
Jumlah total waktu penyerahan obat pada seluruh pasien dibandingkan jumlah total pasien
yang diteliti. Satuan waktu penyerahan obat adalah detik.
2.2 Persentase obat yang terlayani
Jumlah seluruh item obat yang terlayani dibandingkan jumlah seluruh item obat yang
diresepkan. Obat yang terlayani yaitu obat (nama zat aktif dan jenis sediaan) yang diserahkan
kepada pasien sama dengan obat yang diresepkan.
2.3 Persentase etiket obat yang memadai
Jumlah seluruh item obat dengan etiket yang memadai (sesuai ketentuan WHO dan
Permenkes) dibandingkan jumlah seluruh item obat yang terlayani. Etiket memadai jika
terdiri dari nama pasien, nama obat, aturan pakai, dan tanggal.
2.4 Tingkat pengetahuan pasien tentang penggunaan obat
Jumlah pasien yang mengetahui cara penggunaan obat dibandingkan dengan jumlah
total pasien yang diteliti. Pengukuran pengetahuan pasien dilakukan dengan memberikan
pertanyaan tentang aturan pakai obat dan nama obat. Jika pasien dapat menjawab aturan
pakai obat dan obat dengan benar maka diberi skor 1 atau “tahu“. Sedangkan jika pasien salah
menjawab aturan pakai obat dan nama obat atau hanya benar salah satu, maka diberi skor 0
atau “tidak tahu“.
23 | Achmad Saiful, dkk.,/ Jurnal Ilmiah Farmasi Vol 15 (1) Januari-Juli 2019, 20-27

Analisis hubungan faktor sosiodemografi dengan pengetahuan pasien tentang


penggunaan obat dilakukan menggunakan uji statistik chi-square dan spearman test.
Hubungan jenis kelamin dan tingkat pengetahuan dianalisis menggunakan chi-square.
Hubungan usia dan pendidikan dengan tingkat pengetahuan dianalisis menggunakan
spearmen test.

3. Hasil dan pembahasan


Responden dalam penelitian ini adalah 146 pasien rawat jalan umum di salah satu
rumah sakit swasta Yogyakarta pada bulan April 2016. Persentase pasien wanita (60,7%)
lebih banyak dibandingkan pria (39,3%) karena wanita memiliki perhatian yang lebih
terhadap kesehatan dan angka kerja wanita lebih kecil dibanding pria. Selain itu, usia
responden paling banyak pada rentang 26-45 tahun dan memiliki tingkat pendidikan di atas
SMA (48,3%) (Tabel 1). Usia tersebut termasuk dalam usia produktif, sehingga seseorang
lebih rentan mengalami stress karena memiliki aktifitas yang lebih banyak dibandingkan
kelompok usia lain (Andini, 2013).

Tabel 1. Karakteristik Sosiodemografi pasien rawat Jalan umum


di salah satu rumah sakit swasta Yogyakarta

Karakteristik pasien n (%)


Jenis kelamin Pria 83 (39,3)
Wanita 128 (60,7)
Usia (tahun) 12-25 63 (29,9)
26-45 90 (42,7)
46-65 52 (24,6)
> 65 6 (2,8)
Pendidikan ≤ SD 4 (1,9)
SMP 17 (8)
SMA 88 (41,7)
> SMA 102 (48,3)

Hasil evaluasi pelayanan kefarmasian berdasarkan indikator pelayanan pasien WHO


pada penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata waktu penyerahan obat kepada pasien 47,5
detik ± 31,5 (SD). Hasil rata-rata waktu penyerahan obat pada penelitian ini lebih cepat
dibandingkan dengan penelitian pada sebuah rumah sakit di Nepal dan Etiopia yaitu 52 dan
61,12 detik (Ghimire et al., 2009; Sisay et al., 2017). Penelitian lain di Tanzania menunjukkan
waktu penyerahan obat yang lebih singkat dibandingkan penelitian ini, yaitu 39,9 detik.
Durasi waktu penyerahan obat yang cenderung singkat diduga karena jumlah pasien yang
24 | Achmad Saiful, dkk.,/ Jurnal Ilmiah Farmasi Vol 15 (1) Januari-Juli 2019, 20-27

menebus resep banyak. Hal ini menyebabkan petugas kefarmasian tidak dapat
menyampaikan informasi secara detail. Informasi yang sering diberikan oleh apoteker saat
penyerahan obat adalah nama obat, aturan pakai obat, dan efek samping.
Penyerahan obat kepada pasien merupakan salah satu tahap yang sangat penting
dalam proses pelayanan kefarmasian, karena pada proses ini apoteker harus memberikan
informasi obat dengan lengkap dan jelas. Informasi terkait obat yang diterima oleh pasien
dapat berpengaruh terhadap kepatuhan dan ketepatan pasien dalam penggunaan obat (Akl et
al., 2014). Namun, hal tersebut sering terkendala dengan rasio jumlah apoteker dan pasien
yang tidak sebanding, sehingga waktu penyerahan obat kepada pasien menjadi sangat
terbatas, akibatnya informasi yang diberikan terkait obat pun juga terbatas.

Gambar 1. Diagram persentase obat terlayani pada pasien rawat jalan umum
di salah satu rumah sakit swasta Yogyakarta

Jumlah persentase obat yang terlayani sesuai dengan resep sebesar 99,4% (Tabel 2).
Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan persentase obat terlayani di RSUD Sleman,
yaitu 99,04%. Di Ethiopia persentase obat terlayani sebesar 81% (Guyon et al., 1994). Adanya
obat yang tidak terlayani disebabkan oleh kekosongan obat di instalasi farmasi rumah sakit
dan beberapa juga karena kekosongan dari produsen obat.
Obat yang diberi etiket dengan memadai atau lengkap sebesar 92,3% (Tabel 3). Etiket
yang tidak memadai disebabkan karena beberapa etiket tidak mencantumkan nama obat.
Jumlah pasien yang ramai juga terkadang membuat apoteker tidak menulis etiket secara
lengkap, sehingga belum sesuai dengan aturan WHO (Embrey, 2012).
Pasien yang mengetahui informasi penggunaan obat meliputi nama obat dan aturan
pakai obat berjumlah 77 (36,5%) orang (Tabel 4). Hasil wawancara tidak terstruktur
menunjukkan bahwa terkadang apoteker menyampaikan informasi terlalu cepat, selain itu
25 | Achmad Saiful, dkk.,/ Jurnal Ilmiah Farmasi Vol 15 (1) Januari-Juli 2019, 20-27

pasien terkadang juga tidak memperhatikan informasi yang disampaikan oleh apoteker
terkait obat yang diterima. Menurut pasien, mereka dapat membaca informasi aturan pakai
obat pada etiket obat.

Gambar 2. Diagram persentase etiket obat pada pasien rawat jalan umum
di salah satu rumah sakit swasta Yogyakarta

Pengetahuan pasien yang buruk tentang penggunaan obat dapat menyebabkan


ketidakpatuhan serta kesalahan dalam penggunaan obat. Penggunaan obat yang tidak tepat
dapat menyebabkan efek berbahaya terhadap pasien. Oleh karena itu, apoteker harus
memastikan bahwa pasien telah memahami cara penggunaan obat yang diterima (Ameh et al.,
2014).

Gambar 3. Diagram persentase pengetahuan pasien rawat jalan umum


tentang penggunaan obat di salah satu rumah sakit swasta Yogyakarta

Hasil analisis chi-square menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berhubungan dengan


karakteristik sosiodemografi pasien (p=0,005) (Tabel 5). Semakin tinggi tingkat pendidikan
pasien maka pengetahuan juga semakin tinggi. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang
26 | Achmad Saiful, dkk.,/ Jurnal Ilmiah Farmasi Vol 15 (1) Januari-Juli 2019, 20-27

lebih tinggi akan lebih mudah mengakses berbagai sumber informasi dan lebih banyak
membaca tentang obat dibandingkan orang dengan pendidikan lebih rendah (Dawood et al.,
2017).

Tabel 2. Hubungan karakteristik sosio-demografi dengan pengetahuan pasien tentang


penggunaan obat pada pasien rawat jalan umum di salah satu rumah sakit swasta Yogyakarta

P (value)
Jenis kelamin Usia Tingkat pendidikan
Pengetahuan pasien 0,209 0,218 0,005
Keterangan : signifikasi = p<0,05

4. Kesimpulan
Secara umum pelayanan kefarmasian di rumah sakit sudah baik, namun masih perlu
peningkatan dalam pemberian informasi obat kepada pasien saat penyerahan obat.
Sedangkan, faktor sosiodemografi yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan pasien
tentang penggunaan obat adalah tingkat pendidikan.

Daftar pustaka

Akl, O. A. et al. (2014). WHO / INRUD drug use indicators at primary healthcare centers in
Alexandria , Egypt. Journal of Taibah University Medical Sciences. Taibah University, 9(1),
54–64.
Ameh, D., Wallymahmmed, A. and Mackenzie, G. (2014). Patient knowledge of their dispensed
drugs in rural Gambia. International Journal of Sciences: Basic and Applied Research
(IJSBAR). 16(2), 61–85.
Andini (2013) Gambaran tingkat kepuasan pasien rawat jalan terhadap kualitas pelayanan di
instalasi farmasi RSUD Taman Husada kota Bontang. Universitas Gadjah Mada.
Dawood, O. T., Hassalia, M. A. and Saleem, F. (2017). Factors affecting knowledge and practice
of medicine use among the general public in the State of Penang , Malaysia. Journal of
Pharmaceutical Health Services Research 2017. 8, 51–57.
Embrey, M. (2012) Managing access to medicines and health technologies. Arlington:
Management Sciences for Health.
Ghimire, S., Bhandari, S. and Palaian, S. (2009). Students ’ corner a prospective surveillance of
drug prescribing and dispensing in a teaching hospital in Western Nepal. J Pak Med
Assoc, 59(10), 1–4.
Guyon, A. B. et al. (1994). A baseline survey on use of drugs at the primary health care level in
Bangladesh. Bulletin of the World Health Organization, 72(5477), 265–271.
Kisworo, H. and Dwiprahasto, I. (2010) Evaluasi mutu pelayanan obat di unit rawat jalan
instalasi farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas Gadjah
Mada.
27 | Achmad Saiful, dkk.,/ Jurnal Ilmiah Farmasi Vol 15 (1) Januari-Juli 2019, 20-27

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang standar pelayanan minimal Rumah Sakit.
Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.
51/2009 tentang pekerjaan kefarmasian.
Sisay, M. et al. (2017). Evaluation of rational drug use based on World Health Organization
core drug use indicators in selected public hospitals of eastern Ethiopia : a cross
sectional study. BMC Health Services Research. BMC Health Services Research, 17(161),
1–9.
World Health Organization. (1993). How to Investigate drug use in health facilites : selected
drug use indicator. Geneva: World Health Organization.
JURNAL FENOMENA KESEHATAN

Artikel Penelitian
Volume 04 Nomor 01 Mei 2021 Halaman 457-462
PENINGKATAN PENGETAHUAN IBU TENTANG STATUS GIZI BALITA
MELALUI EDUKASI MEDIA LEAFLET
DURATION OF SUFFERING AND RATE OF HYPERTENSION WITH ANXIETY LEVEL IN THE
ELDERLY IN A REVIEW OF CROSS SECTIONAL STUDY

Risna Cacong1, Lestari Lorna Lolo2, Indah Mustika Sari3


1
Mahasiswa STIKes Kurnia Jaya Persada
2,3
Dosen STIKes Kurnia Jaya Persada
thenextambition1@gmail.com

ABSTRAK
Angka anak-anak yang menderita kekurangan gizi di Indonesia ternyata masih tinggi bila dibandingkan
angka ambang batas yang ditetapkan badan kesehatan dunia (WHO). Mencegahan masalah gizi dapat dilakukan
dengan perubahan perilaku masyarakat. Upaya merubah perilaku tersebut salah satunya melalui edukasi. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan pengetahuan ibu tentang status gizi balita melalui edukasi
media leaflet.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (quasi experimental) dengan
rancangan one pretest-posttest group design. Populasi dan sampel dalam penelitian ini yaitu ibu yang memiliki
balita di wilayah kerja UPTD puskesmas Lampia Kabupaten Luwu Timur sebanyak 84 oorang. Penelitian ini
menggunakan leaflet dalam pelaksanaannya. Uji analisa yang digunakan adalah Wilcoxon Signed Ranks Test.
Hasil analisa data diperoleh terdapat pengaruh pendidikan kesehatan dengan pengetahuan ibu tentang
status gizi balita (p value 0,000).
Disarankan bagi pihak puskesmas untuk meningkatkan pendidikan kesehatan kepada masyarakat
menggunakan media edukasi yang dapat memberikan infomasi dengan tepat dan jelas.

Kata Kunci : Edukasi, Balita, Ibu, Gizi, Leaflet

ABSTRACT
The number of children suffering from malnutrition in Indonesia is still high when compared to the
threshold set by the World Health Organization (WHO). Prevention of nutritional problems can be done by
changing people's behavior. One of the ways to change this behavior is through education. The purpose of this
study was to determine the increase in mother's knowledge about the nutritional status of toddlers through
leaflet media education.
The type of research used is a quasi-experimental study (quasi-experimental) with a one pretest-
posttest group design. The population and sample in this study were mothers who had toddlers in the working
area of the UPTD Puskesmas Lampia, East Luwu Regency, as many as 84 people. This study uses leaflets in its
implementation. The analytical test used is the Wilcoxon Signed Ranks Test.
The results of data analysis showed that there was an effect of health education on mother's knowledge
about the nutritional status of children under five (p value 0.000).
It is recommended for the puskesmas to improve health education to the community using educational
media that can provide precise and clear information.

Keywords: Education, Toddler, Mother, Nutrition, Leaflet

PENDAHULUAN Adapun penilaian kategori status gizi ada


Status gizi adalah keadaan tubuh tiga yaitu status gizi lebih, gizi bai dan gizi
manusia sebagai akibat komsumsi kurang (Mardalena, 2017).
makanan dan penggunaan zat-zat gizi.
457 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 4 Nomor 1 Mei 2021
Angka anak-anak yang menderita televisi, radio, video, slide dan film strip.
kekurangan gizi di Indonesia ternyata Dan yang ketiga media papan seperti bill
masih tinggi bila dibandingkan angka board (Notoatmojo, 2012). Media edukasi
ambang batas yang ditetapkan badan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
kesehatan dunia (WHO). Kementerian leaflet.
Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan Leaflet adalah suatu bentuk
tingginya angka kekurangan gizi itu penyampain informasi atau pesan-pesan
tampak pada tiga kategori kekurangan kesehatan melalui lebaran yang dilipat, isi
gizi. Pada kategori kekurangan gizi informasi dapat berupa bentuk kalimat
menurut indeks berat badan per usia, maupun gambar atau kombinasi
angkanya mencapai 17%. Padahal ambang (Notoatmojo, 2012). Leaflet dapat
batas angka kekurangan gizi WHO itu dijadikan media sosialisasi untuk mencapai
10% (Darmayana, 2017). Pada tahun 2018, tujuan berupa peningkatan pengetahuan,
proporsi status gizi buruk dan gizi kurang perubahan sikap dan perubahan perilaku.
pada balita di Indonesia sebanyak 17,7%. Kelebihan yang dimiliki media leaflet
Dengan prvalensi gizi buruk sebanyak yaitu lebih bertahan lama dan dapat
3,9% dan gizi kurang sebanyak 13,8%. disimpan untuk dilihat sewaktu-waktu.
Proporsi status gizi sangat pendek dan Hasil penelitian yang dilakukan oleh
pendek pada balita menurut provinsi untuk Karimawati (2013) terdapat pengaruh
Provinsi Sulawesi Selatan berada pada pendidikan kesehatan terhadap
30,8% (Kemenkes, 2018). pengetahuan ibu mengenai asupan gizi
Kementerian Kesehatan memiliki pada usia toddler. Hasil penelitian lainya
program Nusantara Sehat. Nusantara Sehat yang dilakukan oleh Istiqomah (2015) juga
terdiri dari tenaga tenaga kesehatan seperti mengatakan bahwa Identifikasi penyebab
dokter, dokter gigi, tenaga gizi, perawat, masalah gizi pada balita ada 3 faktor yaitu
bidan, tenaga farmasi, sanitarian, analis predisposing, reinforcing, enabling.
kesehatan dan tenaga kesehatan Intervensi health education dapat
masyarakat yang dilatih untuk ditempatkan meningkatkan pengetahuan ibu tentang
di Puskesmas selama 2 tahun. Bentuk pemenuhan gizi balita dan program
intervensi untuk pemulihan gizi buruk KADARZI (keluarga sadar gizi).
yakni dengan pemberian makanan Berdasarkan hasil wawancara pada
tambahan. Kementerian Kesehatan sudah beberapa ibu yang memiliki balita di
mendistribusikan makanan tambahan wilayah kerja puskesmas Lampia
berupa Biskuit dengan kandungan kaya zat ditemukan bahwa dari 6 orang ibu yang
gizi ke seluruh Puskesmas di Indonesia. diwawancarai terdapat 5 orang ibu yang
Upaya lain dalam mencegahan masalah tidak tahu tentang pengukuran dan
gizi adalah dengan perubahan perilaku penilaian status gizi balita dan 1 orang
masyarakat (Kemenkes, 2019). Upaya lainnya tahu tetapi tidak tahu apa
merubah perilaku tersebut salah satunya interpretasi status gizi balitanya.
melalui edukasi. Pengetahuan adalah hasil Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan
tahu indera pada manusia terhadap objek, diatas maka peneliti tertarik melakukan
dengan indra yang mereka miliki, seperti: penelitian tentang peningkatan
indra penglihatan, penciuman rasa, pengetahuan ibu tentang status gizi balita
pendengaran, dan raba. Media yang melalui edukasi media leaflet..
digunakan sebagai fungsi untuk penyalur
pesan-pesan kesehatan, dibagi menjadi tiga METODE PENELITIAN
yaitu pertama media cetak, seperti Jenis penelitian yang digunakan
booklet, leaflet, poster, foto yang akan adalah penelitian eksperimen semu (quasi
mengungkap informasi-informasi experimental) dengan rancangan one
kesehatan. Kedua Media elektronik seperti pretest-posttest group design. Populasi dan

458 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 4 Nomor 1 Mei 2021


sampel dalam penelitian ini yaitu ibu yang adalah Kuisioner, SAP, dan Leaflet. Uji
memiliki balita 84 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah uji Wilcoxon.
dalam penelitian ini adalah total sampling.
Alat yang digunakan dalam penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Analisis Univariat
Tabel 5. 1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Karakteristik n (%)
Usia
1 tahun 32 38.1
2 tahun 24 28.6
3 tahun 12 14.3
4 tahun 16 19.0
Jenis kelamin
laki-laki 47 56.0
perempuan 37 44.0
Usia ibu
21-30 tahun 33 39.3
31-40 tahun 48 57.1
41-50 tahun 3 3.6
Pendidikan
SD 14 16.7
SMP 14 16.7
SMA 54 64.3
Diploma/Sarjana 2 2.4
Total
84 100.0
Sumber : data primer 2019

Tabel 5.2
Deskripsi Statistik Pengetahuan
Pengetahuan Std.
N Mean MinimumMaximum
Deviation
pengetahuan
sebelum
84 9.6905 2.61126 7.00 19.00
pendidikan
kesehatan
pengetahuan
setelah
84 16.3810 2.09937 9.00 20.00
pendidikan
kesehatan
Sumber : data primer 2019

459 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 4 Nomor 1 Mei 2021


Berdasarkan data tabel diatas, Sedangkan setelah pendidikan
diperoleh pengetahuan kesehatan untuk nilai mean sebesar
sebelumpendidikan kesehatan untuk 16.3810, standar deviasi sebesar
nilai mean sebesar 9.6905, standar 2.09937, nilai minimum 9 dan nilai
deviasi sebesar 2.61126, nilai maksimum 20.
minimum 7 dan nilai maksimum 19.

2. Analisa Bivariat

Tabel 5.3
Pengaruh pendidikan kesehatan dengan pengetahuan ibu tentang status
gizi balita
Mean Sum of P value
N Rank Ranks
pengetahuan Negative Ranks 1a 4.00 4.00
b
setelah Positive Ranks 80 41.46 3317.00
pendidikan Ties 3c
kesehatan -
Total 0,000
pengetahuan
sebelum 84
pendidikan
kesehatan
Sumber : data primer 2019

Berdasarkan tabel diatas, nilai 0,000 lebih kecil dari nilai α 0,05
negatif ranks atau selisih (negatif) sehingga disimpulkan bahwa
antara pengetahuan sebelum edukasi terdapat pengaruh pendidikan
dan setelah edukasi untuk jumlah kesehatan dengan pengetahuan ibu
peserta yang memperoleh tentang status gizi balita.
penurunan hasil sebanyak 1 orang
mean ranks (penurunan) 4.00 dan PEMBAHASAN
sum of ranks (rata-rata penurunan) Berdasarkan hasil uji wilcoxon
4.00 yang artinya hal tersebut diperoleh nilai p value 0,000 lebih kecil dari
menunjukkan adanya pengurangan nilai α 0,05 sehingga disimpulkan bahwa
(penurunan) nilai setelah edukasi. terdapat pengaruh pendidikan kesehatan
Untuk nilai positif ranks diatas dengan pengetahuan ibu tentang status gizi
ditemukan atau selisih (positif) balita.
antara pengetahuan sebelum edukasi Hasil penelitian ini sejalan dengan
dan setelah edukasi untuk jumlah hasil penelitian yang dilakuka oleh
peserta yang memperoleh Rachmayanti (2018) yang dalam hasil
peningkatan hasil setelah sebanyak penelitiannya menunjukkan adanya
80 orang dengan nilai mean ranks peningkatan pengetahuan yang signifikan
(rata-rata peningkatan sebesar 41.46 sebelum dan sesudah intervensi (p=0,043).
dengan jumlah ranking positif (sum Hasil penelitian ini didukung pula hasil
of ranks) sebesar 3317.00. Untuk penelitian yang dilakukan oleh Iftika (2018)
nilai kesamaan nilai sebelum dan yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh
setelah edukasi sebanyak 3 orang. pendidikan kesehatan tentang status gizi
Berdasarkan hasil uji balita terhadap pengetahuan sikap dan
wilcoxon diperoleh nilai p value

460 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 4 Nomor 1 Mei 2021


perilaku ibu dalam memberikan gizi balita (p DAFTAR PUSTAKA
value 0,000). Anggraini, B. S. (2010). Menu Sehat Alami
Berdasarkan tabel diatas, nilai negatif Untuk Balita & batita. Jakarta:
ranks atau selisih (negatif) antara Agromedia Pustaka.
pengetahuan sebelum edukasi dan setelah
Darmayana, H. (2017, maret 09). Angka
edukasi untuk jumlah peserta yang
memperoleh penurunan hasil sebanyak 1 Kekurangan Gizi Indonesia Diatas
orang mean ranks (penurunan) 4.00 dan sum Ambang Batas WHO. from CNN
of ranks (rata-rata penurunan) 4.00 yang Indonesia:
artinya hal tersebut menunjukkan adanya https://www.cnnindonesia.com/gaya-
pengurangan (penurunan) nilai setelah hidup/20170309074408-255-
edukasi, adanya pengurangan yang terjadi 198873/angka-kekurangan-gizi-
diperoleh dari responden yang memiliki
indonesia-diatas-ambang-batas-who
pendidikan rendah dan usia dewasa muda
sehingga kemampuan untuk menerima Donsu, J. D. (2017). Metodologi penelitian
informasi yang tidak intens membuat keperawatan. Yogyakarta: Pustaka
responden tidak dapat menyerap informasi Baru Press.
dengan baik. ICHRC. (2016). Buku Saku Pelayanan
Untuk nilai positif ranks diatas Kesehatan Anak Di Rumah Sakit,
ditemukan atau selisih (positif) antara from Hospital Care for Children:
pengetahuan sebelum edukasi dan setelah
http://www.ichrc.org/lampiran-5-
edukasi untuk jumlah peserta yang
memperoleh peningkatan hasil setelah melakukan-penilaian-status-gizi-anak
sebanyak 80 orang dengan nilai mean ranks IDAI. (2017). Pentingnya Pemantauan
(rata-rata peningkatan sebesar 41.46 dengan Tumbuh Kembang 1000 Hari
jumlah ranking positif (sum of ranks) sebesar Pertama Kehidupan Anak. Ikatan
3317.00 hal ini sesuai dengan penjelasan Dokter Anak Indonesia:
yang diberikan oleh Wawan (2011) yang
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/pe
menyampaikan bahwa Pendidikan berarti
bimbingan yang diberikan seseorang ngasuhan-anak/pentingnya-
terhadap perkembangan orang lain menuju pemantauan-tumbuh-kembang-1000-
kearah cita-cita tertentu yang menentukan hari-pertama-kehidupan-anak
manusia untuk berbuat dan mengisi Istiany, A. d. (2013). Gizi Terapan. Jakarta:
kehidupan untuk mencapai keselamatan dan Remaja Rosdakarya.
kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk Istiqomah, I. G. (2015). Pengaruh Media
mendapatkan informasi misalnya hal-hal
Leaflet Terhadap Peningkatan
yang menunjang kesehatan sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup. Untuk nilai Pengetahuan Wus (Wanita Usia
kesamaan nilai sebelum dan setelah edukasi Subur) Dalam Pemilihan Kontrasepsi
sebanyak 3 orang hal ini terjadi pada Iud (Intra Uterine Device) Di Desa
responden tersebut karena berdasarkan Tegalrejo Kecamatan Sawit
pendidikan, responden termasuk dalam Kabupaten Boyolali. Skripsi,
kategori pendidikan rendah sehingga Program Studi Kesehatan
kemampuan untuk menerima informasi
Masyarakat, Fakultas Ilmu
secara singkat dan tidak kontinu akan sulit
dipahami oleh responden. Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, diakses
dari http://eprints.ums.ac.id/47410/1/
NASKAH %20PUBLIKASI.pdf.

461 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 4 Nomor 1 Mei 2021


Karimawati, D. A. (2013). Pengaruh Penyakit Menular Langsung,
Pendidikan Kesehatan Terhadap Kementrian Kesehatan RI.
Pengetahuan Dan Sikap Ibu Kemenkes. (2019, Januari 30). Status Gizi
Mengenai Asupan Gizi Pada Usia Indonesia Alami Perbaikan, from
Toddler Di Surakarta. Fakultas Ilmu Kementrian Kesehatan RI:
Kesehatan, Universitas http://www.depkes.go.id/article/view/
Muhammadiyah Surakarta, diakses 19013100001/status-gizi-indonesia-
dari http://eprints.ums.ac.id/25653/ alami-perbaikan.html
13/NASKAH_PUBLIKASI.pdf. Mardalena, I. (2017). Dasar-dasar ilmu gizi
Kemenkes. (2015). Situasi Kesehtana Anak dalam keperawatan, konsep dan
Balita di Indonesia. Jakarta: Pusat penerapan pada asuhan
Data dan Informasi, Kementrian keperawatan. Yogyakarta: Pustaka
Kesehatan RI. Baru Press.
Kemenkes. (2018). Buku saku Pemantauan Notoatmojo. (2012). Promosi kesehatan dan
status gizi tahun 2017. Jakarta: Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
Direktorat Gizi Masyarakat, Cipta.
Direktorat Jenderal Kesehatan Permenkes. (2014). Peraturan Menteri
Masyarakat, Kementerian Kesehatan. Kesehatan Tentang Pemantauan
Kemenkes. (2018). Hasil utama riset Pertumbuhan, Perkembangan, Dan
kesehatan dasar tahun 2018. Jakarta: Gangguan Tumbuh Kembang Anak.
Kementerian Kesehatan, Badan Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Penelitian dan Pengembangan Sugiyono. (2014). Statistika Untuk
Kesehatan. Kesehatan. Bandung: Alfabeta.
Kemenkes. (2018). Leaflet TOSS TBC. Wawan, D. d. (2011). Teori dan Pengukuran
Jakarta: Direktorat Pengendalian Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika

462 | Jurnal Fenomena Kesehatan, Volume 4 Nomor 1 Mei 2021


KEMAS 9 (1) (2013) 1-8

Jurnal Kesehatan Masyarakat


http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas

EVALUASI MEDIA POSTER HIPERTENSI PADA PENGUNJUNG


PUSKESMAS TALAGA KABUPATEN MAJALENGKA

Icca Stella Amalia

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Hasil studi pendahuluan menunjukkan angka morbiditas hipertensi di Puskesmas Talaga
Diterima 8 Maret 2013 masuk 10 besar penyakit dengan prevalensi sebesar 6,07% pada tahun 2009. Meski
Disetujui 26 April 2013 demikian, upaya promkes atas masalah tersebut belum dilakukan. Salah satu media yang
Dipublikasikan Juli 2013
dapat digunakan untuk promosi kesehatan adalah poster. Masalah penelitian adalah
Keywords: bagaimana ketertarikan dan pemahaman pengunjung Puskesmas Talaga terhadap media
Poster; poster hipertensi dalam aspek disain, isi pesan dan tempat pemasangannya. Tujuan
Hypertension; penelitian untuk mengetahui ketertarikan dan pemahaman pengunjung puskesmas.
Public Health Center. Metode penelitian adalah deskriptif kualitatif menggunakan rancangan fenomenologi.
Subjek dalam penelitian ini adalah pengunjung Puskesmas Talaga. Informan lain
adalah petugas promosi kesehatan puskesmas, Kepala Puskesmas dan Kepala Bidang
Promosi Kesehatan Kabupaten Majalengka. Pengumpulan data dilakukan melalui telaah
dokumen, diskusi kelompok terarah (DKT), wawancara mendalam, dan observasi. Hasil
penelitian menunjukkan secara keseluruhan, sebagian besar pengunjung tertarik dan
memahami poster hipertensi. Poster hipertensi versi bahasa Sunda lebih dapat diterima
sebagai media promosi kesehatan oleh pengunjung Puskesmas Talaga yang mempunyai
minat pada disain dan isi pesan dalam poster hipertensi. Simpulan penelitian,
pengunjung puskesmas tertarik dan dapat memahami poster hipertensi.

EVALUATION OF HYPERTENSION POSTER TO TALAGA PUBLIC HEALTH


VISITORS, MAJALENGKA DISTRICT

Abstract
The results of preliminary studies indicate hypertension morbidity in Talaga health centers
include in top 10 diseases with prevalence of 6.07% in 2009. However, no efforts from health
centre about it. One medium that can be used for health promotion is a poster. Research
problem was how the interest and understanding of Talaga health center visitors to hy-
pertension poster in design aspects, message content, and place of installation. Research
purpose was to determine the interest and understanding of health center visitors. Research
method was descriptive qualitative design using phenomenology. Subjects in this study were
visitors of Talaga Health Center. Another informant was health promotion officer of health
center, head of health centers, and head of health promotion. Data collected through docu-
ment review, focus group discussions ( FGD) , indepth interviews, and observation . The
results showed overall of visitors interested and understand about hypertension posters.
Sundanese version hypertension poster more acceptable as medium for health promotion
to Talaga health centers visitors who have an interest in the design and massage content of
hypertension poster. Conclusions, health centers visitors interested and understand about
hypertension posters.
© 2013 Universitas Negeri Semarang

Alamat korespondensi: ISSN 1858-1196
Jalan Lingkar Kadugede No.02 Kuningan, Indonesia
E-mail: stellaicca@yahoo.co.id
Icca Stella Amalia / KEMAS 9 (1) (2013) 1-8

Pendahuluan Penggunaan poster di Puskemas Talaga


tidak pernah dilakukan uji coba maupun evalu-
Indonesia sebagai salah satu negara asi. Uji coba maupun evaluasi terhadap sebuah
berkembang masih mempunyai berbagai media sangat penting dilakukan. Evaluasi me-
macam masalah kesehatan, salah satunya ada- dia dilakukan dengan cara melihat media yang
lah hipertensi. Kejadian prevalensi hipertensi diberikan sudah sesuai dan dapat mencapai tu-
di Indonesia mencapai 31,7% dari total pen- juan atau belum, pendistribusian media sudah
duduk dewasa, dengan jumlah mencapai 6,8% tepat sasaran atau belum, relevan atau tidak, isi
dari proporsi penyebab kematian pada semua pesan atau informasi yang disampaikan mudah
umur di Indonesia. Hasil Riset Kesehatan dimengerti dan tepat atau belum, dan penem-
Dasar (Riskesdas) tahun 2007 di Majalengka, patan atau pemasangan media tersebut sudah
menunjukkan proporsi penyakit tidak menular sesuai atau belum. Salah satu pembelajaran
hipertensi menduduki posisi ketiga sebesar yang didapat dalam suatu proses penggunaan
10,6%, setelah penyakit sendi sebesar 24,6% poster supaya efektif harus melakukan evalu-
dan stroke sebesar 11%. asi terhadap media tersebut (Lawson, 2005).
Di Puskesmas Talaga, hipertensi masuk Beberapa faktor yang mendukung keberhasilan
dalam 10 besar penyakit, dengan prevalensi komunikasi media di antaranya adalah cara
sebesar 6,07%. Walaupun bukan berada pada media tersebut dapat meningkatkan ketertari-
posisi pertama, hipertensi belum mendapat kan dan pemahaman dari audiens (Depkes RI,
perhatian. Penyakit hipertensi perlu menda- 2004; Khairuna, 2012). Berdasarkan penjelasan
patan perhatian, karena apabila tidak terken- tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini
dali dapat menjadi faktor risiko munculnya adalah: “Bagaimana ketertarikan dan pemaha-
penyakit lain yang lebih berat seperti stroke, man pengunjung puskesmas terhadap media
gagal jantung dan gagal ginjal. Salah satu cara poster hipertensi?”. Berdasarkan rumusan
yang dapat dilakukan dengan promosi untuk masalah, ditetapkan tujuan penelitian ini, yaitu
mencegah hipertensi. Promosi kesehatan dapat untuk melakukan evaluasi terhadap media
dilakukan di antaranya dengan mengguna- poster hipertensi pada pengunjung Puskes-
kan media. Media yang banyak digunakan di mas Talaga dengan mengkaji ketertarikan
Puskesmas Talaga adalah poster. Dari beberapa dan pemahaman pengunjung terhadap media
poster yang ada belum ada poster yang spesifik poster hipertensi dalam aspek desain, isi pesan
tentang hipertensi. dan tempat pemasangannya.
Poster adalah media gambar yang meng-
kombinasikan unsur-unsur visual seperti garis, Metode
gambar dan kata-kata untuk dapat menarik
perhatian dan mengkomunikasikan pesan Penelitian ini merupakan penelitian
secara singkat (Anitah, 2009; Smith, 2007). deskriptif dengan metode kualitatif meng-
Poster mempunyai keuntungan dalam menarik gunakan rancangan fenomenologi. Penelitian
orang yang mempunyai minat khusus, karena dilaksanakan di Puskesmas Talaga dengan
poster dapat menyampaikan atau menyaji- pertimbangan berdasarkan hasil studi penda-
kan pokok dari suatu permasalahan (Lawson, huluan diketahui tidak ada poster yang spesifik
2005). Pada penelitian tentang efektivitas tentang hipertensi dan belum pernah dilakukan
poster terhadap pengetahuan dan sikap kelu- evaluasi pada media poster. Alasan lain, karena
arga tentang kehamilan risiko tinggi dan tanda Puskesmas Talaga merupakan puskesmas yang
bahaya kehamilan, hasilnya menunjukkan paling banyak pengunjungnya dibandingkan
bahwa penggunaan poster kurang efektif dalam dengan puskesmas perawatan lain yang ada di
meningkatkan pengetahuan. Berdasarkan be- Kabupaten Majalengka.
berapa hasil penelitian sebelumnya, diketahui Pemilihan informan penelitian secara
bahwa ada perbedaan tentang efektifitas poster. purposif, yaitu pemilihan berdasarkan tujuan
Dengan demikian, untuk dapat menilai efek- dengan subjek tersebut sebagai unit analisis
tivitas media poster perlu dilakukan evaluasi yang dianggap sesuai dengan kebutuhan.
terhadap media poster. Informan inti dalam penelitian ini adalah

2
Icca Stella Amalia / KEMAS 9 (1) (2013) 1-8

pengunjung Puskesmas Talaga dan informan dapat menunjukkan promosi kesehatan dan
kunci adalah Kepala Bidang Promosi Keseha- media seperti yang dapat diterima dan dibu-
tan Kabupaten Majalengka, Kepala Puskesmas tuhkan oleh informan. Adanya kesamaan pada
Talaga dan petugas promosi kesehatan Puskes- masalah yang menjadi perhatian, membuat
mas Talaga. informan tertarik untuk membaca informasi
Pengumpulan data dilakukan dengan dalam poster hipertensi. Hal ini dapat dilihat
wawancara mendalam tehadap 11 pengunjung, dari ketertarikan dan pemahaman pengunjung
diskusi kelompok terarah (DKT) terhadap 14 terhadap poster hipertensi yang secara rinci
orang pengunjung yang terdiri dari 2 kelompok. dapat diuraikan sebagai berikut:
Kelompok pertama sebanyak 7 orang pengun-
jung yang tidak menderita hipertensi, kelom- Ketertarikan pengunjung
pok kedua terhadap 7 orang pengunjung yang Ketertarikan pengunjung terhadap
menderita atau pernah mengalami hipertensi. poster hipertensi dapat dilihat dari beberapa
Observasi dilakukan untuk mengetahui situ- aspek, yaitu :
asi di tempat pemasangan poster dan interaksi
pengunjung dengan poster hipertensi. (1) Desain
Analisis data dalam penelitian ini di- Ketertarikan pada poster hipertensi dari
laksanakan secara bersamaan dengan proses elemen desain dikelompokan lagi dalam be-
pengumpulan data (ongoing analysis). Setelah berapa hal, yaitu:
selesai pengumpulan data dilakukan transkrip.
Transkrip tersebut dicek ulang, kemudian di- Warna
berikan komentar pada hal yang masih perlu Berdasarkan hasil penelitian diketahui
penambahan informasi pada saat pengumpulan bahwa poster versi sunda mendapatkan perha-
data berikutnya. Analisis data dilakukan dengan tian lebih banyak dan dibaca oleh pengunjung
tahapan sebagai berikut: puskesmas. Pengunjung menyatakan tertarik
(1) Data yang diperoleh dari wawancara, di- terhadap poster hipertensi karena warnanya
kumpulkan kemudian dibuat transkrip terang, cerah, kontras dan bervariasi. Warna
dengan mencatat seluruh data yang dipero- yang cerah dinilai menarik perhatian mata,
leh dari hasil wawancara. sehingga pengunjung melihat dan membaca
(2) Melakukan koding, yaitu dengan membuat poster hipertensi.
kode-kode yang dimengerti oleh peneliti Hasil penelitian ini sesuai dengan
dan mempunyai arti berdasarkan topik penelitian sebelumnya yang menunjukkan
pada setiap kalimat, kemudian kode-kode bahwa pemilihan warna dasar paling disukai
dikelompokkan dalam kategori. Langkah pada sebuah media adalah warna putih, hijau
selanjutnya mencari hubungan kategori atau merah. Penelitian lain memperkuat hasil
tersebut untuk menghasilkan theorical co- penelitian ini, yaitu untuk unsur warna yang
des. disukai dan dinilai menarik adalah warna ne-
(3) Memadukan kategori sesuai dengan ciri- tral seperti warna hijau (Aryani, 2009). Sebuah
nya masing-masing terhadap data yang poster harus eye-catching supaya dapat mem-
mempunyai pola yang sama, kemudian buat orang berhenti dan membacanya (Huddel,
dilakukan analisis interpretasi data secara 2000)
kualitatif dengan menghubungkan dengan Dilihat dari segi warna, pengunjung
teori yang ada. berpendapat warna yang tidak terlalu kon-
(4) Penyajian data dalam bentuk narasi dan tras dan mencolok kurang membantu dalam
kuotasi sesuai dengan variabel penelitian membaca. Warna latar dan huruf yang kontras
dan diperkuat dengan tabel-tabel. mempermudah pengunjung membaca dan
(5) Penarikan kesimpulan. pemperjelas huruf yang dibaca. Warna huruf
dan latar belakang dibuat kontras supaya mu-
Hasil dan Pembahasan dah dibaca maupun penekanan yang meng-
hendaki penekanan khusus (Anitah, 2009).
Persamaan karakteristik pada informan Penggunaan warna dalam sebuah desain grafis

3
Icca Stella Amalia / KEMAS 9 (1) (2013) 1-8

mempunyai beberapa fungsi, yaitu untuk me- gambar menjadi daya tarik tersendiri. Gambar
narik perhatian, menghasilkan efek psikologis, yang paling sering dikatakan menarik perhatian
mengembangkan asosiasi, membangun retensi pengunjung adalah gambar yang ada unsur ke-
dan menciptakan suasana yang menyenangkan. daerahan (si Cepot). Pengunjung berpendapat
Perpaduan warna yang kontras menjadi satu bahwa gambar dan tulisan sesuai seperti dalam
kesatuan dalam sebuah poster akan membantu pernyataan berikut ini:
mempermudah penyampaian suatu pesan. “mencerminkan mencerminkan sesuai
Sebaliknya, apabila perpaduan warna tidak dengan gambar ama tulisan itu sesuai,
kontras akan mempersulit. Warna harus dapat jadi kalau sayuran itu ada gambar sayuran
saling melengkapi dan penggunaan warna yang nya kayak gitu” (IW2).
terlalu banyak dapat melemahkan suatu komu-
nikasi. Penggunaan unsur kedaerahan berupa
gambar tokoh pewayangan di pasundan sengaja
Huruf digunakan dengan harapan dapat memberikan
Berdasarkan hasil wawancara mendalam sesuatu yang berbeda. Gambar lain dinilai
dan diskusi kelompok, pengunjung berpenda- menarik karena sesuai dengan keseharian
pat bahwa huruf yang digunakan ukurannya pengunjung seperti gambar sayur dan buah,
cukup mudah untuk dilihat. Pendapat pengun- gambar orang meniup seruling dan gambar
jung terhadap huruf dalam poster terlihat pada orang yang sedang berolahraga. Penggunaan
pernyataan sebagai berikut: gambar harus menarik perhatian sasaran hal ini
“harus huruf besar karena bagus . . . ka- bisa dilakukan dengan menggunakan foto yang
lau hurufnya besar kelihatan sama orang akrab dengan kehidupan sasaran. Hasil peneli-
yang keluar masuk rumah sakit (puskes- tian ini didukung oleh penelitian sebelumnya,
mas)” (IW6). yaitu pembuatan poster dengan visualisasi yang
sesuai dengan karakteristik sosial dan politik
Ukuran huruf terbesar pada poster hi- etnis Cina berhasil menumbuhkan partisipasi
pertensi 13 mm dan huruf terkecil 6 mm. Un- dalam menangani malaria (Bu dan Fee, 2010),
tuk mempermudah keterbacaan ukuran huruf Pengggunaan gambar yang merupakan
tidak boleh lebih kecil dari 18 poin atau 5mm. gambar asli (foto) menarik perhatian pengun-
Bentuk huruf menggunakan huruf microsoft jung, membatu mempermudah dan mengingat
sains serif dan ditulis kapital. Penggunaan hu- pesan yang disampaikan dalam poster. Hal ini
ruf dalam poster hipertensi tidak terlalu rumit sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa
dan bernilai seni tinggi yang dapat menyulit- penggunaan poster kurang efektif karena pesan
kan untuk dibaca. Penelitian lain mendukung sulit diingat dan penyebabnya ilustrasi gambar
hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa yang bukan menggunakan gambar asli, sehing-
penggunaan huruf yang tidak kaku dan rumit ga dianggap kurang menarik. Foto berfungsi
membantu dalam mempermudah orang untuk untuk meningkatkan motivasi dan minat,
membaca (Aryani, 2009). Untuk mempermu- mengembangkan kemampuan berbahasa, dan
dah keterbacaan harus menggunakan huruf membatu menafsirkan dan mengingat isi pesan
yang jelas dan mudah seperti jenis sains serif . yang berkenaan dengan foto-foto tersebut.
Penggunaan warna pada huruf mempe- Selain untuk menarik perhatian, gambar dapat
ngaruhi kemudahan pengunjung membaca isi membantu menjelaskan sesuatu, sehingga lebih
pesan dalam poster hipertensi. Penulisan huruf mudah untuk dipahami, memperjelas bagian-
dengan variasi warna juga dapat memberikan bagian yang penting serta menyingkat suatu
daya tarik tersendiri. Warna huruf yang kontras uraian yang panjang (Anitah, 2009).
dengan latar belakang dari keseluruhan warna
poster membantu untuk mempermudah keter- Layout
bacaan (Anitah, 2009). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
tata letak dalam poster dinilai cukup sederhana
Kesesuaian gambar dan tulisan dan mudah untuk diingat. Pemilihan 1 elemen
Berdasarkan hasil penelitian kehadiran kunci baik huruf atau ilustrasi dapat dilaku-

4
Icca Stella Amalia / KEMAS 9 (1) (2013) 1-8

kan supaya pembaca dapat dengan cepat me- dalam dan DKT, pengunjung berpendapat isi
nangkap pesan (Supriono, 2010). Pada poster pesan menarik karena isi pesan merupakan in-
hipertensi ini, elemen yang coba ditonjolkan, formasi tentang hipertensi, seperti pernyataan
yaitu dari gambar yang menjadi pendukung sebagai berikut:
dan memperkuat pesan yang disampaikan. “. . . eu menarik hipertensinya, soalnya
Pada poster versi bahasa Indonesia, jadi tahu akibat kurang makan yang
gambar yang menarik perhatian, yaitu gambar bergizi jadi gini [jadi hipertensi], merokok
sayur dan buah. Peletakan gambar pada urutan akibatnya jadi gini [jadi hipertensi],
pertama dapat dikatakan berhasil menarik per- darah tinggi jadi stroke, jantung, ginjal,
hatian. Poster versi bahasa Sunda ditambahkan jadi..kita gak mau gitu asal-asalan ma-
gambar yang memiliki unsur kedaerahan, kan, kurang olah raga, merokok, banyak
yaitu tokoh wayang (Cepot). Gambar Cepot makan yang asin-asin jadi takut ada rasa
diletakkan di pojok kiri atas, dan berdasarkan takut”
hasil penelitian diketahui bahwa gambar cepot (menarik tentang hipertensi, jadi tahu
menjadi hal pertama yang menarik perhatian akibat kurang makan yang bergizi jadi
pengunjung. Gambar lain diurutkan berdasar- hipertensi, merokok jadi hipertensi. Da-
kan kondisi dan perkiraan penyebab hipertensi rah tinggi bisa menjadi stroke, jantung,
yang mempunyai peran paling besar sampai gagal ginjal. Jadi kita tidak mau asal
paling kecil. makan, kurang olah raga, merokok, kon-
Tata letak warna juga menjadi perhatian sumsi garam berlebih jadi takut, ada rasa
pengunjung. Penempatan warna dasar yang takut) (IW2)
menjadi latar belakang dengan keseluruhan
isi pesan dinilai kontras dan membantu pesan Kata dan kalimat yang menyusun pesan
mudah dibaca. Penulisan huruf dengan variasi juga mendapat perhatiaan. Kata dalam poster
warna dapat memberikan daya tarik tersendiri hipertensi dinilai mudah diingat, karena meru-
(Aryani, 2009). Warna huruf yang kontras pakan kata sehari-hari. Kalimat yang diguna-
dengan latar belakang dari keseluruhan warna kan dinilai pengunjung sederhana, karena tidak
poster membantu untuk mempermudah keter- berbelit-belit dan langsung pada inti masalah.
bacaan (Anitah, 2009). Penempatan ukuran Ketertarikan pengunjung pada kata dan kali-
huruf juga menjadi satu hal yang menarik. Pada mat dapat dilihat pada Gambar 1.
judul digunakan huruf yang lebih besar dari Teknik penyampaian pesan dalam poster
sub judul dan isi pesan. Hal ini menjadi penting hipertensi menjadi salah satu bahasan dalam
karena dengan penempatan huruf yang tepat wawancara mendalam maupun DKT, pendapat
di setiap bagian pesan memudahkan pembaca pengunjung terkait dengan cara penyampaian
untuk melihat pesan tersebut. pesan dapat dilihat dari pernyataan sebagai
berikut:
(2) Isi pesan “sederhana..sederhana..[penyampaian
Isi pesan merupakan suatu materi yang pesan] soalnya gak banyak kata-kata yang
akan disampaikan komunikator untuk menya- gak jelas jadi langsung saja ke intinya
takan maksudnya. Hasil dari wawancara men- masalah” (IW2)

Kata-kata Kalimat
jelas sederhana
Ketertarikan
pada kata dan
kalimat
Kata-kata Menggunakan
sehari-hari Bahasa Sunda

Gambar 1. Ketertarikan pengunjung pada penggunakan kata dan kalimat dalam poster

5
Icca Stella Amalia / KEMAS 9 (1) (2013) 1-8

Tabel 1. Lokasi pemasangan poster


Lokasi pemasangan Pendapat informan
Di lingkungan puskesmas • Di ruang tunggu rawat jalan
• Di depan ruang rawat inap
Di luar lingkungan puskesmas Talaga • Di balai desa
• Di kantor pos
• Di puskesmas lain

Pesan yang menimbulkan perasaan berkumpul maupun di kantor pemerintahan


tertentu pada pembaca dapat membuat sese- (Depkes RI, 2004). Hasil penelitian sebelumnya
orang tertarik dan menerapkan pesan tersebut. menunjukkan bahwa penempatan poster di
Penelitian sebelumnya berhasil menyampaikan tempat yang strategis dapat menumbuhkan
pesan dengan visualisasi yang membuat orang keinginan sehingga perlu menggunakan tangga
tergugah untuk menggunakan sabuk penga- (Iversen, dkk., 2007). Penelitian lain menun-
man. Pemilihan tema dikatakan sesuai dengan jukkan bahwa seseorang akan berada di ruang
kondisi kesehatan masyarakat Majalengka yang tunggu dalam waktu yang cukup lama sehingga
dinilai masih tinggi angka hipertensinya oleh memungkinkan untuk dapat menyampaikan
salah satu informan kunci. Kesesuaian tema pesan-pesan kesehatan (Sajadian dan Montazeri
dan masalah yang menjadi perhatian sangat 2004). Posisi atau letak poster harus mudah di-
penting supaya poster yang dibuat dapat di- jangkau oleh indra penglihatan, sehingga dapat
baca, dimengerti dan diingat. menarik perhatian orang.

(3) Tempat pemasangan Pemahaman pengunjung


Berdasarkan hasil observasi, diketahui Pemahaman pengunjung terhadap pesan
bahwa pengunjung yang datang sebagian besar terlihat dari pengetahuan informan terhadap
hanya melewati lokasi pemasangan tanpa meli- manfaat dan maksud dari isi pesan serta ada
hat poster. Beberapa pengunjung ada yang be- upaya untuk penerapan isi pesan. Informan
rada di sekitar lokasi pemasangan, tetapi tidak berpendapat bahwa isi pesan merupakan ajakan
memperhatikan keberadaan poster, ada yang untuk hidup sehat. Beberapa hal yang dipahami
memperhatikan poster tetapi tidak membaca, dan tidak dipahami dapat dilihat pada Tabel 2.
ada juga yang melihat dan membaca poster. Pemahaman terhadap isi pesan dikait-
Penilaian pengunjung terhadap lokasi kan dengan cara penyampaian, kelengkapan
pemasangan poster dapat terlihat dari hasil pesan dan penggunaan gambar. Kebanyakan
wawancara mendalam dan DKT. Pendapat informan merasa isi pesan dalam poster hi-
tentang lokasi pemasangan dapat dilihat dari pertensi cukup sederhana. Kata dan kalimat
Tabel 1. dinilai sederhana dan tidak berbelit-belit. Isi
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui pesan mudah untuk dapat dimengerti dan
bahwa pengunjung dapat melihat poster di dipahami karena langsung pada inti masalah.
tempat pemasangan karena tempatnya cukup Pernyataan lain muncul dari hasil wawancara
luas. Selain ukuran dari tempat pemasangan dengan informan kunci, poster dinilai bagus,
poster, keberadaan tempat poster menjadi karena informasi tentang hipertensi dan dinilai
daya tarik tersendiri ketika pengunjung berada bermanfaat bagi masyarakat.
disekitar tempat pemasangan. Pengunjung ter- Kelengkapan pesan dinilai sudah cukup
tarik untuk membaca poster hipertensi, karena mewakili informasi yang dibutuhkan tentang
posisi pemasangan poster dinilai sesuai dengan hipertensi. Pesan yang terlalu banyak dinilai
pandangan mata, sehingga tidak mempersulit akan mempersulit untuk mengingat dan mema-
untuk membaca. hami pesan, karena waktu membaca terbatas.
Lokasi pemasangan poster bisa di Hasil ini didukung oleh pernyataan informan
tempat-tempat umum tempat orang sering kunci yang berpendapat bahwa di media cetak

6
Icca Stella Amalia / KEMAS 9 (1) (2013) 1-8

Tabel 2. Hal yang dipahami dan kurang dipahami oleh pengunjung dari poster hipertensi
Hal yang dipahami Hal yang kurang dipahami

• Makan sayur dan buah membuat se-


• Gambar daging olahan
hat
• Gambar orang stress tidak terlihat wajahnya
• Rokok menyebabkan hipertensi
• Penyebab hipertensi hanya gaya hidup saja
• Konsumsi garam berlebih menyeba-
atau ada faktor genetik
kan hipertensi
• Kata dalam bahasa Sunda “cara tuang nu
• Hipertensi bisa jadi buta, stroke, gagal
kirang lereus”
ginjal dan gagal jantung
• Kata stroke dalam poster bahasa Indonesia
• Alkohol menyebabkan hipertensi

seperti poster, apabila terlalu banyak kata akan 2007). Kemampuan yang tinggi akan membuat
mempersulit. pengunjung merasa pesan yang didapat men-
Pengunjung berpendapat memahami jadi suatu pemikiran dan fokus pada kualitas
dan mengingat pesan karena ada gambar. Se- pesan tersebut, sehingga banyak muncul
lain untuk menarik perhatian, gambar juga da- pendapat. Motivasi maupun kemampuan dari
pat membantu menjelaskan sesuatu, sehingga pengunjung yang rendah akan melihat pesan
lebih mudah untuk dipahami, memperjelas secara keseluruhan tidak melihat sesuatu yang
bagian-bagian yang penting serta menyingkat penting, sehingga tidak muncul pendapat yang
suatu uraian yang panjang (Anitah, 2009). lebih mendalam.
Dalam penelitian sebelumnya, diketahui
bahwa salah satu penyebab pesan sulit diingat Penutup
karena penggunaan ilustrasi gambar yang bu-
kan menggunakan gambar asli. Foto berfungsi Secara keseluruhan, sebagian besar pengun-
untuk meningkatkan motivasi dan minat, jung tertarik dan paham pada poster hipertensi.
mengembangkan kemampuan berbahasa, dan Poster hipertensi versi bahasa Sunda dapat
membatu menafsirkan dan mengingat isi pesan diterima sebagai media promosi kesehatan
yang berkenaan dengan foto-foto tersebut. oleh pengunjung Puskesmas Talaga yang mem-
Pengunjung memahami dan mengerti punyai minat pada disain dan isi pesan dalam
pesan karena pengunaan bahasa Sunda. Dalam poster hipertensi. Informan tertarik pada warna
penelitian sebelumnya ditunjukkan peranan poster yang cerah, yaitu kombinasi warna hijau,
suatu budaya dan bahasa dalam hubungan- kuning dan merah, ukuran huruf dapat dibaca
nya dengan keselamatan pasien (Johnstone & dengan bentuk sederhana, gambar yang jelas,
Kanitsaki, 2006). Bahasa daerah dikatakan juga dan dekat dengan keseharian mereka dengan
dialek merupakan versi bahasa yang punya ciri layout yang sederhana. Dilihat dari isi pesan,
khusus dan mudah dikenal secara sosial atau informan tertarik karena tema hipertensi yang
regional yang mempunyai kontruksi kalimat, disampaikan sederhana dengan penggunaan
kosa kata, dan pengucapan dengan pola unik kata, kalimat dan bahasa sehari-hari. Lokasi
dan khas. Bahasa mempunyai peranan yang yang strategis, tempat yang cukup memadai
penting dalam suatu komunikasi dan mem- serta posisi pemasangan poster yang dapat
bantu dalam memahami suatu hal. terlihat oleh indra penglihatan, lebih menarik
Setiap orang akan mempunyai kemam- minat baca pengunjung puskesmas. Pesan
puan yang berbeda dalam menerima sebuah dapat dipahami karena teks didukung dengan
pesan. Dalam teori ELM digambarkan bahwa gambar yang jelas, bahasa yang digunakan
pesan atau sebuah informasi akan dapat diterima bahasa Sunda, penggunaan kata dan kalimat
tergantung dari motivasi yang dimiliki setiap yang pendek dan tidak mempunyai arti lain.
orang dan kemampuannya untuk dapat mem- Isi pesan yang sederhana, dapat dipahami oleh
proses dan memaknai pesan tersebut (Wilson, pengunjung secara lebih baik.

7
Icca Stella Amalia / KEMAS 9 (1) (2013) 1-8

Daftar Pustaka 31: 950–955


Johnstone, M.J. & Kanitsaki, O. 2006. Culture, lan-
Anitah, S. 2009. Media pembelajaran. Surakarta: guage, and patient safety: making the link.
Yuma Presindo International Journal for Quality in Health
Aryani, D. 2009. Buku Cerita Bergambar sebagai Care, 18(5)
Media Promosi Kesehatan untuk Prevalensi Khairuna, G. 2012. Penyuluhan Gizi dengan Media
Komik untuk Meningkatkan Pengetahuan
Dini Kekerasan Seksual pada Siswa SD di
tentang Keamanan Makanan Jajanan. Jurnal
Kota Yogyakarta. Tesis. Yogyakarta: Program
Kemas, 8 (1): 67-73
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Lawson, G. 2005. The Poster Presentation: An Exer-
Bu, L & Fee, E. 2010. Communicating with Pictures:
cise In Effective Communication. Journal of
The Vision of Chinese Anti-Malaria Posters. Vascular Nursing, 23(4)
American Journal of Public Health, 100(3) Sajadian, A. & Montazeri, A. 2004. Do women read
Departemen Kesehatan RI. 2004. Pusat Promosi poster displays on breast cancer in wait-
Kesehatan, Pengembangan Media Promosi ing rooms?. Journal of Public Health, 26(4):
Kesehatan, Jakarta 355–358
Huddle, P.A. 2000. How to Present A Paper or Poster. Smith, R. 2007. Media Depictions of Health Topics:
Journal of Chemical Educatio, 77(9) Challenge and Stigma Formats. Journal of
Iversen, M.K., Handeli, M.N. & Jensen, E.N. 2007. Health Communication: International Per-
Effect of health-promoting posters placed on spectives, 12(3): 233-249
the platform of two train stations in Copen- Wilson, B.J. 2007. Designing Media Message about
hagen, Denmark, on the choice between tak- Health dan Nutrition: What Strategies Are
ing the stairs or the escalators: a secondary Most Effective?. Journal Nutrition Education
publication. International Journal of Obesity, Behavior, 39: S13-S19

Anda mungkin juga menyukai