Berdasarkan Wikipedia, ekowisata atau wisata ekologi (dalam bahasa
Inggris: ecotourism) merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan, social budaya, ekonomi masyarakat lokal, serta aspek pembelajaran dan Pendidikan. Jadi, ekowisata memiliki tiga pilar utama, yakni konservasi, pemberdayaan masyarakat, dan pendidikan. Saya akan menggunakan tiga pilar utama itu dalam menjabarkan pandangan saya mengenai ekowisata. Ekowisata merupakan perjalanan yang dilakukan dalam upaya pelestarian lingkungan konservasi sebagai pariwisata berkelanjutan. Perkembangan dan perencanaan suatu wilayah konservasi memberikan manfaat kepada masyarakat setempat. Memerhatikan dampak lingkungan, sosial budaya dan ekonomi masyarakat yang menjadi tolak ukur dalam memberikan dampak jangka panjang. Lingkungan menjadi aman, tentram dan maju sebagai dampak positif yang diinginkan. Dalam hal ini menjaga, mempertahankan dan memberdayakan kualitas ekosistem lingkungan demi kelestarian alam dan budaya masyarakat Indonesia. Pariwisata memberikan dampak yang baik pada ekowisata sebagai salah satu pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan lingkungan. Namun sentuhan pariwisata juga dapat berdampak buruk terhadap kunjungan wisatawan yang mengakibatkan ekowisata menjadi rusak. Pengelolaan ekowisata perlu diperhatikan dengan baik, termasuk pengetahuan yang matang sebagai bentuk pelestarian yang dapat mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Seperti sampah, rusaknya estetika alam, penambangan yang tidak bertanggung jawab, dan pemanfaatan wilayah ekowisata yang berdampak buruk bagi lingkungan. Selain itu, perkembangan zaman membuat nilai budaya menurun dan lingkungan alam yang mulai tergeser dari pembangunan lahan. Sehingga, perkembangan ekowisata diupayakan dalam menjaga nilai budaya dan lingkungan alam tetap terjaga dan lestari. Di Sulawesi Selatan terdapat beberapa destinasi wisata yang secara konsep menganut wisata berkelanjutan. Salah satunya adalah destinasi wisata di Galung Mattonroe Kecamatan Balocci. Galung Mattonroe memiliki potensi yang besar untuk pembangunan ekowisata berkelanjutan terhadap ekonomi masyarakat setempat. Komunitas Pajokka Balocci adalah salah satu komunitas yang bergerak dalam pemberdayaan masyarakat untuk perkembangan dan kemajuan Destinasi wisata di Kecamatan Balocci. Dengan mengajak masyarakat untuk berperan aktif membuat paket wisata yang berkesan dalam menikmati keindahan Galung Mattonroe, menciptakan kerajinan tangan, oleh-oleh khas wisata Galung Mattonroe sampai dengan mengedukasi aktivitas keseharian sebagai adat istiadat masyarakat di Galung Mattonroe. Bukan hanya itu, di Sulawesi Selatan juga terdapat Geopark Maros- Pangkep yang sebentar lagi akan diresmikan sebagai Unesco Global Geopark (UGGp). Terletak di dua kabupaten yang letak geografisnya berdekatan. Dengan melalui riset dan pemeriksaan yang panjang, Geopark Maros-Pangkep hanya dalam beberapa tahun sudah ditetapkan sebagai Global Geopark atau dapat disebut Geopark yang mendunia karena kekayaan alam dan bentuk geografisnya yang unik. Sejalan dengan ekowisata, istilah Geopark atau Taman Bumi ditemukan sebagai kawasan geografis dimana situs-situs warisan geologis menjadi bagian dari konsep perlindungan, pendidikan, dan pembangunan berkelanjutan secara holistik. Keragaman geologi, biologi, dan budaya adalah sinergi yang tidak terpisahkan dalam Geopark. Kawasan Geopark Maros-Pangkep merupakan kompleks batuan berumur lebih dari 100 juta tahun sebagai jejak kehidupan purbakala dan habitat spesies endemic yang berada di garis Wallacea. Kawasan ini telah ditetapkan sebagai Geopark Nasional pada tahun 2017 dengan nama Geopark Maros-Pangkep. Tema utamanya adalah “The Land of Tomorrow” yang setidaknya terbagi menjadi tiga sub tema berdasarkan keragaman karakteristik geologinya, yaitu kompleks batuan tua Melange Bantimala sebagai representasi dari tektonik zaman pra-Tersier, karakteristik karst dengan potensi utamanya yang populer dengan julukan “The Spectacular Karst Towers”, serta gugus Spermonde Archipelago yang terdiri atas 120 pulau sebagai representasi dari batuan karbonat modern. Ketiga variasi keunikan inilah yang tergabung dalam satu Kawasan tunggal yang akhirnya dinamakan sebagai Geopark Maros-Pangkep.
Geo2 Geo-Pintar (Geopark As Integrated and Smart Tourism) Konsep Pariwisata Modern Gunung Sewu Sebagai Global Geopark Network Dalam Menyongsong Masyarakat Ekonomi Asean PDF