Anda di halaman 1dari 8

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di alam semesta sering kali kita menjumpai berbagai macam benda yang
membantu kita mempermuda pekerjaan sehari-hari. Benda-benda di alam semesta
ini pada umumnya dapat berwujud dalam tiga fasa yang berbeda, yaitu sebagai
bentuk zat padat, zat cair, serta gas. Materi atau zat dikelompokkan menjadi zat
tunggal (murni) dan zat campuran. Unsur merupakan zat murni yang paling
sederhana sedangkan senyawa merupakan gabungan dari dua atau lebbih unsur
yang terbentuk melalui proses reaksi kimia. Suatu zat umumnya berbentuk gas,
cair, serta padat. Dari ketiga zat tersebut, semuanya memiliki sifat yang khas yang
nantinya, sifat tersebut akan menjadi salah satu aspek yang digunakan dalam
pembagian zat yang tersebar di alam semesta. Namun, sifat dari ketiga zat tersebut
dipengaruhi juga oleh kalor, suhu dan tekanan tertentu dapat merubah bentuk
suatu zat di muka bumi.
Dalam termodinamika, peninjauan perubahan energi pada sebuah objek
lebih sering di tinjau dari aspek perubahan kalor, dimana kalor berpindah dari
benda bersuhu tinggi menuju benda bersuhu rendah. kalor sendiri terdiri dari kalor
laten dan kalor sensible, dimana keduanya memiliki kemampuan dan fungsinya
masing-masing. Kalor sensible bekerja dalam proses perubahan temperatur tanpa
perubahan fase zat, sedangkan kalor laten bekerja dalam mengubah fase zat pada
tempratur jenuh atau tanpa mengubah temperaturnya.
Proses peleburan suatu zat melibatkan kalor laten dan kalor sensible. oleh
karena itu untuk memahami lebih dalam tentang kalor maka, dalam kesempatan
ini peneliti ingin meneliti tentang kalor peleburan lebih lanjut dengan
menggunakan beberapa bahan untuk mengetahui nilai kalor peleburan serta untuk
mengamati perubahan fasa pada proses peleburan.
Pengaruh kalor (panas) terhadap wujud zat sangat berpengaruh. Wujud zat
cair dapat menjadi zat padat yang disebut dengan membeku, zat padat dapat
menjadi zat cair yang disebut mencair, zat cair bisa menjadi gas disebut dengan
menguap, gas dapat menjadi cair disebut mengembun, gas menjadi padat disebut
mengkristal, sedangkan gas menjadi padat disebut menyublim.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagimana cara menghitung kalor peleburan?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
1. mempelajari perubahan wujud/fase zat.
2. mencari nilai kalor peleburan zat.
1.3.2 Manfaat
Penelitian ini bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca dalam
menambah wawasan tentang kalor peleburan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Perubahan Wujud Benda
Status benda dapat terdiri dari tiga fasa yang berbeda, yakni padat, cair,
dan gas. Sebagai contoh, air bisa dalam bentuk cair, es sebagai bentuk padatnya,
atau uap sebagai gasnya (lihat Gambar 1). Setiap benda atau materi bisa muncul
dalam salah satu dari ketiga fase tersebut di bawah kondisi suhu dan tekanan
tertentu. Perubahan energi yang diberikan atau diambil dari benda akan
mempengaruhi suhu dan fase benda tersebut. Untuk membantu memahami konsep
ini, mari kita tinjau teori molekul. Sebagai contoh, pada suhu dan tekanan
atmosfir, air berwujud cair. Molekul air bergerak secara acak dengan jarak
antarmolekul yang cukup jauh dan sering terjadi tumbukan elektron. Jika suhu air
dinaikkan hingga 100oC (212oF) dan tekanan konstan pada 1 atmosfir, maka air
akan mendidih dan berubah menjadi uap. Proses ini disebut perubahan fase dari
cair ke gas. Uap air atau steam adalah air dalam bentuk gas. Sifat molekul uap air
dalam bentuk gas berbeda dengan sifat molekul air dalam bentuk cair. Jarak
antarmolekul uap menjadi lebih jauh dan kecepatan gerak molekul menjadi lebih
besar dari molekul air. Uap juga memiliki tingkat kompresibilitas yang tinggi dan
mudah dipampatkan, sementara air dalam bentuk cair hampir tidak bisa
dipampatkan. Sifat molekul uap air mirip dengan gas murni. Sebaliknya, jika suhu
air dalam wujud cair turun hingga mencapai 0 oC (32 oF) dengan tekanan tetap
konstan pada 1 atmosfir, maka air akan membeku dan berubah menjadi es sebagai
bentuk padatnya. Sifat molekul es mirip dengan sifat molekul padat lain, yaitu
jarak antarmolekul relatif lebih dekat, gerakan molekul menjadi tertahan sehingga
energi molekul menjadi lebih rendah dan tidak bisa dipampatkan. Proses
perubahan fase untuk benda lain sama seperti air, namun pada kondisi suhu dan
tekanan yang berbeda.
Gambar 2.1. Wujud benda tergantung pada suhu dan tekanannya
2.1.2 Fasa Padat
Benda yang berada dalam fase padat atau solid memiliki energi
potensial internal yang relatif kecil. Hal ini disebabkan oleh molekul benda yang
agak rapat akibat adanya gaya tarik dan gaya gravitasi. Struktur molekulnya
menjadi kaku sehingga pergerakan molekul menjadi terbatas. Karena sifat kaku
(rigid) dari struktur molekulnya, benda dalam fase padat cenderung memiliki
ukuran dan bentuk yang tetap, dan tidak dapat dimampatkan (non-kompressibel).
2.1.3 Fasa Gas
Molekul dalam keadaan gas memiliki energi yang lebih besar
dibandingkan dengan dalam keadaan cair. Hal ini memungkinkan molekul untuk
bergerak dengan kecepatan tinggi dan saling bertumbukan dengan molekul lain
dan dinding wadahnya. Molekul gas tidak terikat secara kuat satu sama lain
sehingga gas dapat mempertahankan ukurannya, tetapi tidak bentuknya. Karena
molekul gas tidak terikat dengan kuat, gas dapat dengan mudah dikompresi, tetapi
juga mudah bocor jika wadahnya tidak baik.
2.1.4 Fasa Cair
Molekul yang berada dalam fase cair memiliki energi yang lebih besar
dibandingkan dengan dalam fase padat. Hal ini memungkinkan molekul untuk
lebih bebas bergerak karena energinya dapat mengatasi gaya tarik-menarik antara
molekul. Oleh karena itu, molekul cair dapat mengalir mengikuti bentuk
wadahnya karena molekulnya dapat bergerak ke segala arah tanpa terikat secara
kaku.
2.1.5 Kurva T – Q untuk Air

Gambar 2.2. Diagram Kurva T-H


Satu pound air pada tekanan atmosfer dapat mengalami perubahan
wujud sesuai dengan kurva T-H yang menunjukkan hubungan antara suhu air dan
energi panas yang dikandungnya. Kurva ini digunakan untuk memperlihatkan
proses perubahan wujud dan hubungan antara kandungan panas atau entalpi dan
suhu pada air. Ketika energi panas yang ditambahkan ke air dalam wujud cair
mencukupi kebutuhannya, maka air akan mendidih dan mengeluarkan uap.
Sementara itu, bila energi panas yang diambil dari air mencukupi kebutuhannya,
maka air akan membeku dan berubah menjadi padat atau solid. Gambar 1
menunjukkan titik awal diagram kurva T-H dimulai dari satu pound es pada suhu
0oF, dengan suhu diplot pada sumbu vertikal dan kandungan panas atau entalpi
pada sumbu horizontal.

Ketika energi panas secara perlahan ditambahkan kepada es, maka suhu
es akan naik secara gradual sebesar 2oF/Btu. Panas spesifik (c) untuk es adalah
0,5 Btu/lb. Proses pemanasan es ditunjukkan dalam garis AB, di mana energi
panas yang diperlukan untuk proses ini disebut panas sensibel (QS). Panas
sensibel adalah energi panas yang dapat menghasilkan efek sensibel pada benda
yang diberikan atau diambil energinya, yaitu perubahan suhu yang dapat diukur
dengan thermometer. Pada titik B, es masih tetap solid, tetapi suhunya naik
menjadi 32oF. Panas sensibel yang diperlukan oleh es untuk menaikkan suhunya
dari 0 ke 32oF adalah sebesar 16 Btu.

Ketika energi panas ditambahkan ke es pada titik B, suhu es tidak akan


naik, namun es mulai mencair. Garis BC pada gambar menunjukkan penambahan
energi panas selama proses pencairan yang tidak merubah suhu es. Jenis energi
panas ini disebut panas laten (QL), yang merupakan energi panas yang dapat
menghasilkan perubahan wujud pada suatu benda tanpa merubah suhunya. Panas
laten untuk pencairan es pada tekanan atmosfer dan suhu 32oF atau 0oC adalah
144 Btu/lb. Energi panas sebesar 144 Btu hanya digunakan untuk merubah satu
pound es pada suhu 32oF menjadi satu pound air pada suhu yang sama, 32oF.
Karena efek dari penambahan energi panas selama proses pencairan tidak dapat
dideteksi oleh indera manusia, maka jenis energi panas ini disebut panas laten atau
latent heat.

QL = m.L..........................................................(2.1)
m = massa (kg)
L = kapasitas panas peleburan (kj/kg C)

Kembali ke percobaan di atas, bila energi panas ditambahkan ke air


(titik C), secara gradual suhu air akan naik, 1 oF/Btu. Pada saat suhu air mencapai
212oF (100oC) titik D, maka panas sensibel yang diperlukan adalah 180 Btu
(340-160).

Q = m.c.Δt........................................................(2.2)
Q = Kuantitas Panas yang diukur dalam (kJ)
m = masa benda dalam kilogram (kg)
c = panas spesifik dalam (kJ/kg.C)
Δt = perubahan suhu dalam(° C.)
Bila energi panas terus ditambahkan ke air yang suhunya telah
mencapai 100° C (titik D), secara gradual air mulai mendidih dan mengeluarkan
uap. Diperlukan panas laten sebesar 970 Btu (1310- 340) untuk merubah wujud
air menjadi uap. Panas laten untuk penguapan air pada tekanan atmosfir dan pada
suhu 100° C (QL atau LV) adalah 970 Btu/lb. Bila penambahan energi panas terus
berlanjut, maka suhu uap akan naik. Panas sensibel yang diperlukan untuk
merubah suhu uap setiap derajad fahrenheit adalah 0,48 Btu. Nilai ini sesuai
dengan besaran panas spesifik untuk uap c = 0,48 Btu/Lb. Kembali ke
keseluruhan bahasan dari sesi ini, yaitu energi panas, daya dan perubahan wujud
benda, yang paling penting harus kita pahami berkaitan dengan proses refrigerasi
dan tata udara adalah panas sensibel dan panas laten.

QLpenguapan = m Lpenguapan.....................................(2.3)
m = massa kg
Lpenguapan = kapasitas panas penguapan kj/kg c

Pengukuran kandunagn panas merupakan hal yang paling penting


dalam refrijerasi dan Tata Udara. Analisis yang paling utama adalah perhitungan
panas total (Q) yaitu penjumlahan panas sensibel dan panas laten. Oleh karena itu
dengan mengacu ke Gambar 2.2, pastikan anda sudah paham benar tentang
diagram T-H.

PanasTotal (entalpi) = panas sensibel + panas laten...................(2.4)

Dalam proses pengkondisian udara, penambahan atau pengambilan


energi panas ke atau dari benda, baik udara, refrigeran, produk makanan dan
benda lainnya akan selalu berlangsung secara terus menerus. Sekarang pelajari
dengan lebih seksama Gambar 2 yang membahas topik sama, tentang proses
perubahan wujud air melalui diagram T-H seperti Gambar 1 Tetapi satuan yang
digunakan berbeda yakni menggunakan sistem metrik dan system internasional.
Yaitu:
LF = 80 kcal/kg = 334 kJ/kg
LV = 540 kcal/kg = 2256 kJ/kg

Anda mungkin juga menyukai