Anda di halaman 1dari 17

Sudarko : Perbandingan Struktur Adegan Pakeliran Wayang Kulit Purwa Gaya Surakarta dan Yogyakarta

lembar besi plat, sehinggakalau penting, ban yak menyelesaikan masalah


dipukuldengan cempala besi yang dijapit di sewaktu Pandawa menghadapi masalah, (2)
antara ibu jari kaki dan telunjuk kaki berbunyi Antasena adalah adik Antareja lain ibu.
thing-thing-thing..... Antasena adalah putra Werkudara dengan Dewi
Karawitan yang digunakan untuk Nagagini danAntareja putra Werkudaradengan
mengiringi pake/iran wayang kulit purwa gaya Dewi Urangayu, (3) Durna berkarakter jelek,
Surakarta adalah sebagai berikut: (1) jejer (4) Sengkuni berkarakter baik.
Astina diiringi dengan Gendhing Kabor, jejer Adegan di dalam pake/iran wayang
Dwarawati diiringi Gendhing Karawitan, dan kulit purwagaya Surakarta (1) ada
jejer Ngamarta dan Kahyangan diiringi adegan lirnbukan, (2) adegan gara-gara tidak
Gendhing Kawit. (2) Pada bagian pathet nem selalu ada di setiap
banyakmenggunakanGendhing Sarnpak Nern, /akon. Adegan gara-gara ditampilkan kalau
pada bagian pathet sanga banyak dalam /akon itu ada kesatria yang mempunyai
menggunakan Gendhing Sarnpak Sanga, dan beban berat dan bisa menyelesaikan sendiri,
pada bagian pathet rnanyura banyak umpama /akon Ciptoning. Sedangkan dalam
menggunakan Gendhing Sarnpak Manyura. (3) pakeliran wayang kulit purwa gaya
Kendangan, menggunakan kendangan kosek Yogyakarta (1) tidak ada adegan lirnbukan,
dan tidak selalu mengikuti gerak wayang. (4) (2) setiap lakon selalu ditampilkan adegan
Kempul bernada 6, 5, dan 1, kenong gara-gara.
bernada ro (2) besar, gender terdiri atas 14 Dilihat dari figur wayang, wayang
bilah seperti nada y qw e t y l 2 3 5 6 ! @ # gaya Surakarta: (1) kelihatan lebih ramping,
demung dan saron terdiri atas tujuh bilah oleh karena itu lebih mudah untuk
yakni y I 2 3 5 6 ! . dan ada saron sembilan digerakkan, (2) Petruk kakinya tidak njejak
nada seperti y I 2 3 5 bumi, (3) wiron wayang putri ke belakang.
6 ! @ #. serta ada kecer. Sedangkan karawitan Sedangkanwayang gaya Yogyakarta: (1)
pada pakeliran wayang kulit purwa gaya kelihatan lebih gemuk, oleh karena itu lebih
Yogyakarta: (1) Jejer negara manapun selalu sukar untuk digerakkan, (2) Petrukkakinya
menggunakan Gendhing Karawitan dengan njejakbumi, (3) wironwayang putri ke depan.
irama rangkep. (2) Pada bagian pathet nem Antawecana wayang gaya Surakarta
tidak ada Gendhing Sarnpak Nern, pada seperti (1) Gareng bersuara besar, (2)
bagian pathet sanga, Sarnpak Sanga Narada bersuara besar (Mangkunegaran).
hanyadigunakan satu kali yakni waktu Sedangkan wayang gaya Yogyakarta (1)
adegan Gara-gara tepatnya waktu Petruk Gareng bersuara kecil dan kernenq, (2)
perang dengan Gareng dan Bagongdengan Narada bersuara kecil.
suwuk tamban bertepatan dengan Semar Catur pake/iran wayangkulit purwa
menampilkan diri, dan pada bagian pathet gaya Surakarta: (1) janturan jejer pertama
rnanyura Gendhing Sampak Manyura juga diawali dengan kalimat swuh rep data pitana
hanya digunakan satu kali yakni pada waktu , (2) kepada raja menyebut kanjeng sinuhun,
perang terakhir yang diakhiri dengan (3) wayang /anyap seperti Samba
Werkudara tayungan. (3) Tidak ada menggunakan kata kawula nuwun, (4)
kendangan kosek dan kendangan selalu Baladewa berbahasa ngoko dengan Kresna,
mengikuti gerak wayang, kempul lengkap, (5) menggunakan kata sitinggil binaturata.
kenong nada ro (2) kecil, gender terdiri atas 13 Sedangkan pakeliran wayang kulit purwa
bilah yakni q w e t y I 2 3 5 6 ! @ #, demung gaya Yogyakarta: (1) janturan jejer pertama
dan saran terdiri atas enam bilah seperti l 2 3 diawali dengan kalimat hong ilaheng , (2)
5 kepada raja menyebut kanjeng dewaji, (3)
6 ! , dan tidak ada saran sembilan dan kecer. wayang lanyap seperti Samba
Penokohan di dalam pake/iran wayang menggunakan kata kurnon, (4) Baladewa
kulit purwa gaya Surakarta, (1) tokoh Sadewa berbahasa krama dengan Kresna, (5)
tidak berperansama sekali, (2) Antasena menggunakan kata sitinggil binaturana.
adalah nama kecil dari Antareja, ibunya Sabet perang pakeliran wayang kulit
bernama Dewi Urangayu, (3) Durna purwa gaya Surakarta berlangsung lama,
berkarakter baik, (4) Sengkuni sedangkan sabet perang pakeliran wayang
berkarakterjelek. Sedangkan dalam pake/iran kulit purwa gaya Yogyakarta sebentar-
wayang kulit purwa gaya Yogyakarta (1) sebentar berhenti untuk berdialog kemudian
Sadewa merupakan tokoh yang a mat perang lagi.

Volume 8 No. 1 Juli 2010 135


GELAR Jurnal Seni Budaya
1/aheng (Yogyakarta), (b) deskripsi keadaan pangraos kados kula jangkah•
kerajaan tentang kesuburan tanah, jangkaha sepisan durnugi,
berpenduduk banyak, keamanan terjamin, (c) uparni wonten suweking jubah
deskripsi tentang sang raja selalu kula saking sacengkang
membimbing penduduk, ditakuti oleh raja sayekti rnboten rnawi ku/a to/ih,
negara lain, sehingga pemasukan kerajaan kula nok• nok-non.
berlimpah ruah karena selalu mendapat Suyudana: Bapa pandhita Duma enggeh.
sumbangan dari negara lain, (d) deskripsi Duma Kawu/a nuwun sakalangkung
para punggawa yang hadir dalam pertemuan. wanter tirnbalanipun ingkang
Telahdisebut di depan bahwa sinuwun anirnba/i pun bapa ing
gendhing Sokalirna, punapa wonten
yang digunakan untuk mengiringi jejer keparenging karsa nata bedne
(Surakarta), jejerI (Yogyakarta)berbeda. rnundhut cecepenganipun pun
Pada jejer(Surakarta), negara satu dengan bapa ing Sokalirna,
lainnya dibedakan gendhingnya seperti jejer jayakawijayan, kanuragan,
Negara Astina menggunakan Gendhing kasantikan, pengendhakingsatru
Kabor, jejer Negara Dwarawati sekti, senadyan rnundhuta
menggunakan Gendhing kasarnpumaning ngagesang,
Karawitan,jejerNegaraAmartadan rnenawi wonten keparengipun
Kahyangan menggunakan Gendhing Kawit. ingkang sinuwun, sayektirnboten
Berbeda dengan pakeliran wayang kulit nguciwani, ku/a nok-nok-non.
purwa gaya Yogyakarta baik jejer I (Wignjosoetamo, 1972:8).
Negara Astina, Dwarawati,Amarta, maupun
Kahyangan selalu menggunakan Gendhing
Karawitan dengan garap irama wiled.
Adapun su/ukan yang digunakan Terjemahanbebas.
pada
jejer(Surakarta) setelahjanturandan
gendhing
selesai (Jawa: suwuk) disulukidengan Pathet Suyudana: Bapak di Sokalima, apakah tidak
Nern Ageng dilanjutkan Ada-ada Girisa. terkejut, kamu saya panggil?
Sedangkan untuk pake/iranwayang kulit Duma Sangat terkejut hatiku setelah
purwa gaya Yogyakarta, saya menerima panggilan dari
setelahjanturandangendhing selesai disu/uki sang raja, perjalanan saya dari
Lagon Pathet Nern Wetah dilanjutkan paseban jawi sampai di sitinggil,
Kawin Sekar Sikarini untuk jejer Negara say a ma ra sa seperti akan
Astina dan Kawin Girisa untuk jejer selain melangkah satu kali telah
Negara Astina. sampai umpama ada kain
Setelah janturan dan su/ukan selesai yang robek satu jengkal tidak
dilanjutkan dialog. Dalamdialogterdiriatas dua akan saya perhatikan.
macam yakni: (1) bahasa bagongan adalah Suyudana: Bapak Duma ya.
suatu pembicaraan klise yang khusus Duma Sungguh-sungguh sang raja
digunakan di kalangan istana. Adapun contoh memanggil, apakah sang raja
dalam pakeliran wayang kulit purwa gaya akan menginginkan kepandaian
Surakarta jejer Negara Astina Lakon bapak di Sokalima. ilmu
Makutararnaadalah sebagai berikut: kekebalan untuk melumpuhkan
musuh sakti, walaupun minta
Suyudana: Bapa, bapa pandhita ing ilmu kesempumaan. kalau
Sokalirna, punapi boya dados memang diperlukan sang raja
guguping penggalihjengandika tidak akan mengecewakan.
ku/a piji rnangarsa bapa?
Duma 0, ku/a nok non,
sakalangkung

1 Volume 8 No. 1 Juli


kagyat rnanah ku/a dupi ku/a Adapun contoh bahasa bagongan
tempi tirnba/anipun ingkang dalam pakeliran wayang kulit purwa gaya
sinuwun, Jampah kula saking Yogyakarta pada jejerI Negara Astina
pesebsnjawi durnugiing Lakon Alap-a/apan Surtikantisebagai berikut:
Sitinggil,

1 Volume 8 No. 1 Juli


GEffi.R Jurnal Kulit
Sudarko : Perbandingan Struktur Adegan Pakeliran Wayang Seni Purwa Gaya Surakarta dan

digunakan untuk mengiringi adegan Peseben wayang kulit purwa gaya Yogyakarta
Jawi Negara Astina dalam pake/iran wayang menggunakan Gendhing Kabor.
kulit purwa gaya Surakarta Lakon (Mudjanattistomo, 1977:194). Sulukan yang
Makutarama adalah Gendhing digunakan setelah gendhing selesai adalah
Kedhaton Bentar. (Wignjosoetarno, Ada-ada Girisa (Surakarta) dan Kawin Sekar
1972:22). Sedangkan untuk pakeliranwayang Durma (Yogyakarta).
kulit purwa gaya Yogyakarta adalah Adegan perang, dilakukan oleh prajurit
Ladrang Geger Sekutha. pada jejer (Surakarta), jejer I (Yogyakarta)
(Mudjanattistomo, 1977:185). Adapun su/ukan melawan Sabrang (Surakarta) jejer II
yang digunakan setelah janturandan gendhing (Yogyakarta). Pada perang ini biasanya
selesai untuk pake/iranwayang kulit purwa gaya kemenangan dipihak jejer(Surakarta) jejer I
Surakarta adalah Ada-ada Girisa, sedangkan (Yogyakarta). Perang ini dinamakan Perang
untuk pakeliran wayang kulit purwa gaya Gaga/ (Surakarta) Perang Simpang
Yogyakarta diiringi suluk dengan Ada-ada (Yogyakarta). Adapun iringan yang digunakan
PathetNem. dalam perang ini adalah Srepeg Nem dan
Kapa/anmerupakan bagian dari adegan Sampak Nem (Surakarta) dan Srepeg Lasem
Peseben Jawi yakni setelah pembicaraan (Yogyakarta). Sedangkan su/ukan yang
pada Peseben Jawi selesai, berangkatlah digunakan adalah Ada-ada Mataraman
para prajurit dengan naik kuda. Gendhing (Surakarta) dan Ada-ada Pathet Nem Wetah
yang digunakan untuk mengiringi adegan (Yogyakarta).
kapalan Negara Astina dalam pakeliran Selanjutnya menginjak pada Pathet
wayang kulit purwa gaya Surakarta Lakon Sanga yang urutan adegannya sebagai berikut.
Makutarama adalah LancaranSinganebah. (1) Adegan Sabrang Rangkep
(Wignjosoetarno, (Surakarta) jejer Ill (Yogyakarta). Untuk
1972:28). Sedangkan untuk pakeliran pakeliran wayang kulit purwa gaya Surakarta
wayangkulit purwa gay a Yogyakarta sebelum adegan ini didahului dengan Sulukan
LakonAlap• Pathet Sanga Wantah. Dengan demikian
alapan Surtikati diiringi dengan Lancaran adegan ini betul-betul sudah di dalam pathet
Gagaksetra (Mudjanattistomo, 1977: 190). sanga. (lihat Nojowirongko, hal. 37). Lain halnya
Perang Ampyak adalah suatu adegan dengan pakeliran wayang kulit purwa gaya
pelukisan para prajurit yang dalam menjalankan
Yogyakarta, bahwa dalam JejerIll masih dalam
tugasnya terhalang oleh sesuatu, misalnya
pathetnem, setelah gendhing selesai disu/uki
jalannya rusak, pohon tumbang melintang di
Lagon Pathet Sanga Wetah. (Tjiptowardojo,
jalan, dan ada hewan buas seperti Harimau.
1977:43). Adapun gendhing yang digunakan
Akan tetapi dengan adanya koordinasi yang
untuk mengiringi adegan Sabrang Rangkep
baik akhirnya semua halangan dapat
yakni adegan Pamenang Lakon /rawan Rabi
diselesaikan. Adegan ini, semua hambatan
(Surakarta) adalah Ladrang Babat Kenceng.
kecuali harimau digambarkan dengan kayon,
Sedangkan gendhing yang digunakan
sedangkan barisan prajurit digambarkan
mengiringi JejerIll yakni Negara Pethapralaya
dengan rampogan. Adapun gendhing yang
Lakon Alap-a/apan Surtikanti (Yogyakarta)
digunakan untuk mengiringinya Srepeg Nem
adalah Gendhing Bondhet. Gendhing ini
untuk pakeliran wayang kulit purwa gaya
merupakan peralihan dari pathet nem ke
Surakarta, sedangkan untuk pake/iranwayang
pathet sanga.
kulit purwa gaya Yogyakarta Srepeg Lasem.
(2) Adegan Pendhitanatau kesatria di
Adapun su/ukan yang digunakan adalah
tengah hutan (Surakarta) JejerIV (Yogyakarta).
Ada• ada Mataraman(Surakarta) dan Ada-
Dalam adegan ini ditampilkan seorang pendeta
adaPathet Nem (Yogyakarta).
yang sudah mumpuni di dalam kehidupan baik
(2) Adegan Sabrang (Surakarta), jejer II
lahir maupun batin, sehingga sebagai tempat
(Yogyakarta). Adegan ini dilaksanakan setelah
bertanya bagi orang yang sedang berada dalam
perangampyakselesai. Adapun gendhingyang
kegelapan. Gendhing yang digunakan untuk
digunakan untuk mengiringi adegan Sabrang
mengiringi adegan ini yakni Yasarata dalam
Gagah pakeliran wayang kulit purwa gaya
Surakarta adalah Gendhing Majemuk.
(Nojowirongko, 1958: 14 ). Sedangkan pakeliran
1 Volume 8 No. 1 Juli
Volume 8 No. 1 Juli 1
GEffi.R Jurnal Kulit
Sudarko : Perbandingan Struktur Adegan Pakeliran Wayang Seni Purwa Gaya Surakarta dan
Lakon lrawan Rabi (Surakarta) adalah (Surakarta), Lagon Pathet Sanga Wetah
Gendhing Sumedhang. Sedangkan untuk (Yogyakarta).
mengiringi adegan Retawu dalam pakeliran Pathet yang terakhir dalam pakeliran
wayang kulit purwa gaya Yogyakarta Lakon yakni pathet manyura. Pada pake/iranwayang
Alap-a/apan Surtikanti adalah Gendhing kulit purwa gaya Surakarta di dalam pathet
Pangkur. Adapun sulukan yang digunakan manyura dapat terjadi satu sampai tiga kali
setelah gendhing selesai adalah Pathet Sanga adegan. Sebagai contoh Lakon /rawan Rabi
Ngelik (Surakarta) Lagon Pathet Sanga Wetah oleh Nojowirongko terdiriatas tiga adegan yakni:
(Yogyakarta). Perlu diketahui bahwa (1) Adegan Manyura I di NegaraAstina.
perbedaan yang mencolok antara pake/iran Gendhing yang digunakan adalah Gendhing
wayang kulit purwa gaya Surakarta dan Gliyung, sedangkan sulukan yang digunakan
Yogyakarta, untuk pake/iran wayang kulit setelah gendhing selesai adalah Pathet
purwa gaya Yogyakarta, sebelum jejer IV Manyura Wantah. Perang yang terjadi pada
ada adegan yang tentu dilakukan untuk adegan ini dinamakan perang manyura /. Lain
setiap /akon yakni yang disebut gara-gara. dengan pakeliran wayang kulit purwa gaya
Adegan ini menampilkan Ki Lurah Semar Yogyakarta adegan ini disebutjejer VI. Dalam
beserta anak-anaknya yakni Gareng, Petruk, Lakon Alap-a/pan Surtikanti oleh Tjiptowardojo,
dan Bagong. Adegan ini semacam istirahat jejer VI di Keputren Kraton Mandaraka.
pada orangyang sedang berjalan, yakni Adapun
pake/iran yang akan berlangsung semalam gendhing yang digunakan Gendhing Montro,
suntuk pada tengah malam yakni pada pukul dan su/ukan yang digunakan setelah gendhing
12.00 malam diadakan adegan gara-gara selesai Lagon Pathet Manyura Wetah. Perang
(sebagai istirahat). Maka adegan initidak yang terjadi pada adegan ini disebut Perang
selalu langsung ada hubungannya dengan Tandang.
lakon. Adegan ini diutamakan pada (2) Adegan Manyura II. Di dalam
hiburan. (Tjiptowardojo, wawancara, 2-1- pakeliran wayang kulit purwa gaya Surakarta
1997). Lain halnya dengan pake/iran Lakon /raw an Rabi oleh Nojowirongkodi
wayang kulit purwa gaya Surakartabahwa Negara Dwarawati. Gendhing yang
adegan gara-gara bukan merupakan digunakan adalah Gendhing Ramyang.
adegan wajib yang harus dilaksanakan Sulukan yang digunakan setelah gendhing
pada setiap lakon. Akan tetapi, ada syarat- selesai Pathet Manyura Jugag. Adapun
syarat tertentu untuk menampilkan adegan perang yang terjadi pada adegan ini
gara-gara yakni pada /akon itu ada seorang disebut Perang Manyura II. Perlu diketahui
kesatria yang menjadi tokoh utama bahwa pada pake/iran wayang kulit purwa
mengalami kesedihan yang serius, akan gaya Yogyakarta Lakon Alap-a/apan Surtikanti
tetapi ia dapat menyelesaikan semua oleh Tjiptowardojo adegan ini tidak ada.
masalah, misalnya dalam Lakon Ciptoning. (3) Adegan Manyura Ill, di dalam
Selanjutnya setelah adegan pendhitan, pakeliran wayang kulit purwa gaya Surakarta
kesatriya bertemu dengan raksasa kemudian Lakon lrawan Rabi oleh Nojowirongko, di
perang dinamakan Perang Kembang Negara Amarta. Gendhing yang digunakan
(Surakarta), Perang Bega/ (Yogyakarta). Gendhing Bang-bang Wetan. Su/ukan yang
(3) Adegan Sintren atauadegan Sampak digunakan setelah gendhing selesai Sendhon
Tanggung (Surakarta) ini dapat satu sampai Sastrodatan. Perang yang terjadi pada
dengan tiga adegan. Sedangkan pada adegan ini dinamakan Perang Manyura Ill.
pakeliran wayang kulit purwa gaya Sedangkan pada pakeliran wayang kulit
Yogyakarta dinamakan jejer V Adapun purwa gaya Yogyakarta adegan ini
gendhing yang digunakan adalah Gendhing dinamakanjejer VII, atau sering juga
Gambirsawituntuk mengiringi adegan disebutjejerGa/ong. Pada Lakon Alap-alapan
Madukara dalam Lakon lrawan Rabi Surtikanti oleh Tjiptowardojo adegan ini di
(Surakarta). Gendhing Ladrang Uluk-uluk Negara Ngawangga. Gendhing yang
untuk mengiringi jejer V Negara digunakan Ladrang Sumirat. Sulukan yang
Mandarakadalam Lakon Alap-alapan Surtikanti digunakan setelah gendhing selesai Su/uk
(Yogyakarta). Sulukan yang digunakan setelah Galong Wetah. Perang yang terjadi pada
gendhing selesai adalah Pathet Sanga Wantah
1 Volume 8 No. 1 Juli
Volume 8 No. 1 Juli 1
Sudarko : Perbandingan
GEffi.
Struktur Adegan Pakeliran Jurnal Kulit
Wayang Seni Purwa Gaya Surakarta dan

danYogyakarta adalah sebagai berikut:


a. lstilahjejer pada pakeliran wayang kulit Bambang Murtiyoso. 1982/1983.
purwa gaya Surakarta hanya diberikan Pengetahuan Pedalangan.
kepada adegan yang pertama kali, untuk Proyek Pengembangan IKI Sub
selanjutnya disebut adegan. Berbeda ProyekASKI Surakarta.
dengan pake/iran wayang kulit purwa
gaya Yogyakarta, bahwa istilah jejer
digunakan untuk memberi nama suatu
adegan di kerajaan. Pada pakeliran
wayang kulit purwa gaya Yogyakarta
jejersampai tujuh kali.
b. Pada pakeliranwayangkulit purwa
gaya Surakarta terdapat adegan
limbukan, sebaliknya pada
pakeliranwayang kulit purwa gaya
Yogyakarta tidak ada adegan
limbukan.
c. Pada pakeliranwayang kulit purwa
gaya
Yogyakarta, adegan gara-
gara
merupakan suatu adegan wajib,
artinya harus ada disetiap Jakon.
Berbeda dengan pake/iran wayang
kulit purwa gaya Surakarta bahwa
adegan gara• gara tidak selalu ada di
setiap Jakon.
d. Padapake/iranwayangkulit purwa
gaya
Surakarta, pada jejer VII atau
galong dituntut gendhing dan sulukan
berakhir pada nada 3. Akan tetapi
untuk pakeliran wayang kulit purwa
gaya Surakarta hal seperti ini tidak
ada.
3. Sebab-sebab adanya persamaan ke dua
gaya khususnya pada struktur adegan
disebabkan keduanya berasal dari
budaya yang sama yakni budaya
Mataram.
4. Adanya perbedaan disebabkan
pecahnya
kerajaan Mataram menjadi dua yakni
Surakartadan Yogyakarta. Masing-
masing kerajaan ingin menunjukkan
identitasnya dengan mengembangkan
kesenian tradisional pada umumnya
dan seni pedalangan pada
khususnya, sesuai dengan situasi
dan kondisi budaya setempat.

Kepustakaan
1 Volume 8 No. 1 Juli
Volume 8 No. 1 Juli 1
Sudarko : Perbandingan
GEffi.
Struktur Adegan
Gorys Keraf. 1982. Eksposisi dan Deskripsi,
Pakeliran Jurnal Kulit
Wayang Seni Purwa Gaya Surakarta dan

Ende-Flores: PT Nusa lndah.


Kusumadilaga. 1981. Serat Sastramiruda, alih
bahasa Kamajaya, alih aksara Sudibjo Z.
Hadisutjipto. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Proyek Penerbitanbuku
sastra Indonesia dan Daerah Jakarta.
Mudjanattistomo, dkk. 1977. Peda/angan
Ngayogyakarta Jilid I. Yayasan
Habiranda Yogyakarta.
Nojowirongko. 1958. Serat Tuntunan
Pedalangan Tjaking Pake/iran
Lampahan lrawan Rabi. Tjabang Bagian
Bahasa Yogyakarta Djawatan Kebudajaan
Kementrian P.P. dan K.
Prawiro Atmodjo. 1981. Bau Sastra Jawa
Indonesia Jilid I. CV. Haji Masagung
Jakarta.
Soepomo Poedjosoedarmo. 1986. Ragam
PanggungdalamBahasaJawa. Pusat
Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa. Departemen Pendidikandan
KebudayaanJakarta.
Soetarno, dkk. 2007. SejarahPedalangan. ISi
Surakarta.
Sudarko. 1994. "Pake/iranPadat Pembentukan dan
Penyebarannya". Tesis 82 UGM
Yogyakarta.
Sumanto. 1990. "Nartosabdo Kehadirannya dalam
Dunia Pedalangan Sebuah Biografi".
Tesis 82 UGM Yogyakarta.
Sumanto, dkk. 2007. Teori Peda/angan. ISi
Surakarta
Suratno. 1996. "Limbukan Pada Pakeliran
Wayang PurwaGaya Surakarta dalam Lima
Tahun Terakhir Tinjauan tentang
Kedudukan dalam Pertunjukan,
Perkembangan, dan Peranannya
Terhadap Masyarakat". Laporan
Penelitian Kelompok.
Tjiptowardojo. 1977. "Alap-alapan Surtikanti".
Kumpulan Kuliah.

1 Volume 8 No. 1 Juli


Volume 8 No. 1 Juli 1
Sudarko : Perbandingan
GEffi.
Struktur Adegan Pakeliran Jurnal Kulit
Wayang Seni Purwa Gaya Surakarta dan

Victoria M. Clara van Groenendael. 1987. Wignjosoetarno. 1972. "Lampahan


Dalang Di Balik Wayang. P.T. Pustaka Makutarama" Yayasan PDMN
Utama Grafiti Jakarta. Surakarta.

1 Volume 8 No. 1 Juli


Volume 8 No. 1 Juli 1

Anda mungkin juga menyukai