UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEOLOGI
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI
ACARA II GRANULOMETRI (ROUNDNESS)
LAPORAN
OLEH :
NABILA SALSABILLA
F12121105
PALU
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sedimentologi adalah studi tentang proses transportasi dan pengendapan
material sedimen yang terakumulasi di lingkungan kontinen dan laut hingga
membentuk batuan sedimen. Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan
material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu
cekungan. Sedangkan batuan sedimen adalah suatu batuan yang terbentuk dari
hasil proses sedimentasi, baik secara mekanik maupun secara kimia dan
organik.
Sedimentologi digunakan dalam berbagai bidang, dapat digunakan dalam
pemanfaatan sumber daya maupun perekayasaan lingkungan. Banyak ahli
geologi yang beral dari industri perminyakan dan dari berbagai jenis usaha
tambang lainnya. Analisis ukuran butir (roughness) adalah metode pengukuran
kekasaran permukaan suatu benda atau material. Metode ini digunakan untuk
menentukan karakteristik dari permukaan, seperti kemulusan, kekasaran, dan
pola permukaan.
Dasar dari analisis ukuran butir berasal dari kebutuhan industri untuk
mengukur kekasaran permukaan dengan cara yang lebih objektif dan
konsisten. Sebelumnya, pengukuran kekasaran permukaan dilakukan secara
visual atau dengan menggunakan alat sederhana seperti penggaris, yang tidak
memberikan hasil yang akurat dan dapat dipercaya.
Dalam industri, permukaan yang kasar dapat mempengaruhi kinerja suatu
produk, seperti daya gesekan, daya tahan terhadap aus, dan kemampuan untuk
mempertahankan lapisan pelindung. Oleh karena itu, penting untuk dapat
mengukur kekasaran permukaan secara akurat untuk menentukan kualitas dan
performa produk.
Metode analisis kuran butir pertama kali dikembangkan pada awal abad ke-
20 oleh para peneliti seperti Profesor Arthur Beverly dan Dr. Harold von Finck
di Inggris dan Jerman. Metode ini kemudian terus dikembangkan dan
digunakan secara luas di berbagai industri, termasuk otomotif, manufaktur dan
teknik sipil. Saat ini, standar internasional telah dikembangkan untuk
pengukuran kekasaran permukaan, seperti ISO 4287 dan ASME B46.1
Oleh karena itu, praktikum sedimentologi ini dibuat agar praktikan dapat
mengetahui apa saja yang dipelajari di dalam sedimentologi dan ruang lingkup
sedimentologi secara keseluruhan sebagai bagian dari ilmu geologi.
1.2 Tujuan
Tujuan pada praktikum kali ini yaitu:
- Untuk mengetahui cara menganalisis kebundaran batuan
- Untuk mengetahui proses geologi yang terjadi berdasarkan kebundaran
batuan
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu:
- Pulpen
- Pensil
- Penghapus
- Penggaris
- Jangka
- Milimeter blok
- Kalkulator
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu:
- Tabel analisa roudness
- Sampel fragmen batuan konglomerat
- Sampel fragmen batuan breksi.
3.1 Hasil
Sampel Konglomerat
Sampel 1 Sampel 2
Sampel 3 Sampel 4
Sampel 5 Sampel 6
Sampel 7 Sampel 8
Sampel 9 Sampel 10
Sampel 11 Sampel 12
Sampel 13 Sampel 14
Sampel 15
Perhitungan Konglomerat
1. R = 1,55
(r1 = 0,5),(r2 = 0,75),(r3 = 0,9)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
2,15 1 2,15
= 𝑥 = = 0,46
3 1,55 4,65
Sub-rounded (Wadell, 1932)
2. R = 1,55
(r1 = 0,65),(r2 = 0,5),(r3 = 0,6),(r4 = 0,3),(r5 = 0,5)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
2,55 1 2,55
= 𝑥 = = 0,33
5 1,55 7,75
Sub-angular (Wadell, 1932)
3. R = 1,55
(r1 = 0,9),(r2 = 0,8),(r3 = 0,6)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
2,3 1 2,3
= 𝑥 = = 0,49
3 1,55 4,65
Rounded (Wadell, 1932)
4. R = 1,55
(r1 = 0,7),(r2 = 0,7),(r3 = 0,6),(r4 = 0,7)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
2,7 1 2,7
= 𝑥 = = 0,43
4 1,55 6,2
Sub-rounded (Wadell, 1932)
5. R = 1
(r1 = 0,25),(r2 = 0,4),(r3 = 0,6)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
1,25 1 1,25
= 𝑥 = = 0,41
3 1 3
Sub-rounded (Wadell, 1932)
6. R = 1,3
(r1 = 0,45),(r2 = 0,45),(r3 = 0,4),(r4 = 0,75)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
2,05 1 2,05
= 𝑥 = = 0,39
4 1,3 5,2
Sub-rounded (Wadell, 1932)
7. R = 1,3
(r1 = 0,4),(r2 = 0,4),(r3 = 0,3),(r4 = 0,9)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
2 1 2
= 𝑥 = = 0,38
4 1,3 5,2
Sub-rounded (Wadell, 1932)
8. R = 1,1
(r1 = 0,4),(r2 = 0,4),(r3 = 0,5)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
1,3 1 1,3
= 𝑥 = = 0,39
3 1,1 3,3
Sub-rounded (Wadell, 1932)
9. R = 0,9
(r1 = 0,3),(r2 = 0,5),(r3 = 0,8)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
1,6 1 1,6
= 𝑥 = = 0,59
3 0,9 2,7
Rounded (Wadell, 1932)
10. R = 1,5
(r1 = 0,55),(r2 = 0,45),(r3 = 0,8),(r4 = 0,4)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
2,2 1 2,2
= 𝑥 = = 0,36
4 1,5 6
Sub-rounded (Wadell, 1932)
11. R = 1,05
(r1 = 0,3),(r2 = 0,25),(r3 = 0,7)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
1,25 1 1,25
= 𝑥 = = 0,39
3 1,05 3,15
Sub-rounded (Wadell, 1932)
12. R = 1,3
(r1 = 0,35),(r2 = 0,35),(r3 = 0,6),(r4 = 0,25)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
1,55 1 1,55
= 𝑥 = = 0,29
4 1,3 5,2
Sub-angular (Wadell, 1932)
13. R = 1,3
(r1 = 0,2),(r2 = 0,2),(r3 = 0,15),(r4 = 0,65),(r5 = 0,7),(r6 = 0,5)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
2,4 1 2,4
= 𝑥 = = 0,30
6 1,3 7,8
Sub-angular (Wadell, 1932)
14. R = 1,55
(r1 = 1,05),(r2 = 1,05),(r3 = 0,3)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
2,4 1 2,4
= 𝑥 = = 0,51
3 1,55 4,65
Rounded (Wadell, 1932)
15. R = 1,55
(r1 = 0,5),(r2 = 0,7),(r3 = 0,8),(r4 = 0,5)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
2,5 1 2,5
= 𝑥 = = 0,40
4 1,55 6,2
Sub-rounded (Wadell, 1932)
Sampel Breksi
Sampel 1 Sampel 2
Sampel 3 Sampel 4
Sampel 5 Sampel 6
Sampel 7 Sampel 8
Sampel 9 Sampel 10
Sampel 11 Sampel 12
Sampel 13 Sampel 14
Sampel 15
Perhitungan Breksi
1. R = 1,3
(r1 = 0,25),(r2 = 0,65),(r3 = 0,35),(r4 = 0,25),(r5 = 0,3),(r6 = 0,45)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
2,25 1 2,25
= 𝑥 = = 0,28
6 1,3 7,8
Sub-angular (Wadell, 1932)
2. R = 1,6
(r1= 0,25),(r2= 0,3),(r3= 0,3),(r4= 0,2),(r5= 0,15),(r6= 0,15),(r7= 0,3)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
1,65 1 1,65
= 𝑥 = = 0,14
7 1,6 11,2
Very angular (Wadell, 1932)
3. R = 1,3
(r1 = 0,55),(r2 = 0,25),(r3 = 0,3),(r4 = 0,25),(r5 = 0,45)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
1,8 1 1,8
= 𝑥 = = 0,27
5 1,3 6,5
Sub-angular (Wadell, 1932)
4. R = 1,3
(r1= 0,25),(r2= 0,2),(r3= 0,2),(r4= 0,4),(r5= 0,35),(r6= 0,25),(r7= 0,3)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
1,95 1 1,95
= 𝑥 = = 0,21
7 1,3 9,1
Angular (Wadell, 1932)
5. R = 1,05
(r1 = 0,25),(r2 = 0,4),(r3 = 0,4),(r4 = 0,5)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
1,55 1 1,55
= 𝑥 = = 0,36
4 1,05 4,2
Sub-rounded (Wadell, 1932)
6. R = 1,3
(r1 = 0,6),(r2 = 0,3),(r3 = 0,3),(r4 = 0,6),(r5 = 1)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
2,8 1 2,8
= 𝑥 = = 0,43
5 1,3 6,5
Sub-rounded (Wadell, 1932)
7. R = 0,8
(r1= 0,3),(r2= 0,2),(r3= 0,3),(r4= 0,2),(r5= 0,3),(r6= 0,4),(r7= 0,2)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
1,9 1 1,9
= 𝑥 = = 0,33
7 0,8 5,6
Sub-angular (Wadell, 1932)
8. R = 1
(r1 = 0,8),(r2 = 0,25),(r3 = 0,4),(r4 = 0,2),(r5 = 0,2),(r6 = 0,2)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
2,05 1 2,05
= 𝑥 = = 0,34
6 1 6
Sub-angular (Wadell, 1932)
9. R = 1,3
(r1 = 0,6),(r2 = 0,3),(r3 = 0,25),(r4 = 0,25),(r5 = 0,25),(r6 = 0,3)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
1,95 1 1,95
= 𝑥 = = 0,25
6 1,3 7,8
Sub-angular (Wadell, 1932)
10. R = 1,15
(r1 = 0,25),(r2 = 0,25),(r3 = 0,3),(r4 = 0,4),(r5 = 0,35),(r6 = 0,35)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
1,9 1 1,9
= 𝑥 = = 0,27
6 1,15 6,9
Sub-angular (Wadell, 1932)
11. R = 0,8
(r1 = 0,2),(r2 = 0,2),(r3 = 0,25),(r4 = 0,2),(r5 = 0,15),(r6 = 0,4)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
1,4 1 1,4
= 𝑥 = = 0,29
6 0,8 4,8
Sub-angular (Wadell, 1932)
12. R = 0,95
(r1 = 0,35),(r2 = 0,25),(r3 = 0,25),(r4 = 0,3),(r5 = 0,2),(r6 = 0,35)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
1,7 1 1,7
= 𝑥 = = 0,29
6 0,95 5,7
Sub-angular (Wadell, 1932)
13. R = 1,9
(r1= 0,3),(r2= 0,3),(r3= 0,5),(r4= 0,5),(r5= 0,3),(r6= 0,7),(r7= 0,7),(r8= 0,9)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
4,2 1 4,2
= 𝑥 = = 0,27
8 1,9 15,2
Sub-angular (Wadell, 1932)
14. R = 0,9
(r1 = 0,5),(r2 = 0,3),(r3 = 0,5),(r4 = 0,45),(r5 = 0,4),(r6 = 0,35)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
2,5 1 2,5
= 𝑥 = = 0,46
6 0,9 5,4
Sub-rounded (Wadell, 1932)
15. R = 1
(r1= 0,25),(r2= 0,35),(r3= 0,35),(r4= 0,25),(r5= 0,3),(r6= 0,15),(r7= 0,15)
∑𝑟 1 ∑𝑟
𝑅𝑤 = 𝑥 =
𝑁 𝑅 𝑁𝑅
1,8 1 1,8
= 𝑥 = = 0,25
7 1 7
Angular (Wadell, 1932)
3.2 Pembahasan
Konglomerat
Berdasarkan analisis ukuran butir pada sampel 1,4,5,6,7,8,10,11, dan 15
memiliki klasisikasi kebundaran sub-rounded Proses pembentukan butir
sedimen yang berbentuk sub-rounded terjadi ketika butir sedimen tersebut
mengalami abrasi dan transportasi, namun tidak seintensif butir sedimen yang
mengalami proses pembentukan butir yang benar-benar bulat (rounded). Hal
ini dapat terjadi karena butir sedimen yang berukuran besar dan memiliki
sudut yang tajam, lebih tahan terhadap abrasi daripada butir sedimen yang
lebih kecil atau memiliki sudut yang lebih halus. Butir sedimen yang lebih
besar dan memiliki sudut yang tajam cenderung lebih lambat mengalami
pengikisan dan lebih resisten terhadap proses transportasi yang intensif.
Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi proses pembentukan butir
sedimen yang sub-rounded. Misalnya, lingkungan pengendapan yang kurang
turbulent dan memiliki energi transportasi yang lebih rendah, seperti
lingkungan danau atau laut dalam, dapat menghasilkan butir sedimen yang
sub-rounded.