PROGRAM PELATIHAN
Model Evaluasi
Segi Tujuan Segi Program
1. Mengetahui tingkat kesenjangan 1. Program Pendidikan dalam jangka
suatu program. waktu yang panjang dengan
2. Mengetahui tingkat efektivitas
cakupan bidang garapan program
suatu program.
yang luas dan tujuan program yang
3. Menemukan hasil suatu program,
komprehensif.
di luar tujuan program yang
2. Program pendidikan dengan jangka
direncanakan.
waktu yang singkat dengan bidang
garapan yang lebih spesifik serta
memiliki tujuan yang lebih sempit.
Ada banyak model yang dikembangkan oleh para ahli yang dapat
dipakai dalam mengevaluasi program pelatihan. Kirkpatrick DL salah seorang ahli
evaluasi program training dalam bidang pengembangan SDM, selain menawarkan
model evaluasi yang diberi ruma Kirkpatrick's training evaluation model, juga
menunjuk model-model lain yang dapat dijadikan sebagai pilihan dalam
mengadakan evaluasi terhadap sebuah program. Model-model yang ditunjuk
tersebut di antaranya:
Jack PhilliPS: Five Level ROI Model
Daniel Stufflebeam's CIPP Model (Context, Input, Process, Product)
Robert Stake's Responsive Evaluation Model
Robert Stake's Congruence-Contingency Model
Kaufman's Five Levels of Evaluation
CIRO (Context Input, Reaction, Outcome
PERT (Program Evaluation and Review Technique)
Alkins' UCLA Model
Michael Scriven's: Goal-Free Evaluation Approach
Provus: Discrepancy Model
Eisner's Connoisseurship Evaluation Models
lluminative Evaluation Model
Portrait Model
(http://www.businessballs.com/kirkpatricklearningevaluatio
model.htm diambil pada 23 November 2016)
1. Measurement Model
Model ini dapat dipandang sebagai model yang tertua di dalam sejarah
penilaian dan lebih banyak dikenal di dalam proses penilaian pendidikan. Tokoh-
tokoh penilaian yang dipandang sebagai pengembang model ini adalah R.
Thorndike dan R.LEbel. Sesuai dengan namanya, model ini sangat
menitikberatkan peranan kegiatan pengukuran di dalam melaksanakan proses
evaluasi. Pengukuran dipandang sebagai suatu kegiatan yang ilmiah dan dapat
diterapkan dalam berbagai bidang persoalan termasuk ke dalam bidang
pendidikan. Pengukuran, menurut model ini tidak dapat dilepaskan dari
pengertian kuantitas atau jumlah. Jumlah ini akan menunjukkan besarnya
(magnitude) objek, orang ataupun peristiwa sehingga dengan demikian hasil
pengukuran itu selalu dinyatakan dalam bentuk bilangan.
2. Congruence Model
Model yang kedua ini dipandang sebagai reaksi terhadap model yang
pertama, sekalipun dalam beberapa hal masih menunjukkan adanya persamaan
dengan model yang pertama. Tokoh-tokoh evaluasi yang merupakan
pengembangan model ini antara lain W. Tyler, John B. Carrol, dan Lee Cronbach
Tyler menggambarkan pendidikan sebagai suatu proses yang di dalamnya terdapat
tiga hal yaitu tujuan pendidikan, pengalaman belajar dan penilaian terhadap hasil
belajar. Kegiatan evaluasi dimaksudkan sebagai kegiatan untuk melihat sejauh
mana tujuan-tujuan pendidikan telah dapat dicapai dalam bentuk hasil belajar
yang mereka perlihatkan pada akhir kegiatan pendidikan. Hal ini berarti bahwa
evaluasi itu pada dasarnya ingin memperoleh gambaran mengenai efektivitas dari
sistem pendidikan yang bersangkutan dalam mencapai tujuannya. Mengingat
tujuan pendidikan mencerahkan perubahan-perubahan tingkah laku yang
diinginkan pada anak didik, maka yang penting dalam proses evaluasi adalah
memeriksa sejauh mana perubahan-perubahan tingkah laku yang diinginkan itu
telah terjadi pada anak didik.
4. Illuminative Model
Model ini dikembangkan terutama di Inggris dan banyak dikaitkan dengan
pendekatan dalam bidang antropologi. Salah satu tokoh yang paling menonjol
dalam usaha mengembangkan model ini adalah Malcolm Parlett. Bila model
measurement dan congruence lebih berorientasi pada evaluasi secara kuantitatif
dan berstruktur, model yang keempat ini lebih menekankan pada penilaian
kualitatif dan "terbuka". Sistem pendidikan yang dinilai tidak ditinjau sebagai
sesuatu yang terpisah melainkan dalam hubungan dengan suatu lingkungan
belajar, dalam konteks sekolah sebagai lingkungan material dan psikososial yang
guru dan muridnya saling bekerja sama.
Tujuan evaluasi menurut model yang keempat ini adalah mengadakan
studi yang cermat terhadap sistem maupun program yang bersangkutan:
bagaimana implementasi program di lapangan, bagaimana implementasi
dipengaruhi oleh situasi sekolah tempat program yang bersangkutan
dikembangkan, apa kebaikan-kebaikan dan kelemahan-kelemahannya dan
bagaimana program tersebut memengaruhi pengalaman-pengalaman belajar para
siswa. Hasil evaluasi yang dilaporkan bersifat deskripsi dan interpretasi, bukan
pengukuran dan prediksi. Oleh karena itu dalam pelaksanaan evaluasi model yang
keempat ini lebih banyak menekankan pada penggunaan judgement.