Anda di halaman 1dari 50

Profil dan Dinamika

Penyiaran
di Daerah Perbatasan
Negara Kesatuan Republik Indonesia

Penyiaran “Harus” Melewati Perbatasan


Oleh: Dr. Iswandi Syahputra (Komisioner KPI Pusat Bidang Infrastruktur Perizinan 2010-
2013)
Pastilah setiap Negara berkepentingan agar siarannya melewati perbatasan. Malaysia,
Singapura, Filipina, Australia dan Negara yang berbatasan dengan Indonesia adalah
contohnya, tiada keraguan soal ini. Serupa dengan LPS Indonesia yang kami singgahi di
Batam, penyiarnya mengaku senang sebab suaranya disimak sampai Singapura sana,
apalagi jika ada penelpon menggunakan bahasa Singlish (singapore-english).
Bermacam tujuan siaran melewati perbatasan, bagi Negara (state) adalah bagian dari
tahapan diplomasi yang berujung pada kepentingan nasional. Semakin jauh jangkauan
siaran, semakin tinggi pula daya tawar iklan, ini mungkin bagian dari motif pemilik
(owner) Radio dan TV. Agenda lainnya
seperti pengenalan sisi positif negara, lalu harapan agar produk-produk buatan rakyat
mereka dikenali, dibeli, disukai, kemudian dibeli lagi dan lagi, terus dan terus oleh rakyat
Indonesia. Meminjam ungkapan mantan presiden Habibie, “rakyat kita membeli jam
kerja rakyat mereka”.
Lantas kita bertanya, bukankah Amerika Serikat, Jepang, Korea tidak berbatasan dengan
Indonesia di darat dan laut, namun mengapa pengaruh ketiga negara ini begitu akbar di
Indonesia, why?. Mengapa kita tidak tahu satupun nama klub sepakbola asal Filipina,
sebaliknya kita hafal banyak klub beserta nama pemainnya di Spanyol, Italia dan Inggris.
Jawabannya adalah penyiaran mereka melewati perbatasan.
Lihatlah betapa Voice of America (VOA) bisa dapat ruang (space) dalam televisi kita,
tengok cara Korea menyerang melalui sinetron, musik, boy band. Perhatikan
ketergantungan kita dengan aneka produk dari Jepang dan Eropa. Menarik juga
merenungi betapa Televisi Indonesia demikian gencarnya mempromosikan tayangan liga
Inggris, Spanyol, Italia dan liga Champion, bandingkan dengan piala Asia. Sudah terang
benderang bahwasanya penyiaran asing tidak hanya di daerah perbatasan melainkan
juga di tengah-tengah kota Jakarta, Medan, Bukittinggi, Surabaya, Semarang, Makassar.
Segala Fakta ini tidak dipersoalkan, karena di kota-kota besar tersebut masyarakat
mudah saja mengakses RRI dan TVRI yang sekaligus merepresentasikan kehadiran
Negara. Di kota besar juga banyak Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) TV dan Radio, artinya
lembaga penyiaran asing ada “lawannya”. Pada titik ini tinggal masyarakat yang menilai,
mana yang lebih berkualitas lembaga penyiaran asing atau lembaga penyiaran Indonesia.
Infrastruktur Perizinan
Apa sesungguhnya masalah utama penyiaran daerah perbatasan?, jawabnya bukan
semata siaran asing yang masuk, tetapi yang utama adalah tidak hadirnya TVRI, RRI dan
LPS TV dan Radio di daerah perbatasan, sebagaimana mereka hadir di kota- kota besar.
Kunjugan kami ke Bengkalis, Riau membuat miris dada, betapa dari 30 radio hanya 2-5
radio Indonesia.
Seumpama pasar, maka hampir 99% kios digunakan asing, sehingga rakyat (konsumen)
tak punya pilihan lain, sebutan lain dari pertandingan tidak seimbang. Aparatur negara
malas dan miskin perencanaan. Andai saja dari 30 frekuensi itu, kita punya 15-20 saja,
maka tentulah iklimnya menarik
Visi Penyiaran Perbatasan dan Posisi KPI
Berikut pertanyaan reflektif terkait penyiaran perbatasan, diantaranya: (i) apakah
pemerintah Indonesia sudah memiliki visi untuk penyiaran di perbatasan?, (ii) apakah
visi itu mungkin untuk dicapai dan dapat diukur tiap tahapan pencapaiannya?, (iii),
apakah visi tersebut sudah dikenal oleh stakeholder dan pemangku kepentingan dalam
penyiaran?, (iv) bagaimana setiap komponen bangsa bisa mengambil peran di dalamnya
untuk menjamin visi tersebut tercapai?.
Pertanyaan senanda pantas sekali diajukan ke KPI; (i) apakah KPI sudah memiliki visi
untuk untuk penyiaran di perbatasan?, (ii) apakah visi itu mungkin untuk dicapai dan
dapat diukur tiap tahapan pencapaiannya?, (iii) apakah visi tersebut sudah dikenal oleh
masyarakat Indonesia?, (iv) bagaimana setiap anak bangsa bisa mengambil peran di
dalamnya untuk menjamin visi tersebut tercapai?. Kemudian bagaimana juga dengan
lembaga penyiaran swasta, apa visi mereka terkait penyiaran perbatasan?.
Dalam Rapat Pimpinan KPI di Palembang, 19-22 juli 2011 telah diputuskan dua hal:
memberikan kebijakan khusus bagi penyiaran perbatasan, dan kedua, membentuk tim
konsinyering yang terdiri dari KPID di wilayah perbatasan. Mudah
sajamenilaikeputusanini,
rupanyayangpalingmenggerahkanKPIbukansiaranasingdiperbatasan,melainkanketiadaan
TVRI/RRI dan LPS Indonesia di perbatasan, makanya perlu “kebijakan khusus” soal
perizinan di perbatasan, inilah misi KPI.
Namun dalam pandangan pemerintah masalah di perbatasan yang menjadi prioritas
adalah; kemiskinan, infrastruktur, pendidikan, air bersih, pembangunan jalan, pasar,
batas wilayah, dll. Jadi penyiaran belum akan dijadikan masalah utama. Paradigma ini
bahkan dirumuskan dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010, Tentang Badan
Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), dengan susunan keanggotaan terdiri atas:
Ketua Pengarah : Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Wakil Ketua Pengarah I :
Menko Bidang Perekonomian;
WakilKetuaPengarahII :MenkoBidangKesejahteraanRakyat;
Kepala BNPP : Menteri Dalam Negeri;
Anggota:
1. Menteri Luar Negeri;
2. Menteri Pertahanan;
3. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia;
4. Menteri Keuangan;
5. Menteri Pekerjaan Umum;
6. Menteri Perhubungan;
7. Menteri Kehutanan;
8. Menteri Kelautan dan Perikanan;
9. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas;
10. MenteriPembangunanDaerahTertingal;
11. PanglimaTNI;
12. KepalaKepolisianNegaraRepublikIndonesia;
13. KepalaBadanIntelijenNegara;
14. KepalaBadanKoordinasiSurveidanPemetaanNasional;
15. GubernurProvinsiterkait.

PENYIARAN PERBATASAN DARI ASPEK HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Dr. Judhariksawan,


S.H.,M.H (Komisioner KPI Pusat Bidang Infrastruktur Perizinan 2010-2013)
Pendahuluan
Dalam khasanah Hukum Internasional, persoalan utama penyiaran pada wilayah
perbatasan negara adalah peluberan siaran (spill over). Karakteristik gelombang radio
yang omni directional tidak memungkinkan pancaran dapat berbentuk sesuai relief
negara (an- irregular line). Masalah peluberan siaran semakin kompleks dengan
pemanfaatan teknologi satelit Direct Broadcasting by Satellite (DBS).
Diskursus peluberan siaran diwarnai antinomi hukum akibat dua paradigma yang
kontradiksi. Berdasarkan prinsip kebebasan informasi yang dijamin dalam konsep Human
Rights, maka negara- negara penganutnya mempunyai pandangan “free flow of
information” berdasarkan kebijakan “open sky policy”. Sementara itu negara-negara yang
menolak prinsip kebebasan ini mengajukan konsep “prior consent” atau perlunya
persetujuan terlebih dahulu. Negara-negara penganut prior consent menyatakan bahwa
tanpa adanya pembatasan, maka itu berarti melanggar hak kedaulatan suatu negara,
melemahkan nilai kebudayaan suatu bangsa dan terjadi dominasi negara maju terhadap
negara sedang bekembang.
Secara aksioma, setiap lembaga penyiaran akan berpedoman dan bercirikan budaya
serta ideologi bangsa masing-masing. Dengan adanya peluberan siaran maka
kekhawatiran imprealisme ideologi dan budaya terhadap suatu negara dapat terjadi.
Belum lagi jika penggunaan penyiaran secara sengaja diperuntukkan bagi tujuan- tujuan
propaganda. Di samping persoalan isi siaran (content program), peluberan siaran juga
akan berdampak pada pemanfaatan spektrum frekuensi yang merupakan sumber daya
alam terbatas (scarcity natural resource).
Masalah Isi Siaran
Secara historis, persoalan peluberan siaran paling awal telah dirasakan di kawasan Eropa.
Secara geografis, negara-negara Eropa memiliki wilayah perbatasan yang sangat mudah
diterpa peluberan siaran. Mengantisipasi kemungkinan terburuk, negara-negara Eropa
kemudian bersepakat dalam European Convention on Transfrontier Television, yang
disahkan di Strasbourg, Perancis tahun 1989. Dalam hal isi siaran, Pasal 7 konvensi
tersebut mengatur bahwa:
1. All items of programme services, as concerns their presentation and content, shall
respect the dignity of the human being and the fundamental rights of others. In
particular, they shall not:
a. be indecent and in particular contain pornography;
b. give undue prominence to violence or be likely to incite to racial hatred.
2. All items of programme services which are likely to impair the physical, mental or
moral development of children and adolescents shall not be scheduled when, because of
the time of transmission and reception, they are likely to watch them.
3. The broadcaster shall ensure that news fairly present facts and events and encourage
the free formation of opinions.

Aturan hukum internasional yang juga dapat digunakan untuk mengatur persoalan isi
siaran adalah International Convention Concerning the Use of Broadcasting in the Cause
of Peace yang disahkan di Geneva, 23 September 1936. Konvensi ini telah diterima
sebagai salah satu perjanjian internasional (treaty series) yang diakui oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa melalui Resolusi Nomor 24 (I) tanggal 12 Februari 1946.
Pasal 1 Konvensi menegaskan bahwa negara-negara harus mengusahakan tindakan
pencegahan dan, jika menjadi penyebab timbulnya, untuk segera menghentikan tanpa
terlambat penyiaran beberapa transmisi pada wilayah teritorialnya, yang telah
menimbulkan kerugian terhadap suatu pengertian baik internasional (detriment of good
international understanding) yang merupakan tindakan yang bertentangan dengan
kepentingan dalam negeri (internal order) atau keamanan suatu negara (national
security).
Selanjutnya pada Pasal 2 Konvensi ini diatur tentang larangan propaganda atau hasutan
yang dapat menimbulkan pertikaian dengan kalimat:
“The High Contracting Parties mutually undertake to ensure that transmissions from
stations within their respective territory shall not constitute an incitement either to war
against another High Contracting Parties or to acts likely to lead there to.”
Pengalaman internasional juga menggambarkan adanya langkah-langkah antisipasi
secara internal (self- measures) untuk menangkal pengaruh dari luar akibat luberan
siaran ini, dilakukan oleh negara-negara antara lain dengan:
1. Legal measures of self-help
Penangkalan ini berwujud larangan-larangan pemerintah kepada penduduknya terhadap
penggunaan antena parabola pada home receivers untuk menyaksikan luberan siaran
televisi asing. Berbeda halnya dengan di Indonesia yang membolehkan penduduk
memiliki antena parabola. Dilematis, mengingat masih banyaknya wilayah Indonesia
yang tidak terlayani atau tidak terjangkau (blank spot) penyiaran, namun akibatnya
penduduk mengkonsumsi siaran asing secara langsung tanpa filterisasi yang mampu
meruntuhkan ideologi dan kebudayaan bangsa.
2. Appropriate Counter-Measures
Langkah ini ditempuh dengan mengembangkan pola siaran tandingan. Ataupun upaya
lain, seperti yang dilakukan pemerintah Singapura dengan menetapkan pajak tinggi bagi
perusahaan dalam negeri yang memasang iklan pada stasiun penyiaran asing yang
menimbulkan luberan siaran atau yang siarannya dapat disaksikan di Singapura dengan
jelas.
Profil dan Dinamika Penyiaran.

Zona Waktu dan Siaran Perbatasan Oleh:YazirwanUyun (KomisionerKPIPusat2007-2013)


Ide menyamakan zona waktu Indonesia yang awalnya terdiri dari WIB, WITA dan WIT
mengikuti Waktu Indonesia Bagian Tengah (GMT+8) telah lama bergulir. Pro dan kontra
muncul terkait rencana penyelarasan zona waktu tersebut. Hasil penelitian bidang
ekonomi dan bisnis menunjukkan penyamaan zona waktu berpengaruh positif karena
menghemat keuangan dan mendatangkan keuntungan yang lebih besar. Misalnya saja,
waktu perdagagan Bursa Efek Indonesia tidak perlu lagi mengikuti waktu Singapura.
Begitu juga dengan waktu kegiatan perekonomian nasional Indonesia menjadi sama
dengan Negara-negara tetangga. Selama ini, perbedaan satu jam di masing-masing zona
waktu dinilai menimbulkan ketidakefisienan dan membuang begitu banyak kesempatan
investasi.
Namun demikian, upaya penyelarasan zona waktu tidak dapat serta merta diterapkan
tanpa sosialisasi hingga masyarakat benar-benar siap menerima kebijakan ini. Harus
diakui perbedaan waktu terbit dan tenggelamnya matahari tidak demikian sederhana
karena menyangkut kebiasaan sehingga memerlukan usaha dan waktu yang cukup untuk
menyesuaikan dengan kebijakan ini.
Jika penyelarasan zona waktu mendatangkan cukup banyak manfaat secara ekonomis,
bagaimana manfaatnya bagi aspek penyiaran? Berbicara mengenai perbedaan zona
waktu siaran, daerah yang paling banyak dirugikan adalah kawasan Tengah dan Timur
terutama perbatasan karena selama ini siaran nasional menggunakan WIB sebagai
patokan jam siar.
Daerah perbatasan didefinisikan sebagai daerah yang jauh dari pusat informasi dan
daerah yang berbatasan dengan Negara-negara tetangga. Permasalahan kawasan
perbatasan umumnya dikelompokkan ke dalam 4 (empat) permasalahan, yaitu ekonomi,
politik, ideology dan social-budaya. Persepsi yang muncul bahwa kawasan perbatasan
paling berpotensi terkena ancaman dari luar (external threat) memang tak terelakkan.
Hal ini dikarenakan kurangnya pendekatan dan optimalisasi aspek kehidupan termasuk
bidang penyiaran.
Sesungguhnya permasalahan-permasalahan yang muncul tak bisa lepas dari peran
media televisi dan radio yang merupakan medium penyalur nilai-nilai-nilai kepada
masyarakat. Althusser (2002) dalam perspektifnya menunjukkan kaitan antara media
massa dan ideology, dimana media massa mampu melakukan proses penyapaan dengan
menempatkan individu dalam posisi dan relasi social tertentu. Hal ini termuat dan
terintegrasi dalam seluruh proses ideologisasi. Lebih jauh lagi media massa terutama
televisi dan radio menjadi instrument efektif-efisien untuk mendistribusikan dan
melakukan penetrasi nilai atau wacana dominan dalam benak orang sehingga menjadi
konsensus politik. Kedua hubungan tersebut ingin menunjukkan betapa media massa
khususnya televisi dan radio begitu berperan dalam menyapa, memperlakukan,
mempengaruhi dan membentuk konsensus terutama kepada masyarakat yang berada
jauh dari pusat pemerintahan dan pusat informasi, yang kita sebut berada di perbatasan.

Profil dan Dinamika Penyiaran di Daerah Perbatasan NKRI 21

Tulisan ini tidak akan banyak mengupas bagaimana mengembangkan penyiaran di


daerah perbatasan karena saat ini Kementerian Komunikasi dan Informatika,
Kementerian Dalam dalam Negeri, Kementerian Negara Pembangunan Daerah Daerah
Tertinggal, Lembaga Penyiaran Publik TVRI dan RRI, dan Komisi Penyiaran Indonesia telah
berupaya keras menumbuhkan lembaga penyiaran di daerah perbatasan, meningkatkan
daya pancar untuk memperluas siaran sampai ke perbatasan, dan mendorong
tumbuhnya tv-tv kabel agar siaran Indonesia dapat dijangkau secara meluas. Dengan
dukungan
infrastruktur,anggaran,kesederhanaanproseslisensi,dansupportmoral,niscayaupayainiaka
nberujunghasil. KPIpun akan terlibat penuh dalam memberdayakan lembaga penyiaran
dan SDM di wilayah perbatasan, mulai dari sosialisasi bidang perizinan maupun konten
siaran.
Semua ini dilakukan karena kita tak ingin masyarakat perbatasan tidak mengenal kepala
Negara dan lagu kebangsaan Indonesia karena lebih sering menonton siaran tv Negara
tetangga yang jumlahnya lebih besar dari siaran tv kita. Sunggguh miris mendengar
kawan-kawan yang sudah mengunjungi perbatasan dan menemukan sejumlah
problematika di sana. Melalui tulisan ini saya ingin menarik benang merah manfaat lain
dari penyamaan zona waktu untuk pemerataan dan perluasan siaran sampai ke
perbatasan
Harus diakui masalah perbatasan merupakan masalah krusial nasional karena
menyangkut kedaulatan dan keutuhan bangsa. Sebagaimana telah diulas di atas peran
media menjadi begitu penting untuk mencegah munculnya separatisme. Jika kita telisik
lebih mendalam, separatisme ada dikarenakan kecemburuan dan merasa tidak
diperhatikan oleh Pemerintah Pusat. Salah satunya karena informasi dari Pusat tak dapat
dijangkau sampai ke perbatasan, sehingga muncul perasaan tidak diperhatikan, dianak
tirikan, dan mudah terprovokasi.
A. KPIDKALIMANTANBARAT
I. PAPARANPROFILPENYIARAN
Rakom sedang dalam proses, karena harus didukung 250 orang, prosesnya juga 1.5
tahun.
Sebetulnya dimana perbatasan ini? Saya mulai dari SK Gubernur tentang Desa
Perbatasan,
SK Gubernur Kalimantan Barat No. 604 /BPKPK/2011 Menetapkan Kecamatan (14
kecamatan) dan Desa Perbatasan Lini 1 (Desa Lini 1 sejumlah 63 Desa dan Desa Lini 2
sejumlah 85 Desa). Kemudian saya berangkat dari kondisi dari dinamika LP di Perbatasan,
saya ingin menyorot Ada sejumlah Program Bantuan untuk Lembaga Penyiaran baik dari
kementerian / badan / LSM/Swasta/ pemerintah daerah di perbatasan. Keberadaan LPP
RRI yang telah menasbihkan diri Sebagai Garda Informasi. Lalu ini petanya: ada
Kementerian Kominfo memberikan bantuan pada daerah perbatasan (KIMTAS) berupa
perangakt pemancar radio dengan daya 100- 500 watt. Dari sini sudah diuraikan sama
teman-teman: soal SDM, infrastruktur tidak memadai, jadi peralatan dibantu tapi listrik
tidak di supply. Proses perizinan tidak dipahami oleh pengelola, setelah mendapat
perangkat jadi terkejut. Kemudian tidak ada koordinasi lebih lanjut anar Kementerian
dan Pemda, konflik antar pengelola. Saya ingin mencatat di sini, di satu Desa Sajingan
Kabupaten Sambas itu, orang yang diberikan perangkat, itu harus sudah merupakan
perkumpulan, lalu ketika disepakati perkumpulan pindah lokasi, tidak mau karena
merasa punya hak, akhirnya terjadi konflik, akhirnya off air.
KemudianBPPTmemberikanbantuanpemancarTVpadaPemda,khususnyaSambas(1unit)da
nSanggau (1unit).Satu yang di Sanggau listriknya tidak memadai, sampai hari ini kena
hujan kena panas, Sambas belum berizin, mau LPP belum ada Perdanya. Kemudian
Pemda sendiri membuat judul programnya Penguatan Informasi Perbatasan, ada Rakom
di
sanapernahdiangkatdiKoran,biayanya500jutaradionyahanya60juta,tetapioperasionalnya
terbatas.Kemendagri, ada bantuan Radio atau repeater, di 5 tempat perbatasan, dapat
menerima stasiun TV Jakarta. Pemda sendiri tidak tahu ada bantuan repeater.
Kemudian ada satu radio swasta yang bekerja dengan Dephankam yang bicara soal
Nasionalisme. Kerjasamanya dengan Smart Radio (Jakarta). Informasi belakangan bahwa
itu disupport oleh Dephankam. Saya juga heran mengapa ada swasta memilih ke sana.
Lalu LPP RRI, Entikong, daya jangkau masih terbatas. Ini siaran Malaysia ada 18 Stasiun
yang masuk di 5 kabupaten perbatasan (Muzik FM, Traxx FM, AI FM, Red FM, Klasik
nasional FM, IKIM FM, HOT FM, Serawak FM, Hitz FM, Era FM, My FM, XFresh FM, Mix
FM, Cats FM, Wai FM, One FM, RTM bahasa tempatan, Sinar FM). Yang tadi malam
disebutkan teman-teman kemarin semuanya ada di Serawak. Jadi ada 18 stasiun Radio
dan 3 TV yang diterima di perbatasan.
II. REKOMENDASI
Dalam sisi konten tidak masalah namun karena stasiun radio Malaysia ada di tengah Kota
Kuching, dan repeater-nya menghantam wilayah Kalbar. Ini yang harus diperbaiki.

KELEBIHAN BUKU:
Buku ini sangat mudah untuk dibaca karena font yang digunakan sudah rapi dan sesuai
standart penulisan.materi yang disajikan terstruktur jadi pembaca lebih mudah
memahami maksud penulis. Buku ini juga sangat lengkap pokok pembahasan yang
dijelaskan semua tersusun dan efektif. Dalam membahas psikologi pendidikan penulis
tidak hanya menjelaskan gambaran umum tentang pendidikan semua dicantumkan
bahkan pendapat para ahli dalam mengemukakan teori juga sangat banyak. Pembaca
akan sangat puas dengan materi yang disajikan.

KEKURANGAN BUKU:
Buku ini banyak menggunakan Bahasa asing,kemudian ada beberapa istilah ilimiah yang
jarang ditemui. Kemudian buku ini juga terlalu panjang dalam menjelaskan suatu bab
tidak ada kesimpulan di akhir per bab nya. Jadinya pembaca cepat bosan karena harus
membaca secara panjang dan jangkauan luas.
Sri Sariono Teknik
Penyiaran dan Produksi
Program radio dan film

BAB II SISTEM KOMUNIKASI


A. Pengertian Komunikasi
Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai hubungan atau
pertukaran informasi. Informasi sendiri sebagai suatu yang akan
disampaikan dapat berupa data, berita ataupun pesan yang dilambangkan
dalam bentuk simbol/tanda, tulisan, gambar ataupun suara.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, komunikasi didefinisikan sebagai
pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antar manusia, dua orang atau
lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat
dipahami. Oleh karena itu dalam komunikasi ada tiga bagian pokok, yaitu
sumber informasi sebagai pengirim; media transmisi sebagai pembawa
informasi; dan tempat tujuan informasi sebagai penerima informasi.

Suatu pengertian yang mencakup proses, bentuk informasi maupun media


transmisinya menyebutkan, bahwa telekomunikasi adalah setiap
pemancaran, pengiriman atau penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara
atau informasi dalam bentuk apapun melalui sistem kawat, optik, radio atau
sistem elektromagnetik lainnya.
Dari pengertian tersebut, akhirnya dijumpai sarana komunikasi yang sesuai
dengan bentuk informasinya sebagai jasa telekomunikasi. Seperti halnya
telepon, yang berasal dari kata tele dan phone (suara atau pembicaraan),
sehingga telepon dapat diartikan sebagai pembicaraan jarak jauh. Demikian
pula istilah telegrap yang berarti penulisan jarak jauh, televisi yang berarti
penglihatan jarak jauh dan sebagainya.
Agar dapat berlangsung proses telekomunikasi, maka informasi asli yang
masih berupa tanda, tulisan, gambar atau suara haruslah diubah dulu
menjadi suatu energi listrik atau sinyal listrik, sehingga dapat disampaikan
ke tujuan pada jarak tertentu. Selanjutnya di tempat tujuan, energi atau
sinyal listrik tersebut diubah kembali menjadi bentuk informasi aslinya.
Dengan demikian suatu hal yang sangat penting dalam proses
telekomunikasi adalah adanya transduser, yang berfungsi sebagai pengubah
dari informasi asli menjadi bentuk sinyal yang dapat ditransmisikan atau
sebaliknya.

Bentuk sinyal dalam telekomunikasi ada 2 (dua) macam, yaitu sinyal analog
dan sinyal kode (termasuk di dalamnya ada sinyal digital). Sinyal analog
adalah sinyal listrik yang langsung mengikuti perubahan-perubahan sesaat
dari energi informasi aslinya. Sebagai contoh, mikropon sebagai transduser
yang menghasilkan suatu sinyal listrik yang langsung mengikuti perubahan-
perubahan dari energi suara yang menggerakkan mikropon. Sedangkan
sinyal kode adalah sinyal listrik dalam bentuk kode atau tanda yang telah
ditentukan terlebih dahulu, yang berupa pulsa-pulsa atau perubahan-
perubahan dari sinyal tersebut yang dapat dimengerti oleh manusia dan
alat/mesin pada kedua sisi dari sistem komunikasi.
Akhirnya secara garis besar, sistem komunikasi dibutuhkan untuk jasa
telekomunikasi (telepon, telegrap, telex, transmisi data)
dan juga jasa penyiaran (berita, penerangan) dengan mengutamakan
penyiaran yang dapat didengar melalui radio atau yang nampak mata dan
dapat didengar melalui televisi.
B. Perkembangan Sistem Komunikasi
Sebelum ditemukan listrik, sistem komunikasi dilakukan dengan cara
menggunakan bunyi-bunyian ataupun tanda sebagai isyarat dalam
penyampaian informasi. Cara-cara tersebut antara lain dengan kentongan,
asap ataupun bendera (semaphore flag) yang sampai saat ini di beberapa
belahan bumi mungkin masih digunakan.
Yang semula dilakukan secara mekanis dan tradisional berganti secara
listrik, seperti halnya sistem semaphore mekanis digantikan dengan telegrap
listrik.
Di bidang telegrap, sistem yang tertua adalah sistem morse dengan
menggunakan pesawat-pesawat morse. Di mana pengiriman telegram
melalui pesawat morse dilakukan dengan mengetok tanda- tanda morse
yang terdiri dari garis-garis dan titik. Tanda ini di kantor tujuan dibaca oleh
operator dan ditulis kembali dalam huruf biasa untuk kemudian
disampaikan kepada si alamat. Setelah itu muncul sistem teleprinter atau
menulis jarak jauh dengan menggunakan pesawat teleprinter. Dengan
pesawat teleprinter, pengirim telegram cukup dilakukan dengan jalan
mengetik seperti mesin ketik biasa. Kemudian telegrap yang semula dengan
sistem teleprinter berkembang menjadi telex (teleprinter exchange).

Teknik penyaluran dengan kabel atas tanah dan bawah tanah adalah untuk
hubungan-hubungan dalam kota. Sedangkan untuk hubungan-hubungan
antar kota dikenal adanya kabel pupin dan juga kabel koaksial (coaxial
cable).
Di samping kabel tanah, dikenal pula kabel laut, yaitu kabel- kabel yang
khusus dipergunakan di dalam laut, sehingga untuk ini sistem
komunikasinya disebut dengan “Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL)”.
Terkait dengan cara untuk memanfaatkan lebar jalur/pita media transmisi
untuk mengirimkan lebih dari satu sinyal sekaligus, dilakukan multiplexing
dengan cara membagi dalam pita-pita frekuensi atau pita-pita waktu. Cara
atau sistem ini dikenal dengan Frequency Division Multiplex (FDM) atau
Time Division Multiplex (TDM).
Sistem transmisi yang lain, yaitu sistem gelombang radio. Dalam sistem ini,
informasi yang telah dirubah menjadi sinyal listrik disalurkan melalui
gelombang radio yang dipancarkan oleh suatu pemancar dan diterima oleh
suatu alat penerima. Mengingat sifat- sifatnya gelombang radio untuk
keperluan telekomunikasi, maka gelombang radio tersebut dibagi beberapa
jenis. Yaitu gelombang frekuensi tinggi (HF = High Frequency), frekuensi
sangat tinggi (VHF = Very High Frequency), frekuensi ultra tinggi (UHF =
Ultra High Frequency) dan gelombang mikro (Microwave).
Penggunaan gelombang-gelombang tersebut disesuaikan dengan sifat-sifat
gelombang yang bersangkutan. Gelombang HF pada umumnya
dipergunakan untuk hubungan yang sangat jauh, sedangkan untuk
gelombang VHF dan UHF digunakan untuk hubungan-hubungan yang
cukup jauh.

2. SistemKomunikasiHandpone(MobileTelephone)
Berbeda dengan HT, Handpon atau telepon bergerak tidak
dapat komunikasi secara langsung antar pesawat , meskipun dengan jarak
yang berdekatan. Sistem komunikasi Handphon harus melalui stasiun yang
berfungsi sebagai provider.
Dalam perkembangannya terdapat dua sistem komunikasi yang berkembang
juga di Indonesia yaitu GSM (Global system For Mobile Comunication)
dan CDMA (Code Division Multiple Access). Sistem GSM dikembangkan
oleh Amerika dan CDMA dikembangkan oleh Eropa.
GSM pertama kali berkembang di Eropa th 1991 dan pada th 1993
berkembang ke Amerika selatan, Asia dan Australia. Arsitektur GSM terdiri
3 subsistem yang terhubung dan berinteraksi antar sistem dan dengan
pengguna melalui interface Network. Ketiga sub sistem tersebut adalah
BSS (Base Station Subsystem), NSS (Network and Switching System) dan
OSS ( Operation Support System). BSS merupakan subsistem radio yang
berfungsi sebagai penyedia dan pengatur jalur transmisi radio antara MS
dengan MSC, dan untuk mengatur interface radio antara MS dengan
subsistem lain dalam jaringan GSM. Setiap BSS terdiri dari beberapa BSC
yang berfungsi menghubungkan MS ke NSS melalui MSC. Sedangkan NSS
digunakan untuk mengatur fungsi switching dari sistem yang menjamin
MSC dapat berkomunikasi dengan jaringan sistem lain seperti PSTN, ISDN
dan Jaringan Data. Fungsi operasi dan perawatan secara keseluruhan sistem
GSM dikontrol oleh OSS yang dapat dimonitor, dianalisis dan dilakukan
troubleshooting oleh seorang enginer.

Keterangan :
MS ( Mobile Station) ; BTS (Base Tranceiver Station) ; BSC (Base Station
Controller ) MSC (Mobile Switching Centre); PSTN (Public Switch
Telepone Network).
MS akan berkomunikasi dengan BSS (Base Station Subsystem) yang terdiri
dari beberapa BSC dan BTS yang terhubung dalam satu MSC melalui antar
muka (interface) radio . Setiap BSC bertugas mengontrol ratusan BTS yang
tersebar di daerah layanan operator. Hubungan jaringan antara BTS dengan
BSC melalui gelombang mikro. Proses komunikasi dua BTS dalam satu
BSC dikontrol oleh BSC itu sendiri tanpa melibatkan MSC.
Dalam waktu yang bersamaan yaitu mulai th 1995 diperkenalkan teknologi
telepon selular CDMA. Teknologi yang menggunakan sistem multiple
access sehingga dapat mendukung pengguna dengan jumlah besar untuk
saling berbagi ruang kanal radio dan sembarang pengguna dapat
memperoleh access ke sembarang kannal radio.
CDMA menggunakan kode digital (Pseudo-Random Code Sequences)
untuk membedakan pelanggan yang di-share ke MS maupun base station,
sehingga semua pelanggan membagi spectrum radio dengan range yang
sama.
CDMA juga menggunakan sistem penyebaran multiple access yang disebut
Direct Sequence CDMA (DSCDMA), sehingga tiap pelanggan
mendapatkan kode direct sequence biner sepanjang proses pemanggilan.
Kode tersebut adalah sinyal yang dibangkitkan oleh modulasi linier dengan
sequence psedorandom noise wideband yang menghasilkan penggunaan
sinyal yang lebih lebar dibanding aplikasi yang digunakan teknologi yang
lain. Di samping itu didisain tidak peka terhadap interferensi.
Dalam sistem CDMA proses pengkodean pada link radio dari base station
ke mobile station dilakukan dengan cara penambahan kode pseudorandom
khusus pada sinyal periodic, sehingga base station dapat membedakan
dirinya dengan base station yang lain pada selang waktu tertentu. Dengan
demikian sistem CDMA telah disinkronisasikan dengan referensi waktu
yang umum digunakan. Yaitu yang bersumber dari Global Posisioning
System (GPS) yang merupakan sistem navigasi radio berbasis pada
konstelasi satelit. Karena sistem GPS dari satelit yang mengorbit di luar
angkasa mengkover bumi, maka sistem GPS ini menyediakan metode siap
pakai untuk menentukan posisi dan waktu yang diperlukan semua receiver
yang ada.

C. Teknik Komunikasi
Teknik komunikasi dalam hal ini dimaksudkan untuk memberikan
informasi kepada para mediawan ataupun calon mediawan baik cetak
maupun elektronik sehingga mereka memiliki pengetahuan yang cukup
untuk mengembangkan diri dalam bidang komunikasi. Dengan memiliki
pengetahuan tentang teknik presentasi (presentation Skills) yang cukup
mereka akan dapat mengembangkan dirinya sebagai presenter yang baik
guna menyampaikan informasi/ide kepada orang lain baik secara personal
maupun sekelompok orang. Penyampaian informasi dapat dilaksanakan
secara tertulis seperti pembuatan makalah, naskah, paper, buku, skripsi yang
harus memiliki kemampuan dan keterampilan menulis atau writing
presentation skills.

1. Teknik Menyampaikan Informasi ( Presentation Skills)


a. Komunikasi Secara Tertulis (writing Presentations Skills). Presentation
Skills adalah kemampuan seorang presenter dalam menyampaikan
informasi atau idenya secara tertulis. Misalnya menulis paper atau makalah
untuk diseminarkan; menulis naskah program TV, radio maupun cetak dan
sebagainya. Untuk dapat menulis karya tulis tersebut tentunya harus
meniliki pengetahuan dan kemampuan
bahkan keterampilan menulis.
Setiap karya tulis memiliki kaidah atau aturan aturan
penulisan yang harus ditaati oleh seorang penulis. Misalnya seorang penulis
paper, makalah harus menulis menggunakan tata tulis paper atau makalah
yang berlaku. Banyak buku yang memuat aturan penulisan karya tulis,
namun penulis dapat memilih salah satu aturan dan menggunakannya secara
konsisten. Jadi tidak dicampur-campur dengan yang lain agar tidak
membingungkan pembacanya.
1) Penulisan Judul. Judul ditulis dengan kalimat singkat, ringkas dan padat.
Memuat seluruh variabel yang ada dan merupakan kalimat lengkap
sehingga pembaca dapat mengetahui gambaran isi dari karya tulis tersebut
dengan mudah.
2) Penulisan Out Line/ Heading dan Subheading / Bab. dan Sub Bab.
Terdapat dua macam model tata tulis yang terkenal dan
banyak digunakan di Indonesia yaitu : a) Contoh model pertama
BAB. I PENDAHULUAN
A. Permasalahan
1. Latar Belakang Masalah
2. Identifikasi Masalah
3. Rumusan Masalah
B. Tujuan
C. Manfaat
D. Sistematika Penulisan
BAB. II

A. 1.
2.
KAJIAN TEORITIK (Sub Bab.)
(bagian dari sub bab)
(bagian dari sub sub bab)
(bagian dari sub sub sub bab) (bagian dari sub sub sub sub bab)
(bagian dari sub sub sub sub sub bab) (bagian dari sub sub sub sub sub sub
bab)
a. b.
1). 2).
a). b).
(1) . (2).
(a). (b).
dan seterusnya.
b) Contoh model ke dua
BAB. I PENDAHULUAN
I.1. Permasalahan
I.1.1. Latar Belakang Masalah I.1.2. Identifikasi Masalah I.1.3. Rumusan
Masalah
I.2. Tujuan
I.3. Manfaat
I.4. Sistematika Penulisan
BAB. II KAJIAN TEORITIK
II. (bagian dari bab atau sub bab) II.1. (bagian dari sub bab)
II.2.
II.2.1. (bagian dari sub sub bab) II.2.2
II.2.2.1. (bagian dari sub sub sub bab) II.2.2.2.
II.2.2.2.1. (bagian dari sub sub sub sub bab) II.2.2.2.2.
II.2.2.2.2.1. (bagian dari sub sub sub sub sub bab) II.2.2.2.2.2.
II.2.2.2.2.2.1.(bagian dari sub sub sub sub sub sub bab)
II.2.2.2.2.2.2.
dan seterusnya.
3) Alineanisasi. Alineanisasi maksudnya adalah penulisan setiap alinea.
Penulisan alinea sebaiknya mengingat pokok masalah atau gagasan utama
yang akan ditulis/dijabarkan. Alinea terdiri beberapa kalimat, namun
hindari kalimat yang terlalu panjang bahkan sampai ada anak kalimat, cucu
kalimat bahkan sampai cicit kalimat. Memang sulit dihindari untuk
penggunaan kalimat majemuk, tetapi dalam penulisan dapat dikiati dengan
tanda baca yang jelas. Setiap alinea berisi pokok masalah yang dibahas
tuntas. Sebaiknya terkait antara alinea yang satu dengan alinea yang lain
terutama alinea sebelum dan sesudahnya. Oleh karena itu perlu kalimat atau
kata penghubung antara alinea /pokok masalah sesudah dan sebelumnya.
Hal ini akan menghasilkan tulisan yang runtut dan tidak ”njeglek”.
4) Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kriteria penggunaan
bahasa yang baik adalah ketepatan ragam bahasa sesuai dengan kebutuhan
komunikasi. Hal ini bertalian dengan topik pembicaraan, tujuan
pembicaraan, lawan bicara, dan tempat pembicaraan. Bahasa yang baik
adalah bahasa yang logis, dan sesuai dengan tata nilai masyarakat. Di
samping itu ukuran baik juga bertalian dengan ketersampaian
informasi kepada lawan bicara.
Kriteria penggunaan bahasa indonesia yang baik dan
benar adalah penggunaan kaidah bahasa seperti tata bunyi (fonologi), tata
bahasa (pembentukan kata dan kalimat), kosa kata dan istilah, ejaan dan
makna.
Pada aspek tata bunyi misalnya penggunaan bunyi f, v dan z pada kata-kata
film, motiv, vitamin, variasi, zakat, izin adalah benar bukan ditulis: pilm,
notip, pitamin, pariasi, jakat dan ijin.
Pada aspek tata bahasa, bentuk kata yang benar adalah ubah, mencintai,
bertemu, dan pertanggungjawaban, bukan ditulis rubah, ketemu, dan
pertanggungan jawab.
Dalam bentuk kalimat, kalimat yang benar sekurang- kurangnya harus
mengandung subyek dan predikat. Contoh kalimat pernyataan “Pada Tabel
di atas memperlihatkan bahwa jumlah wanita lebih besar daripada jumah
pria”, adalah kalimat yang tidak benar, karena kalimat tersebut tidak
mengandung subyek. Bila kata pada dihilangkan, maka Tabel akan berubah
menjadi subjek dan kalimat menjadi benar penulisannya.

KELEBIHAN BUKU:
Buku ini sangat mudah untuk dibaca karena font yang digunakan sudah rapi
dan sesuai standart penulisan.materi yang disajikan terstruktur jadi pembaca
lebih mudah memahami maksud penulis. Buku ini juga sangat lengkap
pokok pembahasan yang dijelaskan semua tersusun dan efektif. Dalam
membahas psikologi pendidikan penulis tidak hanya menjelaskan gambaran
umum tentang pendidikan semua dicantumkan bahkan pendapat para ahli
dalam mengemukakan teori juga sangat banyak. Pembaca akan sangat puas
dengan materi yang disajikan.

KEKURANGAN BUKU:
Buku ini banyak menggunakan Bahasa asing,kemudian ada beberapa istilah
ilimiah yang jarang ditemui. Kemudian buku ini juga terlalu panjang dalam
menjelaskan suatu bab tidak ada kesimpulan di akhir per bab nya. Jadinya
pembaca cepat bosan karena harus membaca secara panjang dan jangkauan
luas.
SISTEM PENYIARAN INDONESIA
Kajian Strukturalisme Fungsional
DR. REDI PANUJU, M.SI.

Sesungguhnya banyak teori yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosial, tetapi
tidak tercatat dalam sejarah karena berbagai hal. Satu di antaranya karena
tidak memberi daya tarik untuk dikembangkan, ti- dak ada sesuatu yang
baru di dalamnya, bahkan tidak memiliki kegu- naan ketika ditarik ke ranah
aksiologis. Teori-teori ini berhenti sebagai proposisi, yang takdirnya
terkurung sepi di laci lemari penulisnya atau hanya sebagai bukti formalitas
dari suatu proses pendidikan formal di strata tertentu, sehingga
keberadaannya paling terhormat menjadi pa- jangan di perpustakaan. Karya
itu kemudian menjadi rujukan generasi terdidik berikutnya, yang mengutap
dan mengutip, meng-copy paste, sehingga terjadi reproduksi ide dan
penduplikasian penelitian. Ilmu mandek karena kecenderungan formalitas
dan teori tidak berkembang karena prosedur formal administrasi
pendidikan.
Nasib buruk karya ilmuwan Indonesia yang karyanya berakhir seperti itu
sesungguhnya bukan saja karena masalah teknis pendidik- an formal, tetapi
juga bersangkut paut dengan mentalitas bangsa kita yang oleh Mochtar
Lubis disebut dengan mental disorder, mental tidak percaya diri.1 Termasuk
di dalamnya tidak percaya pada apa yang di- miliki bangsa sendiri. Dalam
telaah Culture Studies misalnya, tampak dari preferensi bangsa kita
terhadap istilah asing untuk menamai se- suatu, mulai dari restoran, hotel,
salon, tempat hiburan, pendidikan, bahkan nama untuk anak-anaknya yang
lebih senang menggunakan istilah asing. Sebut misalnya Jatim Park, Batu
Night, “Back to Basic” se- bagai slogan demiliterisasi dwifungsi ABRI,
“One Product One Valla- ge” filosofi program Gubernur Jatim Basofi
Soedirman “Kembali ke Desa” pada 1994, dan masih banyak lagi.
Teori struktural fungsional pada mulanya diilhami oleh para pe- mikir
klasik, di antaranya Socrates, Plato, Auguste Comte, Spencer, dan
Durkheim. Para pemikir ini menganut konsep utilitarian yang menganggap
individu sebagai aktor otomatik, terpisah, dan berdiri sendiri, yang berlaku
rasional dan memaksimalkan keuntungannya dalam berinteraksi sosial.
Teori ini memandang kehidupan masyarakat sebagai keadaan yang objektif.
Individu merupakan bagian dari kolektivitas.
Teori konflik memandang bahwa konflik merupakan unsur da- sar
kehidupan manusia. Setiap elemen mempunyai kontribusi dalam
menciptakan konflik. Kehidupan sosial menghasilkan konflik ter- struktur.
Konflik bukan hanya menghasilkan dampak negatif, tetapi seperti halnya
pendapat Coser, konflik juga memiliki sisi positifnya.

Karakteristik Media Baru


Bila kita sederhanakan sejarah teknologi komunikasi di atas, maka
berdasarkan perbedaan kegunaannya dapat digolongkan menjadi: (1)
telekomunikasi; (2) media massa; dan (3) perkembangan yang paling
mutakhir media sosial yang sering disebut media baru (new media).
Telekomunikasi digunakan untuk mempermudah dan memperluas jaringan
komunikasi untuk tujuan interaksi. Teknologi media massa (cetak dan
elektronik) digunakan untuk penyampaian pesan (messa- ges) yang meliputi
berita, hiburan, dan opini. Bisa berupa media cetak, seperti surat kabar,
majalah, dan tabloid; media elektronik audio se- perti radio, dan elektronik
audiovisual seperti televisi.
Dari sekian banyak literatur yang membahas tentang karakteristik new
media, pembahasan subbab ini akan memaparkan karakteristik berdasarkan
konsep-konsep yang telah dipopulerkan, seperti network society (Castell,
1996), the information age (Webster, 2002), interface culture (Johnson,
1997), archive fever (Derrida, 1996), identity (Jordan, 1999; Goffman,
1990), yang dirangkum Gane dan Beer dalam bukunya
Kajian Strukturalisme Fungsional
New Media (2005: 15-120):12
1. Karakteristik network.
Dalam ilmu komputer, network diartikan sebagai infrastruktur yang
menghubungkan terjadinya komunikasi hingga akses dan pertukaran
terhadap data. Hubungan ini bisa saja terjadi secara lokal, global, terbuka,
tertutup dan juga bisa diasumsikan dalam bentuk yang berbeda-beda.
Dalam wacana media baru, network diartikan sebagai perangkat digital
yang saling berkoneksi dalam kanal-kanal komunikasi. Network dapat
didekati melalui dua ca- kupan jaringan yang dibuatnya, yakni local area
network (LAN) dan a wide area network (WAN). LAN menandakan bahwa
jaring- an yang terjadi berada dalam wilayah yang terbatas, menghubung-
kan antarkomputer yang berada di satu gedung perkantoran atau suatu lokal
yang memiliki gedung perkantoran. Sementara dalam WAN menandakan
bahwa jaringan yang terjadi mengkoneksikan area yang lebih luas,
antartempat, antar-negara, hingga ke seca- ra global; untuk menandai atau
mengidentifikasi perangkat yang terhubung, maka masing-masing
perangkat memiliki identitas tunggal yang disebut dengan protocol.
Network ini kemudian ber- kembang sesuai term yang digunakan, misalnya
network society, network capitalism, the actor network, dan political
network.
2. Karakteristik informasi media baru.
Bagi Shannon dan Weaver, tidak ada yang dinamakan pesan yang benar
(real messasges), melainkan yang ada hanyalah sinyal (signal) yang
ditangkap oleh receiver dan kemampuan untuk melakukan code atau decode
terhadap sinyal tersebut. Namun dalam proses penyampaian maupun
penerimaan pesan ini. Marshal McLuhan (1964) memberikan pernyataan
bahwa tidak hanya gangguan yang akan memengaruhi bagaimana pesan itu
disampaikan dan/atau diterima, melainkan media membawa pesan itu
sendiri memiliki pengaruh tersendiri. Dalam hal ini McLuhan
memperkenalkan apa yang disebut medium is the message. Perkembangan
new media, me- dia sudah menjadi bagian dari proses informasi tersebut;
teknologi pengumpulan data (storage) yang berguna untuk menyimpan in-

Dampak Negatif Media Komunikasi ...


formasi dalam setiap memory memungkinkan individu di dalam jaringan
komputer mengakses informasi kapan pun dan dari tem- pat penyimpanan
(komputer) di mana pun. Tentu dalam internet penyimpanan informasi
dilakukan oleh entitas yang terkoneksi ke dalam jaringan. Implikasinya
penerima bisa mengakses informasi atau konten sesuai dengan yang
diproduksi oleh si pembuat pesan dan pesan itu menjadi beragam serta tidak
terbatas.
3. Karakteristik interface media baru.
Era teknologi digital dan teknologi komunikasi telah mengubah arah
komunikasi yang selama ini menganut pola broadcast. Jika model broadcast
adalah komunikasi satu arah, maka dengan ka- hadiran teknologi
komunikasi itu bisa menjadi dua arah bahkan lebih atraktif. Komunikasi
tidak lagi memakai pola dari sumber yang satu menyebar ke banyak
audiences atau khalayak, berpusat, khalayak bersifat pasif, dan penerima
berada dalam posisi teriso- lasi, melainkan lebih dinamis, tidak tersentral,
sampai pada meli- batkan khalayak. Kehadiran internet pada kenyataannya
membe- rikan perspektif baru bagi proses komunikasi yang lebih instan,
berkurangnya mediasi, cenderung mengandalkan kecepatan, dan kurang
melibatkan penalaran (rasio).
Interface dapat dipahami fungsinya sebagai dua tubuh atau sis- tem yang
berbeda sehingga bisa menyatu, yakni antara manusia dan mesin, antara
manusia dan manusia, dan bisa jadi antara me- sin-mesin yang berbeda.
4. Karakteristik archieve media baru.
Bisa disebut sebagai penyimpanan (arsip). Harus dipahami da- lam
kerangka teknologi komunikasi yang mengubah cara dalam menghasilkan,
mengakses, hingga menaruh informasi itu sendi- ri. Ini jelas berbeda
dengan pengertian arsip sebelumnya sebagai sebuah kumpulan dokumen
yang memuat informasi tertentu, di- simpan di sebuah tempat dan hanya
bisa diakses oleh orang ter- tentu. Juga dalam perspektif media baru, sebuah
arsip tidak hanya berupa teks semata, melainkan juga bisa memuat foto,
film, mau- pun suara.
5. Karakteristik interactivity.
Merupakan istilah yang digunakan untuk membedakan media

SISTEM PENYIARAN INDONESIA


Kajian Strukturalisme Fungsional
baru yang digital dengan media tradisional yang menggunakan analog.
Kehadiran teknologi komunikasi pada dasarnya untuk memberi kemudahan
manusia untuk berinteraksi, bahkan bisa mewakili kehadiran dan/atau
keterlibatan fisik dalam berkomu- nikasi. Melalui teknologi komunikasi
(misalnya, webcam) ataupun video conference memungkinkan antara
pengguna saling berko- munikasi langsung sekaligus melihat ekspresi
wajah mereka me- lalui kamera yang terhubung ke internet.
6. Karakteristik simulation.
Simulasi atau hyper-reality adalah sebuah teori yang beranjak dari Jean
Baudrillard, menggambarkan tentang efek media yang sema- kin berkurang
tingkat menempatkan individu antara yang nyata dan virtual, realitas dan
ilusi. Individu semakin menjauh dari du- nia realitas menuju dunia virtual.
Menurut Baudrillard, media bu- kan lagi sebagai cerminan realitas
melainkan sudah menjadi reali- tas itu sendiri, bahkan menurut Ritzer dan
Goodman (2004: 678) apa yang ada di media lebih nyata dari realitas itu
sendiri.
Harapan baru terjadinya perubahan sosial yang lebih baik. Namun di sisi
yang lain, televisi menimbulkan kecemasan karena perubahan yang
ditimbulkan cenderung tidak terkendali, bertentangan dengan nilai, habit
(kebiasaan), maupun kebudayaan lama.
Para ahli yang sangat optimis pada peran positif media televisi umumnya
berargumen bahwa media massa mempunyai kemampuan memproduksi
pesan jauh lebih besar (jutaan kali lipat) dibandingkan dengan produksi
pesan yang dilakukan oleh entitas lain, seperti ke- lompok sosial,
komunitas, maupun organisasi bisnis. Demikian juga dalam penyampaian
pesannya, dalam waktu yang sangat singkat ter- distribusi (difusi) sampai
pada jutaan penerima pesan (komunikan). Dengan demikian, TV menjadi
medium yang mampu menghemat waktu ribuan persen untuk
menyampaikan pesan ribuan kali lipat. Meminjam analogi teori meme atau
memetics yang pertama kali ditulis oleh Richard Dawkins (1976), TV
tampaknya mengikuti logika meme, yakni: ingin berusia sepanjang-
panjangnya, tersebar seluas luasnya, dan berketurunan seasli-aslinya.
Menurut Richard Brodie (1996), masih mengikuti logika meme, TV dengan
daya tarik tayangannya itu menjadi suatu unit informasi yang tersimpan di
benak orang, dan memengaruhi kejadian di lingkungannya sedemikian rupa
sehingga makin tertular luas di benak orang lain. Jadi, tayangan TV itu
tidak hanya sekadar menyampaikan informasi atau pesan, namun masuk ke
dalam sistem konversi utama (yaitu, benak, pikiran atau otak) manu- sia,
kemudian direproduksi menjadi sistem nilai, persepsi, preferensi, etika,
maupun budaya.

Waktu itu, media televisi masih merupakan sesuatu yang baru bagi
masyarakat sehingga acara apa pun, sepanjang menampilkan gambar dan
suara yang bagus, niscaya menarik perhatian orang. Di samping itu, TVRI
masih merupakan satu-satunya media audiovisual yang diberi izin
mengudara menyapa publik Indonesia, sehingga tidak ada pilihan bagi
rakyat kecuali mengikuti sekuen demi sekuan dari siang hingga malam.
Tanpa disadari rakyat telah dikondisikan untuk menyukai program televisi.
Waktu yang memberi untung bagi TVRI tersebut membuat semua program
acara, termasuk acara siaran niaga (iklan) pun menjadi kegemaran. Maka,
Si Unyil menjadi primadona, Pak Tino Sidin ditunggu, Aneka Ria Savari
dinanti, dan film kartun Tom and Jerry tak pernah dilewatkan.
Itulah saat era keemasan di mana televisi memegang peran pen- ting dalam
memengaruhi perubahan sosial, termasuk di dalamnya se- bagai media
pembelajaran.
Bagaimana kondisinya sekarang?
Kini media televisi masuk dalam era kompetisi yang sangat ke- tat, bukan
hanya bersaing memperebutkan khalayak penonton dengan sesama televisi,
namun juga harus bersaing ketat dengan media lain, terutama media internet
—yang kecenderungannya semakin konver- gensi dengan seiring pesatnya
kemajuan di bidang teknologi informa- si. Persaingan di antara media
massa tersebut melahirkan logika pasar bebas yang sangat kompleks. Dan
hal ini pula yang memulai timbul- nya kontradiksi.

Kehadiran televisi dalam kehidupan masyarakat selalu direspons dengan


hati-hati, karena keberadaannya yang memang menjalankan fungsi-fungsi
“paradoks”. Di satu sisi, televisi dipuja sebagai simbol modernitas yang
memberi harapan hidup lebih baik, namun di sisi yang lain dicurigai
sebagai penyebab runtuhnya nilai-nilai moral. Televisi juga dituduh sebagai
penyebab rusaknya struktur kebiasaan sosial yang produktif. Bahkan para
pejabat sering menyatakan bahwa media televisi menjadi penyebab
timbulnya permusuhan antara rakyat dan negara (baca = pemerintah),
karena beritanya sering tidak ber- dasarkan fakta, memelintir fakta, fitnah,
dipakai pihak tertentu untuk membunuh karakter lawan politik, dan
sebagainya.
Lantas, masih pantaskah kita menggagas tentang format fungsi te- levisi
yang dapat hidup berdampingan dengan masyarakat?
Paradoks kehadiran televisi sebetulnya berpangkal pada perubah- an yang
asimetris antara apa yang dibungkus dan dibingkai oleh media televisi
dengan kecenderungan masyarakat untuk mengukuhkan nilai- nilai lama
(status quo). Penjelasannya demikian: secara natural akibat fungsi
komunikasi massa yang dijalankan televisi, pesan yang disam- paikan
menimbulkan efek masif. Pesan-pesan yang disampaikan tidak selalu
berasal dari entitas internal suatu masyarakat. Memang dalam kriteria nilai
informasi dikenal ada istilah proximity (keterdekatan de- ngan entitas
tertentu, termasuk kelokalan/komunitas), tetapi untuk te- levisi tidaklah
berlaku sebagaimana mentransformasikan realitas men- jadi tayangan. Bila
muatannya berasal dari internal entitas, maka harus ada tranformasi dengan
kaidah-kaidah artistik dan teknologi jurna- listik supaya menarik perhatian.
Tidak semua hal yang oleh masyara- kat setempat dianggap penting
menjadi menarik ketika dipindah apa adanya ke layar kaca.

“Kewaspadaan” itulah yang menjadi kunci mampukah seseo- rang


menjadikan televisi sebagai media pendidikannya. Kewaspada- an
mempunyai makna kehati-hatian dalam memaknai sesuatu dan berimplikasi
pada responsnya. Ini merupakan perangkat mekanisme psikologis yang di
dalamnya sarat dengan kemampuan respons seseo- rang dan
pengalamannya dalam merespons. Minimal dengan kehatian seseorang
akan melakukan evaluasi diri dan melakukan analisis. Ke- percayaan
terhadap suatu pesan dibentuk berdasarkan proses analisis- nya:
Faktualkah? Objektifkah? Netralkah? Fisibelkah? (bisa dilaksana- kankah?)
dan Prospektifkah?
Pertanyaan tersebut tentu akan dijawab secara berbeda-beda satu dengan
lainnya, tergantung banyak aspek; pendidikan, latar belakang sosial,
pengalaman, jenis kelamin, lingkungan geografis, dan lainnya.
Televisi dikhawatirkan berdampak negatif bagi anak-anak, hingga muncul
banyak gerakan untuk tidak menonton televisi. Televisi dike- tahui telah
mengubah habit masyarakat dalam menggunakan waktu, akibatnya banyak
gejolak tak terelakkan. Anak-anak menjadi malas belajar dan prestasi
akademiknya “jeblok”. Lantas, para orangtua pun lantang menyuarakan
gerakan “matikan televisi.”
Gury Oranim dan Sharon Rechter, alumni MBA di bidang Inter- national
Business di Tel Aviv University Israel, adalah sosok yang sejak 1999 tak
kenal henti merealisasikan konsep tayangan televisi untuk anak batita (bayi
usia di bawah tiga tahun) itu di Amerika Serikat. Ek- sperimen mereka
didukung oleh perusahaan besar di sana seperti Pep- siCo, tak heran bila
hanya dalam waktu tak lebih tiga tahunan, gagasan mereka menjadi
kenyataan.

Teknologi komunikasi telah mengubah penalaran manusia ten- tang segala


sesuatu. Penulis menengarai adanya pergeseran atau bah- kan perubahan
tentang nalar individu dalam masyarakat. Misalnya, tentang anggapan
sesuatu yang nyata dan tidak nyata, realitas atau ti- dak. Publik
sebagaimana dilansir Baudrillard dalam perspektif simu- lasinya, individu
sebagai khalayak lebih memercayai apa yang ada di layar televisi
ketimbang pengalaman yang dihadapinya. Media telah membentuk hiper-
realitas, di mana khalayak menganggap apa yang dilansir media massa
sebagai the real of reality.
Indikasinya, beberapa lembaga survei opini publik mengumumkan tingkat
popularitas bakal calon presiden berkesesuaian dengan fre- kuensi peliputan
media. Joko Widodo (kini Gubernur DKI Jakarta) mempunyai popularitas
38 persen kemudian diikuti Prabowo Subi- yanto di peringkat kedua (18
persen) pada Januari 2014, berkorelasi dengan ekspos media tentang
keduanya. Jokowi dibingkai (framing) oleh media sebagai sosok yang jujur,
sederhana, dan peduli pada rak- yat bawah dengan labeling “Gubernur
Blusukan,” sedangkan Prabowo Subiyanto banyak memasang iklan yang
mengidentifikasikan dirinya sebagai sosok yang dekat dengan petani.
Jargonnya sering ditirukan kalangan tertentu dalam diskusi-diskusi, seperti
“Kalau bukan seka- rang kapan lagi, kalau bukan kita siapa lagi?” Itu
berarti logika dalam tingkat persepsi masyarakat menganggap ekspos media
sebagai sebu- ah realitas.

Dimensi Etika
“Kubunuh kau!” begitu teriak salah satu tokoh dalam film kar- tun yang
digemari anak-anak atau “muka elu kayak penggorengan!”, “Kampret lu,
tolol amat sih Elu ...” Kata-kata kotor yang bermaksud menghujat, mengatai
orang lain sangat banyak kita jumpai dalam layar kaca.
Bila Albert Bandura si penelur teori “imitasi” seperti yang penulis lansir di
bagian sebelumnya, benar, maka kata-kata tersebut pun akan
tertransformasi dalam interaksi sosial. Banyak jargon yang kemudian
direproduksi untuk konteks pembicaraan yang berbeda. Seperti jargon
“wani piro!”, yang semula dipakai sebagai tag-line iklan sebuah produk
rokok, kemudian banyak direproduksi untuk tujuan-tujuan yang lain, seperti
anekdot, dan porno. Dalam bentuk anekdot kata-kata “wani piro”
disambung dengan “piro piro wani” (berapa pun berani). Atau ada seorang
wanita sedang jalan sendirian, kemudian muncul kelakar dari sebarang
jalan, “wani piro....” Demikian juga tag-line iklan pela- pis antibocor No-
Droup yang berbunyi “Bocor Bocor....ah, Nakal...!” ternyata sering juga
dipakai untuk komunikasi yang menjurus porno- grafi.
Dari tinjauan filsafat etik, media massa ditengarai telah mencip- takan
model perilaku dan komunikasi yang acap kali berlawanan de- ngan
kriteria-kriteria yang berlaku secara normatif, akibatnya terjadi semacam
konflik nilai di dalamnya.
Gaya hidup (life style) negeri lain dalam film-film acap kali me- nimbulkan
persoalan etis di masyarakat. Tayangan tersebut dimak- nai sebagai
melanggar etika kesopanan. Namun, bagi kalangan yang permisif
(menerima gaya hidup tersebut), dianggap biasa atau wajar sebagai bagian
dari perubahan hidup modern, kemudian mereka me- nerapkannya dalam
keseharian. Maka, terjadi tranformasi dari realitas media ke realitas sosial.
Di sini terjadi benturan kedua dalam relasi sosialnya. Sebagai contoh,
pakaian rok mini dan cipika cipiki (cium pipi kanan dan cium pipi kiri).

Dimensi Estetika
Estetika adalah cabang filsafat yang mengkaji tentang segala sesu- atu
keindahan atau yang dianggap indah serta sesuatu yang dianggap buruk.
Kriteria tentang keduanya (indah atau buruk) ditentukan oleh persepsi
individu dalam masyarakat. Dalam konteks perspektif Talcott Parsons,
persepsi estetika sangat ditentukan oleh kekuasaan simbolik dari budaya
yang berlaku. Dalam suatu masyarakat tentu banyak mak- na budaya
tergantung pengalaman budaya secara kolektif, namun dari sekian banyak
itu tentu ada yang dominan menjadi acuan makna oleh masyarakatnya.23
Dalam hal ini, TV memosisikan diri sebagai media yang menja- lankan
fungsi mediasi sosial. Lewat TV-lah persepsi keindahan akan berubah.
Dalam struktur hubungan tersebut kepentingan TV kerap kali mendominasi
dan dapat “memaksa”-kan pola-pola tertentu dalam estetika. Penulis
memberi contoh demikian: demi kepentingan durasi (waktu) tayang yang
menuntut efisiensi (sebab biaya produksi tayang- an TV sangat mahal),
maka pertunjukan wayang kulit yang semula biasanya dimainkan semalam
suntuk, dipaksa menyesuaikan dengan tuntutan ritme TV menjadi satu jam.
Bayangkan episode “jejer” dalam pagelaran wayang yang semula disusun
secara runtut dengan filosofi- filosofi tertentu kemudian dipangkas dan
langsung pada adegan dialog serta perang. Banyak nilai estetik dan filosofis
yang hilang dari kese- nian tersebut ketika ditransformasikan melalui TV.
Demikian juga de- ngan kesenian yang lain terpaksa harus menyesuaikan
dengan tuntut- an efisiensi durasi dan mereduksi aspek ritme yang biasa
menjadi ciri khas keindahan kesenian tradisi. Tembang-tembang beritme
lamban seperti “dandang gula” lebih enak dinikmati di sebuah gubuk
tengah sawah dalam suasana hujan rintik. Ketika masuk ke TV dianggap
lam- ban dan bertele-tele. TV dengan prinsip teknologinya itu mendorong
pesan-pesan disampaikan secara instan.

KELEBIHAN BUKU:
Buku ini sangat mudah untuk dibaca karena font yang digunakan sudah rapi
dan sesuai standart penulisan.materi yang disajikan terstruktur jadi pembaca
lebih mudah memahami maksud penulis. Buku ini juga sangat lengkap
pokok pembahasan yang dijelaskan semua tersusun dan efektif. Dalam
membahas psikologi pendidikan penulis tidak hanya menjelaskan gambaran
umum tentang pendidikan semua dicantumkan bahkan pendapat para ahli
dalam mengemukakan teori juga sangat banyak. Pembaca akan sangat puas
dengan materi yang disajikan.

KEKURANGAN BUKU:
Buku ini banyak menggunakan Bahasa asing,kemudian ada beberapa istilah
ilimiah yang jarang ditemui. Kemudian buku ini juga terlalu panjang dalam
menjelaskan suatu bab tidak ada kesimpulan di akhir per bab nya. Jadinya
pembaca cepat bosan karena harus membaca secara panjang dan jangkauan
luas.
Dasar-Dasar Penyiaran

Pembahasan mengenai dunia penyiaran sangat menarik, sebab aktivitas


manusia sehari-hari sangat dekat dengan dunia tersebut. Kemajuan
teknologi komunikasi termasuk teknologi penyiaran dari era analog ke era
digital semakin memanjakan manusia dalam memenuhi kebutuhan akan
informasi. Digitalization Broadcasting Era mempermudah jasa layanan
informasi yang lengkap, cepat, dan tepat.
Penyiaran atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai broadcasting. JB
Wahyudi (1994:6) menerangkan bahwa Penyiaran atau broadcasting adalah
keseluruhan penyiapan materi produksi, proses produksi, penyiapan bahan
siar, pemancaran sampai kepada penerima siaran di suatu tempat. Siaran
sama artinya dengan broadcast yang dalam Undang-undang No. 32 tahun
2002 tentang Penyiaran adalah “pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk
suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter,
baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui
perangkat penerima siaran, sedangkan Penyiaran yang sebut broadcasting
memiliki pengertian sebagai “kegiatan pemancarluasan siaran melalui
sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di
antariksa dengan mengunakan spektrum frekuensi radio (sinyal radio) yang
berbentuk gelombang elektromagnetik yang merambat melalui udara, kabel,
dan atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan
oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran”.
Secara umum media massa (konvensional) disebut-sebut memiliki fungsi
hiburan, pendidikan dan informatif. Dennis McQuail (2002) mengatakan
“bahwa media massa sebagian besar memiliki sifat-sifat negatif image”.
Ditambahkan pula oleh Burhan Bugin (2005); “pers dan media massa
postmodern selain memiliki fungsi-fungsi umum, juga memiliki peran-
peran di atas, secara umum, pers dan media massa memiliki kemampuan
konstruktif dan destruktif yang sangat dahsyat, selain ia sebagai mesin uang
kapitalis yang terus mengeksploitasi kelemahan manusia”.

Latar Belakang Lahirnya Media Penyiaran


Ada alasan filosofis lahirnya Media Penyiaran yang tergantung pada situasi
kapan stasiun penyiaran tersebut didirikan. Beberapa analisis antara lain:
- Model 1
Bila situasi negara di mana stasiun penyiaran didirikan mempunyai
pemerintahan yang stabi (legal secara de facto dan de jure), maka umumnya
alasan pendirian stasiun (radio) adalah rasa ingin mencoba yang biasanya
disebut eksperimen. Setelah bereksperimen beberapa waktu, para
pendirinya ingin meningkatkan penyelenggaraan penyiaran secara
profesional dan melembaga (memiliki izin). Status yang sudah profesional
ini kemudian, secara logis akan diikuti dengan peningkatan kebutuhan
operasional. Pada saat itu status stasiun penyiaran telah bergeser dari
eksperimen ke masalah komersial, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Eksperimen Berizin Komersial
Gambar 1. Diagram urutan proses pendirian stasiun penyiaran Model 1
Dalam bisnis penyiaran diantaranya stasiun berjejaring yang terdiri dari
beberapa stasiun penyiaran sejenis dalam upaya meningkatkan pemasukan
dana dari pemasangan iklan. Terdapat dua bentuk format berjejaring, yaitu
model relai dan model sindikasi. Model relai dilaksanakan dengan
meneruspancarkan sebagai program yang tetap maupun tidak tetap dari
stasiun induk (asal) yang menempati slot waktu tertentu. Jadi relai program
disiarkan pada saat yang bersamaan. Sementara model sindikasi
dilaksanakan dengan memancarkan sebagian program stasiun asal pada saat
atau slot waktu yang berbeda, jadi merupakan siaran tunda.
- Model 2
Bila situasi negara dalam masa penjajahan, misalnya Indonesia pada masa
kependudukan Belanda maupun Jepang. Pada situasi yang kedua ini,
pendiri stasiun penyiaran itu (pihak yang terjajah) biasanya berkeinginan
untuk menyebarluaskan suara kekebasan, membangkitkan semangat
kebangsaan dengan menyiarkan lagu-lagu kedaeraha, menyebarkan opini
atau kritisi kepada penguasa, dan bahasa pengantar yang digunakan adalah
bahasa yang dimengerti oleh pribumi. Jadi dasar atau alasan pendirian stau
stasiun penyiaran pada kasus kedua ini adalah politik. Hal ini tampak jelas
pada periode
pemerintahan Belanda di Indonesia, di mana secara keterwakilan politik,
pribumi telah terakomodasi di Volksraad. Tetapi tetap pribumi mencari
alternatif penyampaian suara politiknya melalui penyiaran, baik yang
mendapatkan maupun ilegal. Satu contoh konkret bentuk perjuangan
kemerdekaan Indonesia ialah pengudaraan teks proklamasi melalui cara-
cara ilegal menurut aturan penguasa Jepang saat itu, sehingga kemerdekaan
Indonesia bisa didengar di seluruh dunia. Dalam perjuangan itu sempat
diusahakan pemancar yang mobile agar tidak bisa terlacak oleh penguasa.
- Model 3
Pada saat teknologi sistem penyiaran FM ditemukan, sistem AM telah
mendominasi peralatan penyiaran. Sistem FM ditemukan oleh Edwin H.
Amstrong pada 1933 dan mendapat hak paten dari pemerintah Amerika
pada 26 Desember 1933, sehingga pendirian satu stasiun setelah itu adalah
dengan alasan perkembangan teknologi yang dianggap memberikan
peningkatan kualitas teknik dalam penerimaan siaran. Telah diketahui
bahwa kualitas audio sistem FM lebih bening dibandingkan sistem AM.
Selanjutnya persoalan yang dihadapi adalah pendanaan, sehingga mau tidak
mau format stasiun tersebut menjadi stasiun komersial.
Teknologi Berizin Komersial
Gambar 2. Diagram urutan proses pendirian stasiun penyiaran Model 3
- Model 4
Situasi saat ini, yaitu satu situasi yang sudah damai tatanan
internasionalnya, teknologi sudah sangat maju (tidak ada penemuan baru
yang sangat fenomenal di bidang penyiaran), setiap individu dijamin
mempunyai kesempatan sama untuk bersaing dan lain sebagainya. Sehingga
dengan situasi Model 4 ini, maka tujuan mendasar pendirian satu stasiun
penyiaran adalah faktor ekonomi (bisnis/komersial).

Media Penyiaran Radio  Karakter Khas Radio


Dibandingkan dengan media massa lainnya, karakteristik khas Radio,
sebagai berikut:
1. Imajinatif: Karena hanya alat indera pendengaran yang digunakan
khalayak dan pesannya pun selintas, maka pesan radio dapat mengajak
komunikannya untuk berimajinasi. Radio bersifat theatre of mind artinya
radio mampu menciptakan gambar (makes picture) dalam pikian pendengar
melalui kekuatan kata dan suara.
2. Auditori: Sifat ini muncul sebagai konsekuensi dari sifat radio yang
hanya bisa didengar. Manusia mempunyai kemampuan mendengar yang
terbatas, maka pesan komunikasi melalui radio diterima selintas. Pendengar
tidak akan dapat mendengar kembali (rehearing) informasi yang tidak jelas
diterimanya, karena ia tidak bisa meminta kepada komunikator/ penyiar
untuk mengulang informasi yang hilang kecuali ia merekamnya. Dengan
perkataan lain, pesan radio disusun secara singkat dan jelas (concise an
clear).

Andy Rustam dalam makalah kepenyiaran menyebutkan bahwa kekuatan


radio adalah sebagai berikut;
1. Menjaga Mobilitas. (pendengarnya diupayakan tetap pada mobilitas
tinggi)
2. Informasi tercepat. (kesegaran informasinya)
3. Auditif. (suara mempunyai kelebihan dalam pendekatan dengan
pendengar)
4. Menciptakan theather of mind. (imajinasi yang mengoda rasa penasaran
pendengar)
5. Komunikasi Personal. (menciptakan keakraban dengan pendengar,
sehingga ikatan kebutuhan dan saling ketergantungan menjadi kuat)
6. Murah.
7. Mass Distributor. (sebagai distributor informasi, edukasi, dan hiburan
yang simultan)
8. Format dan Segmentasi Tajam. (konsep radio menajamkan format dan
segmentasi pendengar)
9. Daya Jangkau Luas. (areal sasaran yang luas untuk mengatasi hambatan
geografis, cuaca, dan sistem distribusi)
10. Menyentuh kepentingan lokal dan regional. (kebutuhan untuk
mengetahui situasi lokal dan regionalnya)
Adapun makalah Bagaimana menjadi Penyiar/Jurnalis Profesional?, Ari R.
Maricar menyebutkan kekuatan dari radio, yakni sebagai berikut:
1. Yang pertama dan yang utama dalam menjangkau khalayak.
2. Unggul dalam menjaring konsumen primer. (target utama pengiklan usia
18 - 49 tahun/produktif, yang dalam keseharian diperkirakan lebih sering
dengan media radio)
3. Media tercepat sebagai sumber Berita.

 Kelemahan Radio
Riswandi (2009: 5) menjabarkan kelemahan radio sebagai media penyiaran,
antara lain:
1. Selintas: Siaran radio cepat hilang dan mudah dilupakan. Pendengar tidak
bisa mengulang apa yang didengarnya, tidak seperti pembaca surat kabar
yang bisa mengulang bacaannya dari awal tulisan.
2. Batasan Waktu: Waktu siaran radio relatif terbatas hanya 24 jam sehari,
berbeda dengan surat kabar yang bisa menambah jumlah halaman dengan
bebas.
3. Beralur Linier: Program disajikan dan didengar oleh khalayak
berdasarkan urutan yang sudah ada (rundown)
Sedangkan dalam makalah kepenyiaran Andy Rustam menyebutkan ada
tiga hal kelemahan radio, yakni sebagai berikut;
1. Hanya berupa suara.
Meskipun suara dalam butir keunggulan mempunyai kharisma besar,
namun kemampuan radio yang hanya mengeluarkan suara merupakan
kelemahan. Suara tidak mampu menjelaskan gambar, grafik data, atau hal-
hal teknis tanpa menimbulkan salah paham. Bandingkan dengan televisi
dan media cetak yang sangat mudah menjelaskan sesuatu dengan gambar,
data, atau petunjuk instruksional. Dalam beberapa hal, gambar lebih mampu
mengkomunikasikan sesuatu daripada rangkaian kata dan kalimat sebanyak
apapun.
2. Bersifat selintas.
Kelemahan menonjol dari produksi radio yang hanya mengeluarkan suara
adalah sifat selintasnya. Artinya, semua radio tersebut tidak
terdokumentasikan oleh pendengar.

Selain memiliki kekuatan, media televisi tentunya memiliki juga kelemahan


yang tidak didapat oleh audien sehingga harus dicari pada media lain. Serta
kelemahan yang sifatnya negative untuk audien. Kelemahan yang harus
dicari pada media lain tentunya telah kita temui pada media radio.
Sedangkan untuk media cetak dapat dikatakan informasi lengkap yang
menguasai waktu akan memudahkan masyarakat untuk melengkapinya dari
televisi. Sedangkan kelemahan negative pada televisi telah dikemukan oleh
para ahli komunikasi sejak teknologi televisi berkembangkan. Seperti
Melvin DeFleur, Joseph Dominick, McQuail dan lain sebagainya, bahwa
dampak negative media televisi akan muncul kelak seiring dengan
pemanfaatan televisi yang sangat komplek bagi kehidupan manusia.
Kenyataan ini telah ada kita saksikan didepan mata kita, hampir setiap hari
berbagai peristiwa terjadi yang tidak sedikit salah satu variabel
penyebabnya dari media televisi.
Oleh sebab itu penyiaran radio televisi di Indonesia oleh Pemerintah saat ini
tegaskan agar memproduksi program-program yang mendidik,
memberdayakan dan mencerahkan bangsa. Agar kecintaan terhadap
nasionalisme akan semakin menguat dan menciptakan kesejahteraan
bangsa. Dengan menelaah daya ransang televisi yang demikian kuat,
sebenarnya di negara-negara maju yang modern kepemilikan televisi
berlangganan lebih dari 50% adalah sebagai bukti kedewasaan berpikir.
Masyarakat modern akan mengunakan televisi sebagai sumber informasi
dan hiburan yang demikian luas bagi pengetahuaan serta aktivitasnya
sehari-hari. Sehingga materi program pada penyiaran televisi publik dan
komersial sangat santun dan menjunjung tinggi nilai moral dan budaya
bangsa yang bersangkutan.
ASPEK-ASPEK MEDIA PENYIARAN ●
Media Penyiaran yang terdiri dari radio dan televisi merupakan salahsatu
media komunikasi massa disamping media cetak dan media tatap muka,
sedangkan media cyber seperti media online dan internet. Dalam
penyelenggaraannya, media penyiaran diselenggarakan dengan manajemen
karena harus melibatkan banyak SDM, pengelolaan keuangan, serta
diselenggarakan dengan misi dan visi tertentu. Keterlibatan teknologi juga
tidak terhindarkan dalam penyelenggaraan penyiaran ini serta persaingan
penyelenggaraan oleh lembaga sejenis. Oleh karena itu, aspek regulasi juga
hadir dalam penyelenggaraan penyiaran. Terdapat 4 (empat) aspek dalam
penyelenggaraan penyiaran, yaitu:
1. Komunikasi Massa
2. Organisasi/ Kelembagaan
3. Teknologi
4. Operasional
5. Regulasi
Komunikasi Massa
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah mendukung
percepatan penyampaian pesan kepada khalayak. Kemajuan media
komunikasi modern dewasa ini telah memungkinkan manusia diseluruh
dunia untuk dapat saling berkomunikasi. Hal ini dimungkinkan karena
adanya berbagai media (channel) yang dapat digunakan sebagai sarana
penyampaian pesan. Radio dan televisi sebagai media penyiaran merupakan
salah satu bentuk media massa yang efisien dalam mencapai audiennya
dalam jumlah yang sangat banyak. Karenanya media penyiaran memegang
peranan yang sangat penting dalam ilmu komunikasi pada umumnya dan
khususnya ilmu komunikasi massa.

Studi Komunikasi Massa, secara umum membahas 2 (dua) hal, yaitu:


1. Studi komunikasi massa yang melihat peran media massa terhadap
masyarakat luas beserta institusinya. Ini menggambarkan keterkaitan media
dan berbagai institusi lain seperti institusi politik, ekonomi,agama. Teori-
teori yang berkenaan dengan hal ini berupaya menjelaskan posisi dan
kedudukan media massa dalam masyarakat dan terjadinya saling
mempengaruhi antara berbagai struktur kemasyarakatan dan media.
2. Studi komunikasi massa yang melihat hubungan antara media dan
audiensinya, baik secara kelompok maupun individual. Teori-teori
mengenai hubungan antara media audiensi terutama menekankan efek-efek
individu dan kelompok sebagai hasil interaksi dengan media.
Teori komunikasi massa terbagi ke dalam 2 (dua) kelompok yaitu teori
komunikasi massa linear dan sirkuler yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Teori Komunikasi Massa Linear
Berbagai teori komunikasi massa yang dikemukan oleh para ahli mencoba
menjelaskan bagaimana proses berjalannya pesan dari sumber (sourse)
kepada pihak yang menerima pesan atau komunikan (receiver). Teori-teori
awal mengenai komunikasi massa yang ada sejak perang dunia ke I tetap
dipergunakan hingga akhir perang dunia ke II, yaitu mengambarkan proses
berjalannya pesan secara satu arah (linear) one way direction. Teori
komunikasi yang tertua adalah teori komunikasi stimulus respon (S-R
theory). Teori komunikasi lainnya seperti Aristoteles, AIDA, Berlo (Berlo’s
Model), dan Lasswell.
Model komunikasi linear ampuh untuk meredam gejolak politik guna
mempertahankan ideologi dan kekuasaan. Pada era Orde baru, di mana
hanya televisi pemerintah yang mengudara, maka seluruh informasi yang
disampaikan bernada pro pemerintah.

Organisasi atau Kelembagaan


Dalam penyelenggaraan atau operasionalnya, penyiaran harus
mengkoordinasi banyak SDM dengan profesi masing-masing sehingga
menghasilkan satu produksi dan satu pengudaraan siaraan. Perlu adanya
proses manajerial yaitu proses perencanaan (programming),
pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengendalian
proses produksi (controlling). Prinsip manajerial ini disingkat POAC yang
dirumuskan oleh Henri Fayol.
Persoalan dalam penyelenggaraan penyiaran pada umumnya terdiri dari 3
(tiga) hal yaitu bidang umum atau administrasi, bidang program, dan bidang
teknik. Setiap organisasi atau lembaga penyiaran mempunyai tujuan
tertentu yang biasa disebut visi dan misi. Keberadaan visi dan misi
berpengaruh terhadap program-program siaran keseharian lembaga
penyiaran.

KELEBIHAN BUKU:
Buku ini sangat mudah untuk dibaca karena font yang digunakan sudah rapi
dan sesuai standart penulisan.materi yang disajikan terstruktur jadi pembaca
lebih mudah memahami maksud penulis. Buku ini juga sangat lengkap
pokok pembahasan yang dijelaskan semua tersusun dan efektif. Dalam
membahas psikologi pendidikan penulis tidak hanya menjelaskan gambaran
umum tentang pendidikan semua dicantumkan bahkan pendapat para ahli
dalam mengemukakan teori juga sangat banyak. Pembaca akan sangat puas
dengan materi yang disajikan.

KEKURANGAN BUKU:
Buku ini banyak menggunakan Bahasa asing,kemudian ada beberapa istilah
ilimiah yang jarang ditemui. Kemudian buku ini juga terlalu panjang dalam
menjelaskan suatu bab tidak ada kesimpulan di akhir per bab nya. Jadinya
pembaca cepat bosan karena harus membaca secara panjang dan jangkauan
luas.
Etika Penyiaran Indonesia
Gan Gan Giantika

A. Filsafat Komunikasi Sebagai Cabang Ilmu Etika


"We cannot not communicate", demikian ungkapan yang sangat populer di
kalangan ilmuan komunikasi. Ungkapan ini kita rasakan, pikirkan, dan
lakukan dalam keseharian, mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali.
Gejala komunikasi sangat kompleks dan luas, yang melahirkan berbagai
macam konsep komunikasi. Akar komunikasi atau landasan ilmiah
komunikasi merupakan prespektif yang dilandasi oleh pemikiran yang
bertujuan untuk mengungkap asal-usul ilmu komunikasi adapun salah satu
akar ilmu komunikasi adalah filsafat.
Pada hakekatnya filsafat komunikasi adalah suatu disiplin yang menelaah
pemahaman (verstehen) secara fundamental, metodelogis, sistematis,
analitis, kritis dan holistis teori dan proses komunikasi yang meliputi segala
dimensi menurut bidangnya, sifatnya, tatanannya, tujuannya, fungsinya,
teknik dan perannya. (Effendy, 2003)
Pada hakikatnya filsafat komunkasi lebih banyak membahas komunikasi
manusia, komunikasi antara manusia dengan manusia bukan membahas
komunikasi antara manusia dengan Tuhan. Mengupas komunikasi yang
dilakukan oleh manusia di dalam filsafat terdapat aliran atau paham
mengenai manusia tersebut yaitu :
a. Paham Meterilisme
Manusia pada prinsipnya adalah materi belaka tetapi memiliki kelebihan
berupa
akalnya dibandingkan makhluk lainnya yang pada prinsipnya sama yakni
terdiri dari
materi.
b. Paham Idealisme
Idealisme berasal dari kata eidios artinya pikiran. Jadi manusia adalah
makhluk berfikir, mempunyai ide atau gagasan dan oleh karena itu ia sadar
akan dirinya. Menurut Descartes “Cogito ergo sum” (aku berpikir jadi aku
ada) jadi manusia itu terdapat dua unsur yaitu “jiwa dan raga”

Jadi eksistensi adalah berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari diri
sendiri. Artinya manusia berada di dunia dan cara ini hanya untuk manusia,
tidak untuk lain benda oleh karena keberadaannya manusia berbeda dengan
beradanya benda-benda lainnya di dunia ini. (Ruslan, 2001)
Terdapat tiga landasan dalam Aspek-Aspek Filsafat Komunikasi sebagai
berikut : a. Metafisika
Menurut Lanigan, metafisika merupakan suatu studi mengenai sifat dan
fungsi teori tentang realita, dalam kaitan dengan teori komunikasi yaitu
antara lain:
1) Sifat manusia dan hubungannya secara kontekstual dan individual
dengan realita dalam alam semesta.
2) Sifat dan fakta bagi tujuan , perilaku, penyebab dan aturan.
3) Problem pilihan, khususnya kebebasan versus determinisme pada
perilaku
manusia.
b. Epistemologi.
Merupakan cab. Ilmu filsafat yang membahas asal, sifat, metode dan
batasan pengetahuan manusia. Epistemologi adalah bagaimana pengetahuan
itu disusun dari bahan yang diperoleh dan prosesnya melalui metode ilmiah.
Epistemologi berpijak kepada “teori kebenaran” yaitu :
1) Teori Koherensi
Suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu koheren atau konsisten
dengan pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. 2) Teori
Korespondensi
Suatu pernyataan adalah benar jika materi yang terkena oleh persyaratan itu
berkorespondensi (berkaitan) dengan obyek yang dituju oleh persyaratan
tertentu.
3) Teori Pragmatik
Suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan atau atau konsekuensi
dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia.
c. Aksiologi
Aksiologi adalah asas mengenai cara bagaimana (how) menggunakan ilmu
pengetahuan yang secara epistemologi diperoleh dan disusun secara
sistematis tersebut. Aksiologi adalah cabang filsafat yang berkaitan nilai
seperti etika, etiket, estetika, dan Agama.

Etika
Pengertian Etika (etimologi) berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”,
yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya
berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa
latin yaitu “mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores” yang berarti juga
adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbauatan
yang baik (kesusilaan) dan menghindari dari hal-hal tindakan yang buruk.
(Bertens, 2007)
Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetap dalam kegiatan
sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian
perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajia(Ruslan,
2001)n sistem niali-nilai yang berlaku.
Aristoteles dalam bukunya Etika Nikomacheia menjelaskan tentang
pembahasan etika sebagai:
a. Terminus Techicus, adalah etika dipelajari sebagai ilmu pengetahuan
yang mempelajari suatu problema tindakan atau perbuatan manusia.
b. Manner dan Custom, adalah suatu pembahasan etika yang terkait dengan
tata cara dan adat istiadat kebiasaan yang melekat dalam kodrat manusia (in
herent in human nature) yang sangat terikat dengan arti “baik dan buruk”
suatu perilaku, tingkah laku atau perbuatan manusia.
Pengertian Etika Menurut Poedjawijatna, etika merupakan cabang ilmu
filsafat. Etika mencari kebenaran dan sebagai filsafat ia mencari keterangan
benar yang sedalam- dalamnya. Sebagai tugas tertentu dari etika mencari
ukuran baik-buruknya bagi tingkah laku manusia. Etika hendak mencari,
tindakan manusia manakah yang baik. (Soehoet, 2002)
Pengertian Etika Menurut Ki Hajar Dewantara, etika adalah ilmu yang
mempelajari soal kebaikan dan keburukan didalam hidup manusia
semuanya, teristimewa yang mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang
dapat merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuan yang
dapat merupakan perbuatan. (Soehoet, 2002)
Pengertian Etika Menurut Austin Fogothey, etika adalah ilmu pengetahuan
normatif yang praktis mengenai kelakuan benar dan tidak benar dari
manusia dan dapat dimengerti oleh akal murni. (Soehoet, 2002)

2. Norma Atau Kaidah


Norma-Norma atau kaidah yaitu biasanya suatu nilai yang mengatur dan
memberikan pedoman atau patokan tertentu bagi setiap orang atau
masyarakat untuk bersikap tindak dan berperilaku sesuai dengan peraturan-
peraturan yang telah disepakati bersama. Patokan atau pedoman tersebut
sebagai norma atau kaidah yang merupakan standar yang harus ditaati atau
dipatuhi. (Ruslan, 2001)
Setiap masyarakat mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing sesuai
dengan tata peraturan dan tata itu lazim disebut kaedah (arab) dan norma
(latin). Norma atau ukuran pedoman menurut isinya dapat dibagi dua yaitu :
a. Perintah
b. Larangan.
Artinya norma adalah untuk memberikan petunjuk kepada manusia
bagaimana
seseorang harus bertindak dalam masyarakat serta perbuatan-perbuatan
mana yang harus dijalankannya, dan perbuatan-perbuatan mana yang harus
dihindari. Norma ini dapat dipertahankan melalui sanksi-sanksi kepada
yang melanggarnya.

A. Profesi Dan Profesional


BAB 2 ETIKA PROFESI
Kata profesi berasal dari kata latin yaitu “Profesussues” yang berarti suatu
kegiatan atau pekerjaan yang semula dihubungkan dengan sumpah dan janji
bersifat religius. (Ruslan, 2001)
Selanjutnya istilah profesi berkembang menjadi suatu ketrampilan atau
keahlian khusus seseorang sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama
yang diperoleh melalui jalur pendidikan atau pengalaman dan dilaksanakan
secara terus menerus, serius yang merupakan sumber utama bagi nafkah
hidupnya. (Ruslan, 2001)
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang
berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan
keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan
keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup
disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari
praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam
praktek. Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang- bidang
pekerjaan seperti kedokteran, guru, militer, pengacara, dan semacamnya,
tetapi meluas sampai mencakup pula bidang seperti manajer, wartawan,
pelukis, penyanyi, artis, sekretaris dan sebagainya.
Sedangkan seorang professional adalah seorang yang hidup dengan
mempraktikkan suatu keahlian tertentu atau terlibat dalam suatu kegiatan
tertentu yang menuntut keahlian dan ketrampilan tinggi atau hanya sekedar
hoby, untuk bersenang-senang dan bekerja untuk mengisi waktu luangnya.
(Ruslan, 2001)
PEKERJAAN / PROFESI” dan “PROFESIONAL” terdapat beberapa
perbedaan : PROFESI (Ruslan, 2001) :
1. Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
2. Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna
waktu).
3. Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
4. Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.

Hakikat penyiaran publik adalah diakuinya supervisi dan evaluasi publik


pada level yang signifikan. Publik disini dibaca sebagai “warga negara”.
Hanya karena adanya hakikat inilah maka stsiun publik dapat melakukan
apa yang didengang- dengungkan sebagai publik servis. Bagi penyiaran
publik, iklan bukanlah sesuatu yang haram. Tergantung bagaimana publik
ikut menentukan berapa pembatasan penayangan iklan perjamnya dan iklan
mana yang dianggap pas bagi penyiaran publik. Penyiaran publik tidak
berarti tidak boleh untung. Canadian Broadcasting Corporation (CBC)
misalnya, pada tahun 2001 memperoleh keuntungan 147,9 juta dolar AS.
Lalu apa beda CBC dengan stasiun komersial? Jawabnya: konsultasi publik
yang digelar CBC secara konsisten di berbagai antero negeri. Mulai dari
soal isi program, iklan mana yang boleh ditayangkan atau tidak, serta
apakah publik setuju dengan cara pemanfaatan keuntungan dan lain-lain.
(Effendi Gazali, 2002)
3. Lembaga Penyiaran Komunitas Sama dengan penyiaran publik,
penyiaran komunitas tergolong wacana baru bagi dunia penyiaran di
Indonesia, sebelumnya lembaga penyiaran yang dikenal di Indonesaia
hanya lembaga penyiaran swasta dan milik pemerintah. Di Iindonesia
penyiaran komunitas adalah suatu lembaga yang didirikan oleh komunitas
yang menjalankan aktifitas penyiaran secara independen/netral, daya pancar
rendah, jangkauan wilayah terbatas, tidak komersial, serta melayani
kepentingan komunitas. Karena khusus melayani komunitas, maka lembaga
penyiaran ini boleh menggunakan bahasa sesuai dengan komunitas yang
dilayaninya. Di Indonesia mendirikan penyiaaran komunitas persyaratannya
sangat ketat. Antara lain dilarang menjadi media partisan, tidak terkait
dengan asosiasi atau lembaga asing serta bukan komunitas internasional,
tidak terkait dengan organisasi terlarangn tidak untuk kepantingan
propaganda kolompok atau golongan tertentu.

Sejarah Perkembangan Televisi


Awal mula di dorongnya peraturan di dunia pertelevisian pada tahun 1953
yang berasal dari sebuah Departemen Penerangan, di dorong oleh
perusahaan-perusahaan AS, Inggris, Jerman dan Jepang yang berlomba-
lomba menjual hardware ketika menjelang Asian Games di Jakarta pada
tahun 1962. Bapak presiden Soekarno yakin akan kebutuhan televisi untuk
kepentingan reputasi Indonesia mengenai penyiaran Asian Game tersebut
terutama Negara Jepang yang sudah memiliki televisi sejak awal tahun
1950-an.
Siaran televisi dimulai dengan bantuan ahli dan perawatan dari Negara
Jepang serta pelatihan dari ahli Negara Inggris, dibawah organizingg
commitee Asian Games. Tanggal 16 Agustus 1962, TVRI
memulainmengadakan siaran percobaan dengan acara HUT Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia XVII dari halaman Istana Merdeka, Jakarta.
Selanjutnya pada tanggal 20 Oktober 1963, dikeluarkan Kappres No.
215/1963 tentang pembentukan Yayasan TVRI dengan Pemimpin Umum
Presiden RI. Pada BAB 1 Pasal 3 kepres tersebut dikatakan bahwa Yayasan
TVRI merupakan pengelola tunggal pertelevisian di Seluruh Indonesia.
Sementara pasal 4 dan pasal 5 menjelaskan bahwa, “keberadaan TVRI
ditujukan sebagai alat hubung masyarakat dalam melaksanakan
pembangunan mental, khususnya manusia sosialis, Indonesia”.
Program yang tidak pernah sepi penonton diantanya adalah program siaran
seks. Seks memang bukan hal yang tabu lagi untuk dibicarakan, namun
pelarangan dan pembatasan program siaran seks perlu dilakukan.
Pelarangan program siaran seks diantaranya adalah
1. Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan adegan yang
menggambarkan aktivitas hubungan seks, atau diasosiasikan dengan
aktivitas hubungan seks atau adegan yang mengesankan berlangsungnya
kegiatan hubungan seks, secara eksplisit dan vulgar.
2. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan suara-suara atau bunyi-bunyian
yang mengesankan berlangsungnya kegiatan hubungan seks.
3. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan percakapan, adegan, atau
animasi yang menggambarkan rangkaian aktivitas ke arah hubungan seks.

Komponen penting sebuah stasiun radio adalah penyiar. Sosok penyiar


radio
merupakan ujung tombak sebuah radio. Peran penyiar dapat menjadi nilai
jual radio dan program yang dibawakan, sehingga peneliti tertarik
mengetahui lebih banyak mengenai profesi penyiar radio. Namun
mengingat sudah banyak penelitian tentang penyiar radio, maka peneliti
mengkaji lagi jenis pekerjaan penyiar radio yang masih berkaitan dengan
penyiaran.
Menurut (Wibowo, 2011) “penyiar radio memiliki 2 (dua) model yaitu
siaran monolog (the talk program) dan dialog (the talkshow program).
Program monolog seorang penyiar radio seorang diri dalam menyampaikan
pesan kepada khalayak atau pendengarnya, sehingga komunikasi sebatas
komunikator dan komunikan. Sedangkan pada program dialog melibatkan
penyiar, narasumber, dan pendengar. Artinya keberadaan narasumber
mempengaruhi teknik komunikasi yang harus dilakukan oleh penyiar dan
tentu berbeda dengan ketika penyiar siaran monolog. Dalam dialog, penyiar
dituntut untuk dapat menjembatani antara narasumber dan pendengar.”
Pada bentuk-bentuk di atas, program perbincangan harus memenuhi
ketentuan berikut ini.
1) Dalam pembagian waktu, broadcaster harus memberi kesempatan yang
adil bagi
masing-masing pihak yang terlibat.
2) Program Perbincangan harus disajikan dengan bahasa yang baik serta
bebas
dari personal bias, prasangka, ketidakakuratan, dan informasi yang
menyesatkan.
3) Pendengar harus diberitahu bila dalam wawancara berlangsung
perjanjian
antara broadcaster dengan narasumber untuk membatasi pertanyaan-
pertanyaan yang penting. Pendengar pun harus diberitahu bila narasumber
meminta terlebih dahulu daftar pertanyaan -pertanyaan yang akan
dikeluarkan saat wawancara atau narasumber terlibat dalam proses editing
atau recording.
4) Manajemen radio tidak dibenarkan memberi uang imbalan wawancara
kepada pelaku kriminal yang belum dibebaskan. Manajemen radio pun
tidak dibenarkan membayar mantan kriminal sebagai imbalan atas
wawancara mengenai kejahatan yang dilakukannya. Perjanjian untuk
membayar atau membayar saksi mata juga tidak dibenarkan sebelum hasil
persidangan disimpulkan.
5) Pendengar yang ingin berpendapat melalui telephon harus disaring
terlebih dahulu oleh penyiar yang bertugas atau awak stasiun yang
berkompeten untuk memastikan legitimasinya. Setelah tersaring, ia pun
harus diberi penerangan singkat tentang tata krama penyiaran.
6) Keluhan individu atau kelompok dibolehkan selama menyangkut
kepentingan masyarakat.
Banyaknya program penyiaran yang dikeluhkan masyarakat dan juga
mendapat teguran KPI membuktikan jika kelayakan isi siaran di Indonesia
sebenarnya masih relatif rendah. KPI merupakan wujud peran serta
masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan
masyarakat akan penyiaran harus mengembangkan program- program kerja
hingga akhir kerja dengan selalu memperhatikan tujuan yang diamanatkan
Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 Pasal 3: "Penyiaran diselenggarakan
dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan
jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan
bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun
masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera, serta
menumbuhkan industri penyiaran Indonesia".(RG, 2018)
Penyiaran, baik televisi dan radio, menurut UU No. 32 tahun 2002 Pasal 36
Tentang pelaksanaan siaran diarahkan untuk:
1) Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan
manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan,
kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan
nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
2) Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh
Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat
sekurang- kurangnya 60% (enam puluh per seratus) mata acara yang berasal
dari dalam negeri.
3) Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada
khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata
acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan
dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
4) Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan
kepentingan golongan tertentu.

KELEBIHAN BUKU:
Buku ini sangat mudah untuk dibaca karena font yang digunakan sudah rapi
dan sesuai standart penulisan.materi yang disajikan terstruktur jadi pembaca
lebih mudah memahami maksud penulis. Buku ini juga sangat lengkap
pokok pembahasan yang dijelaskan semua tersusun dan efektif. Dalam
membahas psikologi pendidikan penulis tidak hanya menjelaskan gambaran
umum tentang pendidikan semua dicantumkan bahkan pendapat para ahli
dalam mengemukakan teori juga sangat banyak. Pembaca akan sangat puas
dengan materi yang disajikan.

KEKURANGAN BUKU:
Buku ini banyak menggunakan Bahasa asing,kemudian ada beberapa istilah
ilimiah yang jarang ditemui. Kemudian buku ini juga terlalu panjang dalam
menjelaskan suatu bab tidak ada kesimpulan di akhir per bab nya. Jadinya
pembaca cepat bosan karena harus membaca secara panjang dan jangkauan
luas.

Anda mungkin juga menyukai