Anda di halaman 1dari 12

44

BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Responden

Hasil yang diperoleh dari seluruh responden berdasarkan gambaran

distribusi frekuensi pada penelitian ini berupa responden dengan kondisi

underweight yang berusia 15-17 tahun lebih banyak dialami perempuan yaitu 58

responden (63,0%), dan usia terbanyak adalah 16 tahun pada 53 responden

(57,6%). Hal ini sejalan dengan penelitian Deren yang menyatakan kondisi

underweight pada remaja usia 10-19 tahun lebih tinggi angka kejadiannya pada

perempuan yaitu 19,3% dibandingkan laki-laki 10,8%.19 Selanjutnya, rentang IMT

13,86-18,48 yang diperoleh dari keseluruhan responden menunjukkan responden

mengalami kekurangan berat badan tingkat berat hingga ringan. Kekurangan berat

badan tingkat berat atau disebut juga Kekurangan Energi Kronis (KEK) berat

berada dalam kategori IMT <17,0. Sedangkan, kekurangan berat badan tingkat

ringan atau disebut juga Kekurangan Energi Kronis (KEK) ringan berada dalam

kategori IMT 17,0-18,5. Meskipun dalam tingkatan ringan, kondisi ini sangat

membutuhkan perhatian segera untuk penatalaksanaannya dalam menaikkan berat

badan supaya tidak berlanjut ke tingkat berat.15

Responden dibedakan menjadi responden perkotaan pada SMA Negeri 5

Pekanbaru dan responden perdesaan pada SMA Negeri 3 Pekanbaru. Usia yang

terbanyak pada responden perkotaan adalah 16 tahun sebanyak 30 responden

(65,2%), begitu juga responden perdesaan sebanyak 23 responden (50,0%).

Didapatkan jenis kelamin terbanyak di perkotaan maupun perdesaan yang


45

mengalami underweight adalah perempuan. Responden perempuan di perkotaan

lebih tinggi, yaitu 32 responden (69,6%) dibandingkan perdesaan 26 responden

(56,5%). Sebanding dengan penelitian Setyawati dan Setyowati menyatakan

bahwa kondisi underweigh lebih banyak dialami remaja perempuan di daerah

perkotaan dibandingkan perdesaan. Disebabkan karena responden perkotaan lebih

mudah mengakses informasi, yang justru lebih sering terpapar isi/content yang

kurang tepat mengenai diet, sehingga mempengaruhi pola makannya. Selain itu,

ada juga yang meniru bentuk tubuh langsing dari tokoh idolanya sehingga

menimbulkan body image negatif.46 Terdapat pernyataan dalam penelitian Firi

yang mengungkapkan bahwa 56,9% remaja perempuan lebih banyak melakukan

diet yang tidak benar, sedangkan remaja laki-laki diperoleh 32,7%. Hal tersebut

juga disebabkan peran media massa sebagai panutan remaja untuk memiliki

penampilan fisik yang menarik. Risiko yang ditimbulkan media massa pada

remaja perempuan tiga kali lebih besar, sehingga media massa sangat

mempengaruhi remaja perempuan dalam melakukan diet.20 Gangguan perilaku

makan seperti anorexia nervosa dan bulimia nervosa juga dapat mengakibatkan

underweight yang banyak dialami remaja perempuan dibandingkan laki-laki.24

Peer group atau peran kelompok teman sebaya yang berada di lingkungan

sekolah juga mempengaruhi responden dalam memiliki kondisi underweight.

Hubungan pertemanan dan persahabatan secara emosional menyediakan

keamanan dan kenyamanan bagi responden untuk saling berbagi informasi,

keadaan ini lebih sering pada perempuan. Pada umumnya, peer group membentuk

cara pandang yang sama terhadap sesuatu, termasuk pendapat mengenai tubuh

ideal. Sehingga memunculkan appearance comparison yaitu membanding-


46

bandingkan bentuk tubuh sendiri dengan temannya, hal ini dapat mengakibatkan

remaja memiliki ketidakpuasan terhadap bentuk tubuhnya sendiri dan berusaha

melakukan diet ketika melihat temannya tampil menarik karena lebih langsing.

Bentuk tubuh ideal yang dipersepsikan responden menimbulkan usaha untuk

mendapatkannya dengan berbagai cara, termasuk dengan cara tidak sehat dan

tidak dianjurkan. Hal ini justru berdampak terhadap tumbuh dan kembangnya.46

Pertumbuhan dan perkembangan pada masa remaja membutuhkan gizi

yang tinggi dan seimbang, supaya tercapai potensi secara maksimal. Masalah gizi

utama adalah kurangnya intake zat besi dan makronutrien. Penelitian Sari dkk

menyatakan usia 11-18 tahun tidak memenuhi zat gizi besi pada perempuan

sebanyak 27% dan laki-laki 4%. Kondisi ini perlu diperhatikan, terutama

responden perempuan yang rentan mengalami anemia defisiensi zat besi karena

mengalami menstruasi, sehingga pola makan yang benar sangat berperan.

Terjadinya defisiensi makronutrien pada remaja laki-laki dan perempuan dapat

berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang dapat berlanjut

hingga dewasa.30

5.2. Gambaran Kesadaran Remaja Underweight Tentang Pola Makan

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh sebagian besar kesadaran remaja

underweight tentang pola makan seluruh responden dalam kategori baik sebanyak

41 responden (44,6%), terdiri dari 21 responden perkotaan (45,7%) dan 20

responden perdesaan (45,7%). Kesadaran terhadap pola makan merupakan

kesiagaan responden terhadap pengelolaan makanan berdasarkan stimulus/sensasi

yang diterimanya, sehingga menunjukkan kepentingan terhadap pola makan.


47

Kesadaran memiliki peran dalam memilih makanan yang berkualitas dan

seimbang untuk dikonsumsi.38

Meskipun kesadaran responden dalam kategori baik, tetapi memiliki

kondisi underweight. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Bello et al

yang menyatakan kesadaran remaja akan mempengaruhi berat badannya. Apabila

memiliki kesadaran yang buruk dalam memperaktikkan pola makan sehari-hari

sesuai anjuran, maka akan berisiko mengalami underweight, begitu pula

sebaliknya. Perbedaan hasil dari penelitian ini dapat disebabkan responden pada

penelitian Bello et al memiliki kesadaran yang baik dan disertai pola makan yang

baik pula.11

Penelitian ini sesuai dengan pernyataan dalam penelitian Imtihani dan

Noer yang menyatakan bahwa memiliki kesadaran yang tinggi terhadap pola

makan belum tentu akan menerapkan atau memperaktikkan pola makan sehat dan

seimbang. Sehingga memiliki kesadaran baik tentang pola makan tidak dapat

dipastikan memiliki berat badan yang normal/tidak. 47 Selain itu, pola makan

responden dipengaruhi juga oleh informasi yang kurang tepat mengenai diet,

meniru bentuk tubuh langsing dari tokoh idolanya, dan latihan fisik berlebihan

yang tidak disertai kebutuhan asupan makanan bergizi.18,46 Bagi responden di

perkotaan, karena kesibukan kegiatan di sekolah dan mengikuti pelajaran di luar

sekolah, serta melakukan pekerjaan rumah, dan bahkan sering menghabiskan

waktu dengan bermain internet dan media sosial, menyebabkan waktu makan

terlewatkan, sehingga membuat pola makan tidak teratur. 14,48 Sedangkan

responden di perdesaan, lebih dipengaruhi oleh faktor ekonomi, karena

mempengaruhi daya beli keluarga dalam memenuhi ketersediaan zat gizi


48

seimbang. Seperti pada penelitian Dwiningsih dan Pramono menyatakan

bahwasannya remaja dengan ekonomi keluarga yang tinggi cenderung ditemukan

di perkotaan, dan lebih berkemungkinan memiliki status gizi baik karena dapat

memenuhi kebutuhan gizinya setiap hari, begitu pula sebaliknya.13

Pada penelitian ini didapatkan banyaknya responden menjawab “Ya” pada

pernyataan unfavorable nomor 8. Artinya sebagian besar responden memiliki

kesadaran tidak yakin dengan mengatur pola makan akan membuat tubuhnya

kembali sehat. Hal ini menghalangi pengaturan pola makan yang baik akibat

kesadarannya tersebut, dan membuat kondisi underweight terus berlanjut.

Sehingga, responden tidak akan mencapai berat badan normal. Apabila kesadaran

tersebut tidak dirubah, maka akan berlanjut hingga dewasa. Keadaan ini dapat

mempengaruhi kesehatannya, seperti mudah lelah akibat kurangnya zat besi,

meningkatnya kejadian infeksi serta mempengaruhi kualitas berfikir.32,34 Untuk itu,

perlu merubah kesadaran ini dengan memberikan informasi yang benar mengenai

gizi seimbang dan menerapkannya, agar tubuh kembali sehat dan mencapai berat

badan normal.15

Selanjutnya, responden perdesaan juga banyak menjawab “Ya” pada

pernyataan favorable nomor 5 dan 6, artinya sebagian besar responden memiliki

kesadaran dengan memahami menu makanan yang tepat untuk dikonsumsi dan

sudah banyak tahu tentang pola makan seperti apa yang harus dikonsumsi. Akan

tetapi, kesadaran yang dimiliki tidak sebanding dengan kondisi underweight pada

responden. Kemungkinan besar disebabkan karena keadaan perekonomian di

keluarga responden. Faktor ekonomi yang rendah dapat mengakibatkan

terbatasnya asupan gizi, seperti kurangnya variasi makanan dan asupan tinggi
49

protein hewani yang banyak terdapat di aneka daging dan ikan. Akibatnya,

makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi pola makan seimbang meskipun

responden telah memiliki kesadaran terhadap menu makan dan pola makan.

Kondisi inilah penyebab timbulnya underweight pada responden tersebut.

Sehingga, untuk meningkatkan berat badan dapat mengonsumsi makanan tinggi

karbohidrat dan disertai nutrisi lainnya yang dapat disesuaikan dengan

perekonomian keluarga.15

Untuk jawaban “Tidak” paling banyak adalah pernyataan unfavorable

nomor 7 oleh seluruh responden begitu juga pada remaja perkotaan, tetapi tidak

untuk remaja perdesaan. Artinya banyaknya responden terutama responden

perkotaan memiliki kesadaran dengan memahami hubungan antara pengaturan

asupan makanan dengan kondisi underweight. Akan tetapi, kesadaran tersebut

tidak diterapkannya. Keadaan ini dapat dilihat pada kondisi underweight pada

remaja tersebut. Penelitian Mokoginta dkk. menyatakan bahwa 97,5% remaja

belum memiliki asupan makan yang baik sehingga tidak mencukupi kebutuhan

energinya. Begitu pula data Riskesdas 2013 menunjukkan lebih dari setengah

remaja Indonesia mengonsumsi energi dibawah kebutuhan sebanyak 54,5%. Oleh

karena itu, diperlukan pengarahan seperti edukasi untuk membimbing responden

supaya bisa menerapkan kesadaran yang dimilikinya tersebut dalam

kesehariannya. Sehingga, energi dan nutrisi lainnya akan tercukupi dengan

menerapkan gizi seimbang serta kondisi underweight teratasi.16 Pada responden

perdesaan terdapat perbedaan, jawaban “Tidak” paling banyak adalah pernyataan

unfavorable nomor 1, artinya responden perdesaan memiliki kesadaran dengan

merasa dapat mengubah kebiasaan pola makannya selama ini. Keadaan ini
50

menunjukkan responden tersebut sebenarnya menginginkan perubahan terhadap

pola makannya yang salah selama ini menjadi pola makan seimbang, sesuai

dengan frekuensi, macam dan bahan makanan berdasarkan anjuran. Apabila pola

makan yang salah tidak dirubah, maka berat badan normal akan sulit dicapai.

Diperlukan pembimbingan pada responden tersebut disertai pemberian informasi

mengenai pola makan seimbang untuk menunjang kesadarannya dalam mengubah

pola makan, sehingga tercapai perbaikan gizi.49

Penelitian ini menunjukkan sedikitnya jawaban “Ya” pada pernyataan

unfavorable nomor 7 dari keseluruhan responden, begitu juga responden

perkotaan. Artinya hanya sedikit responden khususnya responden perkotaan sadar

terhadap ketidakpahamannya tentang hubungan antara pengaturan asupan

makanan dengan kondisi underweight. Dengan demikian, responden tersebut

selama ini mengatur asupan makanannya tanpa memahami dampaknya terhadap

berat badan. Pada penelitian Florence menyatakan seharusnya remaja dapat

mengatur asupan makan serta memahaminya, sehingga berkemungkinan besar

dapat memiliki status gizi baik dan tercapai berat badan normal.17 Sedangkan,

responden perdesaan sedikit menjawab “Ya” pada pernyataan unfavorable nomor

1, artinya hanya sedikit responden menyadari kebiasaan pola makannya yang

tidak dapat dirubah selama ini. Pola makan yang salah selama inilah menjadi

faktor penyebab kondisi underweight. Solusi yang diberikan untuk pernyataan

nomor 7 dan 1 dalam mengatasi underweight dapat berupa pemberikan kegiatan

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) gizi seimbang untuk merubah perilaku

responden sehingga dapat memahami pengaturan asupan makanan dan

menerapkan kebiasaan makan berdasarkan anjuran.15


51

Selanjutnya, penelitian ini juga menunjukkan sedikit responden perkotaan

maupun perdesaan menjawab “Tidak” pada pernyataan unfavorable nomor 8,

artinya hanya sedikit responden memiliki kesadaran “yakin” dalam mengatur pola

makan dapat membuat tubuh kembali sehat. Kesadaran ini dapat membuat tubuh

memiliki berat badan normal apabila dipraktikkan dalam kesehariannya. Akan

tetapi, karena responden memiliki kondisi underweight, artinya kesadaran ini

tidak dipraktikkan oleh responden. Selain itu, juga dapat disebabkan oleh berbagai

faktor, seperti faktor kesibukan di sekolah maupun di rumah, faktor ekonomi, dan

faktor lainnya. Oleh karena itu, pola makan kesehariannya tidak sesuai anjuran

meskipun memiliki kesadaran ini, sehingga responden mengalami

underweight.13,46 Responden perlu diberi pengarahan dan pembinaan oleh guru

dan orang tua agar dapat memperaktikkan kesadaran tentang pola makan

seimbang dalam kesehariannya di sekolah maupun di rumah.

Selanjutnya, responden perdesaan juga sedikit menjawab “Tidak” pada

pernyataan favorable nomor 5 dan 6, artinya sedikit responden tidak memiliki

kesadaran dalam memahami menu makanan yang benar dan tidak banyak tahu

tentang pola makan untuk dikonsumsi. Keadaan tersebut menunjukkan kesadaran

yang buruk sehingga wajar responden dengan kesadaran ini mengalami

underweight. Hal ini sebanding dengan penelitian Bello et al yang menyatakan

bahwa memiliki kesadaaran buruk dalam memperaktikkan pola makan seimbang

dalam keseharian berkemungkinan besar akan mengalami underweight.11

5.3. Gambaran Intensi Remaja Underweight Tentang Pola Makan


52

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh sebagian besar intensi remaja

underweight tentang pola makan pada seluruh responden dalam kategori baik,

yakni sebanyak 74 responden (80,4%), yang terdiri dari 38 responden perkotaan

(82,6%) dan 36 responden perdesaan (78,3%). Memiliki intensi menandakan

bahwa seseorang memiliki niat yang akan mempengaruhi perilaku. Intensi sebagai

pembentuk motivasi yang kuat sehingga mempengaruhi perilaku seseorang dalam

mencapai tujuan. Untuk mengubah perilaku, maka terlebih dahulu mengubah

intensi yang dimiliki. Ajzen menyatakan bahwa intensi ditentukan oleh sikap,

norma subjektif dan efikasi diri. Apabila responden memiliki intensi tentang pola

makan yang baik, dapat membentuk perilaku makan yang baik pula.39,40 Pada

penelitian ini, hampir seluruh responden memiliki niat yang baik terhadap pola

makan.

Faktor yang mengakibatkan tidak tercapainya berat badan normal pada

responden dengan intensi yang baik, hampir sama dengan faktor kesadaran.

Seperti tidak terbentuknya praktik gizi seimbang, pola makan dipengaruhi juga

oleh informasi yang kurang tepat mengenai diet, meniru bentuk tubuh langsing

dari tokoh idolanya, dan latihan fisik yang berlebihan yang tidak disertai asupan

makanan bergizi yang sesuai.18,48

Penelitian ini menunjukkan pernyataan “Sangat Ingin” pada intensi tentang

pola makan paling banyak dijawab seluruh responden terdapat di pernyataan

nomor 1, artinya sebagian besar responden sangat ingin mengatur menu makanan

seimbang setiap hari untuk dikonsumsi. Penelitian Gronhoj mengungkapkan

bahwa intensi dan konsumsi makanan remaja memiliki hubungan, sehingga

intensi tersebut dapat diketahui melalui pola makan sehari-hari.12 Melihat kondisi
53

underweight pada responden, artinya belum terwujudnya perilaku makan

seimbang berdasarkan anjuran. Akibatnya, responden memiliki perilaku makan

yang salah dalam kesehariannya dan berdampak ke berat badan belum mencapai

normal. Untuk itu, perlunya pembinaan dan dukungan orang disekitar responden

agar dapat membantu dalam mewujudkan intensi tersebut. Sehingga, terbentuk

perilaku makan yang baik dan kondisi underweight dapat diatasi.

Sedangkan pernyataan “Sangat Ingin” paling sedikit dijawab seluruh

responden adalah pernyataan nomor 5, artinya sedikit remaja menginginkan

keterlibatan orang berkompeten di sekolah seperti guru yang dapat

mendukungnya dalam mengatur asupan makanannya. Guru di sekolah dapat

membantu remaja mengetahui jenis makanan, memilih makanan yang sehat, serta

mengatur pola makan seimbang melalui pengaruh yang diberikan. Hal ini dapat

membantu responden untuk mewujudkan intensinya, sehingga terbentuklah

perilaku makan seimbang akibat pengaruh yang diberikan guru di sekolah

tersebut.50

Penelitian ini juga menunjukkan banyaknya responden menjawaban

“Tidak Ingin” pada pernyataan nomor 4, artinya apabila di sekolah tidak

disediakan makanan sehat, maka responden tersebut tidak ingin

membeli/menyediakan makanan yang sehat untuk dikonsumsinya. Padahal,

menyediakan makanan dari rumah berupa bekal makanan sebenarnya sangat

diperlukan, terutama kegiatan sekolah yang berlangsung sampai sore. Bekal

makanan apabila mengandung gizi seimbang sesuai anjuran akan menjamin

kualitas dan kecukupan gizi, dibandingkan mengonsumsi jajanan atau makanan di

sekolah belum tentu terjamin kualitas dan kecukupan gizinya.15 Hal ini
54

menyebabkan responden hanya mengandalkan ketersediaan makanan di sekolah.

Apabila makanan di sekolah tidak terdapat makanan bergizi, maka responden

terpaksa mengonsumsi makanan tersebut meskipun tidak memenuhi kebutuhan

gizi dan berdampak pada berat badannya.

Berdasarkan penelitian Manalu dan Su’udi menyatakan bahwasannya

makanan yang dijual disekitar sekolah memiliki kualitas gizi yang kurang. Oleh

karena itu, guru serta kepala sekolah ikut berperan dalam menentukan kualitas

makanan di sekolah, dapat dilakukan pembinaan dan pengarahan terhadap para

penjual makanan di sekitar sekolah agar menjual makanan yang dapat memenuhi

asupan gizi dan beraneka ragam. Sehingga, responden dapat tercukupi kebutuhan

gizinya dengan mengonsumsi makanan bergizi di sekolah.51

Selanjutnya, pada responden perkotaan juga banyak menjawaban “Tidak

Ingin” pada pernyataan nomor 5 dan nomor 8. Pernyataan nomor 5 artinya

responden tidak ingin keterlibatan orang berkompeten di sekolah seperti guru

berperan dalam mengatur asupan makanannya. Dapat disebabkan karena

responden sebagai remaja lebih mementingkan egonya dalam membentuk dan

menentukan pilihannya sendiri. Ciri tersebut membuat responden tidak ingin

melibatkan orang lain dalam mengatur asupan makanannya, karena lebih memilih

berperan sendiri dalam membentuk perilaku makan sesuai keinginannya yang

menurutnya baik. Kondisi ini apabila tidak diperhatikan dan dirubah, maka

responden tersebut dapat memiliki perilaku makan yang salah terus menerus

hingga dewasa dan sulit mendapatkan berat badan normal. 37 Untuk mengatasi hal

tersebut, dibutuhkan intervensi gizi sebagai upaya perubahan dalam asupan


55

makannya, sehingga dapat pula menimbulkan keinginannya agar orang lain dapat

membantu dalam mengatasi masalah asupan makanan.

Sedangkan jawaban tidak ingin pada pernyataan nomor 8, artinya

responden menginginkan hambatan dalam mengelola asupan makanan karena

alasan pekerjaan rumahnya. Seharusnya, kesibukan tidak menjadi alasan

responden untuk tidak mengelola asupan makannya yang baik, sepert melewatkan

waktu makan. Akan tetapi, responden dengan intensi ini lebih mementingkan

kesibukannya di rumah dan tidak mau meluangkan waktunya untuk memenuhi

asupan makannya. Menyebabkan terjadinya gizi kurang dan timbulnya

underweight. Membiasakan sarapan di rumah merupakan bagian dari pengelolaan

asupan makanan yang dapat dilakukan dengan disiplin bangun pagi dan

meluangkan kesibukan pagi di rumah. Karena sarapan dapat memenuhi 15-30%

kebutuhan gizi harian.15 Ketika responden melewatkan waktu makan akibat

kesibukan pekerjaan rumah, maka keluarga terutama orangtua berperan untuk

membantu responden dalam mengatur pola makannya.48

Anda mungkin juga menyukai