Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Evaluasi adalah suatu metode penelitian yang sistematis untuk menilai


rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program (Chelimsky : 1989). Evaluasi
banyak memberikan manfaat dan kontribusinya informasi maupun data tentang suatu
program apakah program tersebut masih layak untuk dijalankan, apakah program
tersebut perlu perbaikan, atau program tersebut tidak layak lagi dilaksanakan dan harus
diganti.

Pengertian Evaluasi dari beberapa tokoh:

Djaali, Mulyono dan Ramli (2000) evaluasi adalah sebagai proses menilai sesuatu
berdasarkan standar objektif yang telah ditetapkan kemudian diambil keputusan atas
objek yang dievaluasi.

Menurut Stufflebeam (1971) evaluasi diartikan sebagai the process of delineating,


obtaining, and providing useful information for judging decision alternative. Menurut
Worthen & Sanders (1973) evaluasi mencakup bagaimana memperoleh informasi untuk
mempertimbangkan nilai/manfaat dari suatu program, produk, prosedur, atau tujuan,
atau kegunaan potensial dari pendekatan-pendekatan alternatif yang didesain untuk
mencapai tujuan spesifik.

Menurut Kaufman & Thomas (1980) evaluasi adalah suatu usaha dimana
seseorang menggunakan tes dan pengukuran. Tes sendiri diartikan sebagai proses
pengumpulan informasi, dan pengukuran adalah proses dimana data yang terkumpul
dibandingkan dengan sebuah standar. Menurut Menurut Brinkerhoff (1983) evaluasi
didefinisikan sebagai investigasi sistematis terhadap berbagai aspek pengembangan
profesional atau program-program training untuk menilai manfaat atau kegunaan.
Menurut Philips (1991) evaluasi adalah proses sistematis untuk menentukan manfaat,
nilai atau makna sesuatu, evaluasi biasanya menyediakan informasi untuk menentukan
keputusan tentang nasib suatu program.

Evaluasi program diperlukan untuk menentukan apakah program dibutuhkan


dan mungkin untuk dilaksanakan, apakah program tersebut memadai untuk memenuhi
kebutuhan yang telah diidentifikasi, apakah program yang telah dilakukan seperti yang
diharapkan, dan apakah program tersebut sungguh-sungguh membantu orang tetang apa
yang dibutuhkan. dengan kata lain evaluasi program berusaha untuk menyediakan
informasi tentang program (Pasovac & Carey, 1985).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi
program adalah proses sistematis yang mencakup pengumpulan data, membandingkan
dengan ukuran standar tertentu, yang dimaksudkan untuk menilai suatu program dan
menyediakan informasi tentang program untuk membantu pengambil keputusan dalam
memilih pilihan keputusan tentang program tersebut.
Banyak model evaluasi program yang telah dikembangkan oleh para ahli.
Masing-masing model evaluasi mempunyai tujuan dan kegunaan yang berbeda dalam
situasi yang berbeda. Tujuan utama dari model-model tersebut adalah untuk
menyokong dan membantu pengambil keputusan dalam mengambil keputusan
(Kaufman & Thomas, 1980).
Model evaluasi yang dapat penulis temukan ada sebanyak 20 model evaluasi,
yaitu: Scriven’s formative-sumative model, the Kirkpatrick model, the Bell System, the
CIRO model, Saratoga model, the IBM model, Xerox model, CIPP model, CSE-UCLA
model, Stake’s Coutenance model, Tyler’s Goal Attainment model, Provus’s
Discrepancy model, Sriven’s Goal-Free model, Goal Oriented, Decision Oriented
model, Metfessel and Michael model, Transactional model, Adversary model, Stake’s
Responsive model, dan Confirmative model.
Dari ke 20 model yang ada tersebut akan dipaparkan model-model yang
diperlukan untuk mengkonstruk model evaluasi yang dapat digunakan sebagai acuan
untuk mengevaluasi program pendidikan, dan diharapkan hasil dari evaluasi dapat
dijadikan sebagai titik berangkat perencanaan. Model-model tersebut yaitu: formative-
sumative model, Kirkpatrick model, the CIRO model, CIPP model, Provus’s
Discrepancy model.
Dalam kesempatan ini penulis hanya menyajikan tentang evaluasi model
Kirkpatrick dan evaluasi model Provus’s Discrepancy.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka rumusan
masalah dalam tulisan ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi model Kirkpatrick?
2. Apa yang dimaksud dengan evaluasi model provus’s Discrepancy?
3. Bagaimana konsep dan langkah-langkah evaluasi Kirkpatrick dan Provus’s
Discrepancy?

C. Tujuan Pembahasan
Tujuan dari pembahasan tulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui maksud evaluasi model Kirkpatrick.
2. Untuk mengetahui maksud evaluasi model Provus’s Discrepancy
3. Untuk mengetahui konsep dan langkah-langkah evaluasi Kirkpatrick dan
Provus’s Discrepancy.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari pembahasan tulisan ini adalah :
1. Secara teoritis
Bagi pembaca dapat dijadikan khasanah bacaan ilmiah dan rujukan bagi
evaluator yang menggunakan evaluasi model Kirkpatrick dan evaluasi model
Provus’s Discrepancy, dan dapat menambah wawasan mahasiswa dalam
memahami evaluasi model Kirkpatrick dan evaluasi model Provus’s
Discrepancy.
2. Secara praktis
Dapat dijadikan pedoman dalam aplikasi evaluasi model Kirkpatrick dan
evaluasi model Provus’s Discrepancy.
BAB II
PEMBAHASAN

Kemampuan mengukur potensi dengan melakukan evaluasi Dalam pengertian,

evaluator pada tahap awal harus menentukan fokus yang akan dievaluasi dan mendesain

evaluasi yang akan digunakan. Setelah itu dilakukan pengumpulan data, menganalisis

dan membuat interpretasi terhadap data yang terkumpul serta membuat laporan.

Evaluator juga harus melakukan pengaturan terhadap evaluasi dan mengevaluasi apa

yang telah dilakukan dalam melaksanakan evaluasi secara keseluruhan. Berikut akan

dibahas evaluasi model Kirpatrick dan evaluasi model Probus’s Discrapancy yang dapat

diterapkan oleh evaluator.

A. Evaluasi model Kirpatrick

Model ini dikembangkan oleh Donald L. Kirkpatrick. Pada model ini beliau

mengembangkan sebuah kerangka konseptual untuk membantu dalam menentukan apa

yang perlu dikumpulkan. Kerangka konseptual ini memerlukan empat level evaluasi,

dan menjawab empat pertanyaan penting, yaitu:

Level Pertanyaan
1. Reaksi (reaction) Apakah partisipan senang mengikuti program ?
2. Belajar (learning) Apakah partisipan belajar selama program ?
3. Perilaku (behavior) Apakah partisipan mengubah perilakunya berdasarkan apa
yang telah dipelajari ?
4. Hasil (results) Apakah perubahan perilaku secara positif mempengaruhi
organisasi ?

Level reaksi. Pada`level ini mengukur bagaimana reaksi partisipan terhadap

program, yaitu mengukur tingkat kepuasan kustomer. Hal ini tidak saja untuk

mendapatkan reaksi tetapi untuk mendapatkan reaksi positif. Masa depan program

tergantung pada reaksi positif. Jika partisipan tidak bereaksi positif (tidak senang),
mereka mungkin tidak akan termotivasi untuk belajar. Reaksi positif tidak menjamin

belajar, tetapi reaksi negatif untuk akan meredukasi kemungkinan belajar terjadi.

Level belajar. Belajar didefinisikan sebagai sejauhmana partisipan mengubah

perilaku, mengembangakn pengetahuan, dan/atau meningkatkan keterampilan sebagai

hasil dari mengikuti program. Menurut Klikpatrick (1996) adalah tiga hal yang dapat

diatasi dengan adanya program, yaitu: (1) Program yang berkenaan dengan topik

perbedaan yang ada dalam tenaga kerja???? tujuan utama adalah pengubah perilaku; (2)

Program teknikal bertujuan untuk mengembangkan keterampilan; (3) Program yang

berkenaan dengan kepemimpinan, motivasi, dan komunikasi mencakup ketiga tujuan

tersebut. Belajar telah terjadi bila satu atau beberapa hal berikut ini terjadi: perilaku

berubah, pengetahuan meningkat, dan keterampilan berkembang.

Level belajar adalah pengukuran peningkatan di dalam pengetahuan atau


kemampuan intelektual sebelum/setelah belajar pengalaman melalui :

1. Lakukan pengikut latihan belajar tentang apa yang dimaksudkan untuk diajar?

2. Lakukan pengikut latihan mengalami apa diharapkan untuk mereka alami? ????

3. Apa yang merupakan tingkat kemajuan atau perubahan pengikut latihan setelah
pelatihan, di dalam arah atau area yang dimaksudkan?

Secara khas penilaian atau test sebelum/sesudah pelatihan melalui:

1. Wawancara atau Pengamatan dapat digunakan sebelum/setelah walaupun ini


adalah memakan waktu

2. Metoda penilaian perlu untuk berhubungan erat kepada tujuan pelajaran.

3. Pengukuran Dan Analisa adalah hal yang mudah dan memungkinkan pada suatu
kelompok.

4. Membuat angka jelas dan benar, dapat dipercaya, pengukuran perlu untuk
dibentuk secara mapan agar membatasi resiko dari penilaian yang tidak objeksif

5. Hard-Copy, elektronik, online atau mewawancarai penilaian gaya adalah semua


mungkin.
Level perilaku. Pada level ini perilaku didefinisikan sebagai sejauhmana

perubahan tingkah laku telah terjadi karena partisipan mengikuti program. Agar

perilaku yang diharapkan terjadi, maka ada empat kondisi yang diperlukan, yaitu: (1)

perserta harus berkeinginan untuk berubah; (2) harus tahu apa yang dilakukan dan

bagaimana melakukannya; (3) harus bekerja pada iklim yang baik; (4) dan harus diberi

imbalan terhadap perubahan yang terjadi.

Didalam level prilaku ada beberapa hal yang menjadi karakteristik yang harus

dipertanyakan

1. Sejauh mana perubahan prilaku peserta karena partisipan dalam mengikuti


program.

2. Apakah perubahan prilaku terukur dan nyata di dalam aktivitas dan capaian
partisipan pengikut program .

3. Apakah perubahan perilaku dan tingkatan pengetahuan baru mendukung


program?

4. Pengikut latihan/pendukung program mampu memindahkan pelajaran mereka ke


orang lain?

5. Apakah pengikut latihan sadar akan perubahan perilaku prilaku mereka,


perubahan pengetahuan, perubahan tingkatan ketrampilan?

Metode yang dapat digunakan dalam level prilaku adalah:

1. Pengamatan dan mewawancarai dari waktu ke waktu diperlukan untuk menilai


perubahan, keterkaitan perubahan, dan ketahanan perubahan.

2. Penilaian Snapshot sewenang-wenang tidaklah dapat dipercaya sebab orang-orang


berubah jalan berbeda pada berbeda waktu.

3. Penilaian perlu untuk berkelanjutan dan sulit dipisahkan, dan kemudian


mentransfer ke suatu alat analisa pantas.
4. Penilaian perlu untuk dirancang untuk mengurangi penghakiman hubungan
peninjau atau pewawancara, yang mana suatu faktor variabel yang dapat
mempengaruhi keandalan dan konsistensi pengukuran.

5. Pendapat pengikut latihan, yang mana relevan dengan indikator.

6. Penilaian dapat dirancang di sekitar relevan skenario capaian, dan ukuran-ukuran


atau penunjuk prestasi kunci spesifik.

Kepraktisan level prilaku

1. Pengukuran perubahan perilaku adalah lebih sedikit mudah untuk mengukur dan
menginterpretasikan dibanding reaksi dan belajar evaluasi.

2. Sistem Tanggapan sederhana berdasarkan kerjasama dan ketrampilan peninjau,


secara khas line-managers, adalah faktor penting, dan sukar untuk
mengendalikan.

3. Evaluasi implementasi dan aplikasi adalah suatu penilaian yang penting dalam
suatu prilaku.

4. Evaluasi Perubahan Perilaku adalah keterlibatan dan dukungan baik dari manajer
lini atau pengikut latihan,

Level hasil. Hasil didefinisikan sebagai hasil akhir yang terjadi karena

disebabkan partisipan mengikuti program. Hasil akhir dapat mencakup peningkatan

produksi, kualitas meningkat, biaya lebih kecil, frekuensi kecelakaan dan/atau

kekerasan berkurang, penjualan meningkat, keuntungan dan nilai balik investasi

meningkat. Hasil-hasil ini merupakan hal penting yang mendorong untuk

menyelenggarakan program. Oleh karena itu, tujuan final akan kebutuhan program

dinyatakan dalam term seperti ini.


B. Provus’s Discrepancy Model
Pada model ini kesenjangan (discrepancy) diartikan sebagai kesenjangan
antara perangkat standar yang digunakan sebagai dasar penilaian dengan penampilan
aktual murid selama atau setelah program selesai. Standar yang digunakan untuk
penilaian keberhasilan program harus ditentukan pada saat permulaan. Jika kesenjangan
ditemukan, keputusan yang dibuat tentang kesuksesan program mencakup tidak sekedar
perbandingan antara penampilan aktual dan standar, tetapi digunakan untuk membuat
keputusan apakah untuk mengubah standar atau untuk mengubah program (pada
umumnya model evaluasi tidak menyebutkan kemungkinan untuk mengubah standar,
tetapi hanya untuk memperbaiki program (Kaufman & Thomas, 1980).

Provus mengidentifikasi empat langkah-langkah spesifik dari semua program.

1. Langkah Definisi Program

2. Langkah Instalasi Program

3. Langkah Proses Program

4. Langkah Produk Program


Pertama, yaitu analisis kesenjangan yang dilakukan selama fase instalasi. Pada
fase ini pertanyaan yang diajukan adalah apakah program telah diinstalasi seperti yang
perancang maksudkan? Jika kesenjangan ditemukan, sebuah keputusan dibuat apakah
program diteruskan, mengubah instalasi atau menghentikan program.
Kedua, yaitu analisis kesenjangan yang dilakukan selama fase implementasi
sesungguhnya. Analisis ini sama dengan yang disaran oleh evaluasi formatif Scriven.
Pertanyaan yang diajukan pada fase ini adalah apakah program telah berjalan seperti
yang diharapkan? Kesenjangan yang ditemukan pada fase ini dapat menghasilkan
keputusan untuk menentukan alternatif, melanjutkan atau menghentikan program,
tergantung pada besarnya kesenjangan yang diketemukan.
Ketiga, yaitu analisis kesenjangan yang dilakukan setelah program selesai
dilaksanakan. Pertanyaan yang diajukan adalah apakah memenuhi tujuan-tujuan yang
telah direncanakan? Kesenjangan yang ditemukan disini dapat digunakan untuk menilai
manfaat program berkenaan dengan tujuan yang telah ditentukan.
Keempat, yaitu analisis kesenjangan yang berbasis model lain, yaitu analisis
yang dikosentrasikan pada analisis cost-benefit yang dibandingkan dengan program
lain.
Bila dicermati dengan seksama model-model evaluasi yang ada secara garis
besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: evaluasi yang menekankan pada komponen
program yang dievaluasi, dan evaluasi yang menekankan pada waktu pelaksanaan
evaluasi (pada saat program dan setelah program). Model evaluasi yang dikembangkan
berdasarkan komponen program yang dikembangan antara lain: CIPP, dan CIRO.
Model evaluasi yang dikembangkan berdasarkan waktu pelaksanaan program antara
lain: model formatif-sumatif, model Kirkpatrick, dan model kesenjangan Provus.
Model-model evaluasi program yang ada dapat digunakan untuk mengevaluasi
program pendidikan SMKTI maupun untuk mengevaluasi program-program yang lain.
Walaupun demikian model evaluasi yang dipilih ditentukan oleh tipe program
pengembangan sumber daya manusia tersebut, dan tujuan dari evaluasi tersebut
(Philips, 1991).
SMKTI sebagai sistem tersusun dari komponen konteks, input, proses, output dan
outcome (Slamet, 2005). Titik berangkat perencanaan strategis harus berdasarkan hasil evaluasi
terhadap kondisi SMKTI saat ini (Sa’ud & Makmum, 2005). Tujuan dari evaluasi program ini
adalah tersedianya informasi yang dapat digunakan sebagai titik berangkat penyusunan
perencanaan strategis.

Dengan demikian model evaluasi yang sesuai untuk mengevaluasi program pendidikan
SMKTI dan tujuan evaluasi adalah model evaluasi mencakup komponen konteks, input, proses,
output, dan outcome (KIPOO). Model evaluasi ini merupakan gabungan dari model CIPP,
model CIRO dan model kesenjangan Provus.

Dengan model evaluasi CIPP akan diperoleh data untuk pembuatan keputusan selama
fase perencanaan dan juga pada fase penerapan dan pada penilaian akhir program. Model
evaluasi ini dimulai dengan penilaian kebutuhan eksternal atau melihat outcome dan kemudian
menggabungkan kebutuhan-kebutuhan dengan perencanaan program.

Dengan model evaluasi CIRO, yaitu pada komponen outcome akan diketahui dampak
jangka panjang terhadap ouput/hasil program (oucome), baik dampak bagi individu lulusan
program maupun bagi masyarakat, yaitu dimensi kemanfaatan pribadi dan kemanfaatan sosial.

Dengan model evaluasi kesenjangan Provus, yaitu pada tipe ketiga, dapat diketahui
apakah tujuan progran pendidikan SMKTI dalam membekali siswanya dengan employability
skills sepadan dengan employability skills yang dibutuhkan untuk pertama kali bekerja di
industri.
Untuk mengunakan model evaluasi ketidak sesuain membutuhkan langkah
dibawah ini.
Langkah 1: memutuskan yang mana program yang dievaluasi.
A. Sebuah program baru yang sedang dikembangkan sebagai program
pengenalan.
B. Suatu program berkelanjutan yang mungkin terlihat tidak cocok.
C. Sebuah progarm yang terlihat berkembang dengan baik teteapi perlu
ditambah /diubah.
Langkah2: menentukan atas program yang ditargetkan
Pertanyaan tentang program yang ditargetkan
A. Apakah tujuan yang tertulis telah dibuat?
B. Apakah sebagai peserta mengetahuinya?
C. Jika da yang bingung tentag tujuan progaram, dikonfirmasi lebih awal
sebelum pelaksanaan, libatkan beberapa orang, jika memungkinkan
tentukan tujuannya sekarang. (yang Pruvos mengatakan siap
dilaksanakan pada saat ini kalau program tersebut belum dilasanakan
sebelumnya) tujuan untuk membangun dasar ketidak sesuain yang dapat
diukur.
Langkah 3: merencanakan evaluasi
pertanyaannya
Informasi apa yang dibutuhkan untuk diketahui, apakah tujuan
dapat dicapai. Apapun informasi yang dibutuhklan harus
memungkinkan untuk dikumpulkan, dan mempunyai alasan yang logis
untuk dikumpul dalam istilah dunia kerja.
A. Bagaimana anda mendapatkanya, siapa yang dapat membantu ? Para ahli
sering membantudengan mengembangkan dengan pengembangan
evalusi dan biasa memberi saran dan berbagi pengalaman. Jangan
lakukan evaluasi secara sendiri!
Langkah 4: lanjutkat mengimplemenatasikan perancanaan dalam rangka
mengumpulkan informasi.
Langkah 5: identifikasi ketidaksesuaia antara tujuan program dan hasil program
yang dicapai.
pertanyaannya
A. Dimanakah perbedaaan yang ada?
B. Apa yang harus dipelajari tentang hal tersebut- penyebab, pengaruh
terhadap progaram, peserta, atau informasi yang berhubungan lainnya?
Langkah 6: rencanakan apa tindakan selanjutnya.
pada tahap ini, model evaluasi ketidak sesuain menyatakan bahwa ini saat
nya untruk dilaksanakan perencanaan remedial. Apakah apakah standar dasar
program atau implementasinya sebaiknya direvisi sehingga tujaun yang dicapai
dapat diraih secara konsisten.

Jurnal Konstruksi Pendidikan-Tahun 1998, vol 3, No. 2, pp64-66


Pertanyaan
A.Tapi bagian mana yang sebaik diubah? Tujuan atau Implementasinya?
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil pembahasan, maka dapat dibuat beberapa simpulan sebagai berikut :
1. Evaluasi adalah proses sistematis yang mencakup pengumpulan data
Membandingkan dengan ukuran standar tetentu, yang dimaksudkan untuk menilai
suatu program dan menyediakan informasi tentang program untuk membantu suatu
pengambil keputusan dalam memilih pilihan keputusan tentang program tersebut.
2. Model evaluasi Kirkpatrick dikembangkan oleh Donald L. Kirkpatrick yang
mengembangkan sebuah kerangka konseptual untuk membantu menentukan apa
yang perlu dikumpulkan. Evaluasi Kirkpatrick menggunakan empat level evaluasi
yaitu reaksi (reaction), belajar (learning), tingkahlaku (behavior) dan hasil (result).
3. Evaluasi Model Provus atau model kesenjangan artinya sebagai kesenjangan antara
perangkat standar yang digunakan sebagai dasar penilaian aktual partisipan selama
atau setelah program selesai.
4. Provus mengidentifikasi empat langkah-langkah spesifik dari semua program.

1. Langkah Definisi Program

2. Langkah Instalasi Program

3. Langkah Proses Program

4. Langkah Produk Program

B. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan ada beberapa saran yang
dapat diberikan yaitu;

1. Pengawas sebagai evalutor harus mampu meningkatkan kompetensi dalam memilih


model evaluasi yang paling cocok.

2. Model evaluasi kirkpatrik disarankan dapat digunakan dalam mengevaluasi sebuah


program

yang dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA

Kirkpatrick, D. L. 1998. Evaluating Training Programs: The Four Levels. San Francisco:
Berrett-Koehler Publisher, Inc.

Kirkpatrick, D. L. 2009. Kirkpatrick’s Training Evaluation Model.

Partner, C. 2009. Implementing the Kirkpatrick Evaluation Model Plus

Anda mungkin juga menyukai