Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang dikumpulkan
melalui penelitian kepustakaan berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, jurnal hukum,
artikel terkait penelitian dan beberapa dari situs-situs internet dan sumber bacaan lain. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa: 1). Pengaturan kewenangan pemerintah dalam
mengharmonisasikan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota melalui
Mendagri dan Kemenkumham belum mampu memberikan kejelasan parameter pelaksanaan
kewenangannya yang cenderung melahirkan perbedaan penafsiran terhadap objek yang menjadi
materi muatan Peraturan Daerah. 2). Dampak Pengaturan kewenangan pemerintah dalam
mengharmonisasikan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota saat ini yang
belum mampu mengakomodasi jaminan terhadap kepastian hukum dapat dilihat dari regulasi yang
melegitimasi pelaksanaan kewenangan tersebut belum optimal dalam melaksanakan dan
mengontrol pelaksanaan harmonisasi Rancangan Peraturan Daerah baik secara formil, materil
maupun adminstratif dalam proses pembentukan Peraturan Daerah.
ABSTRACT
The research method used is normative juridical using secondary data consisting of primary
legal materials and secondary legal materials collected through library research in the form of
books, laws and regulations, legal journals, articles related to research and some from internet sites
and other reading sources. The results of this study indicate that: 1). The regulation of government
authority in harmonizing the Draft Provincial and Regency/City Regional Regulations through the
Minister of Home Affairs and the Ministry of Law and Human Rights has not been able to provide
clarity on the parameters of the exercise of their authority which tend to hold differences in the
detention of objects that become the content of Regional Regulations. 2). The impact of setting
government authority in harmonizing the current Draft Provincial and Regency/City Regional
Regulations which have not been able to accommodate guarantees for legal certainty can be seen
from the regulations that legitimize the implementation of this authority that have not been optimal
in carrying out and controlling the implementation of harmonization of Draft Regional Regulations
both formally , material and administrative in the process of forming Regional Regulations.
Keywords: Government Authority, Harmonizing, Draft Regional Regulations, Legal
Certainty.
1.PENDAHULUAN Indonesia adalah negara kesatuan yang
berbentuk republik. Konekuensi yuridis dari
Latar Belakang Masalah
suatu negara kesatuan maka segala
Negara Indonesia adalah negara yang penyelenggaraan pemerintahannya harus
mengakui supermasi hukum sebagai jaminan dalam koridor pengawasan dan tidak
dalam mencapai kepastian hukum dalam melampaui kewenangan pemerintahan pusat.
upaya mengakomodasi kepentingan Keberadaan pemerintah daerah hanya
masyarakatnya dan mencegah terjadinya sebatas perpanjangan tangan dari
penyalahgunaan kewenangan oleh pemerintahan pusat dalam
penyelenggara negara. Suprmasi hukum mengimplementasikan arah kebijakan
harus disertai dengan kemampuan pemerintahannya.
menegakan kaidah hukum. M. Akil Mochtar Pemerintah daerah diberikan
menyebutkan supremasi hukum sebagai berbagai kewenangan dalam
salah satu esensi dari negara demokrasi penyelenggaraan pemerintahan daerah yakni
karena supremasi hukum mengimplikasikan dengan atribusi, delegasi dan mandate namun
pada pencegahan terjadinya tindakan terdapat kewenangan-kewenangan tertentu
penyalahgunaan kekuasaan dan menjaga yang menjadi urusan pemerintahan konkuren
masyarakat agar dalam menjalankan hak- yakni mengenai pembagian kewenangan dari
haknya tidak terjerumus dalam tindakan di pemerintah daerah Provinsi atau
luar batas hukum yang seringkali berdampak pemerintahan daerah Kabupaten/Kota dalam
anarkis (Erawan, Panji, 2022). menyelenggarakan pemerintahan daerah
Legitimasi supermasi hukum berdasarkan otonomi daerah. Dalam
Indonesia dipertegas dalam Pasal 1 ayat (3) pelaksanaan pemerintahan daerah
Undang-Undang Dasar Negara Republik berdasarkan otonomi daerah dan tugas
Indonesia (UUD NRI 1945) yang pembantuan diberikan wewenang untuk
menyatakan Negara Indonesia adalah negara membuat Peraturan Daerah (Perda) dan
hukum yang menghendaki segala aktifitas produk hukum daerah lainnya sebagai
dan penyelenggaraan negara harus legalitas dalam penyelenggaraan
didasarkan pada aturan-aturan hukum yang pemerintahan daerah.
berlaku di Indonesia. Pasal 1 ayat 1 UUD Kewenangan yang dimiliki
NRI 1945 menegaskan bahwa negara pemerintah daerah yang dibuat dalam Perda
seringkali mengalami pertentangan substansi Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015
dengan peraturan yang lebih tinggi dan Tentang Pembentukan Produk Hukum
dinilai bertentangan dengan kepentingan Daerah (Permendagri 120/2018) dan
umum dan arah kebijakan pemerintahan Kemenkumham sebagai instansi vertikal
pusat sehingga menimbulkan polemik dalam yang terlibat dalam setiap tahapan
menjamin kepastian hukum. Hal ini menjadi pembentukan Perda mulai dari perencanaan,
alasan Kementrian Dalam Negeri (Mendagri) penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
mengeluarkan Instruksi Mendagri No. penetapan dan pengundangan untuk
582/476/SJ tanggal 16 Februari 2016 tentang melakukan harmonisasi Ranperda agar tidak
Pencabutan/perubahan Perda. Pemerintah bertentangan dengan peraturan perundang-
pusat melalui Mendagri telah membatalkan undangan lainnya. Tahapan harmonisasi
sejumlah 3.143 Perda Alasan pemerintah sudah mulai pada tahap perencanaan yang
pusat membatalkan Perda-perda tersebut salah satunya yakni penyusunan Program
karena menghambat birokrasi dan perizinan Legislasi Daerah (Prolegda) dengan
investasi (Hukumonline.com). melibatkan instansi vertikal di bidang
Pembatalan Perda tersebut pembentukan peraturan perundang-
mengharuskan adanya kesungguhan undangan sesuai ketentuan Pasal 58 ayat (2)
Pemerintah dalam membangun sistem UUP3 yakni kepada Kemenkumham.
hukum nasional berkualitas dan terencana. Pelibatan kedua instansi vertikal ini
Harmonisasi sebagai solisi efektif dalam seringkali mengalami polemik yang
mengatasi permasalahan tersebut, melalui diakibatkan oleh perbedaan parameter
kewenangan Mendagri dalam proses dalam pelaksanaan kewenangan dan kurang
mengharmonisasikan Rancangan Peraturan memadainya instrument hukum dalam
Daerah (Ranperda) melalui kewenangannya melaksanakan dan mengontrol proses
dalam memfasilitasi Ranperda dan fasilitasi pembentukan Perda maka dibutuhkan
tersebut bersifat wajib terhadap Ranperda instrument hukum pembentukan peraturan
yang akan dibuat oleh pemerintah daerah perundang-undangan yang mengatur
(Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 88 ayat (1) dan pelaksanaan kewenangannya dalam
ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri mengontrol proses harmonisasi
Republik Indonesia Nomor 120 Tahun 2018 pembentukan Perda. Potensi disharmonisasi
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perda diakibatkan adanya perbedaan
penafsiran dalam pelaksanaaan kewenangan Pemerintah dalam Mengharmonisasikan
yang dilakukan Mendagri dan Rancangan Peraturan Daerah Sebagai Upaya
Kemenkumham dalam proses Menciptakan Produk Legislasi yang
mengharmonisasikan Ranperda maka Berkepastian Hukum“
diperlukan langkah strategis melalui politik Rumusan Masalah
hukum pemerintah dalam pembentukan 1. Bagaimanakah pengaturan kewenangan
peraturan perundang-undangan dengan pemerintah dalam mengharmonisasikan
mengakomodasi pemanfaatan potensi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan
daerah melalui prinsip-prinsip dasar otonomi Kabupaten/Kota?
daerah yang menghendaki adanya 2. Apakah dampak kewenangan pemerintah
kemandirian daerah untuk mengatur dalam mengharmonisasikan Rancangan
daerahnya sesuai asas otonomi daerah dan Peraturan Daerah Provinsi dan
tugas pembantuan. Kabupaten/Kota?
Terhadap fenomena hukum ini maka
diperlukan kajian yang komperhensif untuk 2. Tinjauan Pustaka
memberi kepastian hukum terhadap
1. Kewenangan
kewenangan tersebut. Kepastian
1) Pengertian Kewenangan
kewenangan dari lembaga negara akan
Kewenangan dalam Black’s Law
berdampak pada efektifitas kinerja lembaga
Dictionary diatrikan sebagai Legal Power; a
negara dalam menyediakan kebutuhan akan
right to command or to act ; the right and
produk legislasi yang responsif sehingga
power of public officers to requre obedience
mampu menjawab diskursus-diskursus yang
to their order lawfully issude in scope of
terjadi di tengah masyarakat saat ini. Dimana
their public duties. Kewenangan atau
produk legislasi yang responsif akan
wewenang adalah kekuasaan hukum, hak
mengakomodasi jaminan kepastian hukum
untuk memerintah atau bertindak; hak atau
dan kemanfaaatan terhadap pembangunan
kekuasaan pejabat publik untuk mematuhi
masyarakat.
aturan hukum dalam lingkup melaksanakan
Berdasarkan uraian latar belakang
kewajiban publik (Henry Campbell.1990 :
diatas maka penulis menganggap penting
Wewenang dalam hukum dapat
untuk melakukan kajian secara komperhensif
diartikan sebagai hak untuk berbuat atau
tentang ”Pengaturan Kewenangan
tidak berbuat. Menurut S.F. Marbun,
wewenaang mengandung arti kemampuan tersebut untuk bertindak berdasarkan hukum
untuk melakukan suatu tindakan hukum dan seagai sarana kontrol terhadap aktifitas
publik, atau secara yuridis adalah masyarakat.
kemampuan untuk bertindak yang diberikan 2) Sumber Kewenangan
oleh undang-undang yang berlaku untuk
Penyelenggaraan kewenangan
melakukan hubungan-hubungan hukum.
pemerintah sangat mengendepankan legalitas
Dengan demikian wewenang pemerintahan
dalam setiap tindakannya agar tindakannya
memiliki sifat-sifat antara lain: (1) express
memiliki legitimasi yang jelas sehingga dapat
implied, (2) jelas maksud dan tujuannya, (3)
dipertanggungjawabkan dan memiliki
terikat pada hukum tertentu, (4) tunduk pada
kekuatan hukum. Philipus M. Hadjon
batasan-batasan hukum tertulis dan tidak
mengemukanan bahwa kewenangan
tertulis dan (5) isi wewenang dapat bersifat
diperoleh melalui tiga sumber yaitu ; atribusi,
umum dan konkrit (Nomensen Sinamo, 2010
delegasi, mandate. Kewenangan atribusi
: 87).
lazimnya digariskan melalui kekuasaan
Berdasarkan Pasal 1 angka 5
negara oleh Undang-undang Dasar,
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014
kewenangan delegasi dan mandate adalah
Tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP)
kewenangan yang berasal dari pelimpahan
menyebutkan wewenang adalah hak yang
(Philipus M. Hadjon, 1997 :1).
dimiliki badan dan/atau tindakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan Perbedaan dari ketiga perbedaan
kewenangan dalam ketentuan Pasal 1 angka kewenangan tersebut yakni kewenanga
6 UUAP menjelaskan sebagai kekuasaan artibusi yaitu pemberian wewenang baru
badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau kepada lemaga dibawahnya, delegasi
penyelenggara negara lainnya untuk biasanya diartikan sebagai pemindahan atau
bertindak dalam ranah hukum publik. pengalihan kewenangan dari pemerintahan
Konsep kewenangan dan wewenang yang kedudukannya lebih tinggi kepada
sangat berhubungan erat dengan kekuasaaan pemerintahan yang kedudukannya lebih
namun kekuasaan yang diberikan rendah yang disertakan dengan tanggug
berdasarkan undang-undang atau sepanjang jawab. Berbeda dengan mandat yang berarti
adanya ketentuan hukum yang mengatur pelimpahan wewenang dari pemberi mandate
pemberian atau pengalihan kewenagan kepada penerima mandat namun tidak
terdapat pemindahan tanggungjawab atau Pengertian atribusi secara yuridis
tanggungjawab tetap berada pada pemberi formal dapat ditemukan dalam Pasal 1 agka
mandat. Setiap kewenangan dibatasi oleh isi (22) UUAP yang menyatakan atribusi adalah
atau materi, wilayah atau waktu. pemberian kewenangan kepada Badan
Penyelenggaraan kewenangan di luar dan/atau Pejabat Pemerintahan oleh UUD
mandate menimbulkan cacat kewenangan 1945 dan UU. Selanjutnya Pasal 12 ayat 1 (
UU 30/2014 Atribusi hanya mengenai
3) Jenis Kewenangan
kewenanangan baru atau yang sebelunya
Ridwan H. R, berpendapat bahwa
tidak ada dan diberikan kepada Badan
artibusi merupakan pemberian wewenang
dan/atau Pejabat Pemerintahan. Dengan
baru pemerintah melalui ketentuan peraturan
demikian dapat disimpulkan bahwa atribusi
perundang-undangan. Atribusi dapat berupa
adalah pemberian kewenangan kepada badan
kewenangan dalam peraturan perundang-
atau lembaga negara berdasarkan undang-
undangan yakni pemberian kewenangan
undang untuk melahirkan kewenangan baru
untuk membentuk peraturan perundang-
dalam tugas dan fungsinya.
undangan baik yang diberikan oleh UUD
Delegasi dapat didefinisikan sebagai
1945 maupun Undang-undang kepada suatu
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
lembaga negara atau pemerintah. Atribusi
formal kepada orang lain untuk
bersifat terus-menerus dapat dilaksanakan
melaksanakan kegiatan tertentu” (Handoko
atas prakrsa sendiri sesuai dengan kebutuhan.
2003 : 212). Delegasi wewenang adalah
Legislator yang kompeten untuk
proses dimana para manajer mengalokasikan
memberikan atribusi wewenang
wewenang ke bawah kepada orang-orang
pemerintahan dibedakan: original legislator,
yang melapor kepadanya. Pendelegasian
dalam hal ini di tingkat pusat adalah MPR
wewenang merupakan sesuatu yang vital
sebagai pembentuk Undang-undang Dasar
dalam organisasi. Menurut Hasibuan bahwa
dan DPR bersama Pemerintah sebagai yang
pendelegasian wewenang “memberikan
melahirkan suatu Undang-undang. Dalam
sebagian pekerjaan atau wewenang oleh
kaitannya dengan kepentingan daerah, oleh
delegator (pemberi wewenang) kepada
konstitusi diatur dengan melibatkan DPD. Di
delegate (penerima wewenang) untuk
tingkat daerah yaitu DPRD dan pemerintah
dikerjakannya atas nama delegator”
daerah yang menghasilkan Peraturan Daerah,
(Hasibuan, 2007 : 68).
(Ridwan H.R.2013 :104).
Pasal 1 angka 23 UUAP menyatakan terjadi peralihan tanggung jawab.
delegasi adalah pelimpahan kewenangan dari Berdasarkan uraian tersebut, apanila
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang wewenang yang diperoleh organ
lebih rendah dengan tanggungjawab dan pemerintahan secara atribusi itu bersifat asli
tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada berasal dari peraturan perundang-undangan,
penerima delegasi. Konsep delegasi adalah yaitu dari redaksi pasal-pasal tertentu dalam
pemidahan/pengalihan suatu kewenangan peraturan perundang-undangan. Penerima
apabila pelaksanaan kewenangan kurang dapat menciptakan wewenang baru atau
sempurna maka keputusan yang berdasarkan memperluas wewenang yang sudah ada
kewenangan tersebut tidak sah menurut dengan tanggung jawab intern dan ekstern
hukum. Dengan demikian dapat disimpulkan pelaksanaan wewenang yang didistribusikan
bahwa pendelegasian wewenang merupakan sepenuhnya berada pada penerima
pemberian kewenangan oleh atasan kepada wewenang atribusi.
bawahannya untuk melaksanakan kegiatan Philipus M. Hadjon berpendapat
tertentu. mandat tidak ada sama sekali pengakuan
Mandat adalah pelimpahan kewenangan atau pengalihtanganan
Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat kewenangan. Substansinya menyangkut
Pemerintahan yang lebih tinggi kepada janji-janji kerja intern penguasa dan pegawai,
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang seorang pegawai bertindak atas nama
lebih rendah dengan tangungjawab dan penguasa dan secara materil tindakannya
tangguung gugat tetap berada pada pemberi mempunyai beralasan hukum dan tetap
mandate (Pasal 1 angka 24 UUAP). merupakan badan yang berwenang. Secara
Pengertian mandat dalam asas-asas Hukum formal mempunyai tanggungjawab atas
Administrasi Negara, berbeda dengan keputusan yang diambilnya yakni
pengertian mandataris dalam konstruksi pertanggungjawabannya kepada penguasa
mandataris menurut penjelasan UUD 1945 atau pemberi mandat. Dengan demikian
sebelum perubahan. Dalam Hukum dapat disimpulkan bahwa mandat adalah
Administrasi Negara mandat diartikan pelimpahan wewenang oleh Pejabat Perintah
sebagai perintah untuk melaksanakan atasan, yang lebih tinggi kepada Pejabat Pemerintah
kewenangan dapat sewaktu-waktu yang lebih rendah untuk melaksanakan
dilaksanakan oleh pemberi mandat, dan tidak kewenangan tertentu dengan
penanggungjawab kewenangan berada pada itu juga berkelompok-kelompok. Hans
pemberi mandat. Nawiasky juga mengelompokkan norma-
2. Teori Hierarki Norma Hukum norma hukum dalam suatu negara itu
Menurut Hans Kelsen, norma itu menjadi empat kelompok besar yaitu: (Hans
berjenjang berlapis-lapis dalam suatu Nawiasky, 1948:31).
susunan hierarki. Pengertiannya, norma 1) Kelompok I : Staatsfundamentalnorm
hukum yang di bawah berlaku dan (normafundamental negara);
bersumber, dan berdasar dari norma yang 2) Kelompok II : Staatgrundsetz (aturan
lebih tinggi, dan norma yang lebih tinggi juga dasar negara)
bersumber dan berdasar dari norma yang 3) Kelompok III : Formell Gesetz (undang-
lebih tinggi lagi begitu seterusnya sampai undang formal)
berhenti pada suatu norma tertinggi yang 4) Kelompok IV : Verordnung dan
disebut sebagainorma dasar (grundnorm) dan Autonome satzung (aturan pelaksana dan
masih menurut Hans Kelsen termasuk dalam aturan otonom).
sistem norma yang dinamis. (Azis Berdasarkan teori Hans Nawiasky,
Syamsuddin, 2011 : 14-15). struktur tata urutan norma di Indonesia jika
Teori Hans Kelsen yang menganggap dikelompokkan sesuai teori tersebut maka;
hukum itu berjenjang dan berlapislapis (Adhitya Ahmad, 2020 : 3).
kemudian oleh muridnya yang bernama Hans 1.Staatsfundamentalnorm: Pancasila
Nawiasky mengembangkan teori tersebut (Pembukaan UUD NRI 1945);
dalam kaitannya dengan suatu negara.Hans 2.Staatsgrundgesetz: Batang Tubuh UUD
Kelsen dalam bukunya “allegemeine NRI 1945, Tap MPR, dan Konvensi
rechtslehre” atau lebih dikenal Ketatanegaraan;
dengan“stufenbau theory” mengemukakan 3.Formel gesetz: Undang-Undang;
bahwa suatu norma dari negara manapun 4.Verordnung en Autonome Satzung: Secara
selalu berlapis-lapis dan berjenjang. Tetapi hirarkis mulai dari Peraturan Pemerintah
Hans Nawiasky mencoba mengembangkan hingga Keputusan Bupati atau Walikota.
teori tersebut dengan teorinya “die lehre vom .3 Harmonisasi Rancangan Peraturan Daerah
demstufenaubau der rechtsordnung” bahwa 1) Pengertian Harmonisasi Hukum
selain norma itu berlapis-lapis dan Harmonisasi dalam Kamus Bahasa
berjenjang, norma hukum dari suatu negara Indonesia (KBBI) berarti pengharmonisasian
dan upaya mencari keselarasan. Harmonisasi d.Rapat pengharmonisasian konsepsi
dalam hukum adalah mencakup penyesuaian rancangan peraturan perundang-
peraturan perundang-undangan, keputusan undangan;
pemerintahan, keputusan hakim, sistem e. Paraf Persetujuan;dan
hukum dan asas-asas hukum dengan tujuan f. Penyampaian hasil pengharmonisaian
peningkatan kesatuan hukum, kepastian konsepsi rancangan peraturan perundang-
hukum, keadilan, kesebandingan, kegunaan undangan.
dan kejelasan hukum tanpa mengaburkan Prosedur harmonisasi diatas
dan mengorbankan prularisme hukum merupakan syarat formil dari proses
(L.M.Gandhi, 2006 : 71). Uraian tersebut harmonisasi yang dilakukan oleh lembaga
dapat disimpulkan harmonisasi sebagai pembentuk peraturan daerah. Prosedur
upaya proses penyesuaian asas, norma dan harmonisasi peraturan daerah yang tidak
konsepsi pengaturan hukum untuk mencapai memenuhi syarat formil perdampak pada
kesederhanaan pengaturan, kepastian dan kwalitas legislasi yang cacat prosedur atau
kemanfaatan. cacat hukum. Cacat hukum dapat diartikan
sebagai suatu ketidaksempurnaan atau
2) Prosedur Harmonisasi
ketidaklengkapan hukum sehingga tidak
Berdasarkan ketentuan Surat Edaran
mengikat secara hukum.
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia
4.Konsep Fasilitasi
Surat Edaran Nomor M.HH-01.PP.04.02
1) Pengertian Fasilitasi
Tahun 2019 Tentang Tata Cara dan Prosedur
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Pengharmonisasian, Pembulatan dan
Nomor 80 Tahun 2015 khususnya Pasal 1
Pemantapan Konsepsi Rancangan Peraturan
ayat 24 mengatur bahwa; “Fasilitasi adalah
Daerah. Mekanisme pengharmonisasian
tindakan pembinaan berupa pemberian
peraturan beberapa tahapan, yaitu;
pedoman dan petunjuk teknis, arahan,
a. Permohonan pegharmonisasian konsepsi
bimbingan teknis, supervisi, asistensi dan
rancangan peraturan perundang-
kerja sama serta monitoring dan evaluasi
undangan;
yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri
b.Pemeriksaan administrasi;
kepada provinsi serta Menteri Dalam Negeri
c. Analisis konsepsi;
dan/atau Gubernur kepada Kabupaten/Kota
terhadap materi muatan rancangan produk
hukum daerah berbentuk peraturan sebelum 87 sampai Pasal 90 Mekanisme fasilitasi
ditetapkan guna menghindari dilakukannya rancangan Perda yakni sebagai berikut:
pembatalan”. 1.Fasilitasi Perda Provinsi oleh Dirjen
2) Kewenangan Fasilitasi Otonomi Daerah dilakukan paling lama
15 hari setelah menerima rancangan
Kewenangan Gubernur dalam hal
Perda Provinsi, rancangan Peraturan
memfasilitasi rancangan Perda
gubernur dan rancangan peraturan
Kabupaten/Kota dan Direkturat Jendral
DPRD.
Otonomi Daerah terhadan rancangan perda
2.Hasil fasilitasi dibuatkan dalam bentuk
provinsi terdapat dalam Pasal 87, 88, 89, dan
surat oleh Dirjen Otonomi Daerah atas
Pasal 90 Permendagri 80/2015 tentang
nama Menteri tentang fasilitasi
Pembentukan Produk Hukum Daerah.
rancangan Perda provinsi,rancangan
Adapun jenis-jenis Perda Kabupaten/Kota
Peraturan Gubernur dan rancangan
yang difasilitasi menurut Pasal 88 Ayat 3
peraturan DPRD.
yaitu rancangan Perkada, rancangan PB
3.Penyempurnaan rancangan Perda
KDH, dan rancangan Peraturan DPRD.
provinsi untuk menindaklanjuti hasil
Fasilitasi terhadap rancangan Perkada,
fasilitasi dari Dirjen Otonomi Daerah.
rancangan PB KDH, dan rancangan
4.Gubernur mengajukan permintaan nomor
peraturan DPRD tidak diberlakukan terhadap
registrasi kepada Kepala Biro Hukum
Ranperda yang dilakukan evaluasi.
Sekretariat Jenderal setelah Gubernur
Pasal 90 Pemendagri 80/2019
bersama DPRD melakukan
mengatur fasilitasi Perda Provinsi yang
penyempurnaan terhadap rancangan
terdapat dalam Pasal 89 ayat (1) yaitu Perda
Perda yang dilakukan Evaluasi dan
Provinsi, rancangan Peraturan Gubernur, dan
Fasilitasi.
rancangan Peraturan DPRD Provinsi.
Fasilitasi rancangan Perda
3) Mekanisme Fasilitasi Rancangan
Kabupaten/Kota berlaku secara mutatis
Peraturan Daerah
mutandis sesuai ketentuan dalam Pasal 87
Fasilitasi rancangan Perda sampai Pasal 90 Permendagri Nomor 80
Kabupaten/Kota diatur dalam Permendagri Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk
Nomor 80 Tahun 2015 tentang Hukum Daerah.
Pembentukan Produk Hukum Daerah Pasal
5.Peraturan Daerah 2) Kekuatan hukum peraturan perundang-
undangan sesuai dengan hirarki
1) Pengertian Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Konsepsi Peraturan daerah tidak
Ketentuan diatas dapat dijelaskan
terlepas dari ketentuan peraturan perundang-
bahwa kekuatan mengikat suatu perundang-
undangan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-
undangan berdasarkan hirarkinya dimana
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
undang-undang yang lebih tinggi akan
Pembentukan Peraturan Perundang-
mengesampingkan undang-undang yang
Undangan yaitu peraturan tertulis yang
lebih rendah.
memuat norma hukum yang mengikat secara
2) Materi Muatan Peraturan Daerah
umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
Materi muatan Perda didasarkan pada
lembaga negara atau pejabat yang berwenang
hukum dasar yaitu dalam UUD 1945 yang
melalui prosedur yang ditetapkan dalam
menetapkan kewenangan daerah untuk
Peraturan Perundang-undangan.
menetapkan peraturan daerah. Pasal 18 ayat
Peraturan perundang-undangan
(2) UUD Tahun 1945 disebutkan bahwa
hirarkinya diatur dalam Pasal 7 Undang-
pemerintahan daerah provinsi, daerah
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus
Pembentukan Peraturan Perundang-
sendiri urusan pemerintahan menurut asas
Undangan yang menentukan bahwa :
otonomi dan tugas pembantuan. Basis
1) Jenis dan hierarki peraturan perundang-
otonomi itu ditetapkan bukan hanya di
undangan terdiri atas:
tingkat kabupaten dan kota, tetapi juga di
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik
tingkat provinsi. Dengan demikian struktur
Indonesia Tahun 1945;
pemerintahan berdasarkan ketentuan ini
b.Ketetapan Majelis Permusyawaratan
terdiri atas tiga tingkatan yang masing-
Rakyat ;
masing mempunyai otonominya sendiri-
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
sendiri, yaitu pemerintah pusat, provinsi dan
Pengganti UndangUndang;
kabupaten/kota. Pemerintah daerah diberi
d.Peraturan Pemerintah;
kewenangan untuk menetapkan peraturan
e. Peraturan Presiden;
daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
melaksanakan otonomi daerah dan tugas
g.Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
pembantuan (Jimly Asshiddiqie, 2009 : 58).
Ketentuan lebih lanjut terdapat pada pelaksanaan otonomi daerah yang baik serta
Pasal 293 menentukan bahwa materi muatan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat
Peraturan Daerah sebagai berikut: dan menjamin keutuhan Negara Kesatuan
1) Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Republik Indonesia.
Tugas Pembantuan, Daerah membentuk 3) Prosedur Pembentukan Peraturan
Peraturan Daerah Daerah
2) Pembentukan Perda oleh DPRD dengan Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka
persetujuan bersama kepala Daerah. 1 UUP3 disebutkan bahwa Pembentukan
3) Materi muatan Perda memuat ketentuan Peraturan Perundang-undangan adalah
mengenai pembuatan Peraturan Perundang-undangan
a. penyelenggaraan Otonomi Daerah dan yang mencakup tahapan Perencanaan,
Tugas Pembantuan; dan Penyusunan, Pembahasan, Pengesahan atau
b.penjabaran lebih lanjut ketentuan penetapan, dan Pengundangan.
peraturan perundang-undangan yang 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
lebih tinggi. A. Pengaturan kewenangan pemerintah
4) Materi muatan Perda lainnya memuat dalam mengharmonisasikan Rancangan
materi muatan lokal sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi dan
ketentuan peraturan perundang- Kabupaten/Kota
undangan. 1.Pengaturan kewenangan Mendagri
Pembentukan peraturan daerah telah dalam fasilitasi harmonisasi Rancangan
ditetapkan asas-asas yang harus dipenuhi Peraturan Daerah Provinsi dan
meliputi kejelasan tujuan, kesesuaian antara Kabupaten/Kota
jenis dan materi muatan, dapat dilaksanakan, a) Kewenangan Mendagri dalam
kedayagunaan dan kehasilgunaan. Materi pembentukan Rancangan Peraturan
muatan peraturan daerah juga tidak boleh Daerah
bertentangan dengan peraturan perundang-
Keterlibatan Mendagri dalam
undangan yang lebih tinggi (Eka NAM
pembentukan Perda erat kaitannya dengan
Sihombing, 2010 : 189). Parameter yang
kewenangan pengawasannya dalam
ditentukan meliputi kesesuaian proses
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
pembuatan peraturan daerah dan materi
Wewenang berkaitan dengan kekuasaan,
muatan peraturan daerah untuk menjamin
kekuasaan memiliki makna yang sama
dengan wewenang, karena kekuasaan yang Selanjutnya Pasal 383 UU 23/2014
dimiliki oleh eksekutif, legislatif dan ”Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan
yudikatif adalah kekuasaan formal. Peraturan dan pengawasan diatur dengan peraturan
perundang-undangan menjadi dasar pemerintah”, Ketentuan ini yang menjadi
legitimasi kekuasaan formal legitimasi wewengan pengawasan yang
penyelenggaraan kewenangan tersebut dilaksanakan oleh Mendagri sesuai Pasal 2
(Philipus M. Hadjon, 1997 : 1). PP 12/2017 “Pembinaaan dan pengawasan
penyelenggaraan pemerintah daerah secara
Perkembangan pembangunan dan
nasional dikoordinasikan oleh Menteri”.
arah kebijakan pemerintah pusat maka
Pasal 1 ayat (9) menegaskan bahwa Menteri
perkembangan politik hukum dengan UU
yang menyelenggarakan urusan
Pemda memberikan kewenangan
pemerintahan dalam negeri” ketentuan ini
pengawasan Perda melalui lembaga
secara eksplisit menjelaskan bahwa
Mendagri untuk melakukan pembinaan dan
Mendagri yang berwenang melaksanakan
pengawasan terhadap pengelenggaraan
pengawasan terhadap penyelenggaraan
urusan pemerintahan daerah. Kewenangan
pemerintahan daerah.
pengawasan tersebut terdapat pada Pasal 373
Substansi Pengawasan sebagaimana
UU Pemda yaitu :
dimaksud dalam Pasal 250 ayat 1 UU Pemda
1.Pemerintah Pusat melakukan pembinaan sebagai berikut “Perda dan Perkada
dan pengawasan terhadap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ayat (1) dan ayat (3) dilarang bertentangan
provinsi. dengan peraturan perundang-undangan
2.Gubernur sebagai wakil Pemerintah yang lebih tinggi, kepentingan
Pusat melakukan pembinaan dan umum,dan/atau kesusilaan”
pengawasan terhadap penyelenggaraan Pasca putusan Mahkamah Konstitusi
Pemerintahan Daerah kabupaten/kota. Nomor 56/PUU-XIV/2016 terhadap Pasal
3.Pembinaan dan pengawasan 251 ayat (1), ayat (4) dan ayat (7) UU Pemda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Menteri Dalam Negeri tidak
secara nasional dikoordinasikan oleh berwenang mencabut Perda Provinsi dan
Menteri. Putusan Nomor 137/ PUU-XIII/2015
terhadap Pasal 251 ayat (2), ayat (3), ayat (4)
dan 8 UU yang menghapus kewenangan 3. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat
gubernur dalam membatal Perda (1) memuat materi muatan:
Kabupaten/Kota. a. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan
Penerapan pengawasan atau kontrol Tugas Pembantuan; dan
terhadap Ranperda dilakukan melalui Pasal b. Penjabaran lebih lanjut ketentuan
242 ayat (4) UU Pemda terhadap Perda peraturan perundang-undangan yang
kabupaten/kota dan Pasal 242 ayat (5) UU lebih tinggi.
Pemda terhadap Perda Provinsi sebagai dasar 4. Selain materi muatan sebagaimana
legitimasi kewenangan Mendagri dalam dimaksud pada ayat (3) Perda dapat
mengawasi Perda melalui kewenangannya memuat materi muatan lokal sesuai
dalam memberikan nomor registrasi terhadap dengan ketentuan peraturan perundang-
setiap rancangan Perda. Nomor registrasi undangan
sebagai syarat mutlak terhadap eksistensi
legalitas suatu Perda bila ditetapkan. Materi muatan sangat penting dalam
Pasal 2 Perpres 83/ 2012 yang menyebutkan Ranperda agar Perda yang dihasilkan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang- Harmonisasi dilakukan sebagai upaya
undangan lainnya. Harmonisasi peraturan atau proses penyesuaian kaidah atau norma
perundang-undangan dapat diartikan sebagai dalam materi muatan perundang-undangan
suatu proses penyelarasan atau penyerasian dalam In Casu Perda agar menghasilkan
peraturan perundang-undangan yang hendak produk hukum yang harmonis, teintegrasi
atau sedang disusun, agar peraturan dan taat asas serta berkepastian hukum dalam
perundang-undangan yang dihasilkan sesuai sistem hukum nasional.
prinsip-prinsip hukum dan peraturan
c) Implementasi Kewenangan Kementrian
perundang-undangan yang baik (Risky Dian
Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam
Novita R. Rochim,2014 : 7).
Mengharmonisasikan Rancangan
Berdasarkan Permenkumam 22/2018 Peraturan Daerah
Tentang Pengharmonisasian Rancangan Pelaksanaan kewenangan
Peraturan Perundang-undangan yang Kemenkumham dalam pemgharmonisasian
Dibentuk di Daerah oleh Perancang rancangan peraturan perundang-undangan in
Peraturan Perundang-undangan casu Perda berdasarkan Pasal 5
(Permenkumam 22/2018) Pasal 5 Permenkumham 22/2018 dan Surat Edaran
menyebutkan bahwa pengharmonisasian Nomor M.HH-01.PP.04.02 Tahun 2019
rancangan peraturan perundang-undangan Tentang Tata Cara dan Prosedur
yang dibentuk di daerah bertujuan untuk: Pengharmonisasian, Pembulatan dan
Pemantapan Konsepsi Rancangan Peraturan
a. menyelaraskan dengan:
Daerah terhadap. Berikut ini beberapa contoh
1.Pancasila, Undang-Undang Dasar hasil harmonisasi Ranperda yang dilakukan
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, oleh Kanwil Kemenkumham.
peraturan perundang-undangan yang Ranperda Sulawesi Selatan Tentang
setingkat atau yang lebih tinggi dan Fasilitasi Pencegahan dan Pemberantasan
Putusan Pengadilan; dan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
2.teknik penyusunan peraturan Narkotika dan Prekusor Narkotika,
perundang-undangan; dan
b.menghasilkan kesepakatan terhadap
substansi yang diatur.
Tabel 3.5 Ranperda Sulsel Tentang Narkotika
RANPERDA HASIL HARMONISASI
BAB II Pasal 2
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP 1) Fasilitasi Pencegahan dan Pemberantasan
Pasal 2 Pelaksanaan fasilitasi pencegahan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
danpemberantasan penyalahgunaan dan Narkotika dan Prekursor Narkotika
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor berasaskan:
Narkotika berasaskan: a. kepastian hukum;
a. keadilan;
b. keadilan;
b. pengayoman;
c. ketertiban dan keamanan;
c. kemanusiaan; d. perlindungan;
d. ketertiban;
e. pengayoman;
e. perlindungan;
f. keamanusiaan;
f. keamanan;
g. nilai-nilai ilmiah;
g. kepastian hukum;
h. kearifan lokal.
h. kemitraan; dan
2) Tujuan Fasilitasi sebagaimana dimaksud
i. kearifan lokal. pada ayat (1) adalah:
Pasal 3
a. mewujudkan kesejahteraan dan
Pembentukan Peraturan Daerah ini betujuan
perlindungan kepada Masyarakat;
untuk:
b. menumbuhkan dan meningkatkan
a. mengatur dan memperlancar pelaksanaan
pengetahuan dan kesadaran
upaya fasilitasi pencegahan dan
Masyarakat mengenai bahaya
pemberantasan penyalahgunaan dan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika dan Prekursor Narkotika;
Narkotika secara terencana, terpadu,
c. melakukan Pencegahan
terkoordinasi, menyeluruh dan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
berkelanjutan di Daerah;
Narkotika dan Prekursor Narkotika;
b.memberikan perlindungan kepada d. melakukan Pemberantasan terhadap
masyarakat dari ancaman penyalahgunaan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
dan peredaran gelap Narkotika dan Narkotika dan Prekursor Narkotika;
Prekursor Narkotika; dan dan
e. menjamin pengaturan upaya
c. membangun partisipasi masyarakat untuk
Rehabilitasi Medis terhadap
turut serta dalam upaya fasilitasi
Penyalahguna dan Pecandu Narkotika
pencegahan dan pemberantasan
dan Prekursor Narkotika.
penyalahgunaan dan peredaran gelap
3) Ruang lingkup pengaturan Fasilitasi
Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pencegahan dan Pemberantasan
tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
dalam peraturan yang hirarkinya lebih tinggi. daerah khususnya terhadap proses fasilitasi
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Said Sampara, Op Cit., Dikutip dari buku
Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Surojo Wignyodipuro, 1983,
PT. Raja Grafindo Persada, 2006. Pengantar Ilmu Hukum,
Jakarta,Utrecth, 1983, Pengantar
Azis Syamsuddin, 2011. Proses dan Teknik dalam Hukum Indonesia, Ikthtiar,
Penyusunan Undang-Undang. Sinar Jakarta.
Grafika. Jakarta.
Said Sampara dkk, Pengantar Ilmu Hukum,
Hasibuan, H. Malayu, S.P., 2007. Total Media, Yogyakarta, 2011.
Manajemen Sumber Daya Manusia. Soerjono Soekanto & Sri Mamudji,
Jakarta ; Cetakan 9. PT. Bumi Aksara Penelitian Hukum Normatif : Suatu
Hasibuan, Malayu S.P. 2009. Manajemen Tinjauan Singkat,PT. Jakarta :Raja
Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2003.
Bumi Aksara.