NIM : 191230008
MATA KULIAH : EVALUASI DAN SUPERVISI
PRODI : BK ( Semester V )
UTS
Model evaluasi adalah model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang
biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuatannya. Model-model ini dianggap
model standar atau dapat dikatakan merek standar dari pembuatannya.
Di samping itu, ada ahli evaluasi yang membagi evaluasi sesuai dengan misi yang akan dibawakannya
serta kepentingan atau penekanannya atau dapat juga disebut dengan paham yang dianutnya yang
disebut pendekatan, atau approach.
Evaluasi juga dibedakan berdasarkan waktu pelaksanaannya, kapan evaluasi dilakukan, untuk apa
evaluasi dilakukan, dan acuan serta paham yang dianut oleh evaluator, dalam buku teks ini disebut
konsep evaluasi.
Ada banyak model evaluasi, tetapi dalam makalah ini hanya akan dibahas beberapa model yang
terpopuler dan banyak dipakai sebagai strategi atau pedoman kerja pelaksanaan evaluasi program.
Berikut beberapa model – model evaluasi :
Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari berbagai dimensi program
dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai
kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi. Model ini kembangkan oleh Stufflebeam (1972)
menggolongkan program pendidikan atas empat dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan Product.
Menurut model ini keempat dimensi program tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah
program pendidikan dikembangkan.
Model evaluasi CIPP yang dikemukakan oleh Stufflebeam & Shinkfield (1985) adalah sebuah pendekatan
evaluasi yang berorientasi pada pengambil keputusan (a decision oriented evaluation approach
structured) untuk memberikan bantuan kepada administrator atau leader pengambil keputusan.
Stufflebeam mengemukakan bahwa hasil evaluasi akan memberikan alternatif pemecahan masalah bagi
para pengambil keputusan.
Model evaluasi CIPP ini terdiri dari 4 huruf yang diuraikan sebagai berikut:
a. Contect evaluation to serve planning decision. Seorang evaluator harus cermat dan tajam
memahami konteks evaluasi yang berkaitan dengan merencanakan keputusan, mengidentifikasi
kebutuhan, dan merumuskan tujuan program.
b. Input Evaluation structuring decision. Segala sesuatu yang berpengaruh terhadap proses
pelaksanaan evaluasi harus disiapkan dengan benar. Input evaluasi ini akan memberikan bantuan agar
dapat menata keputusan, menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan, mencari berbagai alternatif
yang akan dilakukan, menentukan rencana yang matang, membuat strategi yang akan dilakukan dan
memperhatikan prosedur kerja dalam mencapainya.
c. Process evaluation to serve implementing decision. Pada evaluasi proses ini berkaitan dengan
implementasi suatu program. Ada sejumlah pertanyaan yang harus dijawab dalam proses pelaksanaan
evaluasi ini. Misalnya, apakah rencana yang telah dibuat sesuai dengan pelaksanaan di lapangan? Dalam
proses pelaksanaan program adakah yang harus diperbaiki? Dengan demikian proses pelaksanaan
program dapat dimonitor, diawasi, atau bahkan diperbaiki.
a. Sistem assessment, yaitu memberikan informasi tentang keadaan atau posisi sistem.
b. Program planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi
kebutuhan progam.
c. Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah rogram sudah diperkenalkan kepada
kelompok tertentu ng tepat seperti yang direncanakan?
e. Program certification, yang memberi informasi tentang nilai atau guna program.
3. Evaluasi Model Brinkerhoff
Brinkerhoff & Cs. (1983) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun berdasarkan
penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti evaluator-evaluator lain, namun dalam komposisi
dan versi mereka sendiri sebagai berikut :
a. Fixed vs Emergent Evaluation Design. Dapatkah masalah evaluasi dan kriteria akhirnya
dipertemukan? Apabila demikian, apakah itu suatu keharusan? Belum lengkap penjelasannya
b. Formative vs Summative Evaluation. Apakah evaluasi akan dipakai untuk perbaikan atau untuk
melaporkan kegunaan atau manfaat suatu program? Atau keduanya?
c. Experimental and Quasi Experimental Design vs Natural/ Unobtrusive Inquiry. Apakah evaluasi akan
melibatkan intervensi ke dalam kegiatan program/mencoba memanipulasi kondisi, orang diperlakukan,
variabe1 dipengaruhi dan sebagainya, atau hanya diamati, atau keduanya?
Berikut kelebihan dan kekurangan model evaluasi Brinkerhoff :
4. Model Stake atau Model Countenance
Menurut Stake (1967), analisis proses evaluasi yang dikemukakannya membawa dampak yang cukup
besar dalam bidang ini dan meletakan dasar yang sederhana namun merupakan konsep yang cukup kuat
untuk untuk perkembangan yang lebih jauh dalam bidang evaluasi. Stake menekankan ada dua dasar
kegiatan dalam evaluasi ialah Desciptions dan Judgement dan membedakannya ada tiga tahap program
pendidikan, yaitu: Anteredents (context), Transaction (process) dan Outcomes (Output).
Oleh karena itu, Hasan (2008; 201) mengatakan bahwa model Countenance stake bersifat arbitraty dan
tidak perlu dianggap sebagai suatu yang mutlak. Stake’s mempunyai keyakinan bahwa suatu evaluasi
haruslah memberikan deskripsi dan pertimbangan sepenuhnya mengenai evaluan. Dalam model ini
stake sangat menekankan peran evaluator dalam mengembangkan tujuan kurikulum menjadi tujuan
khusus yang terukur, sebagaimana berlaku dalam tradisi pengukuran behavioristik dan kuantitatif.
Model Countenance Stake terdiri atas dua matriks. Matriks pertama dinamakan matriks deskripsi dan
yang kedua dinamakan matriks judgement, yaitu :
a. Matriks Deskripsi
Kategori pertama adalah sesuatu yang direncanakan pengembang kurikulum atau program. Dalam
konteks KTSP, kurikulum tersebut adalah kurikulum yang dikembangkan atau digunakan oleh satu
satuan pendidikan. Sedangkan program adalah silabus dan Rencana Program Pengajaran (RPP) yang
dikembangkan guru. Guru sebagai pengembang program merencanakan keadaan/persyaratan yang
diinginkannya untuk suatu kegiatan kelas tertentu. Misalnya yang berhubungan dengan minat,
kemampuan, pengalaman,dan lain sebagainya dari peserta didik.
Kategori kedua dinamakan observasi, berhubungan dengan apa yang sesungguhnya sebagai
implementasi yang diinginkan pada kategori yang pertama. Kategori ini juga sebagaimana yang pertama
terdiri atas antecendents, transaksi, dan hasil. Evaluator harus melakukan observasi (pengumpulan data)
mengenai antecendents, transaksi, dan hasil yang ada di suatu satuan pendidikan.
Kategori kedua dinamakan observasi, berhubungan dengan apa yang sesungguhnya sebagai
implementasi yang diinginkan pada kategori yang pertama. Kategori ini juga sebagaimana yang pertama
terdiri atas antecendents, transaksi, dan hasil. Evaluator harus melakukan observasi (pengumpulan data)
mengenai antecendents, transaksi, dan hasil yang ada di suatu satuan pendidikan.
b. Matriks Pertimbangan (judgement)
Terdiri atas kategori standard dan pertimbangan, dan fokus antecendents, transaksi, dan outcomes
(hasil yang diperoleh). Standar adalah kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu kurikulum atau program
yang dijadikan evaluan. Standar dapat dikembangkan dari karakteristik yang dimiliki kurikulum, tetapi
dapat juga dari yang lain (pre-ordinate, mutually adaptive, proses). Kategori kedua adalah kategori
pertimbangan. Kategori ini menghendaki evaluator melakukan pertimbangan dari apa yang telah
dilakukan dari kategori yang pertama dan kedua matriks Deskripsi sampai kategori pertama matriks
Pertimbangan. Suatu evaluasi harus sampai kepada pemberian pertimbangan. Matriks judgement baru
dapat dikerjakan oleh evaluator setelah matriks deskripsi diselesaikan.
Stake mengatakan bahwa apabila kita menilai suatu program pendidikan kita, melakukan perbandingan
yang relative antara satu program dengan yang lain, atau perbandingan yang absolute (satu program
dengan standard).
Penekanan yang umum atau hal yang penting dalam model ini adalah bahwa evaluator yang membuat
penilaian tentang program yang dievaluasi. Stake mengatakan bahwa description disatu pihak berbeda
dengan judgement (pertimbangan). Dalam model ini, Antecedents (masukan), transactione (proses), dan
outcome (hasil) data dibandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan tujuan
dengan keadaan sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standard yang absolute, untuk menilai
manfaat program. Stake mengatakan bahwa tak ada penelitian dapat diandalkan apabila tidak dinilai.
Matriks Desktripsi terdiri atas kategori rencana (intent) dan observasi. Matriks Judgement terdiri atas
kategori standard dan judgement. Pada setiap kategori terdapat tiga fokus yaitu:
c. Outcomes (hasil) yaitu efek dari pengalaman pembelajaran (pengamatan dan hasil tenaga kerja),
contohnya performance guru, Peningkatan kinerja.
Menurut Howard, E (2008), kelebihan dan kelemahan evaluasi model Countenance Stake’s adalah:
a. Kelebihannya adalah:
Dalam penilaiannya melihat kebutuhan program yang dilayani oleh evaluator.
Upaya untuk mendeskripsikan kompleksitas program sebagai realita yang mungkin terjadi.
Memiliki potensi besar untuk memperoleh wawaasan baru dan teori-teori tentang lapangan dan
program yang akan di evaluasi.
b. Kelemahannya adalah:
Pendekatan yang dilakukan terlalu subjektif.
Terjadinya kemungkinan dalam meminimalkan pentingnya instrument pengumpulan data dan
evaluasi kuantitatif.
Kemungkinan biaya yang terlalu besar dan padat karya.
Berikut kelebihan dan kekurangan model Stake atau Model Countenance:
Metfessel dan Michael evaluasi paradigm digunakan oleh guru dan evaluator program. Dalam strategi
model metfessel dan Michael terdapat delapan langkah yaitu :
a. keterlibatan masyarakat ( envalvement of the community) yakni : orang tua ahli-ahli pendidikan dan
pesert didik.
1. terbilang cukup susah dan terlalu banyak langkah-langkah yang harus dilakukan ketika melakukan
model evaluasi metfessel dan Michael ini.
Reviuw jurnal :
Referensi :
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jere/article/view/4387
Jadi model evaluasi program layanan bimbingan dan konseling berbasis UCLA sudah memenuhi tujuan
dan prinsip yang sudah tetapkan. Sejalan dengan hasil penelitian lain yang sudah dilakukan terlebih
dahulu dari peneliti lain yaitu tantang efektivitas model service quality untuk meningkatkan kualitas
layanan bimbingan dan konseling : pene;itian Quasi Experiment di SMAN 18 Bandung Tahun ajaran
2010/2011. Muqodas (2011). Tujuan penelitian ini adalah menguji model service quality untuk
meningkatkan kualitas layanan BK.
Implikasi dari hasil penelitian yang dibuat oleh penulis adalah hasil dari pengembangan model ini dapat
dijdikan rujukan dalam melakukan evaluasi program layanan bimbingan dan konselng di sekolah dengan
mengacu kepada sistematika dan runtutan evaluasi yang jelas sehingga dapat membantu guru
bimbingan dan konseling dalam meningkatkan efektifitas kinerja dalam memberikan layanan bimbingan
dan konseling kepada anggota sekolah khususnya adalah peserta didiknya.