Anda di halaman 1dari 5

BHAKTI NANDINI

Kegiatan ngayah dalam upacara Abhiseka Prambanan (9-12 November 2019) memberikan
banyak pembelajaran dan pemahaman bagi saya, baik pembelajaran mengenai sikap hidup dan
khususnya pemahaman dalam sikap spiritual agama. Upacara Abhiseka serta sejarah
Prambanan baik itu berupa kisah atau makna didalamnya makin memperkaya pengetahuan
agama dan sangat memperkuat kecintaan saya pada Hindu, semoga saya selalu diberikan
anugerah berupa pengalaman dan pemahaman yang lebih banyak lagi … tathastu.

Moment ngayah di Candi Prambanan memberikan kesempatan pula pada kami untuk
berkunjung ke wisata Tebing Breksi, bukan tebingnya yang menarik bagi saya tapi fasilitas
menyinggahi beberapa tempat wisata dan bersejarah dengan mengendarai Jeep, ini yang
sangat berkesan. Salah satu tempat yang kami datangi adalah Candi Ijo yang berlokasi di
perbukitan ijo, yang berada di dusun Groyokan, kelurahan Sambirejo, Kecamatan Prambanan,
Sleman Yogyakarta. Nah, sedikitnya kita bisa menebak mengapa candi ini diberi nama Candi Ijo
… pasti karena lokasinya berada di perbukitan nan hijau dan subur …iya kan ? betul skali …
Didalam kitab sastra suci disebutkan bahwa lahan atau tanah merupakan Vastu atau tempat
tinggal yang paling utama bagi dewa atau manusia, oleh karena itu pemilihan lokasi untuk
mendirikan suatu bangunan kuil / dewa amatlah utama, bahkan lebih utama dibandingkan
bangunan kuil / candi itu sendiri. Lahan yang dipilih biasanya lahan yang subur dan tidak jauh
dari sumber mata air.

Kompleks Candi Ijo adalah kompleks percandian yang berteras-teras dan semakin meninggi
pada sisi timur dengan bagian pusat candi. Pola candi semacam ini berbeda dengan pola–pola
candi yang ada di dataran Prambanan, yang membuat candi ini serupa adalah terdapatnya tiga
candi perwara yang menunjukkan penghormatan masyarakat Hindu kepada Trimurti: Brahma,
Visnu, dan Siva, sama dengan Candi Prambanan. Pada candi utama, terdapat sebuah bilik
yang didalamnya terdapat Lingga Yoni yang melambangkan Bhatara Siva yang menyatu dengan
Dewi Parvati, sedangkan di dalam tiga candi perwara lainnya, salah satunya arca candi yang

https://www.mongabay.co.id/2019/01/19/melihat-konservasi-nandini-lembu-putih-yang-disakralkan-di-bali/
https://gamabali.com/sapi-menurut-weda/
Made Darmayasa, Keagungan Sapi Menurut Weda ; Pustaka Manikgeni 1993
konon merupakan kendaraan Bhatara Siva yaitu Lembu Nandini dan meja batu disebut juga
padmasana. Sayang sekali, kami tidak terpikir untuk mengabadikan arca Lembu Nandini
karena kami sudah terbius dengan pesonanya sejak masuk ke bilik tempat bersemayamnya arca
itu.

Nandini dalam bahasa Sansekerta artinya "yang menyenangkan" adalah seekor lembu betina.
Lembu ini dipakai sebagai wahana (kendaraan) Bhatara Siva. Lembu Nandini dikenal
mempunyai sifat tak kenal takut, juga melambangkan lembu kekayaan, milik Bhagawan
Wasista. Konon Nandini terlahir dari Surabhi, sang lembu kemakmuran yang muncul ketika
samudra diaduk pada proses penciptaan alam semesta. Figur Lembu Nandini banyak dijadikan
arca pada percandian Hindu di Jawa, khususnya pada percandian yang memuja Bhatara Siva.

Sapi menurut Veda bukanlah sapi biasa, bukan sampi (sapi Bali) bukan juga bison atau banten
ataupun kerbau. Sapi menurut Veda adalah Nandini, lembu putih yang sangatlah disucikan /
disakralkan, bukan diharamkan seperti babi atau anjing dalam Islam. Hampir setiap orang
Hindu yang sungguh-sungguh mendalami spiritual Hindu amat berpantang makan daging sapi
atau daging lembu. Mereka yang tidak memakan daging sapi bukan menganggap sapi itu
haram atau binatang yang jelek, tetapi mereka sangat menghormati sapi itu. Hindu memiliki
tiga dimensi untuk mendapatkan hubungan yang harmonis, (1) antara manusia dengan alam
lingkungannya, (2) antara manusia dengan sesamanya dan (3) keharmonisan yang tertinggi
adalah keharmonisan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Pantangan menyakiti atau
membunuh atau memakan dagingnya lebih terkait dengan sujud bhakti kita ke hadapan
Bhatara Siva (Tuhan Yang Maha Esa). Secara logika, bagaimana mungkin kita selalu
memujaNya dalam setiap sujud dan doa, namun dilain kesempatan kita membunuh dan
memakan daging hewan suci kesayanganNya ?

Saha-yajnah prajah srstva, purovaca prajapatih


Anena prasavisyadhvam, esa vo ‘stv ista-kama-dhuk
(Bhagavadgita III.10)

https://www.mongabay.co.id/2019/01/19/melihat-konservasi-nandini-lembu-putih-yang-disakralkan-di-bali/
https://gamabali.com/sapi-menurut-weda/
Made Darmayasa, Keagungan Sapi Menurut Weda ; Pustaka Manikgeni 1993
Dalam sloka diatas disebutkan adanya hubungan timbal balik berdasarkan yadnya antara
Prajapati, Praja, dan Kamadhuk. Prajapati adalah Tuhan sebagai Raja Alam Semesta. Praja
adalah manusia yaitu makhluk hidup yang paling lengkap. Kamadhuk dalam Bhagavadgita
adalah sapi milik dewa Siva, yang mampu memenuhi segala keinginan yang dikehendaki oleh
manusia. Sapi dalam Hindu banyak digunakan dalam simbol alam semesta atau simbol bumi.

Agavo agmanuta bhadramakrantsidantu gosthe


Ramayantvasme prajavatih parurupa iha syurindraya
Purvirusaso duhanah
(Rg Veda 6.28.1)
Sapi telah datang dan dengan kedatangannya kita menjadi sejahtera. Sapi duduk di
kandangnya dan memberikan kesenangan pada kita. Sapi-sapi yang dihiasi oleh aneka warna
dan anak-anak yang sehat, memberikan susu yang melimpah ruah.

Duhamasvibhyam payo aghnyeyam sa vardhatam mahate saubhagaya


(Rg Veda 1.164.27)
Sapi ini yang tidak boleh dibunuh, mempersembahkan susu kepada Dewa Asvini dan dia
berkembang demi keuntungan kita.

Kunjungan saya ke Candi Ijo khususnya ke bilik tempat bersemayamnya Lembu Nandini
mengingatkan kembali kepada diri saya perihal KESETIAAN dan PENGABDIAN.
Sebagai tunggangan Bhatara Siva, Lembu Nandini selalu menemani setiap perjalanan Bhatara
Siva. Kesetiaan sebagai bentuk pengabdian Lembu Nandini kepada Bhatara Siva mampu
membuat Lembu Nandini mampu dan mau menyerahkan diri sepenuhnya untuk melayani Sang
Hyang Iswara. Totalitasnya dalam melayani membuat Bhatara Siva menjadikan Nandini hewan
kesayangan. Tak ada Siva tanpa Nandini dan begitu pula sebaliknya.

https://www.mongabay.co.id/2019/01/19/melihat-konservasi-nandini-lembu-putih-yang-disakralkan-di-bali/
https://gamabali.com/sapi-menurut-weda/
Made Darmayasa, Keagungan Sapi Menurut Weda ; Pustaka Manikgeni 1993
Bagaimana dengan kita ? Pengabdian seperti apa yang bisa kita lakukan untuk menunjukkan
kesetiaan kepada junjungan kita, Hyang Widi Wasa agar kita mendapatkan kehormatan untuk
menyatu denganNya kelak ?

Dalam agama Hindu kita hanya memuja satu Tuhan yang kita sebut sebagai “Eko Narayanan
Na Dvityo Sti Kascit (Ia yang satu tidak ada yang kedua yaitu Narayana). Oleh karena itulah
maka pengabdian tertinggi dalam hidup kita haruslah terpusat pada Hyang Widi Wasa (Tuhan
Yang Maha Esa), berbagai bentuk pengabdian yang dilakukan tidaklah menjadi masalah asalkan
esensinya adalah sang Pencipta.

Hindu sebagai agama universal mengajarkan bahwa jalan apapun yang ditempuh seseorang
untuk mengabdikan diri kepada Tuhan asalkan berdasarkan dharma maka akan tetap akan
diterima untuk menyatu denganNya kelak. Nah… sebagai tuntunan, Hindu mengajarkan tentang
CATUR (empat) MARGA (jalan) yaitu empat jalan atau cara umat Hindu untuk mewujudkan
pengabdian guna menuju kepada Hyang Widhi Wasa. Tuhan Yang Maha Esa. Catur Marga
berisikan :

1. Bhakti Marga = mencintai / menyayangi

Bhakti Marga adalah jalan pengabdian Tuhan dengan cara menunjukan bhakti kita (berbakti,
cinta pada Tuhan dan sesama). Sepertinya ini sejalan denga falsafah Tat Tvam Asi bukan ?
Sayangi Tuhanmu, sayangi keluargamu, sayangi teman teman mu, bahkan kau harus
menyayangi musuhmu, pokoknya semuaaa…..dannn lakukan itu dengan dilandasi penuh rasa
bhakti kepada Tuhan, maka anda telah berhasil melaksanakan Bhakti Marga.

2. Karma Marga = melayani

Karma Yoga adalah pengabdian kepada Tuhan dengan sarana kerja (perbuatan) yang tulus iklas
tanpa pamrih, tanpa memikirkan upahnya karena yakin bahwa kerja yang dilakukan olehnya
adalah atas perintah Tuhan sesuai dengan etika agamanya, terlepas dari segala bentuk ikatan
(egoisme) atau ikatan terhadap hasil kerja, karena segala bentuk keakuan adalah ego. Ego inilah
yang menghalangi tumbuhnya niat untuk melayani dari dalam diri kita.

https://www.mongabay.co.id/2019/01/19/melihat-konservasi-nandini-lembu-putih-yang-disakralkan-di-bali/
https://gamabali.com/sapi-menurut-weda/
Made Darmayasa, Keagungan Sapi Menurut Weda ; Pustaka Manikgeni 1993
3. Jnana Marga

Jnana Marga adalah jalan pengabdian kepada Tuhan dengan cara mempelajari kitab Suci Veda.
Jalan ini cukup sulit untuk dilakukan oleh orang biasa, karena tidak semua orang mampu untuk
memahami secara benar maksud yang terkandung dalam Veda. Bila kita ingin mempelajari
Kitab Suci Veda, sebaiknya mulailah dengan membaca Bhagawad Gita, karena Bhagawad Gita
merupakan ajaran Veda yang sudah disederhanakan, sehingga orang biasa pun bisa memahami
maksud yang terkandung dalam Bhagawad Gita.

4. Raja Yoga

Raja Yoga adalah jalan pengabdian kepada Tuhan denga cara Meditasi, Perenungan Tuhan,
Pengendalian (Tapa). Cara ini sulit dilakukan oleh orang yang tidak terlatih oleh karena itu
butuh bimbingan guru atau orang yang sudah menguasainya.

Nah, teman-teman kira-kira jalan apa yang akan atau sudah kita ditempuh untuk mewujudkan
pengabdian dan kesetiaan kepada Hyang Widi Wasa ? Tuntunannya sudah ada loh..jadi ngak
perlu membingung ditempat saja. Jalani kehidupan, keseharian dengan iklas beriringan
dengan dharma, selalu letakan dharma dalam setiap tindakan dan keputusan yang kita ambil,
dalam tutur kata, dalam kasih sayang yang kita tebarkan untuk sekeliling kita. Apapun yang
dilakukan sertai dengan iklas, jujur dan penuh tanggungjawab. Sama seperti Nandini yang
mempersembahkan kesetiaan dan pengabdiannya kepada Bhatara Siva dengan iklas dan rela
menjadi tunggangan Bhatara Siva kemanapun dan kapanpun sehingga Sang Junjungan sangat
menyayanginya, dan kitapun menghormati keberadaan Sang Lembu Nandini sebagai bagian
yang tak terpisahkan dalam memuja Sang Hyang Iswara.

https://www.mongabay.co.id/2019/01/19/melihat-konservasi-nandini-lembu-putih-yang-disakralkan-di-bali/
https://gamabali.com/sapi-menurut-weda/
Made Darmayasa, Keagungan Sapi Menurut Weda ; Pustaka Manikgeni 1993

Anda mungkin juga menyukai