Anda di halaman 1dari 107

IRIGASI

2. KEBUTUHAN
AIR TANAMAN

Original material by Doddi Yudianto, Ph.D.


Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil
Universitas Katolik Parahyangan
Jln. Ciumbuleuit No. 94, Bandung
2

TAHAPAN DAN FASE


PERTUMBUHAN TANAMAN
(PADI)
3

TAHAPAN BUDIDAYA PADI


5

A. PEMBIBITAN
 Sebelum padi ditanam, tanaman padi harus disemaikan lebih dahulu.
Pesemaian harus disiapkan dan dikerjakan dengan baik, supaya
diperoleh bibit yang baik, sehingga pertumbuhannya akan baik pula.
 Memilih tempat pesemaian
 Tanahnya harus subur, banyak mengandung humus, dan gembur.
 Tanahnya terbuka, tak terlindung oleh pepohonan, sehingga sinar matahari
dapat diterima dan dipergunakan sepenuhnya.
 Dekat dengan sumber air terutama untuk pesemaian basah, karena banyak
membutuhkan air. Sedangkan untuk pesemaian kering, agar mudah
mendapatkan air untuk menyirami apabila pesemaian itu mengalami
kekeringan.
 Apabila areal yang akan ditanami cukup luas sebaiknya tempat pembuatan
pesemaian tak terkumpul menjadi satu tempat tetapi dibuat memencar. Hal
itu untuk menghemat biaya atau tenaga pengangkutannya.
6

A. PEMBIBITAN
 Mengerjakan tanah untuk pesemaian
 Tanah pesemaian harus mulai dikerjakan kurang lebih 50 hari sebelum
penanaman. Karena adanya dua jenis padi, yaitu padi basah dan padi
kering, maka tanah pesemaian juga dapat dibedakan atas pesemaian
basah dan pesemaian kering.
 Pesemaian basah
 Dalam membuat pesemaian basah harus dipilih tanah sawah yang betul-betul
subur. Rumput-rumput dan jerami yang masih tertinggal harus dibersihkan lebih
dulu. Kemudian sawah digenangi air agar tanah menjadi lunak, rumput-rumputan
yang akan tumbuh menjadi mati, dan bermacam-macam serangga yang dapat
merusak bibit mati pula.
 Selanjutnya, apabila tanah sudah cukup lunak lalu dibajak/digaru dua kali agar
tanah menjadi halus. Pada saat itu juga sekaligus dibuat petakan-petakan dan
memperbaiki pematang.
 Sebagai ukuran dasar luas pesemaian yang harus dibuat kurang lebih 1/20 dari
areal sawah yang akan ditanami.
7

A. PEMBIBITAN
 Mengerjakan tanah untuk pesemaian
 Pesemaian kering
 Prinsip pembuatan pesemaian kering sama dengan pesemaian basah. Rumput-
rumput dan sisa-sisa jerami yang ada harus dibersihkan terlebih dahulu. Tanah
dibolak-balik dengan bajak dan digaru, atau bisa juga memakai cangkul, yang
terpenting tanah menjadi gembur.
 Setelah tanah menjadi halus, diratakan dan dibuat bedengan-bedengan. Adapun
ukuran bedengan sebagai berikut : Tinggi 20 cm, lebar 120 cm, panjang 500-600
cm.
 Antara bedengan yang satu dengan yang lain diberi jarak 30 cm sebagai selokan
yang dapat digunakan untuk memudahkan : penaburan biji, pengairan,
pemupukan, penyemprotan hama, penyiangan, dan pencabutan bibit.
8

A. PEMBIBITAN
 Penaburan Bibit
 Untuk memilih biji-biji yang bernas, biji harus direndam dalam air. Biji-biji
yang bernas akan tenggelam sedangkan biji-biji yang hampa akan
terapung.
 Maksud perendaman selain memilih biji yang bernas, juga agar biji cepat
berkecambah. Lama perendaman cukup 24 jam, kemudian biji diambil dari
rendaman lalu diperam, dibungkus memakai daun pisang dan karung.
Pemeraman dibiarkan selama 8 jam.
 Apabila biji sudah berkecambah dengan panjang 1 mm, maka biji disebar
di tempat pesemaian. Diusahakan agar penyebaran biji merata, tidak
terlalu rapat dan tidak terlalu jarang.
 Apabila penyebarannya terlalu rapat akan mengakibatkan benih yang
tumbuh kecil-kecil dan lemah, tetapi penyebaran yang terlalu jarang
biasanya menyebabkan tumbuh benih tidak merata
9

A. PEMBIBITAN
 Pemeliharaan Pesemaian
 Pada pesemaian basah, begitu biji ditaburkan terus digenangi air selama
24 jam, baru dikeringkan.
 Genangan air dimaksudkan agar biji yang disebar tidak berkelompok-
kelompok sehingga dapat merata. Adapun pengeringan setelah
penggenangan selama 24 jam itu dimaksudkan agar biji tidak membusuk
dan mempercepat pertumbuhan.
 Pada pesemaian kering, pengairan dilakukan dengan air rembesan. Air
dimasukkan dalam selokan antara bedengan-bedengan sehingga
bedengan akan terus-menerus mendapatkan air dan benih akan tumbuh
tanpa mengalami kekeringan.
 Apabila benih sudah cukup besar, penggenangan dilakukan dengan
melihat keadaan. Pada bedengan pesemaian bila banyak ditumbuhi
rumput, perlu digenangi air. Apabila pada pesemaian tidak ditumbuhi
rumput, maka penggenangan air hanya kalau diperlukan saja.
10

Pembibitan Padi
11

B. PENGOLAHAN TANAH
 Pengolahan tanah untuk penanaman padi harus sudah disiapkan
sejak dua bulan sebelum penanaman. Pelaksanaannya dapat
dilakukan dengan dua macam cara yaitu dengan cara tradisional dan
cara modern.
 Pengolahan tanah sawah dengan cara tradisional, yaitu pengolahan tanah
sawah dengan alat-alat sederhana seperti sabit, cangkul, bajak dan garu
yang semuanya dilakukan oleh manusia atau dibantu oleh binatang
misalnya, kerbau dan sapi.
 Pengolahan tanah sawah dengan cara modern yaitu pengolahaan tanah
sawah yang dilakukan dengan mesin, contohnya dengan traktor dan alat-
alat pengolahan tanah yang dioperasikan manusia.
12

B. PENGOLAHAN TANAH
 Tahapan pengolahan tanah adalah:
1) Pembersihan
Sebelum tanah sawah dicangkul, harus dibersihkan lebih dahulu dari
jerami-jerami atau rumput-rumput yang ada. Dikumpulkan di satu
tempat atau dijadikan kompos. Sebaiknya jangan dibakar, sebab
pembakaran jerami itu akan menghilangkan zat nitrogen yang sangat
penting bagi pertumbuhan tanaman.
2) Pencangkulan
Sawah yang akan dicangkul harus digenangi air terlebih dahulu agar
tanah menjadi lunak dan rumput-rumputnya cepat membusuk.
Pekerjaan pencangkulan ini dilanjutkan pula dengan perbaikan
pematang-pematang yang bocor.
13

B. PENGOLAHAN TANAH
3) Pembajakan
 Sebelum pembajakan, sawah harus digenangi air lebih dahulu.
Pembajakan dimulai dari tepi atau dari tengah petakan sawah yang
dalamnya antara 12-20 cm.
 Tujuan pembajakan adalah mematikan dan membenamkan rumput, dan
membenamkan bahan-bahan organis seperti : pupuk hijau, pupuk
kandang, dan kompos sehingga bercampur dengan tanah. Selesai
pembajakan sawah digenangi air lagi selama 5-7 hari untuk
mempercepat pembusukan sisa-sisa tanaman dan melunakkan
bongkahan-bongkahan tanah.
14

B. PENGOLAHAN TANAH
4) Penggaruan
 Pada waktu sawah akan digaru genangan air dikurangi, sehingga cukup
hanya untuk membasahi bongkahan-bongkahan tanah saja.
Penggaruan dilakukan berulang-ulang sehingga sisa-sisa rumput
terbenam dan mengurangi perembesan air ke bawah.
 Setelah penggaruan pertama selesai, sawah digenangi air lagi selama
7-10 hari, selang beberapa hari diadakan pembajakan yang kedua.
Tujuannya yaitu: meratakan tanah, meratakan pupuk dasar yang
dibenamkan, dan pelumpuran agar menjadi lebih sempurna.
15

Pembajakan Sawah Tradisional


16

Pembajakan Sawah Tradisional


17

Pembajakan Sawah Dengan Traktor


18

Penggaruan Tradisional
19

C. PENANAMAN
 Pekerjaan penanaman didahului dengan pekerjaan pencabutan bibit di
pesemaian. Bibit yang akan dicabut adalah bibit yang sudah berumur 25-40
hari (tergantung jenisnya), berdaun 5-7 helai. 2 atau 3 hari sebelum
pencabutan, tanah digenangi air agar tanah menjadi lunak dan memudahkan
pencabutan.
 Bibit yang telah dicabut lalu diikat dalam satu ikatan besar untuk
memudahkan pengangkutan. Bibit yang sudah dicabut harus segera ditanam,
jangan sampai bermalam.
 Penanaman padi yang baik harus menggunakan larikan ke kanan dan ke kiri
dengan jarak 20 x 20 cm, hal ini untuk memudahkan pemeliharaan, baik
penyiangan atau pemupukan dan memungkinkan setiap tanaman
memperoleh sinar matahari yang cukup dan zat-zat makanan secara merata.
 Dengan berjalan mundur tangan kiri memegang bibit, tangan kanan
menanam. Tiap lubang 2 atau 3 batang bibit, dalamnya kira-kira 3 atau 4 cm.
Usahakan penanaman tegak lurus jangan sampai miring.
20

Pengangkutan Bibit
21

Penanaman Padi
22

Penanaman Padi Dengan Mesin Tanam


23

D. PEMELIHARAAN
 Pengairan
 Air yang dipergunakan untuk pengairan padi di sawah sebaiknya adalah air
yang berasal dari sungai, sebab air sungai banyak mengandung lumpur
dan kotoran-kotoran yang sangat berguna untuk menambah kesuburan
tanah dan tanaman.
 Air yang dimasukkan ke petakan-petakan sawah adalah air yang berasal
dari saluran sekunder atau tersier.
 Pada waktu mengairi tanaman padi di sawah, dalamnya air harus
diperhatikan dan disesuaikan dengan umur tanaman tersebut. Kedalaman
air hendaknya diatur dengan cara sebagai berikut:
 Tanaman yang berumur 0-8 hari dalamnya air cukup 5 cm.
 Tanaman yang berumur 8-45 hari dalamnya air dapat ditambah hingga 10-20 cm.
 Tanaman padi yang sudah membentuk bulir dan mulai menguning dalamnya air
dapat ditambah hingga 25 cm, setelah itu dikurangi sedikit demi sedikit.
 Sepuluh hari sebelum panen, sawah dikeringkan sama sekali. Agar padi dapat
masak bersama-sama.
24

D. PEMELIHARAAN
 Penyiangan dan Penyulaman
 Setelah penanaman, apabila tanaman padi ada yang mati harus segera
diganti (disulam). Tanaman sulam itu dapat menyamai yang lain, apabila
penggantian bibit baru jangan sampai lewat 10 hari sesudah tanam.
 Selain penyulaman yang perlu dilakukan adalah penyiangan agar rumput-
rumput liar yang tumbuh di sekitar tanaman padi tidak bertumbuh banyak
dan mengambil zat-zat makanan yang dibutuhkan tanaman padi.
Penyiangan dilakukan dua kali yang pertama setelah padi berumur 3
minggu dan yang kedua setelah padi berumur 6 minggu.
25

FASE PERTUMBUHAN PADI


 Fase-fase pertumbuhan tanaman padi berikut disajikan berdasarkan
informasi/data dan karakteristik IR64, varietas unggul berdaya hasil
tinggi, semidwarf (tinggi sedang), namun secara umum berlaku juga
untuk varietas lainnya.
 Secara garis besar, fase pertumbuhan tanaman padi dibagi menjadi 2
(dua) bagian yakni fase vegetatif dan fase generatif, namun ada yang
membagi lagi fase generatifnya menjadi fase reproduktif dan
pematangan.
 Di daerah tropis, fase reproduktif berlangsung lebih kurang 35 hari ,
sedangkan fase pematangannya sekitar 30 hari. Perbedaan umur
tanaman ditentukan oleh perbedaan panjang fase vegetatif. Sebagai
contoh, IR64 yang matang dalam 120 hari mempunyai fase vegetatif
55 hari, sedangkan varietas yang matang dalam 150 hari fase
vegetatifnya 85 hari.
26

FASE PERTUMBUHAN PADI


27

FASE PERTUMBUHAN PADI


 Fase vegetatif adalah awal pertumbuhan tanaman, mulai dari
perkecambahan benih sampai primordia bunga (pembentukan malai).
28

FASE VEGETATIF
A. Tahap Perkecambahan benih (germination)
 Pada fase ini benih akan menyerap air dari lingkungan (karena
perbedaan kadar air antara benih dan lingkungan), masa dormansi
akan pecah ditandai dengan kemunculan radicula dan plumule.
 Faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih adalah
kelembaban, cahaya dan suhu.
 Petani biasanya melakukan perendaman benih selama 24 jam
kemudian diperam 24 jam lagi.
 Tahap perkecambahan benih berakhir sampai daun pertama
muncul dan ini berlangsung 3-5 hari.
29

FASE VEGETATIF
B. Tahap Pertunasan (seedling stage)
 Tahap pertunasan mulai begitu benih berkecambah hingga
menjelang anakan pertama muncul. Umumnya petani melewatkan
tahap pertumbuhan ini di pesemaian.
 Pada awal di pesemaian, mulai muncul akar seminal hingga
kemunculan akar sekunder (adventitious) membentuk sistem
perakaran serabut permanen dengan cepat menggantikan radikula
dan akar seminal sementara.
 Di sisi lain tunas terus tumbuh, dua daun lagi terbentuk. Daun terus
berkembang pada kecepatan 1 daun setiap 3-4 hari selama tahap
awal pertumbuhan sampai terbentuknya 5 daun sempurna yang
menandai akhir fase ini.
 Dengan demikian pada umur 15 – 20 hari setelah sebar, bibit telah
mempunyai 5 daun dan sistem perakaran yang berkembang
dengan cepat. Pada kondisi ini, bibit siap dipindahtanamkan.
30

FASE VEGETATIF
C. Tahap Pembentukan anakan (tillering stage)
 Setelah kemunculan daun kelima, tanaman
mulai membentuk anakan bersamaan
dengan berkembangnya tunas baru.
 Anakan muncul dari tunas aksial (axillary)
pada buku batang dan menggantikan tempat
daun serta tumbuh dan berkembang.
 Bibit ini menunjukkan posisi dari dua anakan
pertama yang mengapit batang utama dan
daunnya. Setelah tumbuh (emerging),
anakan pertama memunculkan anakan
sekunder, demikian seterusnya hingga
anakan maksimal.
31

FASE VEGETATIF
C. Tahap Pembentukan anakan (tillering stage)
 Pada fase ini, ada dua tahapan penting yaitu pembentukan anakan
aktif dan disusul dengan perpanjangan batang (stem elongation).
 Kedua tahapan ini bisa tumpang tindih, tanaman yang sudah tidak
membentuk anakan akan mengalami perpanjangan batang, buku
kelima dari batang di bawah kedudukan malai, memanjang hanya
2-4 cm sebelum pembentukan malai. Sementara tanaman muda
(tepi) terkadang masih membentuk anakan baru, sehingga terlihat
perkembangan kanopi sangat cepat.
 Secara umum, fase pembentukan anakan berlangsung selama
kurang lebih 30 hari. Pada tanaman yang menggunakan sistem
tabela (tanam benih langsung) periode fase ini mungkin tidak
sampai 30 hari karena bibit tidak mengalami stagnasi seperti halnya
tanaman sistem tapin yang beradaptasi dulu dengan lingkungan
barunya sesaat setelah pindah tanam
32

FASE GENERATIF
Fase Generatif terbagi menjadi 2
fase:
 Fase Reproduktif
 Fase Pemasakan/ Pematang-an
33

FASE GENERATIF 1: REPRODUKTIF


A. Tahap Inisiasi Bunga / Primordia (Panicle Initiation)
 Bakal malai terlihat berupa kerucut berbulu
putih (white feathery cone) panjang 1,0-1,5
mm.
 Pertama kali muncul pada ruas buku utama
(main culm) kemudian pada anakan dengan
pola tidak teratur. Ini akan berkembang
hingga bentuk malai terllihat jelas sehingga
bulir (spikelets) terlihat dan dapat dibedakan.
 Malai muda meningkat dalam ukuran dan
berkembang ke atas di dalam pelepah daun
bendera menyebabkan pelepah daun
menggembung (bulge). Penggembungan
daun bendera ini disebut bunting sebagi
tahap kedua dari fase ini (booting stage).
34

FASE GENERATIF 1: REPRODUKTIF


B. Tahap Bunting (booting stage)
 Bunting terlihat pertama kali pada ruas batang utama. Pada tahap
bunting, ujung daun layu (menjadi tua dan mati) dan anakan non-
produktif terlihat pada bagian dasar tanaman.

C. Tahap Keluar Malai (heading stage)


 Tahap selanjutnya dari fase ini adalah tahap keluar malai. Heading
ditandai dengan kemunculan ujung malai dari pelepah daun
bendera. Malai terus berkembang sampai keluar seutuhnya dari
pelepah daun.
 Akhir fase ini adalah tahap pembungaan yang dimulai ketika serbuk
sari menonjol keluar dari bulir dan terjadi proses pembuahan.
35

FASE GENERATIF 1: REPRODUKTIF


D. Tahap Pembungaan (flowering stage)
 Pada pembungaan, kelopak bunga terbuka, antera menyembul ke luar dari
kelopak bunga (flower glumes) karena pemanjangan stamen dan
serbuksari tumpah (shed).
 Kelopak bunga kemudian menutup. Serbuk sari atau tepung sari (pollen)
jatuh ke putik, sehingga terjadi pembuahan.
 Proses pembungaan berlanjut sampai hampir semua spikelet pada malai
mekar. Pembungaan terjadi sehari setelah heading. Pada umumnya, floret
(kelopak bunga) membuka pada pagi hari. Semua spikelet pada malai
membuka dalam 7 hari. Pada pembungaan, 3-5 daun masih aktif.
 Anakan pada tanaman padi ini telah dipisahkan pada saat dimulainya
pembungaan dan dikelompokkan ke dalam anakan produktif dan
nonproduktif.
 Fase reproduktif yang diawali dari inisiasi bunga sampai pembungaan
(setelah putik dibuahi oleh serbuk sari) berlangsung sekitar 35 hari.
36

FASE GENERATIF 2: PEMASAKAN


A. Tahap matang susu (Milk Grain Stage)
 Tiga tahap akhir pertumbuhan tanaman padi merupakan fase
pemasakan.
 Pada tahap ini, gabah mulai terisi dengan bahan serupa susu.
Gabah mulai terisi dengan larutan putih susu, dapat dikeluarkan
dengan menekan/menjepit gabah di antara dua jari.
 Malai hijau daun mulai merunduk. Pelayuan (senescense) pada
dasar anakan berlanjut. Daun bendera dan dua daun di bawahnya
tetap hijau. Tahap ini paling disukai oleh walang sangit.
 Pada saat pengisian, ketersediaan air juga sangat diperlukan.
Seperti halnya pada fase sebelumnya, pada fase ini diharapkan
kondisi pertanaman tergenang 5 – 7 cm.
37

FASE GENERATIF 2: PEMASAKAN


B. Tahap gabah ½ matang (dough grain stage)
 Pada tahap ini, isi gabah yang menyerupai susu berubah menjadi
gumpalan lunak dan akhirnya mengeras.
 Gabah pada malai mulai menguning. Pelayuan (senescense) dari
anakan dan daun di bagian dasar tanaman nampak semakin jelas.
 Pertanaman terlihat menguning. Seiring menguningnya malai, ujung
dua daun terakhir pada setiap anakan mulai mengering.
38

FASE GENERATIF 2: PEMASAKAN


C. Tahap gabah matang penuh (Mature Grain Stage)
 Setiap gabah matang, berkembang penuh, keras dan berwarna
kuning.
 Tanaman padi pada tahap matang 90 – 100 % dari gabah isi
berubah menjadi kuning dan keras. Daun bagian atas mengering
dengan cepat (daun dari sebagian varietas ada yang tetap hijau).
 Sejumlah daun yang mati terakumulasi pada bagian dasar
tanaman. Berbeda dengan tahap awal pemasakan, pada tahap ini
air tidak diperlukan lagi, tanah dibiarkan pada kondisi kering.
 Periode pematangan, dari tahap masak susu hingga gabah matang
penuh atau masak fisiologis berlangsung selama sekitar 35 hari.
39

PERHITUNGAN
KEBUTUHAN AIR TANAMAN
40

KEBUTUHAN AIR IRIGASI


 Gross Field Requirement (GFR)
 Kebutuhan total air di sawah yang ditentukan oleh faktor-faktor
berikut:
1) Penyiapan lahan adalah masa pengolahan tanah dengan tujuan
menyediakan suatu kondisi tanah dengan kelembaban
maksimum.
2) Kebutuhan pada saat transplantasi (penggunaan konsumtif)
adalah masa pertumbuhan dari mulai tahap awal pertumbuhan
sampai tahap akhir pertumbuhan/panen
3) Perkolasi dan rembesan (P)
4) Pergantian lapisan air (WLR)
41

KEBUTUHAN AIR IRIGASI


 Net Field Requirement (NFR)
 Kebutuhan bersih air di sawah; yaitu jumlah air irigasi yg dibutuhkan
tanaman dgn memperhitungkan curah hujan efektif

Kebutuhan Kebutuhan Curah hujan


air di sawah air tanaman efektif

 Kebutuhan air di sawah dinyatakan dalam mm/hari atau l/s/ha.


42

KEBUTUHAN AIR IRIGASI


 Irrigation Requirement (IR, DR)
 kebutuhan pengambilan; yaitu jumlah air irigasi yg dibutuhkan
untuk mengairi seluruh areal jaringan irigasi dgn memperhitungkan
kehilangan air di sepanjang Saluran Primer, Sekunder dan Tersier
Keterangan :
NFR DR : Kebutuhan air irigasi di bangunan
DR =
Efisiensi × 8,64 pengambilan [m3/s]
NFR : Kebutuhan bersih air irigasi di sawah [m3/s]
e : Efisiensi di saluran
8,64 : Konversi dari [mm/hari] ke [l/s/ha]

 Efisiensi di saluran adl tingkat efisiensi yang dapat dicapai di


saluran karena adanya kehilangan air akibat rembesan atau
bocoran sepanjang saluran tersebut.
43

KEBUTUHAN AIR IRIGASI


 Irrigation Requirement (IR, DR)
 Kehilangan air di saluran dibedakan menjadi:
 Saluran tersier : 15% - 22,5% ditetapkan 20%, efisiensi = 80%
 Saluran sekunder : 7,5% - 12,5% ditetapkan 10%, efisiensi = 90%
 Saluran primer : 7,5% - 12,5% ditetapkan 10%, efisiensi = 90%

 Besarnya Efisiensi:
 Efisiensi di saluran tersier : 80% = 0,80
 Efisiensi di saluran sekunder : 80% × 90% = 72% = 0,72
 Efisiensi di saluran primer : 80% × 90% × 90% = 64,8% = 0,65
44

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENYIAPAN LAHAN


 Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya akan menentukan
kebutuhan air irigasi maksimum pada suatu proyek irigasi. Umumnya
kebutuhan air untuk penyiapan lahan dapat ditentukan berdasarkan
kedalaman serta porositas tanah di sawah.
 Faktor-faktor yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk
penyiapan lahan adalah:
 Evapotranspirasi tanaman acuan.
 Besarnya Perkolasi.
 Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
penyiapan lahan (30 hari atau 45 hari),
 Jumlah air yang diperlukan untuk penjenuhan ditambah 50 mm.
 Kondisi sosial budaya di daerah penanaman akan mempengaruhi
lamanya waktu untuk penyiapan lahan. Penyiapan lahan di seluruh
petak tersier dapat diasumsikan selama 1,5 bulan (45 hari). Apabila
menggunakan bantuan mesin, waktu penyiapan lahan dapat diambil
satu bulan (30 hari).
45

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENYIAPAN LAHAN

 Perhitungan kebutuhan air irigasi untuk penyiapan lahan dapat


menggunakan metode yang dikembangkan oleh van de Goor dan
Zijlstra (1968). Metode tersebut didasarkan pada laju air konstan
dalam l/s selama periode penyiapan lahan yang dirumuskan sebagai:
ek LP = Land Preparation, kebutuhan air penyiapan lahan [mm/hari]
LP = M M = kebutuhan air untuk mengganti air yg hilang akibat
ek −1 evaporasi & perkolasi

 Kebutuhan air pengganti evaporasi dan perkolasi (K), dirumuskan:


E0 = evaporasi selama penyiapan lahan = 1,1 × ET0
M = E0 + P ET0 = evapotranspirasi tanaman acuan

 Nilai pangkat k, dirumuskan:


T = jangka waktu penyiapan lahan (30 atau 45 hari)
M T
k= S = Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dgn lapisan air
S 50 mm
46

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENYIAPAN LAHAN

 Kebutuhan air penjenuhan (S), dirumuskan:

S = PWR + 50 mm

PWR =
(S a − Sb ) N d
+ Pd + FI
 PWR dirumuskan:
10000
PWR = Paddy Water Requirement, Kebutuhan air untuk penyiapan lahan [mm]
Sa = derajat kejenuhan tanah setelah penyiapan lahan (100%)
Sb = derajat kejenuhan tanah sebelum penyiapan lahan (0–75%)
N = porositas tanah [%]
d = asumsi kedalaman tanah setelah penyiapan lahan [mm]
Pd = kedalaman genangan setelah penyiapan lahan (50 mm)
FI = kehilangan air di sawah dalam 1 hari (5 mm/hari)

 Kebutuhan bersih air irigasi untuk penyiapan lahan:


NFR = LP − Re (80%)
47

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENYIAPAN LAHAN


Tabel 2.1. Kebutuhan Air Irigasi Selama Penyiapan Lahan
T ( Hari ) 30 45

M S [mm] S [mm]

[mm/hari] 150 200 250 300 350 150 200 250 300 350
3,00 6,65 8,28 9,92 11,57 13,23 5,06 6,11 7,19 8,28 9,37
3,25 6,80 8,42 10,06 11,71 13,37 5,22 6,27 7,34 8,42 9,52
3,50 6,95 8,57 10,21 11,85 13,50 5,38 6,42 7,49 8,57 9,66
3,75 7,11 8,72 10,35 11,99 13,64 5,55 6,58 7,64 8,72 9,80
4,00 7,26 8,87 10,49 12,13 13,78 5,72 6,74 7,79 8,87 9,95
4,25 7,42 9,02 10,64 12,28 13,92 5,90 6,90 7,95 9,02 10,10
4,50 7,58 9,17 10,78 12,42 14,06 6,07 7,07 8,11 9,17 10,24
4,75 7,75 9,32 10,93 12,56 14,20 6,25 7,23 8,26 9,32 10,39
5,00 7,91 9,48 11,08 12,71 14,34 6,44 7,40 8,43 9,48 10,54
5,25 8,08 9,63 11,23 12,85 14,49 6,62 7,57 8,59 9,63 10,70
5,50 8,24 9,79 11,38 13,00 14,63 6,81 7,75 8,75 9,79 10,85
5,75 8,41 9,95 11,54 13,15 14,78 7,00 7,92 8,92 9,95 11,00
6,00 8,59 10,11 11,69 13,30 14,92 7,19 8,10 9,09 10,11 11,16
6,25 8,76 10,27 11,85 13,45 15,07 7,38 8,28 9,25 10,27 11,32
6,50 8,94 10,44 12,00 13,60 15,22 7,58 8,46 9,43 10,44 11,48
6,75 9,11 10,60 12,16 13,75 15,37 7,78 8,64 9,60 10,60 11,63
7,00 9,29 10,77 12,32 13,91 15,51 7,98 8,83 9,77 10,77 11,80
7,25 9,47 10,94 12,48 14,06 15,66 8,18 9,01 9,95 10,94 11,96
7,50 9,65 11,11 12,64 14,21 15,82 8,38 9,20 10,12 11,11 12,12
7,75 9,84 11,28 12,80 14,37 15,97 8,59 9,39 10,30 11,28 12,29
8,00 10,02 11,45 12,96 14,53 16,12 8,80 9,58 10,48 11,45 12,45
8,25 10,21 11,62 13,13 14,69 16,27 9,01 9,78 10,67 11,62 12,62
8,50 10,40 11,80 13,29 14,84 16,43 9,22 9,97 10,85 11,80 12,79
8,75 10,59 11,97 13,46 15,01 16,58 9,43 10,17 11,03 11,97 12,96
9,00 10,78 12,15 13,63 15,17 16,74 9,65 10,37 11,22 12,15 13,13
9,25 10,98 12,33 13,80 15,33 16,90 9,87 10,57 11,41 12,33 13,30
9,50 11,17 12,51 13,97 15,49 17,05 10,08 10,77 11,60 12,51 13,47
9,75 11,37 12,69 14,14 15,65 17,21 10,30 10,97 11,79 12,69 13,65
10,00 11,57 12,87 14,31 15,82 17,37 10,52 11,18 11,98 12,87 13,82
48

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENYIAPAN LAHAN

 Untuk tanah bertekstur berat tanpa retak-retak, kebutuhan air untuk


penyiapan lahan diambil 200 mm (termasuk untuk penjenuhan dan
pengolahan tanah).
 Pada permulaan transplantasi, tidak akan ada lapisan air yang tersisa
di sawah.
 Setelah transplantasi selesai, lapisan air di sawah akan ditambah 50
mm, sehingga secara keseluruhan lapisan air yang diperlukan adalah
250 mm.
 Bila lahan telah dibiarkan bera (tanah yang dibiarkan tidak ditanami
agar kembali kesuburannya) dalam jangka waktu lama (≥ 2,5 bulan),
maka lapisan air yang diperlukan untuk penyiapan lahan diambil 300
mm, termasuk 50 mm untuk penggenangan setelah transplantasi.
 Untuk tanah-tanah dengan laju perkolasi yang lebih tinggi, harga
kebutuhan air untuk penyiapan lahan bisa diambil lebih tinggi.
49

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENGGUNAAN KONSUMTIF

 Penggunaan konsumtif dibedakan berdasarkan jenis tanaman, yaitu:


 Tanaman yg banyak memerlukan air (misal: Padi)
 Tanaman yg tidak banyak memerlukan air (misal: Palawija)

 Kebutuhan air PADI ditentukan oleh:


 Perkolasi (P)
 Penggantian Lapisan Air (WLR)
 Evapotranspirasi (ETc) NFR = P + WLR + ETc – Reff
 Curah Hujan Efektif (Reff 80%)

 Kebutuhan air PALAWIJA ditentukan oleh:


 Evapotranspirasi (ETc)
NFR = ETc – Reff
 Curah Hujan Efektif (Reff 50%)
50

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENGGUNAAN KONSUMTIF


I. PERKOLASI / REMBESAN (P)
 Laju perkolasi sangat bergantung pada sifat-sifat tanah  cara
penentuan terbaik adalah dengan pengukuran di lapangan.
 Pada tanah lempung berat dengan karakteristik pengolahan (puddling)
yang baik, laju perkolasi dapat mencapai 1–3 mm/hari.
 Pada tanah-tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi.
 Nilai perkolasi utk berbagai tekstur tanah dapat dilihat pd Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Nilai Perkolasi Untuk Berbagai Tekstur Tanah
Kedalaman Perkolasi
Tekstur Tanah
[mm/hari]
1). Clay 1,0 - 1,5
2). Silty Clay 1,5 - 2,0
3). Clay Loam, Silty Clay Loam 2,0 - 2,5
4). Mudy Clay Loam 2,5 - 3,0
5). Sandy Loam 3,0 - 5,0
Sumber : Dirjen Pengairan, Pedoman Umum OP Jaringan Irigasi
51

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENGGUNAAN KONSUMTIF

II. PENGGANTIAN LAPISAN AIR (WLR)


 Penggantian lapisan air dilakukan sebagai berikut:
 Setelah pemupukan, usahakanlah untuk menjadwalkan dan mengganti
lapisan air menurut kebutuhan,
 Jika tidak ada penjadwalan semacam ini, lakukanlah penggantian
sebanyak dua kali, masing-masing 50 mm selama ½ bulan (= 3,3 mm/hari)
pada waktu sebulan dan dua bulan setelah transplantasi.
MODEL PERHITUNGAN PENGGANTIAN LAPISAN AIR
Penggantian Lapisan Air Untuk Pengolahan lahan 30 Hari

Nop Des Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Ok
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
WLR 1 3,3 3,3 3,3 3,3
WLR 2 3,3 3,3 3,3 3,3
WLR 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7

Penggantian Lapisan Air Untuk Pengolahan lahan 45 Hari

Nop Des Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Ok
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
WLR 1 3,3 3,3 3,3 3,3
WLR 2 3,3 3,3 3,3 3,3
WLR 3 3,3 3,3 3,3 3,3
WLR 1,1 1,1 2,2 1,1 1,1 1,1 1,1 2,2 1,1 1,1
52

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENGGUNAAN KONSUMTIF

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)


 Kebutuhan air irigasi untuk tanaman (penggunaan konsumtif)
digambarkan sebagai laju evapotranspirasi yg dinyatakan dalam
mm/hari atau mm/satuan waktu lainnya.
 Evapotranspirasi dipengaruhi oleh meteorologi, jenis tanaman, fase
pertumbuhan tanaman, posisi lintang dan elevasi daerah irigasi
 Secara umum, dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
ETc = k c × ET0 ETc : Evapotranspirasi tanaman [mm/hari]
ET0 : Evapotranspirasi tanaman acuan [mm/hari]
kc : koefisien tanaman

 Evapotranspirasi tanaman acuan adalah evapotranspirasi yang


dijadikan acuan, yaitu rerumputan pendek.
53

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENGGUNAAN KONSUMTIF

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)


 Evapotranspirasi acuan dapat dihitung dengan rumus-rumus teoritis-
empiris. Di Indonesia dianjurkan untuk menggunakan rumus Penman
yang sudah dimodifikasi.
 Di Indonesia terdapat 2 metode rumus Penman yang dimodifikasi:
 Metode Nedeco/Prosida yang dapat dilihat pada terbitan Dirjen Pengairan,
Bina Program, PSA 010, 1985
 Metode FAO, lebih umum dipakai dan dijelaskan dalam terbitan FAO, Crop
Water Requirement, 1975
 Apabila evaporasi diukur pada stasiun klimatologi, maka biasanya
digunakan Pan Kelas A. Harga-harga Epan dikonversi dalam angka-
angka ET0 dengan menerapkan faktor pan Kp antara 0,65 sampai
0,85, bergantung pada kecepatan angin, kelembaban relatif serta
elevasi.
ET0 = K p × E pan
54

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENGGUNAAN KONSUMTIF

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)


 Harga-harga ET0 dari Rumus Penman merujuk pada tanaman acuan
rerumputan pendek dengan nilai albedo = 0,25.
Albedo merupakan sebuah besaran yang menggambarkan perbandingan antara sinar matahari
yang tiba di permukaan bumi dan yang dipantulkan kembali ke angkasa dengan terjadi
perubahan panjang gelombang (outgoing longwave radiation). Perbedaan panjang gelombang
antara yang datang dan yang dipantulkan dapat dikaitkan dengan seberapa besar energi
matahari yang diserap oleh permukaan bumi.

 Koefisien-koefisien tanaman yang dipakai untuk perhitungan ETc


harus mengacu pada ET0 ini dengan albedo = 0,25.
 Penggunaan konsumtif dihitung secara tengah-bulanan, demikian
pula harga-harga evapotranspirasi acuan.
55

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENGGUNAAN KONSUMTIF

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)


 Koefisien Tanaman kc
 Nilai koef. tanaman (kc) bervariasi sesuai jenis tanaman dan masa
pertumbuhannya

14
Kebutuhan air maksimum
12
Koef. Tanaman, Kc

10 Akhir
Awal pemanfaatan
8 Pemanfaatan air
air
6

Akhir, siap panen


Pematanganan
Pertumbuhan

Tahap 4
Tahap 3
Tahap 2
Tahap 1
Awal

0
Waktu (hari)
0 50 100 150
56

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENGGUNAAN KONSUMTIF

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)


 Koefisien Tanaman kc
Nilai koefisien tanaman untuk padi dapat dilihat pada Tabel 2.2,
sedangkan untuk Palawija dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.2. Nilai Koefisien Tanaman Padi kc
Nedeco/Prosida FAO
Bulan
Varietas Biasa Varietas Unggul Varietas Biasa Varietas Unggul
0,5 1,20 1,20 1,10 1,10
1,0 1,20 1,27 1,10 1,10
1,5 1,32 1,33 1,10 1,05
2,0 1,40 1,30 1,10 1,05
2,5 1,35 1,30 1,10 0,95
3,0 1,24 0,00 1,05 0,00
3,5 1,12 0,95
4,0 0,00 0,00
Sumber : Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985
Catatan:
Varietas padi biasa adalah varietas padi dengan masa tumbuhnya lama
Varietas unggul adalah varietas padi dengan waktu tumbuhnya pendek
Selama setengah bulan terakhir permberian air irigasi ke sawah dihentikan.
57

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENGGUNAAN KONSUMTIF

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)


 Koefisien Tanaman kc
Tabel 2.3. Koefisien Tanaman Palawija kc (Digunakan untuk ET0 FAO)
Masa Tumbuh Periode Setengah Bulanan Ke :
Tanaman
[hari] 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kedelai 85 0,50 0,75 1,00 1,00 0,82 0,45
Jagung 80 0,50 0,59 0,96 1,05 1,02 0,95
Kacang Tanah 130 0,50 0,51 0,66 0,85 0,95 0,95 0,95 0,55 0,45
Bawang 70 0,50 0,51 0,69 0,90 0,95
Buncis 75 0,50 0,64 0,89 0,95 0,88
Sumber : FAO Guideline for Crop Water Requirements (1977)
Catatan:
Bila digunakan dengan ET0 Prosida, Koefisien Tanaman di atas dikalikan dengan koefisien 1,15

 Padi unggul memerlukan waktu 3 bulan + ½ bulan LP


 Padi biasa memerlukan waktu 4 bulan + ½ bulan LP
58

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENGGUNAAN KONSUMTIF

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)


 Penman Modifikasi
 Metode Penman merupakan metode yg menggunakan parameter iklim
paling lengkap
 Data yg diperlukan:
 Data temperatur udara bulanan (Ta)
 Data kelembaban udara bulanan (h)
 Data penyinaran matahari (Z)
 Data kecepatan angin bulanan (U)
 Data lokasi terhadap posisi lintang (LS/LU)
 Data elevasi / ketinggian lokasi (Y)
 Radiasi (Ra)
59

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENGGUNAAN KONSUMTIF

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)


 Penman Modifikasi

PET = c [W Rn + (1 − w ) f (u )(e a − e d )]
c×W B
Rn  (Hi – Ho)
(1 – w)  (1 – B)
f(u) (ea – ed)  Ea

ET0 = B (H i − H o ) + (1 − B ) Ea

Dimana: ET0 = Evapotranspirasi potensial (mm/hari)


B = perbandingan energi evaporasi dgn energi budget
Hi = faktor radiasi datang (mm/hari)
Ho = faktor radiasi keluar (mm/hari)
Ea = faktor aerodinamik (mm/hari)
60

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENGGUNAAN KONSUMTIF

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)


 Penman Modifikasi
1. Faktor Radiasi Datang (Hi)

Hi = Ra (1 – r) (a1 + a2 Z)

Ra = radiasi gelombang pendek  tergantung lokasi


r = koefisien reflaksi, utk tumbuhan 0,15 < r < 0,25
Z = n/N = perbandingan penyinaran matahari sesungguhnya dgn penyinaran maksimum.

2. Faktor Radiasi Keluar (Ho)


Ho = STa4 (a3 – a4 ed0,5) (a5 + a6 Z)

STa = radiasi gelombang panjang


ed = tekanan uap udara jenuh yg sebenarnya = h·ea
Z = penyinaran matahari rata-rata
h = kelembaban udara relatif
61

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENGGUNAAN KONSUMTIF

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)


 Penman Modifikasi
3. Faktor Aerodinamik (Ea)

Ea = a7 (ea – ed) (a8 + a9 U2) U2 = kecepatan angin rata2 pada ketinggian 2 m di atas
permukaan tanah (km/jam)

Tinggi pengukuran 0,5 1 1,5 2 3 4 5 6


Faktor koreksi 1,35 1,15 1,06 1,00 0,93 0,88 0,85 0,83

4. Perbandingan energi evaporasi dan energi budget (B)

D D = sudut tekanan uap jenuh pd suhu Ta


B= G = konstanta physometric = 0,66 P
D+G P = tekanan atmosfer rata-rata = 1013 – 0,115 Y
Y = elevasi titik tinjau
62

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENGGUNAAN KONSUMTIF

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)


 Penman Modifikasi
 Konstanta Penman
a1 a2 a3 a4 a5 a6 a7 a8 a9
0.24 0.41 0.56 0.08 0.28 0.55 0.2 0.5 – 1.0 0.0063

 Koefisien Reflaksi/Pantulan (r) New Snow 0.80 – 0.90

Old Snow 0.60 – 0.80

Melting Snow 0.40 – 0.60

Ice 0.40 – 0.50

Water 0.05 – 0.15

Forests, green leaves 0.05 – 0.20

Tilled soil 0.15 – 0.30

Sand 0.10 – 0.20

Dry grass 0.15 – 0.25


63

TABEL-TABEL PENMAN MODIFIKASI


Tabel Parameter Ra
Lintang Utara
Bulan 50° 45° 40° 35* 30° 25° 20° 15° 10° 5° 0°
1 3.60 4.80 6.00 7.25 8.50 9.65 10.80 11.80 12.80 13.65 14.50
2 5.60 6.95 9.30 9.40 10.50 11.40 12.30 13.10 13.90 14.45 15.00
3 9.10 10.05 11.00 11.85 12.70 13.30 13.90 14.35 14.80 15.00 15.20
4 12.70 13.30 13.90 14.35 14.80 15.00 15.20 15.20 15.20 14.95 14.70
5 15.40 15.65 15.90 15.95 16.00 15.85 15.70 15.35 15.00 14.45 13.90
6 16.70 16.70 16.70 16.60 16.50 16.15 15.80 15.30 14.80 14.10 13.40
7 16.10 16.20 16.30 16.25 16.20 15.95 15.70 16.25 14.80 14.15 13.50
8 13.90 14.35 14.80 15.05 15.30 15.30 15.30 15.15 15.00 14.60 14.20
9 10.50 11.35 12.20 12.85 13.50 13.95 14.40 14.65 14.90 14.90 14.90
10 7.10 8.20 9.30 10.30 11.30 12.10 12.90 13.50 14.10 14.55 15.00
11 4.30 5.50 6.70 7.90 9.10 10.15 11.20 12.15 13.10 13.85 14.60
12 3.00 4.25 5.50 6.70 7.90 9.10 10.30 11.35 12.40 13.35 14.30

Lintang Selatan
Bulan 50° 45° 40° 35* 30° 25° 20° 15° 10° 5° 0°
1 17.10 17.30 17.30 17.30 17.30 17.05 16.80 16.30 15.80 15.15 14.50
2 14.10 14.65 15.20 15.50 15.80 15.90 16.00 15.85 15.70 15.35 15.00
3 10.50 11.35 12.20 12.90 13.60 14.10 14.60 14.85 15.10 . 15.15 15.20
4 6.60 7.70 8.80 9.80 10.80 11.65 12.50 13.15 13.80 14.25 14.70
5 4.10 5.25 6.40 7.55 8.70 9.70 10.70 11.55 12.40 13.1.5 13.90
6 2.80 3.95 5.10 6.25 7.40 8.50 9.60 10.60 11.60 12.50 13.40
7 3.30- 4.45 5.60 6.70 7.80 8.90 10.00 10.95 11.90 12.70 13.50
8 5.20 6.35 7.50 8.55 9.60 10.55 11.50 12.25 13.00 13.00 14.20
9 8.50 9.50 10.50 11.30 12.10 12.80 13.50 13.95 14.40 14.65 14.90
10 12.50 13.15 13.80 14.30 14.80 15.05 15.30 15.30 15.30 15.15 15.00
11 16.00 16.25 16.50 16.60 16.70 16.55 16.40 16.05 15.70 15.15 14.60
12 17.80 17.80 17.80 17.70 17.60 17.25 16.90 16.35 15.80 15.05 14.30
64

TABEL-TABEL PENMAN MODIFIKASI


Tabel Parameter STa4
Ta 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
1 13.39
12 13.29 13.31 13.33 13.35 13.37 13.41 13.43 13.33 13.46
13 13.48 13.5 13.52 13.54 13.56 13.58 13.60 13.61 13.63 13.65
14 13.67 13.69 13.71 13.73 13.75 13.77 13.78 13.80 13.82 13.84
15 13.86 13.88 13.90 13.92 13.94 13.96 13.97 13.99 14.01 14.03
16 14.05 14.07 14.09 14.11 14.13 14.15 14.17 14.19 14.21 14.23
17 14.25 14.27 14.29 14.31 14.33 14.35 14.36 14.38 14.40 14.42
18 14.44 14.46 14.48 14.50 14.52 14.55 14.57 14.59 14.61 14.63
19 14.65 14.67 14.69 14.71 14.73 14.75 14.77 14.79 14.81 14.83
20 14.85 14.87 14.89 14.91 14.93 14.95 14.97 14.99 15.01 15.03
21 15.05 15.07 15.09 15.11 15.13 15.16 15.18 15.20 15.22 15.24
22 15.26 15.28 15.30 15.32 15.34 15.36 15.38 15.40 15.41 15.48
23 15.46 15.48 15.50 15.52 15.54 15.57 15.59 15.61 15.63 15.65
24 15.67 15.69 15.71 15.74 15.76 15.78 15.80 15.82 15.85 15.87
25 15.89 15.91 15.93 15.95 15.97 16.00 16.02 16.04 16.06 16.08
26 16.10 16.12 16.14 16.17 16.19 16.21 16.23 16.25 16.28 16.30
27 16.32 16.34 16.34 16.34 16.34 16.34 16.34 16.34 16.34 16.34
28 16.36 16.36 16.36 16.36 16.36 13.36 16.36 16.36 16.36 16.36
29 16.38 16.38 16.38. 16.38 16.38 13.38 16.38 16.38 16.38 16.38
30 16.39 16.39 16.39 16.39 13.39 16.39 16.39 16.39 16.39 16.39
31 16.41 16.41 16.41 16.41 16.41 16.41 16.41 16.41 16.41 16.41
32 16.43 16.43 16.43 16.43 16.43 16.43 16.43 16.43 16.43 16.43
65

TABEL-TABEL PENMAN MODIFIKASI


Tabel Parameter ea
Ta 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
12 13.67 13.78 13.90 14.01 14.12 14.24 14.35 14.46 14.58 14.69
13 14.80 14.92 15.03 15.14 15.26 14.37 15.48 15.60 15.71 15.82
14 15.94 16.65 16.16 16.28 16.39 16.50 16.62 16.73 16.84 16.96
15 17.07 17.18 17.30 17.41 17.52 17.64 17.75 17.89 17.97 18.09
16 18.20 18.32 18.44 18.56 18.68 18.80 18.91 19.03 19.15 19.27
17 19.39 19.52 19.64 19.77 19.90 20.03 20.15 20.28 20.41 20.53
18 20.66 20.79 20.93 21.06 21.19 21.33 21.46 21.59 21.72 21.86
19 21.99 22.13 22.27 22.41 22.55 22.70 22.84 22.98 23.12 23.26
20 23.40 23.55 23.70 23.85 24.00 24.15 24.29 24.44 24.59 24.74
21 24.89 25.05 25.20 25.36 25.52 25.68 25.83 25.99 26.15 26.30
22 26.46 26.63 26.79 26.96 27.12 27.29 27.45 27.62 27.78 27.95
23 28.11 28.28 28.46 28.63 28.81 28.98 29.15 29.33 29.50 29.63
24 29.85 30.03 30.22 30.40 30.59 30.77 30.95 31.14 31.32 31.51
25 31.69 31.88 32.08 32.27 32.47 32.66 32.85 33.05 33.24 33.44
26 33.63 33.83 34.04 34.24 34.45 34.65 34.85 35.06 35.26 35.47
27 35.67 35.88 36.08 36.29 36.49 36.70 36.90 37.11 37.31 37.51
28 37.72 37.92 38.13 38.33 38.54 38.74 38.95 39.15 39.35 39.56
29 39.76 39.97 40.17 40.38 40.58 30.79 40.99 41.19 41.40 41.60
30 41.81 42.01 42.22 42.42 42.63 42.83 43.03 43.24 43.44 43.65
31 43.85 44.06 44.26 44.47 44.67 44.87 45.08 45.28 45.49 45.69
32 45.90 44.10 46.31 46.51 46.71 46.92 47.12 47.33 47.53 47.74
66

TABEL-TABEL PENMAN MODIFIKASI


Tabel Parameter D
Ta 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
13 0.973 0.979 0.985 0.992 0.998 1.004 1.010 1.017 1.023 1.029
14 1.035 1.042 1.048 1.054 1.060 1.067 1.073 1.079 1.085 1.092
15 1.098 1.104 1.110 1.117 1.124 1.130 1.136 1.143 1.149 1.156
16 1.162 1.169 1.175 1.182 1.188 1.195 1.202 1.208 1.215 1.221
17 1.228 1.235 1.242 1.249 1.256 1.236 1.270 1.277 1.284 1.291
18 1.298 1.305 1.313 1.320 1.327 1.335 1.342 1.349 1.356 1.364
19 1.371 1.379 1.386 1.394 1.402 1.410 1.417 1.425 1.433 1.440
20 1.446 1.456 1.464 1.472 1.480 1.488 1.496 1.504 1.512 1.520
21 1.528 1.536 1.545 1.553 1.562 1.570 1.578 1.587 1.595 1.604
22 1.612 1.621 1.629 1.638 1.647 1.656 1.664 1.673 1.682 1.690
23 1.699 1.708 1.717 1.726 1.735 1.745 1.754 1.769 1.772 1.781
24 1.790 1.800 1.809 1.819 1.828 1.838 1.848 1.857 1.867 1.876
25 1.886 1.896 1.906 1.916 1.926 1.936 1.946 1.956 1.966 1.976
26 1.986 1.997 2.007 2.018 2.028 2.039 2.049 0.206 2.070 2.081
27 2.092 2.102 2.113 2.123 2.134 2.144 2.155 2.165 2.176 2.186
28 2.197 2.207 2.218 2.228 2.239 2.249 0.226 2.270 2.281 2.291
29 2.302 2.312 2.323 2.333 2.344 2.354 2.365 2.375 2.386 2.396
30 39.760 2.417 2.428 2.438 2.449 2.459 2.470 2.480 2.491 2.501
67

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENGGUNAAN KONSUMTIF

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)


 Contoh Perhitungan Penman Modifikasi
 Koordinat Lintang : 5° LS
 Elevasi rata-rata : +673 m
 Koef. reflaksi (r) : 0,25
 Temp. rata2 bln Januari : 23,05°C
 Kelembaban relatif bln Januari : 0,83
 Penyinaran matahari sesungguhnya (n) : 4,43
 Kecepatan angin rata2 bln Januari : 227 km/jam
 Koefisien Penman : a1 = 0,24 ; a2 = 0,41 ; a3 = 0,56 ; a4 = 0,08 ; a5 = 0,2
a6 = 0,55 ; a7 = 0,26 ; a8 =1,00 ; a9 = 0,0063
68

KEBUTUHAN AIR IRIGASI PENGGUNAAN KONSUMTIF

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)


 Contoh Perhitungan Penman Modifikasi
a) Besarnya radiasi datang:
Hi = 15,15 (1 – 0,25) (0,24 + 0,41·0,36) = 4,40 mm/hari
b) Besarnya radiasi keluar:
Ho = 15,48 (0,56 – 0,08·23,330,5) (0,28 + 0,58·0,36) = 1,28 mm/hari
c) Faktor aerodinamik:
Ea = 0,20 (28,19 – 23,40) (1,00 + 0,0063·227) = 3,026 mm/hari
d) Perbandingan evaporasi dan energi budget:
B = 1,71 / (1,71 + 0,00066 (1013 + 0,115·673)) = 0,735

e) Evapotranspirasi Tanaman Acuan:


ET0 = 0,735 (4,40 – 1,28) + (1 – 0,735) 3,026 = 3,095 mm/hari
69

CURAH HUJAN EFEKTIF


 Air hujan yg jatuh tidak semuanya akan masuk dan tersimpan di
zona akar. Sebagian akan menjadi limpasan permukaan,
mengalami perkolasi sehingga mengalir ke bawah zona akar,
diuapkan langsung atau tertahan di cekungan permukaan tanah.

 Sisa air hujan yg tersimpan di zona akar dan dapat digunakan oleh
tanaman disebut Curah Hujan Efektif (Re).

 Faktor yg mempengaruhi Re:


 Iklim
 Tekstur tanah
 Struktur tanah Re = P – RO – Perkolasi – E – D
 Kemiringan tanah Re = curah hujan efektif (mm/bulan)
P = curah hujan (mm/bulan)
 Kedalaman zona akar RO = aliran permukaan (mm/bulan)
E = penguapan (mm/bulan)
D = detensi dan retensi (mm/bulan)
70

CURAH HUJAN EFEKTIF


 Curah hujan efektif adalah bagian dari curah hujan yang efektif untuk
kebutuhan irigasi.
 Pada lahan irigasi dengan cakupan areal tanaman padi yang luas,
menghitung koefisien curah hujan efektif dilakukan dengan melakukan
analisis nilai curah hujan dari berbagai stasiun hujan yang tersebar di
daerah irigasi untuk tahun-tahun yang berbeda.
71

CURAH HUJAN EFEKTIF


 CH Efektif untuk Penyiapan Lahan
Rumus: Re = 1/15 R80% (bulanan)
Re = curah hujan efektif harian penyiapan lahan (mm/hari)
R80% = curah hujan tengah bulanan dgn kemungkinan terlampaui 80% atau
curah hujan dgn periode ulang 5 tahun (mm)

 CH Efektif untuk Padi


 Besarnya curah hujan efektif untuk padi adalah 70% dari curah hujan
tengah bulanan yang terlampaui 80% (periode ulang 5 tahun). Curah
hujan efektif rata-rata hariannya dapat dirumuskan sebagai berikut :

0,70 × R( Setengah bulan) 5


Re = Re = 0.70 × 1/15·R80% (bulanan)
15
Keterangan:
Re : Curah hujan efektif [mm/hari]
R(setengah bulan)5 : Curah hujan minimum tengah bulanan dengan periode ulang 5 tahun [mm]
72

CURAH HUJAN EFEKTIF


 CH Efektif untuk Palawija
 Untuk tanaman palawija, berlaku ketentuan bahwa curah hujan efektif
diambil sebagai fungsi dari curah hujan bulanan dengan kemungkinan
terlampaui 50 %. Dengan kata lain dapat dituliskan sebagai berikut:

Re = (0,80 R – 25)/30 untuk R> 75 mm/bulan


Re = (0,60 R – 10)/30 untuk R<75 mm/bulan
Keterangan:
Re : Curah hujan efektif harian untuk tanaman palawija [mm/hari]
R : Curah hujan bulanan dengan kemungkinan terlampaui 50 %, atau curah hujan dengan
periode ulang 2 tahun [mm]

 Rumus di atas dapat digunakan untuk lahan dengan kemiringan lebih kecil
dari 4%–5%. Untuk areal yang mempunyai kemiringan lebih besar dari
yang disyaratkan di atas, maka perlu dilakukan perubahan lahan dengan
cara pencetakan sawah.
73

CURAH HUJAN EFEKTIF ½ BULANAN


 Data curah hujan yang umumnya tersedia di Indonesia adalah data
curah hujan harian atau curah hujan bulanan.
 Jika data curah hujan yang ada adalah curah hujan harian, maka kita
dapat menjumlahkan data curah hujan tersebut dalan ½ bulanan,
kemudian dicari R80%.
 Jika data curah hujan yang ada adalah curah hujan bulanan, maka
dicari dulu R80% dan R50% untuk bulanan, kemudian baru dicari
curah hujan R80% untuk ½ bulanan
74

CURAH HUJAN EFEKTIF ½ BULANAN


350 Diketahui curah hujan R80% sebagai berikut:
300
300 Januari 220 mm/bulan
250 220 Februari 300 mm/bulan
200
160 Maret 160 mm/bulan
1 2
150
1 2
100
1 2 Curah hujan ½ bulanan ke-1 Februari:
50
300 + 220
0 260
Re = 2 × 300 = × 300
1Januari2 3Februari4 5 Maret 6
300 + 220 300 + 160 490
+
2 2
= 159.18 mm 1 2 bulan

300 + 160
2 230
Curah hujan ½ bulanan ke-2 Februari: Re = × 300 = × 300
300 + 220 300 + 160 490
+
2 2
= 140.82 mm 1 2 bulan
76

350

300

250
Hujan Bulanan [mm]

200
159,18
150 140,82

100

50

0
Feb-1 Feb-2
Bulan
79

CONTOH PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI


 Diketahui data sebagai berikut:
 ET0 = 3,44 mm/hari
 Perkolasi = 2 mm/hari
 Penyiapan lahan selama 45 hari, dimulai bulan Oktober dua minggu ke-2.
 Penggantian lapisan air pada ½ bulanan pertama di bulan ke-1 dan ke-2 setelah
awal tanam.
 Air untuk penjenuhan = 250 mm
 Hujan efektif (mm/hari):
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
R80 1 4.80 5.21 8.67 7.83 7.15 3.72 3.80 0.94 1.57 2.66 7.50 11.71
(mm/hari) 2 8.81 6.16 9.50 6.37 4.99 2.52 2.41 0.76 3.13 5.39 10.25 5.82
R50 (mm/hari) 7.26 4.81 7.56 6.90 5.78 2.46 2.18 1.37 2.09 4.49 7.16 7.54

OKT NOV DES JAN FEB


 Pola tanam: Kelompok
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Padi FAO
varietas unggul
Kelp. I PADI
80

CONTOH PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI


M = 1,1×ET0 + P = 1,1×3,44 + 2 = 5,784 mm/hari
S = 250 mm T ( Hari) 30 45
M S (mm ) S (mm)
T = 45 hari mm/Hari 150 200 250 300 350 150 200 250 300 350
3.0 6.6 0.3 9.9 11.6 13.2 5.1 6.1 7.2 8.3 9.4
3.5 7.0 0.6 10.2 11.9 13.5 5.4 6.4 7.5 8.6 9.7
4.0 7.3 8.9 10.5 12.1 13.8 5.7 6.7 7.8 8.9 9.9
4.5 7.6 9.2 10.0 12.4 14.1 6.1 7.1 0.1 5.2 10.2
5.0 7.9 9.5 11.1 12.7 14.3 6.4 7.4 8.4 9.5 10.5
5.5 0.2 9.0 11.4 13.0 14.6 6.8 7.7 8.8 9.8 10.8
LP = 8,5 mm/hari 6.0 8.6 10.1 11.7 13.3 14.9 7.2 8.1 8.1 10.1 11.2
6.5 8.9 10.4 12.0 13.6 15.2 7.6 8.5 9.4 10.4 11.5
7.0 9.3 10.8 12.3 13.9 15.5 8.0 8.8 9.3 10.8 11.8
7.5 9.7 11.1 12.6 14.2 15.8 8.4 9.2 10.1 11.1 12.1
8.0 10.0 11.4 13.0 14.5 16.1 8.8 9.6 10.5 11.4 12.5
8.5 10.4 11.8 13.3 14.8 15.4 9.2 10.0 10.8 11.0 12.8
9.0 10.0 12.1 13.6 15.2 16.7 9.6 10.4 11.2 12.1 13.1
9.5 11.2 12.5 14.0 15.5 17.1 10.1 10.0 11.6 12.5 13.5
10.0 11.6 12.9 14.3 15.8 17.4 10.5 11.2 12.0 12.9 13.8
10.5 12.0 13.2 14.7 16.2 17.7 11.0 11.6 12.4 13.2 14.2
11.0 12.4 13.6 15.0 16.5 18.0 11.4 12.0 12.8 13.6 14.5
11.5 12.8 14.0 15.4 16.8 18.3 11.9 12.4 13.2 14.0 14.9
12.0 13.2 14.4 15.7 17.2 10.7 12.3 12.9 13.0 14.4 15.3
12.5 13.6 14.0 16.1 17.5 19.0 12.8 13.3 14.0 14.8 15.6
13.0 14.0 15.2 16.5 17.9 19.3 13.3 13.7 14.4 15.2 16.0
13.5 14.5 15.6 16.8 18.2 19.7 13.7 14.2 14.8 15.6 16.4
OKT NOV DES JAN FEB
CONTOH PERHITUNGAN KEBUTUHAN Kelompok
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
AIR IRIGASI Kelp. I PADI

Bulan LP Kc ETc WLR Perk Re NFR


(mm/hari) (mm/hari) (mm/hari) (mm/hari) (mm/hari) (mm/hari)

OKT 1

NOV 1

DES 1

JAN 1

FEB 1

TOTAL
83

Tabel 2.2. Nilai Koefisien Tanaman Padi kc


Nedeco/Prosida FAO
Bulan
Varietas Biasa Varietas Unggul Varietas Biasa Varietas Unggul
0,5 1,20 1,20 1,10 1,10
1,0 1,20 1,27 1,10 1,10
1,5 1,32 1,33 1,10 1,05
2,0 1,40 1,30 1,10 1,05
2,5 1,35 1,30 1,10 0,95
3,0 1,24 0,00 1,05 0,00
3,5 1,12 0,95
4,0 0,00 0,00

Tabel 2.3. Koefisien Tanaman Palawija kc (Digunakan untuk ET0 FAO)


Masa Tumbuh Periode Setengah Bulanan Ke :
Tanaman
[hari] 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kedelai 85 0,50 0,75 1,00 1,00 0,82 0,45
Jagung 80 0,50 0,59 0,96 1,05 1,02 0,95
Kacang Tanah 130 0,50 0,51 0,66 0,85 0,95 0,95 0,95 0,55 0,45
Bawang 70 0,50 0,51 0,69 0,90 0,95
Buncis 75 0,50 0,64 0,89 0,95 0,88
84

KELOMPOK TANAM / ROTASI ALAMI


OKT NOV DES JAN FEB
Petak Tersier Kelompok
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

Kelp. I PADI

OKT NOV DES JAN FEB


Kelompok
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

Kelp. I Kelp. I PADI

Kelp. II Kelp. II PADI

Kelp. III Kelp. III PADI

Keuntungan:
 Menghemat penggunaan air
 Mengurangi jumlah tenaga kerja
85

NFR SISTEM KELOMPOK TANAM


Penggantian Lapisan Air (WLR) Koefisien Tanaman (Kc)
Bulan WLR1 WLR2 WLR3 WLRRata2 Kc1 Kc2 Kc3 KcRata2
Bulan
(mm/hari) (mm/hari) (mm/hari) (mm/hari)
OKT 1 OKT 1
2 LP LP 2 LP LP
NOV 1 LP LP NOV 1 1.10 LP LP
2 LP LP 2 1.10 1.10 LP LP
DES 1 3.30 1.10 DES 1 1.05 1.10 1.10 1.08
2 3.30 1.10 2 1.05 1.05 1.10 1.07
JAN 1 3.30 3.30 2.20 JAN 1 0.95 1.05 1.05 1.02
2 3.30 1.10 2 0.00 0.95 1.05 0.67
FEB 1 3.30 1.10 FEB 1 0.00 0.95 0.32
2 0.00 2 0.00 0.00

OKT NOV DES JAN FEB


Kelompok
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

Kelp. I PADI

Kelp. II PADI

Kelp. III PADI


CONTOH PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI
(DENGAN KELOMPOK TANAM)

KcRata2 ETc WLRRata2 Perk Re NFR


Bulan
(mm/hari) (mm/hari) (mm/hari) (mm/hari)
OKT 1

NOV 1

DES 1

JAN 1

FEB 1

2
TOTAL
88

POLA TANAM
 Pola tanam adalah suatu urutan tanam pada sebidang lahan dalam
satu tahun, termasuk di dalamnya masa pengolahan tanah.
 Pola tanam merupakan bagian atau sub sistem dari sistem budidaya
tanaman, maka dari sistem budidaya tanaman ini dapat
dikembangkan satu atau lebih sistem pola tanam.
 Pola tanam ini diterapkan dengan tujuan memanfaatkan sumber daya
secara optimal dan untuk menghindari resiko kegagalan. Namun yang
penting persyaratan tumbuh antara kedua tanaman atau lebih
terhadap lahan hendaklah mendekati kesamaan.
 Pola tanam di daerah tropis, biasanya disusun selama satu tahun
dengan memperhatikan curah hujan, terutama pada daerah atau
lahan yang sepenuhnya tergantung dari hujan. Maka pemilihan
jenis/varietas yang ditanam perlu disesuaikan dengan keadaan air
yang tersedia ataupun curah hujan.
89

POLA TANAM
 Pola tanam terbagi dua yaitu pola tanam monokultur dan pola tanam
polikultur. Pertanian monokultur adalah pertanian dengan menanam
tanaman sejenis. Misalnya sawah ditanami padi saja, jagung saja,
atau kedelai saja. Tujuan menanam secara monokultur adalah
meningkatkan hasil pertanian. Sedangkan pola tanam polikultur ialah
pola pertanian dengan banyak jenis tanaman pada satu bidang lahan
yang terusun dan terencana dengan menerapkan aspek lingkungan
yang lebih baik.
 Pengetahuan mengenai pola tanam sangat perlu bagi petani. Sebab
dari usaha tani yang dilakukan, diharapkan dapat mendatangkan
hasil yang maksimal. Tidak hanya hasil yang menjadi objek, bahkan
keuntungan maksimum dapat diperoleh dengan tidak mengabaikan
pengawetan tanah dan menjaga kestabilan kesuburan tanah.
 Pola tanam padi di Indonesia biasanya adalah Padi – Padi – Palawija.
90

POLA TANAM
 Contoh pola tanam Padi – Padi – Palawija dengan lama penyiapan
lahan 45 hari, jenis padi unggul, mulai penyiapan lahan pertengahan
Oktober (Oktober 2) tergambar sebagai berikut:
Luas Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nop Des
Kelompok
[ha] 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

I PADI II PALAWIJA PADI I

II PADI II PALAWIJA PADI I

III PADI II PALAWIJA PADI I

 Jika penyiapan lahan hanya dilakukan dalam 30 hari, maka


Kelompok III tidak ada
KOEFISIEN TANAMAN 91
1/2 bulan Catatan :
Bulan Kc1 Kc2 Kc3 Kc Rata-2
ke - Tanaman Padi Unggul
1 2 3 4 5 6 - Mulai Penyiapan Lahan Oktober-2
1 0,45 0,15 - Penyiapan Lahan 45 hari
Oktober
2 LP1 LP1 LP1 LP1 - Jenis Palawija: Kedelai
1 1,1 LP1 LP1 LP1
Nopember
2 1,1 1,1 LP1 LP1
1 1,05 1,1 1,1 1,08
Desember
2 1,05 1,05 1,1 1,07
1 0,95 1,05 1,05 1,02
Januari
2 0 0,95 1,05 0,67
1 0 0,95 0,32
Febuari
2 0 0,00
1 LP2 LP2 LP2 LP2
Maret
2 1,1 LP2 LP2 LP2
1 1,1 1,1 LP2 LP2
April
2 1,05 1,1 1,1 1,08
1 1,05 1,05 1,1 1,07
Mei
2 0,95 1,05 1,05 1,02
1 0 0,95 1,05 0,67
Juni
2 0,5 0 0,95 0,48
1 0,75 0,5 0 0,42
Juli
2 1 0,75 0,5 0,75
1 1 1 0,75 0,92
Agustus
2 0,82 1 1 0,94
1 0,45 0,82 1 0,76
September
2 0,45 0,82 0,42
92

CONTOH PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI

 Pola Tanam: Padi – Padi – Palawija


 Jenis Padi : Padi Unggul
 Tanaman Palawija: Kedelai
 Mulai Penyiapan Lahan : November-1
 Lama Penyiapan Lahan T = 45 hari
 S = 300 mm
 P = 2 mm/hari
 ET0 dan Re diketahui setiap bulannya
1/2 bulan ET0 P Re padi Re plwj 93
Bulan
ke [mm/hari] [mm/hari] [mm/hari] [mm/hari]
1 2 3 4 5 6
1 3,44 2 5,84
Untuk Padi:
Januari
2 3,44 2 6,96
0,7 × R80%
1 3,15 2 4,58 Re = [mm/hari]
Febuari
2 3,15 2 2,02 1 / 2 bulan = 15
1 3,19 2 4,62
Maret
2 3,19 2 5,16
1 3,43 2 4,57
April Untuk Palawija:
2 3,43 2 3,21

Mei
1
2
3,12
3,12
2
2
3,36
0,94
Jika R e(50%) > 75mm/bulan :
Juni
1 3,36 2 2,5
(0,8 × Re ( 50%) − 25)
2 3,36 2 0,29 Re = [mm/hari]
Juli
1 3,86 2 0,17 1,69 1 bulan = 30
Jika R e(50%) < 75mm/bulan :
2 3,86 2 1,69
1 4,31 2 1,94
Agustus
2 4,31 2 1,94
(0,6 × Re ( 50%) − 10)
1 4,11 2 1,27 Re = [mm/hari]
1 bulan = 30
September
2 4,11 2 1,27
1 4,05 2 7,04
Oktober
2 4,05 2 3,47
1 3,31 2 4,05
Nopember
2 3,31 2 5,13
1 3,33 2 5,3
Desember
2 3,33 2 5,57
1/2 bulan ET0 P Re padi Re plwj Kc Rata-2 Kc Rata-2
Bulan Kc1 Kc2 Kc3
ke [mm/hari] [mm/hari] [mm/hari] [mm/hari] Padi Palawija

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 3,44 2 5,84 1,05 1,05 1,1 1,07
Januari
2 3,44 2 6,96 0,95 1,05 1,05 1,02
1 3,15 2 4,58 0 0,95 1,05 0,67
Febuari
2 3,15 2 2,02 0 0,95 0,32
1 3,19 2 4,62 0 0,00
Maret
2 3,19 2 5,16 LP2 LP2 LP2 LP2
1 3,43 2 4,57 1,1 LP2 LP2 LP2
April
2 3,43 2 3,21 1,1 1,1 LP2 LP2
1 3,12 2 3,36 1,05 1,1 1,1 1,08
Mei
2 3,12 2 0,94 1,05 1,05 1,1 1,07
1 3,36 2 2,5 0,95 1,05 1,05 1,02
Juni
2 3,36 2 0,29 0 0,95 1,05 0,67
1 3,86 2 0,17 1,69 0,5 0 0,95 0,32 0,17
Juli
2 3,86 2 1,69 0,75 0,5 0 0,42
1 4,31 2 1,94 1 0,75 0,5 0,75
Agustus
2 4,31 2 1,94 1 1 0,75 0,92
1 4,11 2 1,27 0,82 1 1 0,94
September
2 4,11 2 1,27 0,45 0,82 1 0,76
1 4,05 2 7,04 0,45 0,82 0,42
Oktober
2 4,05 2 3,47 0,45 0,15
1 3,31 2 4,05 LP1 LP1 LP1 LP1
Nopember
2 3,31 2 5,13 1,1 LP1 LP1 LP1
1 3,33 2 5,3 1,1 1,1 LP1 LP1
Desember
2 3,33 2 5,57 1,05 1,1 1,1 1,08
1/2 bulan Kc Rata-2 Kc Rata-2 E0 + P LP WLR ETc padi ETc plwj NFR padi NFR plwj DR
Bulan
ke Padi Palawija [mm/hari] [mm/hari] [mm/hari] [mm/hari] [mm/hari] [mm/hari] [mm/hari] [l/s/ha]
1 2 10 11 12 13 14 16 17 18 19 20
1 1,07 1,1 3,67 0,93 0,17
Januari
2 1,02 2,2 3,50 0,74 0,13
1 0,67 1,1 2,10 0,62 0,11
Febuari
2 0,32 1,1 1,00 2,08 0,37
1 0,00 0,00 0,00 0,00
Maret
2 LP2 5,509 9,80 4,64 0,83
1 LP2 5,773 9,96 5,39 0,96
April
2 LP2 5,773 9,96 6,75 1,20
1 1,08 1,1 3,38 3,12 0,56
Mei
2 1,07 1,1 3,33 5,49 0,98
1 1,02 2,2 3,42 5,12 0,91
Juni
2 0,67 1,1 2,24 5,05 0,90
1 0,32 0,17 1,1 1,22 0,64 4,15 0,00 0,74
Juli
2 0,42 1,61 0,00 0,00
1 0,75 3,23 1,29 0,23
Agustus
2 0,92 3,95 2,01 0,36
1 0,94 3,86 2,59 0,46
September
2 0,76 3,11 1,84 0,33
1 0,42 1,71 0,00 0,00
Oktober
2 0,15 0,61 0,00 0,00
1 LP1 5,641 9,88 5,83 1,04
Nopember
2 LP1 5,641 9,88 4,75 0,85
1 LP1 5,663 9,89 4,59 0,82
Desember
2 1,08 1,1 3,61 1,14 0,20
96

 LP Kolom (13) dihitung dengan tabel atau rumus:


M × ek MT
LP = k ; M = E0 + P; k =
e −1 S

 WLR Kolom (14) mengikuti model perhitungan penggantian air


dengan T = 45 hari
 ETc padi dan ETc palawija kolom (15) dan (16) dihitung dengan
rumus:
ETc = kc × ET0

 NFR padi dan palawija kolom (18) dan (19) dihitung dengan rumus:
NFR padi = ETc + P + WLR − Re (80%) NFR = LP − Re (80%)
NFR palawija = ETc − Re (50%)
NFR
 DR kolom (20) dihitung dengan rumus: DR =
e × 8,64
97

ROTASI TEKNIS/SISTEM GOLONGAN


 Sistem golongan adalah sistem pola tanam suatu daerah irigasi yang
dilakukan untuk memperkecil kebutuhan air maksimum dan
mengurangi jumlah tenaga kerja yang diperlukan.
 Sistem golongan ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan aliran/debit
sungai.
 Untuk membentuk sistem rotasi teknis, petak tersier dibagi-bagi
menjadi sejumlah golongan, sedemikian rupa sehingga setiap
golongan terdiri dari petak-petak tersier yang tersebar di seluruh
daerah irigasi.
 Petak-petak tersier yang termasuk dalam golongan yang sama akan
mengikuti pola penggarapan tanah yang sama (penyiapan lahan dan
tanam akan dimulai pada waktu yang sama).
 Batas antar golongan harus jelas (misalnya jalan, batas desa, dll) agar
tidak terjadi pengaliran air dari golongan yang satu ke golongan yang
lain.
98

ROTASI TEKNIS/SISTEM GOLONGAN


 Keuntungan yang diperoleh dari sistem golongan ini adalah:
 Berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak.
 Kebutuhan pengambilan bertambah secara berangsur-angsur pada
awal waktu pemberian air irigasi (pada periode penyiapan lahan),
seiring dengan makin bertambahnya debit sungai; kebutuhan
pengambilan puncak dapat ditunda.
 Hal yang tidak menguntungkan adalah:
 Timbulnya komplikasi sosial.
 Eksploitasi lebih rumit.
 Kehilangan air akibat eksploitasi sedikit lebih tinggi.
 Jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibatnya
lebih sedikit waktu tersedia untuk tanaman kedua.
 Daur/siklus gangguan serangga, pemakaian insektisida.
99

ROTASI TEKNIS/SISTEM GOLONGAN


 Kebutuhan air total pada waktu tertentu ditentukan dengan
menambahkan besarnya kebutuhan air di berbagai golongan pada
waktu itu.
 Berhubung petak-petak dalam golongan 1 terletak pada posisi yang
menguntungkan, maka diperkenalkanlah sistem rotasi tahunan. Hasil
panen dari golongan ini akan pertama kali sampai di pasaran,
sehingga harga beras tinggi.
 Jika tahun itu dimulai dengan Golongan 1, maka tahun berikutnya
dimulai Golongan 2, tahun berikutnya lagi Golongan 3, dan
seterusnya, sedangkan golongan yang pada tahun sebelumnya
menempati urutan pertama, sekarang menempati urutan terakhir.
 Di dalam petak tersier tidak ada rotasi, sehingga seluruh petak
termasuk dalam satu golongan.
100

ROTASI TEKNIS/SISTEM GOLONGAN


Contoh penerapan sistem golongan
 Suatu daerah irigasi seluas A ha
dibagi menjadi 4 golongan, Gol. 1
0,25 A ha
dengan luas masing-masing
daerah 0,25 A ha.
 Setiap golongan akan mendapat
kesempatan untuk digarap lebih Gol. 2
0,25 A ha
dulu (bergilir).
Gol 3
 Misalkan: 0,25 A ha

Tahun 1: G1-G2-G3-G4
Tahun 2: G2-G3-G4-G1 Gol. 4
0,25 A ha
Tahun 3: G3-G1-G4-G2, dst.
101

SISTEM ROTASI PEMBERIAN AIR


 Giliran pemberian air diperlukan jika ketersediaan air lebih sedikit
dibandingkan dengan debit yang diperlukan.
 Jika debit di saluran kecil dibandingkan dengan debit rencana maka
prosentasi air yang hilang akibat rembesan dan penguapan lebih
tinggi dan waktu yang dibutuhkan untuk sampai pada tanaman lebih
lama, sehingga pemberian air secara bergilir lebih menguntungkan
karena:
 Jumlah kehilangan dapat dikurangi dengan memperpendek pengaliran
debit yang besar dalam saluran selama waktu yang ditetapkan, dari pada
mengalirkan debit yang kecil terus menerus selama 24 jam.
 Mempercepat waktu yang dibutuhkan air untuk mencapai tanaman.
 Giliran pemberian air:
 Harus dipertimbangkan apabila debit dalam saluran menurun sampai 50% -
70% dari debit kebutuhan.
 Harus dilakukan jika air menurun di bawah 25% dari debit yang diperlukan.
102

SISTEM ROTASI PEMBERIAN AIR


 Tingkat giliran ada 4:
1. Tingkat 1 : giliran antar kwarter
 Jika Q sungai = 50-70% Q kebutuhan
 Dilakukan oleh petani dengan pengawasan ketua P3A
 Membuka dan menutup saluran kwarter di dalam petak tersier
2. Tingkat 2 : giliran antar tersier
 Jika Q sungai = 25-50% Q kebutuhan
 Paling mudah dilakukan karena memiliki gangguan terkecil bagi seluruh
daerah pengaliran
3. Tingkat 3 : giliran antar sekunder
 Jika Q sungai ≤ 25% Q kebutuhan
 Dilakukan dengan membuka dan menutup saluran tersier dan sekunder
4. Tingkat 4 : giliran antar primer
 Hanya dilakukan jika dianggap perlu, misal untuk pemeliharaan saluran
primer
103

SISTEM ROTASI PEMBERIAN AIR


 Faktor-faktor yang harus diperhatikan jika hendak melakukan
giliran pembagian air:
 Ketersediaan debit.
 Besarnya debit yang dibutuhkan.
 Areal yang diairi oleh setiap saluran.
 Lamanya waktu pemberian air untuk tiap saluran.
104

SISTEM ROTASI PEMBERIAN AIR


Contoh Soal
Suatu Daerah Irigasi (DI) dengan luas 2.711 ha, NFR bulan Juni =
0,85 l/s/ha. Pada bulan Juni debit menurun sampai 40% dari debit
yang dibutuhkan. Bagaimana mengatasi hal ini?

Jawab
Jumlah kebutuhan air di intake = 2.711 × 0,85/0,65 = 3.545 l/s
Debit yang ada = 1.400 l/s
“Faktor K” = 1.400/3.545 = 0,395
Kebutuhan air di intake per ha = 0,85/0,65 = 1,31 l/s/ha
Luas areal maksimum yang dapat diairi Amaks = 1.400/1,31 = 1.068,7 ha.
Dengan luas areal keseluruhan 2.711 ha, kita harus membagi petak-petak tersier
tersebut menjadi tiga kelompok giliran sehingga luas tiap kelompok tidak melebihi
luas maksimum yang dapat diairi (2.711/3 = 904 ha < Amaks).
105

SISTEM ROTASI PEMBERIAN AIR


 Bila nilai “K” lebih kecil, maka luas tiap kelompok harus lebih kecil lagi.
 Misalnya debit pada bulan Juni berkurang sampai 900 l/s, maka
Faktor K = 900/3.545 = 0,254. Maka luas areal maksimum yang bisa
diairi Amaks = 900/1,31 = 687 ha. Hal ini menuntut supaya daerah
irigasi dibagi menjadi 4 kelompok giliran (2.711/4 = 677 ha < Amaks ).
 Kembali pada persoalan di atas, diperlukan 3 kelompok giliran
sebagai berikut:
Pembagian Blok Giliran
Proporsi Terhadap
Giliran Luas Areal [ha]
Luas Areal Total
I 947 0,35
II 979 0,36
III 785 0,29
Jumlah 2711 1,00
106

SISTEM ROTASI PEMBERIAN AIR


 Blok giliran memperoleh air sebanding dengan luas masing-masing.
Jumlah waktu giliran 10 hari (antara 10 – 12 hari) = 240 jam. Jadi
lamanya setiap blok giliran memperoleh air adalah:

Lamanya waktu
Giliran Bobot Areal Debit [l/s]
giliran [Jam]
I 0,35 84 1241
II 0,36 86 1282
III 0,29 70 1028
Jumlah 1,00 240

Bagan Giliran Untuk K = 0,395 -- 0,4


Hari Ke Waktu Debit
Giliran Luas [ha]
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 [Jam] [l/s]
I 947 84 1241
II 979 86 1282
III 785 70 1028
Jumlah 2.711 240
107

PERSYARATAN ROTASI TEKNIS


Jenis dan
1 musim hujan Terus menerus
sumber air
2 Pola Tanam Umumnya satu tanaman rendengan Tumpang sari
Luas areal
3 luas sedang kecil luas sedang/kecil
irigasi
> 25.000 ha 10 - 25.000 ha <10.000 ha >25.000 ha < 25.000 ha
ya,
ya, perlu
penghematan
mempertimban ya/tidak,
Rotasi tidak, E & P & sumber air
4 g- kan air yang ya/tidak mungkin
golongan terlalu rumit permanen,
tersedia di terlalu rumit
saluran lebih
sungai
pendek
108
1,5 bulan 109
110
111
112
113

Anda mungkin juga menyukai