Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang

Hindu merupakan agama yang universal, universal disini yang dimaksud adalah ajaran –

ajaran yang terdapat dalam Hindu terdapat pula dalam agama lain. Setiap ajaran  terdapat dalam

kitab suci yaitu Veda yang dijadikan pedoman dan patokan umat Hindu dalam menjalankan

hidup.

Agama Hindu merupakan karya Tuhan yang monumental, sama monumentalnya dengan

keberadaan alam semesta beserta isinya (Donder, 2006 : 138). Oleh karena itu, Sebagai karya

Tuhan yang monumental, Hinduisme mengandung berbagai macam Isme atau kepercayaan, yang

diantaranya Animisme (percaya bahwa segala yang ada di alam semesta ini memiliki roh),

Dinamisme (kepercayaan primitif dimana semua benda itu memiliki kekuatan yang bersifat

gaib), Anthropomorfisme (kepercayaan bahwa  penggambaran Tuhan melalui wujud manusia

maha sempurna yang memiliki kelebihan), Politeisme (kepercayaan tehadap adanya banyak

Tuhan), Monisme (keparcayaan bahwa segala yang ada di alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan

Yang Maha Esa atau Tunggal), Pantheisme (kepercayaan yang mengajarkan bahwa segala

sesuatu adalah Tuhan), Totemisme (kepercayaan pada benda, hewan, atau tumbuh-tumbuhan

yang disucikan atau dianggap suci), Kathenoisme (kepercayaan terhadap adanya Deva tertinggi),

dan Monotheisme (kepercayaan adanya percaya dan menyembah hanya pada satu Tuhan.

Hinduisme adalah kebenaran objektif yang intersubjektif, artinya Hinduisme adalah kebenaran

fakta yang dapat menerima kebenaran dari manapun sepanjang tidak bertentangan kesemestaan

(Donder, 2006 : 138). Dari Isme di atas, penulis akan membahas Isme yaitu konsep Totemisme.

Totemisme merupakan percaya pada hewan atau tumbuhan yang dianggap suci, karena dianggap
merupakan penjelmaan dari Deva. Di dalam Hindu banyak sekali terdapat benda, Tumbuhan dan

Hewan yang suci, salah satunya adalah hewan Sapi.

Gavah visvasyah matarah – sapi adalah ibu seluruh dunia (Darmayasa, 2008 : 22). Sapi

dikatakan sebagai ibu dunia karena sapi mampu menghidupi dunia ini, segala yang ada dalam

sapi dapat digunakan. Sapi diibaratkan bumi yang siap menghasilkan seperti bumi akan

menghasilkan bahan – bahan makanan manusia seperti sayur, buah, dan lain sebagainya. Begitu

juga dengan sapi yang siap menghasilkan susunya setiap hari, susu tersebut di konsumsi oleh

seluruh umat manusia di dunia ini. selain itu, sapi juga merupakan wahana Deva Siva yang

bernama Nandini, dan sapi juga merupakan hewan peliharaan Avatara Krsna.

Oleh karena itu, sudah sepatunya umat Hindu menghormati sapi dan pantang  untuk

memakan daging sapi, karena sapi sangat dihormati oleh umat Hindu. Inilah yang melatar

belakangi penulis tertarik untuk mengangkan topik ini dalam sebuah paper yang berjudul

“Keagungan Sapi dalam Budaya Hindu (Konsep Totemisme dalam Teologi dan Filsafat Hindu)”.

1.2  Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yaitu sebagai berikut :

           1.      Bagaimana pandangan masyarakat Hindu terhadap sapi?

           2.      Bagaimana konsep Totemisme dalam Teologi dan Filsafat Hindu?

           3.      Bagaimana keagungan sapi dalam teks – teks Hindu?

1.3  Tujuan Pembahasan

Dari rumusan masalah di atas, terdapat tujuan yaitu sebagai berikut :

            1.      Untuk mengetahui pandangan masyarakat Hindu terhadap sapi.


            2.      Untuk mengetahui konsep Totemisme dalam Teologi dan Filsafat Hindu.

            3.      Untuk mengetahui keagungan sapi yang terdapat dalam teks – teks Hindu.

            4.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Filsafat.

1.4  Manfaat Pembahasan

Manfaat teoritis

Diharapkan dengan paper yang sederhana ini dapat membantu para pembaca sebagai

bahan bacaan, sebagai bahan perbandingan maupun sebagai acuan dalam penulisan karya tulis

yang relevan dengan paper ini.

Manfaat praktis

1.      Bagi mahasiswa

Melalui paper ini mahasiswa diharapkan mampu memahami isi paper ini dan mampu

menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari.

2.      Bagi masyarakat

Melalui paper ini diharapkan masyarakat mengetahui dan mampu memahami makna isi paper ini

dan menjadikannya pedoman dalam kehidupan bermasyarakat.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1.1.      Pandangan Masyarakat yang ada di India

Sapi memiliki kelebihan dari hewan – hewan lain dan dianggap suci, sapi juga dikatakan bahwa

induk atau ibu dari semua hewah yang ada di dunia ini. Sapi banyak memberikan manfaat

kepada umat manusia, sapi memberikan susunya kepada manusia dan dikatakan sebagai ibu

karena setiap saat memberikan asinya kepada manusia. Selain susunya kotoran dari sapi pun

sangat bermanfaat yaitu digunakan sebagai pupuk yang dapat menyuburkan bumi pertiwi.

Masyarakat Hindu yang ada di India sangat menghormati sapi, bahkan mereka yang mendalami

spritual Hindu amat berpantangan makan daging sapi. Sejak turunnya Avatara Krsna, sapi sudah

sangat dihormati. Dalam kitab Purana yang tergolong Visnu Purana atau Satvika Purana

disebutkan Krsna sebagai “Gopala” artinya pelindung sapi (Darmayasa, 2008 : 9). Dalam buku

keagungan sapi menceritakan para Gopi sendiri adalah para peternak pengikut Krsna yang

mengembala sapi. Sri Krsna sebagai pengembala sapi adalah lambang hubungan antara alam

semesta dan segala isinya dengan Tuhan. Sri Krsna Avatara Tuhan Yang Maha Esa yang

berfungsi sebagai pelindung dan pemelihara alam semesta ini. Sedangkan sapi yang digembala

oleh Sri Krsna tidak lain adalah lambang alam semesta ini. Dan para Gopi adalah  manusia

pengikut ajaran Veda yang wajib ikut menjaga alam semesta ini untuk kebahagiaan hidup lahir

dan bathin. Susu sapi yang di nikmati oleh para Gopi di Brindavana adalah susu lambang dari

pada hasil bumi atau hasil alam berupa tumbuh – tumbuhan sebagai sumber makanan utama

manusia. Brindavana adalah kerajaan di mana Nanda sebagai raja dan Yasoda sebagai

permaisuri. Di kerajaan inilah Sri Krsna waktu kecil dipelihara agar tidak diketahui oleh Raja
Kangsa, paman Sri Krsna, yang ingin membunuhnya, karena ada suatu sabda Tuhan bahwa Raja

Kangsa akan dibunuh oleh Putra Devaki yang kedelapan. Di kerajaan Brindavana inilah sapi –

sapi disayang, dihormati, dipelihara, dengan penuh kasih sehingga menghasilkan susu berlimpah,

sumber makanan penduduk. Para Gopi di Brindavana ini adalah rakyat yang tidak berpendidikan

tinggi, namun lugu, penuh dengan rasa bakti pada Tuhan, jujur dan tekun merawat sapi – sapi

yang dilindungi oleh Sri Krsna. Keadaan para Gopi di Brindavana ini, adalah suatu teladan bagi

mereka yang ingin mencapai kesempurnaan hidup lewat jalan bhakti dan pengabdian kepada

Tuhan. Pengabdian kepada Tuhan adalah dengan jalan merawat sapi alam semesta ini yang

merupakan sember kehidupan semua mahluk (Darmayasa, 2008 : 11).

2.1.2.      Pandangan masyarakat yang ada di Indonesia

Dewasa ini, Indonesia merupakan Negara yang memiliki keanekaragaman budaya, suku

dan agama. Indonesia memiliki enam agama yang diantaranya Islam, Kristen, Katolik, Hindu,

Budha, dan Konghucu. Islam merupakan agama terbanyak yang memiliki umat di Indonesia.

Mereka memiliki hari raya di mana pada saat itu mereka melakukan upacara Kurban, mereka

menyembelih hewan seperti sapi, kambing yang nantinya akan diberikan kepada pakir miskin.

Upacara ini memang memiliki makna yang sangat mulia karena telah membantu pakir miskin,

akan tetapi dalam konsep Hindu itu sangat menyalahi aturan. Seperti yang dijelaskan dalam buku

keagungan sapi bahwa sapi merupakan ibu dari alam semesta. Semestinya kita sangat

menghormati sapi, dan sapi tidak pantas untuk dibunuh atau disembelih, walaupun tujuannya

mulia untuk membantu para pakir miskin. Tidak sepantasnya kita membahas ini lebih lanjut,

karena setiap agama itu memiliki konsepnya masing – masing. 


Masyarakat Hindu yang ada di Indonesia pada umumnya, khususnya Bali menggunakan

sapi sebagai simbol dalam upacara Pitra yadnya yaitu upacara Ngaben yang menggunakan sapi

atau lembu menjadi sarana yang sangat penting dalam pembakaran jenazah. Dalam hal ini lembu

tersebut adalah lambang alam semesta atau bumi (Darmayasa, 2008 : 4). Akan tetapi didalam

kehidupan umat Hindu Bali belum paham akan penghormatan kepada sapi. Banyak umat Hindu

yang tidak menghormati sapi seperti pada saat membajak sawah sapi dipukul, ditendang, dipaksa

untuk membajak sawah, bahkan lebih parah lagi masih ada yang membunuh sapi dan memakan

daging sapi. Dalam Catur Veda sudah jelas dikatakan bahwa :

Mata rudranam duhita vasunam


Svasadityanamamrtasya nabhih
Pranuvocam cikituse janaya
Ma gamanagamaditim vadhistira.

Sapi adalah ibu dari sebelas Rudra, putri dari para vasu,
Saudari dari putra – putra Aditi, saudari Sri visnu,
Pokok persembahan  kurban – kurba para dewa.
Karena itu, ku umumkan kepada
orang – orang berbudi pekerti dan bijaksana,
Jangan membunuh sapi yang tidak berdosa
dan yang tidak doleh dibunuh.

Rg Veda. 8. 11. 15.

Dari sloka diatas sangat jelas ditegaskan Ma Vadhistha artinya jangan dibunuh. Kata

anagam dan aditim yang artinya dia yang tidak berdosa dan dia yang sama sekali tidak boleh

dibunuh. Karena sapi adalah ibu dari para Rudra, sapi adalah putri dari para Vasu, saudari dari

Sri Visnu,  saudari dari Aditya, karena sapi adalah pokok dari para yajna pusat dari amerta,
karena sapi adalah anaga atau tidak berdosa, maka kuukmukan ma vadhistha, jangan dibunuh.

Cikituse janaya juga sangat bermakna, yaitu permintaan ini, harapan ini, pengumuman ini, atau

doa ini ditujukan kepada orang – orang berbudi pekerti dan bijaksana.

2.5  Konsep Totemisme dalam Teologi dan Filsafat Hindu

Hindu mengenal berbagai konsep yang salah satunya adalah konsep Totemisme.

Totemisme adalah keyakinan akan adanya binatang keramat yang sangat dihormati. Binatang

tersebut diyakini memiliki kesaktian. Umumnya adalah binatang binatang mitos, juga binatang

tertentu di alam yang dianggap keramat (Titib, 1996 : 86). Dalam buku teologi kasih semesta

dijelaskan bahwa pendapat lain mengenai pengertian Totemisme adalah adalah kepercayan pada

benda atau tumbuh – tumbuhan atau hewan – hewan yang disucikan (dianggap suci) karena

dianggap sebagai penjelmaan dewa yang merupakan nenek moyang kita. Dari pengertian di atas,

Hindu memiliki ajaran yang tidak ada di aama lain. Hindu memberikan penghormatan kepada

benda, tumbuhan dan sapi yang dianggap suci. Dalam beberapa sloka yang terdapat dalam

Bhagavadgita juga menjelaskan mengenai Totemisme yang diantaranya :

asvatthah sarva-vrksanay             devarṣinam ca naradah


gandharvanam citrarathah           siddhanam kapilo munih

Di antara semua pohon, aku adalah pohon beringin.


Di antara resi di kalangan para dewa Aku adalah Narada.
Di antara para Gandharva Aku adalah Citraratha, dan
Di antara makhluk-makhluk yang sempurna Aku adalah resi Kapila.

Bhagavad Gita X. 26.


Pohon beringin (asvattha) adalah salah satu di antara pohon – pohon yang paling tinggi dan

paling indah, dan banyak pengikut Veda memuja pohon itu sebagai salah satu ritual yang

dilakukan pagi – pagi setiap hari. Di antara para dewa, mereka juga menyembah Narada,

penyembah yang paling mulia di alam semesta. Karena itu, Narada adalah perwujudan Krsna

sebagai seorang penyembah. Planet Gandharva penuh dengan makhluk yang menyanyi dengan

merdu sekali, dan diantara semuanya, penyanyi terbaik adalah Citraratha. Di antara semua

makhluk hidup sempurna, Kapila putera Devahuti, adalah perwujudan dari Krsna. Kapila adalah

penjelmaan dari Krsna, dan filsafat Kapila disebut dalam Srimad-Bhagavatam. Kemudian ada

orang lain yang bernama Kapila yang menjadi terkenal, tetapi filsafat Kapila yang kedua tidak

percaya kepada Tuhan. Karena itu ada perbedaan besar antara antara Kapila yang pertama dan

Kapila yang kedua. Menurut Donder (2006 : 215) yang menyatakan bahwa konsep totemisme di

dalam agama Hindu dapat ditemukan dalam bebrapa sloka antara lain ;

2.2.1     Benda – benda Totemisme dalam Hinduisme

Totemisme sebagaimana diuraikan di atas, bahwa didalamnya terdapat beberapa isme, salah

satu dintaranya adalah unsur kepercayaan terhadap benda – benda yang dianggap keramat

(Donder, 2006 : 216). Dalam kitab suci Bhagavadgita terdapat beberapa perumaan dari Sri

Krisna yang berkaitan dengan benda – benda totemisme yang diantaranya ;  sthavaranam

himalayah ‘di antara benda – benda yang tak bergerak Aku (Tuhan) adalah gunung Himalaya’

(Bhagavadgita X : 25). Kalimat ini mengandung arti bahwa Tuhan dalam hal ini diwujudkan

sebagai Krsna diumpamakan sebagai benda yang tertinggi di dunia yaitu gunung Himalaya, yang

berarti Sri Krsna dalam hal ini manifestasi dari Tuhan merupakan yang tertinggi dan paling

mulia. Kalimat yang lain yaitu sarasam asmi sagarah ‘di antara danau Aku (Tuhan) adalah
samudera’ (Bhagavadgita X : 24). Kalimat ini menjelaskan bahwa di antara semua sumber air,

samuderalah (lautan) yang paling besar. Dari segala perwujudan Tuhan sebagai Krsna,  hanya

memberi isyarat – isyarat tentang kebesaran Tuhan. Di bawah ini salah satu Sloka dalam

Bhagavadgita yang menunjukan Tuhan dalam perumpamaannya sebagai benda – benda

totemisme yaitu sebagai berikut :

Adityanam aham visnur           jyotisam ravir amsuman

Maricir marutam asmi             Naksatranam aham sasi

Di antara para Aditya aku adalah Visnu

Di antara sumber – sumber cahaya Aku adalah matahari yang cerah di antara para Marut

Aku adalah Marici di antara bintang – bintangAku adalah bulan

Bhagavadgita X. 21.

Dari sloka di atas, dijelaskan dua belas Aditya. Krsna adalah yang paling utama di antara

dua belas Aditya itu. Di antara semua sumber cahayadi langit, mataharilah yang paling utama,

dalam brahma-Samhita matahri diakui sebagai mata-Nya Tuhan Yang Maha Esa yang cemerlan.

Ada lima puluh jenis angin ysng bertiup di angkasa. Di antara angin – angin itu, Marici, dewa

yang menguasainya, adalah lambang Krisna.  Di antara bintang – bintang, bulanlah yang paling

terkemuka pada waktu malam. Karena itu, bulan adalah lambang Krsna. Dari ayat ini,  bulan

adalah salah satu bintang – bintang yang berkelap kelip di angkasa juga mencerminkan dari

cahaya matahari. Teori bahwa ada banyak matahari dalam alam semesta tidak diakui oleh

kesusastraan Veda. Matahari adalah satu, bintang – bintang memancarkan cahaya yang

dipantulkan dari matahari. Seperti halnya bulan juga memancarkan cahaya yang dipantulkan dari
matahari. Oleh karena Bhagavad-gita menunjukan disini bahwa bulan adalah salah satu bintang,

binang yang berkelap – kelip bukan matahari – matahari, tetapi serupa dengan bulan

(Prabhupada, 1987 : 531).

Kalimat – kalimat wejangan Sri Krsna tersebut di atas bermaksud menjelaskan bahwa jika

Tuhan diumpamakan benda – benda, maka segala sesuatu yang terbesar, terhebat yang tiada

tandingannya, adalah wujud yang boleh digunakan untuk mewakili perumpamaan itu (Donder,

2006 : 216). Walaupun sesungguhnya benda – benda itu bukanlah Tuhan itu sendiri, maka tidak

salah jika manusia mengagung–agungkan bahkan menyembah perumpamaan – perumpamaan

yang diwejangkan oleh Sri Krsna. Donder (2006 : 217) mengatakan tidak ada kata salah bagi

proses pendakian spiritual, seorang pendaki gunung akan selalu menemukan berbagai level

“tempat peristirahatan sementara” yang semakin memperluas pandangan dan lebih mengasikan

perjalanan pendakiannya.

2.2.2     Tumbuh – tumbuhan Totemisme dalam Hinduisme

Totemisme sebagai konsep Hindu yang didalamnya terdapat kepercayaan terhadap tumbuh –

tumbuhan yang dianggap keramat atau suci. Di dalam kitab Bhagavadgita, Catur Veda, kitab

Purana menyebutkan beberapa tumbuhan – tumbuhan yang dianggap suci, seperti pohon

Beringin, pohon Tulasi, pohon Bilva, pohon Kalpavrksa tanaman Soma. Di dalam Bhagavadgita

terdapat beberapa Sloka yang menyebutkan tumbuh – tumbuhan yang dianggap suci yaitu :

Asvatthah sarva-vrksanam ‘Di antara semua pohon, Aku (Tuhan) adalah pohon beringin’

(Bhagavadgita X.26). Kalimat ini menjelaskan bahwa pohon beringin (asvattha) adalah salah

satu di antara pohon – pohon yang paling tinggi dan paling indah, dan banyak pengikut Veda
memuja pohon itu sebagai salah satu ritual yang dilakukan pagi – pagi setiap hari (Prabhupada,

1989 : 534). Asvattha juga dijelaskan dalam Rg Veda sebagai pohon suci.

Selain pohon Beringin, pohon Tulasi juga merupakan pohon yang dianggap suci dan pohon

ini sangat identik dengan keberadaan Avatara Sri krsna. Donder (2006 : 217) menceritakan

bahwa dalam kitab Brahmavaivarta Purana, dikisahkan seorang raja Kusadhavaja memiliki

seorang putri yang sangat cantik hingga anak itu diberi nama Tulasi yang artinya tidak

tertandingi. Tulasi yang cantik ini jatuh cinta pad Sri krsna, namun karena berbagai hal

menyangkut rangkaian karma Tulasi ini tidak gampang untuk meraih lelaki pujaannya dalam

artian fisik. Berbagai rintangan telah dilalui hingga harus bersuami dengan seorang raksasa

ganteng bernama Sankhacuda. Oleh skenario Sri Krsna sendiri, sankhacuda meninggal dalam

pertempuran. Untuk mendamaikan hati sang janda (Tulasi), maka Sri Krsna memberitahukan

Tulasi akan mendapatkan tubuh kedewataan untuk bisa masuk kedalam Vaikuntaloka tempatnya

Sri Krsna. Di sana Tulasi akan bersatu kembali dengan Sri krsna, sedangkan tubuh fisiknya yang

masih ada di bumi akan menjadi sungai Gandaki yang suci dan mengalir melalui Bharatavarsa,

dan rambutnya akan tumbuh menjadi tanaman Tulasi yang suci. Sejak itu dikenallah tanaman

Tulasi itu sebagai tanaman suci. Diuraikan dalam Purana, apabila seseorang mandi dengan

menggunakan air yang sudah disucikan menggunakan Tulasi, itu sama artinya dengan

melakukan Tirthayatra ke semua tempat suci. Jika orang berkata – kata yang tidak pantas ketika

memegang Tulasi, maka akan mendapatkan neraka dengan waktu yang sangat lama.

Donder (2006 : 219) menyatakan ada juga tanaman lainnya yang dihormati yaitu tanaman

Soma yang kurang lebih desebut sebanyak 140 kali dalam Veda. Tanaman Soma ini diartikan

“manis (madu) kenikmatan” dari kebahagiaan yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa.

Soma merupaka minuman apar dewa.


Pohon Bilva dipercaya sebagai pohon suci, yang masyarakat Bali biasa menyebutnya

dengan nama Bila atau Maja. Selain jenis tanaman di atas, pohon Kalpavrksa juga dikenal

sebagai tumbuhan suci yang hidupnya di khayangan (devaloka). Di katakan pohon ini akan

mengabulkan apa saja yang dimohonkan oleh seseorang.

Tumbuh – tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang memiliki kedudukan yang sangat

penting baik dalam hubungannya memperkuat keyakinan kepada Tuhan ataupun fungsinya

sebagai sarana untuk mengenang kembali hubungan asal – usul atau silsilahnya (Donder, 2006 :

221). Dan karena tumbuhan tersebut memiliki fungsi religi, maka wajarlah umat manusia

mengagung – agungkan dan memuja tumbuhan tersebut.

2.2.3     Hewan – hewan Totemisme

Selain kepercayaan terhadap benda dan tumbuha suci, dalam totemisme juga menjelaskan

mengenai kepercayaan akan adanya hewan – hewa suci. Di dalam kitab Bhagavadgita, Sri Krsna

dalam wejangannya terdapat perumpamaan – perumpamaan dari Sri Krsna (Tuhan), seperti :

dhenunam asmi kamadhuk ‘di antara sapi – sapi Aku (Tuhan) adalah surabhi’ (Bhagavadgita X :

28). Di Krsnaloka di angkasa rohani sapi – sapi yang dapat di perah pada setiap saat, dan sapi –

sapi itu memberi susu sebanyak apa yang diinginkan seseorang. Tentu saja, sapi –sapi seperti itu

tidak ada di dunia material ini, tetapi disebut bahwa sapi –sapi itu ada di Krsnaloka. Krsna

memelihara banyak sapi –sapi seperti itu yang disebut surabhi. (Prabhupada 1989 : 536).

Sarpanam asmi vasukih ‘di antara ular – ular Aku (Tuhan) adalah vasuki (Bhagavadgita X : 28).

Di bawah ini sebuah Sloka yang menunjukan perumpamaan dari Tuhan, yaitu sebagai

berikut :

Uccaihsravasam asvanam    viddhi mam amrtodbhavam


Airavatam gajendranam     naranam ca naradhipam
Ketahuilah bahwa di antara kuda – kuda Aku adalah Uccaihsrava, yang diciptakan pada lautan
dikocok untuk menghasilkan minuman kekekalan. Di antara gajah – gajah yang agung Aku
adalah Airavata, dan di antara manusia Aku adalah raja.
Bhagavadgita X.27.

Donder (2006 : 221) mengatakan bahwa penggunaan pigur benda, tumbuhan, dan hewan –

hewan tertentu untuk mengumpamakan kemahakuasaan Tuhan adalah sebagai sarana yang

berfungsi untuk menjunjung metodologi penanaman Sradha (keimanan). Jika benda – benda,

tumbuh – tumbuhan, dan hewan – hewan itu kemudian berubah fungsi menjadi isme ataupun

dogma, dan bukan sekedar mitos, maka hal itu merupakan proses pendakian spiritual. Sebagai

seorang pemula dalam pendaki spiritual pasti akan menemukan kepercayaan terhadap isme  ini.

Dan dengan perumpamaan – perumpamaan ini, setidaknya manusia akan lebih menghargai

keberadaan benda, tumbuhan dan hewan – hewan tersebut, sehingga akan tercipta keharmonisan

yang seimbang di alam semesta ini.

2.6  Keagungan Sapi dalam Teks – Teks Hindu

Keagungan sapi terdapat dan tertulis dalam teks – teks Hindu, seperti yang terdapat dalam

kitab Catur Veda yang terdiri dari ; Rg Veda, Sama Veda, Yajur Veda, dan atharva Veda. Selain

Catur Veda, Hindu juga mengenal kitab Bhagavadgita yang dimana isi dari kitab Bhagavadgita

adalah percakapan dari Sri krsna dan Arjuna yang menceritakan tentang kewajiban-kewajiban

umat manusia.

Berikut ini adalah bukti-bukti tentang keagungan sapi yang terdapat dalam teks – teks

Hindu adalah sebagai berikut :


2.3.1      Rg Veda

Rg Veda merupakan salah satu bagian dari Catur Veda, di bawah ini beberapa sloka yang

menggambarkan tentang keagungan sapi yang terdapat dalam Rg Veda sukta 28, yaitu

diantaranya :

a gavo agmann uta bhadm akran sidantu gosthe


Ranayantv asme prajavatih pururupa iha syur indraya
Purvir uso duhanah

Semoga sapi – sapi datang dan membawakan kami peruntungan baik


Biarlah mereka tinggal dalam kandang kami dan menikmatinya dalam kebersamaan dengan kami
semoga banyak sapi yang berwarna – warni membawa kemari susu melimpah guna persembahan
pada penguasa maha cemerlang di banyak fajar
Rg Veda 6.28.1.

na ta nasanti na dabhati taskaro


nasam amitro vyathir a dadharsati
devams ca yabhir yajate dadati ca
jyog it tabhih secate gopatih saha

jangan biarkan sapi – sapi berlarian menyingkir dari kami jangan biarkan pencuri mengambilnya
jangan biarkan senjata musuh menimpanya semoga majikan dari ternak lama memilikinya
dengan hasil susu yang dapat dijadikan persembahan dan dapat dipakai untuk melayani manusia
ilahi
Rg Veda 6.28.3.

Na ta arva renukakato asnute na


Samskrtatram upe yanti ta abhi
Urugayam abhayam tasya ta anu gavo
Martasya vi caranti yajvanah
Jangan biarkan sapi – sapi menjadi korban kuda perang yang angkuh dan yang menimbulkan
debu. Jangan biarkan mereka jatuh ketangan para penjagal atau tokonya. Biarlah ternak orang –
orang, kepala rumah tangga, bebas bergerak dan merumput tanpa rasa takut.
Rg Veda 6.28.4.
Gavo bhago gava indro me acchan
Gavah somasya prathamasya bhaksah
Ima ya gavah sa janasa indra
Icchamid dhrda manasa cid indram

Semoga sapi – sapi menjadi kemakmuran kami, semoga penguasa maha cemerlang
menganugrahi kami ternak : semoga sapi –sapi menghasilkan makanan (susu dan mentega) dari
sesajian pertama. Wahai manusia, sapi – sapi ini sacral seperti penguasa maha cemerlang itu
sendiri, - penguasa yang berkahnya kami dambakan, dengan kepala dan hati.
Rg Veda 6.28.5

Yuyam gavo madayatha krsam cid


Asriram cit krnutha supratikam
Bhadram grham krnutha bhadravaco
Brhad vo vaya ucyate sadhasu

Wahai sapi, engkau bahkan memperkuat yang lelah dan using serta membuat yang tak
menyenangkan menjadi indah dipandang. Kelembutanmu menguntungkan dan menjadi makmur.
Sangat agung kelimpahan yang dikenakan padamu dalam upacara keagamaan kami.
Rg Veda 6.28.6.

Prajavatih suyavasam risantih suddha


Apah suprapane pibantih
Ma van stena isata maghasamsah pari
Vo heti rudrasya vrjyah

Wahai sapi – sapi, semoga engkau memiliki banyak anak sapi yang merumput pada padang
rumput yang baik dan minum air tawar pada kolam yang mudah dicapai. Semoga tak ada pencuri
yang menjadi majikanmu. Semoga tak ada binatang buas pemangsa yang menyerangmu dan
semoga paser dari penguasa vital tak pernah menimpanya.
Rg Veda 6.28.7.
Sloka di atas menunjukan betapa dihormatinya seekor sapi dalam Rg Veda  sapi akan

senantiasa memeberikan susunya yang melimpah untuk kesejahteraan umat manusia. Darmayasa

(2009 : 33) menyatakan bawa siapa pun atau keadaan apa pun yang didatangi oleh sapi akan

menjadi sejahtera. Upacara suci yang didatangi oleh sapi akan menjadi berhasil, kendati ada

kekurangan perlengkapan dan doa.

2.3.2      Yajur Veda

Darmayasa (2009 : 36) dalam Yajur Veda mengatakan apyayadhvamaghnya Lindungilah

sapi, dia yang bagaimanapun juga tidak boleh dibunuh. Dibawah ini bebrapa sloka yang terdapat

dalam Yajur Veda yaitu sebagai berikut :

Brahma suryasamam jyotir


Dyauh samudrasamam sarah
Indrah prthivyai varsiyan
Gostu matra na vidyate

Sinar dari pengetahuan bisa bibandingkan dengan matahari, surge bisa perbandingan dengan
lautan, ibu pertiwi adalah sangat cepat, lebih cepat lagi adalah indra, tetapi catatlah….., bahwa
sapi tidak pernah dapat diperbandingkan dengan apa pun.
Yajur Veda 23.48.

Imam sahasram satadharamutsam


Vyacyamanam sarirasya madhye
Ghrtam duhanamamditim janaya
Agne ma hinsih paramevyoman

Dia yang melindungi dan memelihara ratusan bahkan ribuan, dia yang merupaan sumber dari
susu, dia yang membagi – bagikan susu kepada orang, dia yang aditi (dia yang tidak boleh
dipotong menjadi bagian – bagian), jangan menyiksa sapi yang demikian di dunia ini.
Yajur Veda 13.49.

2.3.3      Sama Veda

Rg Veda menjelaskan mengenai jangan menyakit sapi, begitu juga pada Sama Veda yang

menganjurkan untuk tidak menyakiti sapi. Di bawah ini akan di sebutkan salah satu sloka yang

terdapat dalam Sama Veda yang menjelaskan mengenai keagungan sapi yaitu sebagai berikut :

Na ki deva inimasi na kyayopayamasi


Mantrasrutyam caramasi

yaitu kita bertindak sesuai dengan perintah, yang terkandung dalam himne Weda. kita, oleh
karena itu, tidak pernah resor untuk pembantaian manusia atau lainnya dan kami tidak pernah
mencobai siapapun untuk melawan tugas-tugasnya.

Sama veda 176.

Dalam Sama Veda  dijelaskan bahwa hendaknya bertindak sesuai dengan perintah yang
terdapat dalam mantra – mantara Veda (Darmayasa, 2009 : 42).  Karena itu, kita hendaknya
jangan menyakiti bahkan membunuh orang atau makhluk – makhluk lain di dunia ini. Seluruh
bagian – bagian dari Veda menjelaskan untuk tidak menyakiti sapi bahkan membunuh sapi.

2.3.4      Atharva Veda

Atharva Veda merupakan bagian dari catur veda yang terakhir, isi dari Atharva Veda hampir

sama dengan bagian – bagian Veda yang lain. Dibawah ini beberapa sloka dalam Atharva Veda

yang mengagungkan sapi yaitu sebagai berikut :

Namaste jayamanayai jataya uta ten amah


Balebhyag saphebhyo rupayaghnyai ten amah
Wahai sapi aghnye, Anda yang tidak boleh dibunuh! Pada saat kelahiran Anda aku
menyampaikan sembah sujud, setelah Anda lahir pun aku menyampaikan sembah sujud, untuk
keseluruhan badan dan wujud Anda, bahkan sampai dengan bulu dan kuku Anda pun aku
enyampaika sembah sujud.
Atharva Veda 10.10.

Gobhyo asvebhyo namo yacchalayam vijayate


Vijavati prajavati vi te pasanscrtamas

Dia yang dilahirkan di rumah, kepada sapid an kepada kuda seperti itu sembah sujudku. Wahai
rumah di mana sapi dilahirkan dan di mana anak –anak sapi berada, semua akan dibebaskan dari
masalah, semua akan dibebaskan dari ikatan – ikatan.
Atharva Veda 9.3.13.

     Jadi, kesimpulan akhir Rg Veda, Yajur Veda, Sama Veda, dan Atharva Veda adalah GAM

MA HINSIH atau JANGAN MEMBUNUH SAPI (Darmayasa, 2009 : 55).


BAB III

PENUTUP

3.1  Simpulan

Hindu mengenal konsep – konsep isme, yang salah satunya totemisme yaitu percaya dengan

benda, tumbuhan dan hewan – hewan yang dianggap suci. Dalam Hindu hewan yang dianggap

suci yaitu sapi. Sapi dikatakan sebagai ibu alam semesta. Seperti halnya bumi yang memberikan

hasil yang merimpah ruah sperti bahan pangan, dan berbagai kebutuhan umat manusia, begitu

juga sapi yang telah memberikan susunya kepada umat manusia.

Dewasa ini, umat Hindu yang di dunia, khususnya Indonesia dan India memiliki pandangan

yang berbeda tetang sapi. Di India, umat Hindu sangat menghargai adanya sapi, tidak menyakiti

bahkan membunuh sapi. Lain halnya dengan umat yang ada di Indonesia, khususnya Bali

sanngat tidak menghargai sapi, masih banyak masyarakat yang memakan daging sapi, menyakiti

sapi ketika membajak sawah. Padahal hal ini sudah jelas tertulis dalam kitab suci Hindu yaitu

Veda yang melarang untuk menyakit bahkan membunuh sapi.

Dalam Catur Veda, jelas dikatakan bahwa gam ma hinsih yang artinya jangan membunuh

sapi. Sapi harus dihormati, dihargai, tidak boleh disakiti bahkan dibunuh. Berbagai teks – teks

Hindu yang menjelaskan tentang keagungan sapi  dan melarang untuk menyakitinya.

3.2  Saran

Sebagai umat Hindu, kita harus bisa mengimplementasikan dari ajaran – ajaran Veda. Setiap

sloka yang terdapat dalam Veda harus mampu dipahami dan dilaksanakan dalam kehidupan

sehari - hari. Dalam konsep Hindu  yaitu totemisme yang menganggap sapi sebagai hewan suci,

dan jelas tertulis dalam sloka – sloka Veda bahwa umat Hindu sangat menghormati dan

menghargai sapi. Oleh karena itu, sangat dilarang bagi umat Hindu untuk makan daging sapi,
membunuh sapi, menyakiti sapi, karena sapi telah membantu manusia dalam menjalankan

kehidupan ini.
DAFTAR PUSTAKA

Darmanyasa, Made. 2008. Keagungan Sapi menurut Weda. Denpasar : Pustaka Manikgeni.

Donder, I Ketut. 2006. Brahmavidya : Teologi Kasih Semesta. Surabaya : Paramita.

Maswinara, I Wayan. 2004. Rg Veda Samhita. Surabaya : Paramita.

Swami Prabhupada, Sri-Srimad A.C. Bhaktivedanta. 2006. Bhagavadgita.


Indonesia : Hanuman Sakti.

Titib, I Made. 1996. Veda Sabda Suci. Surabaya : Paramita.

Anda mungkin juga menyukai