Anda di halaman 1dari 8

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Jurlal Gizi Indonesia (Jurnal Gizi Indonesia)


Jurnal Gizi Indonesia Jil. 12, No. 1, Desember 2023 (36-43)
Dikirim: 8 Maret 2023, Diterima: 7 Desember 2023
On linehttps://ejournal.undip.ac.id/index.php/jgi

Stres psikososial, preferensi makanan, dan screen time dengan


status gizi wanita usia subur di Desa Sukamulya, Tangerang
Daerah
Siti Badriyah1, Vitria Melani1*, Laras Sitoayu2, Lintang Purwara Dewanti1, Putri Ronitawati2

ABSTRAK
Latar belakang: Pertambahan usia dan kondisi pandemi yang dialami menyebabkan Perempuan Usia Reproduksi (WRA) banyak menghadapi
permasalahan lingkungan yang mengganggu jiwa sehingga menimbulkan stres psikososial. Strategi untuk menghadapi stres disebut coping with
stress. Waktu menatap layar yang lebih lama dan kadar gula, garam, atau lemak yang tinggi untuk mengatasi stres dapat mengubah status gizi.

Objektif: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan stres psikososial, preferensi makanan, dan screen time
dengan status gizi WRA di Desa Sukamulya Kabupaten Tangerang.
Bahan dan metode: Desain penelitian ini adalah cross-sectional dan dilakukan pada bulan Maret 2022 di Desa
Sukamulya Kabupaten Tangerang. Sampel penelitian berjumlah 55 partisipan dengan teknik purposive sampling.
Kuesioner yang digunakan adalah Instrumen Penilaian Stres Psikososial, Kuesioner Frekuensi Makanan, dan recall
screen time. Analisis data menggunakan uji Chi-Square.
Hasil: Mayoritas partisipan mengalami stres psikososial (61,8%), preferensi makanan rendah gula, garam, dan lemak
(63,6%), dan sebagian besar berada pada kategori screen time tinggi (52,7%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara stres psikososial dan preferensi makanan dengan status gizi (p > 0,05), namun terdapat
hubungan antara screen time dan status gizi (p = 0,011).
Kesimpulan: Pada penelitian ini preferensi makanan dan stres psikososial bukan merupakan faktor yang mempengaruhi status gizi.

Kata kunci:BMI; preferensi makanan; stres psikososial; waktu layar; wanita usia reproduksi

LATAR BELAKANG
Perempuan Usia Reproduksi (WRA) merupakan kelompok perempuan produktif yang berkisar antara 15-49 tahun
tanpa memandang status perkawinan mereka.1Status gizi merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan pada kelompok ini.
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2014, penduduk usia ≥18 tahun di dunia mengalami underweight
sebanyak 462 juta orang, dan 1,9 miliar orang kelebihan berat badan.2Pada tahun 2016, secara global, 9,4% wanita berusia >19
tahun mengalami kekurangan berat badan.3Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Nasional tahun 2018, pada perempuan >18
tahun di Indonesia, 7,8% mengalami kekurangan berat badan, 15,1% kelebihan berat badan, dan 29,3% mengalami obesitas.4Di
Provinsi Banten, prevalensi status gizi berdasarkan IMT pada wanita usia ≥18 tahun adalah 7,25% kurus, 15,54% kelebihan berat
badan, dan 30,05% obesitas. Lebih spesifiknya, Kabupaten Tangerang mempunyai angka kejadian kelebihan berat badan diatas
angka kejadian kelebihan berat badan di Provinsi Banten yaitu sebesar 17,03%.5
Survei pendahuluan yang dilakukan sebelumnya di Desa Sukamulya, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten terhadap 25
orang perempuan berusia 15-33 tahun menemukan bahwa 28% diantaranya mengalami kelebihan berat badan dan obesitas. Sebanyak
70% yang mengalami kelebihan berat badan adalah wanita berusia >20 tahun dan 52% wanita mengeluhkan perasaan tertekan akibat
suatu kondisi atau masalah, terutama konflik keluarga dan ekonomi. Preferensi makanan yang mereka sukai adalah camilan dan
makanan yang asin dan gurih. Selain itu, 68% memiliki screen time yang tinggi yaitu lebih dari 2 jam per hari. Berdasarkan hasil tersebut
maka penelitian dilakukan di wilayah Desa Sukamulya.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan masalah gizi, termasuk stres psikososial. Survei WHO pada tahun 2020
terhadap 130 negara menemukan bahwa 89% negara tersebut menyertakan rencana dukungan kesehatan mental dan
psikososial dalam menangani COVID-19. Survei ini menunjukkan bahwa COVID-19 berdampak pada kesehatan psikososial.6
Penelitian sebelumnya pada tahun 2018 menunjukkan adanya hubungan antara stres psikososial dengan status gizi remaja.
Sifat stres mempengaruhi kemampuan individu dalam beradaptasi terhadap stres dan karakter individu, sehingga stres
psikososial harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan depresi. Stres psikososial diketahui menjadi salah satu faktor
kenaikan berat badan pada remaja melalui mekanisme perubahan konsumsi dan pilihan makanan.7
Pilihan atau preferensi makanan saat menghadapi stres cenderung pada makanan berenergi tinggi seperti tinggi gula,
garam, dan lemak. Preferensi terhadap makanan manis, asin, dan berlemak ditemukan memiliki hubungan yang signifikan

1Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul, Indonesia
2Program Studi Profesi Ahli Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul, Indonesia
*
Korespondensi:vitria@esaunggul.ac.id
Siti Badriyah, Vitria Melani, Laras Sitoayu, Lintang Purwara Dewanti, Putri Ronitawati

status gizi.8Ada anggapan bahwa konsumsi makanan manis, asin, dan berlemak merupakan strategi mematikan perasaan dan
ingatan seseorang terhadap suatu hal atau peristiwa yang tidak menyenangkan.9Konsumsi ketiga jenis makanan tersebut dan
aktivitas sedentary akan menyebabkan penumpukan lemak.
Selain itu, aktivitas duduk yang lebih banyak, khususnya selama pandemi COVID-19, dapat meningkatkan aktivitas screen time.
Penelitian di Semarang pada tahun 2016 menunjukkan bahwa screen time yang lebih lama dan aktivitas fisik yang lebih rendah dapat
meningkatkan risiko kelebihan berat badan dan obesitas. Waktu menatap layar dapat menyebabkan peningkatan asupan energi dan
perubahan proses metabolisme.10
Menurut hasil penelitian yang dilakukan di Universitas Tanjungpura bahwa terdapat
hubungan antara stres dengan indeks massa tubuh mahasiswi Fakultas Kedokteran.11
Sedangkan hasil penelitian Zaini (2020) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat
stres psikososial dengan status gizi siswi kesehatan di Kabupaten Jember karena stres tidak berpengaruh langsung
terhadap status gizi siswi.12Penelitian terkait preferensi makanan pada tahun 2017 menyatakan bahwa preferensi
makanan juga memiliki hubungan yang lemah dengan status gizi siswi. Preferensi pangan tidak dapat mempengaruhi
status gizi secara langsung kecuali melalui tingkat kecukupan energi yang dikonsumsi.13Namun penelitian lain juga pada
tahun 2017 menyatakan bahwa terdapat hubungan antara preferensi makanan dengan rasa manis atau asin serta status
gizi.8Mengkonsumsi makanan berenergi tinggi dengan screen time yang tinggi akan meningkatkan status gizi.14

Sejauh pengetahuan kami, belum ada penelitian yang menyebutkan hubungan antara stres psikososial, preferensi
makanan, dan screen time terhadap status gizi. Maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan tersebut pada WRA
di Desa Sukamulya Kabupaten Tangerang.

BAHAN DAN METODE


Desain penelitian menggunakan cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di tiga lingkungan di Desa
Sukamulya, Kabupaten Tangerang pada bulan Maret-Agustus 2022. Persetujuan etik penelitian ini diperoleh dari
Komisi Etik Penelitian Universitas Esa Unggul, no. 0922-02.031/DPKE-KEP/FINAL-EA/UEU/II/2022. Selanjutnya
penelitian ini juga mendapat persetujuan dari partisipan yang bersangkutan sebelum penelitian dimulai dengan
mengisi surat pernyataan persetujuan untuk berpartisipasi dalam penelitian.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Dimana sampel diambil sesuai dengan
pertimbangan karakteristik dan kriteria inklusi untuk memperoleh informasi dan data yang sesuai dengan tujuan
penelitian. Jumlah populasi sebanyak 86 WRA berusia 19-34 tahun di tempat penelitian. Karena kondisi pandemi, maka
dimungkinkan untuk membatasi wilayah penelitian sehingga penelitian dilakukan di 3 lingkungan dalam satu desa.
Pengambilan sampel juga didasarkan pada siapa yang bersedia dijadikan sampel penelitian untuk mencapai jumlah
sampel yang minimal. Sampel minimal dalam penelitian ini adalah 50 partisipan dan tambahan 10% untuk menghindari
drop out. Jumlah tersebut dihitung berdasarkan rumus uji dua proporsi. Peserta dalam penelitian ini berjumlah 55
orang.
Peserta yang memenuhi syarat memenuhi kriteria berikut: (1) berusia antara 19 dan 34 tahun; (2) memiliki dan
menggunakan perangkat elektronik (smartphone, laptop/komputer, dan televisi); (3) penduduk dan berdomisili di
tempat penelitian; (4) hadir pada saat penelitian dilakukan dan dalam keadaan sehat; (5) bersedia menjadi peserta
penelitian. Sedangkan peserta yang memenuhi kriteria tidak termasuk: (1) mahasiswa; (2) hamil; (3) bekerja pada profesi
tertentu dengan tuntutan pekerjaan di depan layar elektronik dan juga memiliki anak usia sekolah; (4) berpindah tempat
tinggal di luar tempat penelitian; (5) tidak mengikuti rangkaian pengumpulan data penelitian sampai selesai; dan (6)
mengundurkan diri sebagai peserta.
Variabel independen dalam penelitian ini meliputi stres psikososial, preferensi makanan, dan screen time
dengan variabel dependen berupa status gizi. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara untuk
kuesioner preferensi makanan dan screen time, sedangkan formulir yang diisi sendiri digunakan untuk data stres
psikososial. Kuesioner data karakteristik berisi umur, status pekerjaan, dan gaji bulanan. Pengukuran
antropometri adalah berat dan tinggi badan dengan menggunakan timbangan digital dan microtoice digital.
Indeks Massa Tubuh (BMI) dihitung sebagai berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter
kuadrat. BMI dikategorikan menjadi dua kategori, normal dan abnormal (underweight dan obesitas), sesuai
klasifikasi status gizi masyarakat Indonesia oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dimana status gizi
underweight apabila BMI <18,5 kg/ M2, 18,5-25,0kg/m2normal, dan obesitas jika nilai BMI >25,0 kg/m22.15
Instrumen Penilaian Stres Psikososial (IPSP) digunakan untuk mengukur tingkat stres psikososial.
Kuesioner ini terdiri dari 35 peristiwa yang dialami selama enam bulan terakhir dan satu item kosong tambahan
(nomor 36) jika ada peristiwa lain yang dapat disebutkan oleh peserta. Jumlah skor tersebut diinterpretasikan ke
dalam tujuh kategori. Kategori tersebut adalah: tidak mengalami stres (0); mengalami rendah atau sedikit

Hak Cipta © 2023; Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), Volume 12 (1), 2023 e-
ISSN : 2338-3119, p-ISSN: 1858-4942
37
Stres psikososial, preferensi makanan, dan screen time dengan status gizi wanita
usia subur di Desa Sukamulya Kabupaten Tangerang

stres (1-8); mengalami stres ringan (9-16); stres sedang (25-33); stres tinggi (25-33); stres sangat tinggi (34-40); dan
stres bencana (>41). Berdasarkan ketujuh kategori tersebut, selanjutnya dikategorikan menjadi dua kategori
besar: stres dan non-stres. Kategori stres jika skor dan interpretasi IPSP termasuk dalam kategori stres rendah
hingga katastropik. IPSP telah diuji oleh penelitian-penelitian sebelumnya untuk digunakan pada penelitian
selanjutnya.16
Kuesioner preferensi makanan manis, asin, dan berlemak menggunakan FFQ dan dikategorikan menjadi dua
kategori yaitu preferensi makanan tinggi gula, garam, dan lemak serta rendah gula, garam, dan lemak. Daftar makanan
manis, asin, dan berlemak diperoleh dari data makanan yang biasa dikonsumsi dan terdapat di sekitar tempat penelitian.
Jika skor FFQ lebih baik/sama dengan skor rata-rata seluruh sampel, maka dikategorikan preferensi makanan tinggi gula,
garam, dan lemak.17
Kuesioner mengingat waktu layar menyederhanakan Kuesioner Perilaku Menetap Dewasa (ASBQ)
untuk mengumpulkan data waktu pemakaian perangkat rata-rata selama empat hari sebelumnya pada hari kerja dan
akhir pekan. Durasi screen time termasuk dalam kategori High Screen Time (HST) jika rata-rata screen time dalam empat
hari lebih tinggi dari median data yaitu 210 menit per hari. Data median dijadikan titik potong karena belum ada aturan
yang menyebutkan besarnya batasan screen time bagi orang dewasa. Data numerik dari variabel screen time diuji data
normalnya menggunakan Kolmogorov-Smirnov, dan menunjukkan bahwa data tidak berdistribusi normal (P <0,005).
Jadi, titik potong yang digunakan dalam penelitian ini adalah data median.
Seluruh data dianalisis menggunakan SPSS versi 25.0 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA). Statistik deskriptif
digunakan untuk uji univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi karakteristik dan seluruh variabel dalam
penelitian ini. Selain itu, uji Chi-Square digunakan untuk menganalisis hubungan masing-masing variabel
independen dan dependen dengan tingkat signifikansi 0,05.18

HASIL
Karakteristik peserta disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Partisipan dan Variabel Penelitian (n = 55)


Karakteristik N (%)
Usia
Remaja akhir (19-25 tahun) 19 (34,5)
Dewasa awal (26-34 tahun) 36 (65,5)
Status Pekerjaan
Penganggur 35 (63.6)
Bekerja 20 (36.4)
Gaji bulanan
Tidak ada pendapatan 35 (63.6)
Pendapatan rendah (< Rp 4.230.792/bulan) 11 (20.0)
Pendapatan tinggi (≥ Rp 4.230.792/bulan) 9 (16.4)
Stres psikososial
Menekankan 34 (61.8)
Tanpa stres 21 (38.2)
Preferensi makanan
Preferensi makanan tinggi gula, garam, dan lemak 20 (36.4)
Preferensi makanan rendah gula, garam, dan lemak 35 (63.6)
Waktu layar
HST (> 210 menit/hari) 26 (47.3)
LST (≤ 210 menit/hari) 29 (52.7)
BMI
Abnormal 22 (40.0)
Normal 33 (60.0)
HST: Waktu Layar Tinggi, LST: Waktu Layar Rendah, BMI: Indeks Massa Tubuh. Rp 4.230.792/bulan: upah minimum
regional Kabupaten Tangerang 2022.

Usia peserta mayoritas berada pada rentang 26-34 tahun, kelompok dewasa awal (65,5%). Sebanyak 35 peserta
(63,6%) adalah ibu rumah tangga. Sebagian besar peserta yang bekerja mempunyai pendapatan rendah atau < Rp
4.230.792/bulan (20,0%). Terlihat pula pada Tabel 1 sebagian besar partisipan mengalami stres psikososial (61,8%).
Partisipan dengan preferensi makanan tinggi terhadap gula, garam, dan lemak sebanyak 20 orang (36,4%), dan screen
time terbanyak ditemukan pada kategori HST (52,7%). Sebagian besar peserta memiliki BMI dalam kategori normal
(60,0%).

Hak Cipta © 2023; Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), Volume 12 (1), 2023 e-
ISSN : 2338-3119, p-ISSN: 1858-4942
38
Siti Badriyah, Vitria Melani, Laras Sitoayu, Lintang Purwara Dewanti, Putri Ronitawati

Hasil analisis Chi-Square pada Tabel 2 menunjukkan bahwa stres psikososial (p=0,428) dan
preferensi makanan (p=0,567) tidak berhubungan dengan status gizi. Namun terdapat hubungan yang
signifikan antara screen time dengan status gizi (p = 0,011).

Tabel 2. Hubungan Stres Psikososial, Preferensi Makanan, dan Durasi Layar dengan Status Gizi
BMI
Total
Variabel Abnormal Normal P
N % N % N %
Stres psikososial
Menekankan 15 44.1 19 55.9 34 100,0 0,428
Tanpa stres 7 33.3 14 66.7 21 100,0
Preferensi makanan
Preferensi makanan tinggi gula, garam, dan lemak 7 35.0 13 65.0 20 100,0 0,567
Preferensi makanan rendah gula, garam, dan lemak 15 42,9 20 57.1 35 100,0
Waktu layar
HST 15 48.3 11 27.6 26 100,0 0,011*
LST 7 24,1 22 26.9 29 100,0
*
p<0,05 signifikan, HST: Waktu Layar Tinggi, LST: Waktu Layar Rendah, BMI: Indeks Massa Tubuh

DISKUSI
Partisipan penelitian ini mayoritas berada pada rentang usia dewasa awal, yakni 26-35 tahun.19Selain itu, sebagian besar
peserta penelitian ini juga merupakan pengangguran. Namun ada pula yang berprofesi sebagai pegawai pabrik. Peserta yang sudah
menikah sebagian besar adalah ibu rumah tangga, sehingga untuk memenuhi kebutuhannya terutama pangan hanya bersumber dari
suami. Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi WRA dengan menggambarkan tingkat aktivitas dan
kesejahteraan ekonomi melalui besarnya pendapatan. Status keuangan mereka yang rendah membuat mereka sulit memenuhi
kebutuhan gizi dan pangan. Rumah tangga dengan pendapatan lebih tinggi memungkinkan mereka mengonsumsi makanan yang lebih
beragam dan bergizi, sehingga mempengaruhi status gizi mereka.20
Mayoritas peserta yang bekerja mempunyai pendapatan rendah. Pendapatan rendah berkorelasi positif dengan kualitas
belanja pangan. Secara signifikan, rendahnya konsumsi makanan di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah memiliki kualitas gizi
yang lebih rendah karena mereka kurang membeli makanan sehat, lebih sedikit buah dan sayuran, dan lebih banyak minuman manis.20
Pendapatan dan status keuangan yang rendah juga memicu stres bagi WRA.
Pemicu stres yang paling banyak ditemukan pada partisipan penelitian ini adalah stres akibat ekonomi dan
stres akibat lingkungan dan beban kerja. Berdasarkan hasil uji bivariat ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara
stres psikososial dengan status gizi. Partisipan dengan stres psikososial ditemukan memiliki status gizi paling normal.
Temuan ini kemungkinan disebabkan karena usia partisipan sudah memasuki tingkat kematangan emosi dan psikologis
sehingga mampu mengelola stres dengan baik tanpa melibatkan perubahan pola makan. Remaja akhir hingga dewasa
>18 tahun sudah memiliki emosi yang lebih matang dibandingkan remaja pertengahan.20Selain itu, coping stress yang
mereka lakukan juga tidak menyebabkan perubahan nafsu makan sedikit banyak, sehingga mekanisme stress terhadap
status gizi melalui adanya gangguan makan pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan.

Stres psikososial merupakan respon tubuh individu terkait interaksinya dengan ancaman sosial
situasi, termasuk pengucilan dan evaluasi sosial.21Stresor psikososial berasal dari berbagai fenomena di lingkungannya, baik lingkungan
tempat tinggal, pekerjaan, maupun masyarakat, yang dapat mengganggu mental. Penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 61,8%
mengalami stres psikososial. Penyebab stres tertinggi adalah karena masalah ekonomi.22Penelitian terhadap pelajar di Tiongkok pada
tahun 2017 juga menunjukkan bahwa 19,6% melaporkan tingkat stres ketidakpastian yang tinggi. Selain itu, dalam penelitian ini, 8,6%
siswa melaporkan tingkat stres hidup yang tinggi terkait dengan rendahnya pendapatan keluarga.22Diduga, akibat dampak pandemi
COVID-19 beberapa tahun terakhir, ada yang kehilangan pekerjaan dan tidak mempunyai penghasilan tambahan, sehingga
menimbulkan permasalahan ekonomi yang menimbulkan stres psikososial. Individu dengan status sosial ekonomi rendah dua hingga
tiga kali lebih mungkin mengalami stres.23
Ketika stres terjadi, ancaman yang dirasakan akan mengaktifkan poros neuroendokrin hipotalamus-hipofisis-adrenal
(HPA), sehingga merangsang sekresi kortisol.24Insulin dan kortisol dapat bertindak sinergis untuk mengatur lipogenesis. Selain
itu, peningkatan kortisol merangsang glukoneogenesis yang mengakibatkan resistensi insulin. Peningkatan kortisol di bawah
tekanan psikososial dapat meningkatkan aktivasi otak terhadap stres dan jalur motivasi penghargaan, sehingga meningkatkan
keinginan terhadap makanan berkalori tinggi seperti yang tinggi gula, garam, dan lemak.25
Mengatasi stres setiap individu berbeda-beda dan tidak selalu berhubungan dengan perubahan pola makan. Seperti pada penelitian ini,
berdasarkan wawancara sebagian besar partisipan menyatakan tidak melampiaskan atau mengutarakan kondisi tidak menyenangkan yang dirasakannya.

Hak Cipta © 2023; Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), Volume 12 (1), 2023 e-
ISSN : 2338-3119, p-ISSN: 1858-4942
39
Stres psikososial, preferensi makanan, dan screen time dengan status gizi wanita
usia subur di Desa Sukamulya Kabupaten Tangerang

Biasanya jalan-jalan, salat, atau bermain smartphone, apalagi bermain dengan anak bagi yang sudah menikah akan
membuat mereka lebih tenang, dan hal-hal yang menjadi pemicu stres psikososial tidak menjadi beban yang berat untuk
dipikirkan dan diganggu. Hasil tersebut serupa dengan penelitian yang dilakukan pada mahasiswa kesehatan di
Kabupaten Jember, bahwa tidak terdapat hubungan antara stres psikososial dengan status gizi mahasiswa yang
mayoritas berusia 19-21 tahun. Stres psikososial tidak berkorelasi langsung dengan status gizi tetapi melalui pola
perilaku pemenuhan gizi. Dari sudut pandang stres, tidak semua orang yang terpapar stresor psikososial akan
mengalami stres.26
Preferensi makanan juga tidak ditemukan berhubungan dengan status gizi. Sebagian besar peserta memiliki
preferensi makanan rendah gula, garam, dan lemak. Pengalaman keterbatasan finansial tidak memungkinkan mereka memilih
makanan atau jajanan yang tinggi gula, garam, lemak dan makanan sumber lauk hewani seperti daging merah. Makanan
berenergi tinggi yang biasa mereka konsumsi seringkali hanya tersedia di warung terdekat seperti mie instan dan kerupuk
sehingga konsumsi gula, garam dan lemak tidak terlalu bervariasi dan tinggi. Mayoritas dari mereka memiliki BMI normal. Sama
halnya dengan penelitian yang dilakukan pada 350 mahasiswa keperawatan Politeknik Kesehatan Medan, tidak ditemukan
hubungan antara preferensi makanan dengan status gizi dan hubungan yang lemah.12Berbeda dengan penelitian yang
dilakukan di Teresina terhadap 1.036 remaja sekolah, terdapat hubungan antara preferensi makanan dengan status gizi pada
remaja.8
Ada anggapan bahwa mengonsumsi makanan manis, asin, dan berlemak merupakan strategi untuk meningkatkan mood.9
Namun dalam penelitian ini, sebagian besar partisipan tidak menggunakan jenis makanan tersebut untuk mengatasi stres.
Berdasarkan hasil penelitian, 63,6% partisipan memiliki preferensi makanan yang rendah gula, garam, dan lemak. Berdasarkan
data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan bersikap netral dan tidak berlebihan terhadap konsumsi makanan
tinggi gula, garam, dan lemak. Kemungkinan ketika mereka stres, ada aktivitas lain yang mereka lakukan sebagai coping stres.

Selain itu, faktor ekonomi juga memungkinkan mereka untuk memilih makanan tergantung pada ketersediaan perekonomian
keluarga sehingga jarang mengkonsumsi berbagai makanan atau jajanan yang tinggi gula, garam, dan lemak atau lauk hewani yang
tinggi lemak seperti daging. Makanan berenergi tinggi yang paling sering dikonsumsi rata-rata hanya tersedia di warung-warung,
seperti kerupuk dan mie instan, sehingga pola konsumsi gula, garam, dan makanan berlemak tidak terlalu tinggi dan bervariasi. Studi
sebelumnya berdasarkan survei di Mongolia Dalam mencatat bahwa kelompok sosial ekonomi tinggi relatif lebih banyak mengonsumsi
makanan tinggi lemak seperti daging merah, kalori tinggi, dan gula dibandingkan kelompok sosial ekonomi rendah.13

Lebih lanjut, faktor yang diduga menjadi pemicu peningkatan status gizi peserta selain preferensi makanan
yang tinggi gula, garam, dan lemak adalah karena efek penggunaan alat kontrasepsi suntik/pil mengingat sebagian
besar dari mereka sudah menikah. Berdasarkan pernyataan partisipan, berat badan mereka meningkat secara signifikan
setelah menikah dan rutin menggunakan alat kontrasepsi. Partisipan yang sudah menikah pada penelitian ini sebanyak
78,2% dan hampir seluruhnya menggunakan alat kontrasepsi baik pil maupun suntik. Berdasarkan penelitian
sebelumnya di Surabaya disebutkan pengaruh penggunaan alat kontrasepsi suntik selama tiga bulan atau lebih
terhadap penambahan berat badan.27Jadi, dalam hal ini preferensi makanan terhadap gula, garam, dan lemak bukanlah
faktor utama perubahan status gizi peserta.
Partisipan dengan preferensi gula, garam, dan lemak yang tinggi sebagian besar terdapat pada partisipan dengan status gizi
normal, dan ada pula yang memiliki berat badan kurang. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa individu dengan status gizi kurang
dan normal lebih menyukai makanan manis.8Hal ini diperkirakan mempengaruhi skor preferensi para peserta terhadap makanan yang
mengandung gula, garam, dan lemak. Intensitas rasa manis tidak memprediksi jumlah kalori makanan atau minuman manis.(28) Selain
itu, makanan dan minuman manis cenderung tinggi gula atau karbohidrat sederhana yang sangat mudah diserap tubuh. Metabolisme
pada orang yang berstatus gizi kurang dan normal cenderung lebih cepat. Jadi, tingginya konsumsi gula, garam, dan lemak tidak
menunjukkan perubahan yang signifikan terhadap status gizinya. Mirip dengan ulasan yang dilakukan pada tahun 2021 yang
menyatakan bahwa preferensi makanan manis atau asin tidak berbeda menurut BMI individu. Angka kejadian obesitas juga tidak bisa
dibuktikan dengan tingginya konsumsi makanan manis seperti yang diharapkan.28

Kejadian obesitas juga disebabkan oleh asupan kalori yang berlebihan disertai dengan kurangnya aktivitas fisik
dan peralihan perilaku screen time. Durasi layar adalah waktu yang dihabiskan seseorang di depan layar media digital.
Mayoritas partisipan pada penelitian ini berada pada kategori HST. Hasil uji bivariat menunjukkan adanya hubungan
antara screen time dengan status gizi. Peserta dengan HST sebagian besar mengalami obesitas, dan peserta dengan
kategori LST memiliki status gizi lebih normal. Ditemukan bahwa peserta dengan usia muda (<25 tahun) dan belum
menikah cenderung lebih banyak menggunakan ponsel pintar sehingga aktivitas fisik menjadi sangat jarang. Menurut
penelitian sebelumnya pada mahasiswa Universitas Hong Kong bahwa peningkatan kecanduan ponsel pintar dibarengi
dengan penurunan aktivitas fisik.29

Hak Cipta © 2023; Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), Volume 12 (1), 2023 e-
ISSN : 2338-3119, p-ISSN: 1858-4942
40
Siti Badriyah, Vitria Melani, Laras Sitoayu, Lintang Purwara Dewanti, Putri Ronitawati

Screen time mengurangi aktivitas fisik karena cenderung dilakukan dengan duduk dan menatap layar dalam
waktu lama dan secara tidak langsung mempengaruhi kondisi penambahan berat badan.30Partisipan yang sudah
menikah dan berkeluarga, selain menonton televisi, memakan makanan anaknya yang belum dimakan. Oleh karena itu,
jika dilakukan secara terus menerus dapat meningkatkan asupan energi peserta, bila keadaan ini dibarengi dengan
penurunan aktivitas fisik yang dapat menyebabkan permasalahan gizi.
Hasil penelitian serupa yang dilakukan pada remaja di pinggiran kota Philadelphia, terdapat hubungan antara
screen time dan BMI.31Kecanduan gadget berdampak negatif terhadap kesehatan, pengelolaan stres, kesehatan rohani,
gizi, dan aktivitas fisik.32Kurangnya aktivitas fisik akibat screen time menyebabkan penumpukan lemak dan
menyebabkan obesitas.
Kekuatan penelitian ini adalah membahas hubungan stres psikososial, preferensi makanan, dan screen
time terhadap status gizi pada kelompok umur yang lebih spesifik (WRA). Penelitian ini juga menunjukkan hasil
bahwa screen time yang tinggi serta faktor lain berupa penggunaan kontrasepsi dapat meningkatkan status gizi
pada WRA.
Terdapat keterbatasan dalam penelitian ini dimana partisipan kesulitan mengingat jumlah screen time
saat menggunakan teknik screen time recall. Kedua, karena penelitian ini dilakukan dari rumah ke rumah,
sehingga tidak dapat mengontrol kondisi lingkungan saat berada di rumah partisipan. Terkadang bagi sebagian
peserta, proses wawancara berjalan terburu-buru.
Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya topik serupa juga dilakukan dengan desain yang berbeda, misalnya case-control
penelitian, untuk menemukan hubungan sebab akibat. Selanjutnya, penelitian dapat mengetahui hubungan pil KB dan suntikan
terhadap status gizi. Peserta dapat mengisi data setiap hari untuk pengumpulan data, terutama pada saat screen time, untuk
mengurangi bias.

KESIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara waktu layar dan status gizi
WRA. Tidak ada hubungan antara stres psikososial, preferensi makanan, dan status gizi. Pemberian edukasi
melalui kegiatan sosial terkait gizi dan aktivitas fisik oleh petugas Pelayanan Kesehatan khususnya ahli gizi
untuk meningkatkan kesadaran peserta akan pentingnya berolahraga dan menjaga berat badan optimal
serta konsumsi suplemen penambah darah bagi remaja putri untuk memenuhi kebutuhan zat besi
sebelumnya. kehamilan. Tujuannya agar mereka semakin mengurangi screen time yang seharusnya hanya
maksimal 2-3 jam per hari dan melakukan aktivitas fisik seperti olahraga untuk mencapai status gizi optimal.

PENGAKUAN
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada seluruh partisipan atas kesediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak Desa Sukamulya Kabupaten Tangerang dan masing-masing kepala lingkungan yang
telah memberikan izin sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan. Naskah ini telah diikutsertakan dalam Pelatihan Penulisan Artikel
Ilmiah (SAWT) Angkatan VII Program Kerja GREAT 4.1.e Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul.

REFERENSI
1. Murewanhema G. Keragu-raguan vaksinasi di kalangan perempuan usia subur di rangkaian terbatas
sumber daya: Penyebab kekhawatiran kesehatan masyarakat. Pan Afr Med J.2021;38. DOI: 10.11604/
pamj.2021.38.336.28953.
2. Organisasi Kesehatan Dunia. Lembar Fakta - Malnutrisi. 2020. Tersedia dari: https://www.who.int/newsroom/
fact-sheets/detail/malnutrition [Terakhir diakses pada 11 Mei 2021]
3. Organisasi Kesehatan Dunia. Prevalensi berat badan kurang/kurus, kasar. 2017. Tersedia dari: https://
www.who.int/data/gho/data/themes/topics/topic-details/GHO/prevalence-of-underweightthinness-crude
[Terakhir diakses pada 11 Mei 2021]
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. Kementerian
Kesehatan RI. 2018;1–582.
5.Kemenkes RI. Laporan RISKESDAS Provinsi Banten 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. 2018;575.
6. SIAPA. COVID-19 mengganggu layanan kesehatan mental di sebagian besar negara, survei WHO. 2020. Tersedia dari:
https://www.who.int/news/item/05-10-2020-covid-19-disrupting-mental-health-services-in-mostcountries-who-
survey [Terakhir diakses pada Oktober 2021 9]

Hak Cipta © 2023; Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), Volume 12 (1), 2023 e-
ISSN : 2338-3119, p-ISSN: 1858-4942
41
Stres psikososial, preferensi makanan, dan screen time dengan status gizi wanita
usia subur di Desa Sukamulya Kabupaten Tangerang

7. Nugroho RF, Hanim D, Lanti Y, Dewi R. Stres Psikososial, Asupan Energi dan Kalsium Berhubungan
Dengan Status Gizi Remaja Wanita. J Keperawatan Soedirman. 2018;13(2):92–9. DOI:
10.20884/1.jks.2018.13.2.841
8. Santos MM dos, Marreiros CS, da Silva HBS, de Oliveira ARS, Cruz KJC. Hubungan antara
kepekaan rasa, preferensi rasa manis dan asin, dan status gizi remaja sekolah negeri.
Pendeta Nutr. 2017;30(3):369–75. DOI: 10.1590/1678-98652017000300009
9. Vilija M, Romualdas M. Makanan tidak sehat kaitannya dengan gejala stres pasca trauma pada remaja. Nafsu
makan. 2014;74:86–91. DOI: 10.1016/j.appet.2013.12.002
10. Maher C, Olds TS, Eisenmann JC, Dollman J. Durasi layar lebih terkait kuat dibandingkan aktivitas fisik dengan
kelebihan berat badan dan obesitas pada warga Australia berusia 9 hingga 16 tahun. Acta Paediatr Int J Paediatr.
2012;101(11):1170–4. DOI: 10.1111/j.1651-2227.2012.02804.x
11. Purwanti M, Putri EA, Ilmiawan MI, Wilson, Rozalina. Hubungan tingkat stres dengan indeks massa
tubuh mahasiswa pspd fk untan. 2017;3(2):1–10. DOI: 10.30602/JVK.V3I2.116
12. Zaini M.Hubungan Stres Psikososial Dengan Status Gizi Pada Mahasiswa Kesehatan Di Kabupaten
Jember. J Kesehat. 2020;8(1):9. DOI: 10.46815/jkanwvol8.v8i1.38
13. Tinah. Hubungan Preferensi Makanan Asrama dan Konsumsi Pangan dengan Status Gizi Mahasiswa/I Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Medan Tahun 2014. J Mutiara Kesehat Masy. 2017;1(2):31–40.

14. Kadita F, Wijayanti HS. Hubungan Konsumsi Kopi dan Screen-Time dengan Lama Tidur dan Status Gizi
Pada Dewasa. J Nutr Kol. 2017;6(4):301–6. DOI: 10.14710/jnc.v6i4.18665
15. Utami NP, Ayuningtyas CE, Hariyono W. Asosiasi komposisi tubuh dan pengukuran antropometri
dengan hipertensi pada pekerja di universitas ahmad dahlan. Elektron J Gen Med. 2020;17(5):1–6.
DOI: 10.29333/ejgm/7880
16. Apriningtyas BG, Sumarni D, Akhmadi. Hubungan Antara Stres Psikososial Dengan Perilaku Merokok
Pada Remaja. J Kebidanan dan Keperawatan. 2013;9(1):1–9.
17. Kementerian Kesehatan RI. Survei Konsumsi Pangan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2018.
18. Sitoayu L, Nuzrina R, Rumana NA. Aplikasi SPSS Untuk Analisis Data Kesehatan Bonus Analisis Data
dengan SEM. Pekalongan, Jawa Tengah: PT Nasya Expanding Management (Penerbit NEM - Anggota
AKAPI); 2020. 198 halaman.
19. Pemantauan Dosis Radiasi Riandi K. X untuk Pasien Remaja dan Dewasa di Tempat Terkait Lingkungan Pelayanan Kesehatan
Terpilih. J Lingkungan Sci Mempertahankan Pengembang. 2021;4(1):51–68. DOI: 10.7454/jessd.v4i1.1066
20. SA Prancis, Tangney CC, Crane MM, Wang Y, Appelhans BM. Kualitas gizi dari pembelian makanan bervariasi berdasarkan
pendapatan rumah tangga: Studi SHOPPER. Kesehatan Masyarakat BMC. 2019;19(1):1–7. DOI: 10.1186/s12889- 019-6546-2

21. Icenogle G, Steinberg L, Duell N, Chein J, Chang L, Chaudhary N, dkk. Kapasitas Kognitif Remaja Mencapai
Tingkat Orang Dewasa Sebelum Kematangan Psikososialnya: Bukti “Kesenjangan Kedewasaan” dalam
Sampel Multinasional dan Lintas Bagian. Hukum Hum Perilaku. 2019;43(1):69–85. DOI: 10.1037/lhb0000315
22. Kogler L, Mueller VI, Chang A, Eickhoff SB, Fox PT, Gur RC, dkk. Stres psikososial versus fisiologis –
meta-analisis tentang penonaktifan dan aktivasi korelasi saraf dari reaksi stres. gambaran saraf.
2016;119:235–51. DOI: 10.1016/j.neuroimage.2015.06.059
23. Yang T, Yang XY, Yu L, Cottrell RR, Jiang S. Asosiasi individu dan regional antara status sosial ekonomi
dan stres ketidakpastian, dan stres kehidupan: Sebuah studi nasional yang representatif di Tiongkok.
Kesehatan Ekuitas Int J. 2017;16(1):1–8. DOI: 10.1186/s12939-017-0618-7
24. Reiss F. Ketimpangan sosial ekonomi dan masalah kesehatan mental pada anak-anak dan remaja: Tinjauan sistematis. Ilmu
Pengetahuan Sosial Med. 2013;90:24–31. DOI: 10.1016/j.socscimed.2013.04.026
25. Ruiz LD, Zuelch ML, Dimitratos SM, Scherr RE. Obesitas Remaja: Kualitas Pola Makan, Kesehatan Psikososial,
dan Faktor Risiko Kardiometabolik. Nutrisi. 2019;20(1):43. DOI: 10.3390/nu12010043
26. Ariana M. Chao, Ania M. Jastreboff, Marney A. White, Grilo CM, Sinha R. Stres, kortisol, dan hormon terkait
nafsu makan lainnya: Prediksi prospektif perubahan 6 bulan pada nafsu makan dan berat badan. Obes
(Musim Semi Perak). 2017;25(4):713–720. DOI: 10.1002/oby.21790
27. Su Y, Du S, Yang M, Wu J, Lu H, Wang X. Penentu Sosial Ekonomi Kualitas Diet pada Kegemukan dan Obesitas pada
Orang Dewasa Berusia 40–59 Tahun di Mongolia Dalam: Studi Cross-Sectional. Kesehatan Masyarakat Int J.
2021;66(November):1–7. DOI: 10.3389/ijph.2021.1604107
28. Ardiani K, Nursucahyo E, Prijambodo T, Anas M. Perbandingan Weidht Gain pada Suntik

Hak Cipta © 2023; Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), Volume 12 (1), 2023 e-
ISSN : 2338-3119, p-ISSN: 1858-4942
42
Siti Badriyah, Vitria Melani, Laras Sitoayu, Lintang Purwara Dewanti, Putri Ronitawati

Akseptor Alat Kontrasepsi 1 Bulan Dan 3 Bulan di Praktek Bidan Mandiri Tambaksari Surabaya.
Magna Medika. 2020;7(2):63. DOI: 10.26714/magnamed.7.2.2020.63-69
29. Kamil A, Wilson AR. Persepsi dan preferensi rasa manis mungkin tidak berhubungan dengan asupan makanan atau
obesitas. Nutrisi Hari Ini. 2021;56(2):62–9. DOI: 10.1097/NT.0000000000000473
30. Kwok C, Leung PY, Poon KY, Fung XCC. Pengaruh Permainan Internet dan Penggunaan Media Sosial Terhadap
Aktivitas Fisik, Tidur, Kualitas Hidup, dan Kinerja Akademik di Kalangan Mahasiswa Universitas di Hong Kong:
Studi Awal. Perilaku Penyembuhan J Soc Asia. 2021;4(1):36–44. DOI: 10.4103/shb.shb_81_20
31. Górnicka M, Hamulka J, Wadolowska L, Kowalkowska J, Kostyra E, Tomaszewska M, dkk. Pola aktivitas tidak
aktif, waktu menatap layar, dan aktivitas fisik: Hubungan dengan kelebihan berat badan, obesitas sentral,
dan kekuatan otot pada remaja Polandia. laporan dari ABC studi makan sehat. Kesehatan Masyarakat
Lingkungan Int J. 2020;17(21):1–21. DOI: 10.3390/ijerph17217842
32. Mitchell JA, Rodriguez D, Schmitz KH, Audrain-Mcgovern J. Waktu layar yang lebih lama dikaitkan dengan
obesitas remaja: Sebuah studi longitudinal tentang distribusi BMI dari Usia 14 hingga 18 tahun. Obesitas.
2013;21(3):572–5. DOI: 10.1002/oby.20157

Hak Cipta © 2023; Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), Volume 12 (1), 2023 e-
ISSN : 2338-3119, p-ISSN: 1858-4942
43

Anda mungkin juga menyukai