Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH SEMINAR HASIL

ANALISIS DAN MITIGASI RISIKO PADA RANTAI PASOK GULA


LONTAR ORGANIK DI PALMIRA INDONESIA

Acc seminar hasil


1/3/2023 Acc seminar hasil
1/3/2023

Oleh:
KOMANG EKA DANA SUPUTRA
NIM. 1810521021

Dosen Pembimbing:

I Wayan Gede Sedana Yoga, S.TP., M.Agb.


Dr. I G. A. Lani Triani, S.TP, M.Si

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
BUKIT JIMBARAN
2023
ANALISIS DAN MITIGASI RISIKO PADA RANTAI PASOK GULA LONTAR
ORGANIK DI PALMIRA INDONESIA
Risk Analysis and Mitigation in Organic Palm Sugar Supply Chain at Palmira
Indonesia
Komang Eka Dana Suputra1, I Wayan Gede Sedana Yoga*2, I Gusti Ayu Lani Triani 2
1
Mahasiswa dan 2Dosen Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Kode pos: 80361; Telp/Fax: (0361) 701801.

Surel korespondensi: sedanayoga@unud.ac.id

ABSTRAK
Rantai pasok adalah jaringan fisik yang bekerjasama menciptakan dan menghantarkan suatu
produk untuk memuaskan konsumen. Secara umum sistem rantai pasok berkaitan dengan aliran
material, informasi dan finansial sepanjang jaringan rantai pasok. Aliran tersebut biasanya
ditemukan berbagai risiko yang dapat mempengaruhi alur rantai pasok tidak berjalan lancar.
Sebuah perusahaan produk gula lontar yaitu Palmira Indonesia bekerja sama dengan petani gula
lontar untuk memenuhi keperluan bahan baku yang menggunakan bahan alami dalam proses
produksinya sehingga berpotensi menghadapi risiko dalam rantai pasoknya. Oleh karena itu
perlu dilakukan suatu upaya untuk mengatasi dan mengurangi berbagai risiko yang berpotensi
terjadi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kejadian risiko dan sumber risiko yang
timbul serta menentukan mitigasi risiko dari sumber risiko yang diprioritaskan. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan metode House of Risk (HOR) yang terdiri dari 2 fase yaitu, fase
identifikasi kejadian risiko (Risk Event) yang hasilnya berupa peringkat prioritas sumber risiko
(Risk Agent) dan fase penanganan risiko hasilnya berupa rencana tindakan pencegahan
terjadinya sumber risiko (Risk Agent). Setelah dilakukan penelitian, diperoleh 55 kejadian risiko
dan 60 sumber risiko. Melalui pendekatan diagram pereto 80:20, diperoleh 13 penyebab risiko
yang diprioritaskan untuk dilakukan mitigasi dan menghasilkan 17 aksi mitigasi yang dapat
diterapkan untuk mengurangi tingkat kejadian risiko di Palmira Indonesia.
Kata kunci: Rantai Pasok, SCOR, FMEA, Rumah Risiko, Gula Lontar

ABSTRACT

A physical network called the supply chain collaborates to produce and distribute a good that
will satisfy consumers. The flow of products, information, and funds along the supply chain
network is generally referred to as the supply chain system. There are typically a number of
dangers in this flow that could prevent the supply chain from moving smoothly. In order to
address the demand for raw materials that use natural components in their production process,
a palm sugar product firm, notably Palmira Indonesia, is collaborating with palm sugar
farmers to minimize supply chain risks. As a result, efforts must be made to mitigate and
overcome the numerous dangers that could materialize. This study aims to determine the risk
events and sources that arise and determine risk mitigation from prioritized risk sources. This
research was conducted using the House of Risk (HOR) method, which consists of two phases,
namely, the risk event identification phase, which results in a priority ranking of risk sources
(Risk Agent), and the risk handling phase, which results in a preventive action plan for the
occurrence of risk sources (Risk Agent). After the research, 55 risk events and 60 risk sources
were obtained. Through the 80:20 Pareto diagram approach, 13 risk causes were prioritized
for mitigation, resulting in 17 mitigation actions that can be implemented to reduce the risk
events at Palmira Indonesia.
Keywords: Supply Chain, SCOR, FMEA, House of Risk, Palm Sugar
PENDAHULUAN
Kabupaten Karangasem memiliki luas areal 1637,4 hektar pohon lontar dan
sebagian besar berada di wilayah Kecamatan Kubu (Satu Data Indonesia Provinsi Bali,
2020). Desa Tianyar adalah salah satu desa di Kecamatan Kubu dengan potensi pohon
lontarnya yang hampir ditemui pada setiap lahan petani. Luas areal perkebunan pohon
lontar di Desa Tianyar adalah 219 hektar (Suarsana et al., 2013). Petani Desa Tianyar
umumnya memanfaatkan nira lontar untuk produk olahan gula lontar cetak. Gula lontar
merupakan salah satu produk gula merah yang berbahan baku dari nira lontar.
Terdapat satu UMKM di Kabupaten Karangasem yaitu Palmira Indonesia, yang
fokus pada optimalisasi potensi desa dan mensejahterakan petani dengan memproduksi
gula lontar organik dalam bentuk gula semut. Dikatakan gula lontar “organik” karena
UMKM ini memiliki prinsip dimana setiap prosesnya menggunakan bahan alami.
Palmira Indonesia merupakan UMKM yang terletak di Banjar Dinas Cutcut, Desa Ban,
Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem. UMKM ini memproduksi gula lontar
organik. Palmira Indonesia bekerja sama dengan petani gula lontar untuk memenuhi
keperluan bahan baku yang menggunakan bahan alami dalam proses produksinya.
Rantai pasok adalah jaringan fisik yang bekerjasama menciptakan dan
menghantarkan suatu produk untuk memuaskan konsumen (Pujawan, 2005). Secara
umum sistem rantai pasok berkaitan dengan aliran material, informasi dan finansial
sepanjang jaringan rantai pasok (Nasution, 2020). Aliran tersebut biasanya ditemukan
berbagai risiko yang dapat mempengaruhi alur rantai pasok tidak berjalan lancar. Risiko
merupakan suatu potensi kejadian yang dapat merugikan, karena adanya ketidakpastian
yang bersumber dari berbagai aktivitas (Yasa et al., 2013).
Palmira Indonesia berpotensi menghadapi risiko dalam rantai pasoknya, karena
berdasarkan survey awal terdapat risiko yang terjadi seperti kesenjangan antara stok
tercatat dan tersedia serta kegiatan produksi yang tidak maksimal. Hal itu memerlukan
suatu upaya untuk mengatasi dan mengurangi berbagai risiko yang berpotensi terjadi.
Metode yang dapat digunakan dalam manajemen risiko adalah House of Risk (HOR).
Metode tersebut menghasilkan potensi risiko yang terdapat pada aliran suplai dan dinilai
tingkat probabilitasnya serta memitigasi risiko sehingga mengurangi risiko yang terjadi.
Metode House of Risk (HOR) merupakan sebuah framework yang
mengintegrasikan antara metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan metode
House of Quality (HOQ) (Pujawan dan Geraldin, 2009). Secara garis besar tahapan
dalam framework ini dibagi dua fase yaitu, fase identifikasi kejadian risiko (risk event)
yang hasilnya berupa peringkat prioritas sumber risiko (risk agent) dan fase penanganan
risiko hasilnya berupa rencana tindakan pencegahan terjadinya sumber risiko (risk
agent) (Cahyani et al., 2016).
Pada penelitian Ulfah et al. (2016) menggunakan pengembangan metode FMEA
dan QFD, terdapat 47 risiko dan 47 sumber risiko yang teridentifikasi pada seluruh
kegiatan rantai pasok gula rafinasi serta memperoleh 22 aksi mitigasi yang
diprioritaskan berdasarkan ranking. Setiawan (2018) menggunakan metode House of
Risk (HOR) untuk merancang framework mitigasi risiko dengan 17 sumber risiko yang
menjadi prioritas pada produk gula kelapa kristal. Penelitian yang serupa juga dilakukan
oleh Purnomo et al. (2021) dengan metode House of Risk untuk mitigasi risiko pada
rantai pasok kopi dengan prioritas mitigasi di pemasok dan pabrikan. Ketiga penelitian
ini menggunakan metode yang sama tetapi memperoleh jumlah kejadian risiko, sumber
risiko dan prioritas mitigasi yang berbeda. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
mengidentifikasi kejadian risiko dan sumber risiko serta memitigasi risiko dalam
mencegah potensi risiko yang terjadi di Palmira Indonesia.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Palmira Indonesia berlokasi di Banjar Dinas Cutcut,
Desa Ban, Kubu, Karangasem, Bali. Penelitian berlangsung pada bulan September-
November 2022. Penelitian ini menggunakan metode House of Risk (HOR) yang
merupakan sebuah framework yang mengintegrasikan antara metode Failure Mode and
Effect Analysis (FMEA) dan metode House of Quality (HOQ) (Pujawan dan Geraldin,
2009). Tahapan metode House of Risk sebagai berikut:
HOR fase I:
1. Mengidentifikasi risiko-risiko yang berpotensi pada rantai pasok. Risiko yang
teridentifikasi digolongkan setiap proses menggunakan SCOR.
2. Mengidentifikasi dampak yang akan ditimbulkan dari risiko yang terjadi (severity).
Kemudian, memberikan nilai tingkat keparahan dengan skala 1-10 dimana skala 10
menunjukkan dampak paling berbahaya pada risiko yang terjadi.
3. Mengidentifikasi sumber risiko dan memberi penilaian kemungkinan terjadinya
(occurrence). Dalam hal ini menggunakan skala 1-10 dimana 1 artinya tidak pernah
terjadi dan 10 artinya sering terjadi.
4. Memberi penilaian korelasi antara masing-masing risiko yang teridentifikasi
dengan sumber risiko. Korelasi menggunakan skala 0,1,3,9 dimana berturut-turut
menunjukkan tidak ada korelasi, rendah, sedang, dan korelasi tinggi.
5. Melakukan perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) dengan menggunakan data
severity, occurrence, dan nilai korelasi yang sebelumnya telah ditentukan. Rumus
ARP = O j Σ S i R j
6. Memberikan peringkat pada masing-masing sumber risiko yang teridentifikasi
sesuai dengan nilai ARP yang sebelumnya telah dihitung (dari terbesar ke nilai
terkecil). Untuk template HOR fase I ditunjukkan pada tabel 1:
Tabel 1 House of Risk Fase I
Proses Risiko Sumber Risiko Severity
(Ei) A1 A2 A3 (Si)
Plan E1 R11 R12 R13 S1
Source E2 R21 S2
Make E3 S3
Deliver E4 S4
Return E5 S5
Occurrence (Oj) O1 O2 O3
ARP ARP1 ARP2 ARP3
Priority rank of agent

HOR fase II:


1. Memilih sejumlah sumber risiko dengan peringkat atau penilaian tertinggi
menggunakan diagram Pareto.
2. Mengidentifikasi strategi mitigasi yang tepat untuk masing-masing sumber risiko
yang telah dipilih sebelumnya.
3. Memberikan nilai korelasi (Ejk) antara sumber risiko yang telah dipilih dengan
strategi mitigasi. Skala (0,1,3,9) yang menunjukkan berturut-turut tidak ada
korelasi, rendah, sedang, dan korelasi tinggi.
4. Melakukan perhitungan total efektivitas dari masing-masing strategi yang telah
ditentukan. Rumus total efektivitas strategi (TEk) = Σ ARP j E jk
5. Memberi peringkat kesulitan untuk setiap strategi mitigasi sebelumnya. Skala yang
digunakan adalah skala likert, dengan nilai 3 (rendah), 4 (sedang), dan 5 (tinggi).
6. Melakukan perhitungan total efektifitas rasio kesulitan yang dinotasikan sebagai
ETDk. Rumus ETDk = TEk / Dk
7. Memberikan peringkat terhadap masing-masing strategi mitigasi berdasarkan nilai
ETDk dari nilai terbesar hingga terkecil. Template HOR fase II ditunjukan pada
tabel 2:
Tabel 2 House of Risk Fase II
Sumber risiko ARP Strategi Mitigasi
M1 M2
A1 ARP1 E11 E12
A2 ARP2
A3 ARP3
A4 ARP4
Total Efektifitas Strategi TE1 TE2
Tingkat Kesulitan strategi D1 D2
Total Efektifitas Rasio Kesulitan ETD1 ETD2
Peringkat Prioritas Strategi Mitigasi

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pemetaan Aktivitas Rantai Pasok
Aktivitas rantai pasok gula lontar organik di Palmira Indonesia dipetakan
menggunakan metode SCOR berdasarkan lima aktivitas rantai pasok: plan, source,
make, delivery, dan return. Pemetaan aktivitas rantai pasok Palmira Indonesia
ditunjukkan pada tabel 3:
Tabel 3 Pemetaan Aktivitas Rantai Pasok Palmira Indonesia
Proses Aktivitas
Peramalan permintaan
Perencanaan material
Plan
Perencanaan produksi
Perencanaan pengiriman
Pemilihan supplier
Penjadwalan pengiriman bahan baku dari supplier
Penerimaan bahan baku
Source
Pengecekan kualitas bahan baku
Evaluasi kinerja pemasok
Proses pengadaan
Penjadwalan produksi
Make Proses produksi
Pengecekan kualitas produk
Seleksi pengiriman
Pengiriman barang
Deliver
Kegiatan pergudangan
Pengiriman tagihan ke konsumen
Pengembalian bahan baku yang cacat kepada supplier
Return
Pengembalian produk yang cacat dari konsumen
Sumber: hasil wawancara dengan narasumber (2022)
Dengan pemetaan aktivitas rantai pasok di atas akan mempermudah dalam
mengidentifikasi risiko. Langkah selanjutnya adalah melakukan identifikasi kejadian
risiko dan sumber risiko, serta melakukan penilaian terhadap severity, occurrence, dan
correlation.
Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko dilakukan dengan menggunakan metode Failure Mode and
Effects Analysis (FMEA). Pada penelitian ini variabel yang digunakan ada dua yaitu
kemungkinan terjadinya risiko (occurrence) dan dampak risiko (severity). Kejadian
Risiko (risk event) adalah peristiwa yang dapat mengganggu aktivitas rantai pasok pada
perusahaan. Kejadian risiko diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak perusahaan
dan penilaian severity diperoleh dari hasil rekapitulasi nilai yang disepakati melalui
forum group discussion (FGD). Hasil identifikasi kejadian risiko yang diperoleh
berjumlah 55 risiko beserta pembobotan nilai yang sesuai dengan tingkat keparahan
suatu kejadian risiko.
Kejadian risiko yang terjadi di Palmira Indonesia yaitu : penentuan jumlah
permintaan yang tidak tepat (E1), keterlambatan pengecekan dan masuknya permintaan
(E2), kesenjangan antara stok tercatat dan tersedia (E3), kesalahan penulisan spesifikasi
material yang diminta (E4), material tidak bisa dipenuhi sesuai jadwal permintaan (E5),
perubahan mendadak dalam rencana produksi (E6), adanya kenaikan harga bahan baku
dan bahan pendukung lainnya secara signifikan (E7), perputaran biaya/cash flow biaya
produksi macet (E8), biaya total supply chain dan yang terkait tidak sesuai dengan
financial plan (E9), kesalahan rencana pengiriman produk (E10), pemilihan supplier
dilakukan berulang karena kegagalan tender atau tidak sesuai standar (E 11),
ketidakcocokan harga yang ditawarkan dari perusahaan ke supplier (E12), penawaran
harga dari supplier ke perusahaan tidak sesuai target pricing yang sudah ditentukan
(E13), kesalahan dan ketidakefektifan komunikasi dengan supplier (E14), tidak
ditemukannya kesepakatan dalam perjanjian dan kontrak kerja sama yang dilakukan
(E15), ditemukannya perbedaan proses produksi (E16), kompleksitas (kerumitan) dalam
prosedur pembayaran (E17), keterlambatan pengiriman bahan baku (E18), kesalahan
barang yang diterima dari supplier (E19), tidak lengkapnya dokumen pengiriman barang
dari supplier (E20), barang yang diterima tidak memenuhi kualitas yang ditetapkan oleh
perusahaan (E21), bahan baku yang dikirim tidak diinspeksi oleh bagian penerimaan
barang (E22), tidak melakukan evaluasi kinerja supplier (E23), pelanggaran perjanjian
kontrak supplier (E24), kurangnya keahlian dan kualifikasi sumber daya manusia (E25),
keterlambatan jadwal produksi (E26), terjadinya kerusakan mesin secara mekanis (E27),
tidak dilakukannya kegiatan produksi (E28), produksi tidak mampu memenuhi
permintaan (E29), gas atau listrik tiba-tiba mati atau habis (E 30), kegiatan produksi
terganggu (E31), produk yang dihasilkan tidak baik atau tidak sesuai spesifikasi/standar
(E32), proses dan strategi quality control yang kurang efektif dan tidak teliti (E33),
ditemukannya benda-benda asing (cacahan daun, serangga kecil, dll) (E34), label
kemasan belum distempel kode produksi dan tanggal kadaluarsa (E 35), kemasan kotor
atau robek, tidak merekat dengan baik (E 36), kapasitas proses pengiriman produk kurang
(E37), pencatatan dokumen pengiriman yang kurang tepat (E 38), produk rusak saat berada
di gudang (E39), produk rusak/pecah saat berada di tempat konsumen/klien setelah
perjalanan dari ekspedisi (E40), keterlambatan pengiriman produk (E41), terjadinya
kontaminasi barang saat pengiriman (E42), kesalahan alamat dan kontak penerima (E43),
pengambilan barang yang tertinggal (E44), transportasi rusak atau mati di tengah jalan
menyebabkan pengiriman tidak tepat waktu (E45), produk siap kirim tidak tertangani
dengan baik (E46), kerusakan saat pemindahan produk (E47), saat pengiriman tidak
dilengkapi dengan nota/invoice (E48), kesalahan penulisan jumlah tagihan, tanggal,
kuantitas barang, atau tidak berisi cap & TTD (E 49), keterlambatan kedatangan
penggantian bahan baku dari supplier (E50), kejadian timbulnya biaya return ke supplier
(biaya kirim/transportasi/kemasan) (E51), keterlambatan pengembalian produk dari
konsumen karena produk kadaluarsa & kemasan rusak (E52), keterlambatan
pengembalian produk dari konsumen karena produk rusak di tempat konsumen (E 53),
produk rusak selama proses return (E54), permintaan penggantian atau ganti rugi tidak
sesuai kesepakatan/prosedur awal (E55).
Sumber risiko (risk agent) adalah hal – hal yang dapat menyebabkan suatu
kejadian risiko terjadi yang mengakibatkan terganggunya aktivitas rantai pasok pada
perusahaan. Sumber risiko diperoleh melalui wawancara, kemudian disusun untuk
diberikan pembobotan nilai pada sumber risiko. Dari 55 kejadian risiko, diperoleh
sumber risiko sebanyak 60 sumber.
Sumber risiko tersebut yaitu, peramalan tidak tepat (A1), kendala signal dan
masuk di bagian spam email (A2), kesalahan informasi dan komunikasi (A 3), human
error (A4), kondisi alam yang tak menentu (E5), kelangkaan bahan baku (A6), target
produksi yang relatif tinggi (A7), pembayaran klien macet dan hutang (A8), perubahan
biaya produksi dan pemasaran (A9), kurangnya koordinasi (A10), kualitas bahan baku
menurun dan tidak sesuai spesifikasi (standar) (A11), supplier memiliki harga sendiri
yang (sebenarnya) belum divalidasi di pasar (A12), supplier ingin harga tinggi tanpa
kalkulasi dan perencanaan harga (A13), pembahasan tidak to the point (A14), adanya
perbedaan visi misi kedua belah pihak (A 15), kurangnya monitoring dan evaluasi (A 16),
ingin menghasilkan proses yang cepat dan kejar deadline (A17), supplier belum melek
manajemen keuangan dan teknologi (A18), gangguan dalam perjalanan (A19),
pengecekan kualitas yang tidak teliti (A20), SOP tidak terlaksana dengan baik (A21),
kesalahan dalam menginput data (A22), gangguan atau kerusakan pada mesin dan
peralatan (A23), pesanan yang tak terkontrol (A24), kekurangan waktu (A25), pengecekan
tidak teliti (A26), informasi yang diberikan kurang jelas (A 27), ingin memperoleh
keuntungan lebih dan instant (A28), tidak terdapat training pekerja (A29), beberapa staff
libur dan cuti (A30), proses produksi yang lama (A31), permintaan yang melebihi
kapasitas (A32), kesalahan dalam setting mesin (A 33), kurangnya maintenance pada
mesin produksi (A34), penangguhan atau penundaan pemesanan (A35), bencana alam
(A36), perbaikan tempat produksi (A37), kondisi lingkungan saat proses distribusi (A38),
kurangnya pengecekan secara berkala (A39), kekurangan bahan produksi (A40),
kekurangan tenaga kerja dan peralatan (A41), alur proses produksi salah dan tidak tepat
(A42), proses penempatan barang oleh ekspedisi tidak aman (kesalahan ekspedisi) (A43),
sarana produksi kurang bersih (A44), kesalahan dalam proses pencetakan label atau
stiker (A45), kesalahan pemilihan vendor (A46), penempatan bahan kemasan tidak rapi
(A47), penyimpanan terlalu lama dan perubahan suhu ruang (A48), jarak pengiriman yang
jauh (A49), kemasan rusak dan bocor (A50), kurangnya persiapan perjalanan (A51), tidak
dibantu dengan alat pendukung dan produk terlalu berat (A52), keterlambatan dan
gangguan produksi (A53), bahan baku tiba-tiba rusak atau terkontaminasi (A 54),
mengalami kerugian biaya untuk pengembalian produk (A55), menunggu ongkos kirim
dari perusahaan (A56), terbatasnya sarana transportasi (A57), lokasi layanan pengiriman
yang jauh (A58), kurangnya kehati-hatian saat menangani barang (A59), perjanjian yang
telah dibuat tidak memuaskan pembeli (A60).
Setelah dilakukannya identifikasi kejadian risiko dan sumber risiko beserta
pembobotan nilai, selanjutnya dilakukan penilaian mengenai hubungan korelasi antara
kejadian risiko dan sumber risiko. Semua data tersebut nantinya digunakan dalam tahap
analisis risiko pada matriks House of Risk fase I.
House of Risk (HOR) Fase I
Analisis risiko bertujuan untuk menganalisis hasil penilaian dari severity suatu
kejadian risiko dan occurrence suatu sumber risiko serta tingkat korelasi antara kejadian
risiko dan sumber risiko yang nantinya digabungkan pada matriks House of Risk fase I.
HOR fase I digunakan untuk menentukan sumber risiko mana yang dijadikan prioritas
untuk direncanakan tindakan penanganannya (mitigasi). Prioritas sumber risiko
ditentukan berdasarkan ranking dari Aggregate Risk Potential (ARP) yang merupakan
hasil perhitungan dari House of Risk fase I dan menggunakan diagram pareto dalam
menentukan prioritas sumber risiko. Diagram pareto HOR fase I ditunjukkan pada
gambar 1:

Gambar 1 Diagram Pareto HOR I


Berdasarkan diagram pareto diatas dengan menggunakan prinsip pareto 80:20,
diperoleh 13 sumber risiko yang memiliki persentase sebesar 19,96% memberikan
dampak sebesar 80,04% terhadap kejadian risiko. 13 sumber risiko tersebut ditunjukkan
pada tabel 4.
Tabel 4. Sumber Risiko Prioritas
Cod
e Sumber Risiko
A6 Kelangkaan bahan baku
A23 SOP tidak terlaksana dengan baik
A21 Gangguan atau kerusakan pada mesin dan peralatan
A18 Supplier belum melek manajemen keuangan dan teknologi komunikasi
A8 Pembayaran klien macet dan hutang
A4 Human error
A16 Kurangnya monitoring dan evaluasi
A20 Pengecekan kualitas yang tidak teliti
A13 Supplier ingin harga tinggi tanpa kalkulasi dan perencanaan harga
A3 Kesalahan informasi dan komunikasi
A12 Supplier memiliki harga sendiri yang belum divalidasi di pasar
A39 Kurangnya pengecekan secara berkala
A43 proses penempatan barang oleh ekspedisi tidak aman

Setelah analisis House of Risk fase I dilakukan dengan menghasilkan 13 sumber


risiko yang diprioritaskan, maka selanjutnya dilakukan analisis House of Risk fase II
yaitu merencanakan tindakan mitigasi untuk mengurangi tingkat terjadinya kejadian
risiko.
House of Risk (HOR) Fase II
Mitigasi risiko merupakan tahapan dalam House of Risk fase II yang bertujuan
untuk menghasilkan tindakan penanganan risiko dalam menangani sumber risiko yang
diprioritaskan pada House of risk fase I. Berdasarkan dari 13 sumber risiko yang
diprioritaskan, telah diperoleh 17 tindakan mitigasi melalui wawancara dengan
responden ahli yaitu : mempersiapkan buffer stock (M1), meningkatkan produktivitas
dan populasi tanaman nira lontar (M2), menyediakan sparepart mesin atau peralatan
yang cukup (M3), bekerjasama melakukan sosialisasi dengan pihak terkait (M 4),
melakukan pelatihan secara berkala kepada pekerja (M5), sesuaikan kemampuan
karyawan dengan jenis pekerjaan yang diberikan (M6), membuat SOP setiap pekerjaan
dan mesin serta dipasang pada area kerja (M7), memberikan reward dan punishment,
menentukan klein priority (M8), membuat jadwal tetap untuk melakukan evaluasi secara
berkala (M9), membuat kontrak kerja secara professional (M 10), membuat standar
kualitas yang diinginkan perusahaan dengan harga yang siap dibayar perusahaan (M 11),
membentuk tim QC (Quality Control) (M12), informasi harga pasar real time, melalui
komunikasi kelompok tani (M13), membuat jadwal terkait manajemen perawatan
(maintenance) secara berkala (M14), mencari audit eksternal untuk mengaudit kesehatan
perusahaan (M15), mengemas produk dengan pelindung (M16) dan menyiapkan kurir dari
perusahaan sendirim (M17).
Tabel 5 House of Risk fase II

Sumber Mitigasi
ARP
Risiko M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 M11 M12 M13 M14 M15 M16 M17
A6 9 9                               2032
A23       1 3 1 9   3     1   1       1876
A21     9   3   3                     1460
A18                         9         1350
A8         9 1 1   9         1 1     1341
A4               9   9               1330
A16         9 3     9                 1232
A20                                   1224
A13             3         9           1104
A3                         3         906
A12       9             9             812
A39         3             3   1 9     760
A43                               3 9 648
194
TE 18288 18288 13140 9184 35445 6913 25917 11970 28785 11970 7308 14092 14868 3977 8181 5832  
4
D 3 5 3 5 5 5 3 4 3 3 4 4 3 3 5 3 4
1836,
ETD 6096 3657,6 4380 7089 1382,6 8639 2993 9595 3990 1827 3523 4956 1325,667 1636,2 648 1458
8
RANK 4 8 6 11 3 15 2 10 1 7 12 9 5 16 13 17 14
Selanjutnya tindakan mitigasi yang telah teridentifikasi diberi penilaian tingkat
kesulitan ( D k ) oleh pihak perusahaan berdasarkan pertimbangan sumber daya yang
tersedia untuk menerapkan tindakan mitigasi risiko dan memberi nilai korelasi antara
sumber risiko dengan mitigasi risiko seperti penilaian korelasi pada HOR fase I.
Pada tahap HOR fase II, nilai tingkat kesulitan dan korelasi menjadi input untuk
melakukan perhitungan total efektivitas dan total rasio efektivitas. Perhitungan total
efektivitas (TE) dilakukan untuk mengetahui efektivitas masing-masing strategi mitigasi
terhadap agen risiko, sedangkan total rasio efektivitas kesulitan (ETD) untuk melihat
tingkat efektivitas dengan melihat kemampuan sumber daya yang ada. Matriks HOR
fase II dapat dilihat pada tabel 5. Berdasarkan nilai ETD diperoleh ranking untuk
menentukan prioritas mitigasi risiko. Urutan prioritas mitigasi risiko ditunjukkan pada
tabel 6.
Tabel 6 Prioritas Mitigasi Risiko

Rank Code Mitigasi


1 M9 Membuat jadwal tetap untuk melakukan evaluasi secara berkala
Membuat SOP setiap pekerjaan dan mesin serta dipasang pada area
2 M7
kerja
3 M5 Melakukan training (pelatihan) secara berkala kepada pekerja
4 M1 Mempersiapkan buffer stock (stok pengaman)
Informasi harga pasar real time, melalui komunikasi media social
5 M13
kelompok tani
6 M3 Menyediakan sparepart mesin atau peralatan yang cukup
7 M10 Membuat kontrak kerja secara profesional
8 M2 Meningkatkan produktivitas dan populasi tanaman nira Lontar
9 M12 Membentuk tim QC (Quality Control)
10 M8 Memberikan reward dan punishment, menentukan klein priority
11 M4 Bekerjasama melakukan sosialisasi dengan pihak terkait
Membuat standar kualitas yg diinginkan perusahaan dengan harga
12 M11
yang siap dibayar perusahaan ke petani
13 M15 Mencari audit eksternal untuk mengaudit kesehatan perusahaan
14 M17 Menyiapkan kurir dari perusahaan sendiri
Sesuaikan kemampuan karyawan dengan jenis pekerjaan yang
15 M6
diberikan
Membuat jadwal terkait manajemen perawatan (maintenance)
16 M14
secara berkala
Mengemas produk dengan pelindung (kemasan primer dan kemasan
17 M16
sekunder)
Berdasarkan hasil dari HOR fase II diketahui tindakan mitigasi mana yang
didahulukan untuk diterapkan. Tindakan mitigasi yang memperoleh peringkat 1 adalah
membuat jadwal tetap untuk melalukan evaluasi secara berkala (M9). Pada penelitian
Ulfah et al. (2016) mengenai analisis manajemen risiko rantai pasok gula rafinasi
dengan metode House of Risk, menghasilkan mitigasi dengan peringkat 1 yaitu
merencanakan dan melakukan maintenance rutin. Selain itu, terdapat mitigasi yang
serupa seperti, membuat bufferstock, membuat kontrak, dan melakukan training.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:


1. Terdapat total 55 kejadian risiko yang teridentifikasi dengan 60 sumber risiko.
Berdasarkan House of Risk fase I didapatkan nilai ARP dari masing-masing sumber
risiko dengan prinsip diagram pareto 80:20 menghasilkan 13 sumber risiko yang
menjadi prioritas untuk dimitigasi.
2. Berdasarkan House of Risk fase II 13 sumber risiko yang diprioritaskan dari hasil
HOR fase I, diusulkan 17 tindakan mitigasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi
tingkat kejadian risiko di perusahaan dengan peringkat tertinggi mitigasi risiko
adalah membuat jadwal tetap untuk melalukan evaluasi secara berkala (M 9).
Dilanjutkan sesuai urutan prioritas mitigasi risiko yang diperoleh.
Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah menerapkan tindakan
mitigasi risiko yang dimulai dari mitigasi peringkat 1 berdasarkan hasil House of Risk
fase II yaitu membuat jadwal tetap untuk melalukan evaluasi secara berkala (M9) dan
dilanjutkan dengan mitigasi peringkat berikutnya. Setelah dilakukan penerapan seluruh
mitigasi tersebut, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh
dari penerapan tindakan mitigasi yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyani, Z. D., S. R. W. Pribadi, dan I Baihaqi. 2016. Studi implementasi model house of risk
(hor) untuk mitigasi risiko keterlambatan material dan komponen impor pada pembangunan
kapal baru. Jurnal Teknik ITS. 5(2): G52–G59.
Nasution, A. R. 2020. Analisis Risiko Rantai Pasok di PT. Sinar Sosro Tanjung Morawa Dengan
Menggunakan Metode House of Risk. Skripsi S-1. Tidak dipublikasikan. Universitas
Sumatera Utara. Medan
Pujawan, I. N., dan L. H. Geraldin. 2009. House of risk: a model for proactive supply chain risk
management. Business Process Management Journal. 15(6): 953–967.
Purnomo, B. H., B. Suryadharma, dan R. G Al-hakim. 2021. Risk mitigation analysis in a supply
chain of coffee using house of risk method. Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri.
10(2): 111–124.
Satu Data Indonesia Provinsi Bali. 2020. Luas Areal Dan Produksi Perkebunan Menurut
Kabupaten dan Kebun (PBSN) Komoditas Lontar.
https://balisatudata.baliprov.go.id/laporan/luas-areal-dan-produksi-perkebunan-menurut-
kabupaten-dan-kebun-pbsn-komoditas-lontar?year=2020 [Diakses tanggal 7 Juli 2022]
Setiawan, A. G. 2018. Analisis Manajemen Risiko Rantai Pasok Produk Gula Kelapa Kristal Pada
PT. Indo Agroforestry. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta
Suarsana, M. I., N. I. Sukarta, dan N. Rediasa. 2013. Ibm kelompok tani lontar di Desa Tianyar
Kecamatan Kubu. Widya Laksana. 4(2): 139–145
Ulfah, M., S. M. Maarif, dan S. Raharja. 2016. Analisis dan perbaikan manajemen risiko rantai
pasok gula rafinasi dengan pendekatan house of risk analysis and improvement of supply
chain risk management of refined sugar using house of risk approach. Jurnal Teknik Industri
Pertanian. 26(1): 87–103.
Yasa, I. W. W., I. G. B. S. Dharma, dan I. G. K. Sudipta. 2013. Manajemen risiko operasional dan
pemeliharaan tempat pembuangan akhir (tpa) regional bangli di Kabupaten Bangli. Jurnal
Spektran: 1(2): 30–38.
 

Anda mungkin juga menyukai