BAB I …………………………………………………………………… 1
1
Pendahuluan ………………………………………………………
1
A. Latar Belakang ………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………… 1
C. Tujuan Penulisan ………………………………………..
2
BAB II ……………………………………………………………….......
2
Pembahasan ……………………………………………………… 2
A. Sejarah Bahasa Indonesia ……………………………… 2
1. Bahasa Indonesia Sebelum Kemerdekaan ………….. 4
2. Bahasa Indonesia Setelah Kemerdekaan …………… 7
B. Kedudukan & Fungsi Bahasa Indonesia ………………..
7
Kedudukan
7
1. Ikrar Ketiga Sumpah Pemuda 1948………………….
2. Undang-undang Dasar Ri 1945 bab XV …………….
7
Fungsi 8
Penutup 11
A. Kesimpulan ……………………………………………..
B. Saran ………………………………………………...…
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki beraneka ragam suku, budaya, dan bahasa.
Membahas tentang bahasa, Bahasa Indonesia adalah alat komunikasi umum yang paling
penting dalam mempersatukan seluruh rakyat bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan
bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi dan bahasa persatuan Republik
Indonesia. Melalui perjalanan sejarah yang panjang, bahasa Indonesia telah mencapai
perkembangan yang luar biasa, baik dari segi jumlah pemakainya, maknanya maupun dari
segi kosa kata dan segi tata bahasanya.Diera modern ini, bahasa Indonesia telah berkembang
secara luas bukan hanya di Indonesia tetapi juga di luar Indonesia, dan menjadi salah satu
kebanggaan Indonesia atas prestasi tersebut. Sehingga Bahasa Indonesia masuk dalam
kelompok mata kuliah di setiap perguruan Tinggi. Mahasiswa peserta Mata Kuliah Bahasa
Indonesia perlu disadarkan akan kenyataan keberhasilan ini dan ditimbulkan kebanggaannya
terhadap bahasa Nasional kita yaitu Bahasa Indonesia. Karena Kemahiran berbahasa
Indonesia bagi para mahasiswa merupakan cerminan dalam tata pikir, tata laku, tata ucap dan
tata tulis berbahasa Indonesia dalam konteks akademis maupun konteks ilmiah. Sehingga
Mahasiswa kelak akan menjadi insan terpelajar bangsa Indonesia yang akan terjun ke dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai pemimpin dalam daerahnya masing-masing.
Sehingga mahasiswa diharapkan kelak dapat mengajarkan warga Indonesia yang masih
belum mengetahui banyak tentang bahasa Indonesia tentang arti penting bahasa yang
sebenarnya sehingga nantinya akan menjadi warga Negara yang dapat memenuhi
kewajibannya di mana pun mereka berada dan dengan siapa pun mereka bergaul di wilayah
Negara kesatuan republik Indonesia tercinta ini. Kemudian mahasiswa hendaknya dapat
menyadari akan pentingnya Sejarah, Fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
Negara dan bahasa nasional.
B. Rumusan Masalah
1
Adapun rumusan masalah yang akan kita bahas dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana sejarah perkembangan bahasa Indonesia?
2. Bagaimana kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah:
1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Bahasa Indonesia.
2. Untuk mengetahui kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2
Bahasa Melayu adalah bahasa kebangsaan Brunei, Indonesia, Malaysia, dan
Singapura. Bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa kebangsaan dan bahasa
resmi Negara Republik Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa Melayu, yang pokoknya
dari bahasa Melayu Riau (bahasa Melayu dari provinsi Riau, Sumatera, Indonesia). Agaknya
terlalu sederhana untuk mengatakan bahwa Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu
Riau. Orang-orang lupa bahwa bahasa Melayu Riau hanyalah merupakan satu dialek dari
sekian banyak dialek Melayu yang lain. Dan, di atas semua ini sudah terkenal di seluruh
Nusantara suatu bahasa perhubungan, suatulingua Franca yang di sebut dengan Melayu
Pasar. Melayu Pasar inilah yang merupakan faktor yang paling penting untuk di terimannaya
Melayu Riau sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah. Seandainya orang belum
mengenal Melayu Pasar, tentulah sama sulitnya pula menerima Melayu Riau menjadi bahasa
pengantar, seperti halnya dengan bahasa Jawa.
Nama Melayu mula-mula digunakan sebagai nama kerajaan tua di daerah Jambi di
tepi sungai Batanghari, yang pada pertengahan abad ke-7 ditaklukkan oleh kerajaan
Sriwijaya. Selama empat abad, kerajaan ini berkuasa di daerah Sumatera Selatan bagian
Timur dan di bawah pemerintahan raja-raja Syailendra bukan saja menjadi pusat politik di
Asia Tenggara, melainkan juga menjadi pusat ilmu pengetahuan.
Untuk mengikuti pertumbuhan Bahasa Indonesia dari awal mula terdapatnya faktor-
faktor historis hingga sekarang, baiklah kita mengikuti beberapa perkembangan berikut.
a. Masa Prakolonial
Walaupun bukti-bukti tertulis masih kurang, dapatlah di pastikan bahasa yang di pakai
oleh kerajaan Sriwijaya pada abad VII adalah bahasa Melayu. Perkembangan dan
pertumbuhan bahasa Melayu tampak lebih jelas dari berbagai peninggalan – peninggalan
bersejarah misalnya: 1. Tulisan yang terdapat pada Batu Nisan di Minye Tujoh, Aceh pada
tahun 1380 M.2. Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang, pada tahun 683.3. Prasasti Talang
Tuo, di Palembang, pada tahun 684.4. Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada tahun
686.5. Prasasti Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, pada tahun 688.
Walaupun bukti tertulis hampir tidak ada, dengan adanya bermacam-macam dialek
Melayu yang tersebar di seluruh Nusantara seperti dialek Melayu Ambon, Larantuka, Kupang
Betawi, dan Manado, dapatlah di pastikan bahwa bahasa Melayu sudah mengalami
penyebaran seluas itu.
Dalam kesusastraan Tiongkok terdapat berita-berita tentang musafir-musafir Cina
yang bertahun-tahun tinggal di kota-kota Indonesia. Mereka mempergunakan bahasa
3
penduduk asli yang disebut Kwu’un Lun. I Tsing yang belajar di Sriwijaya pada akhir abad
VII mempergunakan juga bahasa itu. Mengingat adanya prasasti-prasasti seperti di
b. Masa Kolonial
Ketika orang-orang Barat sampai di indonesia pada abad ke XVI, mereka menghadapi
suatu kenyataan, yaitu bahasa Melayu merupakan suatu bahasa resmi dalam pergaulan dan
bahasa perantara dalam perdagangan (lingua franca). Hal ini dapat di buktikan dari beberapa
kenyataan berikut. Seorang Portugis bernama Pigafetta, setelah menjunjung Tidore,
menyusun semacam daftar kata pada tahun 1522; berarti sebelum itu bahasa Melayu sudah
tersebar sampai Kepulauan Maluku.
Baik bangsa Portugis maupun bangsa Belanda yang datang ke Indonesia mendirikan
sekolah-sekolah. Mereka terbentur pada soal bahasa pengantar. Usaha-usaha untuk memakai
bahasa Portugis atau bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar selalu mengalami kegagalan.
Demikianlah pengakuan seorang Belanda yang bernama Danckaerts dalam tahun 1631. Ia
menyatakan bahwa kebanyakan sekolah di Maluku itu kebanyakan memakai bahasa Melayu
sebagai bahasa pengantar. Kegagalan di dalam memakai bahasa-bahasa Barat itu memuncak
dengan keluarnya suatu keputusan pemerintah kolonial, KB 1871 No. 104, yang menyatakan
bahwa pengajaran di sekolah-sekolah Bumi Putra, kalau tidak digunakan bahasa Melayu, di
berikan dalam bahasa daerah.
c. Masa Pergerakan Kemerdekaan
Dengan lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908 sebagai penggerakan kemerdekaan,
terasa sangat diperlukan suatu bahasa untuk mengikat bermacam-macam suku bangsa di
Indonesia. Pergerakan yang besar dan hebat hanya dapat berhasil kalau semua rakyat
diikutsertakan. Untuk itu mereka mencari suatu bahasa yang dapat di pahami dan di pakai
semua orang.
Pada mulanya memang sulit untuk menentukan bahasa mana yang akan menjadi
bahasa persatuan. Tiap perhimpunan pemuda, apakah Jong Java, Jong Sumatra. Atau Jong
Ambon, lebih suka menggunakan bahasa daerahnya sendiri. Budi Utomo, misalnya lebih
menekankan kebudayaan dan bahasa Jawa. Hal-hal semacam ini di rasakan sangat
menghambat persatuan dan kesatuan yang hendak di capai.
Mengingat kesulitan-kesulitan untuk mempersatukan berbagai suku bangsa di
Indonesia, pada tahun 1926 Jong Java merasa perlu mengakui suatu bahasa daerah sebagai
4
media penghubung pemuda-pemudi Indonesia. Bahasa melayu dipilih sebagai bahasa
pengantar. Pemuda-pemudi di Sumatra sudah lebih dulu menyatakan dengan tegas hasrat
mereka agar bahasa Melayu Riau, yang juga disebut Melayu Tinggi, diakui sebagai bahasa
persatuan. Walaupun dengan adanya hasrat yang tegas ini, sebagai majalah Jong Java dan
Jong Sumatranen Bond masih di tulis dalam bahasa Belanda.
Perlu pula di catat jasa beberapa Surat kabar yang turut menyebarluaskan bahasa
Melayu, seperti Bianglala, Bintang Timoer, Kaum Moeda, dan Neratja. Di samping
pengaruhnya yang sangat besar dalam perkembangan bahasa Melayu, media tersebut
sekaligus menjadi penghubung dan tempat latihan bagi putra-putri Indonesia untuk
mengutarakan berbagai macam masalah.
Dengan adanya bermacam-macam faktor seperti disebutkan diatas, akhirnya tibalah
saat diadakan Kongres Pemuda Indonesia di Jakarta, yaitu pada tanggal 28 Oktober 1928.
Sebagai hasil yang paling gemilang dari kongres itu, diadakan ikrar bersama yang terkenal
dengan nama Sumpah Pemuda, yang berbunyi:
5
Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Sebelum Ejaan Van Ophuysen disusun para penulis pada umumnya
mempunyai aturan sendiri-sendiri dalam menuliskan konsonan, vokal, kata, kalimat, dan tanda baca. Oleh
karena itu, sistem ejaan yang digunakan pada waktu itu sangat beragam. Terbitnya Ejaan Van Ophuysen
sedikit banyak mengurangi kekacauan ejaan yang terjadi pada masa itu.
Beberapa hal yang cukup menonjol dalam Ejaan Van Ophuysen antara lain sebagai berikut :
Misalnya:
Sayang : Sajang
Yakin : Jakin
Saya : Saja
Umum : Oemoem
Sempurna : Sempoerna
3. Huruf k pada akhir kata atau suku kata ditulis dengan tanda koma diatas
Misalnya:
Rakyat : Ra’yat
Bapak : Bapa’
Rusak : Rusa’
Raja : Radja
Jalan : Djalan
Pacar : Patjar
Cara : Tjara
Curang : Tjurang
6
Ejaan Republik ialah ejaan baru yang disusun oleh Mr. Soewandi. Penyusunan ejaan
baru dimaksudkan untuk menyempurnakan ejaan yang berlaku sebelumnya yaitu Ejaan Van
Ophuysen juga untuk menyederhanakan sistem ejaan bahasa Indonesia. Pada tanggal 19
Maret 1947, setelah selesai disusun ejaan baru itu diresmikan dan ditetapkan berdasarkan
surat keputusan menteri pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan Republik Indonesia Nomor
264/Bhg.A, tanggal 19 Maret 1947. Ejaan baru itu diresmikan dengan Nama Ejaan Republik.
Ejaan Repubik lazim disebut Ejaan Soewandi karena Nama itu disesuaikan dengan
Nama orang yang memprakarsainya. Seperti kita ketahui, Soewandi merupakan Nama
Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan ketika ejaan itu disusun oleh karena itu,
kiranya wajar jika ejaan yang disusunnya juga dikenal sebagai Ejaan Soewandi.
Ejaan yang terakhir yang berlaku sampai sekarang adalah Ejaan yang disempurnakan.
Ejaan ini diresmikan pada tahun 1972.
Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada
tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan
lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di
samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu
berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu
bekerja atas dasar surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67, tanggal 19
September 1967.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran
Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri.
Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah
disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang
Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57
Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa
Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai
Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang
Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972
diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik
Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan
nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil
yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966.
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta
7
penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak dipakai
sejak bulan Maret 1947.
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas.
Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan
Istilah".
3. Berdasarkan Putusan Presiden No.57, Tahun 1972, diresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia.
Departemen pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan.
4. Tahun 1975 dikeluarkan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) dan Pedoman
Umum Pembentukan Istilah oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No.
0196/1975.
5. Lima tahun sekali, Ejaan Bahasa Indonesia senantiasa disempurnakan hingga sekarang melalui Kongres
Nasional Bahasa Indonesia dengan motor penggerak Pusat Bahasa.
6. Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan Surat Putusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
7. Di era kesejagatan kini, Bahasa Indonesia dipelajari di berbagai PT nasional dan internasional.
8
Kedudukannya berada diatas bahasa- bahasa daerah. Hasil Perumusan Seminar Politik
Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975
menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
berfungsi sebagai :
a. Lambang kebanggaan Nasional.
Sebagai lambang kebanggaan Nasional bahasa Indonesia memancarkan nilai- nilai
sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa
Indonesia, kita harus bangga, menjunjung dan mempertahankannya. Sebagai realisasi
kebanggaan terhadap bahasa Indonesia, harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu,
dan acuh tak acuh. Kita harus bangga memakainya dengan memelihara dan
mengembangkannya.
9
Apabila arus informasi antarmanusia meningkat berarti akan mempercepat peningkatan
pengetahuan seseorang. Apabila pengetahuan seseorang meningkat berarti tujuan
pembangunan akan cepat tercapai.
2. Bahasa Negara (Bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Dalam Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di
Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya
sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia befungsi sebagai :
a. Bahasa resmi kenegaraan.
Bukti bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan adalah digunakannya
bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu bahasa
Indonesia digunakan dalam segala upacara, peristiwa serta kegiatan kenegaraan.
b. Bahasa pengantar resmi dilembaga-lembaga pendidikan.
Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan
mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Untuk memperlancar
kegiatan belajar mengajar, materi pelajaran yang berbentuk media cetak hendaknya juga
berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang
berbahasa asing. Apabila hal ini dilakukan, sangat membantu peningkatan perkembangan
bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek).
c. Bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah.
Bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan
penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan
penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman
dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan
tepat diterima oleh masyarakat.
d. Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta
teknologi modern.
Kebudayaan nasional yang beragam yang berasal dari masyarakat Indonesia yang
beragam pula. Dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern agar jangkauan
pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran,
buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya
menggunakan bahasa Indonesia. Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan
fungsinya sebagai bahasa ilmu yang dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya
di perguruan tinggi.
10
C. Sikap Kita Terhadap Bahasa Indonesia
Ada beberapa aturan tertentu yang penting kita perhatikan dalam melakukan
penyerapan bahasa asing ke dalam Bahasa Indonesia. Kata yang diserap haruslah kata yang
benar- benar tidak ada di dalam Bahasa Indonesia. Selama suatu istilah masih dapat
digambarkan makna nya dengan kata dalam Bahasa Indonesia maka sebaiknya kita
menggunakan istilah dari Bahasa Indonesia. Penulisan istilah asing pun sebaiknya
disesuaikan dengan kaidah Bahasa Indonesia. Contohnya kata asing yang ditulis sebagaimana
bahasa asalnya harus dibedakan penulisannya dari kata pada Bahasa Indonesia, misalnya
dengan menggarisbawahi atau memiringkan tulisan kata tersebut. Atau dengan mengubah
penulisannya dengan tulisan yang mudah dibaca atau diucapkan dengan lidah orang
Indonesia. Hal- hal kecil seperti ini harus tetap diperhatikan agar Bahasa Indonesia tetap
terjaga dari ancaman terhadap kelestariannya.
Penghargaan kita terhadap bahasa kita sendiri juga merupakan salah satu penentu
untuk kelestarian itu sendiri. Jika kita sendiri telah menilai bahasa asing jauh lebih baik dari
Bahasa Indonesia maka bukan tidak mungkin bahasa Indonesia akan menjadi bahasa asing di
negara asalnya sendiri. Sering tanpa sadar sikap berbahasa kitalah yang mengancam
kelestarian bahasa kita. Sebagai contohnya dalam kehidupan sehari- hari kita banyak melihat
pada penulisan petunjuk ditoko- toko atau pusat perbelanjaan bahasa Indonesia justru lebih
sering diletakkan dibawah bahasa asing. Atau kita lebih suka menuliskan tulisan bahasa asing
dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan tulisan petunjuk dalam Bahasa
Indonesia. Ini menunjukkan rendahnya penghargaan kita terhadap bahasa kita sendiri
dibandingkan dengan bahasa asing. Sikap terhadap bahasa yang seperti inilah yang baik
secara sadar maupun tidak akan mempercepat “kepunahan” bahasa Indonesia. Untuk itu
maka kita perlu lebih sadar terhadap bagaimana kita bersikap terhadap bahasa kita sendiri.
Sudah seharusnyalah kita lebih bangga untuk menggunakan bahasa kita sendiri dibandingkan
dengan bahasa asing dalam kehidupan kita sehari- hari. Melestarikannya dengan
menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah tanggung jawab kita bersama.
11
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana disebutkan
dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, pasal 36”bahasa Negara adalah bahasa Indonesia”.
Sejarah bahasa Indonesia telah tumbuh dan berkembang sekitar abad ke VII dari bahasa
Melayu yang sejak zaman dahulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan. Bukan
hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga di seluruh Asia Tenggara.
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, diumumkanlah penggunaan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa untuk Negara Indonesia pascakemerdekaan. Secara yuridis, baru tanggal 18
Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya dan ditetapkan dalam
UUD 1945 pasal 36.
Ada beberapa ejaan yang pernah diguankan di Indonesia, antara lain ejaan van
ophuijsen, ejaan republik, dan ejaan yang masih digunakan sampai sekarang yaitu ejaan yang
disempurnakan atau biasa disingkat EYD.
Kedudukan sebagai Bahasa Nasional :
1. Lambang kebanggaan Nasional
2. Lambang Identitas Nasional.
3. Alat pemersatu
4. Alat penghubung antarbudaya
Kedudukan sebagai Bahasa Negara :
1. Bahasa resmi kenegaraan
2. Bahasa pengantar resmi lembaga pendidikan
3. Bahasa resmi di dalam perhubungan dan pembangunan
4. Bahasa resmi kebudayaan dan IPTEK
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber -
sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Oleh karna itu,
penulis menngharapkan kritik dan saran dari pembaca.
13