Anda di halaman 1dari 22

EVALUASI PEMBENTUKAN

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
(NASIONAL DAN DAERAH)
PROF. DR. BAYU DWI ANGGONO, SH, MH
GURU BESAR ILMU PERUNDANG-UNDANGAN FH UNEJ
OUTLINE

Faktor Berpengaruh Pembentukan Peraturan Perundang-


undangan
Situasi Faktor Berpengaruh Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan
Tantangan Penataan Regulasi Pasca 2024

Gagasan Solusi Penataan Regulasi Pasca 2024


FAKTOR BERPENGARUH PEMBENTUKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN

Jenis, Hierarki
Kelembagaan
dan Materi
Pembentuk
Muatan

Prosedur dan
Teknik Substansi
Pembentukan
SITUASI JENIS, HIERARKI DAN MATERI MUATAN

• KURANG TERKONTROLNYA JENIS PERATURAN yang dapat


digolongkan sebagai peraturan perundang-undangan
• KETIDAKJELASAN HIERARKI peraturan perundang-undangan
• MATERI MUATAN peraturan perundang-undangan yang TIDAK
DAPAT DITETAPKAN SECARA PASTI terutama dalam konteks UU
• Fenomena kecenderungan dari PEMBENTUK PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN YANG SEMAKIN BOROS, per 18 Oktober
2022 jumlah peraturan perundang-undangan di Indonesia sebanyak
49.229 dengan rincian 1715 UU, 4766 PP, 2232 Perpres, 17796
Permen, 4822 Peraturan Lembaga, dan 17898 Peraturan Daerah
(Perda) – Sumber: Peraturan.go.id
SITUASI PROSEDUR DAN TEKNIK
PEMBENTUKAN

• Perencanaan Permen atau lembaga disusun dan dikoordinasikan sendiri


oleh Kementerian masing masing tanpa melibatkan atau dikoordinasikan
oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum
sebagaimana halnya perencanaan UU, PP dan Perpres.
• Berbeda dengan RUU, RPP, dan Raperpres untuk prosedur penyusunan
Permen, Peraturan LPNK, atau Peraturan LNS tidak diatur dalam UU P3
maupun Perpres 87/2014. Kementerian, LPNK atau LNS membuat
pengaturan sendiri tentang prosedur penyusunan Peraturan Perundang-
undangan pada masing-masing Lembaga.
• Berbeda dengan penyusunan RUU, RPP, dan Raperpres, dalam UU P3
penyusunan Permen/Peraturan Lembaga tidak ditemukan kewajiban untuk
dilakukan harmonisasi oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum.
• Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2021 tentang Pemberian Persetujuan
Presiden terhadap rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga. UU P3
tidak menyebutkan kewajiban perlunya persetujuan Presiden atau lembaga
lainnya terkait wewenang untuk membentuk Permen, Peraturan
Badan/Lembaga.
SITUASI PROSEDUR DAN TEKNIK
PEMBENTUKAN

• Pasal 64 ayat 1a UU 13/2022 : Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-


undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) DAPAT menggunakan metode
omnibus.
• Pasal 64 ayat (1b) UU 13/2022: Metode omnibus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1a) merupakan metode penyusunan Peraturan Perundang-undangan
dengan: a. memuat materi MUATAN BARU; b.MENGUBAH MATERI MUATAN yang
memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai
Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama; dan/atau
c.MENCABUT Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama,
dengan menggabungkannya ke dalam satu Peraturan Perundang-undangan untuk
mencapai tujuan tertentu.
Catatan: belum ada kriteria kapan suatu rancangan peraturan perundang-
undangan menggunakan metode omnibus dan kapan metode biasa. Seharusnya
juga ada Batasan ruang lingkup omnibus. Contoh RUU Kesehatan. Omnibus
seharusnya HANYA MELURUSKAN SATU HAL YANG DIATUR DI BERBAGAI NORMA
Undang-undang berbeda, BUKAN MENGUBAH BANYAK HAL DARI BERBAGAI UU.
SITUASI SUBSTANSI

• Peraturan perundang- undangan yang diklasifikasi menunjukkan gejala konflik,


Inkonsiten, multitafsir dan tidak operasional
• 2003- 2021 MK telah meregistrasi sebanyak 1.501 perkara Pengujian UU. Dari 1.501
perkara tersebut, MK telah memutus 1.479 perkara (98,53%) dan 22 perkara (1,47%)
masih dalam proses pemeriksaan. Jika dilihat berdasarkan amar, 1.479 putusan tersebut
terdiri atas, 282 perkara dikabulkan (19%).
• Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU, pada tahun 2020 MA menerima
63 perkara dengan klasifikasi: kabul 5 perkara (7,94%), tolak 41 perkara (65,08%), tidak
dapat diterima 16 perkara (25,40%), dan dicabut sebanyak 1 perkara (1,59%)
• Indeks Negara Hukum (Rule of Law Index) Tahun 2021 yang dirilis oleh The World Justice
Untuk indikator penegakan peraturan perundang-undangan skornya adalah 0.55. Dalam
Indikator ini terdapat 5 unsur penilaian yaitu: (i) peraturan perundang-undangan
ditegakkan secara efektif (Skor 0.40) ; (ii) peraturan perundang-undangan diterapkan
dan ditegakkan tanpa adanya pengaruh yang tidak patut seperti penyuapan, atau adanya
konflik kepentingan (Skor 0.45); (iii) Proses administrasi dilakukan tanpa penundaan
yang tidak masuk akal (Skor 0.43); (iv) proses hukum yang semestinya dihormati oleh
pemegang otoritas administrasi yang berwenang (Skor 0.53); (v) pemerintah tidak
mengambil alih tanpa proses hukum dan kompensasi yang memadai (Skor 0.61)
SITUASI KELEMBAGAAN PEMBENTUK

• Masih tersebarnya tahapan pembentukan Peraturan Perundang-undangan ke


berbagai institusi.
• Presiden hanya memiliki ruang terbatas saja dalam mengendalikan proses
pembentukan peraturan perundang-undangan melalui menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum (Menteri Hukum dan
HAM) yaitu dalam hal perencanaan, pengharmonisasian, pembulatan, dan
pemantapan konsepsi RUU, RPP, Raperpres, dan Perda
• Keterlibatan Kementerian Hukum dan HAM hanya dalam bentuk koordinasi dan
bukan kewenangan penuh untuk memutuskan.
• Belum ada suatu badan dalam Pemerintah, yang bertanggung jawab penuh
memastikan agar Peraturan Perundang-undangan mendukung tujuan kebijakan
Pemerintah secara keseluruhan
• Kewenangan baru Sekretariat Kabinet untuk kemudian terlibat dalam
persetujuan penetapan rancangan Permen/Kepala Lembaga menimbulkan
pertanyaan seputar sumber kewenangan tersebut
Putusan Mahkamah Konstitusi
• Pada 5 April 2017 Mahkamah Konstitusi (MK) melalui
putusan nomor 137/PUU-XIII/2015 membatalkan Pasal
251 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (8) UU Pemda
yang memberikan kewenangan Gubernur untuk
membatalkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
• Pada 14 Juni 2017 MK melalui putusan nomor
56/PUU-XIV/2016 membatalkan Pasal 251 ayat (1),
ayat (4), ayat (5), dan ayat (7) UU Pemda yang
memberikan kewenangan Mendagri membatalkan
Perda Provinsi.
• Menurut kedua putusan tersebut sesuai UUD 1945
pengujian atau pembatalan Perda menjadi ranah
KEWENANGAN KONSTITUSIONAL MAHKAMAH
AGUNG (MA).
CATATAN ATAS TATA KELOLA PERDA PASCA
PUTUSAN MK

1. Kebijakan meningkatkan kualitas 4. Institusionalisasi executive


Perda lebih condong seruan politik preview belum didukung
secara umum dan tidak di desain instrument dan pedoman yang
dalam suatu dokumen tersendiri yang bisa mendukung efektifnya
berfungsi sebagaimana pedoman yang tahapan ini
memberikan arahan bagaimana
perbaikan kualitas Perda akan 5. Kebijakan pemerintah dalam
dilakukan pasca adanya Putusan MK
penataan pembentukan Perda
tidak mendapat dukungan yang
2.Berbagai kebijakan penataan cukup dari internal pemerintah
pembentukan Perda dilegitimasi hanya pusat sendiri
melalui produk hukum dibawah UU 6. Belum adanya kewajiban
3.Keterlibatan berbagai lembaga evaluasi terhadap Perda yang
pemerintah dan DPD dalam penataan telah diundangkan oleh
pembentukan Perda belum terkoneksi pembentuknya sendiri
dengan baik
TANTANGAN PENATAAN REGULASI
PASCA 2024

• Penataan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh


Pemerintah Indonesia sifatnya yang terfragmentasi dan belum
komprehensif (menyeluruh)
• Rencana-rencana penataan regulasi ini lebih berfokus pada peraturan
perundang-undangan sektoral daripada keseluruhan peraturan
perundang-undangan
• Tiadanya suatu basis data elektronik peraturan perundang-undangan
yang menyeluruh dan terintegrasi yang dapat diakses melalui suatu
portal yang ramah terhadap pengguna
• Penilaian dampak rancangan peraturan perundang- undangan belum
terlembagakan dengan baik karena kewajiban harmonisasi dalam UU P3
tidak meliputi semua peraturan perundang-undangan
TANTANGAN PENATAAN REGULASI
PASCA 2024

• Belum sistematisnya kriteria yang jelas untuk memandu penilaian


dampak rancangan peraturan perundang-undangan dan evaluasi
peraturan perundang-undangan yang telah berlaku
• Belum ada pedoman formal mekanisme konsultasi dengan para pihak
yang terkena dampak dalam proses pengambilan keputusan peraturan
perundang-undangan
• Evaluasi peraturan perundang-undangan yang independen dan objektif
secara keseluruhan untuk semua peraturan perundang-undangan belum
dilembagakan secara regular (hanya temporer dan parsial)
• Fungsi pembentukan Peraturan Perundang- undangan yang selama ini
tersebar di berbagai kementerian dan lembaga telah membawa kesulitan
bagi Presiden dalam memastikan agar rancangan Peraturan Perundang-
undangan mendukung tujuan kebijakan pembangunan Pemerintah
GAGASAN SOLUSI PENATAAN REGULASI
PASCA 2024

• Penataan terhadap jenis, hierarki dan materi muatan Peraturan Perundang-


undangan. Mengeluarkan jenis peraturan yang tidak termasuk dalam Peraturan
Perundang-undangan, memasukkan semua jenis Peraturan Perundang-
undangan dalam hierarki
• Melaksanakan mandat UU 15/2019 yang menyatukan fungsi pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang tersebar di berbagai kementerian dan
lembaga, dengan memerintahkan pembentukan kementerian atau lembaga yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan Peraturan
Perundang- undangan.
• Perbaikan pada proses perencanaan pembentukan Peraturan Perundang-
undangan dengan mengadopsi praktik penilaian dampak usulan rancangan
Peraturan Perundang-undangan baru dan kewenangan kuat pada lembaga
dalam penentuan perencanaan
• Penataan harmonisasi Peraturan Perundang-undangan dengan memasukkan
kewajiban harmonisasi semua peraturan perundang-undangan di Undang-
Undang Pembentukan peraturan perundang-undangan
GAGASAN SOLUSI PENATAAN REGULASI
PASCA 2024

• Perbaikan mekanisme Pengundangan dan pengelolaan sistem


informasi Peraturan Perundang-undangan.
• Perbaikan evaluasi secara reguler terhadap UU, PP, Perpres,
Permen, Peraturan LPNK, Peraturan LNS, dan Perda Provinsi/
Kabupaten/Kota
• Perlu adopsi mekanisme mediasi dalam hal terjadi sengketa
peraturan perundang-undangan antar kementerian, LPNK atau
LNS
• Jaminan implementasi partisipasi publik yang bermakna dalam
pembentukan Peraturan Perundang-undangan
• PERTAMA, Presiden menyusun SUATU DOKUMEN
KOMPREHENSIF YANG BERISIKAN KEBIJAKAN UNTUK
PENATAAN PEMBENTUKAN PERDA yang lebih baik. Kebijakan
tersebut dituangkan dalam sebuah dokumen utuh yang
kemudian substansinya harus diintegrasikan dalam berbagai
peraturan peraturan perundang- undangan yang mengatur
tentang pembentukan Perda
• KEDUA, MENATA ULANG BERBAGAI PERATURAN PERUNDANG-
GAGASAN UNDANGAN YANG MENGATUR MENGENAI PEMBENTUKAN
PERDA yang TERSEBAR di banyak peraturan perundang-
SOLUSI undangan. Atas dasar pertimbangan legitimasi maka berbagai
kewajiban yang harus dipenuhi oleh Pemda dalam proses
PENATAAN pembentukan Perda harusnya diatur dalam UU dan bukan
peraturan dibawah UU
PERDA • KETIGA, OTORITAS TUNGGAL YANG DIBERIKAN KEWENANGAN
MEMASTIKAN PEMBENTUKAN PERDA sesuai dengan asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik
sangat diperlukan mengingat tersebarnya kewenangan
tersebut di kementerian/lembaga telah menimbulkan
permasalahan. PEMBENTUKAN LEMBAGA KHUSUS DI BIDANG
PEMBENTUKAN PERATURAN perundang-undangan
sebagaimana diamanatkan oleh UU 15/2019 tentang
Perubahan UU 12/2011 harus segera diwujudkan.
GAGASAN SOLUSI PENATAAN PERDA

• KEEMPAT, upaya harmonisasi pemerintah pusat saat penyusunan


Raperda seharusnya tidak hanya fokus pada penyelarasan dengan
Pancasila, UUD 1945, peraturan perundang-undangan yang setingkat
atau yang lebih tinggi dan Putusan Pengadilan. Harmonisasi juga bisa
diarahkan pada penilaian dampak dan termasuk analisis biaya
manfaat yang memperhitungkan dampak Perda dengan
mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan.
Sehingga perlu pedoman harmonisasi mengenai hal itu.
• KELIMA, UU 15/2019 mengakomodir adanya pemantauan dan
peninjauan terhadap UU. Pasal 95A ayat (1) mengatur “Pemantauan
dan Peninjauan terhadap Undang-Undang dilakukan setelah Undang-
Undang berlaku”. Seharusnya TIDAK HANYA TERHADAP UU YANG
WAJIB DILAKUKAN ADANYA PEMANTAUAN ATAU PENINJAUAN,
MELAINKAN JUGA TERHADAP PERDA yang telah diundangkan hal
tersebut juga perlu dilakukan. Pembentuk Perda tentu berkepentingan
untuk menelisik sejauh mana Perda yang dibuat efektif dalam
mencapai tujuan-tujuan yang melandasi pembentukannya
LEMBAGA KHUSUS PENGELOLA REGULASI DI BERBAGAI NEGARA

Lembaga Khusus

The Office Information and Cabinet Legislation The Office of Best Practice
Regulatory Affairs (OIRA) Bureau (CLB) Regulation (OBPR)

Kementerian Khusus

Ministry of Government Legislation


(MoLeg)
KOMITMEN SETENGAH HATI?

• Ketentuan Pasal 99A UU 15/2019


Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 seharusnya ditangkap sebagai
tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
momentum melakukan penataan
Pembentukan Peraturan Perundang- kelembagaan.
undangan • Tetapi momentum tersebut BELUM
dijawantahkan dalam UU 13/2022.
• UU 13/2022 BELUM memprioritaskan
pembentukan lembaga khusus.
• UU 13/2022 Mengurangi kewenangan
lembaga khusus yang termuat dalam
UU 15/2019.
FUNGSI LEMBAGA KHUSUS

• PERTAMA: Bertanggung jawab dalam proses perencanaan semua peraturan perundang-


undangan yaitu RUU, RPP, Rancangan Perpres, Rancangan Permen, Rancangan Peraturan
LPNK, Rancangan Peraturan LNS, dan Rancangan Perda Provinsi/Kabupaten/Kota.
• KEDUA: menyusun dan mengharmonisasikan RUU yang berasal dari Presiden, RPP, Rancangan
Perpres, Rancangan Permen, Rancangan Peraturan LPNK, Rancangan Peraturan LNS. Adapun
untuk Rancangan Perda Provinsi/Kabupaten/Kota lembaga khusus ini hanya bewenang
mengharmonisasikan saja.
• KETIGA: Memberikan kewenangan dalam periode yang ditentukan untuk melakukan evaluasi
terhadap UU, PP, Perpres, Permen, Peraturan LPNK, Peraturan LNS, dan Perda Provinsi/
Kabupaten/Kota.
FUNGSI LEMBAGA KHUSUS

• KEEMPAT: pengundangan Peraturan Perundang- undangan, kecuali peraturan perundang-undangan


di tingkat daerah.
• KELIMA: penerjemahan dan pengelolaan sistem informasi Peraturan Perundang-undangan.
• KEENAM: mewakili Pemerintah melalui litigasi dan nonlitigasi apabila muncul sengketa Peraturan
Perundang-undangan.
• KETUJUH: mediasi dalam hal terjadi sengketa peraturan perundang-undangan antar kementerian,
LPNK atau LNS.
• KEDELAPAN: pembinaan dan pengembangan SDM di bidang pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
• KESEMBILAN: pembinaan dan pengembangan SDM jabatan fungsional terkait dengan pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
OPSI KELEMBAGAAN

1 2

Lembaga Non Struktural yang


Kementerian Khusus berkedudukan di bawah Presiden dan
dipimpin oleh Kepala Setingkat
Menteri

Anda mungkin juga menyukai