Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era globalisasi pada saat ini membuat segala hal tampak sangat mudah,
termasuk dalam berkomunikasi. Segala informasi dan kebudayaan dapat diakses
melalui media dengan mudah, murah dan sangat cepat, sehingga informasi dan
kebudayaan dari negara berbeda akan berpotensi mempengaruhi kebudayaan yang
menerima informasi tersebut dengan proses yang cukup singkat, semua ini tidak
terlepas dari pengaruh media massa sebagai alat komunikasi.
Informasi aktual sehari-hari serta wawasan bagi masyarakat dapat
bersumber dari media massa yang berada di suatu negara. Media massa
merupakan alat penyampai informasi yang sangat penting dalam kehidupan sosial
bermasyarakat, yang memberikan banyak kemudahan dalam pertukaran informasi
di masyarakat. Media massa tersebut bisa berupa media elektronik dan media
cetak. Surat kabar, majalah, radio, dan televisi semuanya menyuguhkan informasi
yang berbeda-beda dengan pasar yang berbeda-beda pula. Tanpa media cetak
ataupun elektronik persebaran identitas tidak akan sekuat saat ini. Mereka
memegang kunci bagi masuk serta keluarnya suatu kebudayaan. Karena media
massa adalah jalan bagi masuknya pengaruh dari luar maka media massa juga
harus mampu menjadi filter bagi masuknya pengaruh pengaruh tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan media massa di Indonesia
antara lain kebebasan pers menjadi lebih terasa pasca jatuhnya orde baru yang
antara lain dengan ditiadakannya izin penerbitan pers bagi media cetak dan
menurunnya peran pemerintah dalam mengontrol isi media. Kepemilikan media
juga semakin terasa beragam, yaitu dimiliki oleh swasta komersial, publik,
pemerintah, dan komunitas. Potensi media massa yang sangat besar pengaruhnya
pada masyarakat, semestinya media massa menyadari potensi tersebut untuk
memberikan program-program dan informasi terbaik yang dapat membangun
bangsa dengan kemasan yang semenarik mungkin.

Kemajuan perkembangan media massa sayangnya tidak didukung oleh


perkembangan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal ini sudah
sering dikeluhkan oleh para ahli bahasa dan pemerhati bahasa Indonesia. Tak
terhitung sudah berapa banyak tulisan mereka yang muncul di berbagai media
cetak dan media elektronik yang menuliskan hal ini. Sayangnya apa yang mereka
harapkan masih belum terwujud. Dengan sifat bahasa Indonesia yang terbuka
terhadap istilah asing seharusnya bisa dimanfaatkan dalam memperkaya khasanah
kosakata bahasa Indonesia. Media Massa sebagai penyambung lidah publik harus
menjadi garda terdepan dalam upaya memasyarakatkan penggunaan bahasa
Indonesia ke masyarakat. Sayangnya banyak media massa yang mengabaikan hal
ini dan lebih mementingkan sisi komersialisme dari Jurnalisme.
Misalnya saja dalam penayangan iklan sebuah produk banyak media yang
menggunakan istilah asing yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa yang baik dan
benar. Hal ini tercermin dalam pemakaian istilah-istilah asing dalam jurnalistik
yang sebenarnya makna dari istilah tersebut jauh dari definisi aslinya namun demi
tujuan tertentu hal itu tetap dilakukan. Belum lagi iklan-iklan yang geaglinncar
mempromosikan penggunaan bahasa asing dibandingkan bahasa Indonesia itu
sendiri seperti dalam tagline suatu produk yang lebih mengutamakan bahasa asing
daripada bahasa Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dibuat, diperoleh beberapa rumusan
masalah yaitu:
1. Apa yg dimaksud dengan bahasa Indonesia yang bermartabat dalam media
massa?
2. Mengapa media massa harus menggunakan bahasa Indonesia yang
bermartabat?
3. Bagaimana penulisan bahasa Indonesia yang seharusnya digunakan dalam
media massa?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Bahasa Indonesia yang Bermartabat dalam Media Massa


Media massa era sekarang secara umum bisa dibagi dua yaitu media
massa cetak yang berarti media massa memiliki fisik yang bisa disentuh secara
fisik dan media massa elektronik dalam hal ini media yang memiliki perantara
melalui audio, audio visual atau online. Media adalah sarana yang sangat
mempengaruhi penggunaan bahasa oleh masyarakat. Banyak pemakaian bahasa di
media massa yang salah , naman akhirnya dianggap benar oleh masyarakat.
Kebiasaan media mengaibaikan tata bahasa yang benar, akan berdampak
buruk ada kelestarian bahasa. Untuk itu diperlukan penyuluhan bahasa bagi
berbagai kalangan masyarakat , termasuk unsur media massa, bahasa Indonesia
yang benar adalah bahasa Indonesia yang sesuai dengan tata bahasa, yang diatur
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) serta Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD). Sementara berbahasa Indonesia yang baik , yakni penggunaan bahasa
sesuai dengan situasi dan kondisi penggunanya, jadi bahasa Indonesia yang
bermartabat dalam media massa disini adalah bagaimana media massa
menggunakan bahasa Indonesia sesuai kaidahnya agar bahasa Indonesia tetap
lestari, dan mutunya terjaga tanpa mengurangi esensi bahasa jurnalistik yang lebih
komunikatif.
B. Pentingnya Bahasa Indonesia yang bermartabat dalam Media Massa
Dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera,
Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan, ditetapkan bahwa bahasa
Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media massa. Pengaturan
tentang pentingnya penggunaan bahasa Indonesia oleh media massa menjadi
penting

karena

media

massa

menceritakan

peristiwa-peristiwa,

mengkonstruksikan realitas dari berbagai peristiwa tersebut, hingga menjadi


artikel atau wacana yang bermakna. Dalam proses rekonstruksi realitas, bahasa

adalah unsur yang utama. Bahasa merupakan instrumen pokok untuk


menceritakan realitas, alat konseptualisasi, dan alat narasi.
Selain itu, pendapat Giles dan Wiemann bahwa bahasa mampu
menentukan konteks, sehingga melalui bahasa (pilihan kata dan cara
penyajiannya), para jurnalis dapat mempengaruhi orang lain (menunjukkan
kekuasannya). Posisi media massa yang mampu membangun pengaruh melalui
penentuan konteks dan konstruksi peristiwa berperan penting dalam upaya
pembinaan bahasa Indonesia, terutama jika bahasa pengantar yang dipakai adalah
bahasa Indonesia. Dalam Penjelasan Pasal 41 ayat (2) UU No. 24 Tahun 2009,
ditetapkan bahwa yang dimaksud dengan pembinaan bahasa adalah upaya
meningkatkan mutu penggunaan bahasa melalui pembelajaran bahasa di semua
jenis dan jenjang pendidikan serta pemasyarakatan bahasa ke berbagai lapisan
masyarakat. Selain itu, pembinaan bahasa juga dimaksudkan untuk meningkatkan
kedisiplinan, keteladanan, dan sikap positif masyarakat Indonesia terhadap bahasa
Indonesia.
Menurut Ketua Panitia Kecil FBMM (Forum Bahasa Multimedia) Jawa
Timur Zainal Arifin Emka, diharapkan masyarakat jangan sampai terdidik secara
salah dengan media yang menggunakan bahasa di luar kaidah bahasa Indonesia
yang baik dan benar. Media sering menggunakan istilah kedaerahan dan asing,
padahal ada istilah yang tepat dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu
penggunaan bahasa Indonesia yang bermartabat sangat dibutuhkan agar
masyarakat bisa memahami informasi yang disampaikan media masa secara
menyeluruh, karena bahasa yang disampaikan bisa ditangkap dengan baik oleh
pembaca. Media masa juga sebagai salah satu alat pendidikan bagi anak-anak,
dengan menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar, maka membantu
anak-anak untuk memahami bahasa Indonesia dengan baik. Mutu bahasa yang
digunakan media akan menumbuhkan dan membina sikap bahasa yang positif,
serta meningkatkan gairah masyarakat menggunakan Bahasa Indonesia.

C. Tata Bahasa Indonesia yang seharusnya digunakan dalam Media Massa


Dalam penulisan media massa digunakan bahasa jurnalistik. Bahasa
jurnalistik merupakan bahasa yang digunakan oleh wartawan (jurnalis) dalam
menulis karya-karya jurnalistik di media massa (Anwar, 1991). Dengan demikian,
bahasa Indonesia pada karya-karya jurnalistiklah yang bisa dikategorikan sebagai
bahasa jurnalistik atau bahasa pers.
KarakteristikBahasa di Media
1. Stigmatisasi atau penjulukan
Stigmatisasi atau pelabelan yakni suatu sebutan yang diberikan oleh media
kepada seseorang atau sekelompok orang yang menyebutnya dan sebutan tersebut
mempunyai makna negatif.
Contoh:
1) Jaksa, hakim, dan pengacara Andi Kosasih menduga Faber T.B. silalahi
memberi keterangan palsu soal rekayasa uang RP 28 miliar terdakwah mafia
pajak, Gayus Tambunan(Tempo, 6/10/10, Kejaksaan: Cyrus Sinaga Tak
Terindikasi Pidana). Kata mafia pajak adalah stigma/julukan yang berarti
orang yang melakukan penggelapan/penjahat pajak.
2) Korban Lumpur Lapindo Menolak Pindah (Tempo, 6/10/10, Korban Lumpur
Lapindo Menolak Pindah).
3) menjadi tanggung jawab pemerintah lewat Badan Penanggulangan Lumpur
Sidoarjo( Tempo, 6/10/10, Korban Lumpur Lapindo Menolak Pindah).
4) Tim berjulukan BeruangMadu itu menurunkan duet Aldo Barreto asal
Paraguay dan Khairul Amri dari Singapura(Tempo, 6/10/10, Rivalitas
Pemain Asing).
5) Pemain mungil Argentina berusia 23 tahun itu juga diganjar premi di Stefano
sebagai pemain terbaik La Liga untuk dua musim berturut-turut (Tempo,
6/10/10, Messi Terima Trofeo Pichichi).
Majas
Dalam bahasa juranalistik banyak menggunakan majas/gaya bahasa
seperti:
2. Eufisme (penghalusan)

Contoh:
(1) Tony, yang kini menjabat staf Ahli Bupati Bekasi, dijebloskan ke lembaga
permasyarakatan Bulak Kapa, Bekasi, kemarin sore setelah menjalani
pemeriksaaan marathon hamper sehari penuh (Tempo, 6/10/10, Mantan Kepala
Dinas Pendidikan Bekasi Ditahan).
3. Disfemisme (pengerasan)
Contoh:
(1) Mereka yang masih mendekam di balik jeruji adalah Aleks Wetapo, 35 tahun
dan Oto Wetapo, 33 tahun (Tempo, 6/10/10, Pemerintah Nyatakan Kasus
Wamena Selesai). Kata jeruji merupakan disfemisme dari kata penjara.
4. Metafora (perumpamaan)
Contoh:
1) hubungan Jakarta-Den Haag yang memang rawan retak. Seperti berjalan di
atas kulit telur(Tempo, 6/10/10, DPR Dukung Sikap Presiden). Yang
bercetak miring adalah contoh dari majas metafora.
2) Bagaimana mendapatkan hakim kredibel kalau tidak jemput bola(Tempo.
6/10/10, DPR Pilih Dua Calon Hakim Agung).
3) Tony, yang kini menjabat staf Ahli Bupati Bekasi, dijebloskan kelembaga
permasyarakatan Bulak Kapa, Bekasi, kemarin sore setelah menjalani
pemeriksaaan maraton hampir sehari penuh (Tempo, 6/10/10, Mantan Kepala
Dinas Pendidikan Bekasi Ditahan).
4) Sebuah pengadilan di kota Amsterdam, Belanda, kemarin menunda sidang
kasus pencemaran nama baik dengan terdakwa politikus sayap kanan, Gert
Wilders (Tempo, 6/10/10, Sidang Wilders Ditunda).
5) Lorenzo Perang dengan Rossi (Tempo, 6/10/10, Lorenzo Perang dengan
Rossi).
6) Tim berjulukan Beruang Madu itu menurunkan duet Aldo Barreto asal
Paraguay dan Khairul Amri dari Singapura(Tempo, 6/10/10, Rivalitas
Pemain Asing).
5. Personifikasi (perbandingan)
Contoh:

(1) Isu reshuffle kembali berembus menjelang setahun umur Kabinet Indonesia
Bersatu II pada 20 Oktober mendatang (Tempo, 6/10/10, Presiden Akan Ganti
Lima Menteri). Kata berembus merupakan majas personifikasi karena
dibandingkan seperti angin yang biasanya berembus.

Propaganda
Propaganda dapat diartikan sebagai suatu ungkapan yang ditunjukan untuk

mempengaruhi orang lain, agar orang lain terkelabui dengan bahasa itu.
Propaganda merupakan kata-kata kampanye yang berisi setengah janji atau
legalisasi yang mempunyai sebuah alasan yang mempunyai unsur menjual.
Contoh:
1) Menurut Yudhoyono, ancaman keamanan terhadap kepala negara di luar
negeri merupakan hal lazim. Tapi, kalau sampai digelar pengadilan, (Ini)
menyangkut harga harga diri sebagai bangsa, katanya dengan suara serak
dan bergetar (Tempo, 6/10/10, Tersengat RMS di Belanda). Kalimat yang
dicetak miring merupakan contoh dari propaganda.
2) Ini Konflik RI dan RMS (Tempo, 6/10/10, Ini Konflik RI dan RMS).
Akronimisasi
Pemakaian sebuah singkatan seperti akoronim atau abreviasi untuk
mendukung prinsip keekonomisan pada bahasa jurnalistik.
1) Karena kapolri harus mengamankan kebijakan-kibajakan Presiden, loyalitas
inilah yang menjadi pertimbangan, (Tempo, 6/10/10, Yudhoyono dan Timur
Pernah Bertemu di Bosnia).
2) Dia tak kooperatif dalam penegakan HAM, katanya kemarin (Tempo,
6/10/10, Timur Pradopo Dibayangi Tragedi Trisakti).
Tehnical Reasoning
Tehnical Reasoning merupakan sebuah alasan teknis yang biasanya
dipakai untuk menyatakan bahwa pernyataan tersebut mempunyai argumentasi,
tetapi argumentasi tersebut bukan argumentasi logika melainkan argumentasi
teknis (alasan teknis), seolah-olah berlindung pada sesuatu hal (undang-undang).
Contoh:

1) Jaksa Agung Muda BI dan Intelejen menyatakan buku-buku tersebut


dianggap mengganggu ketertiban umum, bertentangan dengan UUD 1945 dan
Pancasila(Tempo, 6/10/10, Mengapa Masih Memberangus Buku?).
2) Dalam pernyataannya sesaat setelah sidang bergulir, Wilders mengulangi
kembali pendapatnya bahwa semua komentarnya dilindungi undang-undang
kebebasan berbicara. Secara resmi saya disidang di sini, hari ini. Namun,
bersama saya, kebebasan berpendapat banyak, banyak rakyat Belanda juga
ikut diadili, katanya (Tempo, 6/10/10, Sidang Wilders Ditunda).
Terdapat beberapa penyimpangan bahasa jurnalistik dibandingkan dengan
kaidah bahasa Indonesia baku (Suroso,2001):
1. Peyimpangan morfologis. Peyimpangan ini sering terjadi dijumpai pada judul
berita surat kabar yang memakai kalimat aktif, yaitu pemakaian kata kerja tidak
baku dengan penghilangan afiks. Afiks pada kata kerja yang berupa prefiks
atau awalan dihilangkan. Kita sering menemukan judul berita misalnya, Polisi
Tembak Mati Lima Perampok Nasabah Bank. Israil Tembak Pesawat Matamata. Amerika Bom Lagi Kota Bagdad.
2. Kesalahan sintaksis. Kesalahan berupa pemakaian tatabahasa atau struktur
kalimat yang kurang benar sehingga sering mengacaukan pengertian. Hal ini
disebabkan logika yang kurang bagus. Contoh: Kerajinan Kasongan Banyak
Diekspor Hasilnya Ke Amerika Serikat. Seharusnya Judul tersebut diubah
Hasil Kerajinan Desa Kasongan Banyak Diekspor Ke Amerika. Kasus serupa
sering dijumpai baik di koran lokal maupun koran nasional.
3. Kesalahan kosakata. Kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan
(eufemisme) atau meminimalkan dampak buruk pemberitaan. Contoh:
Penculikan Mahasiswa Oleh Oknum Kopasus itu Merupakan Pil Pahit bagi
ABRI. Seharusnya kata Pil Pahit diganti kejahatan. Dalam konflik DayakMadura, jelas bahwa yang bertikai adalah Dayak dan Madura, tetapi wartawan
tidak menunjuk kedua etnis secara eksplisit. Bahkan di era rezim Soeharto
banyak sekali kosakata yang diekspose merupakan kosakata yang menekan
seperti GPK, subversif, aktor intelektual, ekstrim kiri, ekstrim kanan, golongan
frustrasi, golongan anti pembangunan, dll. Bahkan di era kebebasan pers

seperti sekarang ini, kecenderungan pemakaian kosakata yang bias makna


semakin banyak.
4. Kesalahan ejaan. Kesalahan ini hampir setiap kali dijumpai dalam surat kabar.
Koran Tempo yang terbit 2 April 2001yang lalu tidak luput dari berbagai
kesalahan ejaan. Kesalahan ejaan juga terjadi dalam penulisan kata, seperti:
Jumat ditulis Jumat, khawatir ditulis hawatir, jadwal ditulis jadual, sinkron
ditulis singkron, dll.
5. Kesalahan pemenggalan. Terkesan setiap ganti garis pada setiap kolom
kelihatan asal penggal saja. Kesalahan ini disebabkan pemenggalan bahasa
Indonesia masih menggunakan program komputer berbahasa Inggris. Hal ini
sudah bisa diantisipasi dengan program pemenggalan bahasa Indonesia.
Untuk menghindari beberapa kesalahan seperti diuraikan di atas adalah
melakukan kegiatan penyuntingan baik menyangkut pemakaian kalimat, pilihan
kata, dan ejaan. Selain itu, pemakai bahasa jurnalistik yang baik tercermin dari
kesanggupannya menulis paragraf yang baik. Syarat untuk menulis paragraf yang
baik tentu memerlukan persyaratan menulis kalimat yang baik pula. Paragraf yang
berhasil tidak hanya lengkap pengembangannya tetapi juga menunjukkan
kesatuan dalam isinya. Paragraf menjadi rusak karena penyisipan-penyisipan
yang tidak bertemali dan pemasukan kalimat topik kedua atau gagasan pokok lain
ke dalamnya. Oleh karena itu seorang penulis seyogyanya memperhatikan hal-hal
berikut :
a) memperhatikan kata ganti;
b) gagasan yang sejajar dituangkan dalam kalimat sejajar; manakala sudut
pandang terhadapisi kalimat tetap sama, maka penempatan fokus dapat
dicapai dengan pengubahan urutan kata yang lazim dalam kalimat,
pemakaian bentuk aktif atau pasif, atau mengulang fungsi khusus.
Variasi dapat diperoleh dengan :
1) pemakaian kalimat yang berbeda menurut struktur gramatikalnya;
2) memakai kalimat yang panjangnya berbeda-beda, dan
3) pemakaian urutan unsur kalimat seperti subjek, predikat, objek, dan
keterangan dengan selang-seling.
Dalam hubungannya dengan prinsip penyuntingan tik terdapat beberapa
prinsip yang dilakukan
9

1) balancing, menyangkut lengkap-tidaknya batang tubuh dan data tulisan,


2) visi tulisan seorang penulis yang mereferensi pada penguasaan atas data3)
4)
5)
6)

data aktual;
logika cerita yang mereferensi pada kecocokan;
akurasi data;
kelengkapan data, setidaknya prinsip 5wh, dan
panjang pendeknya tulisan karena keterbatasan halaman.

PrinsipDasarBahasaJurnalistik
Menurut JS Badudu (1988) bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas
yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar dan jelas.
a)

Singkat, artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang

panjang dan bertele-tele. Contoh : Pada hari ini, kamis pukul 9 pagi
seharusnya ditulis Kamis, 09.00 WIB.
b)
Padat, artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu
menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca
sudah tertampung didalamnya. Menerapkan prinsip 5 WH, membuang katakata mubazir dan menerapkan ekonomi kata.
c)
Sederhana, artinya bahasa jurnalistik sebaiknya memilih kalimat tunggal
dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks.
Kalimat yang efektif, praktis, sederhana pemakaian kalimatnya, tidak
berlebihan pengungkapannya (bombastis).
d)
Lugas, artinya mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi
secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga .
e)
Menarik, artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup,
tumbuh, dan berkembang. Menghindari kata-kata yang sudahmati.
f)Jelas, artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat
dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak
menimbulkan penyimpangan/pengertian makna yang berbeda, menghindari
ungkapan bersayap atau bermakna ganda (ambigu). Oleh karena itu,
seyogyanya bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata yang bermakna
denotatif.
Terdapat empat prinsip retorika tekstual (Leech,1993)

10

1. Prinsip prosesibilitas, menganjurkan agar teks disajikan sedemikian rupa


sehingga mudah bagi pembaca untuk memahami pesan pada waktunya. Dalam
proses memahami pesan penulis harus menentukan:
a)
b)

bagaimana membagi pesan-pesan menjadi satuan,


bagaimana tingkat subordinasi dan seberapa pentingnya masing-masing

satuan, dan
c) bagaimana mengurutkan satuan-satuan pesan itu.
Ketiga hal tersebut harus saling berkaitan satu sama lain, sehingga berita bisa
difahami dengan baik oleh pembaca.
2. Prinsip kejelasan, yaitu agar teks itu mudah dipahami. Prinsip ini
menganjurkan agar bahasa teks menghindari ketaksaan (ambiguity). Teks yang
tidak mengandung ketaksaan akan dengan mudah dan cepat dipahami.
3.

Prinsip ekonomi, prinsip ekonomi menganjurkan agar teks itu singkat


tanpa harus merusak dan mereduksi pesan. Teks yang singkat dengan
mengandung pesan yang utuh akan menghemat waktu dan tenaga dalam
memahaminya. Sebagaimana wacana dibatasi oleh ruang wacana jurnalistik
dikonstruksi agar tidak melanggar prinsip ini. Untuk mengkonstruksi teks yang
singkat, dalam wacana jurnalistik dikenal adanya cara-cara mereduksi
konstituen sintaksis yaitu (i) singkatan; (ii) elipsis, dan (iii) pronominalisasi.
Singkatan, baik abreviasi maupun akronim, sebagai cara mereduksi konstituen
sintaktik banyak dijumpai dalam wacana jurnalistik.

4.

Prinsip ekspresivitas, dapat pula disebut prinsip ikonisitas. Prinsip ini


menganjurkan

agar teks dikonstruksi selaras dengan aspek-aspek pesan.

Dalam wacana jurnalistik, pesan bersifat kausalitas dipaparkan menurut


struktur pesannya, yaitu sebab dikemukakan terlebih dahulu baru dikemukakan
akibatnya. Demikian pula bila ada peristiwa yang terjadi berturut-turut, maka
peristiwa yang terjadi lebih dulu akan dipaparkan lebih dulu dan peristiwa yang
terjadi kemudian dipaparkan kemudian.
Pemakaian Kata, Kalimat Dan Alinea
Bahasa jurnalistik juga mengikuti kaidah bahasa Indonesia baku.
Namun

pemakaian

bahasa

jurnalistik

kekomunikatifannya.
11

lebih

menekankan

pada

daya

1. Pemakaian kata-kata yang benar. Kata merupakan modal dasar dalam menulis.
Semakin banyak kosakata yang dikuasai seseorang, semakin banyak pula
gagasan yang dikuasainya dan sanggup diungkapkannya. Dalam penggunaan
kata, penulis yang menggunakan ragam BI Jurnalistik diperhadapkan pada dua
persoalan

yaitu

ketepatan

dan

kesesuaian

pilihan

kata.

Ketepatan

mempersoalkan apakah pilihan kata yang dipakai sudah setepat-tepatnya,


sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang berlainan antara penulis dan
pembaca. Sedangkan kesesuaian mempersoalkan pemakaian kata yang tidak
merusak wacana.
2. Penggunaan kalimat efektif. Kalimat dikatakan efektif bila mampu membuat
proses penyampaian dan penerimaan itu berlangsung sempurna. Kalimat
efektif mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan itu tergambar
lengkap dalam pikiran si pembaca, persis apa yang ditulis. Keefektifan kalimat
ditunjang antara lain oleh keteraturan struktur atau pola kalimat. Selain polanya
harus benar, kalimat itu harus pula mempunyai tenaga yang menarik.
3. Penggunaan alinea/paragraf yang kompak. Alinea merupakan suatu kesatuan
pikiran, suatu kesatuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat.
Setidaknya dalam satu alinea terdapat satu gagasan pokok dan beberapa
gagasan penjelas. Pembuatan alinea bertujuan memudahkan pengertian dan
pemahaman dengan memisahkan suatu tema dari tema yang lain.

12

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Media massa merupakan ruang publik dimana setiap beritanya dapat
dikonsumsi secara bebas oleh berbagai pihak. Berita yang menarik minat orang
untuk membacanya tidak lepas dari bahasa yang baik dan benar. Ketika sebuah
media membuat berita yang bagus tidak lepas dari penggunaaan bahasa yang
bagus pula dan tak jarang menggunakan istilah asing dalam pemberitaannya.
Banyaknya media massa yang masih menggunakan istilah-istilah asing, dan
kedaerahan dalam setiap berita yang ditayangkan, membuat masyarakat semakin
jauh dari kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
B.Saran
Media yang selalu menjadi panutan masyarakat harusnya memakai bahasa
Indonesia yang benar dan memakai berita yang menarik dengan menerapkan gaya
bahasa percakapan sederhana. Media tidak boleh membiasakan mengaibaikan tata
bahasa karena akan berdampak buruk ada kelestarian bahasa.

DAFTAR PUSTAKA

Suroso.2001. Bahasa Jurnalistik sebagai Materi Pengajaran BIPA Tingkat Lanjut


(online).http://www.mialf.edu/kipbipa/papers/suroso.doc

13

Wakid.2013. Bahasa Media Massa Harus Sesuai Kaidah Bahasa Yang Benar
(online).

http://www.suarasurabaya.net/kampoengmedia/news/2013/124001-

Bahasa-Media-Massa-Harus-Sesuai-Kaidah-Bahasa-Yang-Benar. Diakses pada


tanggal 20 September 2013
Nuthihar,
(online)

rahmad.

2013.

Media

Massa

dan

Penggunaan

Bahasa

.http://aceh.tribunnews.com/2013/07/09/media-massa-dan-penggunaan-

bahasa. Diakses pada tanggal 20 September 2013


Budiman, Budisantoso. 2013. Bahasa media massa masih tak sesuai
kaidah(online).http://www.antarasumsel.com/berita/276017/bahasa-media-massamasih-tak-sesuai-kaidah. Diakses pada tanggal 20 September 2013
Haryanti, Debby. 2013. Media Massa Wajib Memartabatkan Bahasa Indonesia
(online).

http://www.antaragorontalo.com/berita/1474/media-massa-wajib-

memartabatkan-bahasa-indonesia. Diakses pada tanggal 20 September 2013

14

Anda mungkin juga menyukai