Anda di halaman 1dari 8

NAMA : RAHMA WATI HARBI

NIM : 191230008
MATA KULIAH : EVALUASI DAN SUPERVISI
PRODI : BK ( Semester V )
UTS

5 Model evaluasi yang biasanya digunakan dalam BK :

1. Model evaluasi CIIP


2. Model evaluasi UCLA
3. Model evaluasi Brinkerhoff
4. Model evaluasi stake atau model countance
5. Model evaluasi Metfessel dan Michael

PENGERTIAN MODEL EVALUASI

Model evaluasi adalah model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang
biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuatannya. Model-model ini dianggap
model standar atau dapat dikatakan merek standar dari pembuatannya.
Di samping itu, ada ahli evaluasi yang membagi evaluasi sesuai dengan misi yang akan dibawakannya
serta kepentingan atau penekanannya atau dapat juga disebut dengan paham yang dianutnya yang
disebut pendekatan, atau approach.
Evaluasi juga dibedakan berdasarkan waktu pelaksanaannya, kapan evaluasi dilakukan, untuk apa
evaluasi dilakukan, dan acuan serta paham yang dianut oleh evaluator, dalam buku teks ini disebut
konsep evaluasi.

MODEL – MODEL EVALUASI

Ada banyak model evaluasi, tetapi dalam makalah ini hanya akan dibahas beberapa model yang
terpopuler dan banyak dipakai sebagai strategi atau pedoman kerja pelaksanaan evaluasi program.
Berikut beberapa model – model evaluasi :

1.      Model Evaluasi CIPP


Model CIPP (Context, Input, Process dan Product) yang bertitik tolak pada pandangan bahwa
keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti : karakteristik peserta didik
dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan
program itu sendiri.

Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari berbagai dimensi program
dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai
kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi. Model ini kembangkan oleh Stufflebeam (1972)
menggolongkan program pendidikan atas empat dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan Product.
Menurut model ini keempat dimensi program tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah
program pendidikan dikembangkan.
Model evaluasi CIPP yang dikemukakan oleh Stufflebeam & Shinkfield (1985) adalah sebuah pendekatan
evaluasi yang berorientasi pada pengambil keputusan (a decision oriented evaluation approach
structured) untuk memberikan bantuan kepada administrator atau leader pengambil keputusan.
Stufflebeam mengemukakan bahwa hasil evaluasi akan memberikan alternatif pemecahan masalah bagi
para pengambil keputusan.
Model evaluasi CIPP ini terdiri dari 4 huruf yang diuraikan sebagai berikut:

a.       Contect evaluation to serve planning decision. Seorang evaluator harus cermat dan tajam
memahami konteks evaluasi yang berkaitan dengan merencanakan keputusan, mengidentifikasi
kebutuhan, dan merumuskan tujuan program.

b.      Input Evaluation structuring decision. Segala sesuatu yang berpengaruh terhadap proses
pelaksanaan evaluasi harus disiapkan dengan benar. Input evaluasi ini akan memberikan bantuan agar
dapat menata keputusan, menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan, mencari berbagai alternatif
yang akan dilakukan, menentukan rencana yang matang, membuat strategi yang akan dilakukan dan
memperhatikan prosedur kerja dalam mencapainya.

c.       Process evaluation to serve implementing decision. Pada evaluasi proses ini berkaitan dengan
implementasi suatu program. Ada sejumlah pertanyaan yang harus dijawab dalam proses pelaksanaan
evaluasi ini. Misalnya, apakah rencana yang telah dibuat sesuai dengan pelaksanaan di lapangan? Dalam
proses pelaksanaan program adakah yang harus diperbaiki? Dengan demikian proses pelaksanaan
program dapat dimonitor, diawasi, atau bahkan diperbaiki.

d.      Product evaluation to serve recycling decision. Evaluasi hasil digunakan untuk menentukan


keputusan apa yang akan dikerjakan berikutnya. Apa manfaat yang dirasakan oleh masyarakat berkaitan
dengan program yang digulirkan? Apakah memiliki pengaruh dan dampak dengan adanya program
tersebut? Evaluasi hasil berkaitan dengan manfaat dan dampak suatu program setelah dilakukan
evaluasi secara seksama. Manfaat model ini untuk pengambilan keputusan (decision making) dan bukti
pertanggung jawaban (accountability) suatu program kepada masyarakat. Tahapan evaluasi dalam
model ini yakni penggambaran (delineating), perolehan atau temuan (obtaining), dan penyediakan
(providing) bagi para pembuat keputusan.

Berikut kelebihan dan kekurangan model evaluasi CIPP :


a.       Keunggulan model CIPP
         Cipp memiliki pendekatan yang holistik dalam evaluasi, bertujuan memberikan gambaran
yangsangat detail dan luas terhadap suatu proyek, mulai dari konteksnya hingga saat
prosesimplementasi.
         Cipp memiliki potensi untuk bergerak di wilayah evaluasiformative dan summative. Sehinggasama
baiknya dalam membantu melakukan perbaikan selama program berjalan, maupunmemberikan
informasi final.

b.      Kelemahan model cipp


         Terlalu mementingkan bagaimana proses seharusnya daripada kenyataan di lapangan.
         Kesannya terlalu top down dengan sifat manajerial dalam pendekatannya
         Cenderung fokus pada rational management ketimbang mengakui kompleksitas realitas empiris.
2.      Evaluasi Model UCLA
Menurut Alkin (1969) evaluasi adalah suatu proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang
tepat, mengumpulkan, dan menganalisa informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang
berguna bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif.
Ia mengemukakan lima macam evaluasi yakni :

a.       Sistem assessment, yaitu memberikan informasi tentang keadaan atau posisi sistem.

b.      Program planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi
kebutuhan progam.

c.       Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah rogram sudah diperkenalkan kepada
kelompok tertentu ng tepat seperti yang direncanakan?

d.      Program improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi,


bagaimana program bekerja, atau berjalan? Apakah menuju pencapaian tujuan, adakah hal-hal atau
masalah-masalah baru yang muncul takterduga?

e.       Program certification, yang memberi informasi tentang nilai atau guna program.

Berikut kelebihan dan kekurangan model evaluasi UCLA :

a.       Kelemahan model UCLA


         Merupakan pendekatan proses dimana dalam mengembangkan kriteria evaluasi atas dasar
tradisi naturalistic inquiry à kualitatif.
         Menekankan evaluasi yang komprehensif dengan langkah-langkah evaluasi yang sistematis.
         Menyediakan feedbak dalam pengembangan program.

b.      Kelemahan model UCLA


         Guru sebagai tolok ukur, keberhasilan diukur menurut guru bukan menurut kurikulumnya.
         Merupakan pendekatan yang paling riil di lapangan tapi paling labil.
         Tugas evaluator lebih berat, harus sensitif & banyak berdialog
         Evaluator menjadi instrumen hidup sebelum kriteria dan alat evaluasi dikembangkan.
         Tidak bisa secara tegas menunjukkan apakah program sukses atau efektif.

3.      Evaluasi Model Brinkerhoff
Brinkerhoff & Cs. (1983) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun berdasarkan
penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti evaluator-evaluator lain, namun dalam komposisi
dan versi mereka sendiri sebagai berikut :

a.       Fixed vs Emergent Evaluation Design. Dapatkah masalah evaluasi dan kriteria akhirnya
dipertemukan? Apabila demikian, apakah itu suatu keharusan? Belum lengkap penjelasannya

b.      Formative vs Summative Evaluation. Apakah evaluasi akan dipakai untuk perbaikan atau untuk
melaporkan kegunaan atau manfaat suatu program? Atau keduanya?
c.       Experimental and Quasi Experimental Design vs Natural/ Unobtrusive Inquiry. Apakah evaluasi akan
melibatkan intervensi ke dalam kegiatan program/mencoba memanipulasi kondisi, orang diperlakukan,
variabe1 dipengaruhi dan sebagainya, atau hanya diamati, atau keduanya?
Berikut kelebihan dan kekurangan model evaluasi Brinkerhoff :

a.       Kelebihan model evaluasi Brinkerhoff


         Evaluasi formatif digunakan untuk memperbaiki program selama program tersebut sedang berjalan.
Caranya dengan menyediakan balikan tentang seberapa bagus program tersebut telah berlangsung.
Melalui evaluasi formatif ini dapat dideteksi adanya ketidakefisienan sehingga segera dilakukan revisi.
         Evaluasi sumatif bertujuan meng-ukur efektifitas keseluruhan program yang bertujuan untuk
membuat keputu-san tentang keberlangsungan program tersebut, yaitu dihentikan atau dilanjutkan.

b.      Kelemahan model evaluasi Brinkerhoff


         Tidak terdapat langkah-langkah sistematis yang harus dilakukan dalam evaluasi, hanya menekankan
pada obyek sasaran saja.

4.      Model Stake atau Model Countenance
Menurut Stake (1967), analisis proses evaluasi yang dikemukakannya membawa dampak yang cukup
besar dalam bidang ini dan meletakan dasar yang sederhana namun merupakan konsep yang cukup kuat
untuk untuk perkembangan yang lebih jauh dalam bidang evaluasi. Stake menekankan ada dua dasar
kegiatan dalam evaluasi ialah Desciptions dan Judgement dan membedakannya ada tiga tahap program
pendidikan, yaitu: Anteredents (context), Transaction (process) dan Outcomes (Output).
Oleh karena itu, Hasan (2008; 201) mengatakan bahwa model Countenance stake bersifat arbitraty dan
tidak perlu dianggap sebagai suatu yang mutlak. Stake’s mempunyai keyakinan bahwa suatu evaluasi
haruslah memberikan deskripsi dan pertimbangan sepenuhnya mengenai evaluan. Dalam model ini
stake sangat menekankan peran evaluator dalam mengembangkan tujuan kurikulum menjadi tujuan
khusus yang terukur, sebagaimana berlaku dalam tradisi pengukuran behavioristik dan kuantitatif.

Model Countenance Stake terdiri atas dua matriks. Matriks pertama dinamakan matriks deskripsi dan
yang kedua dinamakan matriks judgement, yaitu :

a.       Matriks Deskripsi
Kategori pertama adalah sesuatu yang direncanakan pengembang kurikulum atau program. Dalam
konteks KTSP, kurikulum tersebut adalah kurikulum yang dikembangkan atau digunakan oleh satu
satuan pendidikan. Sedangkan program adalah silabus dan Rencana Program Pengajaran (RPP) yang
dikembangkan guru. Guru sebagai pengembang program merencanakan keadaan/persyaratan yang
diinginkannya untuk suatu kegiatan kelas tertentu. Misalnya yang berhubungan dengan minat,
kemampuan, pengalaman,dan lain sebagainya dari peserta didik.
Kategori kedua dinamakan observasi, berhubungan dengan apa yang sesungguhnya sebagai
implementasi yang diinginkan pada kategori yang pertama. Kategori ini juga sebagaimana yang pertama
terdiri atas antecendents, transaksi, dan hasil. Evaluator harus melakukan observasi (pengumpulan data)
mengenai antecendents, transaksi, dan hasil yang ada di suatu satuan pendidikan.

Kategori kedua dinamakan observasi, berhubungan dengan apa yang sesungguhnya sebagai
implementasi yang diinginkan pada kategori yang pertama. Kategori ini juga sebagaimana yang pertama
terdiri atas antecendents, transaksi, dan hasil. Evaluator harus melakukan observasi (pengumpulan data)
mengenai antecendents, transaksi, dan hasil yang ada di suatu satuan pendidikan.
b.      Matriks Pertimbangan (judgement)

Terdiri atas kategori standard dan pertimbangan, dan fokus antecendents, transaksi, dan outcomes
(hasil yang diperoleh). Standar adalah kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu kurikulum atau program
yang dijadikan evaluan. Standar dapat dikembangkan dari karakteristik yang dimiliki kurikulum, tetapi
dapat juga dari yang lain (pre-ordinate, mutually adaptive, proses). Kategori kedua adalah kategori
pertimbangan. Kategori ini menghendaki evaluator melakukan pertimbangan dari apa yang telah
dilakukan dari kategori yang pertama dan kedua matriks Deskripsi sampai kategori pertama matriks
Pertimbangan. Suatu evaluasi harus sampai kepada pemberian pertimbangan. Matriks judgement baru
dapat dikerjakan oleh evaluator setelah matriks deskripsi diselesaikan.

Stake mengatakan bahwa apabila kita menilai suatu program pendidikan kita, melakukan perbandingan
yang relative antara satu program dengan yang lain, atau perbandingan yang absolute (satu program
dengan standard).

Penekanan yang umum atau hal yang penting dalam model ini adalah bahwa evaluator yang membuat
penilaian tentang program yang dievaluasi. Stake mengatakan bahwa description disatu pihak berbeda
dengan judgement (pertimbangan). Dalam model ini, Antecedents (masukan), transactione (proses), dan
outcome (hasil) data dibandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan tujuan
dengan keadaan sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standard yang absolute, untuk menilai
manfaat program. Stake mengatakan bahwa tak ada penelitian dapat diandalkan apabila tidak dinilai.
Matriks Desktripsi terdiri atas kategori rencana (intent) dan observasi. Matriks Judgement terdiri atas
kategori standard dan judgement. Pada setiap kategori terdapat tiga fokus yaitu:

a.       Antecedents (masukan) yaitu sebuah kondisi yang ada sebelum instruksi yang mungkin


berhubungan dengan hasil, contohnya: latar belakang guru, Kurikulum yang sesuai, Ketersediaan
sumber daya.

b.      Transaction (proses) yaitu pertemuan dinamis yang merupakan proses instruksi (kegiatan, proses,


dll), contohnya: interaksi guru dan siswa, Komponen partisipasiOutcomes (hasil) yaitu efek dari
pengalaman pembelajaran (pengamatan dan hasil tenaga kerja), contohnya performance guru,
Peningkatan kinerja.

c.       Outcomes (hasil) yaitu efek dari pengalaman pembelajaran (pengamatan dan hasil tenaga kerja),
contohnya performance guru, Peningkatan kinerja.
Menurut Howard, E (2008), kelebihan dan kelemahan evaluasi model Countenance Stake’s adalah:

a.       Kelebihannya adalah:
         Dalam penilaiannya melihat kebutuhan program yang dilayani oleh evaluator.
         Upaya untuk mendeskripsikan kompleksitas program sebagai realita yang mungkin terjadi.
         Memiliki potensi besar untuk memperoleh wawaasan baru dan teori-teori tentang lapangan dan
program yang akan di evaluasi.

b.      Kelemahannya adalah:
         Pendekatan yang dilakukan terlalu subjektif.
         Terjadinya kemungkinan dalam meminimalkan pentingnya instrument pengumpulan data dan
evaluasi kuantitatif.
         Kemungkinan biaya yang terlalu besar dan padat karya.
Berikut kelebihan dan kekurangan model Stake atau Model Countenance:

a.       Kelebihan model evaluasi Stake atau Model Countenance:


         Diperluas dari konsep sasaran meliputi sasaran untuk pendidik (dan agen-agen lain) dan untuk
faktor kontekstual dalam penambahan sasaran tingkah laku untuk para siswa.
         Menyediakan dasar, meski tidak sempurna, untuk evaluasi sasaran (melalui perbandingan yang
rasional).
         Yang pertama fokus pada penilaian sebagai suatu aspek evaluasi; gambaran tindakan penuh
termasuk deskripsi dan penilaian.
         Menyajikan penurunan standard, keduanya mutlak dan relatif.
         Menyediakan dasar empiris untuk menyelesaikan rekomendasi Tyler.
         Bahwa hipotesis dikembangkan dan diuji meliput pengamatan pola atas kelemahan dan kekuatan.
Catatan juga atas informasi yang menghubungkan antecedent dan transaksional faktor dalam evaluasi
formatifis.

b.      Kelemahan model evaluasi Stake atau Model Countenance:


         Adanya keharusan evaluator untuk membandingkan kondisi hasil evaluasi program tertentu dengan
yang terjadi di program lain, dengan obyek yang sama.
         Meninggalkan rata-rata untuk menurunkan standard besar yang tidak spesifik;
         Disediakan sedikit bimbingan operasional untuk evaluator.
         Tidak mencoba memecahkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana cara mengatur nilai bersaing
(meski dalam menentukan tujuan atau menurunkan standar). Yang dilanjutkan asumsi implisit awal
tentang nilai kemasyarakatan. nilai plurralisme diabaikan.
         Gagal untuk menyediakan bimbingan di bagaimana cara berhubungan dengan non-intended effect
meski menyuruh evaluator untuk menghitungnya.
         Dilanjutkan dengan satu penekanan pada evaluasi formal yang didasari paradigma ilmiah dan
pengukuran prosedur selanjutnya.
         Disain rumit dan barangkali" terlalu bagus"; praktisi evaluator menemukan kesulitan untuk
memahami dan menerapkannya.

5. Model evaluasi Metfessel dan Michael

Metfessel dan Michael evaluasi paradigm digunakan oleh guru dan evaluator program. Dalam strategi
model metfessel dan Michael terdapat delapan langkah yaitu :
a. keterlibatan masyarakat ( envalvement of the community) yakni : orang tua ahli-ahli pendidikan dan
pesert didik.

b. pengembangan tujuan dan memilih tujuan menrut skala prioritas.

c. menterjemahkan tujuan menjadi bentuk tingkah laku dan mengembangkan pengajaran.

d. mengebangkan metode untuk mengukur dan mengevaluasi pencapaian tujuan.

e. menyusun and mengadministrasi ukuran untuk mengevaluasi pencapaian tujuan.

f. menganaliis hasil pengukura.


g. menginterpretasi dan mengevaluasi data.
h. menyusun rekomdendasi untuk mengembangka pegajaran metode ini dilengkapi dengan instrument
pengumpulan data, lengkap dengan kriteia-kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi sebuah
proyek/kegiatan program. Seperangakat instrument tersebut meliputi : tes, angkrt, check list, dan
sebagainya serta cara-cara lain untuk menghimpun data penunjang.

Kelebihan model evaluasi metfessel dan Michael

1. dapat digunakan oleh guru dan evaluator program


2. dilengkapi dengan instrument pengumpulan data, lengkap dengan kriteri-kriteria yang dapat digunaka
untuk mengevaluasi sebuah proyek/kegiatan program.

Kelemahan model metfesel dan Michael

1. terbilang cukup susah dan terlalu banyak langkah-langkah yang harus dilakukan ketika melakukan
model evaluasi metfessel dan Michael ini.

Reviuw jurnal :

Judul THE DEVELOPMENT OF EVALUATION PROGRAM MODEL GUIDANCE AND COUNSELING


SERVICE BASED ON CSE-UCLA OF JUNIRO HIGH SCHOOL IN KUDUS
Jurnal Journal of educational research and evaluation
Sejarah artikel Diterima januari 2014
Disetujui februari 2014
Dipublikasikan juni 2014
Penulis Agung Slamet Kusmanto, Dwi Yuwono Sugiharto,Sugiyo
ISSN 2252 – 6420
Reviewer Rahma Wati Harbi 191230008
Tanggal 10 November 2021
Tujuan penelitian Adapun Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) untuk mengetahui kondisi evaluasi saat ini
yang terdapat di SMP N Se-Kabupaten Kudus, dan (2) mendapatkan model hipotetik
instrument dan instrumen yang sebenarnya evaluasi (UCLA) University of California
Los Angeles DI SMP N SeKabupaten Kudus.
Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian dan
Pengembangan (research and development/ R&D). Dalam penelitian ini Research and
Development dimanfaatkan untuk menghasilkan model intrumen evaluasi program
bimbingan dan konseling yang berbasis pada Center for Study of Evaluation University
of California Los Aangeles (CSE-UCLA) sehingga dalam pelaksanaanya dapat berjalan
secara efektif sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Sampel penelitian ujicoba instrumen sebanyak 50 guru bimbingan dan konseling SMP se Kabupaten
Kudus meliputi 9 kecamatan diperoleh hasil reliabitas 0,952.
Hasil penelitian Dari subyek penelitian dari 9 kecamatan di Kabupaten Kudus penulis mengambil 50
guru bimbingan dan konseling tetapi dengan asumsi pembagian tidak merata setiap
guru pembimbingnya dalam setiap kecamatan. Sebelum penilaian diberikan kepada
penilai telah dipersiapkan terlebih dahulu diberikan: (1) Panduan penilaian kepada
experts/praktisi, (2). Review model, model hipotetik, dan konstruk instrumen, dan (3)
instrumen berbasis UCLA . Validitas internal instrumen sebesar 0,952 yang diperiksa
meliputi validitas isi dan konstruk (Burhan Nurgiyantoro, Gunawan, & Marzuki, 2000;
Sugiyono 2008) yang mencerminkan telaah rasional mengenai kesesuaian muatan/isi
instrumen dengan materi yang seharusnya akan diukur (telaah kisi-kisi) dan logical
contruct dan dijajaki dengan cara ekplorasi pertimbangan pakar dan pengguna.
Pengolahan menggunakan program SPSS for Windows yang dilakukan dapat dilihat
dengan reliabitas 0,952 yang berarti instrumen dapat digunakan dengan baik.
Kesimpulan Implikasi dari hasil penelitian yang dibuat oleh penulis adalah hasil dari
pengembangan model ini dapat dijadikan rujukan dalam melakukan evaluasi program
layanan bimbingan dan konseling di sekolah dengan mengacu kepada sistematika dan
runtutan evaluasi yang jelas sehingga dapat membantu guru bimbingan dan konseling
dalam meningkatkan efektifitas kinerjanya dalam memberikan layanan bimbingan dan
konseling kepada anggota sekolah khususnya adalah peserta didiknya. Saran yang
dapat diberikan kepada peneliti lain yang akan meneliti tentang evaluasi CSEUCLA
atau yang akan melanjutkan penelitian tentang evaluasi CSE-UCLA yang penulis
lakukan, alangkah lebih baiknya apabila melakukan uji coba dengan kawasan/wilayah
yang lebih besar dengan mengujikan uji efektivitasnya sehingga dapat terlihat dengan
jelas efektivitas modelnya

Referensi :

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jere/article/view/4387

MODEL EVALUASI UCLA BERKAITAN DENGAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Jadi model evaluasi program layanan bimbingan dan konseling berbasis UCLA sudah memenuhi tujuan
dan prinsip yang sudah tetapkan. Sejalan dengan hasil penelitian lain yang sudah dilakukan terlebih
dahulu dari peneliti lain yaitu tantang efektivitas model service quality untuk meningkatkan kualitas
layanan bimbingan dan konseling : pene;itian Quasi Experiment di SMAN 18 Bandung Tahun ajaran
2010/2011. Muqodas (2011). Tujuan penelitian ini adalah menguji model service quality untuk
meningkatkan kualitas layanan BK.

Implikasi dari hasil penelitian yang dibuat oleh penulis adalah hasil dari pengembangan model ini dapat
dijdikan rujukan dalam melakukan evaluasi program layanan bimbingan dan konselng di sekolah dengan
mengacu kepada sistematika dan runtutan evaluasi yang jelas sehingga dapat membantu guru
bimbingan dan konseling dalam meningkatkan efektifitas kinerja dalam memberikan layanan bimbingan
dan konseling kepada anggota sekolah khususnya adalah peserta didiknya.

Anda mungkin juga menyukai