Anda di halaman 1dari 4

AKAL..BUDI..

NAFSU…
(persiapan kecil menjelang kedatangan Hari Raya Galungan)

Kisah ini terjadi sudah sangat lama, kira-kira 3-4 tahun lalu tepatnya seminggu (mungkin lebih..)
sebelum Hari Raya Galungan. Namun walaupun sudah terjadi sekian lama tetap membekas
dalam ingatan saya dan suatu keberuntungan saya menuliskannya sehingga bisa saya baca dan
repost kembali. Begini kisahnya….

Saat itu saya pulang dari kantor di daerah Permata Hijau – Jakarta Selatan kira-kira pukul 17.00
wib, saya berjalan sangat santai bersama dengan seorang teman sekantor. Dia seorang
perempuan muslimah yang lembut, cantik, berhijab dan sangat sabar. Dia bekerja di kantor kami
sudah kira-kira 7 tahun. Waktu yang cukup lama untuk menilai bahwa dia adalah seorang
karyawan yang sangat loyal pada perusahaan, pintar dan berdedikasi tinggi. Terbukti dengan
tugas-tugas yang begitu banyak tapi tetap diselesaikan dengan sabar dan teliti. Aku salut
padamu mbak.... ( Dwi Ayoe Neram)

Ketika asik berjalan dengan santai, tiba tiba entah mengapa terlontar dari mulut saya sebuah
pertanyaan,...
" mengapa ya mbak, manusia itu tidak pernah punya rasa puas ?" dan temanku itu menjawab,...
" karena manusia mempunyai nafsu.... " mendengar jawaban itu saya kembali bertanya,...
" mengapa manusia diciptakan dengan disertai dengan nafsu dalam dirinya...bukankah akan lebih
mudah bila manusia tidak mempunyai nafsu, dunia akan damai dan mungkin tidak ada
NERAKA ?"
Temanku tersenyum dan menjawab...
" memang sudah takdir manusia begitu dan kalau sudah menyangkut takdir aku nyerah...."
Saya terdiam dan melihat wajah saya yang menunjukkan ketidakpuasan, teman saya kembali
berusaha menjawab...
" manusia itu diciptakan lengkap oleh Tuhan untuk kehidupan manusia itu sendiri...bukankah
dunia diserahkan oleh Tuhan kepada manusia untuk dikelola dengan baik...?"
Saya menoleh dengan cepat karena saya menangkap sesuatu yang tersirat dari ucapannya.....
" jadi Tuhan menciptakan manusia lengkap maksudnya disertai dengan AKAL, BUDI dan
NAFSU...gitu mbak..?"
“betul...karena tanpa adanya nafsu manusia tidak punya pemacu, emosi, hasrat, penyemangat.
Coba, kalau kita disuruh jadi kaya tapi gak punya semangat buat kerja...ya ngak bisa kaya.
Contoh lain..seorang suami dianjurkan menggauli istrinya tapi dia gak punya hasrat ya ngak bisa
punya anak, ya ngak ?"
Saya menggangguk sambil tersenyum dan kali ini dengan pemahaman yang lebih jelas.
Percakapan tersebut membukakan mata hati saya bahwa HAWA NAFSU / KAMA itu penting
juga untuk kehidupan kita. Tanpa adanya hal tersebut maka dunia ini hambar dan tidak berwarna,
tidak ada konflik, tidak ada beda pendapat, tidak ada yang namanya perundingan untuk mencapai
kata sepakat. Kama (hawa nafsu) pastilah ada pada setiap orang. Kama inilah menggerakkan
orang untuk melakukan atau berbuat sesuatu, yaitu untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
masing-masing. Kama merupakan suatu kekuatan atau energi yang membuat orang hidup
dinamis, hidup lebih bergairah dan bersemangat. Kama jika dipandang dari aspek kemanusiaan,
merupakan hal yang alamiah, manusia sejak lahir sudah dilengkapi dengan kama, kama
merupakan bagian integral dari sosok manusia. Dengan kata lain manusia diciptakan SATU
PAKET : akal-budi….dann…nafsu.

Kama dalam Sarasamuccaya diibaratkan sebagai api, jika di tambahkan sedikit minyak ke
dalamnya, maka dengan cepat api akan membesar, jika api sudah membesar, masalah pun mulai
muncul, yakni betapa sulitnya mengendalikan api yang sudah membesar. Fenomena seperti
inilah bagaimana setiap orang berperang melawan kama yang ada dalam dirinya. Jika manusia
kalah dan dikuasai oleh hawa nafsunya maka dia akan musnah tetapi bila dia mampu
mengendalikan kobaran api hawa nafsunya niscaya dia selamat sampai tujuan. Sekarang
tergantung bagaimana kita me-manage hawa nafsu tersebut dan masing-masing orang membawa
kadar nafsu yang berbeda-beda. Pada wanita yang terbesar adalah nafsu akan barang-barang
mewah, gengsi, kecantikan/penampilan. Pada pria lain lagi, nafsu akan jabatan, kekayaan, harga
diri, dan menjadikan diri center point dari segala hal. Hal yang saya sebutkan diatas tidaklah
mutlak di miliki oleh masing-masing gender, bisa juga bertukar tempat karena dipengaruhi
banyak faktor.
Mungkin ada benarnya perkataan seorang sahabat bijak bahwa nafsu itu tidak dianjurkan untuk
dilenyapkan dari diri kita, karena kita diciptakan lengkap SATU PAKET oleh Sang Pencipta.
Lebih tepat bila dikatakan bahwa segala macam nafsu itu harus dikurangi dan di tempatkan
dibawah kendali UNSUR yang membuat kita menjadi manusia yang dicintai Tuhan yaitu: AKAL
dan BUDI. Seperti yang tertulis dalam sastra suci kita (umat Hindu) Bhagavadgita sbb :

“tasmat tvam indriyany adau niyamya bharatarsabha


papmanam prajahi hy enam jnana-vijnana-nasanam”
(Bhagavadgita III.41)
Artinya:
Wahai Arjuna, yang paling baik diantara para Bharata, karena itu pada awal sekali batasilah
lambang dosa yng besar ini (hawa nafsu) dengan mengatur indria-indria agar terkendali
pembinasa ilmu pengetahuan dan keinsafa diri ini.

Bagaimana upaya kita untuk memerangi hawa nafsu? Sri Krisna dalam Bhagawadgita telah
memberikan cara atau upaya untuk melawan dan mengendalikan hawa nafsu, yaitu pertama,
dengan disiplin melakukan kebiasaan yang baik (abhyasa) dan yang kedua berusaha
melaksanakan usaha pembebasan diri atau tidak terikat pada keinginan (wairagya).
“Tidak dapat diragukan lagi, O, Arjuna, pikiran itu berubah-ubah, sukar ditaklukkan, tetapi ia
bisa dikendalikan dengan membiasakan diri dan ketidakterikatan.” (Bhagawadgita-VI-35).

Pengendalian nafsu dapat dilakukan melalui pengendalian pikiran, pikiran itu seperti disebutkan
pada sloka di atas mudah berubah-ubah dan liar, mudah dipengaruhi oleh indera-indera. Dengan
pengendalian pikiran, pikiran menjadi lebih tenang dan kesadaran terjaga, dengan demikian
pengaruh hawa nafsu dapat diatasi oleh pikiran yang sadar. Kebiasan yang baik itu antara lain
dengan rutin menjalankan puja, doa,yoga, dhyana dan japamantra, pada waktu tertentu
menjalankan tapabrata seperti puasa, melaksanakan dharmadana dan bertirtayatra mengunjungi
tempat suci.

Usaha kedua, yaitu usaha pembebasan diri antara lain dengan cara perenungan diri (refleksi diri)
tentang hakikat hidup, menjalankan pola hidup sederhana, dan mengamalkan ajaran bekerja
dengan ikhlas seperti yang dianjurkan dalam Bhagawadgita. Pengendalian akan pengaruh hawa
nafsu sudah dilakukan sejak dahulu oleh umat Hindu, yaitu melalui rangkaian ritual menjelang
hari raya Galungan dan Kuningan. Selama tiga hari menjelang Galungan, umat Hindu berusaha
keras mengendalikan godaan hawa nafsu, jika berhasil mengatasi godaan tersebut, maka umat
Hindu bersukacita merayakan kemenangan melawan hawa nafsu, di mana hari itu disebut hari
kemenangan atau hari Galungan.

Demikianlah, pengendalian hawa nafsu sebenarnya sudah merupakan bagian dari tujuan hidup
umat Hindu, namun perlu diingat hawa nafsu itu bukanlah musuh yang mudah dikalahkan, hawa
nafsu itu selalu ada, dan tetap menjadi ancaman bagi siapa pun jika tidak dapat dikendalikan.
Jujur saja, saya sangat kagum dengan para hamba Tuhan / orang suci yang dengan begitu setia
dan berkaul untuk mengendalikan semua unsur nafsu duniawi mereka, sebut saja
Rohaniawan/wati, biksu, dan orang -orang yang memilih jalan hidup mereka untuk melayani
sesama. Saya yakin mereka juga mempunyai nafsu duniawi seperti kita orang awam tapi mereka
berusaha dengan keras dan setia mengurangi kadarnya menjadi MENDEKATI 0% atau
setidaknya menjadi seimbang.

Mungkin penjelasan tsb diatas terdengar rumit dan ribet, bagaimana langkah awal agar sedikit
semi sedikit kita bisa focus dalam mengendalikan hawa nafsu kita ? Pikirkan, jenis nafsu yang
paling mempengaruhi hidup kita. Mari kita belajar untuk menguranginya dengan niat yang kuat
agar timbangan kehidupan kita tetap terjaga seimbang dan dunia tetap semarak dengan warna-
warni pengalaman yang menjadikan kita semakin bijaksana.

Kiranya cukup sekian tulisan saya ini...semoga proses belajar menulis saya semakin baik dan
hasilnya serta dapat menjadi bacaan yang menghibur dan sekaligus bermanfaat bagi kita semua
termasuk saya pibadi 

“Sa sukhi yas trsnaya mucyate” artinya, dia yang tidak dikuasai hawa nafsunya ialah orang yang
beruntung.
Om Namo Siva Buddhaya!

Anda mungkin juga menyukai