Anda di halaman 1dari 29

PENGATURAN KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM MENGHARMONISASIKAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN PRODUK


LEGISLASI YANG BERKEPASTIAN HUKUM

Oktavianus Dei Dori* Saryono Yohanes** Hernimus Ratu Udju***


Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang
E-mail: oktavianusdeidori14@gmail.com
ABSTRAK

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang dikumpulkan
melalui penelitian kepustakaan berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, jurnal hukum,
artikel terkait penelitian dan beberapa dari situs-situs internet dan sumber bacaan lain. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa: 1). Pengaturan kewenangan pemerintah dalam
mengharmonisasikan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota melalui
Mendagri dan Kemenkumham belum mampu memberikan kejelasan parameter pelaksanaan
kewenangannya yang cenderung melahirkan perbedaan penafsiran terhadap objek yang menjadi
materi muatan Peraturan Daerah. 2). Dampak Pengaturan kewenangan pemerintah dalam
mengharmonisasikan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota saat ini yang
belum mampu mengakomodasi jaminan terhadap kepastian hukum dapat dilihat dari regulasi yang
melegitimasi pelaksanaan kewenangan tersebut belum optimal dalam melaksanakan dan
mengontrol pelaksanaan harmonisasi Rancangan Peraturan Daerah baik secara formil, materil
maupun adminstratif dalam proses pembentukan Peraturan Daerah.

Kata Kunci : Kewenangan Pemerintah, Mengharmonisasikan, Rancangan Peraturan


Daerah, Kepastian Hukum

ABSTRACT

The research method used is normative juridical using secondary data consisting of primary
legal materials and secondary legal materials collected through library research in the form of
books, laws and regulations, legal journals, articles related to research and some from internet sites
and other reading sources. The results of this study indicate that: 1). The regulation of government
authority in harmonizing the Draft Provincial and Regency/City Regional Regulations through the
Minister of Home Affairs and the Ministry of Law and Human Rights has not been able to provide
clarity on the parameters of the exercise of their authority which tend to hold differences in the
detention of objects that become the content of Regional Regulations. 2). The impact of setting
government authority in harmonizing the current Draft Provincial and Regency/City Regional
Regulations which have not been able to accommodate guarantees for legal certainty can be seen
from the regulations that legitimize the implementation of this authority that have not been optimal
in carrying out and controlling the implementation of harmonization of Draft Regional Regulations
both formally , material and administrative in the process of forming Regional Regulations.
Keywords: Government Authority, Harmonizing, Draft Regional Regulations, Legal
Certainty.
1.PENDAHULUAN Indonesia adalah negara kesatuan yang
berbentuk republik. Konekuensi yuridis dari
Latar Belakang Masalah
suatu negara kesatuan maka segala
Negara Indonesia adalah negara yang penyelenggaraan pemerintahannya harus
mengakui supermasi hukum sebagai jaminan dalam koridor pengawasan dan tidak
dalam mencapai kepastian hukum dalam melampaui kewenangan pemerintahan pusat.
upaya mengakomodasi kepentingan Keberadaan pemerintah daerah hanya
masyarakatnya dan mencegah terjadinya sebatas perpanjangan tangan dari
penyalahgunaan kewenangan oleh pemerintahan pusat dalam
penyelenggara negara. Suprmasi hukum mengimplementasikan arah kebijakan
harus disertai dengan kemampuan pemerintahannya.
menegakan kaidah hukum. M. Akil Mochtar Pemerintah daerah diberikan
menyebutkan supremasi hukum sebagai berbagai kewenangan dalam
salah satu esensi dari negara demokrasi penyelenggaraan pemerintahan daerah yakni
karena supremasi hukum mengimplikasikan dengan atribusi, delegasi dan mandate namun
pada pencegahan terjadinya tindakan terdapat kewenangan-kewenangan tertentu
penyalahgunaan kekuasaan dan menjaga yang menjadi urusan pemerintahan konkuren
masyarakat agar dalam menjalankan hak- yakni mengenai pembagian kewenangan dari
haknya tidak terjerumus dalam tindakan di pemerintah daerah Provinsi atau
luar batas hukum yang seringkali berdampak pemerintahan daerah Kabupaten/Kota dalam
anarkis (Erawan, Panji, 2022). menyelenggarakan pemerintahan daerah
Legitimasi supermasi hukum berdasarkan otonomi daerah. Dalam
Indonesia dipertegas dalam Pasal 1 ayat (3) pelaksanaan pemerintahan daerah
Undang-Undang Dasar Negara Republik berdasarkan otonomi daerah dan tugas
Indonesia (UUD NRI 1945) yang pembantuan diberikan wewenang untuk
menyatakan Negara Indonesia adalah negara membuat Peraturan Daerah (Perda) dan
hukum yang menghendaki segala aktifitas produk hukum daerah lainnya sebagai
dan penyelenggaraan negara harus legalitas dalam penyelenggaraan
didasarkan pada aturan-aturan hukum yang pemerintahan daerah.
berlaku di Indonesia. Pasal 1 ayat 1 UUD Kewenangan yang dimiliki
NRI 1945 menegaskan bahwa negara pemerintah daerah yang dibuat dalam Perda
seringkali mengalami pertentangan substansi Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015
dengan peraturan yang lebih tinggi dan Tentang Pembentukan Produk Hukum
dinilai bertentangan dengan kepentingan Daerah (Permendagri 120/2018) dan
umum dan arah kebijakan pemerintahan Kemenkumham sebagai instansi vertikal
pusat sehingga menimbulkan polemik dalam yang terlibat dalam setiap tahapan
menjamin kepastian hukum. Hal ini menjadi pembentukan Perda mulai dari perencanaan,
alasan Kementrian Dalam Negeri (Mendagri) penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
mengeluarkan Instruksi Mendagri No. penetapan dan pengundangan untuk
582/476/SJ tanggal 16 Februari 2016 tentang melakukan harmonisasi Ranperda agar tidak
Pencabutan/perubahan Perda. Pemerintah bertentangan dengan peraturan perundang-
pusat melalui Mendagri telah membatalkan undangan lainnya. Tahapan harmonisasi
sejumlah 3.143 Perda Alasan pemerintah sudah mulai pada tahap perencanaan yang
pusat membatalkan Perda-perda tersebut salah satunya yakni penyusunan Program
karena menghambat birokrasi dan perizinan Legislasi Daerah (Prolegda) dengan
investasi (Hukumonline.com). melibatkan instansi vertikal di bidang
Pembatalan Perda tersebut pembentukan peraturan perundang-
mengharuskan adanya kesungguhan undangan sesuai ketentuan Pasal 58 ayat (2)
Pemerintah dalam membangun sistem UUP3 yakni kepada Kemenkumham.
hukum nasional berkualitas dan terencana. Pelibatan kedua instansi vertikal ini
Harmonisasi sebagai solisi efektif dalam seringkali mengalami polemik yang
mengatasi permasalahan tersebut, melalui diakibatkan oleh perbedaan parameter
kewenangan Mendagri dalam proses dalam pelaksanaan kewenangan dan kurang
mengharmonisasikan Rancangan Peraturan memadainya instrument hukum dalam
Daerah (Ranperda) melalui kewenangannya melaksanakan dan mengontrol proses
dalam memfasilitasi Ranperda dan fasilitasi pembentukan Perda maka dibutuhkan
tersebut bersifat wajib terhadap Ranperda instrument hukum pembentukan peraturan
yang akan dibuat oleh pemerintah daerah perundang-undangan yang mengatur
(Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 88 ayat (1) dan pelaksanaan kewenangannya dalam
ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri mengontrol proses harmonisasi
Republik Indonesia Nomor 120 Tahun 2018 pembentukan Perda. Potensi disharmonisasi
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perda diakibatkan adanya perbedaan
penafsiran dalam pelaksanaaan kewenangan Pemerintah dalam Mengharmonisasikan
yang dilakukan Mendagri dan Rancangan Peraturan Daerah Sebagai Upaya
Kemenkumham dalam proses Menciptakan Produk Legislasi yang
mengharmonisasikan Ranperda maka Berkepastian Hukum“
diperlukan langkah strategis melalui politik Rumusan Masalah
hukum pemerintah dalam pembentukan 1. Bagaimanakah pengaturan kewenangan
peraturan perundang-undangan dengan pemerintah dalam mengharmonisasikan
mengakomodasi pemanfaatan potensi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan
daerah melalui prinsip-prinsip dasar otonomi Kabupaten/Kota?
daerah yang menghendaki adanya 2. Apakah dampak kewenangan pemerintah
kemandirian daerah untuk mengatur dalam mengharmonisasikan Rancangan
daerahnya sesuai asas otonomi daerah dan Peraturan Daerah Provinsi dan
tugas pembantuan. Kabupaten/Kota?
Terhadap fenomena hukum ini maka
diperlukan kajian yang komperhensif untuk 2. Tinjauan Pustaka
memberi kepastian hukum terhadap
1. Kewenangan
kewenangan tersebut. Kepastian
1) Pengertian Kewenangan
kewenangan dari lembaga negara akan
Kewenangan dalam Black’s Law
berdampak pada efektifitas kinerja lembaga
Dictionary diatrikan sebagai Legal Power; a
negara dalam menyediakan kebutuhan akan
right to command or to act ; the right and
produk legislasi yang responsif sehingga
power of public officers to requre obedience
mampu menjawab diskursus-diskursus yang
to their order lawfully issude in scope of
terjadi di tengah masyarakat saat ini. Dimana
their public duties. Kewenangan atau
produk legislasi yang responsif akan
wewenang adalah kekuasaan hukum, hak
mengakomodasi jaminan kepastian hukum
untuk memerintah atau bertindak; hak atau
dan kemanfaaatan terhadap pembangunan
kekuasaan pejabat publik untuk mematuhi
masyarakat.
aturan hukum dalam lingkup melaksanakan
Berdasarkan uraian latar belakang
kewajiban publik (Henry Campbell.1990 :
diatas maka penulis menganggap penting
Wewenang dalam hukum dapat
untuk melakukan kajian secara komperhensif
diartikan sebagai hak untuk berbuat atau
tentang ”Pengaturan Kewenangan
tidak berbuat. Menurut S.F. Marbun,
wewenaang mengandung arti kemampuan tersebut untuk bertindak berdasarkan hukum
untuk melakukan suatu tindakan hukum dan seagai sarana kontrol terhadap aktifitas
publik, atau secara yuridis adalah masyarakat.
kemampuan untuk bertindak yang diberikan 2) Sumber Kewenangan
oleh undang-undang yang berlaku untuk
Penyelenggaraan kewenangan
melakukan hubungan-hubungan hukum.
pemerintah sangat mengendepankan legalitas
Dengan demikian wewenang pemerintahan
dalam setiap tindakannya agar tindakannya
memiliki sifat-sifat antara lain: (1) express
memiliki legitimasi yang jelas sehingga dapat
implied, (2) jelas maksud dan tujuannya, (3)
dipertanggungjawabkan dan memiliki
terikat pada hukum tertentu, (4) tunduk pada
kekuatan hukum. Philipus M. Hadjon
batasan-batasan hukum tertulis dan tidak
mengemukanan bahwa kewenangan
tertulis dan (5) isi wewenang dapat bersifat
diperoleh melalui tiga sumber yaitu ; atribusi,
umum dan konkrit (Nomensen Sinamo, 2010
delegasi, mandate. Kewenangan atribusi
: 87).
lazimnya digariskan melalui kekuasaan
Berdasarkan Pasal 1 angka 5
negara oleh Undang-undang Dasar,
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014
kewenangan delegasi dan mandate adalah
Tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP)
kewenangan yang berasal dari pelimpahan
menyebutkan wewenang adalah hak yang
(Philipus M. Hadjon, 1997 :1).
dimiliki badan dan/atau tindakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan Perbedaan dari ketiga perbedaan
kewenangan dalam ketentuan Pasal 1 angka kewenangan tersebut yakni kewenanga
6 UUAP menjelaskan sebagai kekuasaan artibusi yaitu pemberian wewenang baru
badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau kepada lemaga dibawahnya, delegasi
penyelenggara negara lainnya untuk biasanya diartikan sebagai pemindahan atau
bertindak dalam ranah hukum publik. pengalihan kewenangan dari pemerintahan
Konsep kewenangan dan wewenang yang kedudukannya lebih tinggi kepada
sangat berhubungan erat dengan kekuasaaan pemerintahan yang kedudukannya lebih
namun kekuasaan yang diberikan rendah yang disertakan dengan tanggug
berdasarkan undang-undang atau sepanjang jawab. Berbeda dengan mandat yang berarti
adanya ketentuan hukum yang mengatur pelimpahan wewenang dari pemberi mandate
pemberian atau pengalihan kewenagan kepada penerima mandat namun tidak
terdapat pemindahan tanggungjawab atau Pengertian atribusi secara yuridis
tanggungjawab tetap berada pada pemberi formal dapat ditemukan dalam Pasal 1 agka
mandat. Setiap kewenangan dibatasi oleh isi (22) UUAP yang menyatakan atribusi adalah
atau materi, wilayah atau waktu. pemberian kewenangan kepada Badan
Penyelenggaraan kewenangan di luar dan/atau Pejabat Pemerintahan oleh UUD
mandate menimbulkan cacat kewenangan 1945 dan UU. Selanjutnya Pasal 12 ayat 1 (
UU 30/2014 Atribusi hanya mengenai
3) Jenis Kewenangan
kewenanangan baru atau yang sebelunya
Ridwan H. R, berpendapat bahwa
tidak ada dan diberikan kepada Badan
artibusi merupakan pemberian wewenang
dan/atau Pejabat Pemerintahan. Dengan
baru pemerintah melalui ketentuan peraturan
demikian dapat disimpulkan bahwa atribusi
perundang-undangan. Atribusi dapat berupa
adalah pemberian kewenangan kepada badan
kewenangan dalam peraturan perundang-
atau lembaga negara berdasarkan undang-
undangan yakni pemberian kewenangan
undang untuk melahirkan kewenangan baru
untuk membentuk peraturan perundang-
dalam tugas dan fungsinya.
undangan baik yang diberikan oleh UUD
Delegasi dapat didefinisikan sebagai
1945 maupun Undang-undang kepada suatu
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
lembaga negara atau pemerintah. Atribusi
formal kepada orang lain untuk
bersifat terus-menerus dapat dilaksanakan
melaksanakan kegiatan tertentu” (Handoko
atas prakrsa sendiri sesuai dengan kebutuhan.
2003 : 212). Delegasi wewenang adalah
Legislator yang kompeten untuk
proses dimana para manajer mengalokasikan
memberikan atribusi wewenang
wewenang ke bawah kepada orang-orang
pemerintahan dibedakan: original legislator,
yang melapor kepadanya. Pendelegasian
dalam hal ini di tingkat pusat adalah MPR
wewenang merupakan sesuatu yang vital
sebagai pembentuk Undang-undang Dasar
dalam organisasi. Menurut Hasibuan bahwa
dan DPR bersama Pemerintah sebagai yang
pendelegasian wewenang “memberikan
melahirkan suatu Undang-undang. Dalam
sebagian pekerjaan atau wewenang oleh
kaitannya dengan kepentingan daerah, oleh
delegator (pemberi wewenang) kepada
konstitusi diatur dengan melibatkan DPD. Di
delegate (penerima wewenang) untuk
tingkat daerah yaitu DPRD dan pemerintah
dikerjakannya atas nama delegator”
daerah yang menghasilkan Peraturan Daerah,
(Hasibuan, 2007 : 68).
(Ridwan H.R.2013 :104).
Pasal 1 angka 23 UUAP menyatakan terjadi peralihan tanggung jawab.
delegasi adalah pelimpahan kewenangan dari Berdasarkan uraian tersebut, apanila
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang wewenang yang diperoleh organ
lebih rendah dengan tanggungjawab dan pemerintahan secara atribusi itu bersifat asli
tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada berasal dari peraturan perundang-undangan,
penerima delegasi. Konsep delegasi adalah yaitu dari redaksi pasal-pasal tertentu dalam
pemidahan/pengalihan suatu kewenangan peraturan perundang-undangan. Penerima
apabila pelaksanaan kewenangan kurang dapat menciptakan wewenang baru atau
sempurna maka keputusan yang berdasarkan memperluas wewenang yang sudah ada
kewenangan tersebut tidak sah menurut dengan tanggung jawab intern dan ekstern
hukum. Dengan demikian dapat disimpulkan pelaksanaan wewenang yang didistribusikan
bahwa pendelegasian wewenang merupakan sepenuhnya berada pada penerima
pemberian kewenangan oleh atasan kepada wewenang atribusi.
bawahannya untuk melaksanakan kegiatan Philipus M. Hadjon berpendapat
tertentu. mandat tidak ada sama sekali pengakuan
Mandat adalah pelimpahan kewenangan atau pengalihtanganan
Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat kewenangan. Substansinya menyangkut
Pemerintahan yang lebih tinggi kepada janji-janji kerja intern penguasa dan pegawai,
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang seorang pegawai bertindak atas nama
lebih rendah dengan tangungjawab dan penguasa dan secara materil tindakannya
tangguung gugat tetap berada pada pemberi mempunyai beralasan hukum dan tetap
mandate (Pasal 1 angka 24 UUAP). merupakan badan yang berwenang. Secara
Pengertian mandat dalam asas-asas Hukum formal mempunyai tanggungjawab atas
Administrasi Negara, berbeda dengan keputusan yang diambilnya yakni
pengertian mandataris dalam konstruksi pertanggungjawabannya kepada penguasa
mandataris menurut penjelasan UUD 1945 atau pemberi mandat. Dengan demikian
sebelum perubahan. Dalam Hukum dapat disimpulkan bahwa mandat adalah
Administrasi Negara mandat diartikan pelimpahan wewenang oleh Pejabat Perintah
sebagai perintah untuk melaksanakan atasan, yang lebih tinggi kepada Pejabat Pemerintah
kewenangan dapat sewaktu-waktu yang lebih rendah untuk melaksanakan
dilaksanakan oleh pemberi mandat, dan tidak kewenangan tertentu dengan
penanggungjawab kewenangan berada pada itu juga berkelompok-kelompok. Hans
pemberi mandat. Nawiasky juga mengelompokkan norma-
2. Teori Hierarki Norma Hukum norma hukum dalam suatu negara itu
Menurut Hans Kelsen, norma itu menjadi empat kelompok besar yaitu: (Hans
berjenjang berlapis-lapis dalam suatu Nawiasky, 1948:31).
susunan hierarki. Pengertiannya, norma 1) Kelompok I : Staatsfundamentalnorm
hukum yang di bawah berlaku dan (normafundamental negara);
bersumber, dan berdasar dari norma yang 2) Kelompok II : Staatgrundsetz (aturan
lebih tinggi, dan norma yang lebih tinggi juga dasar negara)
bersumber dan berdasar dari norma yang 3) Kelompok III : Formell Gesetz (undang-
lebih tinggi lagi begitu seterusnya sampai undang formal)
berhenti pada suatu norma tertinggi yang 4) Kelompok IV : Verordnung dan
disebut sebagainorma dasar (grundnorm) dan Autonome satzung (aturan pelaksana dan
masih menurut Hans Kelsen termasuk dalam aturan otonom).
sistem norma yang dinamis. (Azis Berdasarkan teori Hans Nawiasky,
Syamsuddin, 2011 : 14-15). struktur tata urutan norma di Indonesia jika
Teori Hans Kelsen yang menganggap dikelompokkan sesuai teori tersebut maka;
hukum itu berjenjang dan berlapislapis (Adhitya Ahmad, 2020 : 3).
kemudian oleh muridnya yang bernama Hans 1.Staatsfundamentalnorm: Pancasila
Nawiasky mengembangkan teori tersebut (Pembukaan UUD NRI 1945);
dalam kaitannya dengan suatu negara.Hans 2.Staatsgrundgesetz: Batang Tubuh UUD
Kelsen dalam bukunya “allegemeine NRI 1945, Tap MPR, dan Konvensi
rechtslehre” atau lebih dikenal Ketatanegaraan;
dengan“stufenbau theory” mengemukakan 3.Formel gesetz: Undang-Undang;
bahwa suatu norma dari negara manapun 4.Verordnung en Autonome Satzung: Secara
selalu berlapis-lapis dan berjenjang. Tetapi hirarkis mulai dari Peraturan Pemerintah
Hans Nawiasky mencoba mengembangkan hingga Keputusan Bupati atau Walikota.
teori tersebut dengan teorinya “die lehre vom .3 Harmonisasi Rancangan Peraturan Daerah
demstufenaubau der rechtsordnung” bahwa 1) Pengertian Harmonisasi Hukum
selain norma itu berlapis-lapis dan Harmonisasi dalam Kamus Bahasa
berjenjang, norma hukum dari suatu negara Indonesia (KBBI) berarti pengharmonisasian
dan upaya mencari keselarasan. Harmonisasi d.Rapat pengharmonisasian konsepsi
dalam hukum adalah mencakup penyesuaian rancangan peraturan perundang-
peraturan perundang-undangan, keputusan undangan;
pemerintahan, keputusan hakim, sistem e. Paraf Persetujuan;dan
hukum dan asas-asas hukum dengan tujuan f. Penyampaian hasil pengharmonisaian
peningkatan kesatuan hukum, kepastian konsepsi rancangan peraturan perundang-
hukum, keadilan, kesebandingan, kegunaan undangan.
dan kejelasan hukum tanpa mengaburkan Prosedur harmonisasi diatas
dan mengorbankan prularisme hukum merupakan syarat formil dari proses
(L.M.Gandhi, 2006 : 71). Uraian tersebut harmonisasi yang dilakukan oleh lembaga
dapat disimpulkan harmonisasi sebagai pembentuk peraturan daerah. Prosedur
upaya proses penyesuaian asas, norma dan harmonisasi peraturan daerah yang tidak
konsepsi pengaturan hukum untuk mencapai memenuhi syarat formil perdampak pada
kesederhanaan pengaturan, kepastian dan kwalitas legislasi yang cacat prosedur atau
kemanfaatan. cacat hukum. Cacat hukum dapat diartikan
sebagai suatu ketidaksempurnaan atau
2) Prosedur Harmonisasi
ketidaklengkapan hukum sehingga tidak
Berdasarkan ketentuan Surat Edaran
mengikat secara hukum.
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia
4.Konsep Fasilitasi
Surat Edaran Nomor M.HH-01.PP.04.02
1) Pengertian Fasilitasi
Tahun 2019 Tentang Tata Cara dan Prosedur
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Pengharmonisasian, Pembulatan dan
Nomor 80 Tahun 2015 khususnya Pasal 1
Pemantapan Konsepsi Rancangan Peraturan
ayat 24 mengatur bahwa; “Fasilitasi adalah
Daerah. Mekanisme pengharmonisasian
tindakan pembinaan berupa pemberian
peraturan beberapa tahapan, yaitu;
pedoman dan petunjuk teknis, arahan,
a. Permohonan pegharmonisasian konsepsi
bimbingan teknis, supervisi, asistensi dan
rancangan peraturan perundang-
kerja sama serta monitoring dan evaluasi
undangan;
yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri
b.Pemeriksaan administrasi;
kepada provinsi serta Menteri Dalam Negeri
c. Analisis konsepsi;
dan/atau Gubernur kepada Kabupaten/Kota
terhadap materi muatan rancangan produk
hukum daerah berbentuk peraturan sebelum 87 sampai Pasal 90 Mekanisme fasilitasi
ditetapkan guna menghindari dilakukannya rancangan Perda yakni sebagai berikut:
pembatalan”. 1.Fasilitasi Perda Provinsi oleh Dirjen
2) Kewenangan Fasilitasi Otonomi Daerah dilakukan paling lama
15 hari setelah menerima rancangan
Kewenangan Gubernur dalam hal
Perda Provinsi, rancangan Peraturan
memfasilitasi rancangan Perda
gubernur dan rancangan peraturan
Kabupaten/Kota dan Direkturat Jendral
DPRD.
Otonomi Daerah terhadan rancangan perda
2.Hasil fasilitasi dibuatkan dalam bentuk
provinsi terdapat dalam Pasal 87, 88, 89, dan
surat oleh Dirjen Otonomi Daerah atas
Pasal 90 Permendagri 80/2015 tentang
nama Menteri tentang fasilitasi
Pembentukan Produk Hukum Daerah.
rancangan Perda provinsi,rancangan
Adapun jenis-jenis Perda Kabupaten/Kota
Peraturan Gubernur dan rancangan
yang difasilitasi menurut Pasal 88 Ayat 3
peraturan DPRD.
yaitu rancangan Perkada, rancangan PB
3.Penyempurnaan rancangan Perda
KDH, dan rancangan Peraturan DPRD.
provinsi untuk menindaklanjuti hasil
Fasilitasi terhadap rancangan Perkada,
fasilitasi dari Dirjen Otonomi Daerah.
rancangan PB KDH, dan rancangan
4.Gubernur mengajukan permintaan nomor
peraturan DPRD tidak diberlakukan terhadap
registrasi kepada Kepala Biro Hukum
Ranperda yang dilakukan evaluasi.
Sekretariat Jenderal setelah Gubernur
Pasal 90 Pemendagri 80/2019
bersama DPRD melakukan
mengatur fasilitasi Perda Provinsi yang
penyempurnaan terhadap rancangan
terdapat dalam Pasal 89 ayat (1) yaitu Perda
Perda yang dilakukan Evaluasi dan
Provinsi, rancangan Peraturan Gubernur, dan
Fasilitasi.
rancangan Peraturan DPRD Provinsi.
Fasilitasi rancangan Perda
3) Mekanisme Fasilitasi Rancangan
Kabupaten/Kota berlaku secara mutatis
Peraturan Daerah
mutandis sesuai ketentuan dalam Pasal 87
Fasilitasi rancangan Perda sampai Pasal 90 Permendagri Nomor 80
Kabupaten/Kota diatur dalam Permendagri Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk
Nomor 80 Tahun 2015 tentang Hukum Daerah.
Pembentukan Produk Hukum Daerah Pasal
5.Peraturan Daerah 2) Kekuatan hukum peraturan perundang-
undangan sesuai dengan hirarki
1) Pengertian Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Konsepsi Peraturan daerah tidak
Ketentuan diatas dapat dijelaskan
terlepas dari ketentuan peraturan perundang-
bahwa kekuatan mengikat suatu perundang-
undangan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-
undangan berdasarkan hirarkinya dimana
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
undang-undang yang lebih tinggi akan
Pembentukan Peraturan Perundang-
mengesampingkan undang-undang yang
Undangan yaitu peraturan tertulis yang
lebih rendah.
memuat norma hukum yang mengikat secara
2) Materi Muatan Peraturan Daerah
umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
Materi muatan Perda didasarkan pada
lembaga negara atau pejabat yang berwenang
hukum dasar yaitu dalam UUD 1945 yang
melalui prosedur yang ditetapkan dalam
menetapkan kewenangan daerah untuk
Peraturan Perundang-undangan.
menetapkan peraturan daerah. Pasal 18 ayat
Peraturan perundang-undangan
(2) UUD Tahun 1945 disebutkan bahwa
hirarkinya diatur dalam Pasal 7 Undang-
pemerintahan daerah provinsi, daerah
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus
Pembentukan Peraturan Perundang-
sendiri urusan pemerintahan menurut asas
Undangan yang menentukan bahwa :
otonomi dan tugas pembantuan. Basis
1) Jenis dan hierarki peraturan perundang-
otonomi itu ditetapkan bukan hanya di
undangan terdiri atas:
tingkat kabupaten dan kota, tetapi juga di
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik
tingkat provinsi. Dengan demikian struktur
Indonesia Tahun 1945;
pemerintahan berdasarkan ketentuan ini
b.Ketetapan Majelis Permusyawaratan
terdiri atas tiga tingkatan yang masing-
Rakyat ;
masing mempunyai otonominya sendiri-
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
sendiri, yaitu pemerintah pusat, provinsi dan
Pengganti UndangUndang;
kabupaten/kota. Pemerintah daerah diberi
d.Peraturan Pemerintah;
kewenangan untuk menetapkan peraturan
e. Peraturan Presiden;
daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
melaksanakan otonomi daerah dan tugas
g.Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
pembantuan (Jimly Asshiddiqie, 2009 : 58).
Ketentuan lebih lanjut terdapat pada pelaksanaan otonomi daerah yang baik serta
Pasal 293 menentukan bahwa materi muatan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat
Peraturan Daerah sebagai berikut: dan menjamin keutuhan Negara Kesatuan
1) Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Republik Indonesia.
Tugas Pembantuan, Daerah membentuk 3) Prosedur Pembentukan Peraturan
Peraturan Daerah Daerah
2) Pembentukan Perda oleh DPRD dengan Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka
persetujuan bersama kepala Daerah. 1 UUP3 disebutkan bahwa Pembentukan
3) Materi muatan Perda memuat ketentuan Peraturan Perundang-undangan adalah
mengenai pembuatan Peraturan Perundang-undangan
a. penyelenggaraan Otonomi Daerah dan yang mencakup tahapan Perencanaan,
Tugas Pembantuan; dan Penyusunan, Pembahasan, Pengesahan atau
b.penjabaran lebih lanjut ketentuan penetapan, dan Pengundangan.
peraturan perundang-undangan yang 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
lebih tinggi. A. Pengaturan kewenangan pemerintah
4) Materi muatan Perda lainnya memuat dalam mengharmonisasikan Rancangan
materi muatan lokal sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi dan
ketentuan peraturan perundang- Kabupaten/Kota
undangan. 1.Pengaturan kewenangan Mendagri
Pembentukan peraturan daerah telah dalam fasilitasi harmonisasi Rancangan
ditetapkan asas-asas yang harus dipenuhi Peraturan Daerah Provinsi dan
meliputi kejelasan tujuan, kesesuaian antara Kabupaten/Kota
jenis dan materi muatan, dapat dilaksanakan, a) Kewenangan Mendagri dalam
kedayagunaan dan kehasilgunaan. Materi pembentukan Rancangan Peraturan
muatan peraturan daerah juga tidak boleh Daerah
bertentangan dengan peraturan perundang-
Keterlibatan Mendagri dalam
undangan yang lebih tinggi (Eka NAM
pembentukan Perda erat kaitannya dengan
Sihombing, 2010 : 189). Parameter yang
kewenangan pengawasannya dalam
ditentukan meliputi kesesuaian proses
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
pembuatan peraturan daerah dan materi
Wewenang berkaitan dengan kekuasaan,
muatan peraturan daerah untuk menjamin
kekuasaan memiliki makna yang sama
dengan wewenang, karena kekuasaan yang Selanjutnya Pasal 383 UU 23/2014
dimiliki oleh eksekutif, legislatif dan ”Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan
yudikatif adalah kekuasaan formal. Peraturan dan pengawasan diatur dengan peraturan
perundang-undangan menjadi dasar pemerintah”, Ketentuan ini yang menjadi
legitimasi kekuasaan formal legitimasi wewengan pengawasan yang
penyelenggaraan kewenangan tersebut dilaksanakan oleh Mendagri sesuai Pasal 2
(Philipus M. Hadjon, 1997 : 1). PP 12/2017 “Pembinaaan dan pengawasan
penyelenggaraan pemerintah daerah secara
Perkembangan pembangunan dan
nasional dikoordinasikan oleh Menteri”.
arah kebijakan pemerintah pusat maka
Pasal 1 ayat (9) menegaskan bahwa Menteri
perkembangan politik hukum dengan UU
yang menyelenggarakan urusan
Pemda memberikan kewenangan
pemerintahan dalam negeri” ketentuan ini
pengawasan Perda melalui lembaga
secara eksplisit menjelaskan bahwa
Mendagri untuk melakukan pembinaan dan
Mendagri yang berwenang melaksanakan
pengawasan terhadap pengelenggaraan
pengawasan terhadap penyelenggaraan
urusan pemerintahan daerah. Kewenangan
pemerintahan daerah.
pengawasan tersebut terdapat pada Pasal 373
Substansi Pengawasan sebagaimana
UU Pemda yaitu :
dimaksud dalam Pasal 250 ayat 1 UU Pemda
1.Pemerintah Pusat melakukan pembinaan sebagai berikut “Perda dan Perkada
dan pengawasan terhadap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ayat (1) dan ayat (3) dilarang bertentangan
provinsi. dengan peraturan perundang-undangan
2.Gubernur sebagai wakil Pemerintah yang lebih tinggi, kepentingan
Pusat melakukan pembinaan dan umum,dan/atau kesusilaan”
pengawasan terhadap penyelenggaraan Pasca putusan Mahkamah Konstitusi
Pemerintahan Daerah kabupaten/kota. Nomor 56/PUU-XIV/2016 terhadap Pasal
3.Pembinaan dan pengawasan 251 ayat (1), ayat (4) dan ayat (7) UU Pemda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Menteri Dalam Negeri tidak
secara nasional dikoordinasikan oleh berwenang mencabut Perda Provinsi dan
Menteri. Putusan Nomor 137/ PUU-XIII/2015
terhadap Pasal 251 ayat (2), ayat (3), ayat (4)
dan 8 UU yang menghapus kewenangan 3. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat
gubernur dalam membatal Perda (1) memuat materi muatan:
Kabupaten/Kota. a. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan
Penerapan pengawasan atau kontrol Tugas Pembantuan; dan
terhadap Ranperda dilakukan melalui Pasal b. Penjabaran lebih lanjut ketentuan
242 ayat (4) UU Pemda terhadap Perda peraturan perundang-undangan yang
kabupaten/kota dan Pasal 242 ayat (5) UU lebih tinggi.
Pemda terhadap Perda Provinsi sebagai dasar 4. Selain materi muatan sebagaimana
legitimasi kewenangan Mendagri dalam dimaksud pada ayat (3) Perda dapat
mengawasi Perda melalui kewenangannya memuat materi muatan lokal sesuai
dalam memberikan nomor registrasi terhadap dengan ketentuan peraturan perundang-
setiap rancangan Perda. Nomor registrasi undangan
sebagai syarat mutlak terhadap eksistensi
legalitas suatu Perda bila ditetapkan. Materi muatan sangat penting dalam

b) Substansi Kewenangan Mendagri dalam pembentukan Perda yang dijadikan sebagai

Pengawasan Rancangan Peraturan parameter kewenangan penyelenggaraan

Daerah. pemerintahan daerah. Parameter tersebut


tentunya bertujuan agar konsep otonomi
Pengawasan Mendagri dalam
daerah berjalan pada jalur yang telah
penyelenggaraan pemerintahan daerah erat
ditetapkan, selain itu kejelasan parameter
kaitannya dengan substansi materi muatan
kewenangan dalam materi muatan peraturan
Perda. Pasal 236 UU Nomor 23 Tahun 2014
perundang-undangan in casu Perda antara
tentang Pemerintahan Daerah menentukan
pemerintah pusat, pemerintah daerah
bahwa materi muatan Perda adalah sebagai
Provinsi dan Kabupaten /Kota akan
berikut:
mempermudah pelaksanaan pengawasan dari
1. Untuk menyelenggarakan Otonomi
Mendagri dan mempercepat harmonisasi
Daerah dan Tugas Pembantuan, Daerah
substansi baik dari sisi tugas, fungsi maupun
membentuk Perda.
wewenang dalam peraturan perundang-
2. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat
undangan dengan Perda.
(1) dibentuk oleh DPRD dengan
c) Model Pengawasan Peraturan Daerah
persetujuan bersama kepala Daerah.
Model pengawasan menurut M. Nur substansi dan tata cara penyusunan
Sholikin yaitu pengawasan dari sisi Ranperda.
saat/waktu yang meliputi dua jenis yaitu Pengawasan preventif lebih
kontrol priori dan kontrol a-posteriori. menekankan pada upaya pencegahan atau
Kontrol priori dilakukan bilamana meminimalisir kesalahan pada tahapan
pengawasan dilakukan sebelum pembuatan Perda baik secara prosedural
dikeluarkannya suatu putusan atau ketetapan maupun secara substansial. Fasilitasi sebagai
pemerintah atau pun peraturan lainnya yang bentuk pengawasan mendagri terhadap
menjadi kewenangannya. Sedangkan dalam materi muatan Perda agar Perda yang
kontrol aposteriori dilakukan bilamana dihasilkan tidak bertentangan dengan
pengawasan itu baru dilakukan sesudah undang-undang. Fasilitasi sebagai syarat
dikeluarkannya keputusan/ketetapan mutlak terhadap legalitas suatu Perda. Suatu
Pemerintah atau sesudah terjadinya Ranperda yang tidak melewati proses
tindakan/perbuatan Pemerintah. (M. Nur fasilitasi jika ditetapkan maka tidak sah
Sholikin, 2011 :9). secara hukum karena cacat secara formil dan
Pasal 88 menyebutkan bahwa : tidak mempunyai kekuatan mengikat.
1.Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87, dilakukan dalam bentuk
Fasilitasi terhadap rancangan Perda, d) Implementasi Kewenangan Mendagri
rancangan Perkada dan/atau rancangan dalam Memfasilitasi Rancangan
Peraturan DPRD. Peraturan Daerah.
2.Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada
Ranperda Sumatera Selatan Tentang
ayat (1), bersifat wajib.
Fasilitasi Pencegahan dan Pemberantasan
Penerapan pengawasan Ranperda
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
yang dilakukan Mendagri dan gubernur
Narkotika dan Prekusor Narkotika,
menggabungkan pengawasan preventif
dengan menggunakan jenis pengawasan
pengawasan dari sisi saat/waktu (kontrol
priori dan kontrol a-posteriori) Ranperda
melalui mekanisme fasilitasi terhadap
Tabel 3.1 Pasal 10 Ranperda Narkotika Sumsel

Rumusan Ranperda Hasil Fasilitasi


Sasaran pencegahan mencakup; Sasaran pencegahan mencakup;
a. keluarga; a. keluarga;
b. satuan pendidikan; b. satuan pendidikan menengah;
c. lingkuan masyarakat; c. lingkungan masyarakat;
d. organisasi kemasyarakatan; d. organisasi kemasyarakatan;
e. Instansi pemerintah provinsi, instansi e. instansi Pemerintah Provinsi, DPRD
pemerintah kabupaten/kota, DPRD Provinsi Provinsi dan BUMD;
dan DPRD Kabupaten/Kota; f. media massa; dan
f. media massa ; dan g. tempat ibadah.
g. tempat ibadah.
(Surat Menteri Dalan Negeri, No : 188.34./6632/OTDA dan Lampirannya)
Hasil fasilitasi Mendagri dasar dan Pasal 10 huruf b merupakan
menyarankan agar redaksional ketentuan konsekuensi yurisdiksi dan yuridis dari
pasal 10 huruf b dan huruf e disesuaikan hirarki peraturan perundang-undangan yang
dengan saran penyempurnaan sebagaimana mengharuskan adanya konsistensi rumusan
dimaksud dalam penjelasan angka 8 UU materi muatan Perda dimana Perda Provinsi
23/2014 tentang Pemda bahwa perda yang implikasi hukumnya terhadap daerah
dibuat oleh daerah hanya berlaku dalam Provinsi dalam hal ini Instansi Pemerintah
batas-batas yurisduksi Daerah yang Provinsi, DPRD Provinsi dan BUMD dan
bersangkutan. Perda Kabupaten/Kota implikasi hukumnya
Adapun analisis penulis terhadap terhadap daerah Kabupaten/Kota sehingga
perbaikan redaksional untuk memperjelas mampu menghasilkan Perda yang harmonis
maksud krusial dari pasal dalam Ranperda dengan peraturan perundang-undangan
tersebut agar terdapat kejelasan rumusan lainnya.
pada Ranperda sebagaimana telah diatur 2.Kewenangan Kemenkumham dalam
dalam UUP3 Pasal 5 Huruf f terkait asas Mengharmonisasikan Rancangan
kejelasan rumusan bahwa Pasal 10 huruf b Rancangan Peraturan Daerah.
akan berimplikasi pada perluasan pemaknaan a) Landasan Hukum Kewenangan
yakni akan menjangkau satuan pendidikan Kemenkumham
Keterlibatan Kemenkumham pada bahwa “Instansi vertikal Kementerian
proses pengharmonisasian peraturan Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah
perundang undangan dalam hal ini Perda Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
sebagai legitimasi kewenangan Hak Asasi Manusia di Provinsi”.
Kemenkumham ditegaskan dalam Pasal 58
Pelaksanaan kewenangan Kanwil
ayat (2) UUP3 yang menentukan bahwa
Kemenkumham dalam wilayah provinsi
Pengharmonisasian, pembulatan, dan
berdasarkan kebijakan Menteri Hukum dan
pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan
HAM dan ketentuan peraturan perundang-
Daerah dilaksanakan oleh instansi vertikal
undangan. Pelakasanaan tugas, fungsi dan
kementerian atau lembaga yang
wewenangnya didasarkan kewenangan yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan
didelegasikan oleh pemerintah pusat.Esensi
dibidang Pembentukan Peraturan Perundang-
dari pembentukan instansi vertikal
undangan.
berdasarkan delegasi kewenangan dari yang
Pasal 9 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun diberikan kepada Lembaga tersebut. Kanwil
2008 Tentang Kementerian Negara Kemenkumham merupakan perpanjanga
menyebutkan bahwa: ”kementerian yang tangan dari Kemenkumham dalam
menangani urusan agama, hukum, keuangan penyelenggaraan tugas, fungsi dan
dan agama memiliki unsur pelaksana tugas wewenangnya. Kewenangan dalam
pokok di daerah. Salah satu urusan dimaksud pembentukan produk hukum daerah dalam
adalah urusan hukum yang menjadi hal ini Perda mengharuskan keterlibatan
kewenangan Kementerian Hukum dan HAM Kanwil Kemenkumham dalam
RI (Kemenkumham)”. Selanjutnya melalui mengharmonisasikan Ranperdaa baik secara
Pasal 10 Perpres 44 Tahun 2015 tentang substansial atau materi muatan untuk
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencegah disharmonis Perda dengan
(Kemenkumham) melalui Dirjen Perundang- peraturan perundang-undangan lainnya.
undangan untuk menyelenggarakan
b) Substansi Kewenangan Kemenkumham
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di
bidang peraturan perundang-undangan. Keterlibatan Kemenkumham dalam

Legitimasi Kanwil Kemenkumham sebagai proses pembentukan Perda dengan

instansi vertikal dari Kemenkumham dalam kewenangannya dalam mengharmonisasikan

Pasal 2 Perpres 83/ 2012 yang menyebutkan Ranperda agar Perda yang dihasilkan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang- Harmonisasi dilakukan sebagai upaya
undangan lainnya. Harmonisasi peraturan atau proses penyesuaian kaidah atau norma
perundang-undangan dapat diartikan sebagai dalam materi muatan perundang-undangan
suatu proses penyelarasan atau penyerasian dalam In Casu Perda agar menghasilkan
peraturan perundang-undangan yang hendak produk hukum yang harmonis, teintegrasi
atau sedang disusun, agar peraturan dan taat asas serta berkepastian hukum dalam
perundang-undangan yang dihasilkan sesuai sistem hukum nasional.
prinsip-prinsip hukum dan peraturan
c) Implementasi Kewenangan Kementrian
perundang-undangan yang baik (Risky Dian
Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam
Novita R. Rochim,2014 : 7).
Mengharmonisasikan Rancangan
Berdasarkan Permenkumam 22/2018 Peraturan Daerah
Tentang Pengharmonisasian Rancangan Pelaksanaan kewenangan
Peraturan Perundang-undangan yang Kemenkumham dalam pemgharmonisasian
Dibentuk di Daerah oleh Perancang rancangan peraturan perundang-undangan in
Peraturan Perundang-undangan casu Perda berdasarkan Pasal 5
(Permenkumam 22/2018) Pasal 5 Permenkumham 22/2018 dan Surat Edaran
menyebutkan bahwa pengharmonisasian Nomor M.HH-01.PP.04.02 Tahun 2019
rancangan peraturan perundang-undangan Tentang Tata Cara dan Prosedur
yang dibentuk di daerah bertujuan untuk: Pengharmonisasian, Pembulatan dan
Pemantapan Konsepsi Rancangan Peraturan
a. menyelaraskan dengan:
Daerah terhadap. Berikut ini beberapa contoh
1.Pancasila, Undang-Undang Dasar hasil harmonisasi Ranperda yang dilakukan
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, oleh Kanwil Kemenkumham.
peraturan perundang-undangan yang Ranperda Sulawesi Selatan Tentang
setingkat atau yang lebih tinggi dan Fasilitasi Pencegahan dan Pemberantasan
Putusan Pengadilan; dan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
2.teknik penyusunan peraturan Narkotika dan Prekusor Narkotika,
perundang-undangan; dan
b.menghasilkan kesepakatan terhadap
substansi yang diatur.
Tabel 3.5 Ranperda Sulsel Tentang Narkotika
RANPERDA HASIL HARMONISASI
BAB II Pasal 2
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP 1) Fasilitasi Pencegahan dan Pemberantasan
Pasal 2 Pelaksanaan fasilitasi pencegahan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
danpemberantasan penyalahgunaan dan Narkotika dan Prekursor Narkotika
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor berasaskan:
Narkotika berasaskan: a. kepastian hukum;
a. keadilan;
b. keadilan;
b. pengayoman;
c. ketertiban dan keamanan;
c. kemanusiaan; d. perlindungan;
d. ketertiban;
e. pengayoman;
e. perlindungan;
f. keamanusiaan;
f. keamanan;
g. nilai-nilai ilmiah;
g. kepastian hukum;
h. kearifan lokal.
h. kemitraan; dan
2) Tujuan Fasilitasi sebagaimana dimaksud
i. kearifan lokal. pada ayat (1) adalah:
Pasal 3
a. mewujudkan kesejahteraan dan
Pembentukan Peraturan Daerah ini betujuan
perlindungan kepada Masyarakat;
untuk:
b. menumbuhkan dan meningkatkan
a. mengatur dan memperlancar pelaksanaan
pengetahuan dan kesadaran
upaya fasilitasi pencegahan dan
Masyarakat mengenai bahaya
pemberantasan penyalahgunaan dan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika dan Prekursor Narkotika;
Narkotika secara terencana, terpadu,
c. melakukan Pencegahan
terkoordinasi, menyeluruh dan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
berkelanjutan di Daerah;
Narkotika dan Prekursor Narkotika;
b.memberikan perlindungan kepada d. melakukan Pemberantasan terhadap
masyarakat dari ancaman penyalahgunaan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
dan peredaran gelap Narkotika dan Narkotika dan Prekursor Narkotika;
Prekursor Narkotika; dan dan
e. menjamin pengaturan upaya
c. membangun partisipasi masyarakat untuk
Rehabilitasi Medis terhadap
turut serta dalam upaya fasilitasi
Penyalahguna dan Pecandu Narkotika
pencegahan dan pemberantasan
dan Prekursor Narkotika.
penyalahgunaan dan peredaran gelap
3) Ruang lingkup pengaturan Fasilitasi
Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pencegahan dan Pemberantasan

Pasal 4 Ruang lingkup pengaturan dalam Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap

Peraturan Daerah ini meliputi: Narkotika dan Prekursor Narkotika dalam


Peraturan Daerah ini meliputi:
a. tugas dan wewenang Pemerintah Daerah; a. Antisipasi Dini;

b. pencegahan; b. Deteksi Dini;


c. Pencegahan;
c. antisipasi dini;
d. Pemberantasan;
d. penanganan; e. Penanganan;
f. rehabilitasi;
e. partisipasi masyarakat;
g. tim terpadu;
f. rehabilitasi; h. sarana dan prasarana;

g. pelaksanaan fasilitasi; i. kerja sama;


j. partisipasi dan pemberdayaan
h. kerja sama;
Masyarakat;
i. penghargaan; k. monitoring, evaluasi, dan pelaporan;
l. pembinaan dan pengawasan;
j. monitoring, evaluasi dan pelaporan;
m. sistem data dan informasi;
k. pembinaan dan pengawasan; dan n. penghargaan;
o. pendanaan; dan
l. pendanaan.
p. sanksi.
(Surat Menteri Dalan Negeri, No : 188.34./1575/OTDA dan Lampirannya)
Hasil harmonisasi yang dilakukan di ketentuan peraturan perundang-undangan
Kanwil Kemenkumham memperbaiki teknis yang lebih tinggi.
penyusunan dan substansi Ranperda. Aspek B. Dampak kewenangan pemerintah dalam
teknis dari rumusan Ranperda sebelum Mengharmonisasikan Rancangan
diharmonisasi pada Bab II yang terdiri dari Peraturan Daerah Provinsi dan
pasal 2, Pasal3 dan Pasal 4 dengan judul Kabupaten/Kota
babnya tentang asas, tujuan dan ruang 1.Kepastian Hukum Kewenangan
lingkup dari Ranperda tersebut. Setelah Kemenkumham dan Mendagri dalam
diharmonisasi Bab II dan judul dari Bab II Mengharmonisasikan Rancangan
tersebut dihapus dan digabung dalam Pasal 2, Peraturan Daerah
perubahan ini berdasarkan Lampiran II angka
Kepastian hukum yang pertama
98 UUP3 yang mengatur mengenai ketentuan
berarti kepastian dalam pelaksanaannya,
umum yakni ketentuan yang mencerminkan
yang dimaksud adalah bahwa hukum yang
asas, maksud dan tujuan tanpa dirumuskan
resmi diperundangkan dilaksanakan dengan
tersendiri dalam pasal atau bab. dalam
pasti oleh negara. Setiap keputusan
pembentukan peraturan perundang-
pengadilan harus bebas dari pengaruh
undangan.
kekuasaan (Franz Magnis-Suseno : 376-
Materi muatan pada Pasal 2 angka (1)
379). Selanjutnya penjelasan UUP3
Ranperda setelah diharmonisasi dilakukan
memberikan pengertian dari asas yang
penambahan asas yaitu nilai- nilai ilmiah
dimaksud dengan “asas ketertiban dan
sesuai dengan ketentuan Pasal 3 UU
kepastian hukum” adalah bahwa setiap
Narkotika, Pasal 2 angka (2) dan Pasal 2
Materi Muatan Peraturan Perundang-
angka (3) dilakukan penyempurnaan
undangan harus dapat mewujudkan
redaksional berdasarkan materi muatan yang
ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan
akan diatur di dalam Ranperda tersebut
kepastian hukum.
dilakukan penyempurnaan materi muatan
berdasarkan ketentuan pasal 236 UU 23/2014 Peran Mendagri dalam pengawasan

tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas

mengenai materi muatan Perda yang meliputi pembantuan didasarkan pada

penyelenggaraan otonomi dan tugas kewenangannya sebagai pengawas umum

pembantuan dan penjabaran lebih lanjut dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam


negeri. Keterlibatannya dalam proses lembaga yang mengesampingkan substansi
pembuatan Perda melalui kewenangan dari harmonisasi itu sendiri. Selain itu
fasilitasi Ranperda sebagai bentuk Pergeseran politik pembentkan UU yang
pelaksanaan norma dalam Permendari sebelumnya ke UU terbaru dan kedalam
120/2018 dan norma ini bersifat wajib aturan pelaksananya, pengaturan dalam UU
sebagai langkah administrasi untuk sudah berubah namun pada tataran aturan
memperoleh nomor registrasi dalam pelaksananya belum diubah dan kiblat
menetapkan Perda. Selanjutnya sesuai patokan pada UU Pemda yang faktanya
ketentuan Pasal 58 ayat (1) dan Pasal 58 ayat sebagian kewenangan tersebut sudah
(2) UUP3 yang melegitimasi kewenangan dikembalikan ke pemerintah pusat yang
Kemenkumham sebagai instansi yang berdampak pada komleksitasnya proses
menyelenggarakan urusan pemerintahan harmonisasi Ranperda dengan peraturan
dibidang Pembentukan Peraturan Perundang- perundang-undangan lainnya.
undangan. Keterlibatan Kemenkumham
Harmonisasi Raperda perlu didukung
dalam upaya pengharmonisasian,
oleh aturan yang jelas dan tegas apabila
pembulatan dan pemantapan konsepsi
dikehendaki untuk senantiasa dintergrasikan
rancangan undang-undang in casu Perda.
sebagai syarat formal penyusunan Perda
Implementasi pelaksanaan dalam proses pengharmonisasian,
kewenangan Kewenangan Mendagri dan pemantapan, dan pembulatan konsepsi
Kemenkumham dalam pemebentukan Perda Ranperda dengan peraturan perundang-
melelui upaya pengharmonisasian seringkali undangan lainnya untuk memastikan suatu
terjadi polemik berupa ego sectoral dari rancangan Perda yang akan ditetapkan telah
masing-masing kementrian dimana melalui proses pengharmonisasian sesuai
Mendagri berupaya menggiring dengan prinsip-prinsip pembentukan
pemebentukan Perda pada upaya peraturan perundang-undangan yang baik.
pelaksanaaan otonomi daerah sedangkan
Terdapat tiga indikator sebagai
Kemenkumham pada upaya menyesuaikan
parameter yaitu sebagai berikut :
substansi dan prosedur dengan peraturan
1.Indikator formil, yaitu menelusuri syarat
perundang-undangan yang lainnya. Sehingga
pengharmonisasian pengharmonisasian
Perda yang dihasilkan cenderung
sesuai dengan prinsip-prinsip
mengakomodasi kepentingan masing-masing
pembentukan peraturan perundang- harmonisasi dimana memuat pengaturan
undangan yang baik. yang mengatur atau membuktikan sudah
2.Indikator materiil, yaitu menelusuri dilakukan atau belum dilakukan harmonisasi
pengharmonisasian konsepsi terhadap terhadap suatu Perda. Keberadaan regulasi
materi muatan rancangan Perda. saat ini yang belum mengakomodasi
3.Indikator administratif yang berupa parameter yang jelas dalam proses
dokumentasi administratif yang harus ada pembentukan Perda berdampak pada
pada setiap tahapan pengharmonisasian kwalitas dan kuantitas Perda yang dihasilkan.
dan pembentukan Perda, baik berupa Kehadiran indikator tersebut sebagai upaya
surat permohonan maupun surat menciptakan Perda yang berkwalitas dan
keterangan pengharmonisasian (Mia menjamin keberhasilan menghsilkan Perda
Kusuma Firtiana, 2021). yang berkepastian hukum.

Keberadaan ketiga idikator tersebut 2. Kemanfaatan Kewenangan


dijadikan sebagai parameter dalam Kemenkumham dan Mendagri dalam
mengawasi atau sarana pemantau Mengharmonisasikan Rancangan
pelekasanaan harmonisasi Ranperda secara Peraturan Daerah.
prosedural maupun substansial. Faktanya
Kemanfaatan merupakan salah satu
harmonisasi yang hanya memperhatikan
esensi fundamental dari tujuan hukum,
indikator formil dan indikator materil
hukum merupakan salah satu alat untuk
berdampak pada tidak efektifnya
mencapai tujuan hidup bermasyarakat dan
pelaksanaan harmonisasi Ranperda masih
bernegara. Tujuan hukum bisa terlihat dalam
banyak substansi Ranperda yang
fungsinya sebagai fungsi perlindungan
disharmonis. Indikator administrasi belum
kepentingan manusia, hukum mempunyai
diakomodasi dengan regulasi yang mapan
sasaran yang hendak dicapai (Said Sampara
yakni hanya sebatas berita acara sudah
dkk, 2011).
dilaksanakan proses pengharmonisasian.
Indikator administratif harus mendapat Pengaturan kewenangan Mendagri

perhatian serius dan harus diakomodasi dalam pengawaan penyelenggaraan otonomi

dalam peraturan yang hirarkinya lebih tinggi. daerah khususnya terhadap proses fasilitasi

Keberadaan indikator administratif sebagai pembentukan Perda. Fasilitasi sebagai

solusi efektif untuk memantau pelaksanaan mekanisme kontrol terhadap substansi


materi muatan Ranperda sesuai ketentuan dan teknis pembentukan Ranperda. Dimana
Pasal 236 UU Pemda menentukan bahwa Kemenkumham berusaha menyesuaikan
materi muatan Perda adalah untuk dengan peraturan perundang undangan
menyelenggarakan Otonomi Daerah dan lainnya sedangkan Mendagri dalam
Tugas Pembantuan, Penjabaran lebih lanjut melaksanakan kewenangan fasilitasi untuk
ketentuan peraturan perundang-undangan mengharmonisasikan Ranperda selalu
yang lebih tinggi dan materi muatan lokal berpatokan pada UU Pemda yang akan
sesuai dengan ketentuan peraturan melahirkan perbedaan penafsiran pada objek
perundang-undangan. Selanjutnya materi muatan Ranperda yang akan dibuat.
pengaturan kewenangan Kemenkumham Pelaksanaan kewenangan Mendagri
sesuai ketentuan Pasal 58 ayat (1) dan Pasal cenderung melampaui kewenangannya
58 ayat (2) UUP3 melalui Permenkumam dengan memberikan perbaikan pada
22/2018 Pasal 5 yang menyebutkan bahwa substansi materi muatan Ranperda tertentu
Pengharmonisasian rancangan peraturan yang dinilai strategis dan teknik penyusunan
perundang-undangan yang dibentuk di peraturan perundang-undangan terhadap
daerah bertujuan untuk menyelaraskan Ranperda.
dengan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945,
Implemtasi kewenangan kedua
peraturan perundang-undangan yang
lembaga tersebut berjalan tidak efektif dan
setingkat atau yang lebih tinggi dan Putusan
efisien dalam mengharmonisasikan
Pengadilan dan teknik penyusunan
Ranperda dimana Ranperda yang sudah
peraturan perundang-undangan.
diharmonisasi Kemenkumham sesuai dengan
Kewenangan Mendagri menekankan peraturan perundang-undangan namun
pada substansi materi muatan Ranperda setelah dilakukan fasilitasi di Mendagri
sedangkan kewenangan Kemenkumham dilakukan perubahan baik dari materi muatan
mencakup substansi materi muatan Ranperda maupun teknik penyusunan peraturan
dan teknik penyusunan peraturan perundang- perundang-undangan dimana. Realitas ini
undangan terhadap Ranperda. Implemntasi dinilai tidak ideal dari prespektif
pelaksanaan kewenagan Kemenkumham dan kemanfaatan hukum. Kondisi ini akan
Mendagri dalam mengarmonisasikan berdampak signifikan baik pada efektifitas
Ranperda masih terdapat kekeliruan dalam dan efisiensi proses pengharmonisasian
menafsirkan objek materi muatan Ranperda Ranperda.
4. PENUTUP melalui kewenangannya yang secara
Kesimpulan eksplisit dalam UUP3 melegitimasi
Berdasarkan pembahasan kewenangannya dalam
sebagaimana yang telah dikemukakan pada mengharmonisasian Ranperda secara
bagian sebelumnya , maka penulis dapat teknis pembentukan peraturan perundang-
menyimpilkan sebagai berikut : undangan dan substansi materi muatan
1. Pengaturan kewenangan Pemerintah Ranperda dengan peraturan perundang-
dalam mengharmonisasikan Rancangan undangan lainnya. Realitas ini berdampak
Peraturan Daerah Provinsi dan pada implementasi kewenangan kedua
Kabupaten/Kota yang memberikan lembaga tersebut yang cenderung
kewenangan kepada Mendagri melalui melahirkan perbedaan penafsiran terhadap
kewenangan fasilitasi dan Kemenkumham objek yang menjadi materi muatan
dengan kewenangan harmonisasi Ranperda.
Ranperda belum cukup mampu 2. Dampak dari kewenangan Pemerintah
mengakomodasi dan mengontrol dalam mengharmonisasikan Rancangan
pelaksanaan kewenangan kedua lembaga Peraturan Daerah Provinsi dan
tersebut dalam mengharmonisasikan Kabupaten/Kota
Ranperda. Regulasi saat ini memberi a. Kepastian Hukum kewenangan Mendagri
kewenangan kepada Mendagri dalam dan Kemenkumham dalam
mengawasi penyelenggaraan Mengharmonisasikan Rancangan
Pemerintahan Daerah termasuk Perda Peraturan Daerah
terkhusus pada substansi materi muatan Keberadaan regulasi saat ini yang
Ranperda tetapi tidak secara eksplisit menjadi dasar pelaksanaan kewenangan
menjelaskan tentang pengharmonisasian Mendagri dan Kemenkumham dalam
dari sisi teknis terhadap Ranperda namun mengharmonisasikan Ranperda belum cukup
pada implemntasinya Mendagri baik dalam mengakomodasi aspek kepastian
memberikan rekomendasi perbakan pada hukum dalam mengharmonisasikan
substansi materi muatan yang berpatokan Ranperda yang memberikan kewenangan
pada kiblat UU Pemda dan teknis kepada Mendagri melalui fasilitasi Ranperda
peraturan perundang-undangan pada dan Kemenkumham dengan kewenangan
Ranperda sedangkan Kemenkuham harmonisasi Ranperda yang dinilai tidak
maksimal dimana Mendagi selalu diakibatkan oleh tidak ada aturan yang jelas
menggiring pembentukan Perda pada yang mengatur mengenai ruang lingkup
pelaksanaan otonomi daerah sedangkan pengawasan, hasil pengawasan dan bentuk
Kemenkumham mengupayakan kesesuaian atau kekuatan hukum pengawasan yang
substansi materi muatan Ranperda dan teknis dilakukan oleh Mendagri dan
Ranpedra dengan sistem hukum nasional. Kemenkumham dalam mengarmonisasikan
Perbedaan kewenangan ini lahir karena Ranperda.
belum ada kejelasan parameter dalam aturan Efektifitas pelaksanaan harmonisasi
pelaksana kewenangan tersebut dan Ranperda apabila mampu dibuktikan
keberadaan aturan pada tataran peraturan dengan idikator formil, materi dan
menteri yang melahirkan ego sekoral dari administratif yang dijadikan sebagai
kedua lembaga tersebut yang beradampak parameter dalam mengawasi atau
pada perbedaan penafsiran terhadap norma mengontrol pelekasanaan harmonisasi
materi muatan Ranperda sehingga perlu Ranperda sehingga dapat mencapai tujuan
aturan khusus yang memberikan kejelasan hukum dalam mencapai kemanfaatan hukum.
parameter pelaksanaan kewenangan Saran
Mendagri dan Kemenkumham dalam Berdasarkan kesimpulan yang telah
mengharmonisasikan Ranperda. penulis kemukakan sebelumnya, maka
b.Kemanfaatan kewenangan Mendagri dan penulis merasa perlu memberikan kontribusi
Kemenkumham dalam dalam bentuk saran-saran sebagai berikut :
Mengharmonisasikan Rancangan 1.Membentuk regulasi setingkat Perpres
Peraturan Daerah yang dijadikan sebagai parameter atau
Pengaturan kewenangan Mendagri rujukan pelaksanaan kewenangan
dan Kemenkumham dalam Mendagri dan Kemenkumham dalam
mengarmonisasikan Ranperda belum cukup mengharmonisasikan Rancangan
memadai dalam proses pembentukan Perda Peraturan Daerah di berbagai daerah di
dapat dilihat dari regulasi yang melegitimasi Negara Republik Indonesia.
pelaksanaan kewenangan kedua lembaga saat 2.Perlunya regulasi pada tataran Peraturan
ini yang belum cukup mengakomodasi Menteri yang membuktikan pelaksanan
efektifitas dan efisiensi dalam mengontrol kewenangan mengharmonisasikan
pelaksanaan kewenangannya. Realitas ini Ranperda sudah melewati proses
harmonisasi dari aspek substansi materi Pengukuhan Guru Besar FH-UI,
dalam Kusnu Goesniadhie,
muatan maupun aspek teknis
Hormonisasi Hulcum Dalam
pembentukan peraturan perundang- Perspektif Perundang-undangan (Lex
Specialis suatu Masalah),Penerbit JP
undangan yang dapat dijadikan sebagai
BOOKS, Surabaya, 2006.
suatu bukti administratif pelaksanaan
harmonisasi Rancangan Peraturan Daerah. M Nur Sholikin, dkk, Laporan Kajian
3.Tataran Implementasi adanya kesiapan Implementasi Pengawasan Perda Oleh
Pemerintah Dan Mahkamah Agung,
sumberdaya manusia dan budaya hukum Pusat Kajian Hukum Dan Kebijakan
yang baik agar professional dalam Indonesia..

menjalankan tugas, fungsi dan


Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara,
kewenangannya dalam 2013, Jakarta, PT Raja Grafindo.
mengharmonisasikan Rancangan Risky Dian Novita Rahayu Rochim,
Peraturan Daerah. Harmonisasi Norma-Norma Dalam
Peraturan PerundangUndangan
tentang Kebebasan Hakim, Jurnal
5. DAFTAR PUSTAKA Ilmiah, Malang: Universitas
Buku-buku: Brawijaya, 2014.

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Said Sampara, Op Cit., Dikutip dari buku
Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Surojo Wignyodipuro, 1983,
PT. Raja Grafindo Persada, 2006. Pengantar Ilmu Hukum,
Jakarta,Utrecth, 1983, Pengantar
Azis Syamsuddin, 2011. Proses dan Teknik dalam Hukum Indonesia, Ikthtiar,
Penyusunan Undang-Undang. Sinar Jakarta.
Grafika. Jakarta.
Said Sampara dkk, Pengantar Ilmu Hukum,
Hasibuan, H. Malayu, S.P., 2007. Total Media, Yogyakarta, 2011.
Manajemen Sumber Daya Manusia. Soerjono Soekanto & Sri Mamudji,
Jakarta ; Cetakan 9. PT. Bumi Aksara Penelitian Hukum Normatif : Suatu
Hasibuan, Malayu S.P. 2009. Manajemen Tinjauan Singkat,PT. Jakarta :Raja
Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2003.
Bumi Aksara.

Jimly Asshiddiqie,Komentar Atas Undang- Soehino, Hukum Tata Negara, Penyusunan


Undang Dasar Negara Republik dan Penetapan Peraturan Daerah,
Indonesia Tahun 1945, Sinar Grafika, Liberty, Yogyakarta, 1997.
Jakarta, 2009.
Suhartono, Harmonisasi Peraturan
L.M. Gandhi, Harmonisasi Hutatm Menuiu Perundang-Undangan Dalam
Hulrum Yang Responsfl Pidato Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara
(Solusi Penyerapan Anggaran Belanja Peraturan Perundang-undangan dalam
Negara Yang Efisien, Efektif Dan Pembentuakan Peraturan Perundang-
Akuntabel), Tesis, Jakarta: Universitas undangan dan Pembinaannya
Indonesia, 2011. (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 186, Tambahan
Peraturan Perundang-undangan: Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5729).
Undang-Undang Dasar Negara Republik Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014
Indonesia Tahun 1945. Tentang Peraturan Pelaksana Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 Pembentukan Peraturan Perundang-
Tentang Pembentukan Peraturan undangan (Lembaran Negara Republik
Perundang-Undangan (Lembaran Indonesia Tahun 2014 Nomor 199).
Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 80
Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2015 sebagaimana telah diubah
5234), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri dalam
beberapa kali, terakhir dengan Undang- Negeri Nomor 120 Tahun 2018
Undang Undang-Undang Nomor 13 Tentang Perubahan atas peraturan
tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Menteri dalam Negeri Nomor 80 Tahun
Atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Hukum Daerah.
Perundang-Undangan Undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Tahun 2022 Nomor 143, Tambahan Manusia Republik Indonesia Nomor 20
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Tentang Tata Cara dan
Nomor 6801). Prosedur
Pengharmonisasian,Pembulatan dan
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Pemantapan Konsepsi Rancangan
Tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Perundang-Undangan.
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Lembaran Negara Republik Indonesia Manusia Republik Indonesia Nomor 22
Nomor 5587), sebagaimana telah Tahun 2018 Tentang
diubah beberapa kali, terakhir dengan Pengharmonisasian Rancangan
Undang-Undang Nomor 9 tahun 2015 Peraturan Perundang-Undangan Yang
Tentang Perubahan Kedua Atas Dibentuk di Daerah oleh Perancang
Undang-Undang Nomor 23 tahun Peraturan Perundang-Undangan.
2014 Tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Surat Edaran Nomor M.HH-01.PP.04.02
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Tahun 2019 Tentang Tata Cara dan
Lembaran Negara Republik Indonesia Prosedur
Nomor 5679). Pengharmonisasian,Pembulatan dan
Pemantapan Konsepsi Rancangan
Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2015 Peraturan Daerah.
Tentang Keikutsertaan Perancang
Henry Campbell Black, Black’s Law
Dictionary, (St Paul Minn : West
Jurnal, Makalah dan Artikel: Publishing, 1990).
A. A.Oka Mahendra, Mekanisme Sumber Lainnya:
Penyusunan dan Pengelolaan Program
Legislasi Daerah.Jurnal Legislasi
Indonesia,Vol.3 No. 1 Tahun 2006.
Hhtps://www.hukumonline.com/berita/a/kpp
Erawan, P. (2022, 01 22). Supermasi Hukum od-kritik-putusan-mk-terkait-
Harus Disertai Kemampuan pembatalan-perda-lt5948f25f3a18f.
Menegakan Kaidah Hukum. mkri.id.
Surat Menteri Dalan Negeri, No :
188.34./6632/OTDA dan
N.M Spelt & ten Berge, Inleiding Lampirannya
Vergunningenrecht, Makalah Hasil
Penelitian, (Utrecht, December 1991). Surat Menteri Dalan Negeri, No :
188.34./1575/OTDA dan
Nomensen Sinamo, Hukum Administrasi Lampirannya
Negara, Jakarta : Jalan Permata Aksara,
2010
Philipus M Hadjon, 1997, Tentang
Wewenang, Yuridika, Surabaya.
Ruloff Fabian Yohanis Waas,
“Penyelenggaraan Otonomi Daerah di
Kabupaten Merauke dengan
Menggunakan Prinsip Desentralisasi
melalui UU 32 Tahun 2004”, Jurnal
Societas, Vol. 3, No. 1, 2014.
Susanto, S. N. (2020). Metode Perolehan Dan
Batas-Batas Wewenang Pemerintahan.
Administrative Law & Governance
Journal.
Yusdianto, “Hubungan Kewenangan Pusat
dan Daerah menurut Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah”, Jurnal
Padjadjaran, Volume 2 Nomor 3
Tahun 2015.
Kamus-kamus:
Anonymus : 2005, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai