Anda di halaman 1dari 15

Pemahaman Mutu

Apa yang dimaksud Mutu?

Berikut ini adalah beberapa definisi mengenai mutu :

1. “Mutu adalah kepatuhan terhadap persyaratan atau spesifikasi “ (Philip Crosby, 1978)

2. “Mutu adalah melakukan hal yang benar sejak pertama kali dan melakukannya lebih baik pada
saat yang berikutnya”. (Al-Assaf-1990)

3. Mutu adalah memenuhi persyaratan yang diminta konsumen, baik konsumen internal maupun
eksternal dalam hal layanan, dan produk yang bebas cacat”. (IBM, 1982)

4. “Mutu merupakan suatu proses pemenuhan kebutuhan dan harapan konsumen baik internal
maupun eksternal. Mutu juga dapat diatrikan sebagai suatu proses perbaikan yang bertahap dan
terus menerus.” (Al Assaf.1998)

Mutu Pelayanan Kesehatan

Berikut ini adalah beberapa contoh indikator yang berkaitan dengan bidang kesehatan:

 Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan bagi ibu-ibu dan anak-anak


 Pertolongan persalinan oleh petugas terlatih
 Prosentase anak terancamrisk yang telah di imunisasi terhadap penyakit infeksi masa kanak-
kanak
 Tersedianya obat-obatan esensial sepanjang tahun
 Aksesbilitas lembaga-lembaga rujukan
 Rasio jumlah penduduk terhadap berbagai jenis tenaga kesehatan di pelayanan kesehatan dasar
dan di tingkat-tingkat rujukan.
Mengukur mutu pelayanan kesehatan baik di tingkat primer seperti Puskesmas dan tingkat lanjut seperti
rumah sakit memerlukan indikator mutu yang jelas. Namun menyusun indikator yang tepat tidaklah
mudah. Kita perlu mempelajari pengalaman berbagai institusi yang telah berhasil menyusun indikator
mutu pelayanan kesehatan yang kemudian dapat digunakan secara efektif mengukur mutu dan
meningkatkan mutu.

 Indikator Mutu Pelayanan RS akan mempunyai manfaat yang sangat banyak bagi pengelola rs
diantaranya untuk mengukur kinerja rs itu sendiri (self assesment).
 Sebagai alat untuk melaksanakan manajemen kontrol dan alat untuk mendukung pengambilan
keputusan dalam rangka perencanaan kegiatan untuk masa yang akan datang.

Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serata penyelenggaraannya sesuai
deng mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan
dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik
pula mutu pelayanan kesehatan.an standart dan kode etik profesi

INDIKATOR PENILAIAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN


 Indikator penilaian mutu pelayanan kesehatan, yaitu:
1. Indikator yang mengacu pada aspek medis.
2. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS.
3. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien.
4. Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasaan pasien.
5 INDIKATOR MUTU PELAYANAN
 Emphaty: berupa pemberian pelayanan dengan penuh perhatian dan sesuai dengan kebutuhan
klien
 Reliability: kemampuan provider untuk memberikan pelayanan yang diharapkan secara akurat
 Responsiveness: cepat tanggap, keinginan untuk membantu dan menyediakan pelayanan yang
dibutuhkan dengan segera
 Communication: selalu memberikan informasi yang sebaik baiknya dan mendengarkan segala
apa yang disampaikan oleh klien
 Caring: mudah dihubungi dan selalu memberikan perhatian kepada klien

Klasifikasi Indikator
 Indikator input merujuk pada sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas al:
personel, alat/fasilitas, informasi, dana, peraturan/kebijakan.
 Indikator proses adalah memonitor tugas atau kegiatan yang dilaksanakan.
 Indikator output : mengukur hasil meliputi cakupan, termasuk pengetahuan, sikap, dan
perubahan perilaku yang dihasilkan oleh tindakan yang dilakukan. Indikator ini juga disebut
indicator effect.
 Indikator outcome : dipergunakan untuk menilai perubahan atau dampak (impact) suatu
program, perkembangan jangka panjang termasuk perubahan status kesehatan
masyarakat/penduduk.
Tipe Indikator
 INPUT : Menilai fasilitas dan sumber daya
 PROSES : Menilai proses pelaksanaan pelayanan
 OUTPUT : Menilai hasil dari proses pelayanan
 OUTCOME : Menilai dampak pelayanan terhadap pengguna layanan
Jenis Jenis Indikator
INPUT Berkaitan dengan Man, Money, Material, Methode, manajemen misalnya jumlah dokter yang
melayani, bahan habis pakai yang digunakan,, metode pelayanan dll
 PROSES Berkaitan dengan proses apa yang dilakukan untuk menghasilkan sesuatu baik barang
maupun jasa. Misalnya cara memberikan pelayanan, cara membuat barang dll.
 OUTPUT Adalah sesuatu yang dihasilkan bisa dalam bentuk barang ataupun selesainya
pekerjaan jasa. Misalnya jumlah pasien yang dioperasi, jumlah pelayanan rawat jalan
 OUTCOME Adaklah ukuran sesuatu yang dirasakan oleh pelanggan. Atau konsumen. Bisanya
merupakan persepsi pelanggan terhadap pemanfaatan layanan
 BENEFIT Adalah ukuran terhadap manfaat bagi pelanggan ataupun bagi pemberi pelayanan
 IMPACT Adalah ukuran dampak dari suatu produk secara luas dan biasanya jangka panjang

Indikator klinik keperawatan: suatu variabel untuk Mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan
keperawatan dan berdampak terhadap pelayananan kesehatan.
Kebijakan dalam menjamin mutu pelayanan kesehatan, mencakup:

1. Peningkatan kemampuan dan mutu pelayanan kesehatan


2. Penetapan dan penerapan berbagai standar dan pedoman
3. Peningkatan mutu sumber daya manusia
4. Penyelenggaraan Quality Assurance
5. Percepatan pelaksanaan aktreditasi
6. Peningkatan public
7. Peningkatan kerjasama dan koordinasi
8. Peningkatan peran serta masyarakat

STRATEGI PENINGKATAN MUTU PELAYANAN

 Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam pendekatan untuk mencapai pelayanan prima
melalui peningkatan mutu pelayanan, yaitu sebagai berikut:

1. Pelanggan dan harapannya

 Harapan pelanggan mendorong upaya peningkatan mutu pelayanan. Organisasi pelayanan


kesehatan mempunyai banyak pelanggan potensial. Harapan mereka harus diidentifikasi dan
diprioritaskan lalu membuat kriteria untuk menilai kesuksesan.

2. Perbaikan kinerja

 Bila harapan pelanggan telah diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah menidentifikasi dan
melaksanakan kinerja staf dan dokter untuk mencapai konseling, adanya pengakuan, dan
pemberian reward.

3. Proses perbaikan

 Proses perbaikan juga penting. Sering kali kinerja disalahkan karena masalah pelayanan dan
ketidakpuasan pelanggan pada saat proses itu sendiri tidak dirancang dengan baik untuk
mendukung pelayanan. Dengan melibatkan staf dalam proses pelayanan, maka dapat
diidentifikasi masalah proses yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan, mendiagnosis
penyebab, mengidentifikasi, dan menguji pemecahan atau perbaikan.

4. Budaya yang mendukung perbaikan terus menerus

 Untuk mencapai pelayanan prima diperlukan organisasi yang tertib. Itulah sebabnya perlu untuk
memperkuat budaya organisasi sehingga dapat mendukung peningkatan mutu. Untuk dapat
melakukannya, harus sejalan dengan dorongan peningkatan mutu pelayanan terus-menerus.

 Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan agar lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat,
maka perlu dilaksanakan berbagai upaya. Upaya ini harus dilakukan secara sistematik, konsisten
dan terus menerus.
 Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan mencakup :

1). Penataan organisasi

 Penataan organisasi menjadi organisasi yang efisien, efektif dengan struktur dan uraian tugas
yang tidak tumpang tindih, dan jalinan hubungan kerja yang jelas dengan berpegang pada
prinsip organization through the function.

2). Regulasi peraturan perundangan

 Pengkajian secara komprehensif terhadap berbagai peraturan perundangan yang telah ada dan
diikuti dengan regulasi yang mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut di atas.

3). Pemantapan jejaring

 Pengembangan dan pemantapan jejaring dengan pusat unggulan pelayanan dan sistem
rujukannya akan sangat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan kesehatan, sehingga
dengan demikian akan meningkatkan mutu pelayanan.

4). Standarisasi

 Standarisasi merupakan kegiatan penting yang harus dilaksanakan, meliputi standar tenaga baik
kuantitatif maupun kualitatif, sarana dan fasilitas, kemampuan, metode, pencatatan dan
pelaporan dan lain-lain. Luaran yang diharapkan juga harus distandarisasi. 5)Pengembangan
sumber daya manusia

 Penyelenggaraan berbagai pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan dan


berkesinambungan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang profesional, yang kompeten
dan memiliki moral dan etika, mempunyai dedikasi yang tinggi, kreatif dan inovatif serta
bersikap antisipatif terhadap berbagai perubahan yang akan terjadi baik perubahan secara lokal
maupun global.

6). Quality Assurance

 Berbagai komponen kegiatan quality assurance harus segera dilaksanakan dengan diikuti oleh
perencanaan dan pelaksanaan berbagai upaya perbaikan dan peningkatan untuk mencapai
peningkatan mutu pelayanan. Data dan informasi yang diperoleh dianalysis dengan cermat
( root cause analysis ) dan dilanjutkan dengan penyusunan rancangan tindakan perbaikan yang
tepat dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Semuanya ini dilakukan dengan
pendekatan “tailor’s model“ dan Plan- Do- Control- Action (PDCA).

7). Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

 Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan dengan membangun kerjasama dan
kolaborasi dengan pusat-pusat unggulan baik yang bertaraf lokal atau dalam negeri maupun
internasional. Penerapan berbagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut
harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek pembiayaan.

8). Peningkatan peran serta masyarakat dan organisasi profesi

 Peningkatan peran organisasi profesi terutama dalam pembinaan anggota sesuai dengan
standar profesi dan peningkatan mutu sumber daya manusia.

9). Peningkatan kontrol sosial

 Peningkatan pengawasan dan kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan


kesehatan akan meningkatkan akuntabilitas, transparansi dan mutu pelayanan.
INDIKATOR KINERJA PELAYANAN KESEHATAN

 Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja, yaitu faktor kemampuan (ability)
dan faktor motivasi (motivation). Faktor kemampuan secara psykologis, kemampuan (ability)
pegawai terdiri dari kemampuan potensi dan kemampuan reality. Artinya pegawai yang memiliki
potensi di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil
dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang
diharapkan. Faktor Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi
situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk
mencapai tujuan organisasi.

 Kinerja menjadi tolak ukur keberhasilan pelayanan kesehatan yang menunjukkan akuntabilitas
lembaga pelayanan dalam kerangka tata pemerintahan yang baik (good governance). Dalam
pelayanan kesehatan, berbagai jenjang pelayanan dan asuhan pasien (patient care) merupakan
bisnis utama, serta pelayanan keperawatan merupakan mainstream sepanjang kontinum
asuhan. Upaya untuk memperbaiki mutu dan kinerja pelayanan klinis pada umumnya dimulai
oleh perawat melalui berbagai bentuk kegiatan, seperti: gugus kendali m utu, penerapan
standar keperawatan, pendekatan¬pendekatan pemecahan masalah, maupun audit
keperawatan.

 Terkait dengan istilah dan pengertian kinerja, beberapa referensi menyebutkan berbagai
pengertian yang dimaksud. Menurut Sedarmayanti (2004), kinerja adalah pencapaian/prestasi
seseorang berkenaan dengan seluruh tugas yang dibebankan kepadanya. Standar kerja
mencerminkan keluaran normal dari seorang karyawan yang berprestasi rata-rata, dan bekerja
pada kecepatan/kondisi normal. Sementara Noe berpendapat bahwa kinerja karyawan
merupakan tujuan akhir dan merupakan cara bagi manajer untuk memastikan bahwa aktivitas
karyawan dan output yang dihasilkan kongruen dengan tujuan organisasi.

 Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja antara lain faktor
kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Secara psikologis faktor kemampuan
terdiri dari kemampuan pontensial (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya
seseorang yang memiliki IQ di atas rata-rata (110-120) apalagi superior dengan pendidikan yang
memadai untuk jabatannya dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, akan lebih mudah
mencapai kinerja maksimal. Faktor motivasi, motivasi merupakan suatu sikap seseorang
terhadap situasi kerja dilingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif terhadap situasi
kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif
terhadap situasi kerjanya akan menunjuk motivasi kerja yang rendah. Setuasi kerja yang
dimaksud seperti hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan dan pimpinan.
 Misalnya, terkait dengan kinerja perawat, khususnya dalam menghadapi berbagai tantangan
profesinya, kesiapan dan kemampuan perawat dituntut untuk selalu ditingkatkan. Kualitas
sumberdaya perawat sangat menentukan tingkat keberhasilan pelayanan suatu organisasi
pelayanan kesehatan.

 Menurut Depkes RI (2000), sistem Penilaian Kinerja Pegawai di Puskesmas adalah penilaian
sistematik tentang prestsi kerja, disiplin dan potensi pegawai yang dilaksanakan oleh atasan
langsung pada bawahannya.

 Menurut Berwick (2001), mata rantai terdepan yang perlu diperhatikan dalam perbaikan mutu
dan kinerja pelayanan kesehatan adalah pengalaman pasien dan masyarakat terhadap
pelayanan yang mereka terima. Sementara menurut WHO (2002), pengembangan Manajemen
Kinerja merupakan pendekatan perbaikan proses pada sistem mikro yang mendukung dan
meningkatkan kompetensi klinis perawat dan bidan untuk bekerja secara profesional dengan
memperhatikan etika, tata nilai, dan aspek legal dalam pelayanan kesehatan. Hal tersebut
bertujuan untuk meningkatkan kinerja klinis perawat dan bidan melalui kejelasan definisi peran
dan fungsi perawat atau bidan, pengembangan profesi, dan pembelajaran bersama.

Terdapat empat dimensi tolak ukur kinerja yaitu :


1.  Kualitas, yaitu; tingkat kesalahan, kerusakan dan kecermatan.
2.  Kuantitas, yaitu; jumlah pekerjaan yang dihasilkan.
3.  Penggunaan waktu dalam bekerja, yaitu; tingkat ketidak hadiran, keterlambatan, dan waktu kerja
efektif/jam kerja hilang.
4.  Kerjasama dengan orang lain dalam bekerja.

Sementara Parasuraman et al. (1994), berpendapat bahwa beberapa tolak ukur kinerja dalam dimensi
kualitas pelayanan, antara lain :

1.  Kehandalan (reliability), terdiri dari kemampuan karyawan memberikan pelayanan yang dijanjikan
dengan tepat dan segera.
2.  Daya tanggap (responsiveness), keinginan karyawan untuk membantu pelanggan dan memberikan
pelayanan dengan tanggap.
3.  Jaminan (assurance), mencakup kemampuan, kesopanan, dan kejujuran yang dimiliki karyawan,
bebas dari bahaya dan resiko.
4.  Empati (emphaty), meliputi kemudahan karyawan dalam melakukan hubungan, komunikasi, dan
memahami kebutuhan pelanggan.
5.  Keberwujudan (tangibles), meliputi fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan karyawan.
Suatu pelayanan dikatakan bermutu dalam dimensi tertentu apabila indikator pelayanan mencapai atau
melampaui suatu standar tertentu. Mutu, dengan demikian tidak akan tercapai tanpa suatu
perencanaan dan wawasan yang terkait dengan mutu tersebut. Dengan kata lain, bila kita menginginkan
pelayanan yang bermutu di rumah sakit, maka manajemen rumah sakit perlu memperluas wawasan
mengenai mutu pelayanan tersebut dan merencanakan serangkaian aksi untuk mencapai suatu tingkat
atau standar tertentu. Pencapaian atas aksi-aksi tersebut diukur dengan indikator.

Berikut adalah daftar indikator mutu rumah sakit yang diambil dari indikator area wajib yang ditentukan
oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), dan sudah dilakukan evaluasi oleh Komite Peningkatan Mutu
dan Keselamatan Pasien (PMKP), sebagai berikut :

1. Observasi kepatuhan pelaksanaan identifikasi pasien, dimana indikator ini mengukur tingkat
kepatuhan standar identifikasi pasien di unit pelayanan rawat inap dan penunjang medis. Indikator ini
merupakan sasaran pertama dari 6 sasaran keselamatan pasien.

2. Emergency response time kurang dari 5 menit, dimana indikator ini mengukur tingkat pelayanan
Instalasi Gawat Darurat, berdasarkan pengkajian khusus tingkat kegawatdaruratan yang dinamakan
triage.
3. Waktu tunggu rawat jalan kurang dari 60 menit. Indikator ini mengukur tingkat kepatuhan dokter
spesialis yang berpraktik di area Poliklinik (pelayanan rawat jalan).
4. Penundaan operasi elektif lebih dari 2 hari, dimana indikator ini mengukur pelaksanaan operasi
sudah terencana, yang pada pelaksanaannya banyak aspek yang dapat mempengaruhi ketercapaian dari
indikator ini.

5. Kepatuhan jam visite dokter spesialis (dari jam 08.00 s/d jam 14.00). Indikator ini mengukur
kepatuhan dokter spesialis melakukan visit pasien rawat inap.
6. Waktu lapor hasil tes kristis laboratorium kurang dari 30 menit. Pelaporan nilai kristis merupakan
salah satu indikator pelayanan Instalasi Laboratorium, dimana indikator ini memastikan bahwa setiap
hasil laboratorium yang nilainya bersifat kritis harus segera dilaporkan kepada Dokter Penanggung
Jawab Pasien sehingga pasien mendapatkan penanganan segera.

7. Kepatuhan penggunaan Formularium Nasional (Fornas). Instalasi Farmasi melakukan pemantauan


atas indikator ini, secara periodik berkoordinasi dengan unit Informasi danTeknologi untuk menarik data
secara system.
8. Kepatuhan cuci tangan, dimana indikator ini juga merupakan salah satu pemantauan dari 6 sasaran
keselamatan pasien. Indikator ini dipantau oleh Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dan
hasilnya dievaluasi bersama sebagai bagian dari peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.

9. Kepatuhan upaya pencegahan risiko jatuh akibat pasien jatuh. Indikator ini merupakan sasaran
terakhir dari 6 sasaran keselamatan pasien. Indikator ini secara terintegrasi memantau apakah pasien
rawat inap dan rawat jalan dilakukan upaya pencegahan jatuh sesuai dengan tingkat risiko yang telah
dikaji.
10. Kepatuhan terhadap clinical pathway. Dimana indikator ini memantau kepatuhan masing-masing
Profesional Pemberi Asuhan (PPA) terkait atas standar pelayanan yang dibuat dalam bentuk clinical
pathway. 

11. Kecepatan respon terhadap komplain, dimana indikator ini diukur dan dipantau oleh unit Customer
Service atas semua komplain yang diterima dan waktu yang dibutuhkan untuk memberikan respon
kepada pemberi komplain. Respon atas komplain sebelumnya dikaji dan juga seringkali membutuhkan
koordinasi antar unit dalam penyelesaiannya.
Indikator kinerja yankes

 Indikator kinerja: suatu ukuran untuk menunjukkan pencapaian tingkat kinerja


 Indikator kinerja dapat berupa indikator struktur/input, indikator proses, dan indikator
output/outcome

 Contoh indikator proses


 Compliance rate (tingkat kepatuhan)
 Waiting time (waktu tunggu)
 Persentase kunjungan check-up sesudah persalinan (kunjungan pasca persalinan)

 Contoh indikator outcome


 Persentase bayi dengan BBLR
 Persentase bayi dengan gizi buruk
 Pengembalian laba investasi
 Kepuasan pelanggan

Anda mungkin juga menyukai