Daftar Isi
ii
Kata Pengantar
iii
Sambutan Majelis Sinode GPIB
1
Materi 1 Unit - Unit Misioner Dalam Pelayanan GPIB
(Pengurus Pelkat dan Pengurus Komisi GPIB – Sebuah Pengantar)
19
Materi 2 Makna Panggilan dan Pengutusan
26
Materi 3 Sejarah, Pilar – Pilar dan Grand Design PPSDI GPIB
36
Materi 4 Pemahaman Iman GPIB
42
Materi 5 Peningkatan Peran Keluarga
50
Materi 6 Mekanisme Pola Kerja Unit Misioner
64
Materi 7 Pelayan Yang Memimpin
76
Biodata Penulis
HAL : i
MATERI BINA CALON PENGURUS PELKAT, PELAYAN PA-PT & CALON PENGURUS KOMISI GPIB th 2022-2027
KATA PENGANTAR
BUKU MATERI PESERTA PEMBINAAN
CALON PENGURUS PELKAT,PELAYAN PA-PT,CALON PENGURUS KOMISI
GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT (GPIB)
Periode Majelis Jemaat 2022-2027
(Dilaksanakan Tahun 2023 – secara daring)
Salam sejahtera,
Segala puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa memelihara dan
memampukan pelayanan ini sehingga dapat terus berlangsung dalam penyertaan Tuhan.
Sekalipun kita sudah lepas dari Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)
namun kiranya tetap waspada karena pandemi Covid 19 masih ada.
Sesuai Program Kerja dan Anggaran tahun 2022-2023 dan siklus penatalayanan 5 tahunan di
GPIB maka setelah pelaksanaan pemilihan Diaken-Penatua maka dilanjutkan dengan
pengadaan calon pengurus Pelkat, Pelayan PA-PT dan calon pengurus Komisi. Saat ini calon
pengurus Pelkat, Pelayan PA-PT dan calon pengurus Komisi yang sudah memberi diri dengan
sukacita akan menjalani Pembinaan yang bertujuan melengkapi pengetahuan, keterampilan
dan sikap/praktik dalam melayani dengan kualitas dan motivasi pelayanan yang baik.
Materi Bina yang akan diikuti adalah :
➢ Materi 1 : Unit - Unit Misioner Dalam Pelayanan GPIB (Pengurus Pelkat dan
Pengurus Komisi GPIB - Sebuah Pengantar) – Penulis : Pnt. Robby Wekes
➢ Materi 2 : Makna Panggilan Dan Pengutusan – Penulis : Pdt. Yessy Anggraeni H.
➢ Materi 3 : Sejarah, Pilar-Pilar, Grand Design PPSDI GPIB
– Penulis : Pdt. Adri Wangkay
➢ Materi 4 : Pemahaman Iman GPIB – Penulis : Pdt. Margie Ririhena – D.
➢ Materi 5 : Peningkatan Peran Keluarga – Penulis : Pdt. Nancy Nihsapih
➢ Materi 6 : Mekanisme Pola Kerja Unit Misioner – Penulis : Pnt. Louna Ticoalu &
Pnt. Harry Purwanto
➢ Materi 7 : Pelayan Yang Memimpin – Penulis : Pnt. Richard Lumbantobing & Pnt.
Juwilzon Pattinasarany
Diharapkan seluruh calon pengurus Pelkat, Pelayan PA-PT dan calon pengurus Komisi
mengikuti 7 materi ini secara lengkap dan aktif, sehingga mampu secara optimal dan
kompeten melaksanakan panggilan dan pengutusan pada peran serta tanggungjawab yang
dipercayakan. Tantangan utama saat ini khususnya pasca pandemi adalah penguasaan
teknologi digital yang harus dioptimalkan dalam pelayanan serta sinergi intergenerasional
yang hendaknya semakin banyak melibatkan jemaat. Untuk itu, para pengurus Unit Misioner
dan Pelayan PA-PT harus aktif jemput bola mengajak seluruh jemaat berkontribusi dalam
pelayanan. Selain itu penguasaan teknologi digital juga menjadi tantangan penting yang harus
dihadapi saat menjadi pengurus Pelkat dan Komisi juga sebagai Pelayan PA-PT. Maksimalkan
budaya digital dalam pelayanan kreatif ke depan.
Selamat membina diri dan menjadi pelayan Tuhan Yesus yang setia melayaniNya. Tuhan
memberkati.
Departemen PPSDI-PPK
HAL : ii
MATERI BINA CALON PENGURUS PELKAT, PELAYAN PA-PT & CALON PENGURUS KOMISI GPIB th 2022-2027
SAMBUTAN
MAJELIS SINODE GPIB
Syukur kepada Tuhan Yesus Sang Kepala Gereja atas penyertaan dan kebaikanNya
kita boleh ada sampai dengan saat ini dalam melakukan segala aktivitas dan pelayanan kita.
Kita sadari bersama bahwa setelah pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dan dunia
selama kurang lebih 2 tahun, bukan hal yang mudah untuk memulai kembali pelayanan dan
organisasi gereja dengan era dan situasi serta kondisi yang berbeda setelah pandemi. Hanya
karena pertolongan dan kebaikan Tuhan roda organisasi gereja boleh berjalan sampai saat
ini.
Setelah tahapan pemilihan, penetapan dan peneguhan Diaken dan Penatua GPIB
(“Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat”) periode 2022-2027 usai, disusul dengan
tersusunnya PHMJ (“Pelaksana Harian Majelis Jemaat”) yang baru, maka selanjutnya adalah
pengadaan Pengurus Unit Misioner di masing-masing jemaat : Pelkat (“Pelayanan Kategorial”)
dan Komisi sebagai badan pelaksana majelis jemaat. Semua tahapan tersebut sejalan dengan
amanat PKUPPG (“Pokok-Pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja”) agar
GPIB mewujudkan tugas-tugas kegerejaan melalui perupaan para pelayannya sehingga
mampu mengemban panggilan dan pengutusan menghadirkan tanda kehadiran Kerajaan
Allah dan tanda kehidupan yang menjadi garam dan terang dunia serta pembawa damai
sejahtera Yesus Kristus menuju pembangunan Gereja Misioner. Amanat PKUPPG ini
memberikan arah dan strategi secara teologis praktis apa yang GPIB hendak wujudkan saat
ini dan waktu yang akan datang melalui para pelayan-pelayannya sekaligus sebagai panduan
misioner agar semua warga GPIB turut terpanggil mewujudkannya.
Untuk mengerjakan tugas menghadirkan tanda-tanda pemerintahan Allah itu, GPIB
secara terencana dan periodik melakukan pemilihan Pengurus Unit Misioner sebagai badan
pelaksana majelis jemaat pada periode 2022-2027. Pengurus Unit Misioner yang terpilih itu
pertama-tama harus dilihat dan dimaknai sebagai pelayan yang memimpin. Dalam melayani
dan memimpin di lingkup unit misioner, maka keteladanan iman menjadi hal yang sangat
penting menjadi benang merahnya agar buah pelayan tersebut benar-benar dibaktikan bagi
kemuliaan Tuhan Sang Kepala Gereja. Pada langkah yang sama, analisis personal seorang
pelayan diperlukan untuk terus menerus mengalami pembaruan batin, pikiran dan tindakan
sebagai satu kesatuan dengan spiritualitas reformasi : ecclesia reformata qua semper
reformanda secundum verbum Dei (gereja yang direformasi harus terus menerus mereformasi
diri seturut Firman Allah).
GPIB dengan konteks dan tantangannya yang khas berusaha menjawab panggilan
dan pengutusan melalui unit misioner sebagai garda terdepan pelayanan. Proses pengadaan
Pengurus Unit Misioner ini sesungguhnya proses yang dimulai dari keluarga-keluarga sebagai
unit terkecil gereja yang dalam tradisi disebut ecclesiola atau ecclesia domestica (gereja kecil).
Keluarga-keluarga menjadi cikal bakal sebuah jemaat yang dari dalamnya karunia-karunia
muncul, dikelola dan dikembangkan untuk dipersembahkan bagi pekerjaan-pekerjaan yang
memuliakan Tuhan. Proses yang GPIB tempuh ini hendak memastikan bahwa karisma dan
potensi jemaat yang ditemukan dari bawah secara bottom up, diberdayakan melalui
serangkaian pembinaan-pembinaan terencana dan kerkesinambungan.
Inilah proses yang tergambar dari 7 (tujuh) materi bina unit misioner saat ini, yaitu : (i)
Unit-Unit Misioner Dalam Pelayanan GPIB (sebuah pengantar); (ii) Makna Panggilan dan
Pengutusan; (iii) Sejarah, Pilar-Pilar, Grand Design PPSDI GPIB; (iv) Pemahaman Iman GPIB;
(v) Peningkatan Peran Keluarga; (vi) Mekanisme Pola Kerja Unit Misioner; dan (vii) Pelayan
Yang Memimpin.
HAL : iii
MATERI BINA CALON PENGURUS PELKAT, PELAYAN PA-PT & CALON PENGURUS KOMISI GPIB th 2022-2027
Pdt. MAUREEN S. RUMESER-THOMAS, M.Th Pnt. IVAN GELIUM LANTU, S.H., M.Kn.
Ketua III Sekretaris II
HAL : iv
MATERI BINA CALON PENGURUS PELKAT, PELAYAN PA-PT & CALON PENGURUS KOMISI GPIB th 2022-2027
I. Pengantar
Tuhan Yesus menghadirkan gereja-Nya di dunia ini untuk menjadi kawan sekerja-Nya
dalam menyelamatkan dunia dan segala isinya. Pemahaman ini turun sebagai pedoman bagi
gereja (GPIB) dalam melaksanakan Panggilan dan Pengutusan yang rumusannya terdapat
dalam dokumen Pokok-pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja
(PKUPPG). Dalam pedoman ini GPIB menyaksikan keterlibatannya dalam misi Allah yang
berlangsung di tengah-tengah dunia.
Sementara itu para pemimpin gereja baik pendeta, diaken, penatua, pengurus
pelkat serta pengurus komisi dan unit misioner lainnya adalah para pekerja yang memberi
dirinya secara utuh untuk terhisab dalam misi Allah yang diemban oleh Gereja
Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB). Kehadiran mereka bukan hanya menjadi
pelaksana Misi Allah, tetapi juga sebagai penggerak bagi jemaat untuk mengambil bagian
dalam misi Allah. Hal ini selaras dengan alasan mengapa model menggereja GPIB adalah
jemaat misioner, karena misi Allah berlangsung dalam ruang-ruang kehidupan di mana
jemaat hadir di dalam ruang-ruang tersebut.
II. Pembangunan Jemaat Misioner dan Urgensi Penguatan Peran Fungsi Pelkat dan
Komisi di GPIB
Sebagai buah karya Allah, gereja tidak hidup dan berjalan menurut kehendak dan
misinya sendiri, melainkan hidup dan berjalan menurut kehendak dan misi Allah semata, atau
dengan kata lain menjadi Jemaat Misioner yang dipahami antara lain:
1) Gereja adalah kawan sekerja Tuhan bagi keselamatan dunia dan semesta.
2) Rumusan tentang panggilan dan pengutusannya terdapat dalam dokumen PKUPPG.
3) Misi Allah berlangsung dalam ruang kehidupan jemaat.
Adapun hal ini juga disepakati dalam Tata Gereja tahun 2021 melalui Tata Dasar Bab III.
GPIB adalah Gereja Misioner yang dipanggil oleh anugerah Allah dan diutus untuk
melaksanakan amanat Tuhan Yesus Kristus melalui Visi dan Misi-nya dalam rangka
menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah di bumi khususnya Indonesia. Semua gereja
terpanggil untuk menjalankan misi Allah di dunia ini. Pemahaman jemaat misioner ini
kemudian mendorong GPIB untuk melakukan pekerjaan panggilan dan pengutusannya
dengan orientasi baru, yaitu pemenuhan Kerajaan Allah. GPIB menerjemahkan keterlibatan
dirinya dalam misi Allah, melalui model menggereja Pembangunan Jemaat Misioner.
Melalui model Pembangunan Jemaat Misioner mendorong GPIB untuk melakukan
pekerjaan panggilan dan pengutusannya dengan upaya memperlengkapi jemaat melalui
pengajaran, peribadahan, pembinaan dan penatalayanan. Hal ini secara khusus
memperlengkapi para pengurus Pelkat, Pelayan PA, Pelayan PT dan pengurus Komisi dalam
lingkup jemaat. Pembangunan jemaat misioner tidak dapat berlangsung tanpa mengubah
pemahaman teologi yang menjadi dasar dan orientasi kehadiran gereja. Pada saat
pencanangan GPIB sebagai gereja misioner, pemahaman dirinya sebagai gereja terletak pada
keyakinan bahwa dirinya hadir dalam gugusan misi Allah atas dunia ciptaan-Nya. Berdasarkan
hal tersebut perlu menjadi urgensi dalam penguatan peran fungsi Pelkat dan Komisi antara
lain:
1) Memperoleh pemahaman yang tepat tentang panggilan dan pengutusan gereja &
dirinya sebagai pelayan.
2) Tugas Panggilan dan pengutusan itu harus dapat diterjemahkan secara efektif dengan
memperhatikan konteks jemaat.
3) Pelaksanaan tugas yang kontekstual tersebut adalah upaya bersama seluruh jemaat
GPIB dalam pembangunan Jemaat yang misioner.
4) GPIB memperlengkapi warganya melalui berbagai bentuk pembinaan yang
berkesinambungan untuk menyiapkan warga melaksanakan pengutusan gereja.
Memang topik Organisasi GPIB bukanlah hal yang baru. Topik ini juga bukanlah
sebuah teori baru, tetapi merupakan suatu kegiatan pelayanan yang telah diemban oleh setiap
anggota Majelis Jemaat secara khusus dan oleh warga sidi GPIB secara umum. Walaupun
topik ini bukanlah pokok yang baru, namun sungguh disadari, bahwa ketika kita berbicara
tentang tugas dan tanggung jawab dalam sebuah organisasi, maka ada hal-hal penting yang
perlu diingat terus menerus dalam menjalankan aktivitas pelayanan di tengah-tengah jemaat.
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat sebagai “gereja multikultural” adalah
persekutuan warga dalam wujud jemaat-jemaat yang berada di Indonesia, meliputi wilayah
pelayanan mulai dari Sabang di bagian Barat sampai dengan Raha di bagian Timur, mulai dari
Nunukan di Utara sampai dengan Nusakambangan di bagian Selatan (Tata Dasar Dasar Bab
II Pasal 3 Tager 2021).
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat adalah kesatuan dari persekutuan Jemaat-
jemaat :
1. Yang telah ada pada waktu GPIB didirikan;
2. Yang dilembagakan berdasarkan pengembangan jemaat-jemaat;
3. Yang bertumbuh berdasarkan hasil Pelayanan dan Kesaksian.
(Tata Dasar Dasar Bab II Pasal 4 Tager 2021)
Dalam Organisasi GPIB para Pengurus Pelkat, Pelayan PA, Pelayan PT dan Pengurus
Komisi harus memahami dan menghayati tugas dan tanggung jawabnya selaku Pelayan
dalam sistem Presbiterial Sinodal GPIB. Karena itu maka dirasa perlu untuk terlebih dahulu
merangkai sebuah bingkai yang namanya Presbiterial Sinodal, yang di dalamnya kita akan
meletakkan tugas-tugas dan tanggung jawab sebagai seorang Pelayan . Hal ini dipandang
penting, karena dalam Tata Dasar GPIB ditekankan bahwa adanya Para Pelayan karena
panggilan. Maka, hal tersebut perlu dirumuskan supaya para Pengurus Pelkat, Pelayan PA,
Pelayan PT dan Pengurus Komisi menghargai tugasnya sebagai panggilan Tuhan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Balai Pustaka, “sistem” artinya
seperangkat Unsur/ komponen yang secara teratur saling berkaitan, sehingga membentuk
suatu totalitas/keseutuhan/keseluruhan. “Presbiter” = Tua-Tua = Penatua. Melalui sistem
Presbiterial Sinodal yang tertuang dalam Tata Dasar dijelaskan bahwa ada tiga komponen
yang merupakan suatu totalitas untuk menata panggilan dan pengutusan gereja, yaitu:
1. Jemaat
2. Persidangan Sinode
3. Majelis Sinode
Di samping itu dalam Peraturan Pokok Nomor 1 Pasal 10 Tager 2021 dijelaskan bahwa
pimpinan jemaat adalah sebuah persekutuan kerja yang memimpin secara kolektif kolegial
dan yang diketuai oleh Pendeta yang ditugaskan oleh Majelis Sinode. Adapun pimpinan
majelis jemaat sering disebut dengan Pelaksana Harian Majelis Jemaat yang terdiri atas Para
Ketua, Para Sekretaris dan Para Bendahara. PHMJ dipilih oleh Majelis Jemaat untuk
melaksanakan kegiatan sehari hari.
Setelah memahami tentang PHMJ dalam hubungan organisasi GPIB, terdapat juga
Musyawarah Pelayanan (Mupel). Mupel GPIB adalah unit misioner lintas jemaat di satu
wilayah tertentu dalam pelayanan GPIB. Wadah kebersamaan lintas jemaat yang dibentuk
melalui msysyawarah Presbiter dari Jemaat-Jemaat di suatu wilayah pelayanan GPIB.
Jembatan dinamis lintas jemaat dan alat kebersamaan, persekutuan, pelayanan, kesaksian
dari Jemaat-Jemaat di suatu wilayah GPIB tertentu (Peraturan Pelaksana No. 3A Pasal 1 & 2
Tager 2021).
Unit-unit Misioner adalah wadah pembinaan dan pelaksana misi GPIB dalam rangka
Pembangunan Jemaat secara berkesinambungan. Unit – unit misioner dibentuk pada lingkup
Jemaat dan Sinode sesuai dengan kebutuhan. Unit-Unit Misioner menurut Peraturan No. 3
Pasal 1 ayat 3 Tata Gereja 2021 antara lain:
1) Pelayanan Kategorial;
2) Komisi;
3) Panitia;
4) Kelompok Kerja;
5) Musyawarah Pelayanan (Mupel);
6) Kelompok Fungsional-Profesional (KFP);
7) Badan Usaha Milik Gereja (BUMG);
8) Unit-unit Usaha Milik Gereja (UUMG);
9) Departemen;
Lintasan Sejarah dalam realitas operasional penatalayanan Pelkat dan Komisi antara
lain:
• Pada mulanya Kebaktian Minggu dan Kebaktian Keluarga menjadi inti kegiatan
persekutuan.
• Kemudian pelayanan kebaktian Minggu kepada anak-anak segera muncul yang
juga dilakukan pada hari Minggu.
• Pelayanan maju satu langkah dengan memberikan perhatian kepada kategori usia.
• Kategori itu mencakup anak, remaja, kemudian menjadi anak, teruna, berikut
pemuda dan orang tua.
• Kategori orang tua ini dibagi dalam dua bagian yakni Kaum Bapak dan Kaum Ibu
yang sekarang kita kenal sebagai PKB dan PKP.
• Perkembangan masyarakat kemudian membuat menambahkan satu kategori lagi,
yakni ‘Lanjut Usia’ yang sekarang kita kenal sebagai Lansia (PKLU).
• Tahun 1964 dalam Sidang Sinode di Gadog, GPIB mulai mencanangkan diri
sebagai Gereja Misioner dan dengan demikian Jemaat-Jemaat GPIB adalah
jemaat-jemaat Misioner.
• Signifikasi dalam konsep ‘misioner’ ini adalah konsep misi sebagai ‘pemenangan
jiwa’ yang dinilai dari kenyataan pertambahan numerik, bergeser menjadi misi
sebagai ‘perilaku kehidupan’. Dengan signifikasi konseptual seperti ini, maka
seluruh kehidupan menjadi medan misi.
• Konsep misi sebagai perilaku kehidupan ini dalam perkembangannya kemudian
mempertanyakan secara serius ‘siapa’ pelaku misi.
• Pelaku misi adalah setiap orang percaya dalam kehidupannya sehari hari. Dalam
pemahaman misi sebagai perilaku kehidupan dan pribadi warga Gereja sebagai
pelaku misi ini.
• Ternyata konsep ‘Bidang Pelayanan Kategorial’ tidak bisa menampung seluruh
Pemahaman Misi.
• GPIB memutuskan untuk melihat semua warga sebagai ‘ujung tombak’ pelayanan.
• Kelompok-kelompok ketegori khusus, dilihat sebagai ‘unit misioner’.
• Dengan model berpikir seperti ini maka setiap pribadi adalah pribadi misioner, yang
tergabung dalam sebuah Unit Misioner.
• Walau demikian, saat pandemi Covid-19 tidak hanya membawa dampak yang
negatif, tetapi juga banyak hal positif kita nikmati termasuk hingga Pasca Covid 19,
misalnya, gereja-gereja seolah-olah tidak ada lagi batas-batasnya terutama dalam
hal peribadahan.
• Jemaat yang sudah terdaftar sebagai anggota gereja tertentu, sekarang bebas
memilih untuk mengikuti ibadah di mana saja sesuai seleranya. Itulah “gereja tanpa
batas”.
• Tembok-tembok gereja seolah runtuh seketika, sehingga kini menjadi tembus
pandang.
• Sehingga kegiatan persekutuan, pelayanan dan kesaksian serta fungsi
keorganisasian tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, antara lain
adanya: bencana alam, peperangan, kerusuhan sosial politik dan wabah penyakit.
VI. Konsep Intergenerasional, Gereja Ramah Anak, Budaya Digital yang dipahami
Pengurus Pelkat dan Komisi
A. Konsep Intergenerasional
kelahiran anak pasca perang dunia kedua 1945. Generasi ini berkarakter:
memiliki komitmen tinggi, disiplin, mandiri dan kompetitif.
2) Generasi X adalah orang-orang yang lahir pada tahun 1965-1980 atau yang
sekarang (tahun 2022) berusia 41-56 tahun. Generasi ini lahir pada saat
teknologi sudah berkembang pesat tetapi belum secanggih sekarang ini.
Karena itu, karakteristik generasi ini adalah banyak akal, logis dan mampu
mencari solusi.
3) Generasi Y atau millenials adalah orang-orang yang lahir pada tahun 1980 –
1996 atau yang sekarang (tahun 2022) berusia 25-40 tahun. Generasi ini lebih
mahir dalam dunia digital (dibanding generasi sebelumnya), sehingga mereka
lebih percaya diri, mandiri dalam menyelesaikan masalah dan mengumpulkan
pengetahuan.
4) Generasi Z adalah orang-orang yang lahir pada tahun 2000 sehingga mereka,
dapat dikatakan, sebagai yang tidak pernah mengenal kehidupan tanpa
teknologi.
7) Intoleransi.
VII. Pengenalan Diri dalam Melayani Pelayanan Kategorial dan Komisi (Survey 60
Pernyataan karunia-karunia Roh dalam Jemaat)
Mengawali tentang karunia rohani dua tujuan karunia rohani. Pertama, untuk
mempersatukan orang-orang Kristen dalam iman mereka. Kedua, untuk mendorong
terjadinya pertumbuhan dalam gereja baik secara jumlah maupun secara spiritual.
Karunia-karunia rohani digunakan dalam saling mengasihi satu dengan lainnya dan
dalam melayani satu dengan yang lainnya.
Kita secara pasti tidak dapat memilih karunia yang kita ingini. Tuhan yang
menganugerahkan kepada kita melalui karya Roh Kudus. Berikut akan diuraikan lebih
jauh sejumlah karunia dalam Alkitab. Tentunya dalam uraian ini tidak semua karunia
dimasukkan, seperti misalnya karunia-karunia: bahasa lidah, penyembuhan dan
mengadakan mujizat, bernubuat, pemberitaan Firman yang berani, mati syahid/martir
dan selibat. Walaupun karunia-karunia rohani ini ada
tetapi tidak umum dimanfaatkan dalam kehidupan jemaat (khususnya dalam tradisi
Protestan- Calvinis). Oleh karena tujuan karunia rohani itu adalah untuk
mempersatukan orang Kristen dan menghasilkan pertumbuhan melalui pelayanan
dalam jemaat masa sekarang, maka hanya karunia rohani yang umum berkaitan
dengan pelayanan aktual saat ini (di GPIB khususnya) yang dimasukkan dalam
daftar dibawah ini dalam bentuk 60 butir Pernyataan yang berhubungan dengan
karakter secara khusus bagi pelayanan bagi Tuhan dan sesama.
Setelah mendorong kita berpikir dalam tahap mengisi 60 Pernyataan maka di bawah ini ada
Beberapa contoh penggunaan karunia rohani dalam lingkup jemaat ataupun komunitas. Tentu
untuk penempatan di dalam gereja diperlukan sejumlah proses tertentu, misalnya terpilih oleh
jemaat ataupun harus melalui proses pembinaan atau pemilihan terlebih dahulu. Namun
setidaknya kita bisa mendapatkan beberapa gambaran penerapan:
1) Karunia Rohani Administrasi: PHMJ, Komisi PEG, Staf Keuangan, Pengurus Badan
Usaha Milik Gereja, Pengurus Unit Misioner, Pengurus Komisi PPDSI-PPK, Kepala
Kantor, Koordinator retret, Koordinator Sektor ;
2) Karunia Rohani Seni : Komisi Inforkom (merancang banner dan flyer, Fotografer,
Videografer), Pelayanan Panggung Boneka Untuk Pelkat PA, Tim Drama/Teater, Tim
Penari, Tim Dekorasi ;
6) Karunia Rohani Iman: Majelis Jemaat, Tim Pelayanan Umum, Tim perencanaan
jangka Panjang, Memimpin pendalaman Alkitab (Bible Study), Pengajar Katekisasi,
Komisi PEG;
7) Karunia Rohani Memberi: Kordinator Relawan, Tim Pelayanan, satgas covid,
memberi kesaksian Pribadi, Komisi PEG, Donatur Orang Tua Asuh dan Beasiswa ;
8) Karunia Rohani Keramah-tamahan: Majelis Jemaat, Penyambut Jemaat, Menjadi
tuan rumah Bible Study, Pusat Informasi Pengunjung Gereja, Panitia Natal Diakonia,
Komisi Diakonia, satgas covid;
9) Karunia Rohani Doa Syafaat: Majelis Jemaat, Komisi Ibadah, memimpin doa di
ibadah (Keluarga, Pelkat, Hari Minggu), Tim Perkunjungan Pastoral;
10) Karunia Rohani Pengetahuan: Majelis Jemaat, Kordinator Perpustakaan Gereja,
Panitia Pemilihan Diaken-Penatua, Tim perencanaan jangka Panjang, Komisi
Teologia, Komisi PPSDI-PPK ;
11) Karunia Rohani Kepemimpinan: Majelis Jemaat, Koordinator Sektor, Pimpinan
Pelkat/Panitia/Komisi/Unit Misioner, MC Acara-acara khusus;
12) Karunia Rohani Belas kasihan: Komisi Pelkes, Tim UP2M, Tim Perkunjungan
Pastoral ke rumah atau rumah sakit. Komisi Diakonia, Komisi Kedukaan, mengatur
transportasi untuk Ibadah, Tim Pelkes, Pemimpin Support Group, Pelayanan Daring;
13) Karunia Rohani Musik Instrumen: Komisi Muger, Pemusik Ibadah (Pianis,
Organis,Gitaris, dan alat musik lain), pemain musik di retreat, pemain musik pada
acara-acara khusus lainnya;
14) Karunia Rohani Menyanyi: Komisi Muger, Anggota Paduan Suara atau Vocal Group,
dirigen Paduan Suara, Pemandu Nyanyian atau Kantoria di Ibadah, mengajar nyanyian
di Pelkat;
15) Karunia Rohani Menggembalakan: Majelis Jemaat, Pemimpin Kelompok Kecil, Tim
Pelayanan Perkunjungan Pastoral, Pelayanan konseling, Pemimpin Bible Study di
rumah, Komisi Kedukaan;
16) Karunia Rohani Membantu: Komisi Crisis Center, mendampingi anak di ruang
bermain Gereja, merawat bangunan dan inventaris lainnya, menyediakan transportasi,
Tim Kerumahtanggan, Tim IT, sound system, dan Multimedia lainnya,membantu
memeriksa liturgi ataupun buletin Warta Jemaat, Satgas Covid ;
17) Karunia Rohani Keterampilan Karya: Teknisi perbaikan berbagai inventaris
(bangunan, listrik, perlengkapan ruangan ibadah, leding, dll), Operator Sound System
(Audio dan Visual), Perawatan Taman Gereja ;
18) Karunia Rohani Mengajar: Majelis Jemaat, Komisi PPSDI-PPK, Pelayan/Pengajar di
Pelkat PA, PT, Pengajar Katekisasi, Pemateri Seminar;
19) Karunia Rohani Hikmat: Majelis Jemaat, Komisi Inforkom Litbang, Tim Perencanaan
Jangka Panjang, Konselor untuk Sesama, Pemimpin Support Group, Pemimpin Tim
Pelayanan Bersama;
20) Karunia Rohani Menulis: Komisi Inforkom, Penulis artikel di majalah gereja atau
halaman website, Sekretaris atau Notulis;
Bila telah menemukan karunia-karunia rohani utama, maka langkah-langkah ini perlu
dilakukan adalah melakukan proses analisa diri lebih lanjut :
1. Berdoa. Mohon kepada Roh kudus untuk menuntun saudara ketika hendak
mengevaluasi diri menyangkut Karunia-karunia Rohani saudara itu. Tujuannya agar
saudara dimampukan untuk merenung dan menemukan potensi diri dengan tepat.
2. Pelajari. Pelajari referensi Alkitab tentang karunia rohani saudara itu.
Bagaimanakah karunia-karunia itu dapat berfungsi di dalam persekutuan jemaat?
3. Memeriksa Batin. Bagaimanakah perasaan saudara terhadap setiap karunia rohani
itu dalam rumpun aplikasi karunia tersebut? Pada bagian selanjutnya akan
diberikan contoh bagaimana setiap karunia rohani digunakan dalam jemaat.
Setelah memperhatikan contoh-contoh tersebut, tanyakanlah kepada diri sendiri,
bagaimanakah rasanya bila saudara aktif pada jenis pelayanan yang sesuai
dengan rumpun saudara?
4. Lacak Hasilnya. Ketika saudara telah menggunakan karunia rohani, perhatikan
hasilnya. Umumnya, saudara akan memperoleh hasil positif dan kegembiraan atas
penggunaan karunia rohani itu.
5. Dengarkan Respon Orang lain. Dengarkanlah dukungan dari saudara-saudara
seiman! Mereka dapat mengenali karunia rohani saudara. Salah satu indikasinya
ialahmelalui ekspresi tulus yang mendukung apa yang sedang saudara kerjakan atau
ketika orang berterima kasih atas pelayanan anda yang telah berjalan dengan baik.
6. Memfungsikan Karunia Rohani. Semua orang Kristen perlu untuk saling mendukung
dan bekerja sama. M emang, dalam beberapa bidang pelayanan ada saudara seiman
yang lebih siap dan jauh lebih memiliki pengalaman diperlengkapi. Seseorang yang
melayani pada suatu bidang tertentu yang sesuai dengan karunia rohaninya akan lebih
efektif dari pada yang tidak punya Karunia Rohani di bidang itu.
VIII. Penutup
GPIB sebagai gereja yang mengemban panggilan dan pengutusan di tengah dan
bersama dunia. Di tahun ini kita memasuki tema jangka pendek IV, tema yang terakhir yang
digumuli bersama untuk mencapai GPIB menjadi gereja yang mewujudkan visi: Damai
sejahtera bagi seluruh ciptaanNya. Tahun pertama dalam merupakan langkah awal dimana
kita berupaya untuk menjajagi penerapan keluasan dari samudra tema yang berjudul:
“Mengoptimalkan Sinergi Intergenerasional GPIB dengan mengembangkan Kepemimpinan
Misioner dalam Konteks Budaya Digital” (Efesus 4:11-16). Puji syukur kepada Tuhan
Yesus, Sang Kepala Gereja, yang mengaruniakan kesempatan bagi GPIB untuk berkarya
dalam panggilan dan pengutusan di tahun kerja yang baru.
Di lingkup internal, Fungsionaris Majelis Sinode yang terpilih pada tahun 2021 melalui
forum Persidangan Sinode, berhadapan dengan tantangan yang bagi sebagian besar
adalah hal yang baru. Kebaruan yang utama terkait dengan fungsi, tugas dan peran yang
baru yang diperhadapkan dengan budaya berdiskursus di lingkup GPIB. Di lingkup
eksternal tantangan yang harus dihadapi jauh lebih berat.
tidak akan lepas dari hal ini. Namun demikian kasih Allah akan menyertai kita semua
dan menjadikan perjalanan ini sebuah proses pembelajaran untuk menuju GPIB yang
lebih baik. Kelegaaan untuk menerima pandangan yang berbeda dan beradaptasi akan
menjadi kata kunci yang akan membawa GPIB untuk melahirkan pemimpin misioner.
3. Tantangan yang cukup berat datang dari lingkup eksternal. Beberapa tantangan yang
cukup menonjol adalah sebagai berikut:
a) Pandemi Covid – 19 sudah kita jalani berjalan dalam masa 3 tahun dan kita
bersyukur karena dapat melaluinya dalam kasih setia Tuhan. Ada diantara kita
yang telah menyelesaikan karya layannya di dunia ini dan terkena dampak itu serta
kembali kepangkuan Bapa di sorga. Kita saat ini yang masih diberikan kesempatan
untuk melanjutkan karya layan di masa covid – 19 dan selanjutnya di panggil dan
diutus Tuhan hanya untuk kemuliaan namaNya. Dampaknya tidak hanya terjadi
dalam kesehatan tetapi dalam berbagai macam aspek kehidupan dan stigma
negatif terhadap mereka yang terpapar covid - 19. Kondisi pandemi ini kita
harapkan dan doakan serta upayakan dapat menjadi endemi dan berakhir. Itulah
sebabnya warga gereja hendaknya tetap mematuhi protokol kesehatan dan
mengikuti vaksinasi yang dianjurkan pemerintah. Program tahun ini GPIB akan
fokus pada program kesehatan sekaligus untuk membangun kerjasama gereja
dengan masyarakat melalui komunitas kesehatan.
b) Dampak Covid-19 yang berimbas pada gereja terutama dirasakan di dalam
kehidupan rumah tangga dengan meningkatnya kekerasan bahkan perceraian.
Selain itu gereja juga diperhadapkan dengan aspek ekonomi dan pelayanan yang
harus dilakukan secara ragawi dengan prokes, daring dan hybrid. Menyikapi
kondisi ini maka gereja perlu memberikan pembinaan dan pelayanan yang
memberikan pemahaman agar seluruh warga jemaat siap beradaptasi dengan
kondisi covid – 19.
c) Gereja juga perlu melakukan pelayanan ketahanan ekonomi pada warga
jemaatnya dengan diakonia reformatif yang memberdayakan warga jemaat
melalui Pelayanan Kategorial dan Pengurus Komisi dengan UKM dan UMKM.
Perlu dikembangkan pula diakonia transformatif yang memberikan pembebasan
dari kemiskinan akibat ulah para tengkulak. Itulah sebabnya diperlukan kerjasama
dengan berbagai pihak, LSM, NGO khususnya pemerintah. Seperti yang telah
dilaksanakan di Mupel Sumut – Aceh dan Pelkes, Market place Pesona Pelkes
serta gagasan dari Yayasan Diakonia GPIB dengan aplikasi Loker (Lowongan
Kerja) dan Lapak. Di sisi lain diakonia karitatif perlu tetap dilaksanakan bagi
memicu perang dunia. Untuk Indonesia hal ini sudah mulai dirasakan. Perang
Rusia-Ukraina telah melambungkan harga komoditas di pasar global. Lonjakan
harga tersebut diyakini akan merembes ke produk-produk yang diimpor Indonesia
sehingga mendongkrak inflasi dan berimbas pada kenaikan harga termasuk
produk pertanian. Di tengah kondisi ini gereja terpanggil untuk mendoakan
kedamaian dunia dan juga untuk bersiaga dalam menghadapi ketahanan ekonomi.
Untuk itu salah satu fokus utama yang dikemukakan dalam program 2022-2023
adalah program ekonomi.
Akhirnya, melalui Materi Unsur-Unsur Pelayanan Pelkat, Pelayan PA, Pelayan PT dan
Pengurus Komisi menjadi bagian dalam pembinaan warga gereja untuk dilaksanakan secara
konsekuen di lingkup sinodal, mupel dan jemaat. Kami percaya dengan bimbingan Roh Kudus
yang telah membimbing akan tetap menuntun dan merahmati seluruh pihak untuk berkarya
bersama menghadirkan damai sejahtera. Majelis Sinode GPIB mengucapkan terimakasih
kepada seluruh pihak yang telah membantu pelaksanaan pembinaan Calon Pengurus Pelkat,
Pelayan PA, Pelayan PT dan Pengurus Komisi yang merupakan bagian daru unit-unit misioner
di lingkup jemaat sehingga dapat berjalan dengan selamat dan sukses menyelesaikan
program kerja hanya karena anugerah Yesus Kristus Kepala Gereja.
CATATAN PENGANTAR
Materi makna Panggilan dan Pengutusan ini disusun berdasarkan “panduan penulisan” (Term
of Reference –TOR) yang disampaikan kepada penulis dengan tujuan agar pengurus Pelkat
– Pelayan PA/PT dan pengurus Komisi memenuhi ketiga unsur berikut:
PENDAHULUAN
Ada sebuah kayu tergeletak di pinggir jalan, kayu ini sudah dibuang dan dianggap tidak
berguna lagi. Seorang gembala datang dan mengambil kayu itu lalu menggosok-gosok,
menghaluskan bagian luar dan terus membentuk kayu itu hingga berubah wujud menjadi
sebuah tongkat yang berguna untuk menjaga kawanan domba milik kepunyaan-nya.
Dari analogi sebuah kayu yang dianggap tidak layak, ternyata ditangan seorang gembala
berubah menjadi sebuah tongkat yang berguna. Mari kita melihat tahapan panggilan diri
sebagai seorang pengurus Pelkat – Pelayan PA/PT dan pengurus Komisi sebagai berikut:
• Tahap 1 Menerima dan Menjawab Panggilan.
• Tahap 2 Menjadi Saksi atas Panggilan tersebut ditengah panggilan dan
pengutusan.
• Tahap 3 Menjadi sumber inspirasi sebagai duta Yesus Kristus.
Berikut adalah kutipan yang tercantum dalam buku III PKUPP dan Kurikulum GPIB tahun
2021 terkait dengan pergumulan GPIB di tengah memaknai panggilan dan pengutusan di
tengah budaya digital.
a. Memaknai panggilan dan pengutusan ditengah budaya digital hendaknya membentuk
pengurus Pelkat, pelayan PA/PT dan pengurus komisi untuk berinteraksi, berperilaku,
berpikir dan berkomunikasi sebagai manusia dalam lingkungan masyarakat yang
memberikan prioritas pada elemen manusia yang memanfaatkan teknologi digital demi
kebaikan dan seluruh ciptaan. (PKUPPG dan Kurikulum GPIB 2021, hal.29)
b. Memaknai Panggilan dan Pengutusan di tengah budaya digital akan menghadirkan
kegiatan yang berlangsung tidak lagi ditataran konsep tetapi implementasi yang
tampak dalam relasi internal dan eksternal antar gereja, masyarakat dan pemerintah
serta global. (PKUPPG dan Kurikulum GPIB 2021, hal. 30)
c. Memaknai panggilan dan pengutusan pengurus Pelkat, Pelayan PA/PT dan pengurus
komisi dalam konteks budaya digital akan berhadapan dengan kebutuhan konteks riil
yang dihadapi masa kini yaitu berhadapan dengan berbagai fakta yang menuntun
mereka untuk terus menghadirkan nilai-nilai Kerajaan Allah yaitu kebenaran, damai
sejahtera dan sukacita.
d. Memaknai panggilan dan Pengutusan ditengah budaya digital, pengurus Pelkat,
Pelayan PA/PT dan pengurus Komisi mendapat penegasan bahwa komunitas online
dan offline sebagai dua dunia yang ditinggali secara bersamaan, meski dapat
menyebabkan ketengangan bagi keduanya namun dialog antara keduanya akan
menghasilkan “jalan ketiga” antara digital dan non-digital sebagai satu kesatuan
interdependesi yang saling mengisi dan menguatkan (PKUPPG dan Kurikulum GPIB
2021, hal 53).
e. Memaknai panggilan dan pengutusan di tengah era digital, pengurus Pelkat, Pelayan
PA/PT dan Pengurus Komisi ditantang untuk hadir sebagai penggagas dan pembawa
perubahan, diajak untuk tidak mengisolasi diri dalam menara gading atau meremehkan
lingkungan digital sebagai ruang “realitas virtual” atau hiburan semata, melainkan
berusaha untuk menginkulturasikan dirinya secara teologis dalam budaya kontemporer
(PKUPPG dan Kurikulum GPIB 2021, hal. 54).
f. Memaknai Panggilan dan pengutusan pengurus Pelkat, PA/PT, pengurus Komisi
didorong untuk menjadi komunitas masyarakat yang beriman, akrab teknologi dan
ramah lingkungan. Menghadirkan diri sebagai komunitas yang mampu menggunakan
sumber-sumber digital yang berguna dan berdampak bagi seluruh alam ciptaan Tuhan
yang saling bersinergi antara manusia dengan sumber digital dan alam semesta
(PKUPPG dan Kurikulum GPIB 2021, hal.55)
Pengurus Pelkat, Pelayan PA/PT dan Pengurus Komisi dalam memaknai panggilan dan
pengutusannya melaksanakan Tridharma panggilan gereja yaitu persekutuan, pelayanan
dan kesaksian. Masing-masing fungsi memiliki sasaran, strategi dan indikator keberhasilan
yang perlu dilcermati sesuai dengan buku III PKUPPG dan Kurikulum GPIB tahun 2021.
Dalam melakasanakan fungsi utama ini, para pengurus Pelkat, Pelayan PA/PT dan
pengurus Komisi adalah sumber daya insani yang merupakan bagian dari fungsi
penunjang yang sedang melaksanakan tugas missioner dengan kompetensi yang mampu
membangun hubungan gereja dan masyarakat secara optimal dengan integritas tinggi
sebagai manusia baru, baik pribadi maupun keluarga bahkan jemaat dan gereja, yang
handal dalam setiap kebutuhan dan tantangan pelayanan di tengah lingkungan yang
berubah cepat. (PKUPPG dan Kurikulum GPIB 2021, hal. 80-81).
Panggilan dan Pengutusan semula tidak tampak atau tidak konkret karena merupakan
ketukan batin oleh Tuhan, menjadi nyata dalam persekutuan, pelayanan dan kesaksian dari
masa ke masa (bnd. Yeremia 1 : 4-10). Panggilan batiniah pada awalnya terselubung,
kemudian terungkap dalam wujud karsa dan itikad. Pemilihan dan panggilan tidak berhenti
pada satu peristiwa saja. Ada rangkaian peristiwa di depan yang menguji, yaitu: Kesetiaan,
ketekunan, kekudusan, pengabdian.
Dalam sebuah panggilan ada tantangan dan ujian yang Dalam sebuah panggilan
harus dihadapi namun di dalamnya juga terkandung arti ada tantangan dan ujian
bahwa Yang Memanggil tetap setia menyertainya, menuntun, yang harus dihadapi
dan melindungi dia yang dipanggil. namun di dalamnya juga
• Kerendahan hati untuk melayani tersirat dalam terkandung arti bahwa
panggilan. Yang Memanggil tetap
• Kesiapan mental untuk menghadapi tantangan yang setia menyertainya,
membawa derita dan kecemasan (Matius 5:10-12) bukan menuntun, dan melindungi
pertama-tama kedudukan dan kehormatan yang dicari. dia yang dipanggil.
• Kesediaan untuk melayani sekalipun dalam kedudukan
yang paling rendah, menjadi tolok ukur bagi setiap orang yang mengemban panggilan
Tuhan karena Tuhan sendiri rela menjadi “hamba” dan mengorbankan diri-Nya (Filipi 2:5-
8).
Karena ruang dan waktu bisa berubah, ada orang-orang lain pula yang memperoleh
panggilan yang sama untuk mengganti mereka yang sebelumnya dipanggil, yang dikenal
dengan istilah “regenerasi,” sama seperti pergantian pimpinan antara Musa dan Yosua, Elia
dan Elisa. Ada saja yang melanjutkan panggilan itu pada ruang dan waktu yang berbeda.
Panggilan itu terbuka, namun sekaligus juga terjadi seleksi dari pihak Tuhan. Bahwa orang
pilihan pun dapat terjatuh, itu pun terjadi pada diri raja Saul, Daud, dan dapat pula menjadi
pengalaman lingkaran pertama orang-orang pilihan Tuhan, yakni murid-murid-Nya sebagai
cikal bakal gereja. Walaupun ada saja yang dapat tersisih karena mengingkari panggilan itu
(Yudas Iskariot), namun kelangsungan orang-orang yang terpanggil tetap ada dari angkatan
ke angkatan.
Tuhan memanggil dan mengutus, kemudian secara
lahiriah diperlengkapi melalui pengalaman-pengalaman dan Tuhan memanggil dan
pembinaan-pembinaan pada tahap-tahap tertentu. Dalam mengutus kemudian
kerangka karya keselamatan-Nya Tuhan melibatkan orang secara lahiriah
atau umat menjadi tanda-tanda rahmat di tengah sejarah diperlengkapi melalui
dunia. Panggilan tidak pernah terjadi di luar perkembangan pengalaman-
zaman. Walaupun bersifat universal dan antar generasi, pengalaman dan
panggilan itu selalu terkait dengan tuntutan zaman dan
pembinaan-pembinaan
perkembangannya. Panggilan Tuhan tertuju pada konteks
atau kenyataan hidup yang pasti berkembang dari satu tahap pada tahap-tahap
ke tahap berikutnya sehingga diperlukan penglihatan atau visi tertentu.
ke depan pula. Sama seperti Musa di antar dari kurun waktu perbudakan ke kurun waktu
perjanjian demikian pula Gereja diantar dari masa yang satu ke masa berikutnya. Dalam
keterbatasan tiap-tiap orang yang dipanggil, semua yang dipanggil itu secara bersama-sama
menunaikan panggilan itu. Tuhan mempercayakan kepada satu panggilan di satu kancah
dalam satu kurun waktu untuk diemban secara bersama-sama dan terpadu sehingga Tuhan
dimuliakan lewat karya-karya nyata bersama.
membantu melayani, namun belum ada yang mengajak mereka dan mereka tidak siap untuk
mengambil prakarsa untuk menawarkan diri. Mereka inilah calon pelayan/pengurus yang perlu
dibantu.
Kedua, ada orang-orang yang sudah melibatkan diri mengikuti dalam satu atau
beberapa kegiatan, namun keterlibatan mereka minimal. Mereka tidak dapat memberikan
waktu lebih dari satu hari atau 3 jam seminggu, mungkin karena jenis pekerjaan mereka, anak
yang masih kecil, atau ada anggota keluarga lansia yang harus mereka rawat dan tangani
terus-menerus. Untuk waktu satu atau dua tahun ini kelompok ini memang tidak mungkin lebih
melibatkan diri walaupun keinginan tadi ada. Sebaiknya mereka dapat kita ingat dan tindak
lanjuti di tahun yang akan datang.
Ketiga, di antara orang-orang yang melibatkan diri secara minimal seperti diuraikan di
atas, mungkin sudah ada di antaranya yang ingin dan mampu membantu kegiatan pelayanan
dan menanti ajakan. Karena tidak ada yang mendeteksi mereka dan tidak mengupayakan
ajakan, mereka sungkan dan terus-menerus melibatkan diri secara minimal saja.
Pelajaran yang di dapat dari melihat dan menjalani pelayanan menurut “kacamata
Yesus” dalam memaknai panggilan dan pengutusan sebagai pengurus Pelkat – Pelayan
PA/PT dan pengurus Komisi adalah:
a) Pengurus Pelkat – Pelayan PA/PT dan pengurus Komisi mengagumi Yesus sebagai
manusia yang tidak jatuh dalam hawa nafsu dan selalu bisa memilih dan melakukan yang
benar. Sedangkan pengalaman kita menunjukkan betapa susahnya untuk disiplin, jujur,
bertanggung jawab, setia dan mengampuni.
b) Yesus mengembangkan kemampuan manusiawi-Nya, relasi-Nya dengan Bapa untuk
melayani dan menyelamatkan umat manusia. Dalam hidup dan pelayanan Yesus
semacam ini, Tuhan dimuliakan. Setiap manusia terpanggil ke arah yang sama.
c) Memiliki semangat inkarnasi yaitu: Allah hadir dan bisa dialami dalam berbagai
pengalaman manusiawi, termasuk yang pahit dan gelap sekalipun. Justru dalam
kerapuhan itulah kuasa Allah lebih nyata (bdk. 2 Korintus 12:9).
2. Pengurus Pelkat – Pelayan PA/PT dan pengurus Komisi Menjadi Contoh dalam
Mengedepankan dan Menerapkan Nilai-nilai Kristiani dalam Kehidupan Pelayanan
dan Keseharian
Transformasi Diri
DDiriDiri
Perilaku Cita-cita
Kuasa
Allah
Apa yang
Gambar Diri dianggap
bernilai
Pandangan
Hidupnya
3. Pengurus Pelkat – Pelayan PA/PT dan pengurus Komisi berperan sebagai “Duta
Yesus Kristus yang Mengubah Pemahaman Warga Jemaat yang Dilayaninya
Spiritualitas inklusif bertujuan mengembangkan kerohanian yang menyatukan seluruh
gerak kehidupan dan mengacu pada pluralitas hidup yang merayakan persaudaraan antar
manusia. Tidak mengakomodasi aneka kuasa kegelapan yang berlawanan, seperti kekerasan,
ketidakadilan, kebohongan, keserakahan, intoleransi, dll. Berperan sebagai “duta Yesus
Kristus” bertujuan agar kebaikan yang terpancar dari Allah dialaminya dan ditemukan kapan
pun dan di mana pun. “Roh itu bergerak seperti angin”, kata Yesus (Yohanes 3:8). Artinya, di
manapun Roh Allah bekerja, maka di sanalah damai sejahtera-Nya ditemukan dan dirasakan.
Sebagai “duta Yesus Kristus”, Pengurus Pelkat – Pelayan PA/PT dan pengurus Komisi
sepatutnya berkemampuan seperti Yesus dalam melaksanakan panggilan, pengutusan dan
keteladanan-Nya, yaitu:
a. Yesus membangun relasi dengan orang-orang di sekitar-Nya dan melayani mereka. Yesus
lebih tertarik pada belas kasih. Yesus membantu manusia untuk bersatu dengan yang ilahi
untuk keselamatan semua manusia.
b. Kesaksian hidup yang inspiratif, menjadi ungkapan rasa spiritual, tenang dan bersyukur,
kokoh pada prinsip dan tidak termakan oleh aneka tawaran duniawi. Hidupnya sederhana
(ugahari) tanpa mengurangi kualitas pelayanan.
c. Berani mewartakan kebenaran lewat kata dan tindakan tanpa perlu pengakuan dari orang
lain.
KESIMPULAN
1. Belajar dari para tokoh dalam Alkitab. Kualitas seseorang yang dipanggil dan diutus
ditandai oleh kemauan dan kemampuannya menjadikan nilai-nilai kebenaran sebagai nilai
diri. Dan sumber utamanya ada di dalam Alkitab.
2. Indikasinya ialah ia mampu menaklukkan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat egoisme
dan nafsunya demi penghayatan nilai panggilan ini.
3. Ia tidak mudah jatuh dan terjebak pada mentalitas utilitaristis (cari untung), yaitu secara
sadar atau tidak, menggunakan panggilan dan pengutusan demi pemenuhan
kebutuhannnya yang tersembunyi.
4. Pribadi religius yang demikian akan secara bertahap mampu melewati pergumulan hidup
dan menyatukan diri secara gembira dan kreatif dalam melaksanakan tugas panggilan
dan pengutusannya baik di dalam maupun di luar gereja.
5. Hidup yang diwarnai kegembiraan dan damai meskipun tanpa medali dan tepuk tangan
orang lain. Gaya hidupnya menampakkan kualitas kalau dia memiliki kebebasan batin dan
stamina rohani yang mumpuni. Dia dengan setia memanggul salibnya setiap hari untuk
mengikuti Sang Guru. Keakraban dengan Tuhan dalam batinnya, memampukan dia
menemukan Tuhan dalam segalanya. Di tengah kesibukannya itu, dia tetap menyediakan
waktu untuk berdoa. Kerohaniannya menjadi hidup dan menyejarah.
6. Kedekatan dengan Tuhan akan memberdayakan dirinya dan mengalirkan kedekatan
dengan Tuhan dalam bentuk pelayanan dengan tulus, gembira dan maksimal. Karena
pada dasarnya pelayanan tidak lain adalah berbagi anugerah yang diterima dari Tuhan
kepada sesama.
7. Sikap tulus dan hormat tampak pada sikap bela rasa, mendengarkan secara afektif dan
membuang segala kecenderungan untuk memanfaatkan mereka. Kesadaran akan
keterbatasan dan kerapuhan membawa pada sikap untuk terus belajar dari pengalaman
diri sendiri maupun dari sesama. Maka, tidak tabu baginya untuk berkisah mengenai jatuh
bangun hidup dan pelayanannya terutama dengan rekan-rekan seperjalanan dalam
panggilan dan pengutusan.
8. Mengobarkan terus panggilan dan pengutusan. Pengobaran semangat bukan saja agar
tidak pudar, namun juga agar senantiasa menyala semakin terang, semakin bercahaya
dan semakin mendalam. Oleh karena itu di dalamnya tidak hanya ada langkah
pembaharuan diri terus-menerus, namun juga langkah dalam proses pertobatan terus
menerus, namun juga langkah untuk semakin memberikan diri pada bimbingan Roh agar
semakin dikuasai dan dituntun oleh-Nya.
9. Ada proses pematangan diri, baik secara manusiawi, spiritual, intelektual maupun
pastoral, dalam hidup panggilan maupun perutusan para pengurus.
10. Perjalanan menapaki hidup panggilan tidak pernah usai, malahan sebaliknya semakin
lama diharapkan semakin matang dan mendalam, oleh karenanya langkah serta proses
pembinaan terus-menerus harus senantiasa diupayakan, baik secara personal maupun
jemaat.
Pengurus Pelkat , Pelayan PA/PT dan Pengurus Komisi adalah duta-duta Yesus
Kristus yang dipanggil dan diutus di setiap kondisi zaman (dhi. Di tengah budaya digital).
Mereka hadir sebagai pelaksana misi Allah di tengah dunia. Berikanlah komitmen Saudara
baik secara pribadi maupun sebagai komunitas Kristen dalam berperan sebagai duta
Yesus Kristus untuk menghadirkan nilai-nilai Kerajaan Allah yaitu kebenaran, damai
sejahtera dan sukacita dalam bentuk sebuah pernyataan tertulis, puisi, nyanyian, tekad
lukisan telapak tangan, dan sebagainya.
DAFTAR RUJUKAN
I. CATATAN PENGANTAR
Perbedaan antara materi bina Pilar–Pilar GPIB tahun 2017 dengan tahun 2023 ada pada
isi materi.
Jika materi bina tahun 2017 memasukkan point tentang Pemahaman Iman, maka di tahun
2023, Pemahaman Iman disajikan tersendiri dan menjadi materi yang baru.
Dengan demikian penyajian materi tentang Pilar–Pilar GPIB hanya berisi tentang Sejarah
GPIB, PKUPPG, Tata Gereja dan Grand Design.
II. PENDAHULUAN
Dalam KBBI (1996), kata “pilar” diartikan sebagai tiang penguat (dari batu, beton, dsb).
Bisa juga berarti dasar (yang pokok).
GPIB menggunakan kata pilar ini untuk untuk menjelaskan dua hal: Pertama,
keterhubungan 4 hal yang saling terkait, yakni; Sejarah GPIB, Misiologi (PKUPPG), Eklesiologi
(Tata Gereja), dan Grand Design GPIB. Kedua, dengan memahami pilar–pilar dimaksud,
maka bagi para fungsionaris unit–unit misioner, diharapkan mampu melaksanakan tugas
panggilan dan pengutusan Gereja.
Disamping itu, dengan uraian materi ini diharapkan dapat dimengerti bagaimana cara
GPIB menjawab pergumulan dan tantangan, tetapi juga meraih harapan atau
kesempatan serta peluang yang ada di medan pelayanan-nya.
Oleh sebab itu membicarakan pilar–pilar GPIB, artinya mampu menjawab pertanyaan,
bagaimana menerapkan Misio Dei dalam konteks Indonesia yang beragam.
Unit–unit misioner adalah perangkat strategis Gereja yang dimiliki guna menjabarkan
Misio Dei sebagai Misio Ekklesiae.
Itu sebabnya dalam pemaparan materi bina ini, sejarah Gereja GPIB dipaparkan terlebih
dahulu guna memahami konteks keberadaan dan kehadiran GPIB di Indonesia, baru
kemudian PKUPPG sebagai wujud misiologi GPIB dan Tata Gereja GPIB (Eklesiologi) serta
Grand Design ditempatkan di bagian akhir untuk menjelaskan peran Pembinaan dan
Pengembangan Sumber Daya Insani Gereja guna memperlengkapi setiap insan GPIB dalam
mewujudkan tugas panggilan dan pengutusannya.
Secara teknis isi materi bina bagi fungsionaris unit–unit misioner ini, disusun dengan
kerangka sebagai berikut:
I. Catatan Pengantar
II. Pendahuluan
III. Maksud dan Tujuan Pembinaan
IV. Sejarah GPIB
V. PKUPPG GPIB
VI. Tata Gereja GPIB
VII. Grand Design GPIB
VIII. Pendalaman Materi
unit misioner, awalnya (1962) badan pembantu pada tingkat Majelis Sinode berjumlah 8
dengan sebutan komisi serta 1 departemen (1966).
Komisi–komisi yang ada, adalah: (1) Tata Gereja, (2) Liturgi, (3) Pekabaran Injil, (4)
Keesaan, (5) Gereja dan Masyarakat, (6) Penelitan dan Perencanaan, (7) Pendidikan dan (8)
Diakoni. Untuk departemen ada Finek/Pembangunan. Masing–masing komisi dan
departemen beranggotakan 7 orang: ketua, sekretaris dengan 5 anggota.
Artinya, GPIB memberi ruang terhadap warga sidi jemaat untuk ikut mengambil peran
dalam pelaksanaan tugas panggilan dan pengutusan Gereja.
Peran misioner warga sidi jemaat mendapat tempat seiring dengan fokus Majelis Jemaat
dan Majelis Sinode GPIB dalam konsolidasi pelayanan internal, terkait peribadahan, tata
aturan dan pemberdayaan aset dan pengelolaan perbendaharaan yang pada paruhan ini
pasca GPI sangat berpengaruh dalam pengelolaan pelayanan secara umum, terutama dalam
upaya penggalian sumber dana internal bukan lagi droping dari Kerajaan Belanda.
terang visi dan misi yang secara lengkap terurai dalam 10 bidang program (hingga tahun 2005)
dan kemudian menjadi enam bidang program yang berlaku secara sinodal.
Peran Unit Misioner pun semakin terlihat disini, ditambah dengan hadirnya PKLU sejak
tahun 2010 dalam jajaran Pelayanan Kategorial GPIB.
Perubahan Tata Gereja Tahun 1982 ke Tata Gereja Tahun 2010 seiring dengan
penyesuaian PKUPPG dari 10 bidang ke 6 bidang dengan titik berat pada pengembangan
sasaran dan strategi Gereja, diikuti dengan Pemahaman Iman, Tata Ibadah, Kurikulum
Pelayanan bagi PA dan PT, Kurikulum Katekisasi (termasuk pranikah tahun 2009) serta Grand
Design (2015), hendak menegaskan peran teologi, misiologi dan ekklesiologi GPIB di
Indonesia, seiring dengan makin banyak dan tersebarnya jemaat–jemaat di 26 provinsi, 25
Mupel dan 333 Jemaat (data Januari 2023) serta 294 Pos Pelkes (2023).
Sampai pada paruhan Misioner ini hingga tahun 2021 (PS XXI tahun 2021), GPIB telah
dan sementara serta akan terus menggali potensi dalam dirinya guna menjawab
tantangan yang dihadapinya. Bukan hanya sebagai akibat dari perkembangan dan
pertumbuhan Jemaat secara kuantitatif, tetapi juga peran misionernya bagi warga yang secara
kualitatif dibutuhkan sekarang dan yang akan datang.
Oleh sebab itu, Grand Design diperlukan guna mengisi kebutuhan pembinaan dan
pengembangan sumber daya insani secara integral dan komprehensif.
Selanjutnya, terkait dengan upaya pencapaian KUPPG 5 Tahun, disusunlah Tata Kala
sebagaimana di bawah ini:
TATA KALA
KUPPG JANGKA PENDEK IV : TAHUN 2021 – 2026
Didasari Tata Kala ini, disusunlah Program Kerja dan Anggaran (PKA) Tahunan yang
ditetapkan dalam PST dan dijabarkan di jemaat–jemaat serta Mupel.
Itu berarti PKA disusun berbasis KUPPG yang diterjemahkan lebih operasional dalam ke
dalam PKA yang bersifat rutin, program dan proyek.
Atas dasar itulah dalam uraian isi Tata Dasar, diwujudkan azas–azas di atas dengan
skema sebagai berikut:
FIRMAN ALLAH
TATA DASAR
PERATURAN POKOK
PERATURAN–PERATURAN
PERATURAN PELAKSANA
Gambar anak panah ke bawah secara skematis hendak menunjuk pada Firman Allah
sebagai inspirasi yang melandasi eklesiologi GPIB dan menjadi pokok utama yang melahirkan
Tata Dasar, Peraturan Pokok dan Peraturan–Peraturan. Sedangkan anak panah ke atas, mau
menegaskan susunan aturan di lapis bawah adalah turunan dari aturan di atasnya.
Kesulitan memahami Tata Gereja dalam praktek, seringkali menimbulkan masalah, oleh
sebab perlu diperhatikan langkah–langkah sebagai berikut:
1. Pahami LATAR BELAKANG Penyusunan TG.
2. Mengerti dengan baik SEMANGAT/JIWA serta ISI dan Bentuk STRUKTUR.
3. INTERPRETASI secara PROPORSIONAL
Dalam konteks isi, Tata Gereja GPIB berfungsi sebagai cara untuk mendukung misi
GPIB dalam hal ini PKUPPG guna mencapai tujuan misioner-nya di tahun 2026.
Catatan lain terkait Tata Gereja, sesuai dengan maksud dan tujuannya, maka fungsi
pengaturan demi ketertiban persekutuan, pelayanan dan kesaksian itu digerakkan dalam satu
sistem, yakni Presbiterial Sinodal.
Artinya peran kepemimpinan dalam diri Diaken, Penatua dan Pendeta itu diwujudkan
dalam kepemimpinan yang bersifat kolektif–kolegial dan bukan hierarki atau komando.
Karena itu hubungan fungsional dalam konteks Majelis Jemaat sebagaimana tercermin
dalam Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ) yang tidak dilihat sebagai “atasan” dari
Majelis Jemaat (“executive heavy”), tetapi PHMJ adalah pelaksana keputusan Sidang
Majelis Jemaat (SMJ).
Dalam konteks itu, Unit–Unit Misioner dipahami sebagai Badan Pelaksana yang
secara operasional melaksanakan semua Ketetapan dan Keputusan serta kebijakan
yang dilahirkan dalam SMJ dalam koordinasi PHMJ.
Demikian pula jika dikaitkan dengan Majelis Sinode (MS) dalam hubungannya dengan
Majelis Jemaat yaitu harus dijabarkan secara horisontal dan bukan vertikal.
Peran Majelis Sinode selaku pelaksana ketetapan dan keputusan Persidangan Sinode
GPIB dimengerti sebagai katalisator, dinamisator serta fasilitator jemaat–jemaat dalam
melaksanakan panggilan dan pengutusan Gereja dan bukan mengatur tata laksana
pengelolaan di Jemaat.
Dalam hal pengelolaan hidup bersama di satu wilayah (koordinasi Mupel), maka fungsi
Mupel adalah sebagai “jembatan dinamis”, yang dilaksanakan dalam koordinasi Majelis
Sinode dan Majelis Jemaat di wilayah.
Bagaimana menterjemahkan peran tiga pilar GPIB, yakni PI, PKUPPG dan Tata Gereja
dengan Grand Design GPIB, catatan pertama adalah soal kompetensi.
Sebagaimana dirumuskan dalam buku III Hijau PKUPPG dan Grand Design (2015),
kompetensi adalah kemampuan atau kualitas manusia/seseorang yang dibutuhkan agar dapat
melaksanakan panggilan dan pengutusannya (tugas panggilannya).
Dalam hal ini kompetensi kemudian dijabarkan dalam tiga jenis, yakni: kompetensi
fundamental/pribadi, kompetensi fungsional dan kompetensi pemimpin. Lebih lanjut ketiga
jenis kompetensi tersebut diuraikan sebagai berikut:
Kompetensi
Kompetensi Fundamental Kompetensi Fungsional
Pemimpin
1. Spiritualitas Kemampuan untuk melaksanakan:
2. Penuh pertimbangan 1. Persekutuan.
3. Pantang menyerah 2. Pelayanan
4. Menguasai diri 3. Kesaksian
5. Mengasihi sesama 4. Mengelola Penatalayan
6. Dapat diandalkan 5. Menjadi Teladan
7. Senantiasa mengucap 6. Mengembangan diri dan orang
syukur lain.
8. Bertindak sebagai
pendorong
9. Menghormati pimpinan
Catatan:
1). Kompetensi fundamental adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh seluruh warga
GPIB: anak, teruna, pemuda, laki–laki, perempuan maupun lanjut usia.
Kompetensi ini tercermin dalam perilaku sehari–hari yang mencerminkan perilaku Yesus
Kristus.
Dalam tataran praktis hal itu mewujud-nyata dalam perilaku warga yang:
✓ Memberitakan Injil dan menghadirkan tanda–tanda Kerajaan Allah di bumi.
✓ Bertanggung jawab mengupayakan pembebasan dari ketidakadilan, perusakkan
alam dan pelecehan hak azasi manusia, kemerosotan etis–moral dan bentuk
penindasan lainnya.
✓ Menjadi satu persekutuan yang menjalankan tugas pelayanan–kesaksian.
✓ Dan lain–lain.
2). Kompetensi Fungsional, merupakan tambahan kompetensi yang harus dimiliki oleh
warga GPIB apabila kepadanya diberikan peran khusus, misalnya hidup berkeluarga,
menjadi presbiter, pengurus unit–unit misioner, BPPJ, pegawai kantor dan menjadi Majelis
Jemaat atau Majelis Sinode.
3). Kompetensi Pemimpin ini dibutuhkan bagi warga GPIB yang mendapat tugas menjadi
pemimpin, baik di tingkat Jemaat maupun Sinode, artinya peran kompetensi ini
membutuhkan wawasan yang luas dalam berbagai bidang, misalnya: teologi, ekonomi,
hukum, politik, dsb.
Bagaimana hubungan ketiga pilar dengan grand design dalam kaitan dengan tujuan
pembinaan bagi Pengurus Unit–unit Misioner, pada akhirnya dapat disimpulkan hal sebagai
berikut:
KESIMPULAN
Sejarah Gereja dilihat sebagai benang merah yang menjelaskan posisi GPIB dalam
mewujudkan peran misiologis dan eklesiologi dan Grand Design sebagai jembatan dalam
merealisasikan peran pemberdayaan sumber daya insasi.
Dengan demikian para fungsionaris Pelayanan Kategorial dan Komisi–Komisi di Jemaat
secara strategis menjadikan pilar–pilar GPIB tidak saja berfungsi sebagai bekal pengetahuan
umum yang wajib diketahui dan dikenali, tetapi lebih dari itu sesuai dengan maksud dan tujuan
pembinaan ini adalah menyusun, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan
pelayanan Unit Misioner.
Sebagai pelaksana misi Gereja, kerja sama dengan Majelis Jemaat diperlukan guna
mewujudkan Misio Dei dan itu menjadi tanggung jawab bersama.
KEPUSTAKAAN
1. Buku Bahtera Guna Dharma GPIB, BPK Gunung Mulia, Jakarta, Tahun 2014.
2. Buku Hijau Ketetapan Persidangan Sinode Tahun 1978, Kuningan (Jabar).
3. Buku Orange Ketetapan Persidangan Sinode Tahun 1982, Pandaan (Jatim).
4. Buku Oranye Ketetapan Persidangan Sinode Tahun 1986, Kuta (Bali).
5. Buku Ungu Ketetapan Persidangan Sinode Tahun 1990, Unjung Pandang (Sulsel).
6. Buku Ketetapan Persidangan Sinode GPIB Tahun 2005, Nusa Dua (Bali).
7. Buku Ketetapan Persidangan Sinode GPIB Tahun 2010, Jakarta.
8. Buku Merah Pemahaman Iman GPIB Tahun 2007.
9. Buku I, II, III Ketetapan Persidangan Sinode GPIB Tahun 2021, Surabaya (Jatim).
Pemahaman iman adalah pernyataan dari sudut pandang iman dalam rangka menjawab
tantangan yang dihadapi GPIB di masa kini. Pemahaman Iman GPIB dirumuskan dan disusun,
pertama-tama dipahami sebagai respon terhadap penyataan diri Allah, yang diekspresikan
lewat tanggung jawab untuk setia dan taat kepada Allah di tengah-tengah dunia. Dengan
demikian, Pemahaman Iman GPIB adalah pengakuan (Confession) yang menjawab beberapa
persoalan yang sedang dihadapi GPIB pada masa kini yang sifatnya kontekstualisasi terhadap
Pengakuan Iman (Credo). Walaupun Pemahaman Iman GPIB memang berbeda dengan
Pengakuan Iman, tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan. Atas dasar itu, Pengakuan Iman
menjadi salah satu refrensi penting dalam penyusunan Pemahaman Iman.
Pemahaman Iman pada dasarnya membantu warga GPIB menjelaskan bagi diri mereka
sendiri tentang siapa diri mereka, apa yang mereka percayai atau imani dan apa yang
seharusnya mereka lakukan. GPIB melalui Pemahaman Iman, hendak menyatakan dirinya
kepada dunia ini bahwa: Pertama, ia adalah salah satu perwujudan dari Gereja Kristen yang
esa, kudus, Am dan rasuli. Kedua, ia adalah salah satu persekutuan umat yang menerima
rahmat yang besar, yakni keselamatan dari Allah di dalam dan melalui Yesus Kristus yang
menghisabnya dalam gerak Misi Allah. Oleh karena itu, Pemahaman Iman menjadi landasan
atau nilai-nilai yang menjiwai seluruh pelaksanaan Tri Dharma Gereja.
Dalam menyusun Pemahaman Iman GPIB ini, hal yang menjadi kerangka berpikir teologis
dilkaukan melalui proses studi, pengkajian dan penelitian yang menyeluruh terhadap :
= ALKITAB
= Tradisi Gereja.
= Pengakuan Iman Ekumenis : Nicea, Rasuli dan Athanasius.
= Pemahaman Iman Gereja yang direlevansikan dengan memperhatikan konteks
masyarakat Indonesia yang terus berubah di mana GPIB melaksanakan dan
menyelenggarakan Misi Allah.
Titik pusat Pemahaman Iman GPIB terletak pada karya Keselamatan Allah Tritunggal bagi
seluruh ciptaan-Nya. Allah Tritunggal adalah Allah yang hidup yang berkarya dan bertindak
untuk menyelamatkan dalam sejarah kehidupan manusia dan ciptaanNya. Karya keselamatan
Allah berlangsung dalam ruang dan waktu kehidupan, baik pada masa lalu, masa kini dan
masa depan, termasuk dalam keadaan yang normal maupun dalam situasi yang tidak
terjangkau oleh pikiran manusia. Karya keselamatan Allah itulah yang termaktub dalam pokok
pertama Pemahaman Iman GPIB yakni pokok Keselamatan.
Buah dari tindakan Allah Tritunggal yang menyelamatkan adalah Gereja. Gereja merupakan
persekutuan orang-orang yang dipanggil Allah keluar dari kegelapan dosa kepada terang-Nya
yang ajaib. Gereja menjadi alat yang terhisab dalam karya keselamatan- Nya bagi dunia dan
merayakannya bersama seluruh ciptaan. Sasaran Allah Tritungal adalah menyelamatkan
dunia bukan hanya menyelamatkan gereja. Oleh karena itu kehadiran gereja di dunia bukan
saja merayakan keselamatan Allah bagi dirinya, tetapibersama dengan dunia merayakan
karya keselamatan itu melalui karya nyata yang menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah.
1
Pemahaman Iman GPIB 2021
Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah dengan tujuan agar keserupaan itu
ditunjukkan dalam semua konteks kehidupan. Gambar dan rupa Allah itu melekat pada diri
manusia, yakni menjadi manusia yang mewarisi sifat-sifat dan karakteristik Allah yang penuh
kebijaksanaan, kasih, dan keadilan; menjadi manusia yang relasional karena Allah Tritunggal
bersifat relasional; menjadi manusia yang fungsional untuk tujuan menghadirkan karya- karya
Allah bersama seluruh ciptaan. Melalui hal itu, manusia diberikan kemampuan untuk
membangun relasi secara postif dengan sesamanya demi kebersamaan dan kesejahteraan
seluruh ciptaan Allah. Relasi positif inilah yang merupakan karya nyata manusia bersama
seluruh ciptaan Allah, sebagai sebuah persekutuan yangmerayakan keselamatan-Nya.
Sumber daya yang diciptakan Allah dan bentukan manusia ada untuk memancarkan
kemuliaan Allah. Apa yang Allah ciptakan adalah baik adanya, sehingga manusia sebagai
bagian dari karya ciptaan Allah turut membentuk sumber daya yang memiliki tujuan untuk
kebaikan. Dalam hal itulah, gereja terpanggil untuk memahami, memaknai, mengembangkan
dan memelihara sumber daya tersebut bagi kebaikan seluruh ciptaan, sehingga dosa yang
telah membuat manusia gagal memanfaatkannya secara sewenang- wenang, dapat
direstorasi oleh tuntunan Roh Kudus. Dengan demikian, relasi yang rusak akibat manusia
yang eksploitatif terhadap seluruh ciptaan perlu mewujudkan kembali pemulihan sumber daya
yang ada, sehingga seluruh ciptaan mengalami karya keselamatan dan merayakannya.
Bangsa dan negara dikehendaki Allah hadir menjadi wadah kebersamaan dengan tujuan
untuk kebaikan dan kesejahteraan manusia dan sesama ciptaan-Nya. Manusia menjawab
kehendak itu dengan berkumpul dan membentuk bangsa dan salah satunya adalah bangsa
Indonesia. Untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, Allah
mengaruniakan Pancasila sebagai ideologi sekaligus kode etik untuk kelangsungan hidup
bersama. Pancasila adalah salah satu tindakan intervensi Allah yang patut disyukuri dan
diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Nilai-nilai dalam
Pancasila memancarkan nilai-nilai kristiani yang sangat Alkitabiah. Mengamalkan nilai-nilai
Pancasila dalam perbuatan-perbuatan yang nyata sama dengan merayakan karya
keselamatan Allah bagi Indonesia sebagai ibadah aktual. Allah juga hadir melalui perantaraan
Roh Kudus untuk berperan serta membimbing penatalaksanaan pemerintahan yang baik,
bersih, dan konstitusional serta memperkuat masyarakat yang adil dan beradab. Oleh karena
itu, sebagai warga gereja dan warga negara, gereja turut hadir mendukung dalam doa
sekaligus menyuarakan suarakenabiannya kepada pemerintah.
Karya keselamatan Allah Tritunggal membawa manusia dan seluruh ciptaan dalam
pengharapan untuk berjalan menyongsong masa depan. Sejak penciptaan masa depan telah
dimulai oleh Allah, ketika mencipta dan menata keadaan yang “kacau” menjadi baik. Di
samping itu, Allah menciptakan ruang dan waktu serta membimbing orang percaya dan
seluruh ciptaan memasuki tiga dimensi waktu, masa lalu, masa kini dan masa depan.
Kendatipun pengaruh dosa mengakibatkan seluruh ciptaan mengalami ancaman kehidupan
yang suram bagi masa depan yang penuh harapan, tetapi kehadiran Yesus Kritus dalam
seluruh karya-Nya memberikan jaminan masa depan bagi seluruh ciptaan. Yesus Kristus
adalah masa depan yang akan menghadirkan langit baru dan bumi baru. Ia adalah pusat
ibadah dan harapan bagi seluruh ciptaan. Bersama dan melalui Roh Kudus, setiap orang
percaya dan seluruh ciptaan dapat berpaut dalam pengharapan kepada Kristus. Roh Kudus
turut membimbing gereja menghadirkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan sebagai
masa depan yang akan Allah penuhi di dalam langit baru dan bumi baru.
Firman Allah adalah pokok terakhir dalam pemahaman iman GPIB yang dipahami sebagai
kunci pembuka dari satu lingkaran mata rantai untuk melihat pokok pertama sampai dengan
pokok yang keenam. Firman Allah menunjuk pada pribadi kedua Allah Tritunggal yang berada
dalam kekekalan dan berkarya melalui penciptaan dan sampai akhir zaman. Firman Allah
inilah yang merupakan misteri keselamatan Allah yang tersingkap melalui inkarnasi. Firman
itu secara konkret dinyatakan dalam pribadi Yesus Kristus dari Nazaret, yang dalam kuasa
Roh Kudus, Firman itu dipersaksikan dalam Alkitab. Alkitab mempersaksikan bahwa Firman
itu menyatakan pengharapan dan pemenuhan janji Allah yang menyelamatkan, agar
keselamatan dinyatakan bagi semua makhluk dan seluruh ciptaan-Nya serta dirayakan
bersama-sama.
Melalui ketujuh pokok pemahaman iman, GPIB menyadari akan siapa dirinya dan apa
yang diimani untuk dilakukannya. Kesadaran itu yang membuat GPIB memiliki perspektif
utama2 dalam pemahaman imannya, yakni: “Presensia Gereja yang Merayakan Karya
Keselamatan Allah Tritunggal dalam Karya Bersama Seluruh Ciptaan”. Presensia adalah
kehadiran yang nyata dari gereja yang mempersaksikan kehidupan sesuai dengankasih dan
keadilaan Allah.3 Melalui pengertian itu GPIB menyadari bahwa sebagai gereja Yesus Kristus,
GPIB harus benar-benar hadir menyatakan kasih dan keadilan Allah di Indonesia yang kaya
dengan keanekaragaman dan kaya dengan sumber daya alamnya. Kasih dan keadilan Allah
itu adalah dasar karya keselamatan Allah. Keselamatan Allah itu dinikmati bersama sebagai
sebuah perayaan yang harus terus dirayakan, baik dalam Liturgi Ritual dan juga Liturgi Aktual.
GPIB sebagai Gereja misioner adalah gereja yang mengaku hakikatnya sebagai buah dari
Misi Allah dan hadir untuk berpartisipasi dalam Misi Allah di tengah-tengah dunia. Dengan
pandangan dan pengakuan ini, GPIB tidak terpaku pada gereja sebagai sasaran dari Misi
Allah, melainkan pada dunia dengan segala keberagaman kehidupannya. GPIB dan warga
jemaat sejatinya adalah sahabat, pelayan dan pemimpin yang ramah, inklusif dan memiliki
kapasitas yang mengupayakan jejaring kerjasama melalui berbagai bentuk karya pelayan
dalam rangka merajut kohesi sosial untuk lebih bersahabat di berbagai ruang melalui dialog
antar iman dan inter spiritual. Dalam hal ini GPIB menempatkan dirinya sebagai gereja yang
terpanggil untuk secara bertanggungjawab memperhatikan karakter publik dari kehadirannya
2
Perspektif Utama adalah sudut pandang utama jikalau dijadikan titik, dapat melihat isi dari ke tujuh pokok
Pemahaman Iman GPIB. Perspektif utama di dalam Pemahaman Iman GPIB adalah hasil refleksi atas dialektika Pemahaman
Iman yang lama dengan pergumulan GPIB dalam konteksnya saat ini yang menjadidiskursus dalam studi-studi teologi yang
telah dilakukan beberapa waktu yang lalu.Ide tentang perspektif utama lahir kala itu pada bulan Juni 2019 di dalam diskusi
terhadap naskah Pemahaman Iman di kantor Majelis Sinode. Nara sumber menyampaikan bahwa pemahaman iman atau
yang disebut conffessi perlu memperlihatkan dan menampilkan apa yang menjadi “jiwa” dari pemahaman iman itu sendiri.
Sebagai contoh, dengan satu kalimat yang menjadi perspektif utamanya, setiap orang dapat memahami ‘jiwa” dari
keseluruhan pemahaman iman itu. Dengan demikian, melalui Perspektif Utama, jemaat GPIB terbantu untukmemahami
imannya dan dimampukan untuk mengimplemantasikan iman tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, di
dalam pertemuan tersebut dilakukan pembahasan untuk menggali perspektif utama dari Pemahaman Iman GPIB seperti yang
diuraikan di atas.
3
Presensia adalah kehadiran yang nyata sebagai model yang menyaksikan kehidupan sesuai dengan kasih dan
keadilaan Allah, sehingga dunia tertarik dan meniru kehidupan seperti itu. Artinya, merayakan ialah mengenang dan
menghadirkan, atau dalam istilah liturgi bermakna anamnesis. Apa yang dikenang dan dihadirkan ialah keselamatan Allah
Tritunggal yang didasari kasih dan keadilan-Nya. Karya keselamatan itu dikenang dihadirkan dan dialami kembali oleh
seluruh ciptaan-Nya.
dalam kaitan dengan ranah negara di satu sisi dan pada sisi lain dengan ranah masyarakat.
Karakter publik ini terkait erat dengan di mana posisi (positioning) dan sejauh mana
agama/gereja berfungsi (functioning) dalam konteks relasi dinamis negara dan masyarakat di
tengah dan pasca pandemi.
Pelayanan Gereja yang merajut inter dan antar generasi serta bidang-bidang terkait sehingga
tidak terpaku pada pelayanan dengan model tertentu dan terhadap kelompok tertentu saja
melainkan pelayanan yang memastikan seluruh pihak merasa diterima dan dirayakan
kehadirannya untuk saling belajar dan mengajar, berkontribusi dan berdampak. Tidak ada
satupun yang boleh diabaikan (No One left Behind), semua harus dirayakan kehadirannya
untuk berkontribusi bagi keutuhan ciptaan.
✓ Spiritualitas warga GPIB adalah sahabat, pelayan dan pemimpin yang tidak eksklusif,
mengembangkan semangat intergenerasional dan interkultural. Sehingga
menampakkan tanda-tanda Kerajaan Allah.
1. Santi adalah seorang anggota Gerakan Pemuda yang sangat aktif. Selain sebagai
mahasiswa, Santi adalah pelayan di pelkat PA karena ia mencintai anak-anak dan anggota
paduan suara pemuda di gerejanya. Setelah menjalani proses perkuliahan yang relativ
lancar, ia mengahadapi masa-masa mencari pekerjaan yang sangat sulit. Setiap berita
lowongan pekerjaan selalu dicobanya, tetapi ia tidak juga mendapatkan kesempatan untuk
bekerja. Ia mulai frustasi dengan hidupnya, pelayanan mulai ia tinggalkan karena ia
merasa Tuhan tidak mengasihinya. Setelah lebih dari 3 bulan ia tidak pernah terlibat aktif
dalam pelayanan, di tengah kondisi kecewa, ia justru berjumpa dengan Anton, teman
SMAnya yang sukses dan mulai mendekatinya. Pergumulannya saat ini adalah Anton
berbeda agama dengannya, walau mereka berdua mulai merasa sangat nyaman
berhubungan dekat dengan Anton, tetapi orang tuanya pasti tidak merestuinya, apalagi
ayah Santi adalah seorang penatua dan ibunya adalah seorang guru serta pengurus salah
satu komisi di gereja.
2. Bapak Gunawan adalah seorang Kristen yang kaya di kampung Baru, ia memiliki pabrik
yang memproduksi limbah yang seharusnya diolah agar tidak mengancam nyawa manusia
yang ada di sekitarnya, tetapi dana yang ia miliki sudah dipersiapkannya untuk
pengembangan usaha untuk memperbesar perusahaan bisnisnya. Biaya mengolah
limbah dirasakan oleh bapak Gunawan sebagai pemborosan bagi keluarganya. Sehingga
ia tetap membuang limbah itu secara sembarangan baik di halaman pabrik maupun sungai
yang berdekatan dengan pabrik miliknya. Apa yang dilakukannya telah mulai berdampak
pada kesehatan masyarakat di sekitar yang mulai gatal-gatal dan batuk pasca
mengkonsumsi air dari sungai dekat pabrik. Ketika warga masyarakat mulai datang
mengadu kepada pak Gunawan dan staffnya, ia marah-marah dan menuding masyarakat
ingin memanfaatkan kekayaannya. Hal ini berakibat konflik terbuka di dalam masyakat.
Pihak pemerintah telah turun untuk menangani tetapi pak Gunawan sebagai pemilik pabrik
makin menutup diri yang berdampak pada memuncaknya kemarahan warga.
Pada sisi yang lain, dengan terinternalisasinya pemahaman iman GPIB maka unit-unit
misioner di lingkup jemaat, mupel dan sinodal dapat menyelesaikan persoalan-persoalan
teologis yang dihadapi gerea dan warga jemaatNya dengan mengembangkan persekutusn,
pelayanan dan kesaksian yang didasari dari pemahaman iman GPIB dengan benar di tengah
dinamika menggereja. Pokok-pokok Pemahaman Iman ini juga dapat menjiwai proses
penyusunan program kerja, hal itu akan nampak pada rumusan Tujuan dan Indikator kualitatif.
GPIB turut bergumul dan berjuang di tengah konteks kehadirannya bagi mereka yang
terpinggirkan secara sosial karena disabilitas, penyintas HIV/AIDS tantangan kebangsaan
untuk melawan penjajahan, radikalisme, gerakan intoleran, dan anti Pancasila, sehingga pada
gilirannya kehidupan yang harmonis, damai dan sejahtera dapat terwujud dan dirayakan terus
menerus sebagai karya keselamatan Allah Tritunggal yang kesempurnaanya akan diwujudkan
dalam Langit dan bumi baru.
PENDAHULUAN
Pembatasan gerak, menjaga jarak, keterpisahan mendadak, perubahan gaya hidup secara
drastis dan kematian mendadak orang yang dikasihi adalah sebuah keadaan yang mengubah
cara pandang terhadap diri dan orang lain serta lingkungan. Apalagi ketika situasi itu
berlangsung dalam jangka panjang. Sekalipun situasi semakin membaik, ekses yang dialami
membutuhkan penanganan khusus seperti:
- Masalah ekonomi.
- Pulih dari keadaan yang pahit.
- Kasus KDRT meningkat.
- Kasus Kekerasan terhadap anak meningkat.
- Perceraian dalam hitungan bulan meningkat dengan angka fantastis lebih dari 3 juta kasus.
- Anak-anak dan orang tua yang madat dengan game online dan judi online juga meningkat.
Semua ini tidak dapat didiamkan, terutama jika mengancam institusi keluarga. Manusia seperti
apakah yang akan terbentuk dalam situasi seperti ini? Institusi seperti apakah yang dibentuk
dalam kekacauan. Masa depan seperti apakah untuk kehidupan Kristen, gereja dan
masyarakat yang bersaksi bagi kemuliaan Tuhan? Gereja khususnya GPIB mempunyai
wadah untuk membentuk kualitas Sumber Daya Insani yang baik yang bernama Pelayanan
Kategorial yang bersinergi dengan komisis-komisi. Persoalannya apakah kita sadar
pentingnya keluarga? Hanya dengan memahaminya kita dapat memperjuangkannya karena
mengerti bahwa ada manusia yang harus diselamatkan.
Berbicara tentang keluarga yang ideal, memperjumpakan kita dengan sebuah konsep dimana
di dalamnya ada ayah, ibu dan anak-anak yang tinggal bersama-sama. Tetapi apakah
sesederhana itu pemahaman tentang keluarga? Setiap bidang keilmuwan memiliki
pandangannya masing-masing tentang apa yang dipahami sebagai keluarga.
Keluarga merupakan satu-satunya lembaga sosial yang diberi tanggung jawab pertama kali
untuk mengenalkan tingkah laku yang dikehendaki, mengajarkan penyesuaian diri dengan
lingkungan sosialnya dan penyesuaian diri dengan perubahan lingkungan yang terjadi.
Kemampuan keluarga mengendalikan individu secara terus menerus, merupakan kekuatan
sosial yang tidak dapat ditemukan pada lembaga lainnya. Ini yang seringkali tidak disadari.
Keluarga merupakan lingkungan utama pembentukan kepribadian/karakter seorang manusia.
Dimulai dengan masa kanak-kanaknya, Yesus membangun spiritualitas-Nya sejak kecil dari
sebuah keluarga Yahudi. Berangkat dari tradisi yang berlaku dalam kehidupan masyarakat
Yahudi (Ul. 6: 6,7), Yesus juga belajar dari tradisi-tradisi seperti sunat, juga ke Bait Suci –
spiritualitas ketaatan. Tidak menunggu Ia dewasa, tetapi sejak dini4.
4
Sumber: Joseph Hehanusa, Pembinaan Madya Pendeta GPIB, PPSDI-MS. 17.1.2023
Konstruksi atas Pemikiran Calvin tentang Keluarga: KELUARGA ADALAH GEREJA, GEREJA
ADALAH KELUARGA. Kekuatan Gereja (Keluarga Kristiani) Calvin mengutip 1 Timotius 3:15,
“………, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah (NIV:
God’s Household - rumah tangga Allah) yakni jemaat dari Allah yang hidup, (1) tiang penopang
dan (2) dasar kebenaran”.
Keluarga kuat jika Kebenaran Allah berkuasa atas seluruh anggota keluarga. Maka rasa
sayang, kepedulian, penerimaan, pengampunan, dukungan, kepercayaan akan mewarnai
kehidupan keluarga.
Sherry Turkle5 dalam bukunya mengatakan banyak orang dewasa kini mengalami kondisi
alone together, berkumpul di dunia maya tetapi terasing dalam relasi tatap muka. Tanpa sadar
ia memilih terasing di dunia maya tetapi membutuhkan konfirmasi orang lain, dan membangun
“keluarga” barunya. Ini yang dikenal dengan istilah post familial families (keluarga pasca
keluarga). Ini bisa terjadi karena technophilia (kegandrungan berlebihan terhadap teknologi).
Teknologi pada dirinya tidak masalah. Tetapi akan menjadi masalah kalau kita memiliki
kegandrungan berlebihan terhadap teknologi.
5
Shery Turkle, Alone together-why we expect more in Technology and Less from each other. New York. Basic
books. 2017
6
Sumber: Yahya Wijaya, Pembinaan Madya Pendeta GPIB, PPSDI-PPK MS. 17.1.2013
Dari banyak gambaran tentang Allah, gambaran “Bapa” paling dominan dalam pelayanan
Yesus. Yesus menggambarkan relasi-Nya dengan Allah sebagai hubungan keluarga. Di
dalamnya ada pengampunan, penerimaan, keteladanan. Relasi ini jauh lebih baik ketimbang
relasi hukum atau protokoler. Nilai utamanya adalah kasih, komitmen ketimbang penguasaan.
Dalam PKUPPG, Visi7 GPIB adalah, “GPIB Menjadi Gereja yang Mewujudkan Damai
Sejahtera bagi Seluruh Ciptaan-Nya”. Dalam artian dimanapun gereja itu berada, ia harus
menghadirkan damai sejahtera Ilahi. Baik sebagai institusi juga sebagai warga gerejanya.
Berangkat dari Visi tersebut kita menuju pada poin Misi8nya yang kedua yaitu:
“Menjadi Gereja yang hadir sebagai contoh kehidupan, yang terwujud melalui inisiatif
dan partisipasi dalam kesetiakawanan sosial serta kerukunan dalam masyarakat,
dengan berbasis pada perilaku kehidupan keluarga yang kuat dan sejahtera”.
Misi ini menegaskan Visi GPIB dan menunjukkan bahwa keluarga dikemudian hari bukan
semata-mata area private, melainkan suatu komunitas yang misinya melampaui dirinya
sendiri, yang dapat dan harus berkarya seturut dengan identitasnya. Keluarga harus keluar
melaksanakan dimensi publiknya dengan menunjukkan persekutuan yang hidup dan bersaksi,
menjaga wadah keutuhannya untuk mewartakan syalom pada lingkungan sekitarnya dengan
memanfaatkan kasih Kristus. Keluarga juga harus menjadi wadah penanaman nilai-nilai
spiritual kristiani, terutama bagi generasi baru yang mewarnai karakter masing-masing
anggotanya, menjiwainya dan bersaksi tentang nilai-nilai itu. Keluarga tidak bisa hanya fokus
pada kebutuhan dirinya, tetapi harus memikirkan kebutuhan masyarakat yang lebih luas,
dalam rangka memenuhi peran sosialnya.
Dalam tema PKUPPG jangka pendek III 2016-2021 yaitu “Mengembangkan sumber daya
gereja untuk meningkatkan Pelayanan dan Kesaksian yang mendatangkan damai sejahtera
di tengah dan bersama masyarakat”, penjelasan poin 1 kata kunci Sumber Daya Gereja, yaitu:
meliputi anggota persekutuan keluarga/jemaat (dan masyarakat) dengan talenta dan
tantangan hidup masing-masing, melaksanakan tugas panggilan dan pengutusannya di
tengah masyarakat.9 Penjelasan kata kunci ini menunjukkan bahwa dalam kehidupan
bermasyarakat, keluarga tidak terlepas dai beragam tantangan, tetapi juga mengakui bahwa
baik sebagai individu maupun sebagai keluarga, ada potensi-potensi yang dimiliki yang
dimaknai sebagai talenta, yang dapat dikembangkan bukan hanya untuk kepentingan private
tetapi juga kebutuhan public dimana keluarga itu berada.
Dalam KUPPG jangka pendek III tahun 2016-2021 dalam sasaran fungsi utama dan
penunjang poin 4 di bidang sumber daya insani, nomor 13 tentang keluarga disebutkan:
"Terciptanya pribadi yang berkualitas, inovatif dan unggul melalui pembinaan dalam
keluarga jemaat dan lingkungan masyarakat" dan nomor 14 "Terciptanya keluarga yang
7
Majelis Sinode GPIB, Pokok-pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan (PKUPPG) & Grand
Design
PPSDI, 2015, hlm. 16
8
ibid
9
Majelis Sinode GPIB, Pokok-pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan (PKUPPG) & Grand Design
PPSDI, 2015, hlm. 30.
berbahagia, jujur, tulus dan adil bebas dari berbagai penyakit masyarakat seperti miras,
narkoba, obat-obat terlarang dan aids".10
Menunjukkan perhatian khusus gereja membangun pribadi unggul untuk kepentingan gereja
dan masyarakat, mengingat maraknya perkembangan sosial masyarakat yang bukan hanya
membawa perubahan positif tetapi turut membawa permasalahan negatif yang mampu
merusak individu, keluarga maupun masyarakat, baik dalam spiritualitas, juga dalam psikis
dan fisik. Dalam hal ini Pelkat memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan tersebut.
Pelkat sebagai wadah lebih berorientasi pada: mempersiapkan kualitas warga gereja sebagai
pelaksana misi, supaya kehadiran dan keterlibatannya dalam keluarga maupun masyarakat
dapat menghadirkan damai sejahtera Kristus.
Pandangan Bahtera Guna Dharma tentang keluarga dapat dijelaskan dari pernyataan bahwa
“Keluarga adalah unit persekutuan yang punya kekuatan. Di masa depan banyak keluarga
akan mencerminkan kemajemukan masyarakat Indonesia. Karena itu, unit keluarga sebagai
wadah pembinaan dan pendidikan manusia perlu difungsikan kembali”.11 Kondisi masyarakat
Indonesia dewasa kini tidak menafikan bahwa banyak keluarga yang dibangun atas latar
belakang budaya yang berbeda, karena itu harus disadari bahwa fungsi keluarga dewasa kini
adalah juga sebagai wadah pembentukan identitas baru/identity construction dan
pembentukan komunitas baru/reproduction.
Persoalannya ada banyak orang tua yang berpikir bahwa pendidikan rohani anak adalah
urusan gereja dan sekolah, dan itu cukup. Berpendapat seluruh perangkat organisasi yang
ada dalam gereja sudah cukup lengkap, baik dan sempurna sehingga anak-anak mereka akan
terjamin dalam pertumbuhan imannya. Lupa bahwa waktu anak bersama orang tua jauh lebih
banyak, dibandingkan kakak PA dan PT-nya bersama anak-anak mereka. Sementara Pelkat
sendiri memiliki masalahnya masing-masing.
10
Ibid hlm. 68.
11
S.W. Lontoh dan H. Jonathans, Bahtera Guna Dharma, (2014, Jakarta: BPK Gunung Mulia), hlm. 273.
b. Usia TERUNA sedang mencari jati dirinya (dunia digital memberi ruang itu): ingin
menentukan sendiri pilihannya, ingin eksistensinya diakui dan dikagumi. Cara yang
dipakai dari positif sampai negatif: berprestasi, tampil beda, bertingkah untuk menarik
perhatian, juga ketika menghadapi masalah mudah tertarik pada jawaban dangkal
yang membawa pada masalah lebih besar.
Usulan:
Kondisi ini membutuhkan sinergi orang tua dan gereja untuk membangun persepsi
yang sama tentang pentingnya pembentukan karakter dan spiritualitas anak dan
remaja. Pelkat PA dan PT bersama Komisi PPSDI-PPK membuat program-program
pembinaan dan pembekalan kepada orang tua dan pelayan PA/PT, dialog-dialog
interaktif, talkshow dengan topik-topik terupdate. Bahkan mengisi kuesioner yang
disiapkan khusus untuk membangun saling pengertian dengan mengenal sifat anak &
remaja.
c. Usia PEMUDA menganggap dirinya sudah mandiri, memperlakukan diri sebagai orang
dewasa, idealis, bersemangat, kreatif dan inovatif, punya aturannya sendiri dan kritis.
Di GPIB, data yang diperoleh (hasil wawancara dan penghitungan berdasarkan tingkat
kehadiran dalam ibadah-ibadah GP):
✓ Pemuda/i “undur” dari aktivitas kegerejaan selepas Katekisasi-Sidi.
✓ Memilih untuk hadir dalam ibadah minggu saja (tetapi tidak mau aktif dalam
ibadah atau kegiatan GP).
✓ Memilih bergereja di gereja dengan nuansa kemudaan.
✓ Memilih tidak bergereja tetapi aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial.
✓ Lebih tertarik pada kegiatan bermusik, membuat konten, thrifting
(berburu/menjual barang bekas yang bermerek), menjadi influencer dll.
daripada aktif di gereja.
Usulan:
➢ Pelkat GP, PT, PKB, PKP, bekerjasama dengan Komisi Pelkes & Germasa,
berdiskusi membuat program sosial internal maupun bermasyarakat dimana
yang bergerak dominan adalah anak-anak muda dan remaja.
➢ Pelkat GP dan PT dapat bekerjasama dengan Komisi PEG dengan
memanfaatkan hobi thrifting anak-anak muda, untuk mengisi kas jemaat
d. Kategori Ibu: Peran ideal yang diharapkan adalah berpadanan dengan suami,
menjalankan peran ganda sebagai pencari nafkah & “manager” dalam rumah tangga,
pendidik, teladan, psikolog, perawat, pendamai, motivator.
Permasalahnnya:
✓ Keterlibatan dalam ruang publik masih terbatas.
✓ Konstruksi budaya tentang peran perempuan masih mendominasi.
✓ Program yang dibuat seringkali masih sangat standar (ibadah, pembinaan, PA,
rapat).
Usulan:
➢ Bersama Komisi Germasa melakukan pendekatan pada komunitas/organisasi
terdekat dengan gereja (ibu-ibu masjid, kelompok ibu-ibu UMKM, komunitas
darurat sampah, komunitas ibu peduli lingkungan, PKK, dll) menawarkan
program bersama.
➢ Bersama Komisi Inforkom Litbang melakukan penelitian-penelitian kecil dan
sederhana terkait ibu dan anak atau masalah utama ibu-ibu di jemaat sendiri,
dll.
12
Peter Menconi. The intergenerational Church: Understanding Congregations from WWII to www.com.
Littleton CO: Mt. Sage Publishing 2010.
e. Kategori Bapak: fungsi dan peran ideal yang diharapkan adalah sebagai motivator,
mampu membagi dan meluangkan waktu bagi keluarga dan Tuhan, Menjadi teladan,
Penyemangat, Pendukung, Pendidik/pengajar, Pembimbing.
Permasalahannya:
✓ Mengikuti Ibadah Hari Minggu saja cukup.
✓ Memisahkan antara keseharian dan kerohanian.
✓ Tidak menyadari pentingnya “belajar” lebih serius dan konsisten tentang Firman
Tuhan.
✓ Merasa Pelkat PKB tidak menjawab kebutuhan beragam dari generasi yang
berbeda-beda di dalamnya.
Usulan:
➢ Bekerjasama dengan Komisi Inforkom/Litbang melakukan penelitian untuk
mengetahui kebutuhan bapak-bapak di lingkup internal jemaat.
➢ Bekerjasama dengan Komisi Germasa, membangun relasi dengan masyarakat
sekitar gereja dan menciptakan program bersama (main pingpong/bulu
tangkis/sepak bola dan kegiatan sosial lainnya, dll.).
➢ Bekerjasama dengan Komisi TPG membuat ibadah kreatif dengan melibatkan
unsur Pelkat lain. Bisa dalam suasana tidak formal, bukan monolog tetapi
memakai metode studi kasus, atau menghasilkan sebuah karya.
f. Kategori Lanjut Usia. Fungsi dan peran ideal yang diharapkan pada Lansia: sumber
kearifan, melindungi, menjadi panutan, menjadi tokoh yang merestui, memberikan rasa
aman dan nyaman, mau diatur dan mengerti mengapa itu dilakukan pada dirinya,
melihat kehidupan sebagai persiapan menuju kematian sehingga lebih aktif secara
spiritual dan lebih banyak memikirkan hal tersebut dibanding memikirkan hal-hal
duniawi.
Permasalahannya:
✓ Stereotipe terhadap lansia merusak pemahaman tentang usia lanjut, sehingga
jemaat “takut”, menolak, menghindari disebut kategori Lansia.
✓ Ada konstruksi budaya bahwa simbol penghormatan pada anggota berusia
lanjut adalah dengan mengurus (sehingga semakin lama dianggap sebagai
beban).
✓ Mitos melalui cerita-cerita rakyat dan cerita-cerita modern pun memposisikan
lansia sebagai kategori tidak berguna, menakutkan dan perlu dihindari (kisah
mak lampir, nenek gayung, nenek Luhu, Nirmala, Oki dan nenek sihir, dll).
Usulan:
➢ Bekerjasama dengan komisi PPSDI-PPK membuat pembinaan, bersama
Pelkat PKB & PKP dalam bentuk talkshow tentang topik-topik menarik (tidak
hanya duduk dan mendengar).
Kesimpulan
Sadar bahwa Keluarga dibangun dari Komitmen, Kasih sayang dan Kerjasama, yang saling
mempengaruhi, walaupun diperhadapkan dengan beragam persoalan. Persoalan yang
merusak nilai-nilai kehidupan keluarga tidak boleh diabaikan tetapi harus dihadapi dalam
keutuhan keluarga secara bersama-sama, dengan memperhatikan kondisi masing-masing
anggotanya, dalam kekuatan spiritual. Setiap anggota keluarga menyadari mereka tidak
sempurna, sadar dan terbuka untuk mengalami pengubahan (Yesaya 64:8; Yeremia 18:6).
Peningkatan Peran Keluarga sudah harus dioptimalkan dengan kesadaran bahwa pada
dasarnya kita adalah satu komunitas yang ikatannya darah Kristus. Rumah kami adalah gereja
kami, bahwa gereja adalah keluarga kami. Tugas kami adalah meningkatkan peran-peran
kami sesuai kategori dalam kesadaran bahwa tanpa kategori yang lain kami belumlah lengkap.
Kategori kami harus menunjang yang lain, karena kami berada dalam rumah yang sama. Tidak
berhenti disitu saja, kita punya penugasan lain untuk menerangi dan mengasinkan. Bukan
dengan tetap berada dalam tempat garam, tetapi keluar dari tempat garam, memberi rasa
yang pas dan menyadari ada “rasa” yang lain yang memperkaya kelezatan. Bukan
mengatakan bahwa terang hanya ada pada kami tetapi memahami bahwa terang bisa
membakar dan menghanguskan juga sehingga menjaga nyala yang pas dan menjadi
penuntun bagi yang membutuhkan. Gereja perlu menyadari, bahwa pengutusannya adalah
hadir dalam dunia dan membuang eksklusivismenya, sehingga gereja juga menjadi rumah
yang nyaman bagi semua golongan, bagi semua orang bahkan semua agama.
PENDAHULUAN
Pelayanan Kategorial (Pelkat) dan Komisi adalah bagian dari sejumlah Unit Misioner
GPIB yang merupakan wadah pembinaan dan pelaksana misi GPIB dalam rangka
Pembangunan Jemaat secara berkesinambungan.
Atas kondisi ini maka keberadaan Unit Misioner khususnya Pelkat dan Komisi harus
memiliki mekanisme pola kerja yang jelas, dipahami oleh seluruh pengurus dan anggota serta
dilaksanakan dengan rasa disiplin yang tinggi.
Hal ini sangat penting agar dalam keberadaan Pelkat dan Komisi di jemaat dapat
berperan optimal sebagai pelaksana misi gereja khususnya saat menjalankan program kerja
dan anggaran setiap tahunnya.
TUJUAN MATERI
Melalui materi bina ini diharapkan Pelkat dan Komisi serta Pelayan PA-PT dapat:
1. Mengerti serta memahami latar belakang dan pelaksanaan Mekanisme Pola Kerja
2. Menjabarkan tugas pelayanannya dalam bentuk Program Kerja dan Anggaran dengan
mengacu kepada Mekanisme Pola Kerja
3. Membuat dan mengendalikan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi secara efektif dan
efisien.
KOMISI
Pada dasarnya Komisi juga memiliki fungsi yang sama dengan Pelkat yaitu sebagai Unit
Misioner dan dalam peran sebagai pelaksana misi.
Komisi dibentuk dengan mengacu pada jumlah bidang serta pembidangan yang ada
dalam PKUPPG. Meskipun pada kenyataannya di beberapa jemaat masih belum memiliki
jumlah komisi yang lengkap karena adanya keterbatasan sumber daya yang tersedia.
Komisi akan berfungsi sebagai “think tank” dan secara strategik memikirkan aneka
kegiatan-kegiatan kreatif yang akan dilaksanakan bersama-sama dengan Pelayanan
Kategorial.
Dalam hal ini hubungan kerja yang ada antara Majelis Sinode (MS) dan Majelis Jemaat
(MJ) adalah dinamis, bukan atasan-bawahan, hirarki-birokrasi, dll, yang bisa membatasi
semangat-kebersamaan untuk melayani.
Demikian juga hubungan kerja Departemen-Komisi; Dewan Pelkat-Pengurus Pelkat dan
Koordinator-Pelaksana Program di Mupel, semuanya bersifat pengelolaan-bersama, sehidup-
sepelayanan dan bukan atasan-bawahan.
Apa perbedaan antara PKA GPIB (lingkup Sinodal) dengan PKA GPIB (lingkup jemaat)?
PKA GPIB di lingkup Sinodal:
▪ Bersifat strategik praktis
▪ Merupakan penjabaran PKUPPG Jangka Panjang dan Jangka Pendek
▪ PKA lingkup Sinodal menjadi acuan dalam penyusunan PKA lingkup Jemaat
▪ Disahkan dalam Persidangan Sinode Tahunan (PST)
1. TEOLOGI dan PERSIDANGAN GEREJAWI (TPG), meliputi bidang Iman, Ajaran, Ibadah
dan Musik Gereja serta Pengkajian Teologi
2. PELAYANAN dan KESAKSIAN (PELKES), meliputi bidang Pengembangan dan
Penatalayan Pos Pelkes, PMKI (Pelayanan Masyarakat Kota dan Industri), Diakonia,
Crisis Centre (Penanggulangan Bencana/Satgas Bencana).
3. GEREJA, MASYARAKAT dan AGAMA-AGAMA (GERMASA), meliputi bidang Keesaan
Gereja (Oikumene), Kemasyarakatan: HAM, Hukum, Lingkungan Hidup dan Lintas
agama-agama (hubungan dengan agama lain)
4. PEMBINAAN dan PENGEMBANGAN SUMBER DAYA INSANI serta PENINGKATAN
PERAN KELUARGA (PPSDI-PPK), meliputi bidang Pembinaan dan Pengembangan
Warga Gereja (Warga Jemaat, Kategorial dan Presbiter), Peningkatan Peran Keluarga
(Bapak, Ibu, Pemuda, Teruna dan Anak dan Kakek-Nenek), Kelompok Profesi dan
Fungsional, Pendidikan serta Pengembangan Personalia GPIB.
5. PEMBANGUNAN EKONOMI GEREJA (PEG), meliputi bidang Keuangan
(perbendaharaan dan akuntansi), Daya dan Dana, Pemanfaatan dan Pengembangan
Harta Milik Gereja, Badan Usaha/Badan Hukum GPIB.
6. INFORMASI, ORGANISASI dan KOMUNIKASI,PENELITIAN dan PENGEMBANGAN
(INFORKOM) meliputi bidang Sistim Informasi Manajemen (SIM), Perencanaan
Organisasi dan Komunikasi serta Penelitian dan Pengembangan (LITBANG).
Hubungan Unit Misioner dengan Bidang Program adalah bahwa: Unit Misioner terdapat
di seluruh bidang seperti gambar di bawah ini
Seluruh aktivitas/program bertujuan untuk menjawab misi GPIB (versi lengkap, lihat di
materi “Pilar-Pilar GPIB”):
1. … terwujud dalam perilaku kehidupan warga gereja
2. … hadir sebagai contoh kehidupan
3. ….membangun keutuhan ciptaan
Sesuai Tata Gereja GPIB, Program Kerja dan Anggaran (PKA) di lingkup Jemaat dibuat,
ditetapkan dan dikelola oleh Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ) sebagai representasi
Majelis Jemaat dengan memberdayakan Unit Misioner sebagai pelaksana misi.
Adapun bidang dan pembidangan PHMJ* (lengkap) adalah sebagai berikut:
1. Bidang Teologi Persidangan Gerejawi dibidangi oleh Ketua Majelis Jemaat dengan
Sekretaris
2. Bidang Pelkes dibidangi oleh Ketua I dengan Sekretaris I
3. Bidang Germasa dibidangi oleh Ketua II dengan Sekretaris I
4. Bidang PPSDI-PPK dibidangi oleh Ketua III dengan Sekretaris II
5. Bidang PEG dibidangi oleh Ketua IV dengan Sekretaris II
6. Bidang Inforkom-Litbang dibidangi oleh Ketua V dengan Sekretaris.
*Kondisi jumlah PHMJ berbeda-beda di tiap jemaat, tergantung kondisi jemaat setempat.
Dalam operasional implementasi Program Kerja dan Anggaran, Pengurus Pelkat harus
berkoordinasi dengan seluruh Ketua Bidang terkait (lintas bidang), sedangkan Pengurus
Komisi langsung berkoordinasi sesuai bidang masing-masing.
Dalam Tata Gereja GPIB tahun 2010, terjadi perubahan yaitu antara lain:
Diperkenalkan tentang Unit Misioner yang terdiri atas :
- Pengurus Pelayanan Kategorial (Pelkat)
- Komisi
- Panitia
- Kelompok Kerja
- Musyawarah Pelayanan (MUPEL)
- Kelompok Fungsional – Profesional (KFP)
- Badan Usaha Milik Gereja (BUMG)
- Yayasan
- Dewan Pelkat
- Departemen, dll
Masa Tugas :
- Pengurus Pelkat di lingkup jemaat sama dengan masa tugas PHMJ (2 tahun 6 bulan
sesuai Peraturan no. 2 pasal 11 TG 2010/Peraturan no.3 pasal 6 TG 2021); tidak
dapat dipilih kembali jika sudah 2 periode berturut-turut; dapat dipilih kembali setelah
jeda 1 periode.
- Pengurus Komisi sama dengan masa tugas Presbiter (5 tahun)
Adapun Fungsi Pengurus Pelkat dan Komisi adalah membantu Majelis Jemaat untuk:
merumuskan kebijakan, merencanakan program (kegiatan untuk PKA), melaksanakan
kegiatan pada bidang-bidang kegiatan sebagai penjabaran dan pelaksanaan PKUPPG.
Sedangkan Wewenang Pengurus Pelkat dan Komisi adalah menyusun Program Kerja
dan Anggaran serta kalender kerja dan mengusulkan calon pengurus unit misioner untuk
dapat melaksanakan tugas pokok mereka.
Dengan tertib dan disiplin dalam membuat laporan dan evaluasi kegiatan bulanan maka
ketika harus membuat laporan Triwulan tidak perlu membuat dari awal, namun tinggal
mengkompilasi seluruh laporan bulanan. Biasakan untuk menyusun laporan secara tertulis
dengan rincian kegiatan dan keuangan.
Triwulan IV yang jatuh pada Bulan Januari, Februari dan Maret perlu mendapat
perhatian khusus mengingat selama 3 (tiga) bulan tersebut akan terjadi Evaluasi,
Persidangan Sinode Tahunan dan Penyusunan Program Kerja dan Anggaran.
Perinciannya adalah sebagai berikut;
Bulan Januari (Evaluasi)
Materi kegiatannya adalah mengevaluasi secara umum dan menyeluruh kegiatan-
kegiatan yang telah dilakukan selama 9 bulan sebelumnya sambil mengantisipasi
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan 3 bulan mendatang.
Catatan: evaluasi yang dilakukan pada setiap tiga bulan akan sangat membantu
evaluasi di Bulan Januari ini karena tidak perlu mengingat-ingat secara detil kegiatan
selama 9 bulan pelaksanaan.
Bulan Februari (Bulan ini adalah masa pelaksanaan Persidangan Sinode Tahunan -
PST)
Pada bulan ini Majelis Sinode menyelenggarakan PST dengan materi kegiatan
mengevaluasi kegiatan di tingkat Sinodal yang telah dilakukan selama 9 bulan
sebelumnya sambil mengantisipasi kegiatan – kegiatan yang akan dilakukan 3 bulan
mendatang.
PST mengesahkan Rancangan Program Kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
tingkat Sinodal untuk tahun pelayanan berikutnya. Hasil PST akan menjadi bahan
masukan bagi jemaat-jemaat GPIB dalam penyusunan PKA di lingkup Jemaat.
Bulan Maret (Penyusunan Program Kerja dan Anggaran)
Untuk Pelkat dan Komisi di jemaat, bulan ini adalah saat untuk menyusun program
kerja dan anggaran GPIB lingkup Jemaat sesuai pembidangan dengan pendampingan
dari Majelis Jemaat dan arahan koordinasi dari para Ketua Bidang.
Jenjang pengesahan Program Kerja dan Anggaran serta Pendapatan GPIB sebagai
berikut:
Lingkup Sinodal dilaksanakan pada Persidangan Sinode Tahunan
Lingkup Jemaat dilaksanakan dalam Sidang Majelis Jemaat
Untuk Unit Misioner MUPEL dilaksanakan dalam Sidang Wilayah Majelis Jemaat GPIB
se-MUPEL terkait.
Catatan:
PJP hanya bisa diisi oleh 1 unit misioner sedangkan PP dapat terdiri atas beberapa unit
misioner. Seluruh program harus dikategorisasikan sesuai Bidang/ Pokok Program.
Terkait Program Kerja dan Anggaran (PKA), ada beberapa hal penting yang harus
dipahami bersama, yaitu:
▪ Prinsip perbendaharaan GPIB bersifat terpusat, berimbang dan terbuka. Artinya
pengelolaan keuangan terpusat di Majelis Jemaat.
Dengan demikian Pelkat dan Komisi tidak boleh menyimpan uang kas sendiri.
Seluruh kegiatan penggalangan dana dikelola oleh Komisi PEG dan diserahkan dalam
kas Majelis Jemaat.
Pelaksanaan program yang sudah ditetapkan dalam Sidang Majelis Jemaat, tetap
memperhatikan kondisi keuangan jemaat artinya prioritas tetap pada operasional
pelayanan secara umum.
Dengan demikian, jika kondisi keuangan jemaat tidak memungkinkan untuk
melaksanakan program kerja, maka unit missioner harus memahami dan bersama
mencari jalan keluar.
▪ Unit Misioner dalam hal ini Pelkat dan Komisi adalah Pelaksana Misi.
Karena itu pada seluruh program harus ada muatan MISI, tidak hanya copy paste dan
harus mendapat persetujuan Majelis Jemaat.
Unit Misioner harus menguji setiap program yang diusulkan apakah muatan misi yang
dikandung dalam program sudah sesuai dengan tema tahunan dan kebutuhan jemaat.
▪ GPIB tidak mengenal program Pelkat atau program Komisi.
Seluruh PKA adalah Program Kerja dan Anggaran lingkup Jemaat.
▪ Dalam penyusunan PKA lingkup Jemaat sangat penting adanya Evaluasi dan Koordinasi
antara Pengurus Pelkat, Pengurus Komisi dan Majelis Jemaat – khususnya PHMJ.
Dengan demikian tidak ada pengulangan atau duplikasi program yang tidak sesuai
sasaran dan anggaran gereja dapat dioptimalkan secara efisien dalam mencapai
sasaran tahunan.
▪ Pada kolom Anggaran di PKA sedapat mungkin ada pos penerimaan tidak hanya pos
pengeluaran kecuali untuk hal yang bersifat khusus yang memang tidak ada.
Misal: Program Ibadah Hari Minggu selain pos pengeluaran juga ada pos penerimaan
yaitu persembahan syukur umat (kolekte), persembahan persepuluhan, persembahan
khusus, dll.
Namun pada Program Perkunjungan Orang Sakit, tidak memungkinkan adanya pos
penerimaan, jadi hanya ada pos pengeluaran.
▪ Seluruh anggaran dalam PKA akan dikompilasi sebagai anggaran BIDANG.
I. PERTEMUAN ARAHAN
1. Untuk penyusunan PKA, Majelis Jemaat akan membentuk Tim Kerja/Panitia Program
Kerja dan Anggaran (PKA). Tim ini akan mengundang seluruh pengurus Pelkat &
Komisi serta Majelis Jemaat dalam pertemuan pengarahan. Pada pertemuan ini
PHMJ – khususnya para KETUA BIDANG diwajibkan hadir.
2. Ketua Majelis Jemaat menyampaikan arahan tema dan prioritas program tahun
berjalan berdasarkan arahan Majelis Sinode dan disesuaikan dengan kebutuhan
jemaat dan dapat juga dilengkapi dengan hasil evaluasi PKA tahun lalu serta
masukan-masukan dari Pertemuan Warga Sidi Jemaat.
Secara umum, tugas Unit Misioner sebagai PJP dan PP adalah sebagai berikut:
Penanggung Jawab Program (PJP)
1. Melakukan koordinasi dengan Unit Misioner Penopang Program (PP) dalam merancang,
menyiapkan pelaksanaan kegiatan serta pembagian tugas yang diperlukan.
2. Memastikan program terlaksana sesuai sasaran, tema dan misi.
3. Memastikan anggaran digunakan secara tepat guna dan efisien.
4. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan dan anggaran sesuai hasil dan evaluasi
pelaksanaan kegiatan untuk dipertanggungjawabkan kepada Majelis Jemaat.
Untuk memudahkan pelaksanaan dan pemantauan serta kontrol Program Kerja dan
Anggaran, maka diperlukan kalender kegiatan jemaat yang dibuat secara detil dengan
memperhatikan jenis kegiatan dan uraian kegiatan dari awal hingga akhir (berdasar kalender
umum) serta memperhatikan tata kala “Triwulan” (I – IV).
Untuk pengusulan program Rutin tidak diperlukan Proposal Kegiatan, namun untuk
program Non Rutin dan Proyek, pengurus PELKAT dan Komisi harus mengajukan Proposal
Kegiatan yang dibuat sekaligus untuk kegiatan–kegiatan dalam 1 (satu) Triwulan dengan
perinciaan sebagai berikut :
Untuk Triwulan I Proposal sudah harus diberikan pada minggu I Bulan April (tahun
berjalan)
Untuk Triwulan II Proposal sudah harus diberikan pada minggu I Bulan Juli (tahun berjalan)
Untuk Triwulan III Proposal sudah harus diberikan pada minggu I Bulan Oktober (tahun
berjalan)
Untuk Triwulan IV Proposal sudah harus diberikan pada minggu I Bulan Januari (tahun
berikutnya)
Hal lain yang terpenting adalah sekitar 70–80% materi ajar haruslah berasal dari para
pelayan. Sisanya sudah harus dirangsang agar berasal dari anak-anak layan sehingga
dapat merangsang kreativitas anak .
Oleh karena kegiatan Pelkat PA menekankan pada peletakan nilai-nilai dasar maka
para pelayan harus dibina dan dikembangkan secara fokus dan berkesinambungan.
Para pelayan harus bisa memahami perilaku anak, sabar dan berdedikasi tinggi.
Mereka harus memiliki sedikit pengetahuan pedagogik dan kemampuan melaksanakan
evaluasi yang matang. Ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana sasaran belajar dari
para anak layan sudah mencapai tujuannya.
Untuk itu, penyusunan program kerja Jemaat untuk Pelkat PA harus ditujukan pada 2
aspek, yaitu aspek anak layan dan para pelayannya sendiri dan dalam hal ini peran Komisi
PPSDI-PPK dan Komisi Teologi sangat penting.
Contoh Program:
Program – Rekreasi ke Obyek Sejarah (Bidang: PPSDI-PPK)
PJP – Pelkat PA
PP – Komisi PPSDI-PPK (membantu menyusun tujuan/sasaran kegiatan), Pelkat GP
(sebagai pendamping di lapangan)
Penyusunan program kerja harus ditujukan pada 2 aspek, yaitu: aspek Teruna dan
Pelayan Teruna .
Para pelayan Teruna dituntut memiliki kemampuan analisis masalah dan kebutuhan
Teruna, kemampuan menggerakkan Teruna untuk melakukan perubahan perilaku,
kemampuan membangun persekutuan yang solid di kalangan Teruna, kemampuan
pengembangan metoda belajar, kemampuan melakukan evaluasi.
Untuk itu, para pelayan harus bisa bertindak sebagai “guru”, teman, penganalisa,
penasehat/motivator sekaligus sebagai organisator.
Contoh Program:
Program: Retret Teruna
Bidang: TEOLOGI
PJP: Pelkat PT
PP: Komisi Teologi (memikirkan konten materi terkait spiritual/teologis), Komisi PPSDI-
PPK (memikirkan konten materi terkait PPSDI-PPK), Pelkat PKP (membantu pengadaan
Konsumsi/akomodasi), Pelkat GP (membantu pelaksanaan kegiatan)
Contoh Program
Program: Kerja Bakti dan Perkunjungan Sosial
Bidang: Pelkes
PJP: Komisi Pelkes
PP: Pelkat GP, Komisi Germasa
Contoh kegiatan yang dapat dilaksanakan untuk Pelkat PKP sebagai berikut:
▪ Ibadah rutin tematik dengan liturgi khusus, misal: bernuansa “perempuan”
▪ Pelatihan keterampilan seperti: pembuatan handicraft, memasak, menjahit,
merangkai bunga, tata rias, tata busana, tata boga, dsb
▪ Bazaar online secara rutin
▪ Cara membuat e-catalog untuk memasarkan produk hasil karya
▪ Seminar topik-topik khusus yang berhubungan dengan cara mengasuh anak,
pengaruh dunia digital pada anak, kesehatan keluarga, pendidikan anak,
kesejahteraan keluarga, dsb
▪ Latihan kepemimpinan perempuan, ketrampilan organisasi, dsb
▪ Pengembangan pelayanan dalam Bidang Pelkes dan Germasa, dll
Contoh Program :
Program: Pembuatan Handicraft
Bidang: PEG
PJP: Komisi PEG (karena handicraft ini dapat dijual untuk menghasilkan dana bagi gereja)
PP: Pelkat PKP, Komisi PPSDI - PPK
▪ Olah raga bersama terutama yang santai untuk sekedar menghimpun bapak-bapak
yang sehari-hari penuh dengan ketegangan kerja, dsb.
▪ Pentas musik bersama, lomba karaoke, lomba memasak, dsb
▪ Pembinaan organisasi dan Germasa
▪ Seminar topik-topik khusus seperti pola pembinaan keluarga, pembinaan
kesejahteraan keluarga, pengembangan ekonomi Gereja/ekonomi keluarga, dsb
▪ Diskusi politik dan masalah kemasyarakatan yang lagi mencuat
▪ Pertandingan persahabatan dalam lomba paduan suara, olahraga, dsb
Contoh Program :
Program: Pekan Olah Raga PKB
Bidang: PPSDI-PPK
PJP: Pelkat PKB
PP: Pelkat PKP, Pelkat GP, Komisi PPSDI-PPK, Komisi Inforkom
Contoh Program:
Program: Pesparawi PKLU
Bidang: TEOLOGI
PJP: Pelkat PKLU
PP: Komisi Teologi, Pelkat PKP, Pelkat GP
Contoh Program:
PENUTUP
Pelaksanaan Mekanisme Pola Kerja Unit Misioner (Pelkat, Pelayan PA-PT dan Komisi
GPIB) dapat terlaksana dengan baik sepanjang ada kerjasama yang harmonis dan saling
menopang dari pihak-pihak yang terkait, baik dalam lingkup Sinodal maupun lingkup Jemaat.
Pemahaman kebersamaan Pelkat sebagai ‘keluarga’ yang melayani dan Komisi
sebagai bagian dari Unit Misioner GPIB menuntut disiplin karya yang konsisten dan
berkesinambungan dalam pengharapan akan penyertaan Tuhan Yesus Kristus Pemilik
Kehidupan dan Pelayanan ini.
Tujuan Instruksional:
Setelah membaca materi ini, peserta dapat:
▪ Memperkokoh pemahaman tentang fungsi pelayan yang memimipin.
▪ Menerapkan peranannya sebagai pelayan yang memimpin
▪ Mengenal potensi diri dan potensi orang disekitarnya
▪ Memberikan hasil yang efektif saat berperan sebagai pelayan yang memimpin
I. PENGANTAR
Akan lebih baik jika kita memahami materi ini dari perspektif missioner. Berawal dari anugerah
Allah kepada manusia yang diwujudkan dalam bentuk keselamatan. Manusia tidak pernah bisa
mendapatkan keselamatan-nya atas dasar upayanya sendiri. Karena pada dasarnya keselamatan
bagi manusia itu terjadi karena inisiatif Allah yang sangat mengasihi manusia dengan kasihnya yang
akbar sehingga Allah mau menyelamatkan manusia. Masalahnya keselamatan itu harus juga
diwartakan kepada orang lain. Keselamatan tidak boleh disimpan hanya untuk diri sendiri, karena
keselamatan yang berasal dari Allah itu harus juga bisa menjadi milik orang lain. Itulah sejatinya
makna kedatangan Yesus Kristus ke dunia, untuk menyelamatkan orang berdosa. Terhadap
anugerah keselamatan itu, maka manusia memiliki dua pilihan. Apakah manusia percaya terhadap
anugerah keselamatan yang berasal dari Allah tersebut atau manusia mengabaikannya. Jika manusia
percaya maka kesalamatan yang diterimanya harus diwujudkan dalam tindakan nyata atau tindakan
beriman dalam kehidupannya sehari-hari. Tindakan nyata yang dilakukan oleh manusia di manapun
dia ditempatkan Allah dalam peran apapun, itulah sebenarnya peran atau tindakan misoner manusia.
Peran dan tindakan missioner itulah yang menuntun sesama manusia menuju kepada keselamatan
yang bersumber dari Allah sendiri.
Kepemimpinan sangat penting bagi kelangsungan pelayanan gereja. Kepemimpinan yang baik
akan sangat bergantung pada tingkat komitmen, konsistensi serta kesediaan menerima
konsekuensi pelayanan dalam kerendahan hati. Pemimpin terbaik tidak hanya memimpin dengan
baik melalui penggunaan segenap atribut kepemimpinan. Namun juga merenungkan
kepemimpinannya secara mendalam, dan secara bijaksana dapat mengartikulasikan filosofi
kepemimpinannya. Sehingga menyebabkan mereka yang dipimpinnya dengan penuh kesadaran
melakukan serangkaian tindakan guna mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.
Moto GPIB adalah Lukas 13:29, “Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara
dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah”. Dalam perjalanan
pelayananNya dari kota ke kota, dan dari desa ke desa, kepada Tuhan Yesus dipertanyakan
jumlah orang yang akan diselamatkan. Tuhan Yesus tidak menjawab banyak atau sedikit menjawab
sebagai respons atas pertanyaan tadi. Namun Yesus menjawab bahwa setiap orang harus
berjuang melewati pintu yang sempit. Dari sini bisa diartikan bahwa Yesus lebih melihat kualitas
seseorang yang akan masuk kedalam Kerajaan Allah dari pada jumlah orang. Namun Yesus juga
mengetahui bahwa ada orang yang mengerti makna keselamatan dan berjuang mendapatkannya,
ada juga orang yang belum mengerti dan perlu diarahkan dengan pemahaman yang benar
mengenai keselamatan itu, sehingga kemudian mereka pun akan berjuang mendapatkan
keselamatan. Tersirat bahwa bagian dari aktivitas pelayanan kita adalah agar orang-orang yang
datang dari berbagai latar belakang dan barangkali dengan tujuan yang berbeda pula, dapat beroleh
keselamatan. Melalui apa yang kita pikirkan, kita katakan dan kita lakukan, maka tujuan besar dari
pelayanan kita adalah memimpin orang-orang untuk mengenal Kerajaan Allah dan membawa
mereka masuk ke dalam Kerajaan Allah, supaya mendapatkan anugerah keselamatan yang
kekal.
Mengapa harus kita, mengapa bukan orang lain? Markus 10:45 memberi perspektif bahwa
“Karena anak manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk
memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang“. Kita tidak menjadi Kristen karena harus
dilayani, namun sebaliknya kita menjadi Kristen karena kita harus melayani orang lain. Yesus
Kristus tidak melihat statusNya sebagai Anak Allah, namun Yesus melihat tugasNya sebagai
Anak Allah, yaitu melakukan kehendak BapaNya, untuk melayani dan menyelamatkan dunia.
Kata “melayani” hendak menggarisbawahi tema materi ini, bahwa alih-alih Yesus
memikirkan statusNya sebagai Anak Allah, namun ternyata Yesus lebih melihat peranNya
untuk melayani sebagai yang terutama. Lebih dari pada itu, Yesus ternyata menggunakan hakekatNya
sebagai Anak Allah, menjadi faktor yang meneguhkan fungsi dan peran pelayananNya. Artinya,
dalam melayani banyak orang, Yesus sangat paham, bahwa sebagai Anak Allah memang Dia diutus
guna melakukan kehendak BapaNya. Melayani banyak orang sesuai dengan cara dan kehendak
BapaNya
(band. Yohanes 14:31). Sehingga hanya pelayanan terbaik dan menyenangkan hati serta mencapai
tujuan Allah Bapa di Sorga, adalah bentuk pelayanan yang di contohkan Yesus.
Dengan kata lain, melalui Markus 10:45, Yesus ingin
Yesus ingin
mengatakan secara jelas bahwa pemimpin itu adalah pelayan.
mengatakan secara
Seseorang harus menyadari bahwa secara hakiki pemimpin adalah
jelas bahwa pemimpin
pelayan. Dan jika seseorang ingin dilayani, maka dia harus memiliki
itu adalah seorang
hati sebagai seorang pelayan. Yaitu dengan terlebih dahulu sanggup
pelayan. Seseorang
mengedepankan kepentingan orang banyak dan mengutamakan
harus menyadari
pertumbuhan dan damai sejahtera dari orang lain yang
bahwa secara hakiki
dipercayakan kepadanya. Sementara itu, pola kepemimpinan
pemimpin adalah
sekuler pada umumnya melibatkan akumulasi dan pelaksanaan
pelayan.
kekuasaan oleh seseorang di "puncak piramida", dan menggunakan
kekuasaannya untuk memerintah. Hal ini jelas berbeda dengan
pelayan yang memimpin. Pelayan yang memimpin memiliki kekuatan yang berasal dari visi Allah yang
sangat kuat, yaitu visi kehambaan. Hal ini muncul dari dalam dirinya guna menempatkan
kebutuhan orang lain terlebih dahulu dan membantu orang berkembang serta tampil menemukan
aktualisasi dirinya.
Menggabungkan dua sudut pandang ini (pelayan dan pemimpin) adalah sebuah hal yang
barangkali berbeda dengan apa yang ditemukan kebanyakan orang
dalam pelayanan pada umumnya. Masih banyak orang yang
melihat pelayanan dari sudut pandang hirarkis, sehingga yang Presbiterial Sinodal
tertinggi adalah yang perlu dilayani. Dalam berbagai kasus yang yang dianut oleh GPIB
terjadi, misalnya, ketua pelkat dianggap sebagai penentu dan adalah sebuah konsep
fungsi akhir dari sebuah keputusan. Atau, dalam contoh- contoh kepemimpinan yang
ibadah HUT pelkat, atau dalam acara yang digagas oleh komisi, kolektif kolegial, semua
maka yang biasanya memberikan kata sambutan adalah ketua berjalan bersama,
atau paling tidak sekretaris pelkat atau komisi. Padahal tidak diputuskan bersama,
demikian adanya. Konsep presbiterial sinodal yang dianut oleh dilaksanakan bersama
GPIB adalah sebuah konsep kepemimpinan yang kolektif dan dievaluasi
kolegial, semua berjalan bersama, diputuskan bersama, bersama.
dilaksanakan bersama, dan dievaluasi bersama pula.
Oleh karena itu, dua sudut pandang ini (pelayan dan pemimpin) harus menjadi dua buah sisi
mata uang yang saling melengkapi satu dengan yang lain. Di mana kata “pelayan” menjadi subjek
dan kata “memimpin” menjadi predikat. Dengan demikian, berbekalkan karakter Tuhan Yesus Kristus
yang dengan sangat kuat telah terlebih dulu memberi contoh dalam memberikan hati dan
komitmenNya guna melayani dari pada dilayani, maka pengurus unit misioner, dalam hal ini
pengurus pelkat dan pengurus komisi dipanggil menjadi pelayan Allah guna memimpin umat yang
dipercayakan kepadanya agar dilayani dan dihantar masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Lihat “Tugas dan Tanggung Jawab Diaken dan Penatua”, dalam John C. Simon dan Stella Y. E. Pattipeilohy
1
(Ed.), Materi Bina Diaken Penatua dan BPPJ, (Jakarta: Majelis Sinode GPIB, 2017), 15.
2 Majelis Sinode GPIB, Pemahaman Iman & Akta Gereja, (Jakarta: Majelis Sinode GPIB, 2015), 5.
sedangkan Yesus Kristus akan ditempatkan sebagai secundus atau bahkan akan tidak
terlihat sama sekali. Tuhan Yesus tidak menempatkan atau menggunakan keberadaan
diriNya beserta para murid sebagai lembaga yang eksklusif. Justru dia menggunakan
hal tersebut sebagai sarana supaya meraih banyak jiwa lebih mengenal Allah.
Kebersamaan Yesus dengan murid-muridNya justru menghasilkan kader-kader
Kristus yang hebat. Tidak pernah kita mendengar bahwa Yesus dan muridNya menghindar
dari manusia karena tidak ingin diganggu atau karena merasa organisasi mereka
diintervensi. Namun justru sebaliknya, Yesus menegur para murid yang menghalangi
anak-anak datang kepadaNya (Lukas 18:15-16),
Yesus ingin agar lembaga Yesus menyuruh para murid menyiapkan makan bagi
sebagai sarana orang-orang yang lapar (Markus 6:37). Tuhan
dimanfaatkan secara positif Yesus menginginkan para pelayan tidak
dan maksimal agar dapat mengekslusifkan lembaga di mana mereka di utus.
menjadi sarana yang efektif Hubungan Yesus dan muridNya hanyalah sarana.
guna mengembangkan Lembaga pelayanan hanyalah sarana. Yesus ingin
pekerjaan-pekerjaan agar lembaga sebagai sarana dimanfaatkan
pelayanan yang secara positif dan maksimal agar dapat menjadi
dipercayakan kepada para sarana yang efektif guna mengembangkan
pelayan. pekerjaan-pekerjaan pelayanan yang dipercayakan
kepada para pelayan. Ukuran akhirnya sebagai
“keluaran” (outcome) adalah buah-buah pelayanan
yang menjadi berkat dan membawa hormat dan kemuliaan bagi nama Tuhan. Secara
kreatif para pelayan dapat menjalankan misi karya keselamatan melalui Yesus Kristus
guna menjangkau orang-orang yang berada di luar keselamatan dan membawa
mereka masuk kepada jalan selamat melalui sarana-sarana pelayanan yang ada. Agar
hal ini bisa mendarat dengan sempurna, maka satu-satunya cara yang terbaik adalah
dengan mengerti dan memahami. Bahwa perilaku dan sifat Kristus saat Dia melayani di
dunia ini adalah perilaku dan sifat yang harus diadopsi para pelayan tanpa menghilangkan
tujuan dan maksud Allah yang dinyatakan dalam panggilanNya.
mengkhianati Yesus, dan masih banyak lagi cerita mengenai murid Yesus lainnya.
Sebut saja Yohanes, Yakobus, Tomas dan sebagainya dengan karakternya masing-
masing. Sebagai Anak Allah, Yesus tahu benar karakter setiap orang yang akan menjadi
teman sepelayananNya. Tentu saja Yesus bisa memilih siapa-siapa yang lebih dapat
memudahkan pelayanan, namun kehendak Allah Bapa jauh lebih besar dari pada
kepentingan Yesus sendiri. Hal ini pernah diutarakanNya langsung kepada Bapa saat di
Taman Getsemani, namun pada akhirnya tetaplah Yesus menyerahkan keputusan akhir
kepada kehendak Bapa (Matius 26:39).
Dari sini bisa kita lihat bahwa efektifitas Yesus untuk mempengaruhi
lingkunganNya ternyata ditentukan oleh sebuah proses pengambilan keputusan agar tetap
secara konsisten berkomunikasi dengan Allah Bapa dalam doa. Keputusan efektif
tersebut ternyata kemudian menentukan pengaruh dan keberhasilan pelayanan yang
Yesus lakukan. Apabila Yesus, Anak Allah yang sempurna, meluangkan waktu
semalam suntuk berdoa kepada Bapa sebelum mengambil keputusan penting. Betapa
lebih lagi kita, dengan segala kelemahan dan keterbatasan kita, maka kita perlu waktu lebih
sering lagi berlutut dan berdoa kepada Bapa.
Menurut John Maxwell dan Jim Dornan, pengaruh tidak datang kepada kita seketika. Ini
tumbuh secara bertahap. 3 Di sini kemampuan untuk pengendalian diri adalah salah satu aspek
utama yang akan menentukan keberhasilan pengaruh yang ingin ditampilkan dalam pelayanan
kita. Proses pertumbuhan itu yang bisa kita sebut dengan kata lain, yaitu belajar.
Seperti yang sudah disampaikan di atas, bahwa dalam
aktivitas pelayanan, maka setiap pelayan wajib terus belajar Dalam aktivitas
mengenakan karakter Yesus. Pengendalian diri Yesus begitu pelayanan, maka setiap
kuat, bahkan tawaran menerima dunia dan segala isinya pun pelayan wajib terus
tidak mampu menggoyahkan pendirian Yesus. Selanjutnya dalam belajar mengenakan
kembara perjalanan pelayanan, Yesus juga mengalami cemoohan, karakter Yesus
jebakan dan ancaman. Itupun tidak menggoyahkanNya. Bukan itu
saja, pengendalian diri dalam melawan ego diri saat berada
dipersimpangan untuk menolak atau menerima rencana kematian di kayu salib mampu dilewatinya.
Yesus tahu benar bentuk penyiksaan hebat dan bahkan sampai kematian yang akan dialamiNya.
Bayangan dukacita yang sangat hebat begitu menghantui Yesus, namun Yesus sangat tahu kepada
siapa Dia meletakkan percayaNya. Oleh karena itu dengan yakin Yesus berkata, “… Aku telah
mengalahkan dunia” (Yohanes 16:33). Pengaruh yang dihasilkan Yesus begitu fenomenal. Pancaran
keselamatan yang direncanakan Allah boleh menjadi bagian dari hidup manusia, begitu efektif melalui
pengendalian diri Yesus Kristus.
Pada prakteknya kelak kita akan diperhadapkan pada situasi seperti yang dialami Tuhan
Yesus. Misalnya saja, tuduhan-tuduhan atas dasar sesuatu yang tidak benar yang dialamatkan
kepada kita sebagai salah seorang pengurus pelkat atau pengurus komisi. Umpan balik apa yang
akan kita keluarkan menghadapi serangan atau tuduhan-tuduhan seperti ini? Marah, atau balas
menyerang? Atau mendiamkannya? Semuanya tidak akan menyelesaikan masalah. Jadi
bagaimana? Ingatlah, bahwa tujuan akhir kita adalah membawa orang lain masuk ke dalam
Kerajaan Allah. Tujuan akhir inilah yang sebenarnya harus senantiasa menjadi tujuan akhir dari
pelayanan kita, apapun akibatnya. Dengan memandang kepada tujuan akhir, sebenarnya kita
sedang membawa diri kita masuk ke dalam rencana Allah. Jadi, rangkaian peristiwa yang tidak
3 John C. Maxwell dan Jim Dornan, Becoming a Person of Influence: How to Positively Impact the Lives of Others,
menyenangkan tadi adalah salah satu bentuk yang diijinkan Allah, agar misi Allah bagi orang tersebut
dan juga bagi kita bisa tercapai.
Dalam berbagai situasi pelayanan seringkali justru ke-”aku”-an ingin melesak keluar dengan sangat
kuat. Bisa saja karena memang kita memiliki pengalaman
dalam bidang tersebut, katakan saja misalnya dalam hal Jika hidup dan kehidupan
manajemen atau musik atau bahkan pengalaman dalam yang dipimpin Roh itu
kancah pelayanan sebelumnya. Jika tidak waspada dan benar-benar terjadi, maka
hati-hati, maka pengalaman-pengalaman tersebutlah yang salah satu buah roh yaitu
menjadi referensi kita. Bukan apa yang Allah ingin penguasaan diri akan
lakukan melalui peran dan kehadiran kita. Sebagai secara dominan mewarnai
upaya mengendalikan hal tersebut, maka kontak pribadi konsep pelayanan kita
yang konsisten dengan Allah Bapa melalui perantaraan Roh
Kudus yang akan menolong kita. Kitab Perjanjian Baru melalui
Galatia 5 menyatakan bahwa jika seseorang telah menjadi milik Kristus, maka dia akan
menyalibkan kedagingannya dengan segala hawa nafsu dan keinginannya, dan kemudian
memberikan diri kita dipimpin oleh Roh. Jika hidup dan kehidupan yang dipimpin Roh itu benar-benar
terjadi, maka salah satu buah Roh, yaitu penguasaan diri akan
secara dominan mewarnai konsep pelayanan kita. Dengan
Roh Kudus-lah yang
demikian efektifitas pengendalian diri yang terjadi karena
menguasai dan mengantar
pertolongan Roh Kudus akan memfungsikan peran dan
kita kepada sebuah
tanggung jawab pelayanan kita ke arah yang dikehendaki
kesadaran yang utuh
Allah, yaitu agar banyak orang bisa masuk ke dalam sehingga kita memberikan
Kerajaan Allah. Roh Kudus-lah yang menguasai dan
ruang yang luas bagi
mengantar kita kepada sebuah kesadaran yang utuh
pengambilan keputusan
sehingga kita memberikan ruang yang luas bagi
dengan melibatkan Allah
pengambilan keputusan dengan melibatkan Allah. Agar
pengendalian diri kita dapat berkontribusi terhadap
pewujudan rencana Allah guna menghadirkan keselamatan, maka kita hanya perlu membiarkan diri
kita dikendalikan oleh Allah sendiri, sepenuhnya.
4Lihat “Profil Pelayan Tuhan”, dalam John C. Simon dan Stella Y. E. Pattipeilohy (Ed.), Materi BinaDiaken Penatua dan
BPPJ, (Jakarta: Majelis Sinode GPIB, 2017), 36.
Gambar 2
Seluruh pelayan dipanggil Allah guna melaksanakan misi gereja bersama-sama dengan Majelis Sinode
/ Majelis Jemaat, dengan memperhatikan :
1. Tugas dan wewenang
2. Tanggung jawab
3. Struktur kepengurusan
4. Masa tugas
5. Program dan anggaran
6. Mekanisme rapat-rapat dan surat menyurat
7. Perbendaharaan
Hal-hal di atas tidak bisa dilaksanakan hanya pada satu periode atau pada periode-periode tertentu
saja, dengan kata lain harus berkesinambungan. Dalam hal ini para pelayan perlu menciptakan kader-
kader di masa depan yang siap menindaklanjuti dan mengambil alih peran dan fungsi pembangunan
jemaat yang berkesinambungan.
Gambar 2 di atas, hendak menjelaskan kepada kita bahwa betapa pentingnya peran dan fungsi
seorang pelayan dalam konteks pelayanan misi gereja, karena :
a) Berdasarkan talenta dan anugerah yang dipercayakan Tuhan kepadanya, pelayan “perlu
memastikan” agar setiap orang yang terlibat dalam pelayanan akan melaksanakan tugas
pelayanannya masing-masing secara tertib, teratur, berdaya guna dan berhasil guna. Perhatikan
kalimat “perlu memastikan”. Jika pola pikir pelayan hanyalah melayani secara biasa-biasa saja,
maka talenta dan anugerah yang Tuhan beri tidak akan pernah tergali, terasah dan terlatih serta
tidak akan pernah memberikan nilai dan kontribusi terhadap kegiatan pelayanan misi gereja.
Kalimat “perlu memastikan” di sini memperlihatkan peran “memimpin’ yang dimiliki oleh seorang
pelayan, yang harus digunakan agar terjadi proses transformasi pada diri orang lain. Harap diingat
bahwa kalimat “perlu memastikan” tidak hanya menjadi milik dari seorang pejabat ketua atau
pejabat pengurus inti pelkat dan komisi. Namun adalah sudah menjadi tugas semua orang yang
terlibat sebagai pelayan, tanpa kecuali, karena Tuhan
Allah memanggil setiap pelayan secara pribadi. Sehingga
sudah sepantasnya panggilan tadi dipertanggung Apapun bentuk pelayanan
jawabkan secara sempurna dihadapanNya. yang kita lakukan adalah
Mengembangkan setiap talenta dan anugerah pada diri sebuah bentuk pelayanan
seorang pelayan melalui kegiatan pelayanan misi gereja yang dilakukan hanya
adalah sebuah bentuk manifestasi syukur kepada Allah. karena Allah semata-mata,
Sehingga apapun bentuk pelayanan yang kita lakukan, bukan karena siapa yang
adalah sebuah bentuk pelayanan yang dilakukan hanya akan kita layani
karena Allah semata-mata, bukan karena siapa yang akan
kita layani.
b) Berdasarkan undangan atau kepercayaan diberikan Allah melalui gereja kepada seorang
pelayan, maka setiap pelayan harus memimpin dirinya sendiri untuk dapat memahami “core
business” atau inti pelayanan gereja yang sedang digumulinya, bukan hanya sekedar ikut atau
sekadar pelengkap dalam sebuah organisasi pelayanan. Salah satu cara yang efektif adalah
terlibat langsung secara aktif di lapangan. Tuhan Yesus dalam kembara pelayanannya,
selalu pergi dari satu tempat ke tempat lain. Yesus juga datang ke tempat orang orang sakit,
bahkan sakit kusta sekalipun, sakit yang dianggap sebagai kutukan pada jaman Israel waktu
itu. Dengan mengerti situasi yang terjadi di lapangan, karena melihat dan mempelajari,
maka seorang pelayan dapat mengerti dengan benar dan sungguh usulan atau kegiatan atau
program apa yang sebenarnya perlu dielaborasi agar bisa menjawab tantangan dan kebutuhan
setempat. Hal ini dijawab melalui sebuah proses perumusan
kebijakan, perencanaan program dan pelaksanaan Praktek mengulang-ulang
kegiatan pada bidang-bidang kegiatan yang ada. Sebaik kegiatan atau program
dan seberhasil apapun program yang dijalankan oleh yang sama setiap tahun
jemaat atau organisasi lain, belum tentu bisa menjawab perlu dihilangkan dan
kebutuhan nyata pada jemaat sendiri. Sehingga praktek- lebih mengedapan proses
praktek mengulang- ulang kegiatan atau program yang analisa kebutuhan dari
sama setiap tahun perlu dihilangkan dan lebih jemaat sendiri.
mengedepankan proses analisa kebutuhan dari jemaat
sendiri.
Seorang pelayan dalam konteks unit misioner GPIB perlu memahami bahwa dia dipilih,
dipanggil, ditempatkan dan ditugaskan dalam setiap bidang-bidang kegiatan agar berjalan
bersama-sama dengan sesama pelayan yang juga telah dipilih, dipanggil, ditempatkan dan
ditugaskan Allah. Bisa pada bidang kegiatan yang sama atau bisa juga pada bidang kegiatan yang
berbeda. Misalnya saja, melalui gerejaNya, Allah memilih, memanggil, menempatkan seorang
pelayan sebagai Pengurus Pelkat Persekutuan Kaum Perempuan (Pelkat PKP), sementara yang
lain ditempatkan sebagai Pengurus Komisi Pemberdayaan Ekonomi Gereja (Komisi PEG). Secara
sekilas barangkali biasa-biasa saja dan tidak ada yang aneh dengan hal tersebut. Namun, jika
kita mengacu kepada dokumen yang ada bahwa unit misioner adalah wadah pembinaan dan
pelaksana misi GPIB yang bertugas untuk membantu Majelis Sinode / Majelis Jemaat untuk
menjabarkan dan melaksanakan PKUPPG, maka ternyata sangat besar sekali potensi
yang bisa dihasilkan jika kedua pengurus tersebut bersinergi secara positif. Satu hal, jangan
lupa juga bahwa selalu ada celah dan potensi yang dapat
digunakan oleh Iblis untuk menghancurkan rencana Allah
Pelayan hendaknya dapat
(bdk. 2 Korintus 11:12-15). Untuk itu setiap pelayan
membangun karakter
hendaknya dapat membangun karakter Kristus di dalam
Kristus di dalam dirinya
dirinya agar dia tetap dapat menjaga anugerahnya atas
agar dia tetap dapat
peran dan fungsi kepemimpinan, kemudian dengan
menjaga anugerahnya atas
komitmen yang kuat senantiasa mengembangkan peran
peran dan fungsi
dan fungsi kepemimpinannya, untuk secara konsisten
kepemimpinan
mewariskan peran dan fungsi kepemimpinannya
kepada orang lain. Karakter Kristus yang hidup dan
tumbuh dalam diri setiap pelayan akan dapat mencegah hawa nafsu, perselisihan, iri hati,
amarah, kepentingan diri sendiri dan roh pemecah turut terlibat dalam pekerjaan pelayanan
misi Allah.
5. MERUBAH PARADIGMA
Sekarang kita bisa mengerti bahwa dalam upaya menghadirkan sesuatu yang baru, maka kita
perlu merubah paradigma atau cara pandang kita. Barangkali kita belum terbiasa dengan istilah
“pelayan yang memimpin” dibandingkan dengan istilah “pemimpin yang melayani”. Tidak mengapa,
karena istilah pemimpin yang melayani masih banyak digunakan di berbagai tempat sampai
sekarang dan masih terus menjadi referensi yang valid, sehingga tidak ada paksaan untuk
mengubahnya.
Gambar 3
Mempersiapkan segala sesuatu dengan baik, cermat dan detail guna kepentingan pelayanan adalah
suatu inisiatif yang perlu di appresiasi dan dijadikan contoh,
sementara masih ada banyak orang yang menganggap bahwa
Sekalipun pelayanan yang
persiapan pelayanan dalam gereja cukup dilakukan
aktif dan praktis kepada
sekadarnya saja. Namun yang tidak tepat adalah jika kita
Allah itu baik, namun
menempatkan proses persiapan tersebut dalam perspektif
tugas kita yang pertama
lingkaran kepedulian. Akhirnya kita akan menjadi reaktif
dan terpenting adalah
terhadap segala sesuatu yang terjadi dalam rangkaian
kasih dan pengabdian
persiapan itu. Kita menjadi iri, menjadi cemburu, merasa tidak
yang terungkap dalam
diperhatikan, dan sebagainya. Bahwa lingkaran kepedulian
persekutuan bersama
Tuhan Yesus sangat jelas melalui kejadian tersebut, bahwa
dengan Tuhan.
sekalipun pelayanan yang aktif dan praktis kepada Allah itu baik,
namun tugas kita yang pertama dan terpenting adalah kasih dan
pengabdian yang terungkap dalam persekutuan bersama dengan Tuhan. Seringkali kesibukan-
kesibukan dalam pelayanan membuat para pelayan melupakan persekutuan rohaninya secara pribadi
bersama dengan Tuhan Yesus. Oleh karena itu Yesus menegaskan bahwa Maria telah memilih
bagian yang terbaik yang tidak akan diambil dari padanya.
Pelayanan yang dilaksanakan dengan fokus proaktif adalah kegiatan pelayanan yang
berfokus pada lingkaran pengaruh, yaitu hal-hal yang berada di dalam kekuasaan dan
kemampuan kita dan atau dapat kita pengaruhi secara langsung. Misalnya saja, saat berita ekonomi
mengatakan bahwa pemerintah memutuskan menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL), maka kita
segera membuat peraturan dalam rumah mengenai kebijaksanaan pengunaan alat-alat elektronik
di rumah, atau mengganti lampu-lampu dengan watt yang lebih rendah, atau mengganti beberapa
bagian rumah guna meningkatkan efek cahaya dari luar. Contoh lain, saat misalnya progam yang
sebelumnya telah disepakati dalam PKA (Program Kerja dan Anggaran), ternyata harus ditunda
atau bahkan dibatalkan karena faktor dana. Maka pengurus pelkat dan komisi segera melakukan
pertemuan guna mencari alternatif solusi, misalnya dengan mengurangi beberapa kegiatan yang tidak
terlalu perlu, mengurangi mata anggarannya atau bahkan mencari alternatif pendanaan secara
mandiri. Dengan kata lain pelayanan yang dilakukan dalam lingkaran pengaruh adalah gaya kerja pelayan-
pelayanyang proaktif. Mengerjakan hal-hal yang terhadapnya para pelayan dapat membuat sesuatu
yang ada dalam kendali mereka, dengan sebaik dan seoptimal mungkin. Fokus para pelayan ini
adalah optimalisasi segala sumber daya (internal) yang dimiliki. Hal-hal di luar diri (eksternal)
bukanlah fokus utama, dan tidak merupakan penghambat usaha internal. Energi mereka bersifat
positif, makin memperluas dan memperbesar, yang menyebabkan lingkaran pengaruh mereka
pun meningkat, dan lingkaran kepedulian menyusut dan berangsur- angsur menjadi lingkaran
pengaruh. Pernah dalam sebuah jurnal, Jose Mourinho, pelatih sepakbola kaliber dunia berkata
“Lawan bermain buruk adalah bonus; itu di luar kendali kita. Bermain gigih dan pintar, itu yang
ada dalam kendali kita. Itu yang harus kita lakukan“. Bermainlah sebaik mungkin karena hanya
inilah persembahan terbaik kita buat Tuhan.
Dalam hal ini, maka pelayan diharapkan dapat berperan dengan lebih efektif memimpin
transformasi cara pandang ini. Pelayan harus lebih kritis, kreatif, realistis, positif dan inovatif dalam
mengaktualisasikan kegiatan pelayanannya, namun tetap menghidupkan karakter Kristus dalam
dirinya. Perlu disadari bahwa memandu perubahan cara pandang ini tidaklah mudah. Akan ada
banyak orang yang terlibat di dalam proses ini. Pelayan harus tetap belajar dan membuka diri
terhadap hal hal yang baru serta terus secara proaktif memandang setiap permasalahan yang ada.
Pelayan tidak boleh cepat jemu dan putus asa. Terasa berat bukan, namun Rasul Paulus bersaksi
dalam Filipi 4:13, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan
kepadaku”. Hanya Tuhan yang akan memberikan kekuatan bagi para pelayan untuk melakukan
proses transformasi ini.
III. PENUTUP
Sebagai orang percaya, kita meniru teladan Yesus dan gaya kepemimpinan-Nya. Tetapi
jika kita benar-benar memikirkan jalan hidup Yesus, aneh bila kita mencoba meniru seorang pemimpin
yang tidak pernah mengembangkan sebuah organisasi. Dalam beberapa kesempatan Ia tidak
mendorong orang mengikutiNya, sebaliknya mendorong orang agar berhenti mengikutiNya, dan
akhirnya melihat kematian-Nya sebagai puncak dari jalan hidup-Nya. Nyata benar bahwa ada
nilai penting yang dibawa oleh Yesus dalam kembara pelayananNya. Jika kita berkaca kepada
pengalaman Yesus, maka Ken Blanchard mengatakan bahwa: “Tidak ada satupun atribut
kepemimpinan yang tidak Yesus lakukan saat dia melatih murid-muridNya. Tidak akan ada yang
salah jika kita mengikuti teladan kepemimpinan Yesus. Dan memimpin seperti Yesus akan
menghadirkan sesuatu yang berbeda dalam hidup kita dan juga mereka yang kita pengaruhi”
Gereja melalui unit misioner melayani seluruh bidang
hidup yang ada dan tetap terbuka bagi pelayanan yang ada. Kita dipanggil untuk
Mengikuti panggilan Tuhan sebagai memimpin tidak pernah belajar bergumul dalam
mudah, selalu mengandung resiko dan mempunyai harga ketenangan jiwa, agar
yang harus dibayar. Kita dipanggil untuk belajar bergumul kita dapat menjawab
dalam ketenangan jiwa, agar kita dapat menjawab panggilan panggilan sebagai
sebagai pelayan yang memimpin sekaligus pemimpin yang menjadi pelayan yang
pelayanNya. Masa depan gereja berada di tangan para pelayan memimpin sekaligus
yang bersedia menjawab panggilan tersebut dengan setia dan pemimpin yang menjadi
memimpin proses transformasi umat yang dipercayakan pelayanNya.
kepadanya.
Sebagai bagian dari unit misioner, maka sudah sepantasnya jika kita hanya menempatkan
Tuhan Yesus sebagai “model panutan” (role model). Tuhan Yesus, Sang Pelayan Agung, yang
memimpin umat Allah atau gerejaNya, untuk menerima keselamatan dan masuk ke dalam Kerajaan
Allah. Kita juga dituntut demikian. Segala sesuatu mulailah dari diri kita sendiri.
Daftar Rujukan
Harjosusanto, J. “Menemukan Wajah Misioner Gereja di Indonesia”. Dalam Al. Bagus Irawan
(Ed.). Gereja Misioner yang Diterangi Sabda Allah. Yogyakarta: Kanisius, 2011.
Majelis Sinode GPIB. Pemahaman Iman & Akta Gereja. Jakarta: Majelis Sinode GPIB, 2015. Maxwell,
John C. The 360 Degree Leader: Developing Your Influence from Anywhere in the Organization.
Seattle: Amazon, 2011.
., dan Jim Dornan. Becoming a Person of Influence: How to Positively Impact the Lives of Others.
Seattle: Amazon, 1997.
Simon, John C., dan Stella Y. E. Pattipeilohy (Ed.). Materi Bina Diaken Penatua dan BPPJ.
Jakarta: Majelis Sinode GPIB, 2017.
Biodata Penulis
Pendidikan :
S1 International Law Degree
S2 Human Resources Management
robbywekes@yahoo.com
robby.wekes@gmail.com
Pekerjaan :
• Head of HCGA & Legal PT Federal Food Internusa s/d saat ini
• Advokat, Law Firm Robby Wekes & Partners s/d saat ini
• Senior Vice President Human Capital & Support PT. EDI Indonesia,
• GM HRD PT. Panarub Industri (Adidas Group),
• GM HRGA PT. Indosari Corpindo Tbk (Sari Roti Group),
• HRD & Legal Senior Manager, PT. Sumber Sawit Sejahtera
• Legal Counsel, Badan Penyehatan Perbankan Nasional
• Legal Commercial, PT. Bank Modern Tbk
• Dosen Hukum Bisnis, STP Trisakti Jakarta
• Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja – Kemenaker RI
Riwayat Pelayanan :
• Ketua 5 Fungsionaris Majelis Sinode GPIB XXI
• Presbiter GPIB Gideon Depok dari tahun 1987 hingga saat ini
• PHMJ & Narabina Katekisasi, Pra Nikah, Pendamping Persiapan PA-PT, Pengurus GP,
Pelayanan Bantuan Hukum
• BP Mupel Jabar2 dan Dept. Inforkom Litbang MS & Dept. Germasa MS
HAL : 77
MATERI BINA CALON PENGURUS PELKAT, PELAYAN PA-PT & CALON PENGURUS KOMISI GPIB th 2022-2027
Pendeta GPIB
Ketua Majelis Jemaat (KMJ)
GPIB Jemaat Bukit Sentul Bogor
Pendidikan :
S1 Sekolah Tinggi Teologi Jakarta
S2 Sekolah Tinggi Teologi Jakarta (M.Th. PAK)
S3 Sekolah Tinggi Teologi Jakarta
Pekerjaan:
• 2006 – 2009 Dosen di STT INTIM
Makasar
• 2019 – Kini Dosen di STT Cipanas
HAL : 78
MATERI BINA CALON PENGURUS PELKAT, PELAYAN PA-PT & CALON PENGURUS KOMISI GPIB th 2022-2027
Pendeta GPIB
Ketua Majelis Jemaat (KMJ)
GPIB Jemaat Effatha Semarang
Pendidikan :
S1 Fakultas Teologi UKIT Tomohon (1987)
Pelayanan Sekarang :
• 2020 – 2023 Ketua Majelis Jemaat (KMJ) GPIB Jemaat Effatha” Semarang
• 2020 – 2023 Ketua BP Mupel GPIB Jateng – DIY
HAL : 79
MATERI BINA CALON PENGURUS PELKAT, PELAYAN PA-PT & CALON PENGURUS KOMISI GPIB th 2022-2027
Pendeta GPIB
Ketua Majelis Jemaat (KMJ)
GPIB Jemaat Zebaoth Bogor
Pendidikan :
S1 – S3 Fakultas Teologi Universitas Kristen
Duta Wacana, Yogyakarta
Pekerjaan :
2018 – Kini Dosen STT Cipanas
HAL : 80
MATERI BINA CALON PENGURUS PELKAT, PELAYAN PA-PT & CALON PENGURUS KOMISI GPIB th 2022-2027
Pendeta GPIB
Ketua Majelis Jemaat (KMJ)
GPIB Jemaat Jurang Mangu Tangerang Selatan
Pendidikan :
SD,SMP,SMA di Papua dan Makassar
S1 dan S2 STT Duta Wacana, Yogyakarta
S3 FISIP, Fakultas Antropolog Universitas
Indonesia (UI)
Pekerjaan :
2018 – Kini Dosen STT Cipanas
HAL : 81
MATERI BINA CALON PENGURUS PELKAT, PELAYAN PA-PT & CALON PENGURUS KOMISI GPIB th 2022-2027
Pendidikan :
• 1986 – 1992 S1 Fakultas Psikologi
Universtias Indonesia (UI)
Depok
• 2003 – 2005 S2 Magister Manajemen
Universitas Gajah Mada (UGM)
Yogyakarta
Pekerjaan :
• Sep 1992 – Des 2018 PT Bank Danamon Indonesia, Tbk. VP - Human Capital
Business Partner Head
• Agustus 2022 – Kini PT Bank Artha Graha Internasional, Tbk
HAL : 82
MATERI BINA CALON PENGURUS PELKAT, PELAYAN PA-PT & CALON PENGURUS KOMISI GPIB th 2022-2027
Pendidikan :
S1 Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut
Kesenian Jakarta
Pekerjaan :
Senior Designer, PT Artura Insanindo Group
Dewan Kesenian Jakarta periode 2020 – 2023
HAL : 83
MATERI BINA CALON PENGURUS PELKAT, PELAYAN PA-PT & CALON PENGURUS KOMISI GPIB th 2022-2027
Pendidikan :
Geografi – IKIP Bandung
Pekerjaan :
Human Capital & Corporate Services Group
Head PT. Archi Indonesia, Tbk
HAL : 84
MATERI BINA CALON PENGURUS PELKAT, PELAYAN PA-PT & CALON PENGURUS KOMISI GPIB th 2022-2027
Pendidikan :
S1 Manajemen Informatika Budi Luhur Jakarta
Pekerjaan :
IT Coordinator di MNC Energy Investments, Tbk
HAL : 85