Anda di halaman 1dari 24

Volume II, Juni 2011

Ekowisata, Wisata Alam Berbasis Konservasi Pengembaraan Gladian XXVI Kelelawar (Hipposideros cervinus) Tree Climbing bersama Sahabat dari Oregon

Dapur Kasil,
Hallo jhon!! Kabar Silva kembali hadir mengisi kebutuhan Anda akan informasi baru yang menyegarkan. Topik utama edisi ini adalah ekowisata vs konservasi, bagaimana kebijakan ekowisata yang tepat guna mendukung konservasi SDA? Selain itu, kali ini Anda akan disuguhkan kisah para pengembara dari Gladian XXVI Kelelawar, rasakan sensasi tidur di benteng penuh misteri P.Nusakambangan, butiran2 batu kapur tebing citatah, gelap abadi goa2 tasikmalaya, deras jeram sungai progo atas dan semak belukar yang menghadang pembukaan jalur di Jobolarangan, Gn. Lawu. Pengetahuan baru, kisah baru. Selamat belajar dan ikut merasakan sensasi para pengembara!!

Daftar isi
Topik Utama Ekowisata, Wisata Alam Berbasis Konservasi .. 3 Petualangan Massal, Akankah Kita Mengatakan Tidak?......6 Parangndog, yang Kini Jadi Wisata untuk Semua. 7 Podjok Silva Pengembaraan Gladian XXVI Kelelawar : Tebing (penambangan) Citatah T125.. 9 Menelusuri Rumah Kami di Tasikmalaya. 14 Bogowonto Mengering, Progo Atas Kami Susuri 16 Puncak Itu, Puncak Jobolarangan 18 Pulau Nusakambangan, Bukan Tentang Narapidana Tapi Tentang Pengembara . 20

Cover by : Mapala Silvagama Lokasi : Pantai Siung, Gunung Kidul Penanggung jawab : Ketua Umum Mapala Silvagama Pemimpin Redaksi : Afifah Redaktur Pelaksana : Tami, Unti Editor dan Layouting : Hesty Reporter : Sidiq, Faisol Distribusi : Imam, Danang Penerbit : Lembaga Pers Mapala Silvagama Sekretariat : Sekretariat Bersama Fakultas Kehutanan UGM Jl Agro No 1 Bulaksumur Yogyakarta Email : mapalasilvagama@gmail.com Website : www.mapalasilvagama.or.id

Topik Utama

EKOWISATA DAN KONSERVASI

Petualangan-petualangan yang selama ini kita lakukan di alam, baik dalam bentuk sedikit memuaskan hasrat yang selalu ingin menjelajah atau sekedar duduk menikmati hamparan keindahan lukisan alam Sang Pencipta, dapat digolongkan dalam satu kata yakni berwisata. Tapi, apakah yang kita lakukan hanya sekadar ingin berwisata? Apakah kita sudah bertanggung jawab dalam setiap kegiatan-kegiatan kita ini? Apa-apa saja sebenarnya yang dapat kita pelajari dari wisata alam agar apa yang kita nikmati dapat pula dinikmati generasi mendatang? Dan dapat pula memberikan manfaat terhadap masyarakat? Jawabannya adalah. Ekowisata. Melakukan aktivitas wisata ke kawasan alam (nature area) dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat ini disebut dengan ekowisata.

Page 4

Kabar Silva

Volume II, Juni 2011

Ekowisata, Wisata Alam Berbasis Konservasi


Oleh Siti Nurul Rofiqo Irwan, PhD., (Lab Kepariwisataan Alam, Bagian Konservasi Sumber Daya Hutan , Fakultas Kehutanan UGM) Sebagai mahasiswa di Fakultas Kehutanan tentunya kalian berkesempatan belajar dan mengarungi keindahan alam negeri ini. Indonesia merupakan negara dengan keanegaraman hayati tertinggi ketiga di dunia, setelah Brazil dan Zaire, dan memiliki sumber daya alam berlimpah, baik di daratan, udara maupun di perairan. Semua potensi tersebut mempunyai peranan sangat penting bagi pengembangan kepariwisataan, khususnya wisata alam. Sejak awal abad 20, negeri Katulistiwa ini sudah menjadi incaran Bangsa Eropa dan Amerika sebagai tujuan destinasi wisata. Saat itu Indonesia terkenal sebagai Mooi Indie dan Java, The Garden of The East, sangat memberikan citra kuat bagi masyarakat Barat. Hingga kini Indonesia dikenal sebagai paradise in the world, dengan kenyamanan iklim tropis, keanekaragaman hayati dan keindahan alam nya merupakan citra wisata. kuat sebagai destinasi

Atraksi wisata merupakan daya tarik yang dapat membuat seseorang untuk berkunjung atau disebut wisatawan. Keberadaan hutan, keindahan sumber daya alam dan keanekagaman flora dan fauna Indonesia merupakan potensi atraksi wisata alam atau merupakan salah satu potensi unggulan hasil hutan non kayu. Atraksi wisata lain seperti peninggalan sejarah, kebudayaan dan sampai keanekaragaman masakan Indonesia merupakan bentuk potensi atraksi pendukung atraksi wisata alam di Indonesia. Selain memiliki nilai keindahan dan keunikan, atraksi alam juga berada dalam kawasan yang harus dijaga kelestariannya. Melakukan aktivitas wisata ke kawasan alam (nature area) dengan

Page 5

Kabar Silva

Volume II, Juni 2011

tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat ini disebut Ekowisata. Ekowisata (ecotourism) menurut The International Ecotourism Society (TIES) pada awal tahun 1990 adalah wisata yang bertanggung jawab ke daerah alami dengan tujuan melestarikan dan meningkatkan kesejahtearaan masyarakat sekitar. Berdasar Australian Departement of Tourism (Black, 1999), Ekowisata merupakan wisata berbasis pada alam dengan mengikuti aspek pendidikan dan interpretasi lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis. Adanya masalah lingkungan secara global, upaya konservasi di wilayah alam (natural area) mutlak perlu dilakukan, sehingga sifat wisata alam yang dilakukan haruslah mendukung pilar-pilar konservasi berdasar UU no. 5 tahun 1990, yaitu perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari. Ekowisata merupakan wisata alam yang berbasis konservasi, dengan tujuan wisata minat khusus (ke daerah alam yang unik), tidak dikunjungi secara massal, merupakan kunjungan perorangan atau kelompok kecil, memiliki tujuan pendidikan, dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Oleh karena itu Ekowisata tak kan lepas dari kawasan konservasi dan upaya konservasi. Ekowisata memberi banyak kesempatan kepada wisatawan untuk memahami tentang pentingnya upaya perlindungan alam dan penghargaan terhadap kebudayaan lokal. Dalam perencanaan ekowisata, fasilitas informasi yang bersifat edukatif dan ekologis sangat penting untuk meningkatkan nilai dari pengalaman wisatawan. Informasi lengkap tentang deskripsi elemen-elemen alam, rangkaian terkaitan dalam ekosistem dan uraian kelangkaan florafauna merupakan keunggulan program ekowisata yang dapat dikembangkan. Selain itu menyaksikan acara kebudayaan, sejarah, kerajinan tangan, kearifan lokasi setempat dalam melestarikan alam

dan budaya bahkan sampai pada mencicipi masakan khas setempat juga merupakan rangkaian atraksi terpadu (integratedattractions) dalam destinasi ekowisata. Tantangan untuk kalian sebagai generasi ekowisata era depan, apakah kalian siap untuk mengembangkan program-program ekowisata yang menjangkau bentangan kepulauan Indonesia yang indah dan melimpah ini? Masih banyak ruang dan kesempatan untuk menjadikan peluang ekowisata sebagai wadah untuk berkarya, belajar dan berusaha yang bersahabat dengan alam. Semoga!!!

Target pasar Anda adalah Mahasiswa? MAPALA? Masyarakat Umum? Kamilah media yang mencakup semuanya!!! CP: Tami 085276465515

Page 6

Kabar Silva

Volume II, Juni 2011

Petualangan Masal, akankah kita mengatakan tidak?


Say good bye to mass tourism! Ya, katakan selamat tinggal untuk kegiatan-kegiatan petualangan massal, jika Anda mengaku Pecinta Alam. Untuk segala pertanyaan apa dan mengapa, kita akan bahas satu per satu. Apa itu mass tourism? Mass tourism atau wisata massal adalah mengunjungi suatu tempat secara beramai-ramai dan dalam satu waktu, batasan ramai disini tergantung dari daya tampung dari tempat yang dikunjungi. Dan saya mendefinisikan kegiatan petualangan massal sebagai suatu kegiatan yang dilakukan sekelompok orang dialam bebas dengan jumlah anggota yang banyak, baik dengan tujuan berwisata, memuaskan hasrat petualangan, memecahkan rekor, tanpa tujuan ilmiah, bakti sosial ataupun pendidikan. Menurut saya, ada toleransi untuk tujuan tujuan yang disebutkan terakhir. Seberapa banyak batasan jumlahnya? Jumlah disini bersifat relatif dan disini kita perlu mengetahui daya dukung kawasan untuk menentukan batasan jumlah maksimal. Nah, apa itu daya dukung kawasan? Daya dukung kawasan adalah kemampuan suatu kawasan untuk menampung jumlah wisatawan maksimal dalam jangka waktu tertentu tanpa menyebabkan kerusakan yang berarti pada kawasan tersebut. Artinya, jika dalam jumlah dan jangka waktu tertentu pengunjung menyebabkan terjadi perubahan fisik yang jelas pada kawasan tersebut maka dikatakan telah melampaui daya dukung kawasan. Bagaimana kita mengetahui daya dukung suatu kawasan? Daya dukung suatu kawasan dapat diketahui melalui penelitian, tapi disini saya tidak akan menjabarkan hal itu, karena hal tersebut harusnya dilakukan oleh pengelola kawasan. Kita disini sebagai pecinta alam adalah penikmat atau pemakai jasa wisata. Oleh karena itulah beberapa kawasan menetapkan kuota pengunjung dan batasan waktu, hal ini dilakukan untuk menjaga agar kawasan tersebut etap lestari, selain tentunya alasan keamanan, contohnya adalah Gunung Gede Pangrango.

Apa efek buruk dari petualangan massal itu? Petualangan masal yang tidak memperhatikan daya dukung kawasan dapat menyebabkan kerusakan pada kawsana tersebut. Kerusakan dalam artian perubahan bentuk fisik kawasan, dapat dalam bentuk rusaknya atau berkurangnya vegetasi, hilangnya sumber air, perubahan struktur tanah menjadi memadat dan kehilangan daya aerasi dan drainasenya, dll. Hal ini terjadi karena jumlah peserta yang banyak akan membutuhkan areal camp yang luas, menyebabkan tekanan dalam jangka panjang pada jalur pendakian, membutuhkan air yang juga banyak, dll. Sebagai contoh kita dapat melihat Luweng Jomblang, vegetasi hutan purba dilantai gua mulai terancam akibat jalan setapak yang semakin meluas, sebagai akibat dari jumlah dan frekuensi pengunjung yang semakin meningkat. Contoh lainnya adalah Gunung-gunung di Jawa yang merupakan taman bermain bagi ratusan kelompok Mapala, Sispala, Freelance, dan sebagainya, pernahkah kita perhatikan kawasan disekitar jalur pendakian kita? Sayangnya tidak kawan, tidak. Kita hanya berpikir bahwa akan sangat menyenangkan pergi berpetualang beramai-ramai, suatu kebanggaan kita dapat membawa berapa puluh orang dalam pendakian dan sebagainya. Atau mungkin niat kita memang baik, bersih gunung masal. Tapi apakah kita memikirkan efek samping dari kegiatan kita? Mari bertanya kepada diri masing-masing Akankah kita mengatakan tidak untuk petualangan masal? (MSG_623)

Page 7

Kabar Silva

Volume II, Juni 2011

Parangndog, yang kini jadi tujuan wisata untuk semua


Masih inget gak dulu cah? Parangndog ini sepi, paling ya cuma kita-kita yang mau manjat yang datang kesini. Tapi coba liat sekarang Banyak pertanyaan yang mengganjal dalam hati kami, atau bahkan pernyataan yang kami sendiri tahu apa yang menyebabkan ini semua. Maukah kita disalahkan? Maukah kita dianggap Mahasiswa Perusak Alam dan bukannya Mahasiswa Pecinta Alam? Bukan, bukan titik masalahnya bukan hanya dari kita, Mapala. Saatnya melihat hal ini dari berbagai sisi, pertanyaan-pertanyaan yang terus bergulir : Siapa coba yang pertama nemuin parangndog? Siapa yang suka pamer-pamer foto helipad yang keren itu? Siapa yang membuat orang lain penasaran akan parangndog itu? Siapa yang memang paling sering datang ke Parangndog? Siapa? Siapa? Kita diterpa dua sisi mata pisau dengan menyebut diri Pecinta Alam, disatu sisi kita memang melakukan banyak program untuk lingkungan, disaat bersamaan, rasa ingin tahu dan petualangan kita membuat kita banyak mengeksplor tempat-tempat baru, alam-alam yang masih asri di pedalaman sana dan kemudian kita dengan bangga menyebut tempat tersebut kita yang menjadi pionerr penemunya. Pernahkan kita berpikir akibatnya kedepan bagi alam itu sendiri? Katakanlah, Kami ini Mapala, kami gak akan meninggalkan apapun kecuali jejak kaki, tapi apa yang akan dilakukan orang lain yang menemukan tempat itu karena kita? Mereka juga ingin menikmati apa yang kita nikmati, kebesaran Tuhan dalam menciptakan alam raya ini. Saat mereka yang tidak bertanggung jawab atas kunjungan mereka ini, siapa yang akan bertanggung jawab? Mapalakah? Yang mungkin memiliki jadawal khusus bersih tempat wisata penemuannya? Tidak kawan, tidak ada yang bertanggung jawab, hanya alam itu yang menanggungnya sendiri, dalam diam dan indahnya yang dirusak oleh ornament kecil buatan manusia, vandalisme dan sampah-sampah. Untunglah, di Parangndog masih ada keluarga Yu Mar yang terkadang terpaksa memunguti sampah yang ditinggalkan pengunjung. Mereka mencari nafkah di tempat ini sekaligus penanggung jawab tempat ini. Hah! Masihkah kita tega membuat Ibu tua (tapi energik) ini memungut sampah kita? Siapkan diri kita, para Mapala untuk tak hanya mengoarkan leave nothing but footprint di kandang kita sendiri, tapi ke mereka diluar sana, yang menikmati keindahan alam tanpa tanggung jawab. Ayo lakukan ini bersama,,, (Tami_657)

Page 8

Kabar Silva

Volume II, Juni 2011

PENGEMBARAAN GLADIAN XXVI KELELAWAR (Hipposideros cervinus) MAPALA SILVAGAMA

Saatnya para Kelelawar mengembara melebarkan sayapnya menuju Pulau Nusakambangan, Tebing Citatah, Sungai Progo Atas, Jobolarangan di Gn. Lawu, dan melihat kembali rumah asli mereka, goa-goa yang dalam dan gelap di Tasikmalaya.

Page 9

Kabar Silva

Volume II, Juni 2011

Podjok Silva

Pengembaraan Panjat Tebing : Tebing (penambangan) Citatah T125


untuk menggunakan piton demi menjaga keutuhan tebing, tetapi dilain sisi tebing ini dikelilingi oleh pabrik kapur dan marmer yang berasal dari penambangan yang tidak terkontrol.Tidak cukup sampai di situ,menurut kabar Tebing Citatah ini pun sudah dibeli oleh pihak swasta guna dilakukannya penambangan. Didasari nama besar Tebing Citatah inilah, maka kami Mapala Silvagama memutuskan untuk melakukan Pengembaraan Panjat Tebing di sana, Citatah T125. Persiapan kami lakukan dengan membawa seabreg alat panjat yang kirakira mencukupi kegiatan pemanjatan, yaitu 3 tali dinamis, 2 palu, 10 runner, 22 cons, 9 hexa, 12 piton, 11 prusik, 2 CDNS, 3 carabiner bullock, 6 COS, 1pullay, 1tiblock, 3 figgur of eight, 3 carabiner heart, 2 friend, 1 grigri, 23 slink webbing, 8 webbing, 2 padding, 2 tali kordelet, 4 harnest, 4 helm dan 3 chalkbag. Personil yang berangkat ke sana terdiri dari Satrio, Agus, Tri, Farid dan Bolank. Perjalanan dari Jogja ke Bandung kami tempuh selama 9 jam menggunakan Kereta Kahuripan. Sabtu pagi setibanya disana kami melanjutkan perjalanan menuju Tebing Citatah T125 dengan angkutan kota. Tidak sulit memang untuk mengenali tebing ini, kemegahannya mendominasi pemandangan bahkan dari jauh sebelum sampai ditebing ini. Setibanya di sana kami segera membuka peralatan pemanjatan kami. Waktu yang hanya memungkinkan untuk kami menaiki tebing ini sampai pitch 1, yang sangat luas dan terdapat banyak hanger untuk mendirikan camp. Tidak sulit untuk memasang pengaman di sepanjang jalur dari start sampai pitch 1,karena banyaknya lubang tembus. Satu hal lagi yang unik dari pitch 1, yaitu adanya jalan belakang menuju ke tempat ini tanpa harus memanjatnya.

Citatah,banyak orang yang menggagap bahwa tebing ini merupakan awal sejarah panjat tebing di Indonesia.Tebing Citatah berdiri menjulang di Desa Cipatat,daerah Bandung Barat.Dikarenakan tinggi tebing ini dan merupakan satusatunya di kawasan tersebut, maka beberapa orang menyebutnya dengan Gunung Singgalang.Tinggi tebing ini kurang lebih 125 meter,dari sinilah asal-usul nama jalur Citatah T125. Tingkat kesulitan di tebing Citatah bervariasi, begitu pula dengan batuan karst penyusunnya.Di bagian tengah tebing sampai ke puncak dijumpai beberapa tumbuhan, yang menambah indah pemandangan tebing. Satu hal lagi yang khas dari tebing ini adalah adanya semacam goa atau lubang tembus yang luas dari depan tebing ke belakang tebing.Lubang tembus luas ini sering digunakan pemanjat sebagai lokasi pembuatan pitch pertama atau tempat ngecamp sementara. Selain Tebing Citatah T125,masih ada tebing-tebing lainnya yang bisa dijadikan tempat pemanjatan antara lain Tebing Citatah 48 dan 90. Tebing ini bukan hanya sering dipakai oleh pemanjat saja,tetapi juga oleh Anggota Kopasus untuk latihan. Tebing CitatahT125 memiliki 2 akses jalan menuju start pemanjatan,yaitu dari belakang pabrik marmer(MMA) dan jalan kecil sebelum warung-warung peuyeum. Tebing Citatah memiliki etika pemanjatan yang cukup ketat yang tertulis di start jalur pemanjatan, salah satunya adalah larangan menggunakan piton dalam pemanjatan. Miris memang bila kita melihat sekeliling tebing ini, dimana kita dilarang

Page 10

Kabar Silva

Volume II, Juni 2011

Hari kedua, kami mencoba untuk melanjutkan perjalanan ke puncak Citatah. Lagi-lagi strategi yang salah dalam membagi waktu dan ormed (orientasi medan) menghalangi permanjatan kami. Hal karena tebing ini disinari matahari penuh yang panasnya sangat menyengat, membuat kami hanya dapat mencapai pitch 2, dimana tempat ini merupakan awalan dari tempat vegetasi tumbuh sampai puncak tebing. Setelah merancang strategi pemanjatan dengan baik dan mengubah jalur pemanjatan, kami memulai pemanjatan tepat jam 7 pagi keesokan harinya. Peserta pemanjatan diset dengan Tri sebagai Leader,Satrio sebagai Secondman,dan Agus sebagai Cleaningman. Jalur yang cukup sulit terdapat sebelum pitch 2 dan beberapa meter sebelum sampai puncak. Hati-hati dengan lubang-lubang yang ada disepanjang jalur menuju pitch 2, beberapa merupakan sarang tokek dan sarang burung. Di tengah-tengah jalur pemanjatan terdapat jalur yang landai sehingga kita tidak perlu memanjatnya, tingginya sekitar beberapa meter. Akhirnya, Pukul 14.00 kami berhasil mencapai puncak Citatah T125.Tingginya tebing ini membuat kami cukup bangga telah berhasil mencapai puncaknya dan kami pun menyanyikan Mars Silvagama. Di puncak tebing ini, kita beristirahat di saung yang terletak di puncak, yang menurut informasi dibuat oleh anak-anak Skygear. Inilah sekelumit cerita Pengembaraan Tebing, Citatah T125 yang tak akan pernah kami lupakan. Citatah T125, Satrio Budi P. (MSG_ 669)

Page 11

Kabar Silva

Volume II, Juni 2011

EKSPEDISI KARIMATA Mahasiswa, Pecinta Alam, Dan Ilmu Kehutanan


Mahasiswa adalah komunitas intelektual, adalah masyarakat ilmiah.Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi ,jujur, dan peduli dan tanggap terhadap kondisi sekitar adalah jiwa ideal seorang mahasiswa sebagai perwujudan sikap ilmiahnya. UGM mengkonsep pola pendidikan berbasis riset dalam World Class Research University, kami, MAPALA SILVAGAMA FKT UGM menyambutnya dengan penelitian dan ekspedisi. Pecinta alam seyogyanya adalah orang orang yan mencintai alam, baik dari pikiran, perkataan, dan perbuatan. Kami bukan sekedar pendaki gunung atau pemanjat tebing, karena kami yakin gunung dan tebing hanyalah sarana untuk membuat otakmu berfikir dan hatimu merasakan cinta, cinta kepada alam dan isinya. Esensi pecinta alam tentu saja terletak pada sikapnya, yang pertama adalah tidak merusak, dan selanjutnya adalah ikut berkontribusi pada perbaikan. Karena itulah kami konsern pada kegiatan dan tujuan konservasi dan perlindungan alam, tentu saja dengan kapasitas sebagai mahasiswa. Dan ilmu kehutanan adalah apa yang coba kami pelajari. Dari teori teori, kami tahu bagi manusia hutan memiliki peranan yang sangat berarti. Umat manusia harus menjaganya harus tetap lestari. Namun jika kau bahkan tidak mengenali dan memahaminya, bagaimana mungkin kau bisa ikut mencintainya? Mumpung masih muda.kami ingin belajar berkarya. Lewat kegiatan yang berbasis riset, cinta alam, dan ilmu kehutanan, tercetuslah kegiatan ini dengan nama Ekspedisi Mapala Silvagama Eksplorasi Pengabdian Masyarakat Pulau Karimata, Cagar Alam Kepulauan Karimata

Quote of this month


Pemimpin, Bagaimana Mengubah Orang Lain Tanpa Menyinggung atau Membangkitkan Kemarahan : 1. 2. 3. Mulailah dengan pujian dan penghargaan yang jujur Beritahukan kesalahan orang lain secara tidak langsung Bicarakan tentang kesalahan kita sendiri dulu sebelum mengkritik orang lain Ajukan pertanyaan, bukan memberi perintah langsung Biarkan orang lain menyelamatkan muka Pujilah peningkatan sekecil apapun Beri orang lain cap yang baik, sehingga mereka berusaha memenuhinya Gunakan dorongan, buatlah seakanakan kesalahan gampang diperbaiki Buat orang lain senang mengerjakan hal yang Anda sarankan Daniel Carniegie, disadur dari buku How To Win Friends and Influence People

4. 5. 6. 7.

8. 9.

Page 12

Kabar Silva

Volume II, Juni 2011

COMING SOON ..

EKSPEDISI MAPALA SILV EKSPLORASI DAN PENGABDIAN PULAU KARIMATA, CAGAR ALAM LAUT

Page 12

Kabar Silva

Volume II, Juni 2011

DISI MAPALA SILVAGAMA DAN PENGABDIAN MASYARAKAT AR ALAM LAUT KEPULAUAN KARIMATA

Pengembaraan Caving : Menelusuri Rumah Kami di Tasikmalaya

Pengembaraan Caving dilakukan oleh kami berenam,Wiki,Nita,Irfan ,Taka,Soni dan Kries.Kami mulai berangkat dari sekre sekitar jam 19.30 menuju Stasiun Lempuyangan. Setelah menunggu sekitar 1 jam kurang,akhirnya kereta Pasundan yang kami nanti datang,dengan kereta kelas ekonomi itu kami berangkat menuju Tasik dengan suasana yang cukup nyaman soalnya bisa tidur bebas di gerbong bagian paling belakang. Hehehe Sekitar pukul 02.00 dinihari,kami akhirnya tiba di Tasikmalaya,kemudian kami lanjut beristirahat di persinggahan basecamp TCC (Tasikmalaya Caving Club). Di basecamp TCC kami disambut hangat oleh beberapa teman TCC, mereka adalah Aa Desmon, Aa Fajar, Aa Maman, Qondim, dan satu lagi, aku lupa namanya. Esok harinya sekitar pukul 09.00 , kami akhirnya berangkat menuju Kabupaten Tasikmalaya bagian selatan, daerah Bojong namanya, perjalanan ke Bojong cukup panjang butuh waktu sekitar 2,5 jam. Daerah ini merupakan wilayah yang cukup pelosok dan jalannya lumayanlah untuk membuat

Page 15

Kabar Silva

Volume II, Juni 2011

kita merasa mual . Kami akhirnya sampai juga , lalu kami menuju basecamp seorang warga sana yang bernama Mang Uul, suasana kehidupan masyarakat Sunda begitu kental, dirumah yang cukup sederhana tapi nyaman itu kami berbincang-bincang dengan penghuni rumah. Jam 14.00 kami akhirnya diantar oleh Mang Uul menuju gua-gua yang ada disana. Gua yang akan kami sambangi pertama kali adalah Gua Noh dan kemudian Gua Lisung. Sekitar jam 17.00 kami mulai memasang jalur di Gua Noh, dinamakan Gua Noh karena dulu ada seorang ibu-ibu yang hamil dan jatuh terpelosok ke dalam gua, dan ibu-ibu itu memiliki nama Noh, jadi dinamakan Gua Noh. Aku sebagai riggingman mulai memasang 3 anchor di Gua vertikal yang berkedalaman sekitar 17 meter. Pertama kali , masuk ke gua ini aku disambut oleh suara kelelawar dan penghuni-penghuni gua yang beraneka ragam, suasana begitu aneh , hawa yang kurasakan terkadang membuat aku dag dig dug. Setelah kami berenam turun ke gua, kami mulai melakukan eksplorasi ke seluruh bagian gua yang ada, luas area gua yang ada memang tak begitu luas sehingga kami dapat melakukan eksplorasi dengan cepat. Jam 22.00 kami semua sudah keluar dari Gua Noh, kemudian kami lanjut ke Gua Lisung. Di Gua Lisung memiliki ketinggian vertikal sekitar 35 meter dan memiliki multipitch. Bucek sebagai riggingman memasang 2 anchor dan mulai turun pertama kali ke gua ini. Kami berenam juga turun ke gua ini, Gua Lisung memiliki bentuk yang sempit dan kecil tapi dalam. Menurutku gua Lisung memilki kesulitan tersendiri, kami harus turun melewati celah yang cukup sempit dan hanya pas dengan ukuran badan. Di dalam gua, kami beristirahat sejenak sambil menunggu gantian siapa yang akan naik duluan. Aku mulai memasang jumar dan crool ke carmentel dan mulai naik perlahan-lahan ke atas dalam kondisi badan yang lumayan mengantuk, cukup menguras tenaga menurutku dan keringat mengucur deras membasahi coverall yang aku kenakan.

Pagi yang cerah pun tiba, kicauan burung begitu indah di pagi ini, setelah kami makan pagi dan packing, semua tim lanjut menuju Gua horizontal yang indah, gua ini dinamakan Gua Bojong karena gua ini terletak di wilayah Bojong. Gua ini merupakan sumber mata air bagi warga sehingga banyak dibuat pipa-pipa dari bambu untuk mengalirkan air ke rumah warga. Di mulut gua, kami foto-foto terlebih dahulu dan kemudian kami melakukan eksplorasi. Gua ini memiliki jalur yang panjang, lebih dari 500 meter dan memilki aliran air . Eksplorasi kami ini dibantu oleh Aa Desmon dan Aa Kondim yang sudah mengenal betul bagian-bagian gua ini. Kami melewati jalur berair yang cukup dalam, sekitar 1 meter-hingga 1,5 meteran kedalamannya, sepanjang jalur kami dapat melihat ornamen stalaktit, stalagmit, gorsdam, pilar dan masih banyak lagi.Didalam gua ternyata banyak juga penghuninya, ada udang yang cukup besar, sebesar ibu jari ukurannya, ada jangkrik, kelelawar, dan hewan-hewan lain yang tak dapat disebutkan satu persatu. Setelah sekitar dua jam kami eksplorasi gua ini, kami akhirnya sampai di pintu keluar gua , rasa terpuaskan menghampiri hati kami. Petualangan kami akhirnya selesai, Gua Bojong ini merupakan gua terakhir yang kami sambangi dan kami kembali lagi menuju basecampnya Mang Uul. Disinilah akhir dari kisah pengembaraan kami, yang dilanjutkan dengan naik kereta lagi... By :Kries Coni/673

Page 16

Kabar Silva

Volume II, Juni 2011

Pengembaraan Arung Jeram, : Bogowonto mengering, Progo Atas Kami Susuri


Bogowonto, sungai yang terletak di Wonosobo-Purworejo dijadikan tujuan pengembaraan divisi arung jeram Mapala Silvagama Gladian XXVI Kelelawar, yang akan dilaksanakan pada 4-5 Juni 2011. Merupakan sungai dengan tipe sungai hulu, sehingga memang banyak batuan, jeramnya pun berdekatan. Namun, meleset dari harapan, sudah seminggu tidak hujan mas, begitu ucap warga sekitar start pengarungan Sungai Bogowonto. Karena sudah seminggu tidak hujan disertai sinar matahari yang terus setia bersinar dengan teriknya menyebabkan debit air sungai Bogowonto berkurang. Jadilah Sungai Bogowonto dengan batu-batu yang nampak sehingga tidak bisa diarungi. Pengembaraan pun dialihkan ke sungai Progo kandangan, TemanggungMagelang. Seperti sungai Bogowonto, Progo -Kandangan juga sungai tipe hulu, jadi diperlukan manuver-manuver ketika pengarungan. Berangkat lah kami tanggal 4 Juni dari Sekre Mapala Silvagama, tujuan awal adalah survey ke Sungai Progo Kandangan, sekitar 2 jam kami tempuh. Selesai survey, kami langsung ke mendut, basecamp milik Mas Rosyid. Turun 2 perahu, kami di temani teman-teman dari FAJY (Forumnya arung Jeram Yogyakarta), total orang yang turut serta dalam pengembaraan arung jeram Gladian Kelelawar adalah 12 orang, 6 orang dari Mapala Silvagama sisanya dari FAJY. Tanggal 5 Juni 2011, berangkatlah dari Mendut ke start Progo Kandangan jam 07.30 setelah menyiapkan peralatan yang akan digunakan untuk pengarungan. Tapi malam sebelumnya sudah briefing tentang kegiatan pengembaraan. Waktu tempuh mendut-start Progo Kandangan sekitar 1,5 jam dengan sinar matahari yang sudah menyengat sehingga perahu pun dikurangi udaranya.

Page 17

Kabar Silva

Volume II, Juni 2011

Sampai di start Progo Kandangan, matahari benar-benar menyengat, sekitar jam 9. Karena tempat berhenti angkot dan tempat start agak jauh, jadi ya harus portaging terlebih dahulu, dengan medan yang menurun. Seperti pengarungan biasa, kami menyiapkan perlengkapan seperti memompa perahu, menyiapkan dayung dan helm. Debit air di sungai Progo Kandangan memang tak terlalu besar, ya karena sekitar satu minggu tidak hujan. Tetapi debitnya lebih besar daripada Sungai Bogowonto dengan batubatu yang bermunculan sehingga tidak bisa dilewati.

Jam 10 kami sudah melakukan pengarungan dengan 2 perahu dengan teknik river running system, karena tidak ada tim darat kali ini. Beberapa saat setelah start, kami harus bermanuver untuk membelok-belokkan perahu, memang banyak batu-batu di tengah sungai dan menjadi penghalang perahu untuk meluncur lurus. Setelah satu perahu melewati jeram, satu perahu di depan menunggu perahu di belakang sebagai usaha saling menjaga. Pengarungan di temani sinar matahari yang menyengat tapi angin kencang menjadikan efeknya tidak terlalu panas, bahkan dingin lah yang kami rasakan. Selain jeram yang saling bersambungan, penampang sungai yang flat juga panjang sehingga membutuhkan tenaga ekstra untuk mendayung, apalagi ketika arah angin berlawanan dengan arah laju perahu. Banyak pula pendangkalan di Sungai Progo Kandangan. Di Sungai Progo Kandangan, ada 3 black spot area, yaitu titik yang harus kami waspadai, yaitu jeram silit boyo, jeram entelemi, dan dam dengan tinggi sekitar 4 meter. Jeram silit boyo perlu di hindari karena jalur yang bisa dilewati hanya untuk satu perahu, selain itu awak sebelah kiri harus menunduk karena ada tebing yang menghalangi. Sedangkan jeram entelemi karena banyak batuan yang bermunculan, sehingga perahu harus bermanuver cepat di jeram, kedua jeram diperlukan scoting, yaitu merencanakan jalur yang akan dilewati ketika perahu di jeram. Black spot area yang ketiga adalah dam, sebelum sampai di dam ini, perahu harus menepi ke sebelah kiri untuk portaging melewati pintu dam. Dengan daerah yang benar -benar miring, perlu tenaga ekstra untuk mengangkatnya ke atas. Pengarungan dengan durasi 6 jam, berakhir sekitar jam 4 sore, dengan perasaan puas setelah pengarungan 6 jam yang melelahkan. Nah, disinilah pengembaraan kami berujung, dikelelahan dan kepuasan. Oleh Sidiq Purwanto (MSG_674)

Page 18

Kabar Silva

Volume II, Juni 2011

Pengembaraan Rimba Gunung : Puncak itu Puncak Jobolarangan


Pengembaraan Mapala Silvagama merupakan wadah bagi anggota untuk mengaplikasikan ilmu kepencintaalaman yang telah didapat selama menjadi sapling member dalam penjurusan menuju ke lima divisi. Pengembaraan ini dilakukan sesuai divisi kepencintaalaman masing -masing anggota. Kali ini, pengembaraan divisi rimba gunung Gladian XXVI Kelelawar dilakukan oleh Indra/667, Ami/670, dan Hafidh/676. Bentuk kegiatan pengembaraan ini berupa penerapan teknik teknik rimba gunung seperti aplikasi ilmu medan, peta, dan kompas di jalur pendakian, penerapan simulasi survival, serta pengamatan dan pengenalan langsung kenampakkan alam. Pengembaraan divisi Rimba Gunung kali ini dilaksanakan pada tanggal 27-30 mei 2011 di Kawasan Jobolarangan, Gunung Lawu. Sebelum keberangkatan kami membuat manper dan menyiapkan segala perlengkapan termasuk memplotting jalur yang akan kami lalui pada peta. Kami berangkat pada hari jumat tanggal 27 mei 2011 pukul 09.10 dengan menggunakan bis Sumber Kencono. Perjalanan yang kami tempuh menuju base camp 6 jam. Kemudian kami start perjalanan menuju titik pertama yaitu puncak 2065 pada pukul 14.45, di perjalanan ini kami memulai IMPK pertama dengan membaca bentukanbentukan alam dan membuka jalur menuju puncak 2065. Kami tiba di titik pertama pada pukul 17.00 sesuai dengan manajemen perjalanan yang kami buat. Kemudian kami membangun camp, masak-masak, evaluasi dan briefing kegiatan, istirahat dan melakukan aktivitas lainnya. Udara yang sangat dingin membuat kami harus mengaklimatisasikan diri agar tidak kedinginan dengan berbagai aktifitas sok aktif, yah sedikit berhasil mengurangi rasa dingin.

Page 19

Kabar Silva

Volume II, Juni 2011

Pengembaraan kami terdiri dari 5 orang, sibuk yang kami lakukan akhirnya rasa dingin mulai menjadi hal biasa. Keesokan harinya, kami memulai perjalanan menuju titik utama yaitu puncak Jobolarangan pada pukul 08.00, disinilah ilmu-ilmu RG diaplikasikan, mulai dari membaca bentukan alam, resection dan intersection, plotting jalur dan membuka jalur. Selama perjalanan, kami disuguhkan dengan pemandangan alam Gunung Lawu yang sangat indah berupa bukit-bukit gunung yang hijau dan awan biru yang cerah. Perjalanan ini kami tempuh selama 5 jam. Ketahanan fisik benar-benar diuji melalui lebatnya hutan gunung dan semak-semak yang menutupi jalur, terjalnya punggungan, dan panasnya udara pada siang hari yang membuat kami semua dehidrasi. Namun bagi kami rimba gunung Mapala Silvagama bukanlah halangan untuk menuju sebuah tujuan. Setibanya kami dipuncak Jobolarangan, rasa lelah dan lapar yang menyerang kami berubah menjadi rasa senang dan bangga karena akhirnya bisa mencapai titik tujuan. Kemudian kami melakukan istirahat sejenak dan berfoto-foto di puncak. Pukul 14.27 kami melanjutkan perjalanan kembali ke puncak 2065 untuk mendirikan camp dan beristirahat. Hari terakhir, kami menuju Desa Ngeledok pada pukul 08.32. Untuk mencapai desa Ngledok, kami harus membuka jalur, melipir melewati punggungan, melewati puncak dan lembahan.

Kami menempuh perjalanan selama 4,5 jam menuju desa tersebut. Rasa lelah kami kembali berubah menjadi senang dan lega ketika memasuki kawasan penduduk, akhirnya, kata itu yang muncul dalam hati pertama kali saat melihat Desa Ngeledok dari jauh. Hijaunya sawah yang mengelilingi dan gemercik air sungai yang menenangkan merupakan bonus pemandangan bagi kami. Di Desa inilah akhir dari pengembaraan kami, segala rasa lelah terhapus oleh rasa senang telah berhasil melalui segala tantangan dan rintangan dari alam. Kami bukan menakhlukkannya, tapi mengambil pelajaran darinya serta bonus refreshing memori otak yang seakan sudah jenuh dengan pemandangan kota. Dari desa Ngledok, kami langsung menuju Jogja dan tiba pada pukul 6 sore. Dari pengembaraan ini, kami lebih banyak mendapatkan pengalaman dan ilmu kepencintaalaman terutama dibidang rimba gunung. hal yang kami lakukan ini merupakan salah satu dedikasi kami bagi Mapala Silvagama dalam memajukan organisasi.(Oleh Yustika Ami, MSG/670)

Page 20

Kabar Silva

Volume II, Juni 2011

Pengembaraan lingkungan Gladian XXVI Kelelawar Mapala Silvagama dilaksanakan di Pulau Nusakambangan Kabupaten Cilacap. Kawasan yang termasuk kedalam Cagar Alam ini sangat unik, disepanjang Pantai Selatan P. Jawa hanya di Cilacap dijumpai hutan payau, karena walaupun gelombang Samudera Indonesia itu cukup besar tetapi P.Nusakambangan berfungsi sebagai pelindung, sehingga dimungkinkan sekali terbentuknya hutan payau disebelah utara Pulau Nusakambangan ini. Oleh karena itu dipilihlah Pulau Nusakambangan dalam kegiatan pengembaraan lingkungan ini. Pengembaraan lingkungan ini diikuti oleh anggota Gladian Kelelawar yakni Anif, Dito, Billy, Faisol, Sidiq, Agus, Indra, dan Hafidh yang didampingi oleh pengurus dan pendamping yakni mbak Ari, Mbak Mutia, Sari dan Sony. Pengembaraan ini dilaksanakan dari hari Minggu 15 Mei 2011 sampai hari Selasa tanggal 17 Mei 2011. Dalam perjalanan menuju ke Cilacap dengan menggunakan bus dari terminal Giwangan Yogyakarta menuju terminal Cilacap . Pada hari pertama pengamatan dilakukan di hutan kota wisata payau/ wana wisata payau KPH Banyumas Barat, Kecamatan Tritih, Kabupaten Cilacap. Karena hari yang telah sore dan bertepatan dengan hari libur, kami tidak didampingi oleh pihak pengelola hutan kota wisata Payau tersebut. Di sana kita melakukan pengamatan mengenai hutan mangrove, kita dapat belajar dan mengetahui 3 zona vegetasi pengisi , karakteristik tanah dan berbagai komponen ekosistem yang berada di dalamnya. Penyeberangan ke Pulau Nusakambangan dilakukan pada hari kedua, didampingi oleh pihak BKSDA, pendamping dari BKSDA tidak menemani perjalanan kami selama di pulau Nusakambangan, beliau hanya menemani kami menemui mbah Yono. Mbah Yono merupakan penduduk Pulau Nusakambangan paruh baya yang merupakan orang yang dituakan di Pulau Nusakambangan tersebut. Mbah Yono dan Pak Heri BKSDA memberikan informasi, wejangan, larangan, batasan serta saran untuk tempat kami beristirahat bukan karena angker namun untuk menjaga keselamatan kami, maklum di Pulau Nusakambangan masih banyak terdapat satwa liar dengan berbagai jenis ular yang berbisa dan berbahaya dan agar tetap dalam kawasan penjagaan dan pemantauan penjaga.

Pengembaran Lingkungan :

Pulau Nusakambangan, Bukan Tentang Narapidana

Page 21

Kabar Silva

Volume II, Juni 2011

Pengembaran Lingkungan :

angan, Bukan Tentang Narapidana Tapi Pengembara

Konon dulu pernah dikirim beberapa truk ular yang dilepas di Pulau Nusakambangan untuk siap menyerang narapidana yang kabur/ melarikan diri dari jeruji besi eksekusi sementaranya. Di Pulau Nusakambangan ini kami melakukan berbagai macam pengamatan mulai dari pengamatan penyusun hutan pantai , hutan dataran rendah,dan pengamatan burung. Dalam perjalanan pengamtan kami di Pulau Nusakambangan bagian Timur ini kita dapat mengetahui berbagai macam kondisi, vegetasi dan ekosistem penyusun di berbagai jenis hutan yang diamati serta dapat belajar mengidentifikasi jenis burung yang berada di Pulau Nusakambangan. Dalam perjalanan ini kami juga menyempatkan diri untuk mengunjungi benteng pendem yang letaknya tidak jauh dari camp kami. Aktifitas dimalam hari dalam pengembaraan lingkungan ini diisi dengan kegiatan diskusi mengenai kawasan wanawisata payau maupun hasil pengamatan lain yang dilakukan untuk menkritisi maupun menyumbang ide untuk perkembangan kawasan dari hasil pengamatan yang kami lakukan. Selama perjalanan pengembaraan lingkungan ini ada pengalaman konyol dan sangat unik untuk dilupakan yaitu ketika kami ngecamp di pulau Nusakambangan, pagi-pagi kami dikagetkan setengah mati dengan suara sirine. Serentak kami terbangun dan terkaget dalam hati berucap kita dikepung ? hemhh entah ada yang mengangkat kedua tangannya tidak saat itu, tidak terlihat karena masih terlalu gelap hehe baru setelah semua nyawa terkumpul kami pun tertawa karena kami sadari bahwa sirine yang jelas terdengar merupakan alarm handphone milik Agus, hahaha sepertinya kami terlalu terbawa oleh suasana Nusakambangan sebagai salah satu penjara elit di Indonesia. Heheitu pengalaman terunik yang mengisi perjalanan kami dalam pengembaraan lingkungan, alarm ini mungkin cocok untuk kita jadikan alarm dalam petualangan-petualangan selanjutnya, pasti semuanya pada bangun dan gak ada tuh alesan telat bangun! Wah, pengalaman kami dalam pengembaraan ini benar-benar seru, tak hanya ilmu tapi juga refreshing pemandangan pantai yang buat pikiran kembali segar untuk kembali kuliah minggu selanjutnya! ( Oleh Anif/ MSG_633)

Tree Climbing, bersama Sahabat Dari Oregon

Petualangan yang dilakukan pecinta alam di Indonesia mulai melemah. Kebosanan menghinggapi para penggiat alam bebas. Pada tahun terakhir kebutuhan mahasiswa pecinta alam terbentur pada kepentingan pengembangan keilmuan di bidang lingkungan. Isu-isu lingkungan menjadi sesuatu yang benar-benar nyata dan harus dipikirkan. Kita dituntut untuk menghadirkan suatu petualangan yang berbasis lingkungan atau pengetahuan lingkungan didapat dengan teknik-teknik kepecintalaman kita. Salah satunya adalah pengetahuan mengenai pohon, panjat dan cari ilmunya. Di Indonesia kemampuan memanjat pohon secara professional mulai dilirik di tahun1990-an. Kegiatan riset kanopi memerlukan kemampuan hal tersebut. Di Bogor kawankawan Rimpala membuat TCO (Tree Climbing Organization) dan Di Jogjakarta kawan-kawan Silvagama membuat komunitas TCY (Tree Climbing Yogyakarta). Dengan semakin banyaknya orang yang peduli pada pohon semoga kegiatan Tree Climbing mampu penahan dahaga para penggiat alam bebas yang haus akan petualang alternative.

Sahabat Dari Oregon


Angin segar perkembangan panjat pohon di Indonesia bertiup dengan kedatangan kawan dari Oregon tepatnya Portland. Seorang kawan pemanjat profesional bernama Will Koomjian singgah di kota gudeg, sekedar transit dan merefresh kemampuan berbahasa indonesianya. Waktu seminggu di Jogja dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyampaikan kemampuannya pada kawan-kawan penggiat tree climbing di Jogjakarta. Baru-baru ini Will dan Brian membuat film yang akan dilaunching pada bulan Juli ini dengan judul Treeverse (penasaran? cekidot trailernya : http://vimeo.com/22858880). Pemanjatan untuk berdiskusi dilakukan di arboretum Fakultas Kehutanan UGM dan Pohon Bombax malabaricum (Randu alas) di depan Museum Affandi. Memanjat pohon secara teknik tidak jauh beda dengan teknik yang diapakai dalam panjat tebing dan susur goa. Untuk pengaplikasiannya tinggal memodifikasi beberapa peralatan yang sudah banyak dimiliki oleh organisasi pecinta alam. Secara umum menggunakan DRT (Double Roof Technic) sistem untuk menambah ketinggian ke ujung pohon. Namun ketika tali fix sudah terpasang bisa menggunakan SRT (Single Roof Technic) sistem yang telah banyak dikenal di Indonesia. Nah, selanjutnya ya tinggal panjat setinggi tali fix yang terpasang, kalau belum puas dengan ketinggian ini ya tinggal buat lagi anchor yang tersambung antar dahan. Tak hanya tentang memanjat pohon, Tree Climbing bisa digunakan dalam berbagai keperluan penelitian mengenai pohon, memperoleh biji yang periode produksinya jarang dan sulit didapat, riset kanopi hutan dan masih banyak lagi. So, tertarik dengan jenis petualangan baru? Just join with us, lewat Facebook dan Blog di TCY ( Tree Climbing Yogyakarta). Oleh Purbo/MSG_626

Well, mungkin kamu sudah pernah dengar film film ini, bahkan sudah pernah menontonnya Tapi iklan ini bukan buat kamu yang udah pernah nonton.. Buat kamu kamu yang belum nonton, keluhan pertamanya adalah bahwa versi original film film ini adalah langka, jarang bahkan tidak dijual ataupun disewakan di rental2 film di negeri ini. Di internet, versi salinan dari film film ini beredar dengan sangat massif. Keluhan kedua, kecepatan koneksi internet kamu tidak cukup cepat untuk mendownload file file berukuran rata rata diatas 500 MB ini. Dan kami menawarkan solusi sederhana untuk anda yang mengalami 2 keluhan diatas. BELILAH FILM FILM ITU DARI KAMI(TENTU SAJA DENGAN HARGA MURAH) Meski bertujuan untuk memperoleh keuntungan financial, kedok kami adalah untuk membantu menambah referensi kalian semua, para penggiat alam bebas dan petualang serta pecinta alam, apapunlah sebutan buat anda. Ini murni PEMBAJAKAN!!!! Kalau anda tak setuju, silahkan beli versi originalnya dari amazon.com atau ebay, Tapi tenang saja, usaha ini tidak semata mata untuk profit, sebagian dari penghasilan didonasikan untuk kegiatan kegiatan kepecintaalaman dan lingkungan, seperti pembuatan jalur pemanjatan sport baru di Parangndok tahun 2010 lalu. Selain itu, kita juga akan memberikan gratis film film buatan sendiri yang coba kita bikin, sekedar buat mengisi kekosongan film film petualangan buatan dalam negeri TERTARIK???? KUNJUNGI HALAMAN WEB INI: WWW.REDPOINT-REDPOINT.BLOGSPOT.COM

Anda mungkin juga menyukai