Anda di halaman 1dari 35

Penyusunan Naskah Akademik

dan Program Legislasi Daerah (Prolegda)


dalam Rangka Pembentukan
Produk Hukum Daerah

Aidul Fitriciada Azhari


af_ciada@yahoo.com

Semiloka Kerjasama
Fakultas Hukum UMS dan DPRD Kabupaten Sukoharjo
Yogyakarta, 21 Oktober 2010
PENYUSUNAN
NASKAH AKADEMIK
Naskah Akademik
 Naskah akademik (research report) adalah
naskah yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah mengenai konsepsi yang
berisi latar belakang, tujuan penyusunan,
sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup,
jangkauan, objek, atau arah pengaturan
Rancangan Peraturan Daerah
 Dibedakan dari “memorandum of law”
dalam tradisi politik Inggris (British)
Kandungan Naskah Akademik
 Paling sedikit memuat dasar filosofis,
sosiologis, yuridis, pokok dan lingkup
materi yang akan diatur
 Penyusunan dapat diserahkan kepada
perguruan tinggi atau pihak ketiga
lainnya yang mempunyai keahlian
untuk itu
Tujuan Naskah Akademik
 Agar Perda yang akan dibuat didasarkan
atas fakta yang relevan, rasional, dan
koheren, bukan berdasarkan intuisi,
pandangan politik, opini, atau
kewenangan legislatif semata-mata
 Terjadi rasionalisasi dan objektivikasi serta
keseimbangan antara berbagai
kepentingan yang terdapat dalam suatu
Perda
Arti Penting Legislative Drafting
 Hukum adalah instrumen perubahan sosial
 Perancangan perundang-undangan (legislative
drafting) bertujuan untuk menghasilkan
peraturan perundang-undangan yang berfungsi
sebagai instrumen perubahan sosial
 Contoh : fungsi hukum sebagai sarana
pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru
 Era Otonomi Daerah  legislative drafting
berguna untuk mendorong pembangunan dan
mewujudkan good governance
Arti Penting Naskah Akademik
 Naskah Akademik sebagai dasar untuk
menaksir efektivitas suatu Raperda (as a
basis for assessing a bill)
 Memastikan bahwa perancang menyusun
Perda berdasarkan bukti-bukti yang relevan
(ensuring that darfters examine relevant
evidence)
 Memastikan bahwa Raperda didasarkan pada
argumentasi hukum yang logis dan koheren
 Memberikan justifikasi filosofis yang kuat
Orientasi Pemecahan Masalah
 Raperda harus berbasis pada pengalaman
(the reason informed by experience )
 Metode yang tepat adalah metode
berorientasi pemecahan-masalah (problem
solving)
 Secara filosofis metode pemecahan-
masalah merupakan salah satu ajaran
hukum pragmatik yang menekankan
tujuan hukum dalam memecahkan
masalah
Tahap Pemecahan Masalah
1. Identifikasi masalah
2. Membuat penjelasan-penjelasan
hipotetis
3. Mengajukan pemecahan masalah
4. Monitoring dan evaluasi
implementasi
Teori Legislatif
 Penyusunan produk legislatif yang efektif harus
memperhatikan beberapa aspek, yakni :
1. Rule (Aturan)

2. Opportunity (Kesempatan)

3. Capacity (Kemampuan)

4. Communication (Komunikasi)

5. Interest (Kepentingan)

6. Process (Proses)

7. Ideology (Ideologi)

Disingkat ROCCIPI
Teori Legislatif
 Rule Subjektif :
 Opportunity Interest, Ideology
 Capacity
 Communication
 Interest Objektif :

 Process Rule, Opportunity,


Capacity, Communication,
 Ideology Process
(ROCCIPI)
Skema Legislatif
1. Kriteria untuk skema pemecahan
yang memadai
1. Logis
2. Efisien dan efektif
3. Konsekuensi perubahan pada mayoritas
2. Pilihan-pilihan awal
1. Cakupan Raperda
2. Aspek Sejarah
3. Perbandingan Hukum dan Pengalaman
Skema Legislatif
3. Membangun alternatif pemecahan yang
potensial
1. Perbandingan pengalaman dan hukum
2. Literatur ilmiah
3. Perancang perundang-undangan (legislative
drafter)
4. Tindakan-tindakan yang mendorong
penyesuaian / penerimaan atas Raperda
5. Menggambarkan solusi yang diusulkan
6. Menunjukkan bahwa raperda akan berlaku
efektif
7. Beban biaya dan keuntungan raperda
8. Sistem monitoring dan umpan balik
PROGRAM LEGISLASI
DAERAH
Program Legislasi
sebagai Perencanaan
 Program legislasi adalah perencanaan
penyusunan peraturan perundang-undangan,
baik di tingkat Pusat maupun Daerah
 Pasal 15 UU Nomor 10 Tahun 2004 :
(1) Perencanaan penyusunan Undang-Undang
dilakukan dalam suatu Program Legislasi
Nasional.
(2) Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah
dilakukan dalam suatu Program Legislasi
Daerah.
Tujuan Program Legislasi
1. Agar dalam Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan dapat dilaksanakan secara terukur dan
terencana
2. Agar dapat ditetapkan skala prioritas sesuai dengan
perkembangan kebutuhan masyarakat.
3. Agar dapat ditetapkan pokok materi yang hendak diatur
serta kaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan
lainnya.
4. Mempercepat pembentukan Peraturan Perundang-
undangan sesuai dengan skala prioritas
5. Sebagai pedoman dan instrumen pengendali bagi
pembentukan peraturan perundang-undangan
6. Khusus untuk Prolegda dimaksudkan untuk menjaga
agar produk Peraturan Perandang-undangan daerah
tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional.
Program Legislasi Daerah
 Program Legislasi Daerah (Prolegda)
adalah instrumen perencanaan program
pembentukan Peraturan Daerah yang
disusun secara berencana, terpadu, dan
sistematis
 Prolegda merupakan pedoman dan
pengendali penyusunan Peraturan Daerah
yang mengikat lembaga yang berwenang
(Pemerintah Daerah dan DPRD)
membentuk Peraturan Daerah
Operasional Prolegda
 Secara operasional, Prolegda memuat
daftar Rancangan Peraturan Daerah yang
disusun berdasarkan metode dan
parameter tertentu sebagai bagian integral
dari sistem peraturan perundang-
undangan yang tersusun secara hierarkis,
dalam sistem hukum nasional berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar
Negara RI Tahun 1945
Prolegda Kabupaten/Kota
Bedasarkan Pasal 4 Kepmendagri 169 / 2004 :
 Prolegda Kabupaten/Kota disusun setiap
tahun
 Prolegda Kabupaten/Kota disusun sesuai
kewenangan kabupaten/Kota yang meliputi:
a) Rancangan Peraturan Daerah
kabupaten/Kota;
b) Rancangan Keputusan Bupati/Walikota.
Aspek Prosedural dan Substansial
Penyusunan Prolegda
 Terdapat dua aspek dalam
penyusunan Prolegda, yakni :
 Aspek prosedural, berkenaan dengan
mekanisme penyusunan Prolegda oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota dan DPRD
 Aspek substansial, berkenaan dengan
muatan materi dari Prolegda
Mekanisme Penyusunan Prolegda
Berdasarkan Pasal 5 Kepmendagri 169 / 2004 :
 Pimpinan unit kerja menyiapkan rencana prolegda
kabupaten/Kota setiap tahun sesuai kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan
tugas dan fungsi masing-masing unit kera.
 Pembahasan rencana prolegda Kabupaten/Kota
tsb dikoordinasikan oleh Bagian Hukum
Sekretariat kabupaten/Kota.
 Selnajutnya hasil pembahasan prolegda
Kabupaten/Kota di atas diajukan oleh Bagian
Hukum Sekretariat Kabupaten/Kota kepada
Bupati/Walikota.
 Prolegda Kabupaten/Kota ditetapkan oleh
Bupati/Walikota.
Balegda DPRD
 Menurut Pasal 353 UU Nomor 27 / 2009 :
salah satu alat kelengkapan DPRD adalah
Badan Legislasi Daerah (Balegda)
 Tugas Balegda di antaranya :
menyusun rancangan program legislasi
daerah yang memuat daftar urutan dan
prioritas rancangan Perda beserta alasannya
untuk satu masa keanggotaan dan untuk
setiap tahun anggaran di lingkungan DPRD
dan mengoordinasikan penyusunan
Prolegda antara DPRD dan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
Kontradiksi UU 27/2009
dan Kepmendagri 169/2004
 Dengan demikian, terdapat kontradiksi dalam
mekanisme penyusunan Prolegda antara
aturan UU Nomor 27 / 2009 dan Kepmedagri
169 / 2004, karena dalam Kepmendagri tidak
melibatkan DPRD dalam penyusunan Prolegda.
 Penyusunan Prolegda yang berkenaan dengan
Perda sepatutnya dikoordinasikan dengan
DPRD.
 Adapun Prolegda yang menyangkut Keputusan
Bupati/Walikota sepenuhnya merupakan
wewenang Pemerintah Kabupaten/ Kota
Penyusunan Prolegnas
 Namun, terdapat Peraturan Presiden Nomor
61 Tahun 2005 yang dapat menjadi acuan
bagi mekanisme penyusunan Prolegda.

Menurut Pasal 6 Perpres 61 / 2005 terdapat


dua macam penyusunan Prolegnas, yakni :
1. Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR
dikoordinasikan oleh Badan Legislasi.
2. Penyusunan Prolegnas di lingkungan
Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri.
Penyusunan Prolegda
 Koheren dengan Perpres 61 / 2005 itu,
maka di tingkat daerah terdapat dua
macam penyusunan Prolegda, yakni :

1. Penyusunan Prolegda di lingkungan DPRD


dikoordinasikan oleh Balegda.
2. Penyusunan Prolegda di lingkungan
Pemerintah dikoordinasikan oleh
Bagian Hukum Sekretariat Kabupaten/
Kota
Koordinasi Penyusunan Prolegda
 Hasil penyusunan Prolegda di lingkungan DPRD
oleh Balegda dikoordinasikan dengan
Pemerintah Kabupaten/Kota melalui Bagian
Hukum Kabupaten/Kota dalam rangka
sinkronisasi dan harmonisasi Prolegda
 Demikian pula hasil penyusunan Prolegda, yang
berkenaan dengan Perda, di lingkungan
Pemerintah Kabupaten/Kota dikoordinasikan
dengan DPRD melalui Balegda dalam rangka
sinkronisasi dan harmonisasi Prolegda
Penyusunan Prolegda di DPRD
 Balegda dalam mengkoordinasikan penyusunan
Prolegnas di lingkungan DPRD dengan
melibatkan partisipasi dan/atau masukan dari
masyarakat.
 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penyusunan Prolegda di lingkungan DPRD diatur
dalam Tate Tertib DPRD dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan
 Hasil penyusunan Prolegda di lingkungan DPRD
oleh Balegda dikoordinasikan dengan
Pemerintah Kabupaten/Kota melalui Bagian
Hukum Sekretarian Kabupaten/Kota dalam
rangka sinkronisasi dan harmonisasi Prolegda
Penentuan Prioritas
sebagai Masalah Politik
 Penentuan prioritas produk hukum dalam Perda
bukan sepenuhnya persoalan teknis melainkan
lebih bersifat politis (orientasi ideologis,
konfigurasi politik, kepentingan konstituen)
 Namun, pilihan politik itu harus tetap didasari
oleh pemahaman atas perencanaan kebijakan
secara luas agar sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan masyarakat, dapat dilaksanakan
secara efektif dan efisien, serta memenuhi
kaidah pembentukan peraturan perundang-
undangan.
Kriteria Penentuan Prioritas
1. Harus dipastikan materi muatan Perda
yang akan diprioritaskan termasuk
urusan daerah.
Sesuai dengan UU Pemda, urusan Pusat
meliputi : a) politik luar negeri; b)
pertahanan; c) keamanan; d) yustisi; e)
moneter dan fiskal nasional; f) agama.
Sisa dari urusan pusat tsb merupakan
urusan daerah, yang meliputi urusan
wajib dan urusan pilihan
Kriteria Penentuan Prioritas
2. Harus dipastikan bahwa Perda yang
diprioritaskan tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan lainnya
yang sederajat dan/atau di atasnya.
Dalam hal ini, Balegda harus melakukan
sinkronisasi secara vertikal dan
horizontal dari Perda yang hendak
direncanakan
Kriteria Penentuan Prioritas
3. Perda yang direncanakan harus benar-
benar merespons masalah sosial yang
timbul di tengah masyarakat
Perda yang hendak direncanakan harus
benar-benar mencerminkan problematika
di tengah masyarakat dan merupakan
jawaban dan pemecahan terhadap
problematika tersebut
Kriteria Penentuan Prioritas
4. Antisipasi terhadap dampak yang timbul dari
berlakunya Perda yang direncanakan
Sekurang-kurangnya Prolegda harus dapat
memberikan informasi mengenai pihak yang
memperoleh manfaat dan menderita
kerugian dari perda yang direncanakan,
biaya yang harus ditanggung pemerintah,
serta konsekuensinya bagi masyarakat dan
pemerintahan, baik yang dikehendaki
ataupun tidak.
Kriteria Penentuan Prioritas
5. Perda tersebut dapat dilaksanakan (do-
ability)
Perda yang direncanakan harus sesuai
dengan sumber daya yang dimiliki
Pemda (tenaga kerja, sumber daya fisik,
dana) serta ketersediaannya, untuk
memastikan Perda tersebut dapat
dilaksanakan secara efektif
Kriteria Penentuan Prioritas
6. Pastikan ketersediaan sumber daya perancang
perundang-undangan (legal drafter)
Prolegda harus mampu memberikan
keterangan yang relatif rinci mengenai sumber
daya perancang Perda yang tersedia (beban
kerja, jumlah tenaga kerja, jam kerja) dan
tekanan-tekanan yang mungkin timbul dalam
penyusunan Perda.
Kesesuaian antara sumber daya perancang dan
Perda yang direncanakan akan menjamin
keberhasilan Prolegda
Curriculum Vitae
 Aidul Fitriciada Azhari, Dr, MHum, SH
 Lahir di Tasikmalaya, 1 Januari 1968
 Pekerjaan sbg dosen di FH dan Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Surakarta (UMS)
 Pendidikan :
 S-1 di FH Universitas Padjadjaran Bandung, 1991
 S-2 di PPs Universitas Padjadjaran Bandung, 1999
 S-3 di FH Universitas Indonesia Jakarta, 2005
 Organisasi :
 Muhammadiyah, HMI / KAHMI, Asosiasi Pengajar HTN/HAN,
Instittute for Democracy of Indonesia (IDe Indonesia) Jakarta
 Karya tulis : Selamat Tinggal Timor Timur (2002), Bersaksi di
Tengah Badai (2003), Menemukan Demokrasi (2005), Tafsir
Konstitusi Pergulatan Mewujudkan Demokrasi di Indonesia (2010),
Demokrasi dan Otokrasi (2010), Revolutiegrondwet: Tafsir
Poskolonial atas Gagasan Revolusi dalam Konstitusi Indonesia
(dalam proses terbitan), serta tulisan-tulisan di jurnal, seminar, dan
media massa

Anda mungkin juga menyukai