Anda di halaman 1dari 6

“Kau ialah betina, kalau kau cuma tahu soal makan, tidur, bersolek dan kawin.

Banyaklah belajar, berpikirlah besar, rancanglah masa depan dan pandai-pandailah


menempatkan diri, maka kau boleh disebut wanita.

Tapi, untuk menjadi perempuan, kau juga harus memiliki kesadaran, ketulusan dan
bisa menjadi tempat untuk berpulang, serta kuat tuk dijadikan pijakan.”

― Lenang Manggala, Perempuan Dalam Hujan: Sealbum Puisigrafi –

Dibalik Hari Ibu…..(Bukan Dibalik Kelambu….)

Akhirnya bulan pada tahun Masehi sudah menapak pada bulan “bungsu” yaitu
Desember. Desember adalah si bungsu yang menarik menurut saya karena banyak
moment yang indah dan penting di dalamnya yaitu Hari Raya Natal dan pergantian Tahun
Baru pun berada di ujung bulan ini. Aroma pesta, kemeriahan dan kesenangan terasa
begitu kental di bulan yang diwarnai dengan begitu banyak hujan dan hawa dingin yang
terkadang menusuk tulang.

Ada satu moment yang sangat penting bagi para wanita pada bulan ini dan berawal
dengan berkumpulnya para pejuang wanita pada tahun 1928 di Yogjakarta di tanggal 22-
25 Desember. Mereka yang berasal dari berbagai wilayah seNusantara berkumpul
menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan
nasib kaum perempuan misalnya, pelibatan peran perempuan dalam berbagai aspek
pembangunan bangsa. Tanpa diwarnai gembar-gembor kesetaraan gender, para pejuang
perempuan itu melakukan pemikiran kritis dan aneka upaya yang amat penting bagi
kemajuan bangsa. Sejak saat itu ditetapkanlah tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu
melalui Dekrit Presiden No.316 tahun 1959 dan dirayakan secara nasional.

Misi diperingatinya Hari Ibu pada awalnya lebih untuk mengenang semangat dan
perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini. Kini, Hari Ibu di
Indonesia diperingati untuk mengungkapkan rasa sayang dan terima kasih kepada para
ibu, memuji ke-ibu-an para ibu. Berbagai kegiatan pada peringatan itu merupakan kado
istimewa, penyuntingan bunga, pesta kejutan bagi para ibu, aneka lomba memasak dan
fashion show, atau membebaskan para ibu dari beban kegiatan domestic sehari-hari.

Disini saya tidak akan memberikan nilai plus minus perayaan itu, ataupun
mempermasalahkan cara-cara merayakannya karena itu adalah hal-hal indah yang pantas
dilakukan sebagai bentuk penghormatan pada perempuan sebagai Ibu, sosok yang
mempunyai peran sangat penting sebagai tonggak penopang keluarga dan suatu bangsa.
Lagi pula asal bermulanya sebuah kehidupan berawal dari sosok lembut dan penuh kasih
ini. Di dalam kitab Manawa Dharmasastra pun disebutkan bahwa, kedudukan wanita itu
sangat dimuliakan, hal ini disebutkan di dalam bab III sloka 55 sebagai berikut :

Pitrbhir bhratrbhic, Caitah patribhir dewaraistatha,


Pujya bhusayita wyacca, Bahu kalyanmipsubhih.

Artinya :
Wanita harus dihormati dan disayangi oleh ayahnya, kakak-kakaknya, suami dan ipar-
iparnya yang menghendaki kesejahteraan sendiri.

Dalam tulisan ini saya hanya ingin sedikit mengulik peran penting lainnya selain
sebagai ibu dan istri bagi perempuan, yaitu sebagai PENDIDIK. Sebenarnya ini adalah salah
satu fungsi hidup perempuan dalam tanggung jawabnya sebagai ibu, namun ini tidak
berarti seorang perempuan yang bukan seorang ibu lepas dari peran ini. Naluri
perempuan sebagian besar terbentuk sebagai pendidik dan sebagai ibu naluri tersebut
tersalurkan secara otomatis. Artinya bahwa tanggungjawab pendidikan secara kodrati
menyatu pada keberadaan perempuan sebagai ibu.

Tak seorangpun meragukan bahwa peranan wanita khususnya sebagai ibu dalam
pendidikan untuk anak-anak selaku generasi penerus sangat penting dan menentukan, ini
disebabkan oleh beberapa hal:

1. wanita mempunyai naluri seprang ibu dan berdasarkan naluri itu seorang ibu
akan berusaha memberikan segala hal yang terbaik kepada anak-anaknya
2. sbg seorang ibu, wanita mempunyai tanggungjawab yg penuh terhadap
kesejahteraan keluarga termasuk didalamnya pengertian kewajiban mendidik dan
membina anak-anaknya sebagai generasi muda dlm rangka pembangunan
manusia seutuhnya.

Tugas kodrati wanita sebagai seorang ibu, hendaknya diterima dgn rasa syukur,
sehingga niat utk melaksanakannya dapat diwujudkan dengan sebaik-baiknya dan dapat
terpenuhinya harapan tumbuhnya putra dan putri keluarga sebagai generasi yang sehat,
cerdas, taqwa. Dalam membina generasi muda, seorang ibu perlu mengarahkan tugasnya
agar terbentuk generasi muda yg berkepribadian, mandiri dan berani menghadapi
tantangan yang ada secara pribadi maupun sebagai generasi pewaris bangsa dan
negaranya.

Di dalam keluarga Indonesia yang menganut system kekeluargaan yang luas,


peranan ibu sebagai pendidik tidak hanya mendidik anak-anaknya tetapi juga siapa saja
yang tinggal dalam keluarga itu : kemenakan, adik, sepupu, dll. Usaha pendidikan keluarga
itu biasanya ditujukan pada internalisasi pelbagai norma yang dianggap yg dianggap
penting bagi keluarga ybs termasuk ilmu ketrampilan dan keagamaan. Oleh karena itu
sebagai ibu tidak ada alasan apapun untuk menolak atau mengalihkan taggungjawabnya
dibidang pendidikan terutama terhadap anak-anaknya.

Karir, tugas kemasyarakatan, maupun mencari nafkah tidak bisa dijadikan alasan
untuk meninggalkan tugas mendidik anaknya. Dalam tugasnya mendidik anak, ibu harus
mengawali tugasnya dengan mengupayakan pemberian makanan dan minuman yang baik
dan bermanfaat. Hal ini akan berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan
anaknya, sehingga menjadi individu yang sehat, kuat dan juga merupakan fondasi
terbentuknya sikap serta akhlak anak yang suputra.

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh perempuan selaku ibu dalam
fungsinya sebagai pendidik agar terbentuknya pribadi dan perilaku anak yang suputra
adalah pengkondisian diri, artinya apapun kesibukan ibu dan sebanyak apapun pembantu
yang dipekerjakan dalam suatu keluarga, pendampingan dan terlebih lagi pendidikan
terhadap anak haruslah dilakukan secara optimal oleh ibu (terutama) dan ayah, bukan
berarti peran tersebut tidak bisa digantikan oleh suami selaku ayah tapi sentuhan kasih
sayang dan personal in touch seorang ibu memang sangat berbeda dan ajaib.

Begitu pula di dalam Hindu, peran wanita selain tugasnya sebagai pelaksana
didalam upacara agama, wanita ikut ambil bagian sebagai pendidik. Berkaitan fungsinya
sebagai pendidik pada kehidupan rumah tangga (Guru Rupaka) yang menjadikan atau
yang membentuk pertumbuhan rohani dan jasmani yang pertama bagi seorang anak,
Drs.G.K. Adia Wiratmaja (Titib, 1998:142) dalam bukunya: Wanita Hindu Suatu Proyeksi
(1991), membagi peranan wanita kedalam lima jenis, yaitu,

1). Peranan wanita sebagai istri, pendamping suami.


2). Peranan wanita sebagai ibu, pendidik dan pengasuh anak.
3). Peranan wanita dalam pelaksanaan agama, utamanya penyelenggaraan upacara-
upacara keagamaan.
4). Peranan wanita dalam kehidupan masyarakat, sebagai penumbuh kembangkan
nilai-nilai yang baik dalam keluarga dan masyarakat
5). Peranan wanita dalam pembangunan yang menyoroti peranan wanita dewasa ini
aktif sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai wanita karir.

Dari pandangan diatas, dapat kita kaji bahwa persepsi masyarakat Hindu
tentang perempuan (termasuk tentang demokrasi, HAM dan sebagainya) adalah sama-
sama mulia, sama-sama memiliki potensi dan fungsi sesuai dengan kodrat masing-masing,
artinya seorang perempuan bila mampu melaksanakan swadharmanya dengan baik maka
wanita benar-benar mendapatkan penghargaan yang sangat mulia.

Status sebagai ibu adalah kemuliaan yang harus dibuktikan bukan dengan teriakan
meminta pengakuan atas kesetaraan gender tapi dengan pembuktian bahwa predikat
mulia tersebut memang pantas disandangkan untuk kewanitaan kita. Bagaimana caranya ?
dengan mengedepankan sekuat tenaga peran dan fungsi wanita terutama sebagai pendidik
untuk anak-anak kita.
Oleh karena itu sebagai ibu dan pendidik keluarga, wanita memerlukan
keterampilan dan pengetahuan yang memadai untuk mencapai keberhasilan dalam
membentuk kepribadian putra-putrinya. Pendidikan yang diperoleh oleh wanita tidak
hanya penting bagi karirnya saja tetapi diperlukan juga dalam mendidik putra-putri dalam
keluarga. Wanita sebagai ibu yang mempunyai pedidikan dan berpengetahuan biasanya
akan memiliki pandangan lebih terbuka dalam menghadapi berbagai masalah yang terjadi
di dalam masyarakat ataupun dalam keluarga internalnya.

Dear Wanita .. berpendidikan tinggi bukan berarti membuat anti dengan dapur, tidak boleh
kembali ke dapur, menghindar mengurus rumah tangga. Justru seharusnya dengan sekolah
tinggi wanita harus makin cerdas, pintar sehingga mengerti bagaimana menata dapur
yang cantik dan bersih juga sehat, seperti apa masakan bergizi yang harus diolah untuk
suami dan anak. Sebab wanita tidak hanya sebagai ibu rumah tangga melainkan sebagai
akuntan, sebagai psikologi, sebagai arsitek, sebagai koki, sebagai analis, dan sebagai
PENDIDK.

“Jika kamu mendidik satu laki-laki, maka kamu mendidik satu orang. Namun, jika kamu
mendidik satu perempuan, maka kamu mendidik satu generasi.” (Moh. Hatta)

Sahabat terkasih, bila begitu banyak orang-orang mengatakan bahwa hari Ibu
adalah moment mengenang jasa-jasa pergerakan kaum wanita tahun 1928an dan
mengungkap hebatnya peran wanita dalam kancah politik dan pemerintahan maka marilah
kita sekarang mencoba kembali mengingat makna hari Ibu dengan melihat sisi lain peran
Ibu yaitu sebagai pendidik yang sudah mulai sedikit tergeser dengan peran sekolah-
sekolah canggih yang semakin bagus dan serba internet. Semakin terasa dan terlihat
bahwa anak-anak hanya mendapatkan bagian pendidikan dari Ibu sebagai pelengkap
(maafkan bila saya salah). Porsi terbesar adalah dari sekolah dan paman Google....heheh...

Mudah-mudahan bermanfaat dan bisa diambil hikmahnya, bila ada kata atau
pernyataan yang tidak berkenan mohon diingatkan lalu dimaafkan ya…. Rahayu…

Selamat Hari Ibu …….


Daftar Pustaka:

1. Gender dan Strategi Pengarus-utamanya Indonesia ; Dr.Riant Nugroho, November 2008

2. PEREMPUAN INDONESIA : Dulu dan Kini ; Mayling Oey-Gardiner;Mildred Wagemann;


Evelyin Suleeman; Sulastri, Gramedia 1996

3. PERJUANGAN WANITA INDONESIA 10 WINDU SETELAH KARTINI 1904-1984 ;


Departemen Penerangan RI, 1984

4. PEREMPUAN DAN ILMU PENGETAHUAN ;Prof. Dr. Saparinah Sadli & Lilly Dhakidae,
Penerbit Djambatan, 1990

Anda mungkin juga menyukai