BAB V
PEMBAHASAN
underweight yang berusia 15-17 tahun lebih banyak dialami perempuan yaitu 58
(57,6%). Hal ini sejalan dengan penelitian Deren yang menyatakan kondisi
underweight pada remaja usia 10-19 tahun lebih tinggi angka kejadiannya pada
mengalami kekurangan berat badan tingkat berat hingga ringan. Kekurangan berat
badan tingkat berat atau disebut juga Kekurangan Energi Kronis (KEK) berat
berada dalam kategori IMT <17,0. Sedangkan, kekurangan berat badan tingkat
ringan atau disebut juga Kekurangan Energi Kronis (KEK) ringan berada dalam
kategori IMT 17,0-18,5. Meskipun dalam tingkatan ringan, kondisi ini sangat
Pekanbaru dan responden perdesaan pada SMA Negeri 3 Pekanbaru. Usia yang
mudah mengakses informasi, yang justru lebih sering terpapar isi/content yang
kurang tepat mengenai diet, sehingga mempengaruhi pola makannya. Selain itu,
ada juga yang meniru bentuk tubuh langsing dari tokoh idolanya sehingga
diet yang tidak benar, sedangkan remaja laki-laki diperoleh 32,7%. Hal tersebut
juga disebabkan peran media massa sebagai panutan remaja untuk memiliki
penampilan fisik yang menarik. Risiko yang ditimbulkan media massa pada
remaja perempuan tiga kali lebih besar, sehingga media massa sangat
makan seperti anorexia nervosa dan bulimia nervosa juga dapat mengakibatkan
Peer group atau peran kelompok teman sebaya yang berada di lingkungan
keadaan ini lebih sering pada perempuan. Pada umumnya, peer group membentuk
cara pandang yang sama terhadap sesuatu, termasuk pendapat mengenai tubuh
bandingkan bentuk tubuh sendiri dengan temannya, hal ini dapat mengakibatkan
melakukan diet ketika melihat temannya tampil menarik karena lebih langsing.
mendapatkannya dengan berbagai cara, termasuk dengan cara tidak sehat dan
tidak dianjurkan. Hal ini justru berdampak terhadap tumbuh dan kembangnya.46
yang tinggi dan seimbang, supaya tercapai potensi secara maksimal. Masalah gizi
utama adalah kurangnya intake zat besi dan makronutrien. Penelitian Sari dkk
menyatakan usia 11-18 tahun tidak memenuhi zat gizi besi pada perempuan
sebanyak 27% dan laki-laki 4%. Kondisi ini perlu diperhatikan, terutama
responden perempuan yang rentan mengalami anemia defisiensi zat besi karena
hingga dewasa.30
underweight tentang pola makan seluruh responden dalam kategori baik sebanyak
sebaliknya. Perbedaan hasil dari penelitian ini dapat disebabkan responden pada
penelitian Bello et al memiliki kesadaran yang baik dan disertai pola makan yang
baik pula.11
Noer yang menyatakan bahwa memiliki kesadaran yang tinggi terhadap pola
makan belum tentu akan menerapkan atau memperaktikkan pola makan sehat dan
seimbang. Sehingga memiliki kesadaran baik tentang pola makan tidak dapat
dipastikan memiliki berat badan yang normal/tidak. 47 Selain itu, pola makan
responden dipengaruhi juga oleh informasi yang kurang tepat mengenai diet,
meniru bentuk tubuh langsing dari tokoh idolanya, dan latihan fisik berlebihan
waktu dengan bermain internet dan media sosial, menyebabkan waktu makan
di perkotaan, dan lebih berkemungkinan memiliki status gizi baik karena dapat
kesadaran tidak yakin dengan mengatur pola makan akan membuat tubuhnya
kembali sehat. Hal ini menghalangi pengaturan pola makan yang baik akibat
Sehingga, responden tidak akan mencapai berat badan normal. Apabila kesadaran
tersebut tidak dirubah, maka akan berlanjut hingga dewasa. Keadaan ini dapat
perlu merubah kesadaran ini dengan memberikan informasi yang benar mengenai
gizi seimbang dan menerapkannya, agar tubuh kembali sehat dan mencapai berat
badan normal.15
kesadaran dengan memahami menu makanan yang tepat untuk dikonsumsi dan
sudah banyak tahu tentang pola makan seperti apa yang harus dikonsumsi. Akan
tetapi, kesadaran yang dimiliki tidak sebanding dengan kondisi underweight pada
terbatasnya asupan gizi, seperti kurangnya variasi makanan dan asupan tinggi
49
protein hewani yang banyak terdapat di aneka daging dan ikan. Akibatnya,
responden telah memiliki kesadaran terhadap menu makan dan pola makan.
perekonomian keluarga.15
nomor 7 oleh seluruh responden begitu juga pada remaja perkotaan, tetapi tidak
tidak diterapkannya. Keadaan ini dapat dilihat pada kondisi underweight pada
belum memiliki asupan makan yang baik sehingga tidak mencukupi kebutuhan
energinya. Begitu pula data Riskesdas 2013 menunjukkan lebih dari setengah
merasa dapat mengubah kebiasaan pola makannya selama ini. Keadaan ini
50
pola makannya yang salah selama ini menjadi pola makan seimbang, sesuai
dengan frekuensi, macam dan bahan makanan berdasarkan anjuran. Apabila pola
makan yang salah tidak dirubah, maka berat badan normal akan sulit dicapai.
dapat memiliki status gizi baik dan tercapai berat badan normal.17 Sedangkan,
tidak dapat dirubah selama ini. Pola makan yang salah selama inilah menjadi
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) gizi seimbang untuk merubah perilaku
artinya hanya sedikit responden memiliki kesadaran “yakin” dalam mengatur pola
makan dapat membuat tubuh kembali sehat. Kesadaran ini dapat membuat tubuh
tidak dipraktikkan oleh responden. Selain itu, juga dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, seperti faktor kesibukan di sekolah maupun di rumah, faktor ekonomi, dan
faktor lainnya. Oleh karena itu, pola makan kesehariannya tidak sesuai anjuran
dan orang tua agar dapat memperaktikkan kesadaran tentang pola makan
kesadaran dalam memahami menu makanan yang benar dan tidak banyak tahu
underweight tentang pola makan pada seluruh responden dalam kategori baik,
bahwa seseorang memiliki niat yang akan mempengaruhi perilaku. Intensi sebagai
intensi yang dimiliki. Ajzen menyatakan bahwa intensi ditentukan oleh sikap,
norma subjektif dan efikasi diri. Apabila responden memiliki intensi tentang pola
makan yang baik, dapat membentuk perilaku makan yang baik pula.39,40 Pada
penelitian ini, hampir seluruh responden memiliki niat yang baik terhadap pola
makan.
responden dengan intensi yang baik, hampir sama dengan faktor kesadaran.
Seperti tidak terbentuknya praktik gizi seimbang, pola makan dipengaruhi juga
oleh informasi yang kurang tepat mengenai diet, meniru bentuk tubuh langsing
dari tokoh idolanya, dan latihan fisik yang berlebihan yang tidak disertai asupan
nomor 1, artinya sebagian besar responden sangat ingin mengatur menu makanan
intensi tersebut dapat diketahui melalui pola makan sehari-hari.12 Melihat kondisi
53
yang salah dalam kesehariannya dan berdampak ke berat badan belum mencapai
normal. Untuk itu, perlunya pembinaan dan dukungan orang disekitar responden
membantu remaja mengetahui jenis makanan, memilih makanan yang sehat, serta
mengatur pola makan seimbang melalui pengaruh yang diberikan. Hal ini dapat
tersebut.50
sekolah belum tentu terjamin kualitas dan kecukupan gizinya.15 Hal ini
54
makanan yang dijual disekitar sekolah memiliki kualitas gizi yang kurang. Oleh
karena itu, guru serta kepala sekolah ikut berperan dalam menentukan kualitas
penjual makanan di sekitar sekolah agar menjual makanan yang dapat memenuhi
asupan gizi dan beraneka ragam. Sehingga, responden dapat tercukupi kebutuhan
melibatkan orang lain dalam mengatur asupan makanannya, karena lebih memilih
menurutnya baik. Kondisi ini apabila tidak diperhatikan dan dirubah, maka
responden tersebut dapat memiliki perilaku makan yang salah terus menerus
hingga dewasa dan sulit mendapatkan berat badan normal. 37 Untuk mengatasi hal
makannya, sehingga dapat pula menimbulkan keinginannya agar orang lain dapat
responden untuk tidak mengelola asupan makannya yang baik, sepert melewatkan
waktu makan. Akan tetapi, responden dengan intensi ini lebih mementingkan
asupan makanan yang dapat dilakukan dengan disiplin bangun pagi dan