Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH BIOGEOGRAFI

KONDISI BIOGEOGRAFI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL


GUNUNG GEDE PANGRANGO DAN KEBUN RAYA CIBODAS
Diajukan untuk memenuhi salahsatu tugas Mata Kuliah Biogeografi

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Wanjat Kastolani, M.Pd.
Drs. Jupri, M. T

Dibuat oleh:

Lisma Dian Sukmawati (1803897)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahnya, shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada nabi Muhammad SAW,
keluarganya, para sahabat dan seluruh umatnya. Kami bersyukur kepada illahi Rabbi yang
telah memberi taufik dan hidayahnya sehingga masih dapat mengerjakan dan menyusun
laporan yang berjudul “Kondisi Biogeografi di Kawasan Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango (TNGGP) dan Kebun Raya Cibodas (KRC)” untuk memenuhi salahsatu tugas
dari matakuliah Biogeografi.

Materi dalam laporan ini disusun berdasarkan studi pustaka dan referensi-referensi
yang sesuai dengan tujuan, agar pada umumnya dapat memahami tentang kondisi flora dan
fauna serta faktor yang mempengaruhi prsebaran flora dan fauna di kawasan TNGGP dan
KRC. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kekhilafan
karena keterbatasan penulis pengetahuan maupun pengalaman.

Oleh karena itu kami mengharapkan semoga laporan ini dapat menambah
pengetahuan bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah untuk menjadi lebih baik lagi serta mengharapkan saran dan kritik
demi kesempurnaan makalah ini benar-benar bermanfaat. Semoga karya tulis ini dapat
memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.

Bandung, Agustus 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Biogeografi merupakan salah satu xabang ilmu Geografi. Biogeografi merupakan
kombinasi dari kata “Bios” dan “Geografi” . Bios memiliki arti hidup atau mahkluk hidup,
sedangkan Geografi merupaka studi dan deskripsi perbedaan-perbedaan dan segala
fenomena yang ada bumi ini, termasuk sifat-sifat fisiknya, iklim dan hasil- hasil baik yang
bersifat hidup ataupun tidak.
Biogeografi dapat diartikan sebagai studi mengenai hubungan antara pola dan
proses persebaran organisme dalam ruang dan waktu, atau bisa juga diartikan sebagai
kajian organisme baik pada masa lalu maupun sekarang atau bisa juga diartikan sebagai
ilmu pengetahaun yang mencoba untuk menggambarkan dan memahami banyaknya pola
dalam distribusi spesies dan kelompk taksonomi yang lebih besar. Biogeografi merupakan
suatu ilmu yang terpadu yang berkaitan dengan ilmu-ilmu lain, antara lain berkaitan dengan
ekologi, biologi, populasi, sistematik, geosains, dan sejarah alam.
Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman hayati dan nonhayati yang
beragam dan tak terkira jumlahnya. Secara langsung maupun tidak langsung, Indonesia
dapat dikatakan merupakan negara yang kaya. Kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia
tersebut serta merta menciptakan potensi yang kaya akan sumberdaya yang kemudian dapat
menciptakan obyek wisata kelas dunia.Setiap potensi dan sumberdaya yang dimiliki oleh
Indonesia sudah selayaknya dikelola dengan sebaik-baiknya. Hal ini dikarenakan potensi
yang tidak diolah atau tidak dikelola dengan baik bukan hanya membuat rugi negara namun
juga dapat menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Namun, pada setiap pengelolaan
sumberdaya alam,harus dipastikan memiliki titik pengawasan inti di mata warga negara,
hal ini dikarenakan setiap pengelolaan memiliki dampak yang jika dibiarkan akan menjad
sesuatu hal yang tidak diinginkan. Hal ini dapat kita kaji dan dilihat dari kepunahan
beberapa spesies, dan penumpukan sampah yang mengundang bencana lain yang lebih
besar. Suatu pengelolaan sumberdaya dalam hal ini sumberdaya wisata bisa dipastikan
melangkah menuju kepada azas kelestarian, dikarenakan ada upaya pengelola untuk
mengusahakan kelestarian daripada sumberdaya tersebut karena baik secara langsung
maupun tidak, keberlangsungan kawasan wisata yang dikelola oleh pihak pengelola sangat
bergantung pada sumberdaya tersebut.
Begitupula dengan yang terjadi di Kawasan Wisata Cibodas. Kawasan Wisata
Cibodas merupakan kawasan wisata yang di dalamnya terdapat obyek wisata Bumi
Perkemahan Mandala Wangi dan Mandala Kitri, Curug Cibereum, Curug Ciwalenyang
kesemuanya termasuk dalam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, taklupa Kebun
Raya Cibodas yang tersohor juga termasuk ke dalam Kawasan Wisata Cibodas. Obyek-
obyek wisata tersebut memiliki potensi dan sumber daya yang begitu melimpah. Hal
tersebut dapat dilihat dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang memiliki
beraneka jenis vegetasi dan tanaman yang unik dan menarik untuk digali lebih dalam

iv
lagi.Hanya dari segi biotik saja, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)
memiliki sesuatu yang ditawarkan. Dari segi fisik juga demikian. Tak heran, pada setiap
harinya lebih dari puluhan wisatawan datang dan berkunjung ke obyek obyek wisata
tersebut.
Potensi dan sumberdaya yang ada didalam kawasan maupun obyek wisata harus dikelola
dengan sebaik-baiknya. Seorang pengelola harus memiliki kemampuan dan profesional
dalam bidangnya. Oleh karenanya, dibutuhkan pengenalan terhadap lingkungan
pembentuknya. Pengenalan disini tidak hanya berkisar pada jenis- jenis sumberdaya yang
terdapat disana, namun juga bagaimana elemen- elemen lain seperti proses dan interaksi
ekologis serta potensi apa saja yang dikembangkan di kawasan wisata tersebut.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diangkat adalah:
1. Ekosistem apa saja yang diamati di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
(TNGGP)?
2. Bagaimana pengelolaan ekosistem dan apa satwa endemik di Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango (TNGGP)?
3. Bagaimana ekositem tanaman paku-pakuan di Kebun Raya Cibodas?
4. Bagaimana peranan penduduk terkait keberadaan ekosistem?
5. Bagaimana persebaran, potensi dan domestikasi flora dan fauna?

C. Tujuan
Adapun tujuan dilaksanakannya Praktikum Lapangan ini adalah agar mahasiswa:
1. Dapat mengamati dan mengelola ekosistem yang diamati.
2. Mengetahui nama dan khasiat tanaman yang diamati.
3. Mengetahui jenis-jenis tumbuhan paku-pakuan.
4. Mengetahui peranan masyarakat terhadap keberadaan ekosistem tersebut.

v
BAB II

ISI
A. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)
Pengertian Taman Nasional
Pengertian Taman nasional adalah sebuah pelestarian alam yang ditandai dengaan
mempertahankan ekosistem aslinya dan dikelola dengan sistem zonasi. Biasanya selain
berfungsi sebagai pusat konservasi juga bisa dibudidayakan untuk tujuan lain (pariwisata,
agama, pendidikan dan lain lain). Konsep awal taman nasional dimulai di Amerika Serikat,
tepatnya saat pemerintah Amerika menetapkan yellowstone sebagai kawasan yang
dilindungi. Tapi tetap boleh dikunjungi oleh penduduk untuk melakukan rekreasi. KArena
itu, menurut IUCN, Taman nasional diklasifikasikan ke kawasan konservasi kategori II,
yang masih memungkinkan aktivitas manusia di dalamnya.

1. Selayang Pandang Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)


a. Letak Kawasan
Secara geografis Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) terletak antara
106º51`-107º02`BT dan 6º41`-6º51` LS. Secara administrastif Taman Nasional ini
termasuk dalam wilayah tiga Kabupaten di Provinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Bogor,
Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. TNGGP dapat dicapai melalui enam
daerah pintu masuk, yaitu: Cibodas dan Gunung Putri (Kabupaten Cianjur), Selabintana
dan Situgunung (Kabupaten Sukabumi), Bodogol dan Cisarua (Kabupaten Bogor).
b. Topografi
Kawasan TNGGP merupakan rangkaian gunung berapi, terutama Gunung Gede
(2.958 m dpl) dan Gunung Pangrango (3.019 m dpl) yang merupakan dua dari tiga gunung
berapi tertinggi di Jawa Barat. Topografinya bervariasi dari landai hingga bergunung,
dengan kisaran ketinggian antara 700 m dan 3000 m di atas permukaan laut. Jurang
dengan kedalaman sekitar 70 m banyak dijumpai di dalam kedua kawasan tersebut.
Sebagian besar kawasan TNGGP merupakan dataran tinggi tanah kering dan sebagian
kecil merupakan daerah rawa. Kemirinngan lereng sekitar 20-80%.
Kawasan G.Gede yang terletak di bagian Timur dihubungkan dengan G.Pangrango
oleh punggung bukit yang berbentuk tapal kuda, sepanjang ± 2.500 meter dengan sisi-
sisinya yang membentuk lereng-lereng curam berlembah menuju dataran Bogor, Cianjur,
dan Sukabumi. Di puncak Gunung Pangrango terdapat dataran bekas seluas lima hektar
dengan diameter ± 250 m, sedangkan di G.Gede masih ditemukan kawah yang masuk
aktif. Arah Timut Gunung Gede sejajar dengan punggung gunung terdapat Gunung
Gumuruh yang merupakan dinding kawah pegunungan tua yang terpisahkan oleh
Alunalun Suryakencana pada ketinggian sekitar 2.700 m. Alun-alun ini memiliki panjang
± 2 km dengan lebar ± 200 m membujur ke arah Timur Laut-Barat Daya.

vi
c. Geologi dan Tanah
Geologi dan tanah kawasan TNGGP terdiri dari 2 gunung berapi: Gede dan
Pangrango. Diantara dua puncaknya dihubungkan oleh suatu saddle yang dikenal dengan
nama Kandang Badak pada ketinggian 2.400 mdpl. Lereng-lereng gunungnya sangat
curam dibelah oleh aliran sungai deras yang mengukir bagia lembah yang dalam dan
punggung bukit yang panjang. Penampakan ini merupakan tipe dari daerah muda/baru
dengan tingkat erosi yang tinggi. Secara umum kawasan ini merupakan dataran yang
kering tetapi terdapat pula rawa yaitu Rawa Gayonggong, Rawa Denok dan Situgunung
sehingga memperkaya keanekaragaman pada habitatnya (Whitten et al.1996). sesuai peta
tanah provinsi Jawa Barat dari Lembaga Penelitian Tanah Bogor jenis tanah pada lahan
kritis Blok Bobojong yaitu latosol coklat yang mendominasi lereng Gunung Gede bagian
bawah. Tanah ini mengandung liat dan lapisan sub soil gembur, mudah ditembus air dan
lapisan bawahnya melapuk. Tanah sangat gembur dan agak peka terhadap erosi.

2. Ekosistem yang diamati


Di kawasan TNGGP ditemukan sekitar 10 tipe ekosistem, yaitu ekosistem hutan
hujan pegunungan rendah (sub motana), hutan hujan pegunungan (montana), hutan hujan
pegunungan tinggi (sub alpin), padang rumput pegunungan, rawa pegunungan, rawa air
panas, ekosistem kawah, ekosistem danau, ekosistem air deras (sungai) dan eksosistem
hutan tanaman. Ekosistem yang kami kunjungi yaitu ekosistem hutan tanaman dan itu
pun hanya terdapat beberapa ekosistem yang kami temukan dan belum semua dapat
diamati, dikarenakan keterbatasan waktu dan luasnya kawasan TNGGP yang menjadi
salah satu tidak dapat mengunjungi ekosistem lainnya sehingga hanya beberapa yang
berhasil kami temui dan diamati, diantaranya sebagai berikut:
- Saninten
- Panggang Cucuk
- Panggang Rante
- Nangsi
- Muncang Kemiri Cina
- Kileho Badak/Gede
- Bunga Terompet/Bunga Kecubung
- Palem Hejo
- Honje Hutan Besar/Tepus
- Palem Bingbin
- Tunjung/Cempaka Gondok
- Beleketebe

3. Pengelolaan Ekosistem
Kebijakan pengelolaan TNGGP mengacu kepada misi pembangunan konservasi
kawasan TNGGP yaitu: perlindungan proses ekologi dan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman hayati yang terdiri atas flora, fauna, dan ekosistemnya, serta

vii
pemanfaatan biodiversitas secara lestari, maka ditetapkan garis-garis kebijaksanaan
pengelolaan TNGGP sebagai berikut:
a. Mengupayakan agar kawasan TNGGP tetap terjaga dan terjamin kelestariannya.
Maka dari itu setiap ada gangguan yang mengancam harus segera ditanggulangi dan
dicegah
b. Mengupayakan semua jenis flora fauna dan ekosistemnya serta kondisi
lingkungannya tetap terjamin keberadaannya dan secara bertahap dapat
diidentifikasi dan diketahui potensinya
c. Mengupayakan agar semua potensi di TNGGP dapat dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat yang ada di sekitarnya.
d. Mengupayakan agar pengelolaan kawasan TNGGP dapat teratur dengan jalan
mengklasifikasikan kawasan ke dalam beberapa zona antara lain: zona inti, zona
rimba dan zona pemanfaatan.
e. Mengupayakan agar pengelolaan kawasan TNGGP dapat sejalan dan terpadu
dengan langkah-langkah pembangunan wilayah sekitarnya, dan pembangunan
Indonesia secara umum.
Adapun strategi untuk melaksanakan kebijakan tersebut maka disusun strategi
pengelolaan TNGGP sebagai berikut:
a. Peningkatan upaya pengelolaan TNGGP. Strategi ini adalah untuk mengantisipasi
kondisi pengelolaan yang masih belum memadai seperti prakondisi lahan,
perencanaan, pengamanan, pembangunan sarana dan prasarana.
b. Peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia. Strategi ini adalah untuk
meningkatkan kemampuan aparatur pengelola TNGGP, baik melalui pemantapan
organisasi, pendidikan dan latihan pegawai, penyusunan prosedur yang menyangkut
hubungan kerja dan pelayanan umum.
c. Peningkatan peran taman nasional. Strategi ini adalah untuk mengoptimalkan
manfaat keberadaan kawasan TNGGP, baik secara langsung bagi kesejahteraan
masyarakat maupun secara tidak langsung bagi kelangsungan sistem penyangga
kehidupan.
d. Peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat. Strategi ini bertujuan agar pada
akhirnya masyarakat berperan secara aktif dalam upaya pelestarian TNGGP serta
dapat mengupayakan pelestarian sumberdaya alam dan ekosistem pada umumnya
e. Peningkatan kerjasama dan kemitraan. Strategi ini adalah untuk menjamin
keberhasilan pengelolaan TNGGP melalui kerjasama, kemitraaan dan koordinasi
lintas sektoral, misalnya dengan sector-sektor pertanian, industri, pariwisata,
pendidikan, dan penerangan masyarakat, serta lintas lembaga seperti lembaga
penelitian dan lembaga pendidikan.
Adapun tindak lanjut dari strategi pengelolaan TNGGP dengan dibuatlah
program-program sebagai berikut:

viii
a. Program Penataan Kawasan, dengan jenis kegiatan al. : Rekostruksi Batas Luar
Kawasan TNGGP, Rekonstruksi Tata Batas Zona.
b. Pengelolaan Sumber Daya Alam dengan jenis kegiatan antara lain.: Pengelolaan
Flora, Fauna, dan Ekosistemnya (Inventarisasi dan Pemetaan Sebaran Jenis Flora
dan Fauna, Pembinaan Habitat dan Ekosistem, Pembinaan Populasi Jenis-jenis
Endemik, Langka dan/atau Berpotensi Ekonomi); Pengelolaan Sumberdaya Alam
Nir-Hayati
c. Pemanfaatan Kawasan, meliputi kegiatan : Peningkatan peran TNGGP dalam
bidang pariwisata dan rekreasi; dan Peningkatan peran TNGGP dalam hal
pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian.
d. Perlindungan dan Pengamanan Potensi Kawasan, meliputi kegiatan : Peningakatan
Upaya Pencegahan Kebakaran Hutan; Pengamanan Kawasan dari Berbagai
Gangguan dan Ancaman Aktivitas Manusia; Pencegahan Pencemaran Lingkungan;
Pengendalian Hama dan Penyakit.
e. Penyempurnaan Kelembagaan TNGGP, meliputi kegiatan: Pengembangan
Organisasi, Peningkatan Sumberdaya Manusia; Peningkatan UPT Swadaya.
f. Perencanaan dan Koordinasi.
g. Pengembangan Sarana dan Prasarana.
h. Pembinaan Partisipasi Masyarakat
i. Pematauan dan Evaluasi Pengelolaan, dilakukan melalui: (a) Kegiatan pemantauan
dan evaluasi intern yang mencakup pembinaan ke lokasi oleh kantor UPT TNGGP,
pengiriman laporan setiap bulan dari setiap resort dan seksi, rapat rutin bulanan di
kantor Cibodas, dan inspeksi mendadak oleh atasan; (b) Evaluasi oleh masyarakat
terhadap pengelolaan pengunjung secara rutin dan terhadap kegiatan peningkatan
kesejahteraan masyarakat; dan (c) Pemantauan dan evaluasi oleh instansi lebih
tinggi oleh Kanwil Kehutanan, Ditjen PHPA danInstansi lain terkait seperti BPKB
dan Itjen Kehutanan.

4. Peran Penduduk atau Masyarakat terkait dengan keberadaan ekosistem


Peran penduduk atau masyarakat terkait dengan keberadaan ekosistem yaitu
peduli dengan taman nasional, merekrut dan merangkul masyarakat tapi dilihat dari bidang
ekonomi dan sosialnya. Harus memberdayakan masyarakat yang ekonominya benar-benar
lemah seperti bisa mengetahui cara memandu atau menjadi guide sehingga ekonomi
masyarakat bisa terbantu. Masyarakat juga menggelontorkan bantuan berupa kambing,
ikan supaya bisa diternakan untuk membantu taman nasional dari kawasannya.
Selain itu peran masyarakat juga terdapat Komunitas Kemasyarakatan, dengan
penghijauan. Lalu mengadakan komunitas karang taruna seperti me-manajemen dibidang
nya masing-masing, terdapat paguyuban dan koperasi cantigi. Di TNGGP sempat
mengadakan peringatan hari istimewa dengan melaksanakan festival kolaborasi dengan
masyarakat sekitar. Selain untuk memeriahkan acara ulang tahun dan hari bhakti
rimbawan, festival ini diadakan sebagai sosialisasi tentang pentingnya keneradaan dan

ix
kelestarian kawasan konservasi untuk menjamin kelangsungan dan kesejahteraan
masyarakat.
Masyarakat sekitar yang memanfaatkan langsung manfaat keberadaan TNGGP harus
memiliki kepedulian dan rasa memiliki serta tanggung jawab dengan keberadaan
konservasi ini. Pun pengelolaan yang sudah terakomodir kebutuhan masyarakat dan
menjadi pendorong pembangunan ekonomi dengan tidak mengabaikan prinsip konservasi.

5. Persebaran Flora dan Fauna


 Flora
Taman nasional ini dikenal dengan kekayaan flora hutan pegunungan yang dimilikinya.
Di seluruh wilayah cagar alam Cibodas-Gede (kini bagian dari taman nasional), pada
ketinggian 1.500 mdpl hingga ke puncak gede dan pangrango, tercatat tidak kurang dari
870 spesies tumbuhan berbunga dan 150 spesies paku-pakuan, sedangkan jenis-jenis
anggrek tercatat hingga 200 spesies di sekuruh taman nasional. Van steenis juga mencatat
dari 68 spesies tumbuhan pegunungan yang langka dan hanya diketahui keberadaannya
disatu gunung saja di Jawa, 9 jenis diantaranya tercatat hanya dari gunung gede, dan 6 dari
9 jenis itu endemik jawa.
Jenis edelweis jawa (Anaphalis javanica) yang tumbuh melimpah di Alun-alun
Suryakancana sangat populer di kalangan pendaki gunung dan pecinta alam, sehingga
dijadikan maskot taman nasional ini. Akan tetapi yang endemik Jawa dan agak jarang
dijumpai sebetulnya adalah kerabat dekatnya, Anaphalis maxima; di TNGGP hanya
didapati di G. Pangrango dekat Kandang Badak. Beberapa jenis endemik lain yang didapati
di kawasan ini, di antaranya, sejenis uwi Dioscorea madiunensis;
sejenis jernang Daemonorops rubra; pinang hijau Pinanga javana;
sejenis kapulaga Amomum pseudofoetens; dan masih banyak lagi.
 Fauna

TNGGP memiliki jenis kekayaan fauna yang cukup tinggi, terutama di zona hutan
pegunungan bawah. Beberapa jenisnya yang terhitung langka endemik atau terancam
kepunahan, di antaranya, adalah owa jawa (Hylobates moloch), lutung surili (Presbytis
comata), anjing ajag (Cuon alpinus), macan tutul (Panthera pardus), biul
slentek (Melogaleorientalis),sejenis celurut gunung (Crociduraorientalis), kelelawar (Gli
schropus javanus) dan (Otomops formosus), sejenis bajing terbang (Hylopetes bartelsi),
dua jenis tikus (Kadarsanomys sodyi) dan (Pithecheir melanurus). Beberapa jenis burung
seperti elang jawa (Spizaetus bartelsi), serak bukit (Phodilus badius), celepuk jawa (Otus
angelinae), cabak gunung (Caprimulgus pulchellus), walet gunung (Collocalia
vulcanorum), pelatuk kundang (Reinwardtipicus validus), ciung-mungkal jawa (Cochoa
azurea), anis hutan (Zoothera andromedae), dan beberapa spesies lain[12]. Sejenis ular
pegunungan Pseudoxenodon inornatus yang jarang kemungkinan juga terdapat di sini;
juga beberapa jenis amfibia langka seperti katak merah (Leptophryne borbonica), dan
sejenis sesilia (Ichthyophis hypocyaneus).

x
Hewan-hewan lain yang acap dijumpai, di antaranya monyet kra (Macaca
fascicularis), lutung budeng (Trachypithecus auratus), teledu sigung (Mydaus
javanensis), tupai akar (Tupaia glis), tupai kekes (T. javanica), tikus babi (Hylomys
suillus), jelarang hitam (Ratufa bicolor), bajing-tanah bergaris-tiga (Lariscus
]
insignis), pelanduk jawa (Tragulus javanicus) dan lain-lain. Seluruhnya, lebih dari 100
jenis mamalia serta lk. 250 jenis burung.
Satwa Endemik Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)

Gambar 1.1 Owa Jawa


Sebagai kawasan konservasi TNGGP memiliki SDA Hayati yang sangat tinggi dan
merupakan surga bagi tempat hidupnya flora dan fauna baik yang dilindungi maupun yang
tidak dilindungi. Binatang yang hidup dan berkembang biak di kawasan TNGGP antara
lain Surili, Kukang Jawa, dan monyet ekor panjang. Salah satu potensi TNGGP yang saat
ini masih ada dan merupakan salah satu satwa endemik langka, unik, dan lindungi adalah
Owa Jawa.
Owa jawa dapat hidup dan nyaman di kawasan TNGGP karena flora yang
mendukung di kehidupannya tersedia lengkap di kawasan hutan TNGGP. Oleh sebab itu
owa jawa dapat hidup dengan baik, dan taman nasional ini merupakan yang paling penting
bsgi kehidupan keberadaan kelestarian owa jawa. Owa jawa merupakan satwa endemik
pulau jawa dengan penyebarannya jawa bagian barat dan sebagian kecil di jawa bagian
tengah.
Owa jawa termasuk kelompok kera dari kelurga Hylobatide dengan ciri tidak
memilik ekor, warna tubuh abu-abu, raut muka berwarna hitam, bergerak secara berayun
dengan menggunakan kedua tangannya. Owa jawa memiliki lengan yang panjang jika
dibandingkan dengan jenis primata lain, owa jawa hidup di pohon dan jarang turun ketanah.
Pergerakan utamanya yaitu berpindah dari pohon ke pohon degan cara bergelayutan. Owa
jawa hidup dalam teritori yang dipertahankan dari masing-masing, sehingga jarang sekali
terjadi perselisihan antara owa jawa.

xi
Owa jawa selalu disebut sebagai satwa kesetiaan arena hidup di keluarga inti terdiri
dari ayah, ibu dan anak jumlah anak paling banyak yaitu tiga individu, tidak seperti monyet
ekor panjang yang hidup dalam kelompok besar dengan banyak betina. Mereka disebut
sebagai indikator kawasan hutan, bila dalam hutan terdapat owa jawa, jika di dalam hutan
terdapa owa jawa maka dapat dipastikan hutan tersebut masih baik. Mereka membutuhkan
vegetasi hutan yang kanopinya berkesinambungan karena penting untuk pergerakannya
dengan cara berakiasi. Selain itu kondisi hutan yang baik menyediakan kebutuhan buah-
buahan yang lebih dari 70% merupakan pakan utamanya. Mereka berperan penting dalam
suatu ekosistem hutan.
Membantu megenerasikan hutan dengan cara menyebarkan biji buah-buahan yang
dimakannya dan keluar utuh sebagai kotoran yang jatuh ke lantai hutan sehingga
menumbuhkan tumbuhan baru. Kepadatan populasi owa jawa di TNGGP adalah 4.2
kelompok per km2 dengan estimasi jumlah populasi sebanyak 447 individu. Ancaman
utama keberlangsungan hidup adalah kehilangan habitat perburuan dan perdagamgan.
Pengelola TNGGP melakukan upaya-upaya pengelolaan manajemen, yaitu sebagai
berikut:
a. Melakukan perlindungan ka wasan, perlindungan kawasan ini berisi kegiatan-
kegiatan pengaman kawasan
b. Monitorig satwa berupa monitoring owa jawa, dimana dari kegiatan ini akan
mengetahui poluasi owa jawa
c. Perbaikan habitat bagi owa jawa
d. Mengadakan kerja sama dengan pihak terkait, dalam maksud untuk penyelamatan
owa jawa.

Upaya-upaya konservasi yang dilakukan TNGGP untuk menjamin keberlangsungan


hidup owa jawa dilakukan secara in-situ dan ex-situ. Kegiatan in-situ yaitu monitoring
populasi awam, penetapan zona konsrevasi owa jawa, dan kerja sama penelitian dan
pengembangan owa jawa. Pengamanan habitat owa jawa dilakukan kegiatan patroli baik
dilakukan secara rutin maupun periodik yang dilakukan oleh polisi kehutanan. Monitoring
populasi dilakukan melalui kegiatan inventarisasi di kawasan TNGGP dan
sciencemonitoring khusunya di resort bodogol, bertujuan untuk mengetahui populasi dan
daya dukung habitat owa jawa.

Penetapan konservasi owa jawa merupakan program TNGGP dalam rangka


memberikan ruang atau area untuk kegiatan rehabilitasi dan penyelamatan owa jawa.
Program kerjasama penelitian dan pengemabngan owa jawa merupakan perogram
kemitraan dalam rangka upaya penyelatan rehabilitas owa jawa baik didalam maupun
diluar. Sedangkan untuk upaya kegiatan ex-situ dilakukan melalui kerjasama rehibilitasi
dan reintroduksi owa jawa di pusat rehabilitasi owa jawa Javan Jiven Center (JJC) antara
balai besar TNGGP, program ini bertujuan untuk mengambalikan owa jawa dan
pengembalian dari masyarakat ke habitat alaminya melalui proses rehabilitasi.

xii
Owa jawa yang sudah berperilaku liar dan mendapatkan pasangan kemudian dilepas ke
habitat aslinya melalui proses pembiasaan dan penyesuaian supaya terbiasa dan terlatih
untuk hidup di habitat alaminya. Salah satu keberhasilan program rehabiltasi dan
reintrodulksi di habitat TNGGP yaitu pada tanggal 24 April 2015 2 pasang owa jawa
dilepas liarkan di kawasan hutan gunung puntang jawa barat dan disaksikan oleh presiden
Jokowi Dodo beserta Konverensi Asia Afrika di Bnadung melalui live streaming.
6. Potensi Flora dan Fauna
Kawasan TNGGP memiliki potensi sumber daya alam yang menjanjikan antara lain:
keindahan alam (gunung, panoram, alam, dll), gejala alam (kawah, air panas, air terjun,
dll), keutuhan (udara sejuk, kenyamanan, dll), keanekaragaman hayati (tumbuhan dan
satwa), keunikan alam (danau, rawa, pegunungan, padang rumput edelweis, dll), dan situs
budaya. Potensi ekowisata yang dimiliki TNGGP harus dikenalkan kepada publik melalui
kegiatan promosi. Keberhasilan pengembangan ekowisata pada kawasan taman nasional
sangat bergantung pada upaya promosi yang dilakukan oleh pihak pengelola, karena
dengan adanya promosi orang akan mengetahui dan akhirnya akan datang mengunjungi.
Kegiatan promosi yang dilakukan oleh pengelola TNGGP adalah dengan diadakan
penyebaran bahan-bahan cetakan seperti brosur, leaflet, majalah, mengikuti pameran-
pameran wisata serta mengadakan seminar/lokakarya. Melalui cara ini usaha untuk
meperkenalkan kegiatan ekowisata di TNGGP hanya sampai pada sebagian kecil
masyarakat dan bellum sampai mencapai kelompok dalam masyarakat yang diharapkan
menjadi konsumen dari kegiatan ekosiwata di TNGGP. Selain itu pelaksanaan promosi
belum didukung oleh mitra-mitra yang diharapkan dapat berinvestasi dalam
pengembangan kegiatan ekowisata.

B. Kebun Raya Cibodas


Pengertian Kebun Raya
Kebun raya adalah suatu kebun besar pada areal yang luas, di dalamnya ditanami
bermacam-macam flora atau tumbuhan langka dan tumbuhan lain yang bermanfaat untuk
dilestarikan. Selain itu, kebun raya juga berfungsi sebagai tempat rekreasi penelitian.
Contoh: Kebun Raya Bogor, di Jawa Barat
Kebun Raya (botanical garden) merupakan tempat di mana tumbuhan tumbuh dan
dipertunjukkan terutama untuk tujuan ilmiah dan pendidikan. Kebun raya memiliki koleksi
tumbuhan di alam terbuka dan di dalam rumah kaca, juga terdapat koleksi tumbuhan yang
dikeringkan atau herbarium, serta ada fasilitas ruang belajar, laboratorium, perpustakaan,
museum, dan tanaman percobaan (Esiklopedia Encarta).
Penanaman tumbuhan dalam kebun raya diatur menurut pengolongan dalam ilmu botani,
seperti pengaturan menurut sistematik tumbuhan (penggolongan tumbuhan), ekologis
(hubungan lingkungannya), atau geografi (daerah asal). Kebun raya yang besar sering
meliputi pengelompokan khusus, seperti taman bebatuan (rock garden), kebun air (water
garden), kebun “wildflower”,dan lain-lain. Kebun yang terbatas bagi tumbuhan kayu hutan
disebut arboretum.

xiii
1. Selayang Pandang Kebun Raya Cibodas
Menurut PP No.93 Tahun 2011 bahwa Kebun Raya/Botanic Gardens yaitu
kawasan konservasi tumbuhan secara ex situ yang memiliki koleksi tumbuhan
terdokumentasi dan ditata berdasrkan pola klasifikasi taksonomi, bioregion, tematik, atau
kombinasi dari pola-pola tersebut untuk tujuan kegiatan konservasi, penelitian,
pendidikan, wisata dan jasa lingkungan. Kebun raya didirikan pada tanggal 11 April 1852
oleh Johannes Ellias Teysmann, pada saat menjabat sebagai Hortulantus pada s Lans
Plantentuin te Buitenzorg. Ditandai dengan ditanamnya pohon Kina (Chinchona calisaya
Wedd) yang pertama di Indonesia, luasnya mencapai 84.99 ha.
Berdirinya kebun raya menandai tegaknya kekuasaan belanda dengan dimulainya
kegiatan ilmu pengetahuan biologi, terutama bidang botani di Indonesia secara
terorganisasi. Pada awal perkembangannya Kebun Raya Cibodas (KRC) merupakan salah
satu cabang Kebun Raya Bogor yang ditujukan untuk mengoleksi tanaman dataran tinggi
beriklim basah daerah tropis dan tanaman sub-tropis. KRC dimaksudkan sebagai tempat
aklimatisasi jenis-jenis tumbuhan asal luar negeri yang penting dan bernilai ekonomi yang
tinggi, salah satunya adalah pohon kina. Lebih lanjut KRC berkembang menjadi bagian
dari Kebu Raya Bogor dengan nama Cabang Balai Kebun Raya Cibodas.
Pada tahun 2002 status KRC menjadi lebih mandiri sebagai Unit Pelaksan Teknis
Balai Konservasi Tmbuhan Kebun Raya Cibodas dibawah pusat Konservasi Tumbuhan
Kebun Raya Bogor dalam Kedeputian Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI). Lokasi KRC berada di kaki Gunung Gede dan Gunung
Pangrango pada ketinggian 1.250 – 1.425 m dpl dengan luas 84,99 hektar. Sebagai
lembaga konservasi ex situ, KRC berperan besar dalam melestarikan dan
mendayagunakan flora Indnesia khusunya dari dataran tinggi basah dan sebagai zona
penyangga bagi kawasan Cagar Biosfer Cibodas. KRC juga menjadi salah saatu daerah
tujuan wisata yang bayak dikunjungi wisatawan domestik maupun wisatawan
mancanegara.
Kebun Raya Cibodas juga mengadakan kegiatan pendidikan lingkungan
(PEPELING) dimulai tahun 1999 untuk meningkatkan dan menumbuhkan kesdaran
masyarakat tentang pentingnya pelestarian alam. Hal ini ditujukan untuk menanamkan
kesadaran lingkungan dan mengenalkan tentang kearifan pentingnya menjaga
lingkungan. Kegiatan Pepeling yang dilaksanakan di KRC merpakan salah satu fungsi
utama kebun raya. Adapun kegiatan pepeling tersebut terdiri dari beberapa paket
pendidikan yaitu: (a) Guilding interpretation, (b) Perindangan sekolah, (c) Pembuatan
kebun botani/kebun obat sekolah, (d) Outrech program, (e) Perbanyakan tanaman, (f)
Pembuatan kompos, (g) Pembuatan tetarium, (h) Pameran pendidikan lingkungan, dan (i)
Sosialisasi pendidikan lingkungan.

xiv
2. Ekosistem yang diamati
Adapun tanaman yang kelompok kami amati adalah jenis tanaman paku-pakuan. Pada
beberapa jenis paku yang hidup di tanah, batang tumbuhan paku sejajar dengan tanah.
Karena tumbuhnya menyerupai akar maka batang tersebut dinamakan rizoma. Batang ini
sering tertutup oleh rambut atau sisik berfungsi sebagai pelindungnya. Dari rizoma ini
juga tumbuh akar-akar yang lembut. Daun paku ada yang berbentuk tunggal, majemuk
ataupun menyirip ganda. Helaian daunnya secara menyeluruh disebut ental, terkadang
juga tumbuh dua macam ental, yaitu subur dan mandul. Pada ental yang subur tumbuh
sporangia pada permukaan daun bagian bawah. Kupulan dari sporangia disebut sorus
sedangkan kumpulan sorus itu sebdiri disebut sori. Spora terletak pada kotak spora
(sporangium) dan tidak jarang sorus tersebut dilindungi oleh suatu lapisan penutup yang
disebut indisium yang umumnya berbentuk ginjal. (Setijati Sastrapradja, dkk. 1979:8)

Ciri-ciri tumbuhan paku meliputi ukuran, bentuk, struktur, dan fungsi tubuh yang
memiliki ukuran bervariasi dari yang tingginya sekitar 2 cm, misalnya pada tumbuhan
paku yang hidup mengapung di air, sampai tumbuhan paku yang hidup di darat yang
tingginya mencapai 5 cm, misalnya paku tiang (Sphaeropteris). Tumbuhan paku purba
yang telah menjadi fosil diperkirakan ada yang mencapai tinggi 15 cm. Bentuk tumbuhan
paku yang hidup saar ini bervariasi, ada yang berbentuk lembaran, perdu atau pohon, dan
ada yang seperti tanduk rusa.

Dalam persebaran tumbuhan paku, dari beberapa jenis tumbuhan paku dapat
tumbuh dan berkembang dalam wilayah geografis yang luas, mulai dari tepi pantai sampai
ke pegunungan. Akan tetapi ada juga yang jenis-jenis yang hanya tersebar daam kawasan
yang sangat terbatas. Pada masa jutaan tahun yang lalu vegetasi hutan-hutan di bumi
terutama tersusun dari jenis tumbuhan paku yang berupa pohon-pohon yang tinggi dan
besar. Jenis tumbhan paku yang masih ada jumlahnya relatif kecil dan dianggap sebagai
peninggalan dari kelompok tumbuhan yang pernah mendominasi (Smith, 1979). Adapun
persebaran di Kebun Raya Cibodas ini memiliki banyak variasi, karena terdapat jenis
tumbuhan paku-pakuan dari beberapa daerah yang telah di domestifikasi, diantaranya
adalah:

xv
Gambar 1.2 Selliguea enervis Gambar 1.3 Lindsana repens

Gambar 1.4 Pityrogramma calomelanos Gambar 1.5 Dryopteris sparsa

xvi
Gambar 1.6 Elaphoglossum califolium Gambar 1.7 Elaphoglossum blumeanum

Gambar 1.8 Diplazium bantamense blume Gambar 1.9 Diplazium sp

xvii
Gambar 1.10 Diplazium polypodioides Gambar 1.11 Diplazium opacum

Gambar 1.12 Adiantum diaphanum blume Gambar 1.13 Diplazium pallidum

xviii
Gambar 1.14 Metathelypteris sp Gambar 1.15 Diplazium andatatum blume

3. Pengelolaan Ekosistem
Pengelolaan di Kebun Raya Cibodas (KRC) dikelola oleh LIPI (Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia). LIPI merupakan induk dari kebun raya diharapkan tidak hanya
berkutat pada penelitian, namun juga mempunyai inovasi untuk mengembangkan kebun
raya. Penelitian yang dilakukan tidak hanya untuk pemerintah sendiri, namun juga dapat
memberikan manfaat untuk masyarakat.

4. Peran Penduduk atau Masyarakat terkait dengan keberadaan ekosistem


a. Sebagai pelaksana jasa pemandu plastik : 32 orang
b. Pelaksana jasa pemandu (Mursyid dan Mursyidah) : 150 orang
c. Jasa parkir
d. Penualan souvenir
e. Warung makan
f. Persewaan penginapan
g. Jasa angkut (pikul)
h. Penjualan tanaman

Kebun Raya Cibodas bagi pendidikan Masyarakat


a. Peserta pedidikan lingkungan : s.d 2016 sebanyak 14.916 orang (siswa sekolah, kader
posyandu, kelompok tani, najlis ta`lim dan guru)
b. Pembinaan pemanfaatan tanaman obat keluarga (TOGA) di 3 kecamatan : Pacet,
Cipanas, dan Sukaresmi.
c. Produk kompos kepada masyarakat sebanyak 27.050 kg/tahun

xix
5. Domestifikasi Flora
Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis serta terdapat hutan alam
dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Kenekaragaman hayati tersebut meliputi
berbagai jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai taaman pangan, tanaman hias, tanaman
obat-obatan, serta tanaman penghasil kayu. Dengan adanya proses domestifikasi akan
memunculkan tumbuhan dengan potensi tinggi untuk dapat dikembangkan sebagai
tanamman bernilai ekonomi serta memiliki manfaat bagi manusia. domestifikasi yaitu
sebagai proses naturalisasi suatu jenis untuk memperbaiki budidaya dan manfaatnya bagi
manusia, termasuk adaptasi pada lingkungan baru. Proses domestifikasi mengarah pada
perbaikan kualitas maupun kuantitas yang lebih baik.
Dalam pelaksaan domestifikasi tidak harus tumbuhan asli setempat, namun juga
bisa tumbuhan yang berasal lingkungan dari lain (ekostik). Domestifikasi di KRC terus
dilakukan melalui kegiatan penelitian. Penelitian diarahkan pada pemanfaatan tumbuhan
asli Indonesia yang berpotensi baik dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Hingga saat ini
penelitian yang telah dilakukan antara lain adalah domestifikasi tumbuhan berpotensi
sebagai tanaman pangan, tanaman hias, tanaman obat, dan tanaman penghasil kayu.
Domestifikasi tumbuhan berpotensi tanaman pangan antara lain adalah jenis
tumbuhan Rubus spp, dan Rhodomyrtus tomentosa (Aiton) Hassk yang merupakan
tumbuhan asli Indonesa sebagai tanaman buah. Selain itu juga pada tumbuhan eksotik
dari Australia yaitu Macadamia ternifolia F.uell yang dikembangkan sebagai tanaman
sumber pangan protein nabati alternatif (kacang-kacangan) dan pengganti olive oil.
Domestifikasi tumbuhan berpotensi hias dikembangkan pada Rhododenron spp dan
Gardenia pterocalyx Valeton karena memiliki bunga menarik. Domestifikasi tumbuhan
berpotensi obat antara lain adalah Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn. Sebagai
afrodisiak. Selain itu domestifikasi tumbuhan penghasl kayu dipilih pada jenis Shorea
platycados Sloot, ex Foxw yang dapat menghasilkan kayu berkualitas baik.
Pengembangan lebih lanjut dari domestifikasi juga dilakuakan di Kebun Raya
Cibodas diantaranya Dahlia spp, sebagai penghasil inulin. Penelitian domestifikasi di
KRC dilakukan mulai dengan pengkoleksian, pembangunan, persilangan, dan teknik
perbanyakan generatif maupun vegetatif. Selain itu juga dilakukan perbaikan kualitas
tumbuhan dengan cara teknik sambung pucuk, persilangan, dan induksi mutasi. Dengan
demikian diharapkan hasil yang diperoleh dapat menambh kenekaragaman hayati yang
bernilai ekonomi tinggi serta mudah untuk dimanfaatkan dan dikembangkan oleh
masyarakat.

C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEBARAN FLORA DAN FAUNA


1. Iklim
Matahari merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Sinar
matahari di TNGGP dan Kebun Raya Cibodas dapat kita rasakan terlihat penyinaran
matahari nya yang relatif sedang, yang artinya penyinaran matahari tidak terlalu tinggi
xx
dan tidak terlalu rendah. Cahaya matahari merupakan salah satu dari beberapa unsur
kehidupan. Oleh karena itu sangat penting juga untuk pertumbuhan flora dan fauna
yang ada dikawasan TNGGP dan Kebun Raya Cibodas.
Salah satu yang berpengaruh terhadap persebaran flora dan fauna juga adalah suhu.
Adapun sumber panas di permukan bumi berasal dari sinar matahari pancaran sinar
matahari pada dasarnya dipancarkan secara merata, namun karena ada perbedaan
lintang, awan, dan ketinggian menyebabkan suhu menjadi berbeda disetiap tempat.
Kelembapan udara merupakan perbandingan antara banyaknya uap air yang
terkandung dalam udara. Semakin besar kelembapan udara semakin banyak uap air
yang terkandung di dalamnya. Sudah jelas bahwa air sangat berperan penting dalam
keberlangsungan kehidupan flora, fauna dan manusia.
Angin lebih banyak berperan untuk flora, faktor angin berfungsi untuk membentuk
CO2 dan memindahkan uap air dan kelembaban dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Faktor ini juga sangat berperan penting dalam proses penyerbukan dan penyebaran biji-
bijian yang akan menjadi tumbuhan baru. Yang terakhir adalah Curah hujan. Curah
hujan yang tinggi dan membuat vegetasi rapat, formasi batuan poros, potensi air
tersimpan dalam pori-pori batuan.

2. Fisiografi
Faktor topografi meliputi ketinggian dan kemiringan lahan. Ketinggian suatu
tempat erat kaitannya dengan perbedaan suhu yang akhirnya menyebabkan pula
perbedaan kelangasan udara. Diantara daerah yang mempunyai ketinggian yang
berbeda, akan ditumbuhi oleh vegetasi yang jenisnya berbeda pula karena vegetasi
tumbuhan maupun hewan mempunyai tingkat adaptasi yang berlainan. Oleh karena itu
kita mengenal flora dan fauna yang khas di daerah-daerah dengan ketinggian tertentu.
Karena TNGGP dan Kebun Raya Cibodas memiliki ketinggian yang hampir sama,
maka persebaran flora dan fauna yang dimilikinya sangat khas dan tidak semua dapat
ditemukan di beberapa daerah.

3. Edafik
Faktor edafik adalah faktor tanah yang ditempati oleh hewan dan tumbuhan, tanah
yang subur akan memberikan dampak yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Selain
itu, hewan juga akan lebih mudah menemukan makanan jika tanaman disekitarnya
tumbuh subur dan berbuah lebat. Seperti pada TNGGP dan Kebun Raya Cibodas yang
memiliki jenis tanah yang subur sehingga pertumbuhan flora sangat baik dan
mendukung dan tingkat kesuburan tanah berpengaruh terhadap persebaran tumbuhan.

4. Geologis
Kondisi geologi berasal dari bentukan asal vulkanik dari erupsi gunung gede
pangrango. Material erupsi membentuk formasi batuan (breksi, lava, dan endapan)
didukung dengan curah hujan yang tinggi dan membuat vegetasi rapat, formasi batuan
poros. Gunung Gede dan Gunung Pangrango merupakan bagian dari rangkaian gunung

xxi
berapi yang membujur dari Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara, dan terbentuk sebagai
akibat pergerakan lapisan kulit bumi secara terus menerus selama periode kegiatan
geologi yang tidak stabil. Kedua gunung ini terbentuk selama periode kuarter, sekitar
tiga juta tahun lalu, dan dalam skala waktu geologi keduannya termasuk ke dalam
golongan muda.
Gunung Gede merupakan gunung api yang aktif, sedangkan Gunung Pangrango
dinyatakan gunung api yang mati. Menurut catatan vulakonologi, letusan Gunung Gede
pertama kali terjadi pada tahun 1747, kemudian berturut-turut terjadi letusan pada
tahun 1840, 1852, 1886, 1947, 1957. Letusan-letusannya, mengakibatkan batuan di
kawasan ini termasuk batuan vulkanik, yaitu batuan vulkanik kuarter Gunung
Pangrango dan batuan vulkanik tersier Gunung Gede. Batuan vulaknik Gunung
Pangrango yaitu (a) formasi Ovpo (endapan tua, lahar dan lava, basal andesit dengan
oligoklas-andesin, labradorit, olivine, piroksen, dan horenblenda) yang menyebar pada
bagian Utara, Barat Laut, dan Barat Daya; dan (b) formasi Ovpy (endapan muda, lahar
dan bersusunan endesit) pada bagian Barat.

5. Manusia
Faktor manusia memiliki peran yang sangat besar untuk menentukan kehidupan
hewan dan tumbuhan. Salah satu sifat manusia yang mencoba merusak flora juga
mengganggu fauna menjadi penyebab hilangnya asli suatu makhluk hidup. Salah satu
ulah manusia yang membuat hilangnya habitat adalah maraknya pembalakan liar
membababt hutan membuat binatang sulit untuk mencari makan dan bertahan hidup.
Akibatnya banyak hewan yang mulai punah dan masuk ke dalam hewan yang
dilindungi. Dampak dari hutan gundul sangat besar terhadap kehidupan flora dan fauna.
Namun faktor manusia di TNGGP dan Kebun Raya Cibodas tidak memiliki
perbuatan yang negatif. Karena peran manusia disana sangat baik, sehingga tidak
ditemukan perbuatan yyang dapat merusak dang mengganggu flora fauna. Lalu
masyarakat disana juga sangat mendukung untuk keberlangsungan konservasi. Selain
itu peran manusia disana sangat membantu untuk pelestarian TNGGP dan Kebun Raya
Cibodas.

xxii
BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan
Ruang terbuka hijau umumnya terdiri dari berbagai tanaman atau vegetasi yang
telah dipilih sehingga sesuai dengan area serta untuk tujuan area yang direncanakan
sebelumnya. Sementara itu, vegetasi biasanya berisi berbagai tanaman yang
berinteraksi satu sama lain, baik di antara setiap jenis vegetasi itu sendiri maupun
dengan sistem yang tumbuh secara dinamis di sekitar area.
Berdasarkan fungsi utama pada umumnya bahwa fungsi tanaman sebagai
kontrol visual, hambatan fisik, kontrol iklim, kontrol erosi, dan nilai-nilai estetika.
Selain itu, vegetasi memiliki beberapa faktor penting hutan kota seperti kebun, area
hijau, tepi sungai, lapangan olahraga, dan pemakaman juga perlu menjadi perhatian.
Secara keseluruhan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Kebun Raya
Cibodas memiliki banyak variasi flora dan fauna yang harus kami lestarikan. Di
kawasan TNGGP memiliki satwa endemik yaitu Owa Jawa, juga memiliki beragam
flora diataranya Saninten, Panggang Cucuk, Panggang Rante, Nangsi, Muncang
Kemiri Cina, Kileho Badak/Gede, Bunga Terompet/Bunga Kecubung, Palem Hejo,
Honje Hutan Besar/Tepus, Palem Bingbin, Tunjung/Cempaka Gondok, Beleketebe
dan lain sebagainya.
Selain itu di kawasan Kebun Raya Cibodas juga memiliki banyak variasi flora,
salah satunya adalah paku-pakuan, terdapat berbagai jenis tanaman paku-pakuan yang
dimiliki oleh Kebun Raya Cibodas. Keberadaan kedua kawasan tersebut membantu
untuk menjaga flora dan fauna. Jika dilihat dari faktor yang mempengaruhi persebaran
flora dan fauna, yang pertama adalah iklim. Keadaan iklim di TNGGP dan kebun Raya
Cibodas berpengaruh terhadap persebaran flora dan fauna, semakin baik penyinaran
matahari maka persebaran flora dan fauna juga akan banyak yang terjaga, selain itu
suhu udara relatif dingin karena berada di ketinggian, dan faktor-faktor klimatik
lainnya yang mendukung persebaran flora dan fauna.

Fisiografi juga mempengaruhi persebaran flora dan fauna, di TNGGP dan Kebun
Raya Cibodas memiliki ketinggian dan kemiringan lereng yang mendukung untuk
persebaran flora dan fauna. Lalu terdapat faktor edafik, keadaan tanah yang membuat
berhasil tumbuhnya tanaman dengan subur, untuk itu keadaan tanah di TNGGP dan
Kebun Raya Cibodas yaitu subur sehingga pertumbuha nya subur. Faktor selanjutnya
adalah geologis, dari faktor geologis TNGGP dan Kebun Raya Cibodas yang sangat
mendukung untuk persebaran flora dan fauna. Selanjutnya adalah faktor manusia.
Peran manusia di TNGGP dan Kebun Raya Cibodas memiliki peranan sangat penting
dan juga sangat membantu untuk tumbuhnya flora dan fauna. Karena jika banyak
ditemukan manusia yang ingin merusak kawasan tersbut maka akan berdampak pada
flora dan fauna.

xxiii
2. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya kami akan
lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang laporan diatas dengan sumber-
sumber yng lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggungjawabkan. Untuk saran
bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap
kesimpulan dari bahasan laporan yang telah di jelaskan. Dan kami sangat memerlukan
referensi yang lebih banyak untuk bahan pembuatan laporan ini. Maka dari itu mohon
maaf jika masih jauh dari kata sempurna.

xxiv
DAFTAR PUSTAKA

PENDAHULUAN. (2008). Strategi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)


dalam Pengembangan Promosi Kegiatan potensi ekowisata. 123456789/9038/8.
https://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Nasional_Gunung_Gede_Pangrango

Ir.Agus Maulana, D. S. (2015). Selayang Pandang Taman Nasional Gunung Gede


Pangrango. 978-979-8698-25-5
Prof. Dr. Wanjat Kastolani, M. Pd, Iwan Setiawan, Kusnadi, Beta Paramita. (2018).
Vegetation Dispersion in Green Open Space of Universitas Pendidikan Indonesia. Diakses
pada agustus 2019
Yudi Syafrudin, T. S. (2016). Keanekaragaman dan Potensi Paku di Taman Nasional
Gunug Gede Pangrango Cianjur (TNGGP). Ekologia, 24-31.
M.Republika. (2017, April Rabu). Kenaikan Suhu Jadi Ancaman Kebun Raya Cibodas.
Di akses pada tanggal 07 Mei 2019.

xxv

Anda mungkin juga menyukai