Regulasi Anti Dumping dalam Perdagangan Internasional
A. Pengertian dan Landasan Hukum Dumping dan Anti Dumping
1. Pengertian Dumping dan Anti Dumping Istilah dumping sering dipergunakan dalam istilah perdagangan internasional yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh produsen atau eksportir yang melaksanakan penjualan barang/komoditi di luar negeri atau negara lain dengan harga yang lebih rendah dari harga barang sejenis baik di dalam negeri pengekspor (ekportir) maupun di negara pengimpor (importer) sehingga mengakibatkan kerugian bagi negara pengimpor. Dalam konteks hukum perdagangan internasional dumping merupakan suatu bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor, yang menjual barangnya dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atas produk ekspor tersebut. Berangkat dari hal tersebut, maka dibuat sebuah tindakan yang berfungsi untuk mengantisipasi praktek dumping yaitu Anti Dumping. Anti Dumping adalah suatu tindakan balasan yang diberikan oleh negara pengimpor terhadap barang dari negara pengekspor yang melakukan dumping.
2. Landasan Hukum Anti Dumping
Anti Dumping diatur dalam Article VI General Agreement on Tariff and Trade (GATT) 1947. Indonesia telah memiliki prangkat hukum Anti Dumping, baik berupa peraturan perundang undangan maupun komite Anti Dumping. Beberapa diantaranya ialah: a. Undang Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang dalam pasal 18-20 diatur tentang Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan b. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan c. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. dsb
B. Regulasi Anti Dumping Menurut Ketentuan GATT-WTO dan Tata Hukum
Indonesia 1. Ketentuan Umum Anti Dumping dalam GATT – WTO Ketentuan Anti Dumping dalam Article VI GATT 1947 hanya diatur mengenai kriteria perhitungan pajak Anti Dumping yang masih bersifat umum. Oleh karena itu kemudian diupayakan adanya ketentuan yang lebih rinci secara lengkap yang disepakati dalam pada Putaran Tokyo (1979) melalui Agreement on Implementation of Article VI GATT. Ketentuan tersebut adalah sebagai berikut: a. Penjualan barang di negara importer di bawah harga normal (LTFV) b. Menimbulkan kerugian materiil (materiil injury) 2. Indikator yang digunakan dalam menganalisis Dumping Selain mengacu pada peraturan internasional yaitu Anti Dumping Code (Article VI GATT 1994), juga mengacu ketentuan nasional antara lain Undang Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Ada beberapa variable variable penentu terjadinya praktik dumping yaitu sebagai berikut : a. Adanya barang sejenis (like product) Menurut pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, “barang sejenis” adalah “barang produksi dalam negeri yang identik atau sama dalam segala hal dengan barang impor atau barang yang memiliki karakteristik menyerupai barang yang diimpor” harus dilakukan analisis dengan mempertimbangkan berbagai aspek yakni: 1) Apakah barang tersebut penggunaanya sama 2) Apakah kedua barang tersebut dapat saling menggantikan 3) Apakah pola distribusi kedua barang tersebut sama 4) Apakah kedua barang tersebut dibuat dengan menggunakan fasilitas produksi dan keahlian yang sama 5) Factor mengenai harga, yaitu bagaimana perbandingan harga kedua barang tersebut. b. Penentuan margin dumping c. Penentuan nilai normal (normal value) d. Penentuan harga ekspor (export price) e. Adanya kerugian (injury) f. Adanya industry dalam negeri (domestic industry) 3. Kriteria Produk yang mengandung Dumping Article IV GATT 1994 pada prinsipnya telah memberikan kriteria umum bahwa dumping yang dilarang adalah dumping yang dapat menimbulkan kerugian materiil baik terhadap industry yang sudah berdiri (to an establishment industry) maupun telah menimbulkan hambatan pada pendirian industry domestic (the establishment of domestic industry). Dumping dapat dikategorikan menjadi tiga unsur sebagai berikut: a. Produk dari suatu negara yang diperdagangkan oleh negara lain dijual denga nharga yang lebih rendah harga normal (Less than normal value) atau disebut dengan “less than fair value” (LTFV) b. Akibat dari diskriminasi harga tersebut yang menimbulkan kerugian materiil terhadap industry telah berdiri atau menjadi halangan terhadap pendirian industry dalam negeri. c. Adanya hubungan kausal antara penjual barang impor yang LTV dengan kerugian yang diderita oleh negara pengimpor. Untuk menentukan dan mengantisipasi praktik dumping harus memenuhi beberapa kriteria sebagaimana dimaksud dan ditegaskan dalam Article VI GATT 1994 yang dapat dirinci sebagai berikut: a. Penentuan Dumping (the Determination of Dumping) Diatur dalam bab I yang menyatakan bahwa suatu produk dianggap sebagai dumping apabila dalam perdagangan antarnegara, produk tersebut dijual di bawah nilai normal yaitu: 1) Harga dari produk serupa (like product) di pasar dalam negeri negara pengekspor 2) Apabila tidak ada harga dalam negeri pengimpor yang dapat dibandingkan di negara pengekspor, maka harga normal adalah ex factory price yang berasal dari perhitungan harga produk sejenis di negara tersebut yang diekspor ke negara ketiga 3) Ongkos produksi di negara asal ditambah biaya administrasi, biaya pemasaran, dan keuntungan normal adalah dengan menggunakan definisi nomor 1a , namun apabila penjualan dalam negeri di negara pengekspor sangat kecil (jarang) atau harga dalam negeri tidak relevan, misalnya produk tersebut dijual oleh perusahaan negara di negara yang menganut non market economy dapat menggunakan definisi 1b atau 1. b. Menimbulkan Kerugian (injury) di dalam negeri Negara Pengimpor. Penentuan Kerugian dalam Article VI GATT 1994 didasarkan pada bukti bukti positif dan melibatkan pengujian objektif mengenai: 1) Volume produk impor harga dumping dan dampaknya terhadap harga harga pasar dalam negeri untuk produk sejenis dan 2) Dampak impor itu terhadap produsen dalam negeri yang menghasilkan produk sejenis c. Adanya hubungan kausal (causal link) Hubungan kausal antara praktik dumping yang dilakukan dengan akibat kerugian (injury) yang terjadi. Adanya praktik Dumping dalam Impor harus dibuktikan sebagai penyebab terjadinya kerugian. Hubungan sebab akibat antara impor dumping dengan kerugian industry dalam negeri negara pengimpor harus didasarkan pada pengujian semua bukti adanya indikasi dumping.
4. Jenis atau Tipe Dumping
Menurut Robert Wilig ada 4 tipe dumping yang dilihat dari tujuan eksportir, kekuatan pasar dan struktur pasar impor: a. Market Expansion Dumping b. Cylical Dumping c. State Trading Dumping d. Strategic Dumping e. Predatory Dumping
5. Implikasi Dumpling bagi Negara Pengimpor
Menurut Mohtar Mas’oed dalam Yulianto Syahyu, praktik dumping sebagai salah satu fenomena dalam perdagangan internasional dapat merusak solidaritas negara negara yang tergabung dalam WTO terutama negara negara dunia ketiga, hal ini dapat dipahami sebagai perubahan yang terjadi dalam system ekonomi politik global, terutama dalam perdagangan internasional, baik terhadap pihak importir maupun eksportir. Bahwa dampak dari kegiatan dumping akan menimbulkan efek pada perekonomian nasional dari suatu negara, baik negara pengekspor, pengimpor, maupun negara negara ketiga yang memproduksi dengan mengekspor barang sejenis.
C. Pelaksanaan Tindakan Anti Dumping
Untuk dapat melaksanakan tindakan Anti Dumping, Indonesia telah mempunyai suatu perangkat hukum Anti Dumping yaitu antara lain: Undang Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang kemudian diubah dengan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006, Undang Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan dsb. Pelaksanaan ketentuan ketentuan Anti Dumping di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Penyelidikan dan Pembuktian Dumping a. Model/Cara penyelidikan Dumping 1) Penyelidikan berdasarkan Permohonan 2) Penyelidikan berdasarkan inisiatif dari KADI b. Prosedur dan Tahapan Penyelidikan Dumping 1) Pengajuan Permohonan Penyelidikan a) Persyaratan Permohonan Secara Formil b) Persyaratan Permohonan Secara Materiil c) Pemberitahuan Penyelidikan Kepada Negara Pengekspor d) Penyelidikan Pendahuluan e) Penyelidikan Lanjutan terhadap Dokumen, Bukti dan Informasi Dumping f) Laporan Akhir Hasil Penyelidikan 2. Pengenaan Tindakan Sementara Bea Masuk Anti Dumping Keputusan pengenaan “Bea Masuk Anti Dumping (Anti Dumping Duties)” ditentukan oleh pihak yang berwenang (Komisi Anti Dumping) dari negara pengimpor. Bea masuk dapat dikenakan untuk jangka waktu lima tahun apabila dalam jangka waktu tersebut tetap terjadi dumping dan injury. Adapun Bea Masuk Anti Dumping sementara (provisional duties) dapat diterapkan untuk jangka waktu empat sampai sembilan bulan, tergantung pada keadaannya, dengan persyaratan sebelumnya telah ditemukan adanya dumping dan injury. Pengenaan tindakan sementara dalam hal Anti Dumping ditegaskan dalam Pasal 1 angka 19 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, yang mana maksud dari Tindakan Sementara adalah tindakan yang diambil untuk mencegah berlanjutnya kerugian dalam masa penyelidikan berupa pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Sementara dan Bea Masuk Imbalan Sementara.
3. Pengenaan Tindakan Penyesuaian
Tindakan Penyesuaian adalah suatu tindakan berupa penyesuaian harga ekspor atau penghentian ekspor barang Dumping yang dapat ditawarkan oleh eksportir dan/atau eksportir produsen atau KADI sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. 4. Pengamanan Bea Masuk Anti Dumping Tetap Berdasarkan pasal 1 angka 21 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, bahwa “ Bea Masuk Anti Dumping adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang Dumping yang menyebabkan kerugian” Bea Masuk Anti Dumping dikenakan dengan pertimbangan untuk kepentingan nasional juga dijelaskan dalam pasal 25. 5. Peninjauan Kembali (Review) Bea Masuk Anti Dumping Bea Masuk Anti Dumping dikenakan paling lama sejak keputusan pengenaannya. Setelah tahun pertama BMAD, KADI dapat melakukan tindakan sebagai, menerima, mengadili, dan memutuskan permohonan peninjauan kembali pengenaan BMAD yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan. Pengenaan BMAD dapat ditinjau kembali yang mana hal ini ditegaskan dalam Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. Adapun macam peninjauan kembali (review) sebagaimana ditegaskan dalam pasal 31 ayat (2) ialah sebagai berikut: a. Interim Review 1) Pengajuan Penyelidikan Interim Review 2) Pelaksanaan Penyelidikan Interim Review b. Sunset Review 1) Pengajuan Sunset Review 2) Pelaksanaan Penyeledikan Sunset Review 6. Lembaga Lembaga Pelaksanaan Anti Dumping 1) Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) 2) Menteri Perdagangan Republik Indonesia 3) Menteri Keuangan Republik Indonesia 4) Direktur Jenderal Bea dan Cukai 5) Badan Penyelesaian Sengketa Pajak 6) Direktorat Pengamanan Perdagangan (DPP)
D. Pembaruan Peraturan Anti Dumping untuk Menghadapi Praktik Dumping dan
Tuduhan Dumping Perangkat hukum yang ada yang dijadikan pedoman dalam melakukan tuduhan dan pembelaan terhadap praktik dumping serta pengenaan bea masuk masih berupa Peraturan Pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Anti Dumping, Bea Masuk Imbalan, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang kemudian diubah dengan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006 serta Undang Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Berikut adalah beberapa permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam menangani kasus dumping di Indonesia, maupun dalam upaya perlindungan terhadap produk ekspor Indonesia dari tuduhan di luar negeri: 1. Tuduhan Dumping terhadap Produk Impor di Indonesia Berdasarkan data laporan dari Komite Anti Dumping Indonesia, Departemen Perindustrian dan Perdagangan bahwa, ada 8 produk impor dari 15 negara yang dituduh melakukan dumping oleh produsen Indonesia sehingga akan diajukan untuk dikenakan Anti Dumping,yaitu: polyester staple fiber, carbon black, HRC/plate, wire not, newsprint whit, tin plat, ampicillin, trihydrate dan amoxicillin trihydrate dan I beam & H beam. 2. Tuduhan Dumping terhadap Produk Ekspor Indonesia di Luar Negeri Kasus lain yang dapat dijadikan contoh anatara lain tuduhan dumping pada produk tekstil yang meliputi cotton fibre dan polyester fibre. Kedua produk tekstil tersebut terkena tuduhan dumping berdasarkan pengaduan tertulis yang diajukan Eurocotton