Tidak sedikit orang yang memahami bahwa memuliakan Allah
ialah dilakukan dengan cara rajin mengikuti ibadah-ibadah, baik Ibadah Minggu, Ibadah Keluarga, Ibadah Ketegorial, dan Ibadah- ibadah lainnya. Hal tersebut memang tidak sepenuhnya keliru, namun memuliakan Allah tidak cukup hanya dengan melakukan hal-hal yang bersifat ritualistik.
Isi
Refleksi pengalaman hidup yang dialami Yusuf merupakan hal
yang penting untuk dilihat sebagai dasar seseorang memuliakan Allah. Penderitaan dan kesusahan yang diakibatkan oleh para saudaranya, sebenarnya dapat dijadikan alasan yang kuat bagi Yusuf untuk membenci dan marah kepada mereka. Namun semuanya itu tidak dilakukannya. Bahkan, ketika para saudaranya datang ke Mesir guna mencari persediaan makanan – karena di Kanaan terjadi bencana kelaparan yang amat sangat – Yusuf menerima mereka dengan penuh kehangatan. Hal tersebut ia lakukan dengan cara memperkenalkan dirinya kepada para saudaranya, yang sebenarnya sudah tidak mengenali dirinya, yaitu orang yang pernah mereka jual kepada saudagar dari Midian yang sedang melakukan perjalanan ke Mesir (Kej. 45:3-4). Mengapa Yusuf melakukannya? Sebab Yusuf percaya bahwa penderitaan yang dialaminya – sebelum menjadi seorang penguasa di Mesir – ialah cara Allah mencintai dan menyelamatkan keluarga serta bangsanya, sehingga ia tidak marah ataupun membenci saudaranya. Sebaliknya, ia menyambut mereka dengan cinta dan kerinduan yang mendalam (Kej. 45:15). Yesus Kristus pun mengajarkan hal yang senada. Bagi Yesus menjalani hidup di dalam kasih kepada sesama ialah mutlak. Tidak dapat ditawar, apalagi tidak dilakukan. Bahkan, Yesus mengajarkan jikalau kasih yang diberikan kepada sesama harus didasari dengan ketulusan, tidak egois, tidak mementingkan diri sendiri, tanpa batas dan tidak bersyarat (agape – unconditional love). Semakin tidak masuk akal ialah tatkala apa yang diajarkan Yesus itu harus diwujudnyatakan juga kepada musuh kita (Agapate – Luk. 6:27). Mengapa Yesus mengajarkan sesuatu yang tidak wajar tersebut? Jawabannya jelas, sebab Allah pun telah terlebih dahulu mengasihi kita, manusia yang berdosa tanpa syarat dan tanpa batas; dan dengan alat ukur tersebut (cinta Allah yang tidak bersyarat dan tidak terbatas), maka kita diperintahkan untuk mengasihi sesama kita, tanpa terkecuali (Luk. 6:37).
Refleksi
Berdasarkan kedua kisah di atas, kita belajar bahwa memuliakan
Allah ialah dilakukan dengan cara mengasihi (agape) sesama kita, tanpa terkecuali, tanpa syarat dan tanpa batas. Artinya, tujuan utama setiap orang percaya memuliakan Allah ialah memelihara dan menjaga sebuah persekutuan (band. tindakan Yusuf untuk tetap menjaga persekutuan dengan keluarga dan saudara-saudaranya). Dengan kata lain, memuliakan Allah berarti juga harus menghadirkan damai sejahtera bagi seluruh ciptaan Allah. Oleh karena itu, saat ini kita pun diajak untuk merefleksikan kembali apa motivasi dan tujuan kita beribadah. Sungguhkah dalam sebuah ibadah kita memuliakan Allah? Ataukah sebenarnya kita ingin memuliakan diri sendiri yang dibalut dengan kesalehan ritualistik? Dan dapatkah dikatakan bahwa ibadah yang kita lakukan ialah cara kita memuliakan Allah, jikalau dalam hati kita muncul sakit hati, kebencian, bahkan amarah ketika melihat/ berjumpa dengan orang yang pernah menyakiti perasaan kita saat dalam sebuah ibadah? Bukankah dengan demikian, ibadah yang kita lakukan akan menjadi hampa, kosong dan tidak bermakna karena kasih telah hilang? (band. ajaran Rasul Paulus tentang kebangkitan orang mati. Tanpa adanya kebangkitan, maka sia-sialah kehidupan kita. Tidak ada yang bermakna dan tidak ada pengharapan lagi).
Penutup
Memuliakan Allah sebagai Pribadi (Subjek) yang tidak kelihatan
memang bukanlah hal mudah dilakukan, karena setiap orang bisa saja mengatakan telah memuliakan Allah, padahal sesungguhnya hanya berusaha memuliakan dirinya sendiri. Akan tetapi, saat ini kita diingatkan kembali bahwa memuliakan Allah tidak dapat dilepaskan dari laku hidup kasih kepada sesama, tanpa terkecuali. Yaitu kasih yang tidak mementingkan diri sendiri, tidak egois, tidak bersyarat dan yang selalu berusaha memelihara dan menjaga sebuah persekutuan. Amin.