Anda di halaman 1dari 168

ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN


DAN LABA RUGI PENARIKAN AKTIVA TETAP
UNTUK PENETAPAN LABA
MENURUT AKUNTANSI DAN PERPAJAKAN

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN


DALAM MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI

■2.04c f 9S'
A-sy

DIAJUKAN OLEH

M. ALI ASYHAR
No. Pokok : 048812917

KEPADA
FAKULTAS EKONOM I UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI

ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN

DAN LABA RUGI PENARIKAN AKTIVA TETAP

UNTUK PENETAPAN LABA

MENURUT AKUNTANSI DAN PERPAJAKAN

DIAJUKAN OLEH :

M. ALI ASYHAR

No. Pokok : 048812917

TELAH DISETUJUI DAN DITERIMA DENGAN BAIK OLEH

DOSEN PEMBIMBING,

TANGGAL

KETUA JURUSAN,

TANGGAL U -

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA,........

TELAH DISETUJUI DAN SIAP UNTUK DIUJI

DOSEN PEMBIMBING,

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadlirat Allah SWT.

atas segala limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga

skripsi ini bisa terselesaikan.

Skripsi ini disusun guna memenuhi sebagian persyara-

tan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi

Universitas Airlangga, sehingga mutlak harus dipenuhi

oleh mahasiswa.

Kiranya skripsi ini sulit terselesaikan tanpa ban-

tuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan yang

baik ini kami ingin menyampaikan rasa terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Budi Setiorahardjo, selaku dosen pembimbing

dalam penulisan skripsi ini. Beliau telah banyak

membantu demi kelancaran skripsi ini.

2. Rekan Arief Tejo Sumartono, tanpa bantuannya rasanya

sulit untuk menyelesaikan skripsi ini dengan secepatn-

ya.

3. Juga rekan Hasan S., Sugeng S., dan Hasyim. Teriina

kasih atas pemberian dorongan/motivasi untuk secepatn-

ya menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa pula kepada

rekan-rekan jurrassie '88 UNAIR.

4. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Bapak Johar

Djaelani dan Mas Heru Tjaraka yang telah berkenan mel-

uangkan waktu untuk berdiskusi tentang skripsi ini.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Ibarat tak ada gading yang tak retak, maka kami

menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari kesem-

purnaan, untuk itu segala kritik yang konstruktif akan

diterima dengan senang hati.

Akhirnya kami berharap mudah-mudkhan skripsi ini

bisa membawa manfaat yang besar bagi perkembangan akun­

tansi dan perpajakan di Indonesia. Amiin.

Surabaya, Akhir Juni 1995

Penulis

M. Ali Asyhar

II

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .............................. I

DAFTAR ISI .................................. Ill

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ...................... 1

1.2. Perumusan Masalah ........................... 3

1.3. Tujuan Penelitian ........................... .4

1.4. Manfaat Penelitian .......................... 4

1.5. Sistematika Penulisan Skripsi .............. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori .............................. 7

2.1.1. Penyusutan, Laba Rugi Penarikan aktiva

Tetap Menurut Akuntansi............... 7

2.1.1. Pengertian Aktiva Tetap ......... 7

2.1.2. Penyusutan Aktiva Tetap ......... 8

2.1.3. Laba Rugi Penarikan Aktiva Tetap.. 24

1. Laba Rugi Penarikan ............ 25

v • 2. Laba Rugi Pertukaran ........... 26

2.1.2. Penyusutan, Laba Rugi Penarikan Aktiva

Tetap Menurut Perpajakan ............ 28

2.1.2.1. Harta yang disusutkan ......... 28

2.1.2.2. Penyusutan Harta berwujud dan

tak Berwujud menurut perpajakan.... 36

2.1.2.3. Pengelompokan harta yang disusut-

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

kan dan jangka waktu penyusutan ... 44

2.1.2.4. Tarif, Dasar, dan metode penyusu­

tan .............................. 47

2.1.2.5. Laba Rugi Penarikan ............. 50

2.2. Metode Penelitian ............................. 55

2.2.1. Definisi Operasional .................... 55

2.2.2. Jenis dan sumber Data ................... 55

2.2.3. Teknik Analisis ......................... 56

BAB III PEMBAHASAN

3.1, Pengaruh Ketentuan Tentang Penyusutan Terhadap

Laba Kena Pajak .............................. 57

3.1.1. Basis Pembukuan ..... *.................. 58

3.1.2. Harta Yang Disusutkan .................. 65

3.1.3. Penentuan Harga Perolehan ............. 75

3.1.4. Pengelompokan Harta dan Jangka Waktu

Penyusutan ............................. 96

3.1.5. Tarif, Dasar, dan Metode Penyusutan .... 104

3.2. Pengaruh Pengakuan Laba Rugi Penarikan

Terhadap Laba Kena Pajak ..................... 129

3.2.1. Pengakuan Laba Penarikan dan Pertukaran.. 131

3.2.1. Pengakuan Rugi Penarikan dan Pertukaran.. 137

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

4.1. Simpulan ....................................... 151

4.2. Saran .......................................... 156

DAFTAR PUSTAKA ..................................... 159

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Dalam rangka menuju era industrialisasi seperti yang

digalakkan oleh pemerintah dan dalam era perekonomian

saat. ini, aktiva tetap akan semakin banyak digunakan

dalam dunia usaha. Aktiva tetap biasanya meliputi jumlah

yang besar dari keseluruhan aktiva, lebih-lebih untuk

perusahaan yang bergerak dalam bidang industri. Pembeba­

nan aktiva tersebut sebagai biaya dilakukan melalui

penyusutan, deplesi, dan amortisasi selama beberapa

tahun. Istilah aktiva tetap tidak dikenal dalam perpaja­

kan, istilah ini hanya dikenal dalam akuntansi. Sedang

perpajakan (pajak penghasilan di Indonesia) menggunakan

istilah harta berwujud dan harta tidak berwujud.

Pembebanan aktiva tetap sebagai biaya dalam akuntan­

si dikenal dengan istilah penyusutan untuk aktiva berwu­

jud, deplesi untuk sumber alam, dan amortisasi untuk

aktiva tidak berwujud dan beban yang ditangguhkan. Perpa­

jakan menggunakan istilah penyusutan untuk harta berwujud

dan amortisasi untuk harta tidak berwujud, beban yang

ditangguhkan, hak penambangan minyak dan gas bumi, dan

hak pengusahaan hutan (HPH). Istilah deplesi tidak ada

dalam perpajakan. Istilah-istilah ini sebenarnya sama,

yaitu merupakan alokasi bagian dari nilai aktiva tetap

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar

;
ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

menjadi biaya dengan cara yang sistenatis dan rasional

selama taksiran masa pemanfaatan.

Disatu sisi pemerintah berkepentingan memungut

pajak, disisi lain pemerintah berkewajiban mendorong

industrialisasi. Oleh karena itu ketentuan perpajakan

harus dapat memenuhi dua hal yang saling bertentangan

tersebut. Jangan sampai ketetentuan penyusutan perpajakan

hanya dapat memasukkan pajak ke kas negara, tetapi mem-

buat perusahaan tidak berkembang karena enggan melakukan

ekspansi industrialisasi.

Seiring dengan proses industrialisasi, maka banyak

perkembangan baru dalam cara perolehan. aktiva tetap

misal ruilslag; build, operate, and transfer (BOT);

build, operate, and own (BOO). Ruilslag sebenarnya bukan

hal baru dalam akuntansi maupun perpajakan, karena ruils­

lag merupakan pertukaran aktiva dalam hal ini tenah.

Seperti dikemukakan A.P. Parlindungan, “pada waktu ini

banyak sekali dilakukan ruilslag dari sejunlah tanah

instansi pemerintah dengan swasta. Swasta menyediakan

lahan dan bangunan pengganti, kemudian swasta memperoleh

lahan eks instansi pemerintah tersebut.*

Sedang BOT (Build, Operate, and Transfer) sesuai

dengan arti yang terkandung didalamnya, maka harta yang

*A.P. Parlindungan, "Tanah yang Dikuasai oleh Negara",


Kompas P Tanggal 24 September 1993, hal.4.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dibangun, dikelola dalam jangka waktu tertentu kemudian

diserahkan kepada pihak lain. Pihak pSnerima ini bukannya

menerima harta BOT tanpa pengorbanan. Pengorbanan pihak

penerima ini berupa kesanggupan untuk menyediakan lahan

atau lokasi tempat pembangunan aktiva yang bersangkutan.

Dengan demikian kepemilikan aktiva BOT oleh pihak pemban-

gun tidaklah tetap, tetapi hanya sementara yaitu untuk

jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian yang

dibuat oleh kedua belah pihak. Karena setelah jangka

waktu pengelolaan sesuai perjanjian habis, aktiva BOT

harus diserahkan kepada pihak penyedia lokasi.

Disamping BOT ada lagi BOO (Build, Operate, and

Own). Berbeda dengan BOT, dalam BOO tidak ada ketentuan

yang mengharuskan pihak pembangun menyerahkan aktiva BOO

kepada pihak manapun. Kepemilikan aktiva BOO bersifat

tetap, selama tidak dijual atau dialihkan kepada pihak

lain. Jadi dalam hal ini kepemilikan aktiva BOO sama

dengan kepemilikan aktiva yang diperoleh seperti dari

pembelian biasa.

2. Perunusan Hasalah

Keskipun antara akuntansi dan perpajakan mempunyai

pengertian yang pada dasarnya sama mengenai aktiva berwu­

jud dan tak berwujud, tetapi masih terdapat perbedaan

pengakuan terhadap suatu aktiva boleh diakui

penyusutan/amortisasinya atau tidak.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

<1

Dan Lsesuni dengan lal.ur beLcikut^ ma s a l ah seperti >Ji

atas, maka yang mepjadi ma sa la h di sini adalah ba h w a *

perb eda an - perbedaan tersebut ada yang belum di at u r atau

di tu a n g k a n dalam p e r a l u r a n - p e r a t u r a n , baik oleh perpaja­

kan maupun akuntansi.

3. 'i’ujuan Perisi itian

Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dari peneli­

tian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi perbedaan-

perbedaan dalam pengakuan penyusutan dan laba rugi

penarikan aktiva tetap baik menurut akuntansi maupun


perpajakan.

2. Untuk mengetahui apakah ketentuan-ketentuan yang ada

sekarang masih capat diterapkan atas perkembangan-

perkembangan baru ataukah perlu dikeluarkan ketentuan

baru.

3. Dengan penelitian ini pula diharapkan diketahui apakah

ketentuan yang ada telah cukup untuk mencegah penghin-

daran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak.

4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. l'kut memberi aumbangan kepada dunia ilmu pengetahuan ,

terutama dibidang akuntansi dan perpajakan.

2. Bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap penyusu­

tan aktiva tetap, kiranya hasil dari penelitian ini

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dapat diambil manfaatnya sesuai dengan permasalahan

yang ada.

3. Sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya.

5. Sistenatila Penulisan Skripsi

Skripsi ini terdiri dari empat bab. Secara garis

besar isi dari masing-masing bab adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang permasa­

lahan, pembatasan masalah, tujuan yang ingin

dicapai dan manfaat penelitian serta siste-

matika penulisan skripsi.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Bab kedua akan menguraikan teori pengakuan

biaya penyusutan dan laba rugi penarikan

aktiva tetap dari sudut pandang akuntansi

dan perpajakan. Landasan teori ini akan

merujuk pada Standar Akuntansi Keuangan 1994

disamping prinsip akuntansi yang lazim.

Sedangkan perpajakannya merujuk pada UU PPh

1994 di Indonesia maupun ketentuan yang

berada dibawahnya.

BAB III : Pembahasan

Bab ketiga membahas masalah ketentuan penyu­

sutan atas harta berwujud dan harta tak

berwujud yang ditinjau dari basis pembukuan.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

harta yang dapat disusutkan, penentuan harta

perolehan, pengelompokan harta dan jangka

waktu penyusutan, tarif, dasar, dan metode

penyusutan; serta membahas ketentuan penga-

kuan laba rugi penarikan harta berwujud dan

harta tak berwujud.

BA5 IV : Kesimpulan dan Saran

Dalam bab ini akan dikemukakan kesimpulan

dari hasil pembahasan bab-bab terdahulu dan

saran-saran untuk memperbiki ketentuan

penyusutan dan amortisasi serta pengakuan

laba rugi penarikan harta berwujud dan harta

tak berwujud khususnya untuk keperluan

perpajakan.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Penyusutan, Laba Rug! Penarikan Aktiva Tetap

Menurut Akuntansi

2.1.1.1. Penflertian Aktiva.,Tetap. Pengertian aktiva

tetap, menurut IAI, yang dltuangkan dalam SAK 1994 Nooer

16 paragraf 05 adalah sebagal berikut :

Yang dimaksud dengan aktiva tetap adalah aktiva


berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau
yang dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam
operas! perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual
dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai
masa manfaat lebih dari satu tahun. 2

Pengertian di atas hampir sama dengan pengertian

aktiva tetap menurut Eldon S. Hendriksen, hanya dia

menambah ciri lain yang tak disebut SAK 1994, "they are

all nonmonetery in nature;... yaitu aktiva tetap

bersifat non moneter.

Dari pengertian tersebut suatu jenis aktiva dimasuk-

kan sebagai aktiva tetap oleh suatu perusahaan, tetapi

oleh perusahaan lain dapat saja dikelompokkan sebagai

2IAI.Standar Akuntansi Keuangan. PSAK Nomor 16, Para­


graf 05, Salemba Empat, Jakarta, 1994.

3Eldon S. Hendriksen, Accounting Theory. Edisi ke


Empat, (homewood, Illinois: Richard D. Irwin Inc., 1982),
Hal. 340.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

persediaan atau sebagai investasi jangka panjang.

Sedangkan yang dimaksud aktiva tidak berwujud menur­

ut SAK 1994 PSAK Nomor 19 paragraf 02 adalah, "Aktiva tak

(intangible asset) adalah aktiva tak lancar (non current

asset) dan tak berbentuk yang memberikan hak keekonomian

dan hukum kepada pemiliknya ...“4

Masa manfaat aktiva tidak berwujud ada yang dibatasi

oleh ketentuan atau peraturan lain, misal hak paten, hak

cipta, dan franchise, ada pula yang mempunyai masa man­

faat yang tidak terbatas waktunya misalnya goodwill.

2.1.1.2. Penyusutan Aktiva Tetap- Telah disebutkan

di atas bahwa masa manfaat aktiva tetap dan aktiva tidak

berwujud lebih dari setahun, sedangkan pengeluaran untuk

memperoleh aktiva tersebut hanya pada satu waktu. Untuk

menunjukkan biaya karena pemakaian aktiva tetap, maka

diadakan pembebanan biaya melalui penyusutan. Pembebanan

melalui penyusutan ini merupakan upaya untuk menaati

konsep matching cost against revenue. Penandingan ini

memang sulit dilakukan dan sangat diragukan ketepatannya.

Penyebab hal ini adalah bahwa pembebanan penyusutan tidak

terlepas dari taksiran-taksiran manajemen. IAI memberikan

pengertian penyusutan dalam SAK 1994, yaitu PSAK No. 17

paragraf 02 sebagai berikut:

4 IAI, q d . g I t .. No. 19, Paragraf 02.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang


dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diesti-
masi. Penyusutan untuk periode akuntansi dibebankan
ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak
langsung.

Dari pengertian di atas, terlihat bahwa penyusutan,

deplesi, serta amortisasi ketiga-tiganya mempunyai arti

sama. Yaitu alokasi atas nilai aktiva tetap sebagai

biaya, yang mana masing-masing istilah diperuntukkan

terhadap aktiva dengan memperhatikan wujud (jenis) aktiva

tetap. Oleh karena itu seolah-olah aktiva tetap dibagi

menjadi tiga jenis yaitu berwujud, sumber alam, dan tak

berwujud. Memang benar aktiva tetap mencakup pula sumber

alam, tetapi tidak demikian halnya dengan aktiva tidak

berwujud. Jika dilihat dari prinsip aktiva dalam PAI

1984, 1AI memisahkan aktiva tak berwujud dari aktiva

tetap, yang masing-masing merupakanpos tersendiri dan

terpisah satu sama lain dalam neraoa.

Skripsi ini hanya membahas mengenai alokasi pembeba­

nan aktiva tetap dan aktiva tidak.berwujud sebagai biaya

melalui penyusutan dan amortiasi. Akan tetapi, secara

ringkas dapat dijelaskan penyajian aktiva tetap dan

aktiva tidak berwujud dalam neraca. Komponen aktiva

terdiri dari aktiva lancar, investasi, aktiva tetap,

aktiva tidak berwujud, dan aktiva lain-lain. Di sini

jelas bahwa altiva tetap dipisahkan dari aktiva tidak

5T h i d . . PSAK No. 17, Paragraf 02.*

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

10

berwujud. Sedang dalam pengertian aktiva tetap mencakup

pula sumber alam.

Ada tiga faktor yang mempengaruhi jumlah beban

penyusutan yaitu dasar penyusutan, taksiran umur manfaat

atau jangka waktu penyusutan, dan metode penyusutan.

Dasar Penyusutan
Pengertian dasar penyusutan menurut Schroeder,

McCullers dan d a r k adalah sebagai berikut, "The depre­

ciation base is that portion of the cost of the asset

that should be charge to expense over its expected useful


Q
service life.*'0 Jadi dasar penyusutan merupakan bagian

dari nilai aktiva yang akan dibebankan sebagai biaya

selama taksiran masa manfaat.

Dengan demikian, jumlah seluruh nilai perolehan

tidak secara otomatis menjadi dasar penyusutan. Hal ini

disebabkan adanya nilai sisa, yang ditaksir akan dapat

diterima, jika aktiva tersebut tidak dipakai lagi dan

dijual. Nilai perolehan akan sama dengan dasar penyusutan

bila taksiran nilai sisanya adalah nihil.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa dasar

penyusutan dipengaruhi oleh nilai perolehan dan nilai

sisa. Nilai perolehan aktiva tetap itu sendiri dipengaru-

^Richard G. Schroeder, Levis D. McCullers, dan Myrtle


Clark, Accounting Thporv Text And Reading. Edisi ketiga,
(New York: John Wiley and Sons, Inc, 1987), hal. 284.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

11

hi oleh cara perolehan. Berikut ini diuraikan cara pero­

lehan aktiva tetap dan komponen-komponen yang termasuk

nilai perolehan.

a. Aktiva tetap yang Diperoleh Dalaii Bentuk Siap Pakai

Aktiva yang diperoleh dengan cara ini dicatat sebe-

sar harga beli aktiva yang bersangkutan ditambah biaya-

biaya lain misalnya bea masuk, biaya pemasangan, biaya

angkut, pajak penjualan barang mewah jika aktiva yang

dibeli merupakan barang mewah (PPn BM) sesuai undang-

undang, sehingga aktiva yang dimaksudkan benar-benar siap

untuk digunakan. Sedang pajak pertambahan nilai (PPN)

masukan atas pembelian barang jika dapat dikreditkan dari

PPN keluaran maka tidak termasuk biaya yang dikapitalisa-

si. PPN yang dikapitalisasi adalah PPN yang tidak dapat

dikreditkan dari PPN keluaran. Untuk pembelian tunai

harga beli adalah sebesar yang dibayarkan.

Sedangkan pembelian dengan cara kredit atau angsur-

an, maka harga perolehan aktiva adalah harga yang sehar-

usnya dibayar jika aktiva tersebut dibeli secara tunai.

Dengan perkataan lain harga perolehan.adalah harga tunai,

tidak termasuk unsur bunga yang dibayarkan.

b. Aktiva Tetap yang Dibangun Sendiri

Harga perolehan aktiva tetap yang dibangun sendiri

meliputi seluruh biaya berkenaan dengan pembangunan

aktiva yang dimaksud, hingga siap digunakan, dalam hal

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

12

ini mencakup bahan langsung, upah langsung, biaya produk­

si tak langsung. Masalah timbul bila pembangunan dibiayai

dengan dana pinjaman. IAI memberikan pernyataan dalam

PSAK No. 26 bahwa pinjaman ini boleh dikapitalisasi, jika

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Biaya pembangunan aktiva tersebut dapat


diakumulasikan secara terpisah.
2. Diperlukan jangka waktu yang cukup , lama untuk
membangun atau memproduksi aktiva yang bersangku­
tan .
3. Pembangunan atau produksi tersebut memerlukan
biaya yang besar, sehingga melibatkan perusa­
haan dengan niaya bunga yang tinggi.

c. Aktiva Tetap Diperoleh dari Pertukaran Aktiva Non


noneter

Pencatatan aktiva yang diperoleh dengan cara ini,

perlu memperhatikan jenis pertukarannya. Pertukaran

aktiva tidak sejenis, perolehan dioatat dengan nilai

wajar/pasar (berkaitan dengan laba rugi, akan dibahas

tersendiri).

Pertukaran aktiva sejenis, harga perolehan aktiva

tetap pada dasarnya adalah nilai buku atau harga pasar

aktiva yang diserahkan, mana yang lebih rendah. Pertukar­

an sejenis tidak melibatkan uang, aktiva dicatat sebesar

harga buku atau harga pasar, mana yang lebih rendah. Jika

melibatkan uang, uang yang diserahkan manambah harga buku

atau harga pasar yang lebih rendah tadi. Sedang pertukar-

*^IAI, op . oit._, PSAK No. 26, hal. 26.4.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

13

an sejenis dengan menerima uang, maka harus dilihat

dahulu penjumlahan uang yang diterima dengan herga pasar

aktiva yang diterima. Jika penjumlahan tersebut lebih

kecil dari harga buku aktiva yang diserahkan, maka harga

perolehan aktiva yang diterimadicatat sebesar harga pasar

aktiva yang diterima. Bila penjumlahan tersebut lebih

besar dari harga buku aktiva yang diserahkan, maka harga

buku aktiva yang diserahkan diperlakukan menjadi dua

bagian yaitu bagian yang dijual dan bagian yang ditukar,

yang nilainya proporsional dengan kas yang diterima dan

harga pasar aktiva yang diterima. Bagian harga buku

aktiva yang ditukar inilah yang menjadi nilai perolehan

aktiva yang diterima.

Bagian harga buku yang dijual dan harga buku yang

ditukar ditentukan sebagai berikut. Bagian harga buku

yang dijual adalah kas dibagi penjumlahan (kas dan harga

wajar aktiva yang diterima) dikalikan harga buku aktiva

lama yang ditukar.Dan bagian harga buku aktiva yang

ditukar adalah harga wajar aktiva yang diterima dibagi

penjumlahan dikalikan harga buku aktiva lama yang ditu­

kar .

Berikut ini diberikan contoh-contoh untuk memperje-

las uraian pertukaran aktiva sejenis.

Contoh 1, pertukaran sejenis tidak melibatkan uang.

Nilai perolehan aktiva lama RplO.000.000,00 dan akumulasi

penyusutan Rp8.000.000,00. Pencatatan bila aktiva terse-

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

14

but mempunyai harga pasar (a) Rp2.500.000,00 atau (b)

Rpl.000.000,00 adalah sebagai berikut.

Harga ,Pasar£a)• Harga pasar (by

Aktiva baru 2.000.000 1.000.000


Akumulasi penyusutan 8.000.000 8.000.000
Rugi pertukaran - 1.000.000
Aktiva lama 10.000.000 10.000.000

contoh 2, seandainya dalam transaksi contoh i terse­

but di atas melibatkan uang, yaitu dengan menyerahkan

uang sejumlah Rp5.000.000,00, maka pencatatannya menjadi

sebagai berikut.

Harga pasar (a^ Harga pasar (b)

Aktiva baru 7.000.000 6.000.000


Akumulasi penyusutan 8.000.000 8.000.000
Rugi pertukaran - 1.000.000
Aktiva lama 10.000.000 10.000.000
kas 5.000.000 5.000.000

Contoh 3, sedang bila transaksi oontoh 1 melibatkan

uang, dengan menerima uang Rp500.000,00, maka pencata­

tannya adalah sebagai berikut.

Harga pasar <ai Harga pasar (b)

Kas 500.000 500.000


Aktiva baru 1.600.000 500.000
Akumulasi penyusutan 8.000.000 8.000.000
Rugi pertukaran * 1.000.000
Akt iva lama 10.000.000 10.000.000
Laba pertukaran 100.000

D. Cara Penetapan Aktiva Tetap yang Diperoleh Secara

Gabungan

Pembelian sekelompok aktiva yang dilakukan sekalian,

harga perolehan aktiva ditetapkan dengan mengalokasian

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

15

harga perolehan aktiva gabungan tersebut ke masing-masing

aktiva, dengan perbandingan nilai wajar masing-masing

aktiva yang dibeli tersebut. Hal ini untuk menghasilkan

ketepatan penghitungan harga perolehan aktiva.

e. Aktiva yang Diperoleh dari Sumbangan

Harga perolehan aktiva yang diperoleh dari sumbangan

atau hibah atau sejenisnya dicatat sebesar harga dan

bukan merupakan pendapatan tetapi dicatat sebagai modal

yang berasal dari sumbangan.

f. Perolehan Aktiva Tetap dengan Sena Guna Usaha

Sewa guna usaha atau leasing dapat diartikan sebagai

berikut:

Kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang


modal baik secara sewa- guna- usaha dengan hak opsi
(finance lease) maupun sewa-guna-usaha tanpa hak
opsi (operating lease) untuk digunakan oleh (Leas-
see) selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berkala.

Pernyataan IAI No. 30 membagi jenis leasing menjadi

capital lease/finance lease dan operating lease, yang

pembedaannya didasarkan pada arti ekonomis bukan makna

hukum formalitas.

Suatu transaksi sewa guna usaha, menurut PSAK

No.30, dikelompokkan sebagai capital lease bagi penyewa

guna usaha atau leassee (dan sebagai finance lease bagi

8KePutusan Henteri Keuangan. N o .1168/KMK.01/1881. pasal


1 huruf a.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

16

perusahaan sewa guna usaha atau lessor) Jika memenuhi 3

syarat. Ketika syarat menurut Pernyataan IAX No. 30

tersebut sebagai berikut :

1. Penyewa guna usaha memiliki hak opsi untuk membe-


li aktiva yang disewagunausahakan pada akhir masa
sewa guna usaha dengan harga yang telah disetujui
bersama pada saat dimulainya perjanjian sewa guna
usaha.
2. Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan penyewa
guna usaha ditambah dengan nilai sisa mencakup
pengembalian harga perolehan barang modal yang
disewagunausahakan serta bunganya sebagai keun-
tungan perusahaan sewa guna usaha (full payout
lease).
3. Masa sewa guna usaha minimum 2 (dua) tahun.

Jika ada satu syarat yang tidak dipinuhi maka tra-

saksi harus dikelompokkan sebagai transaksi operating

lease.

Perlakuan akuntansi terhadap aktiva tetap sewa guna

usaha jenis finance lease oleh perusahaan sewa guna usaha

(lessor) meskipun secara hukum masih memiliki aktiva

tersebut, tetapi secara ekonomis telah memindahkan hak

dan resiko atas aktiva kepada lessee, maka lessor tidak

mencatat dalam pembukuannya, selanjutnya penyusutan atas

aktiva yang bersangkutanpun tidak ada. Sebaliknya bagi

penyewa guna usaha atau lessee, perolehan aktiva ini

disebut sebagai capital lease dan dicatat sebesar nili

tunai dari seluruh pembayaran berkala dan harga opsi, dan

diamortisasi selama masa manfaat yang ditaksir.

9IAI. op. nit.. PSAK Ho. 30, hal. 30.8-30.9.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

17

Sedang untuk jenis operating lease, hal ini tidak


/ *
berbeda dengan sewa-menyewa biasa. Lessor tetap mencatat

aktiva dan menyusutkannya, lessee tidak mencatat aktiva

dan tidak menyusutkan atau mengamortisasinya.

g. Perolehan Aktiva Tak Berwujud

Perolehan aktiva ini meliputi seluruh biaya yang

terjadi dalam rangka memperoleh aktiva tersebut. Aktiva

tak berwujud yang dikembangkan sendiri, kapitalisasi

dilakukan bila pengeluaran dapat diidentifikasi atas

aktiva yang bersangkutan. Bila tidak, pengeluaran dibe-

bankan langsung sebagai biaya.

Termasuk dalam aktiva tak berwujud ini antara lain

adalah hak oipta, hak paten, dan franchise (yang mempun-

yai masa manfaat tidak terbatas).

Disamping harga perolehan , biaya-biaya setelah

perolehan untuk penambahan, perbaikan, atau penggantian

komponen aktiva yang memperpanjang masa manfaat, mening-

katkan kapasitas atau mutu, maka biaya-biaya ini harus

dikapitalisasi dan dibebankan melalui penyusutan.

Setelah mengetahui harga perolehan, maka langkah

selanjutnya adalah menaksir nilai sisa untuk' menetapkan

dasar penyusutan. Dalam hal ini mutlak tergantung kebija-

kan manajemen.

Apabila terjadi penarikan aktiva tetap maupun aktiva

tak berwujud, maka hal ini akan mengurangi dasar penyusu-

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

tan. Pengurangan ini dilakukan dengan mendebet akumulasj.

penyusutan dan mengkredit harga perolehan (termasuk di

dalamnya biaya-biaya yang tadinya dikapitalisasi dengan

cara menambah harga perolehan). Jika dari penarikan ini

ada diterima kas, selisih kas yang diterima dengan harga

buku merupakan laba rugi.

Jangka Waktu Penyusutan

Pada sub bab terdahulu telah dikemukakan bahwa

alokasi aktiva tetap sebagai biaya dilakukan selama

taksiran umur ekonomisnya. Selain itu SAK 1994 Juga

menyebutkan penyusutan dan amortisasi harus dilakukan

secara layak berdasarkan taksiran masa manfaatnya. Artin-

ya biaya penyusutan/amortisasi harus dibebankan pada

tahun yang menerima panghasilan dari penggunaan aktiva.

Tahun yang tidak menerima manfaat aktiva tersebut, konse-

kuensinya juga tidak dibebani biaya penyusutan atau

dengan kata lain aktiva yang sudah tidak digunakan lagi,

maka tidak ada lagi penyusutan atas aktiva tersebut.

Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menandingkan

antara biayayang terjadi dengan penghasilan yang dipero­

leh dari pengorbanan biayanya atau (matching cost against

revenue). Apabila terdapat aktiva yang tidak digunakan

lagi yang jumlah nilainya besar, aktiva tersebut dicatat

dalam kelompok aktiva lain-lain berdasarkan nilai reali-

sasinya, dan aktiva ini tidak disusutkan.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

19

Tahun-tahun yang akan dibebani biaya penyusutan dan

amortisasi tergantung taksiran manajemen. Taksiran mana­

jemen dapat didasarkan pada waktu atau unit penggunaan

atau kriteria lain. Taksiran ini sepenuhnya tergantung

pada manajemen perusahaan yang bersangkutan. Artinya,

manajemen di suatu perusahaan dapat menaksir berbeda

dengan manajemen di perusahaan lain atas aktiva yang

sama. Namun, taksiran harus tetap rasional, serta mengacu

pada hubungan biaya dan manfaat atas penggunaan aktiva

bersangkutan, sehingga mencerminkan hanya tahun-tahun

yang memperoleh penghasilan dari penggunaan aktivalah

yang dibebani biaya penyusutan atau amortisasi.

Jadi meskipun jangka waktu penyusutan atau amortisa­

si tidak dapat ditetapkan secara pasti, tetapi tahun-

tahun yang dibebani biaya penyusutan dan amortisasi harus

dapat dipastikan telah memanfaatkan aktiva tetap dan

aktiva tak berwujud. Konsekuensi dari prinsip ini, misal

ada aktiva yang belum habis alokasi pembebanan penyusu­

tannya, karena sudah tidak dimanfaatkan lagi, maka tahun-

tahun yang tidak memanfaatkan tidak dibebani penyusutan.

Oleh karena penyusutan dibebankan pada masa yang

menerima manfaat, maka jika aktiva baru digunakan pada

pertengahan tahun, beban untuk tahun yang bersangkutan

juga hanya setengah dari pembebanan tahunan. Ada beberapa

cara perlakuan terhadap pengakuan penyusutan atas aktiva

yang digunakan setelah tahun atau periode akuntansi

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

20

berjalan, yaitu sebagai berikut.

1. Depreciation is recognised to the nearest whole


month.....
2. Depreciation ia recognised to the nearest whole
year......
3. One-half year's depreciation is recognised on all
assets phurchased or sold during the year. A full
approach is required for tax purposes (ACRS and
MACRS).
4. No depreciation is recognised on acquisition
during the year but depreciation for a full year
is recognised on retirement.
5. Depreciation is recognised for a full year on
acquisition during the year but no depreciation
is recognised on retirement.10

Hetode Penyusutan

Pembebanan biaya penyusutan dapat dilakukan melalui

berbagai metode. Metode penyusutan dan amortisasi yang

diakui oleh SAK 1994 adalah sebagai berikut.

a. Metode Penyusutan Berdasarkan Vaktu

1. Metode Garis Lurus

Metode ini membebankan Jumlah biaya penyusutan

yang sama atas nilai dasar penyusutan ke tahun-tahun

selama masa manfaat. Tarif metode penyusutan ini

adalah 1/n, n adalah umur aktiva atau masa manfaat.

Jumlah biaya penyusutan tiap-tiap tahunnya tersebut

adalah sebesar dasar penyusutan dibagi dengan masa

manfaatnya.

10Jay M. Smith dan K. Fred Skousen.Intermediate Ac­


counting . Comprehensive Volume, Edisi kesepuluh. (Cincinna­
ti: South Western Publishing Co., 1980), hal. 495-496.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

21

2. Metode Pembebanan Menurun

a. Jumlah angka tahun

Metode ini membebankan penyusutan dengan pecahan

jumlah tahun, dan pecahan dimulai dari angka tahun

terbesar kemudian angka pembilang menurun satu demi

satu ke tahun-tahun berikutnya. Hal ini dapat dije-

laskan dengan contoh berikut. Suatu aktiva tetap

dengan umur manfaat ekonomis 5 tahun, maka jumlah

angka tahunnya adalah 5 + 4 + 3 + 2 + l = 15. pro­

porsi penyusutan tahun pertama sampai dengan tahun

kelima berturut-turut adalah 5/15, 5/15, 3/15, 2/15,

dan 1/15.

b. Saldo Menurun

Metode ini membebsankan penyusutan dengan tarip

tetap yang dikalikan dengan nilai buku. Nilai sisa

dalam hal ini hanya untuk menentukan dasar penyusu­

tan (jumlah yang akan disusutkan). Dan peyusutan

hanya akan dilakukan sampai sejumlah dasar penyusu­

tan. sedang tarip penyusutan diperoleh dari rumus

1/n, dengan n adalah umur ekonomis.' Beberapa penulis

buku memberikan rumus untuk tarip penyusutan metode

ini sebagai berikut, ”{1 - rV[r/c]}” .11 Dengan n:

umur aktiva, r: nilai sisa, dan c: nilai perolehan.

c. Saldo Menurun Ganda

11Ibld.■ hal. 491.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

22

Metode ini sama dengan metode saldo menurun* hanya

tarifnya dua kali lipat dari tarip saldo menurun.

b. Metode Penyusutan Berdasarkan Unit Penggunaan

1. Metode Jam Jasa

Metode ini membebankan penyusutan berdasarkan jam

jasa yang digunakan. Tarip pembebanan per jam

diperoleh dari dasar penyusutan dibagi taksiran

jam jasa, kemudian penyusutan tiap tahunnya

adalah jam yang digunakan tahun tersebut dikali-

kan tarip pembebanan per jamnya.

2. Metode Jumlah Unit Produksi

Metode ini sama saja dengan metode jam jasa,

hanya tarip pembebanan didasarkan pada jumlah

produk yang digunakan. Tarip pembebanan per unit

produk diperoleh dari dasar penyusutan dibagi

taksiran produk yang akan dihasilkan. Kemudian

biaya penyusutan dalam suatu tahun adalah tarip

per unit dikalikan produk yang benar-benar diha­

silkan pada tahun tersebut.

c. Metode Penyusutan Berdasarkan kriteria Lain

1. Metode Berdasarkan Jenis dan Kelompok

a. Metode Group

Metode ini memperlakukan sekelompok aktiva yang

sejenis (similar) sebagai suatu kelompok tunggal

karena kelompok ini mempunyai rata-rata umur

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ekonomis dan nilai sisa yang sama. Penyusutan

dibukukan dalam satu pos. Tarip penyusutan dida-

sarkan pada rata-rata nasa manfaat aktiva dalam

kelompok tersebut. Penyusutan diterapkan terhadap

semua aktiva yang masih dipakai dalam kelompok

tersebut tanpa memperhatikan mulainya digunakan .

Penarikan aktiva dilakukan dengan mengkredit

perolehan dan mendebet akumulasi penyusutan. Bila

penarikan ada kas yang diterima, maka akumulasi

penyusutan yang didebet adalah selisih harga

perolehan dengan kas yang diterima (tidak rugi

laba). Sedang penambahan aktiva dicatat dengan

mendebet aktiva ini sebesar harga perolehannya.

b. Hetode Komposit

Metode ini hampir sama dengan metode group, hanya

aktiva yang dikelompokkan lebih bervariasi

(dissimilar). Tarip komposit ditetapkan dengan

menganalisis penyusutan tiap tahun dari masing-

masing aktiva dalam kelompok. Dasar penyusutan

masing-masing aktiva dibagi dengan taksiran masa

manfaatnya, kemudian menjumlahkan masing-masing

hasil bagi tersebut menjadi jumlah tunggal.

Selanjutnya jumlah tunggal ini dibagi dengan

harga perolehan merupakan tarip komposit. Sedang

rata-rata masa manfaat adalah dasar penyusutan

dibagi jumlah tunggal.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

24

2. Metode Anuitas

Metode ini memperlakukan penyusutan seharusnya

tidak dibebani dengan dasar penyusutan saja,

tetapi juga dibebani bunga seandainya dana terse­

but ditanamkan pada aktiva yang menghasilkan.

Beban penyusutan tiap tahun harus mengandung pula

bunga atas dasar penyusutan. Oleh karena itu

nilai tunai dari penyusutan sama dengan harga

perolehan dikurangi nilai tunai nilai sisa.

3. Metode Persediaan

Metode ini memperlakukan pembebanan penyusutan

sama dengan persediaan. Aktiva yang sudah tidak

ada atau tidak dipakai, dibebankan sebagai penyu­

sutan. Hal ini dapat dilakukan dengan arus perta-

ma masuk pertama keluar [FIFO] atau terakhir

masuk pertama keluar [LIFO].

Untuk amortisasi pada umumnya menggunakan metode

garis lurus, namun demikian tidak menutup kemungkinan

penggunaan amortisasi lain, apabila metode tersebut

dianggap lebih layak dan lebih mencerminkan penandingan

biaya dan manfaat.

2.1.1.3.Laba__Rugi__ Penarikan Aktiva Tetap. Aktiva

tetap atau aktiva tak berwujud jika telah tua dan tidak

ekonomis lagi maka akan ditarik dari pemakaian. Penarikan

dapat berupa penggantian aktiva lama dengan aktiva baru

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

25

kemudian aktiva lama dijual atau tidak dipakai lagi. Atau

bisa juga menukar dengan aktiva lama dengan aktiva yang

baru. Berikut ini diuraikan pengakuan laba rugi penarikan

[disposal] dan pertukaran [exchange].

1. Laba Rugi Penarikan

Manajeman dengan segala pertimbangannya dapat memu-

tuskan untuk menarik aktiva tetap. Aktiva tetap atau

aktiva tidak berwujud yang sudah tidak dimanfaatkan, maka

aktiva tersebut tidak boleh membebani periode yang tidak

menerima manfaatnya. Artinya jika suatu aktiva ditarik

dari suatu pemakaian, sedang nilai bukunya masih ada,

nilai buku tersebut tidak dibebankan pada periode-periode

berikutnya [yang tidak lagi memanfaatkannya]. Nilai buku

ini dibebankan sebagai kerugian pada periode terjadinya

penarikan. Pengakuan ini dilakukan dengan mengkredit

harga perolehan dan mendebit akumulasi penyusutan, sedang

nilai buku yang masih ada diakui sebagai kerugian.

Apabila penarikan dilakukan dengan menjual aktiva,

maka selisih kas dengan nilai buku merupakan keuntungan

atau kerugian, yang harus diakui pada periode terjadinya.

Selisih lebih adalah keuntungan, dan selisih kurang

adalah kerugian. >

Pengakuan keuntungan dan kerugian penarikan aktiva

tetap seperti diatas berlaku juga terhadap penarikan

aktiva tidak berwujud. Aktiva tidak berwujud yang sudah

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

tidak memberikan manfaat ekonomis, maka nilai buku yang

masih ada dihapuskan sebagai kerugian. Aktiva tak berwu­

jud yang ditarik dengan cara dijual, selisih lebih atau

kurang kas atas nilai buku adalah keuntungan atau keru­

gian .

2. Laba Rugi Pertukaran

Untuk pertukaran aktiva ini layaknya mungkin hanya

terjadi pada aktiva tetap, tidak terjadi pada aktiva

tidak berwujud. Oleh karena itu SAK 1994 tidak mengatur

pengakuan laba rugi pertukaran aktiva tak berwujud,

sepertinya halnya PAI 1984 juga tidak mengatur perolehan

aktiva tak berwujud dari pertukaran.

SAK 1994 membagi pertukaran aktiva tetap menjadi dua

jenis, yaitu pertukaran aktiva tidak sejenis dan sejenis.

Pertukaran aktiva tidak sejenis, perbedaan antara nilai

buku aktiva yang diserahkan dengan harga wajarnya dicatat

sebagai laba atau rugi dan diakui pada periode terjadin­

ya.

Pertukaran aktiva sejenis, kerugian selalu diakui

pada periode terjadinya pertukaran seperti halnya pertu­

karan tidak sejenis. Namun, keuntungan dari pertukaran

aktiva sejenis, tidak langsung diakui tetapi ditangguh­

kan. Disamping itu harus dilihat dulu, apakah pertukaran

ini melibatkan uang atau tidak. Bila tidak melibatkan

uang, maka tidak ada pengakuan keuntungan. Bila melibat-

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

27

kan uang tapi justru menyerahkan uang, juga tidak ada

pengakuan keuntungan. Pengakuan keuntungan pertukaran

aktiva sejenis baru ada, bila menerima uang, dan harga

wajar aktiva lebih tinggi dari nilai bukunya. Laba yang

diakuipun hanya sebagaian, yaitu sebesar perbandingan

antara uang yang diterima dibagi penjumlalahan uang dan

nilai wajar aktiva yang diterima dikalikan keuntungan

[selisih harga wajar aktiva yang diserahkan dengan nilai

bukunya].

Pengakuan laba seperti di atas karena berpegangan

pada prinsip bahwa, ” ... earning process is complete or

virtually complete, and exchange has taken place."12 Laba

rugi diakui bila proses memperoleh penghasilan telah

sempurna atau selesai atau nyata-nyata telah selesai dan

pertukaran telah terjadi. Pertukaran sejenis ini dianggap

proses memperoleh penghasilan belum selesai.

Sedang pengakuan keuntungan sebagian, hal itu dia­

nggap bahwa jumlah itulah proses memperoleh penghasilan

telah sempurna (karena sebagian itulah yang telah

dijual). Hal di atas sejalan dengan opini APB No. 29,

bahwa pertukaran aktiva sejenis merupakan "... exchanges

that do not result in the culmination of the earning

process."^

12Schroeder, Hccullers, dan Clark, op. cit.r hal. 72.

13I M iL_, hal. 276.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

28

Pengakuan laba rugi atas pertukaran menganut konsep

konservatisme, yaitu bila menghadapi alternatif yang

tidak pasti, selalu dipilih kemungkinan yang paling

merugi. Jadi apabila harga wajar atau harga pasar aktiva

lebih kecil dari harga buku,maka akan diakui kerugian dan

mencatat perolehan aktiva dengan harga wajar atau pa-

sarnya. Sedang bila harga wajar atau pasar aktiva lebih

tinggi daripada harga bukunya, maka tidak langsung menga­

kui laba, tetapi memilih untuk menangguhkan laba dan

mencatat aktiva sebesar harga bukunya. Laba yang ditang­

guhkan ini akan diakui melalui pengakuan beban penyusutan

yang lebih kecil daripada yang seharusnya. Jadi seolah-

olah tidak ada pengakuan laba yang ditangguhkan tadi, hal

ini dikarenakan tidak dinyatakan dalam suatu rekening

tertentu yang secara eksplisit menyebutkan pengakuan

laba.

2.1.2. Penyusutan, Laba Rugi Penarikan Aktiva Tetap

Menurut Perpajakan dan Permasalahannya

2.1.2.1. Harta yang Disusutkan. Pengertian harta

yang disusutkan menurut UU PPh 1994 adalah "...harta

berwujud yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan

atau yang dimiliki untuk mendapatkan, managih, dan meme-

lihara penghasilan, dengan suatu masa manfaat yang lebih

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

29

dari satu tahun, kepuali tanah...

Dalam penjelasan pasal 11 UU PPh 1994, disebutkan

pembebanan biaya untuk menghasilkan yang mempunyai masa

manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan melalui penyusutan

untuk harta berwujud dan amortisasi untuk harta tak

berwujud atau biaya lain, yang mana berlaku prinsip-

prinsip yang sama atas keduanya.

Pengertian harta menurut UU PPh 1994, berarti menca­

kup harta yang dapat disusutkan dan yang tidak dapat

disusutkan. Tanah menurut UU PPh 1994 secara tegas dite­

tapkan termasuk harta yang tidak dapat disusutkan. Harta

berwujud selain tanah meskipun dimiliki perusahaan tetapi

digunakan untuk keperluan pribadi pengelola perusahaan,

juga tidak boleh disusutkan, yang biayanya dibebankan ke

perusahaan. Hal ini disebutkan dalam UU PPh 1994 pasal 9

ayat 1 huruf d, bahwa untuk menentukan penghasilan kena

pajak (PhKP), pemberian kenikmatan pemakaian kendaraan

bermotor dan perumahan milik perusahaan, kecuali peruma­

han di daerah terpencil sesuai ketentuan PPh 1994, tidak

diperbolehkan dikurangkan sebagai biaya. Pengertian

daerah terpencil diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan

nomor 960/KMK.04/1983. Daerah yang disebut daerah terpen­

cil dalam ketentuan tersebut harus memenuhi syarat yaitu

sulit memperoleh perumahan untuk disewa, dan letaknya

14UU No. 10 Tahun 1994 Pasal 11 Ayat 1.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

30

jauh dan sulit untuk dicapai oleh masyarakat pada umumn-

ya.

Masalah yang ada berkaitan dengan hal ini adalah

mengenai tanah. Tanah yang dimiliki oleh perusahaan di

Indonesia berupa hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan

(HGB) dan hak-hak lain yang jangka waktunya terbatas.

Perusahaan tidak dapat memiliki hak milik (HM) yang

jangka waktunya tidak terbatas. Karena terbatas jangka

waktunya apakah HGU, HGB, dan hak lainnya tadi boleh

disusutka atau tidak.

Untuk membahas hak atas tanah perlu dipahami penger-

tian hak atas tanah. Yang dimaksud dengan hak atas tanah

ialah, "Hak yang memberi wewenang kepada yang empunya

untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah

yang dihakinya."

Hak atas tanah di Indonesia seperti yang diatur

dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), banyak macam

ragamnya, seperti dikemukakan oleh Effendi Perangin

sebagai berikut:

Lengkapnya hak-hak atas tanah itu menurut pasal 16


jo 53 ialah: Hak milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka tanah,
Hak Memungut Hasil Hutan, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi
Hasil, Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah, Pertanian.
Tetapi sesungguhnya Hak Membuka Tanah dan Hak Memun­
gut Hasil Hutan bukanlah hak atas tanah, berdasarkan

15Effendi Perangin, Hukam Agraria Di Indonesia Suatu


Telaah Dari Sadut Pandang Praktisi Hukum. Jakarta, Rajawali
Pers, hal. 229.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

31

perumusan di atas.... Hak Gadai, Hak Usaha Bagi


Basil, Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah Pertanian
disebut UUPA sebagai hak Yang bersifat sementara,
satu saat akan dihapuskan.16

Sehubungan dengan penyusutan atau amortisasi tanah

atau hak atas tanah, maka pembahasan dibatasi pada hak

atas tanah yang bersifat tetap (bukan yang bersifat

sementara), dan diperoleh dengan cara mengeluarkan biaya,

tepatnya Hak Hilik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,

Hak Pakai, dan Hak Sewa.

Untuk membahas mengenai hak-hak tersebut, berikut

ini diuraikan pengertian dan ciri-ciri dari hak-hak atas

tanah tersebut, yang diikhtisrkan dari UUPA.

Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan

terpenuh. HM memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. tidak terbatas jangka waktunya,

b. dapat dijadikan jaminan hutang hipotek,

c. dapat beralih kepada ahli waris jika pemegang hak

meninggal,

d. dapat dijual atau dialihkan dengan cara lain,

e. hanya dapat diperoleh dari penetapan pemerintah,

pemegang HM hanya dapat mengalihkan Hak Milik.

Hak Milik hanya dapat dimiliki oleh warga negara

Indonesia perorangan, secara sendiri-sendiri atau secara

bersama-sama. Badan hukum tidak boleh memiliki HM, kecua-

16Loo. cit

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

li ditunjuk bardasarkan Peraturan Pemerintah. Badan hukum

yang dapt memiliki HM misalnya bank milik pemerintah,

koperasi pertanian, badan keagamaan yang ditunjuk Kenteri

Dalam Negeri setelah mendengar pertimbangan Menteri

Agama, badan sosial yang ditunjuk Menteri Dalam Negeri

setelah mendengar pertimbangan Menteri Sosial.

HGU merupakan hak untuk mengusahakan tanah dibidang

pertanian, perikanan, perkebunan. HGU memiliki ciri-ciri:

a. terbatas jangka waktunya, tetapi ada jaminan untuk

memperpanjang haknya,

b. dapat dijadikan jaminan hutang hipotek,

c. dapat beralih kepada ahli waris,

d. dapat dijual atau dialihkan dengan cara lain,

e. hanya dapat diperoleh dari penetapan pemerintah, tidak

dapat diperoleh dari selain pemerintah.

HGU dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia

(WNI), badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia

dan berkedudukan di Indonesia.

Kemudian HGB, yaitu hak untuk mendirikan bangunan di

atas tanah tempat bangunan tersebut berdiri. Ciri-ciri

HGB adalah:

a. terbatas jangka waktunya, tetapi ada jaminan untuk

perpanjangan haknya,

b. dapat dijadikan jaminan hutang hipotek,

c. dapat beralih kepada ahli waris,

d. dapat dijual atau dialihkan dengan cara lain,

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

33

e. KGB bisa diperoleh dari pemerintah, atau dari per-

janjian dengan pemegang HM atas tanah, namun Effendi

Perangin menyebutkan karena belum ada peraturan

pelaksanaannya,... belum mungkin seorang pemilik

memberi hak guna bangunan itu di atas tanah mili-

knya."

Persyaratan orang atau badan hukum yang dapat memil­

iki HGB sama dengan persyaratan untuk orang atau badan

hukum yang dapat memiliki HGU.

Berikutnya hak pakai, yaitu hak untuk mendirikan

bangunan atau mengusahakan tanah untuk usaha pertanian,

perikanan, perkebunan. Hak pakai memiliki ciri-ciri

yaitu:

a. terbatas jangka waktunya dan tidak ada jaminan

perpanjangan haknya,

b. tidak dapat dijadikan jaminan hutang hipotek, namun

disebutkan oleh Effendi Perangin bahwa, "Untuk

dijadikan jaminan khusus bagi kreditur tertentu,

maka biasanya tanah Hak Pakai itu diserahkan dengan

Kuasa Menjual Sebagai Jaminan."

c. tidak dapat beralih kepada ahli waris meskipun hak

tidak batal dengan sendirinya.

17Ibid., hal. 283.

18Ibid.. hal. 295.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

d. pengalihan hak pakai harus seizin pihak yang berwe-

nang memberi izin,

e. dapat diperoleh dari pemerintah atau dari perjanjian

dengan pemegang HM atas tanah.

Hak Pakai dapa dimiliki oleh WNI, orang asing yang

berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan

berdasarkan hukum di Indonesia, badan-badan asing yang

mempunyai perwakilan di Indonesia. s

Dan hak sewa adalah hak untuk mempergunakan tanah

milik orang lain untuk keperluan bangunan. Hak ini tidak

berbeda dengan hak atas penggunaan aktiva tertentu karena

disewa. Hak ini hanya dapat diperoleh dengan perjanjian

dengan pemegang hak milik, bukan dari pemerintah.

Hak sewa dapat dimiliki oleh WNI, orang asing yang

berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan

menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia,

badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Dilihat dari oara perolehan tanah di Indonesia khu­

susnya bagi perusahaan atau badan hukum, sebenarnya akan

selalu terdapat dua jenis biaya yaitu biaya perolehan

awal dan biaya-biaya yang dikeluarkan setelah perolehan

awal. Hal ini dikarenakan badan hukum atau perusahaan di

Indonesia pada umumnya tidak dapat memiliki Hak Milik,

perusahaan hanya dapat memiliki hak atas tanah yang

jangka waktunya terbatas, seperti HGU, dan HGB.

Nilai perolehan awal tanah, meliputi pengeluaran

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

35

untuk uang pendaftaran, uang pemasukan, dan sumbangan

landreform serta uang pembebasan tanah. Uang pendaftaran

yaitu biaya yang dikeluarkan oleh pemohon hak untuk

memperoleh keterangan tentang tanah dari kantor agraria,

membuat sertifikat dan biaya-biaya yang berhubungan

dengan pendaftaran tanah.

Uang pemasukan yaitu sejumlah uang tertentu yang di­

bayarkan oleh pemohon hak ke[ada negara agar kepada

pemohon diberikan hak atas tanah sesuai yang diminta.

Apabila tanah yang dimohon haknya merupakan tanah yang

dibebaskan terlebih dahulu, maka tidak dipungut uang

pemasukan, tetapi dipungut uang administrasi sebesar 1%

dari uang pemasukan yang seharusnya dibayar.

Uang sumbangan landreform yaitu sejumlah uang yang

dibayarkan kepada yayasan dana landreform yang besarnya

adalah 50% dari uang pemasukan atau uang administrasi.

Yang dimaksud pembebasan tanah yaitu semacam pembelian

hak atas tanah agar pemegang hak bersedia melepaskan

haknya dengan penggantian, yang dapat berupa uang atau

harta lain.

Sedangkan biaya yang dikeluarkan setelah perolehan

awal yaitu biaya untuk memperpanjang hak atau untuk

meperbarui hak. Biaya untuk memperpanjang atau untuk

memperbarui hak ini sama dengan biaya perolehan awal,

akan tetapi tentu saja tidak termasuk uang pembebasan

tanah. Karena tanah sebelumnya telah dikuasai oleh pihak

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

yang memperpanjang hak sehingga tidak perlu membebaskan

tanah terlebih dahulu.

2.1.2.2. Penyusutan Harta Berwu.iud dan Tak__BerHtt.iud

Menurut Perpajiakan. Secara eksplisit, pengertian mengenai

penyusutan disajikan dalam UU PPh 1994. pengertian

mengenai penyusutan ini dapat dipahami dari beberapa

pasal yang mengatur tentang hal tersebut. Pasal 6 UU PPh

1994 menyebutkan, untuk menghitung jumlah PhKP ditentukan

dari penghasilan bruto dikurangi, antara lain, penyusu­

tan. Kemudian pasal 11 ayat 6 UU PPh 1994 menyebutkan

penyusutan ditetapkan dengan mengalikan dasar penyusutan

(yang dapat berupa harga buku atau harga perolehan) tiap-

tiap golongan dengan masing-masing tarifnya. Bahkan pasal

9 ayat 2 memperjelas definisi panyusutan -tersebut.

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa penyusu­

tan adalah alokasi pembebanan biaya perolehan harta

berwujud (yang tersirat dalam dasar penyusutan) selama

beberapa tahun pajak.

Sama halnya dengan penyusutan, tentang amortisasi di

sini diberikan definisi atau pengertian secara eksplisit

pula. Dalam pasal 9 ayat 2 UU PPh 1994 disebutkan bahwa

"Pengeluaran untuk mendapatkan, managih, dan memelihara

penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1

(satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus,

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

37

ligus, melainkan dibebankan melalui amortisasi..."19

Biaya di sini meliputi pengeluaran-pengeluaran untuk

memperoleh harta tak berwujud dan biaya-biaya lain yang

mempunyai masa manfaat lebih dari setahun, misalnya biaya

sewa yang dibayar di muka untuk jangka waktu 2 tahun.

1. Penentuan Harga Perolehan

Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa dasar penyu­

sutan merupakan jumlah yang akan digunakan untuk menetap-

kan jmlah beban penyusutan dalam tahun tertentu. Dasar

penyusutan di sini dapat berupa harga buku untuk harta

golongan 1, golongan 2, golongan 3, dan golongan 4 bisa

juga berupa harga perolehan, yaitu khusus untuk golongan

bangunan.

Dasar penyusutan meskipun berupa harga buku, hal ini

tidak dapat lepas dari penentuan harga perolehan pada

saat pembelian. Demikian halnya dengan dasar penyusutan

berupa harga perolehan. Berikut ini diuraikan penetapan

harga perolehan dari berbagai oara perolehan.

a. Harta Berwujud yang Diperoleh dari Penbelian

UU PPh 1984 pasal 10 ayat 1 menyebutkan bahwa harga

perolehan adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan,

tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai biaya-biaya

diluar harga harta yang bersangkutan.

19 UU No. 10 Tahun 1994. pasal 9 ayat 2.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

38

Masalahnya bagaimana dengan biaya-biaya lain yang

dikeluarkan agar harta benar-benar siap digunakan, nis-

alnya biaya pengangkutan, bea masuk, biaya pemasangan,

PPn BM, PPN masukan yang tidak dapat dikreditkan. Apakah

biaya-biaya tersebut akan dikapitalisasi atau dibebankan

langsung pada tahun terjadinya.

Dan bagaimana halnya dengan pembelian secara tidak

kontan atau cicilan. Apakah bunga yang dibayarkan dikapi­

talisasi atau dibebankan langsung pada tahun terjadinya

pembayaran.

b. Harta Berwujud yang Dibangun Sendiri

Perolehan harta dengan cara ini tidak disebutkan

oleh UU PPh 1994, tetapi cara perolehan ini dapat dida-

sarkan pada pasal 10 ayat 1 UU PPh 1994 juga. Jadi harga

perolehan meliputi seluruh jumlah yang dikeluarkan.

Masalah yang timbul di sini adalah bagaimana perla­

kuan biaya, bunga pinjaman yang digunakan untuk membangun

harta tadi. Apakah mengikuti ketentuan akuntansi yang

apabila syarat-syarat tertentu dipenuhi, biaya bunga atas

pinjaman boleh dikapitalisasi, ataukah langsung dibeban­

kan seperti halnya biaya bunga lain.

c. Harta yang Diperoleh dari Pertukaran

Perolehan dengan cara ini disinggung dalam penjela-

san pasal 10 ayat 2 UU PPh 1994. Dalam penjelasan terse­

but dicontohkan mengenai pertukaran harta, yang harga

pasar kedua harta yang ditukar sama. Harga pasar ini

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

menjadi harga perolehan dan juga menjadi pengurang untuk

menetapkan dasar penyusutan, jika harta yang ditukar

harta golongan bukan bangunan.

Masalahnya bagaimana bila terjadi pertukaran harta

yang harga pasarnya tidak seimbang dan melibatkan uang.

Jumlah mana akan dicatat sebagai harga perolehan harta

baru dan jumlah mana akan digunakan sebagai pengurang

untuk menentukan dasar penyusutan, dan bagaimana pula

untuk pertukaran bangunan.

d. Pembelian Harta Secara Kelonpok

Perolehan yang dilakukan dengan cara membeli seke­

lompok harta, sejauh pengetahuan penyusun belum ada

ketentuan PPh 1994 yang mengaturnya. Sebagai contoh,

harga perolehan secara individual dari sekelompok harta

jika ditotal adalah Rp500 juta. akan tetapi, jika seke­

lompok harta tersebut dibeli sekaligus harganya hanya

Rp450 juta.

Masalahnya bagaimana mencatat perolehan harta terse­

but, bila dibeli secara kelompok dan harta tersebut

berlain-lainan golongannya atau bahkan dari sekelompom

harta tadi terdapat harta yang tidak boleh disusutkan.

e. Perolehan Harta dengan Sena Guna Usaha

Sewa guna usaha atau leasing secara khusus diatur

dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMR. 01/1991.

Keputusan tersebut mulai berlaku tanggal 19 Januari 1991.

Sebelumnya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

40

48/KMK. 013/1991, karena ketentuan ini sudah tidak berla-

ku lagi, pembahasan selanjutnya akan mengacu pada keten­

tuan yang masih berlaku, yaitu Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 1169/KMK. 10/1991.

Leasing menurut PPh 1994 dibagi menjadi dua jenis,

yaitu leasing dengan hak opsi (finance lease) dan tanpa

hak opsi (operating lease). Dalam pasal 13 Keputusan

Menteri Keuangan tersebut disebutkan bahwa perlakuan

akuntansi leasing dilaksanakan sesuai dengan standar

akuntansi leasing yang ada di Indonesia. Dan syarat

-syarat yang harus dipenuhi apakah suatu transaksi akan

dikelompokkan sebagai transaksi finance/capital lease

yang diatur dalam pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan

tersebut, juga hampir sama dengan syarat-syarat yang

ditentukan dalam akuntansi, seperti yang telah diuraikan

sebelumnya. Hanya syarat bahwa masa leasing minimum 2

tahun, oleh PPh 1994 dibedakan bahwa untuk golongan 1

minimum 2 tahun, golngan 2 dan 3 minimum 3 tahun, dan

golongan bangunan minimum 7 tahun. Syarat yang lain,

jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna

usaha pertama dan ditambah nilai sisa barang modal harus

dapat menutup harga perolehan dan keuntungan lessor, dan

perjanjian mengatur mengenai opsi bagi lessee.

Di samping itu persyaratan untuk operating lease

juga disebutkan secara jelas dalam pasal 4, yaitu jumlah

pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

41

pertama tidak dapat menutup harga perolehan barang modal

dan keuntungan lessor dan perjanjian tidak mengatur opsi

bagi lessee.

Namun, perlakuan mengenai pembebanan penyusutan

menurut PPh 1994 diatur berbeda dengan akuntansi, yaitu

diatur dalam pasal 14 dan 16 Keputusan Menteri tersebut

sebagai berikut.

Untuk finance lease:

a. Lessor tidak boleh melakukan penyusutan harta yang

bersangkutan.

b. Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas harta

yang bersangkutan selama masa leasing.

c. Setelah lessee menggunakan hak opsinya untuk membeli

harta yang bersangutan, lessee baru melakukan penyu­

sutan dengan dasar penyusutannya adalah nilai sisa

(residual value) harta tersebut, yang telah disepa-

kati oleh lessor dan lessee pada awal perjanjian

leasing.

d. Pembayaran leasing yang telah dibayar atau terhutang

oleh lessee, kecuali pembebanan atas tanah, dapat

dikurangkan dari penghasilan bruto sebagai biaya.

Untuk operating lease:

Operating lease ini tidak lain dengan sewa-menyewa biasa.

a. Lessor melakukan penyusutan sesuai pasal 10 UU PPh

1994.

b. Lessee dapat membebankan seluruh pembayaran sewa

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

guna usaha sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari

penghasilan bruto.

Masalahnya di sini dalam hal leasing jenis finance

lease, siapakah yang menyusutkan harta tersebut, atau

apakah harta yang disewa-guna-usahakan jenis finance

lease memang tidak disusutkan baik oleh lessor maupun

lessee.

Selain cara-cara perolehan seperti di atas, sejalan

dengan perkembangan dunia usaha ada pula cara perolehan

harta berwujud yang lain dari yang telah diuraikan di

atas, yaitu ruilslag. Euilslag mu1anya merupakan pertu­

karan persil (tanah) dengan persil juga. Akan tetapi pada

akhirnya berkembang menjadi pertukaran tanah dengan

sekelompok harta misal tanah (di lokasi yang baru/lain)

ditambah gedung di atas tanah yang baru dan peralatan

lain.

f. Perolehan Harta Tak Berwujud

Disebutkan dalam pasal 10 UU PPh 1994, bahwa harga

perolehan harta tak berwujud dan biaya lain yang mempun­

yai masa manfaat lebih dari setahun diamortisasi sesuai

dengan golongannya. Karena di depan telah disebutkan

bahwa harta berwujud dan tak berwujud berlaku prinsip

yang sama, maka harga perolehan ini juga sama yaitu

jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan.

Termasuk dalam golongan harta tak berwujud ini

adalah hak paten, hak cipta, pembayaran sewa di muka.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

43

biaya penelitian dan pengembangan. Akhir-akhir ini sedang

hangat mengenai perjanjian build, operate and transfer

(BOT), yaitu perjanjian antara dua pihak, pihak pertama

sanggup menyediakan tanah dan pihak kedua bersedia mem-

bangun sarana gedung dan lain-lain di atas tanah milik

pihak pertama, kemudian pihak kedua mengelolanya dalam

jangka waktu tertentu sesuai perjanjian, setelah jangka

waktu habis, pihak kedua menyerahkan gedung dan sarana

lain tersebut sesuai dengan perjanjian kepada pihak

pertama. Sedang tanah dari semula adalah milik pihak

pertama dan hak atas tanah tidak berpindah. Jadi kepemil-

ikan pihak kedua atas harta yang dibangunnya bersifat

sementara.

Masalahnya bagaimana penyusutan atau amortisasi yang

dilakukan. Apakah pihak kedua akan menyusutkan sarana

gedung dan lain-lainnya sesuai golongannya secara indi­

vidual, ataukah BOT dianggap sebagai satu pos harta tak

berwujud. Apakah pihak pertama juga melakukan penyusutan.

Oi samping itu masih ada pula perjanjian BOO yaitu

Build, Operate and Own. Dengan BOO sarana yang dibangun

tetap dimiliki dan dioperasikan oleh yang membangun,

selama tidak dialihkan kepada pihak lain. Masalahnya,

bagaimana pula perlakuan penyusutan dan amortisasinya.

Dasar penyusutan menurut PPh 1994 hanya dipengaruhi

oleh harga perolehan, karena tidak dikenal adanya nilai

sisa atau dengan kata lain nilai sisa selalu nihil. Hal

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

44

ini dimaksudkan sebagai insentif bagi wajib pajak, bahwa

seluruh pengeluaran, asal tetap merupakan biaya untuk

mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, maka

pengeluaran tersebut boleh dikurangkan dari penghasilan

bruto. Dasar penyusutan menurut PPh 1994 selanjutnya

diuraikan pada sub bab Tarif, Dasar dan Metode Penyusu­

tan .

2.1.2.3. Pengelojipokan Harta vang__ Disusutkan_daa

Jangka Waktu Penyusutan.

a. Pengelompokan Harta yang Disusutkan

PPh 1994 menentukan harta yang disusutkan dan dia­

mortisasi menjadi empat golongan, yang didasarkan pada

jangka waktu kegunaan harta. Pengelompokan ini diatur

dalam pasal 11 ayat 6 UU PPh 1994, yaitu sebagai berikut.

a. Golongan 1, meliputi harta bukan bangunan, yang

mempunyai masa manfaat lebih dari setahun tetapi

tidak lebih dari 4 tahun.

b. Golongan 2, mencakup harta bukan bangunan, yang

memiliki masa manfaat lebih dari 4 tahun, tetapi

tidak lebih dari 8 tahun.

c. Golongan 3, yaitu harta golongan bukan bangunan,

yang memiliki masa manfaat lebih dari 8 tahun,

tetapi tidak lebih dari 16 tahun.

d. Golongan 4, yang mencakup harta bukan bangunan yang

masa manfaatnya lebih dari 16 tahun tapi kurang dari

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

45

20 tahun.

e. golongan bangunan yang meliputi :

Permanen : masa manfaatnya sampai "20 tahun

Tidak permanen : masa manfaatnya tidak lebih dari

10 tahun

Selanjutnya untuk menentukan suatu harta akan digo-

longkan sebagai golongan 1, golongan 2 atau golongan

lainnya, diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor

961/KMK. 04/1983, yang kemudian disempurnakan dengan

Keputusan Menteri Keuangan No. 826/KMK. 04/1984.

b. Jangka Waktu Penyusutan

Golongan harta seperti di atas akan memasukkan harta

yang mempunyai masa manfaat yang berbeda-beda dalam satu

golongan. Yang akibatnya harta dengan masa manfaat yang

berbeda disusutkan dalam jangka waktu yang sama. Sabagai

misal harta golongan 2, harta yang mempunyai masa manfaat

5, 6, 7, atau 8 tahun secara jelas akan masuk dalam

golongan ini. Menurut logika, harta yang mempunyai masa

manfaat 5 tahun seharusnya disusutkan dalam jangka waktu

5 tahun, demikian juga untuk harta dengan masa manfaat 8

tahun akan disusutkan selama 6 tahun.

Akan tetapi masalahnya menurut PPh 1994, harta-harta

tersebut dianggap memiliki masa manfaat yang sama yaitu

memiliki masa manfaat paling lama 8 tahun. Namun, jangka

waktu penyusutan juga tidak dilakukan dalam jangka waktu

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

8 tahun, tetapi sampai batas waktu tak terhingga aw.

sampai harta yang bersangkutan ditarik dari pemakaian.

Kemudian bagaimana dengan masa manfaat harta tak berwujud

yang telah jelas, misal pembayaran sewa di muka untuk 5

tahun.

selanjutnya, PP no. 42 Tahun 1985 pasal 3 ayat 1

menentukan saat dimulaimya dilakukan penyusutan dan

amortisasi adalah pada tahun pengeluaran, dengan perke-

cualian sebagai berikut:

a. untuk harta yang masih dalam pengerjaan penyusutan

dan amortisasi dimulai setelah harta selesai penger-

jaannya,

b. untuk harta yang disewa-guna-usahakan penyusutan

dimulai pada tahun harta yang bersangkutan disewa-

guna-usahakan. .

Jadi penyusutan dan amortisasi tidak dilakukan pada

waktu harta yang bersangkutan digunakan. Dan itupun

dilakukan untuk 1 tahun penuh, tanpa melihat kapan dimu-

lainya penggunaan, jadi tidak ada penyusutan dengan

pecahan tahun, misal 6 bulan.

Suatu harta yang sama jenisnya, karena dipakai untuk

usaha yang berbeda sehingga frekuensi pemakaiannya juga

berbeda, dengan hal tersebut tentunya taksiran masa

manfaat juga akan berbeda. Namun menurut PPh 1994 suatu


t
harta pengelompokannya harus nengikuti Keputusan Menteri

Keuangan No. 961/KMK. 04/1983 dan No. 826/KMK. 04/1984

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

47

tentang penentuan jenis-jenis harta dalasi golongan.

2.1.2.4. Tarif, Dasar. dan Metode Penyusutan.


a. Tarif Penyusutan

Tarif penyusutan harta menurut perpajakan diatur

dalam pasal 11 ayat 6 UU PPh 1894, yaitu sebagai berikut.

Golongan Tarif penyusutan


garis lurus saldo menurun

Bukan bangunan

Golongan 1 25% 50%


Golongan 2 12.5% 25%
Golongan 3 6.25% 12.5%
Golongan 4 5% 10%

Bangunan.
Permanen 5%
Tidak permanen 10%

Perpajakan tidak memberikan alternatif tarif penyusutan

yang lain bagi manajemen selain tarif penyusutan seperti

yang telah disebutkan di atas.

b. Dasar Penyusutan

Pada sub bab terdahulu telah disinggung bahwa dasar

penyusutan menurut perpajakan ada yang berupa harga buku,

dan ada pula yang berupa harga perolehan. Dasar penyusu­

tan berupa harga buku diatur dalam pasal 11 ayat 4, 5, 8

UU PPh 1994 dan pasal 3 ayat 4 PP No. 42 Tahun 1985, yang

mana dasar penyusutan berupa harga buku ini diterapkan

untuk harta berwujud golongan bukan bangunan dan harta

tidak berwujud.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

48

Dasar penyusutan dari masing-masing harta berwujud

golongan bukan bangunan dan harta tidak berwujud suatu

tahun pajak sama dengan dasar penyusutan tahun sebelumnya

dikurangi penyusutan tahun sebelumnya, ditambah dengan

penambahan dan dikurangi dengan pengurangan yang diperbo­

lehkan peraturan.

Pengurangan yang dimaksud menurut UU PPh 1994 terse­

but adalah pengurangan karena penarikan harta. Penguran­

gan karena sebab biasa (dijual atau ditukar) adalah

sebesar harga pasarnya. Pengurangan karena penarikan

sebab luar biasa (kar.ena musibah) atau disumbangkan atau

dihibahkan atau diwariskan adalah sebesar sisa harga

buku. Sedang untuk harta tak berwujud, pengurangan selalu

berupa harga buku.

Dasar penyusutan berupa harga perolehan diatur dalam

pasal 11 ayat 4 dan 6 UU PPh 1994 dan pasal 3 ayat 5 PP

No. 42 Tahun 1985, yang mana dasar penyusutan ini diter­

apkan untuk harta golongan bangunan dan harta tak gerak

lainnya. Dasar penyusutan harta golongan bangunan untuk

suatu tahun pajak adalah dasar penyusutan tahun lalu

yaitu sebesar harga perolehan, bila tidak terjadi penam­

bahan atau pengurangan. Pengurangan untuk harta bangunan

selalu berupa harga perolehan, tanpa melihat sebab penar­

ikan.

Sedangkan yang dimaksud dengan penambahan untuk

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4 f

penetapan dasar penyusutan di sini dapat berupa pembelian

harta baru, perbaikan-perbaikan yang dapat menambah

kapasitas atau yang menambah umur harta yang lama. Penam­

bahan dicatat selalu dengan harga perolehan atau penge­

luaran yang sesungguhnya, tanpa melihat golongan harta.

c. Metode Penyusutan

Dari uraian-uraian di atas sebenarnya telah dapat

menggambarkan metode penyusutan dan amortisasi menurut

perpajakan. Namun, untuk lebih jelasnya berikut ini akan

diuraikan mengenai hal tersebut.

Metode-metode penyusutan dan amortisasi yang diakui

menurut perpajakan adalah sebagai berikut.

Metode penyusutan, ada dua metode yaitu:

a. Metode saldo menurun secara berimbang (declining

balance), yang diperuntukkan bagi harta golongan

bukan bangunan.

b. Metode garis lurus, untuk harta golongan bangunan

dan bukan bangunan.

Metode amortisasi, ada dua metode yaitu:

a. Metode menurun secara berimbang (declining balance)

dan metode garis lurus (straight line) untuk harta

tak berwujud sesuai dengan golongan masa manfaatn­

ya.

b. Metode satuan produksi, untuk hak penambangan dan

hak pengusahaan hutan.

PPh 1994 menyebutkan bahwa metode penyusutan dan

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

50

amortisasi yang digunakan untuk mengalokasikan harga

perolehan harta berwujud dan harta tak berwujud adalah

metode declining balance dan metode straight line, masa-

lahnya apakah metode-metode tersebut mempunyai pengertian

yang sama dengan metode declining balance dan metode

straight line dalam akuntansi atau ada perbedaannya.

2.1.2-5-Laba Rqgj Penarikan. Ketentuan PPh 1994

tentang penarikan harta dituangkan dalam pasal 11 ayat 7

UU PPh 1994. Terdapat dua jenis penarikan dalam PPh 1984.

Yaitu penarikan dengan sebab luar biasa, penarikan karena

sebab biasa. Namun, untuk pengakuan laba rugi penarikan,

terdapat penarikan jenis lain yang tidak disebutkan dalam

ketentuan tersebut, yaitu penarikan karena disumbangkan

atau diwariskan atau dihibahkan.

Penarikan karena sebab luar biasa adalah penarikan

harta yang disebabkan adanya bencana atau musibah yang

menimpa harta yang bersangkutan, sehingga tidak dapat

digunakan lagi. Penghentian sebagian besar usaha karena

sebab diluar kekuasaan manajemen termasuk dalam kategori

penarikan ini.

Sedangkan penarikan karena sebab biasa adalah penar­

ikan yang dikarenakan oleh sebab di luar penyebab penari­

kan luar biasa, misalnya dijual atau ditukar dengan harta

milik perusahaan lain.

Penarikan karena disumbangkan atau diwariskan atau

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dihibahkan, untuk penetapan dasar penyusutannya termasuk

kategori atau sama dengan penarikan sebab luar biasa,

tetapi untuk pegakuan laba rugi penarikannya berbeda.

Pengakuan laba atau rugi masing-masing jenis penarikan

tersebut diuraikan di bawah ini.

1. Penarikan Karena Sebab Luar Biasa

Laba rugi yang timbul dari penarikan sebab luar

biasa diakui pada tahun terjadinya penarikan. Kerugian

yang diakui adalah sebesar harga buku, untuk semua jenis

dan golongan. Sedang keuntungannya adalah sebesar harga

jual (tepatnya hasil penjualan neto) atau harga ganti

(dari asuransi) harta yang bersangkutan.

Ketentuan mengenai hal ini diatur dalam pasal 11

ayat 7 (a) UU PPh 1994. Namun ketentuan tersebut hanya

mengatur pengakuan laba rugi penarikan harta yang disu­

sutkan dengan metode saldo menurun ( harta golongan 1,

golongan 2, golongan 3, dan golongan 4). Sedang untuk

harta golongan bangunan, diatur dalam pasal 3 ayat 5 PP

no. 42 Tahun 1985.

penarikan jenis ini untuk harta tak berwujud diatur

dalam pasal 11 ayat 7 (a) UU PPh 1894, yang juga ditegas-

kan dalam pasal 3 ayat 6 PP No. 42 1985, yang perlakuan

atas laba atau rugi penarikannya sama seperti di atas,

yaitu kerugian sebesar harga buku dan diakui pada tahun

terjadinya penarikan. Keuntungan adalah sebesar harga

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

52

jual (hasil penjualan neto) atau harga pengganti dari

asuransi, dan keuntungan atau kerugian tersebut diakui

pada tahun terjadinya penarikan ini.

2. Penarikan Karena Sebab Biasa

Pengakuan laba rugi penarikan jenis ini di atur

dalam pasal 11 ayat 7 (b) UU PPh 1994. Pengakuan laba

rugi penarikan jenis ini berbeda sekali dengan pengakuan

laba rugi penarikan sebab luar biasa. Bahkan sepertinya

penarikan sebab biasa ini tidak ada pengakuan laba rugin-

ya. Pada saat penarikan memang tidak ada pengakuan laba

rugi, hal ini dikarenakan penerimaan neto (harga jual

dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan

penjualan harta tersebut) dikurangkan langsung dari

jumlah awal untuk memperoleh dasar penyusutan. Dan laba

rugi dalam ketentuan tersebut tidak disebut sama sekali,

apalagi mengenai pengkuannya.

Di depan telah disebutkan bahwa penarikan jenis ini

antara lain juga karena pertukaran. Untuk pertukaran

harta berwujud (termasuk harta tak berwujud), samahalnya

dengan penjualan, di mana harga wajar harta yang

ditukar/diserahkan ( yang merupakan penerimaan neto)

dikurangkan dari jumlah awal ( dan harga wajar harta yang

diterima ditambahkan pada jumlah awal). Dan sekali lagi

tidak ada pencatatan tentang laba atau rugi penarikan

harta.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

53

Pengakuan laba rugi penarikan karena sebab biasa

seperti di atas hanya berlaku untuk harta berwujud bukan

bangunan, sedang untuk harta golongan bangunan dan harta

tak berwujud pengkuan laba ruginya sama dengan pengakuan

laba rugi penarikan karena sebab luar biasa, yang mana

diatur dalam pasal 3 ayat 5 dan 6 PP No. 42 1985 juga.

Jadi meskipun harta tak berwujud digolongkan menjadi

harta golongan 1, golongan 2, golongan 3, dan golongan 4

tetapi pangakuan laba rugi penarikan karena sebab biasa

tidak sama dengan penarikan biasa harta berwujud golongan

1, golongan 2, golongan 3, dan golongan 4. Penarikan

sebab biasa barta berwujud golongan bukan bangunan seo-

lah-olah tidak ada pengakuan laba rugi, sedang penarikan

karena sebab biasa harta tak berwujud pengakuan laba rugi

penarikannya jelas.

Sedang pertukaran, yang mana perusahaan menyerahkan

harta berwujud golongan bukan bangunan dengan menerima

saham, maka harta yang diserahkan dinilai sebesar harga

buku ( tidak dengan harga pasar, dan harga buku ini

menjadi nilai perolehan bagi pihak yang yang

menerimanya), sehingga tidak ada pengakuan laba rugi atas

penarikan harta berwujud tadi.

Masalahnya, apakah memang penarikan harta yang tidak

menyebutkan adanya pengakuan laba atau rugi (dalam hal

ini tepatnya harta berwujud golongan 1, golongan 2,

golongan 3, dan golongan 4) benar-benar tidak mengakui

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

54

adanya laba rugi. Atau apabila ditangguhkan, kapan dia-

kuinya laba atau rugi tersebut.

3. Penarikan Karena Disumbangkan

Selain pengakuan laba rugi penarikan harta karena

sebab biasa dan luar biasa, masih ada lagi pengakuan laba

rugi yang lain dari yang telah dibahas di atas, yaitu

pengakuan laba rugi penarikan karena disumbangkan atau

diwariskan atau yang sejenisnya. Pengakuan laba rugi

karena penarikan jenis ini memang tidak disebut secara

khusus dalam ketentuan undang-undang perpajakan. Akan

tetapi, pasal 9 ayat 1 huruf f dan huruf i UU PPh 1994

menyebutkan bahwa harta yang dihibahkan , diwariskan, dan

yang disumbangkan tidak boleh dikurangkan sebagai biaya.

Sejalan dengan hal di atas, maka penarikan harta

yang disebabkan karena disumbangkan, termasuk di dalamnya

dihibahkan, diwariskan atau yang sejenisnya, sisa harga

bukunya tidak boleh diakui sebagai kerugian atau biaya

yang mengurangi penghasilan bruto. PPh 1994 menilai bahwa

pengorbanan untuk sumbangan, hibah, hadiah, atau warisan

bukan termasuk dalam pengertian dalam rangka mendapatkan,

menagih dan memelihara penghasilan. Hal ini juga ditegas-

kan dalam pasal 3 ayat 4 PP No. 42 Tahun 1985. Ketentuan

ini berlaku untuk semua golongan atau jenis harta, baik

harta berwujud golongan 1, golongan 2, golongan 3, dan

golongan bangunan dan harta tak gerak lainnya maupun

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

55

harta tak berwujud.

2.2. Metode Penelitian

2.2.1. Definisi Operasional

Untuk memperjelas dan atau mempermudah pemahaman,

maka disini perlu definisi operasional. Sehingga tidak

menimbulkan bias dalam penafsirannya.

Penyusutan: Alokasi sistematik nilai orisinil sepanjang

usia manfaat aktiva.

Laba rugi penarikan aktiva tetap: Keuntungan atau keru­

gian yang timbul dari penghentian atau pelepasan suatu

aktiva tetap.

Akuntansi: Menurut ketentuan akuntansi ( Standar Akuntan­

si Keuangan atau Prinsip Akuntansi yang lazim).

Perpajakan: Menurut ketentuan perpajakan di Indonesia.

2.2.2. Jenis dan Sunber Data

Dalam penyusunan skripsi ini, jenis yang digunakan

adalah penelitian Kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan

dan meneliti buku-buku, peraturan-peraturan, surat-

kabar, majalah-majalah dan media cetak lainnya yang

berkaitan dengan pembahasan skripsi ini.

Meskipun tidak melakukan penelitian lapangan, untuk

mendukung kelancaran penyusunan skripsi ini penyusun juga

meminta penjelasan-penjelasan atau keterangan-keterangan

dari pihak-pihak tertentu mengenai hal-hal yang berkaitan

dengan pembahasan skripsi.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.2.3. Teknik Analisis

Dari data yang diperoleh dari sumbernya, maka diana-

lisis secara mendalam dengan memperbandingkan antara

kedua ketentuan yang ada, hal ini untuk mendapatkan

gambaran mengenai perbedaan-perbedaan antara kedua keten­

tuan tersebut. Langkah selanjutnya adalah menganalisis

apakah ketentuan yang ada sudah menampung perkembangan-

perkembangan baru. Yang untuk selanjutnya ditarik kesim-

pulan apakah perlu dikeluarkan ketentuan-ketentuan baru.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB III

PEHBAHASAH

3.1. Pengaruh Ketentuan Tentang Penyusutan Terhadap Laba

Kena Pajak

Manajemen dalam mengelola sumber daya perusahaan

berhak dan wajib meminimumkan pajak yang harus dibayar.

Usaha ini sepanjang dilakukan secara legal, bukan merupa­

kan penggelapan pajak. Perusahaan besar kemungkinan

memliiki bagian perencanaan/konsultan pajak tersendiri,

yang akan sangat membantu manajemen dalam pengambilan

keputusan dengan memperhatikan dampak perpajakannya.

Perusahaan yang kecil, perencana/konsultan pajak tersebut

dapat merupakan beban, yang manfaatnya mungkin justru

lebih kecil daripada biayanya. Oleh karena itu perusahaan

kecil biasanya meminimumkan pajak tanpa perencanaan

khusus. Hal ini dilakukan dengan tidak memperhatikan

pengaruh perpajakan jangka panjang. Apabila pengaruh

jangka panjang telah menjadi pengaruh jangka pendek dan

harus dihadapi, hal ini baru dipikirkan untuk meminimum­

kan lagi pajak yang harus dibayar, demikian hal ini

terus-menerus dilakukan. Singkatnya, jika mungkin hari

ini tidak ada hutang pajak, masalah kemudian di hari

dipikirkan lagi nanti.

Peminimumam pajak baik dengan atau tanpa,perencanaan

57

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

58

dapat menggunakan metode penyusutan sebagai salah satu

alat-alatnya. WP pada umumnya untuk keperluan perpajakan,

lebih cenderung mengakui pengeluaran sebagai biaya yang

dibebankan pada waktu terjadinya, daripada mengkapitali-

sasinya. Hal ini tentu dengan aSumsi WP tidak menderita

rugi dan tidak melanggar ketentuan perpajakan. Dalam sub

bab ini akan dibahas pengaruh ketentuan penyusutan terha-

dap laba kena pajak.

3.1.1. Basis Penbukuan

Pengakuan pendapatan dan biaya menurut akuntansi

hanya dilakukan dengan menggunakan basis akrual. Sedang

perpajakan Indonesia (selanjutnya disebut PPh 1994)

memperbolehkan pemakaian basis kas atau basis akrual.

Pengertian basis akrual menurut akuntansi dan PPh 1994,

sama. Tetapi pengertian basis kas antara akuntansi dan

PPh 1995, berbeda.

Akan tetapi, sebenarnya basis akrual menurut akun­

tansi sendiri terdapat penyimpangan-penyimpangan. Penyim-

pangan tersebut diperkenankan untuk hal-hal sebagai

berikut :

1. Pendapatan diakui pada saat selesainya produksi.

Hal ini diperuntukkan bagi produk yang nilai pasarnya

sudah tertentu atau yang sudah dapat dipastikan akan

terjual dengan . harga tertentu. Dan terhadap produk

tersebut tidak diperlukan beban pemasaran yang tak

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

59

berarti serta satuan produk dapat saling dipertu-

karkan, misal logam mulia, produk pertanian atau

.produk yang dijual berdasarkan kontrak.

2. Pendapatan diakui secara proporsional selama tahap

produksi.

Hal ini diperuntukkan bagi proyek-proyek yang memerlu-

kan jangka waktu penyelesaian yang melebihi beberapa

periode akuntansi. Laba dalam hal ini diakui secara

proporsional atas pekerjaan yang telah diselesaikan.

Bagian pekerjaan yang telah diselesaikan ini dapat

didasarkan pada persentase biaya atau persentase

penyelesaian secara fisik. Hal ini dapat digunakan

jika taksiran biaya atau kemajuan untuk penyelesaian

proyek dapat dipertanggungjawabkan. Jika penaksiran

tidak dapat dipertanggungjawabkan maka digunakan

metode kontrak selesai, artinya laba rugi baru dihi-

tung setelah pembangunan selesai.

3. Pendapatan diakui pada saat pembayaran diterima.

Hal ini diperuntukkan bagi penjualan secara cicilan

yang kolektibilitas piutangnya tidak dapat dipastikan.

Pengakuan pendapatan jenis ini dapat dilakukan berda­

sarkan persentase laba kotor dari pembayaran yang

diterima atau laba baru diakui setelah harga pokok

tertutup seluruhnya dari pembayaran-pembayaran cici­

lan .

Atas penyimpangan-penyimpangan tersebut, PPh 1994

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

60

baru mengatur pengakuan pendapatan atas proyek jangka

panjang yaitu dalam pasal 5 (1) PP No 42 tahun 1985. PPh

1994 mengharuskan pemakaian metode persentase penyele-

saian, meskipun tidak dijelaskan harus memakai persentase

penyelesaian berdasar biaya atau fisik, tetapi apabila

digunakan secara konsisten pilihan atau keduanya, menurut

penyusun, dapat dilakukan. Pengakuan pendapatan pada saat

produksi selesai dan pada saat pembayaran diterima diatur

oleh perpajakan.

Basis kas menurut PPh 1994 dapat digunakan, tetapi

harus menaati modifikasi ketentuan yang telah ditetapkan

oleh undang-undang. Jadi basis kas menurut PPh 1994 tidak

murni lagi karena telah dimodifikasi. Modifikasi ini

dilakukan untuk mencegah WP melakukan tindakan-tindakan

untuk menghidarkan pajak. Misalnya, mendekati akhir tahun

pajak, WP membuat estimasi pajak yang terhutang adalah

sejumlah tertentu. Supaya tidak ada pajak yang terhutang,

WP melakukan pengeluaran yang dapat dikurangkan sebagai

biaya, misal membeli harta berwujud atau membeli perse-

diaan dengan tunai.

Dengan cara tersebut WP dapat meminimumkan pajak

yang terhutang untuk tahun tersebut. Apalagi bila penge­

luaran tersebut tetap akan dilakukan untuk tahun beri-

kutnya. Dengan begitu WP akan lebih cenderung melaku-

kannya sekarang, karena jika dilakukan pada tahun sekar-

ang, disamping alasan memang tetap akan dikeluarkan, WP

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

61

juga dapat menghindarkan pajak.

Cara di atas tidak saja dilakukan oleh perusahaan

kecil, yang tidak memiliki bagian perencanaan atau kon-

sultan pajak tersendiri. Perusahaan besar dengan bagian

perencanaan pajaknya akan semakin dapat meminimumkan

pajaknya dengan investasi yang terencana dan rapi.

Cara penghindaran pajak seperti di atas dapat digam-

barkan seperti berikut. Mendekati akhir tahun pajak, data

dari suatu perusahaan adalah sebagai berikut. Penjualan

keseluruhan Rp 450 juta, uang yang telah diterima dari

penjualan ini Rp 400 juta. Pembelian barang yang dijual

Rp 300 juta, dan yang telah dibayar adalah Rp 250 juta.

Persediaan akhir tahun dari barang yang dijual Rp 25

juta. Biaya-biaya yang telah dibayar Rp 50 juta. Biaya-

biaya yang masih terhutang Rp 15 juta.

Dengan menggunakan basis kas murni, maka estimasi

Penghasilan Kena Pajak (PhKP) tahun tersebut (dalam Rp)

adalah :

- Penjualan 400.000.000

- Pembelian (250.000.000)

- Biaya-biaya (50.000.000)

Estimasi PhKP : 100.000.000

Untuk menghindari pajak, maka Wajib Pajak dapat

melakukan pengeluaran untuk pembelian barang yang masih

terhutang yaitu Rp 50 juta. Membayar sewa gudang untuk

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

62

masa dua tahun sejumlah Rp 25 juta (golongan 1). Membeli

kendaraan angkutan (golongan 1) seharga Rp 25 juta tunai.

Dari pengeluaran-pengeluaran ini PhKP (dalam Rp) menjadi

sebagai berikut :

- Penjualan : 400.000.000

- Pembelian : (300.000.000)

- Penghasilan bruto : 100.000.000

- Biaya-biaya (semula) : (50.000.000)

- Biaya sewa : (25.000.000)

- Pembelian kendaraan : (25.000.000)

Estimasi PhKP yang baru : nihil

Dengan basis kas WP berusaha untuk melakukan penge­

luaran yang pasti akan dilakukan pada tahun berikutnya,

menjadi pengeluaran (akhir) tahun ini, sehingga WP dapat

juga menghindari pajak yang terhutang. Apabila WP tidak

menggeser pengeluaran tersebut, maka WP akan menanggung

hutang pajak pada tahun ini. Memang masalah yang krusial

dalam basis pembukuan adalah masalah pengakuan penjualan

atau penghasilan dari usaha dan pengakuan pengeluaran

sebagai biaya atau sebagai harta yang dikapitalisasi.

Dengan modifikasi ala UU PPh 1994, perbandingan PhKP

antara basis kas dengan akrual disajikan dalam Tabel I.

Tabel I Perbandingan PhKP antara Basis Kas dengan Akrual

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Basis Kas Basis Akrual

Penjualan 450.000.000 450.000.000

Harga pokok penjualan


- Persediaan awal
- Pembelian 300.000.000 300.000.000
- Persediaan akhir (25.000.000) (25.000.000)

Harga pokok penjualan 275.000.000 275.000.000

Penghasilan bruto 125.000.000 125.000.000

Biaya yang dapat dikurangkan


- Biaya-biaya (semula) (50.000.000) (50.000.000)
- Penyusutan kendaraan (12.500.000) (12.500.000)
- Amortisasi sewa (12.500.000) (12.500.000)
- Biaya masih terhutang (15.000.000)

Penghasilan kena pajak 50.000.000 35.000.000

Dari contoh tersebut terlihat jelas basis kas murni

berbeda jauh dengan pengertian basis kas menurut UU PPh

1994. Basis kas ini tetap diperbolehkan oleh peraturan,

mengingat WP sangat banyak jenis ragam dan skala usahan-

ya. Basis kas biasanya digunakan oleh perusahaan peroran-

gan dengan skala usaha kecil atau usaha yang menyediakan

jasa, yang waktu penyerahan jasa dengan penerimaan uang

pembayaran relatif bersamaan.

Jika dibandingkan antara basis kas dengan basis

akrual dalam PPh 1994, maka kedua basis pembukuan terse­

but hampir sama. Dengan basis kas WP tidak mempunyai

peluang memperkecil laba kena pajak hanya dengan melaku­

kan pergeseran pengeluaran-pengeluaran. Karena pengeluar­

an yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

64

pembebanannya harus melalui penyusutan dan amortisasi,

dan hal-hal mengenai pengakuan harga pokok penjualan

meliputi seluruh pembelian dan memperhatikan persediaan,

serta pengakuan penjualan yang harus mencukupi keseluru-

han penjualan. Jadi dapat dikatakan sebenarnya perpajakan

tidak mengakui basis kas.

Di dalam formulir surat pemberitahuan pajak tahunan

(SPT) PPh baik untuk WP badan maupun WP perorangan terda­

pat pilihan tentang basis kas atau basis akrual, tetapi

belum pernah ada surat edaran (SE) yang menerangkan apa

perbedaan yang prinsip antara basis kas dengan basis

akrual. Dari uraian di atas perbedaan antara keduanya

terletak pada pos-pos transitoris dan antisipasi, dan

pengakuan biaya yang masa manfaatnya kurang dari satu

tahun. Pos transitoris misalnya biaya yang dibayar dari

satu tahun. Pos transitoris misalnya biaya yang dibayar

di muka atau pendapatan yang diterima di muka, pos anti-

sipasi misalnya biaya yang masih harus dibayar atau

pendapatan yang akan diterima.

Selanjutnya tentang konsep matching cost against

revenue, konservatisme, dan materialisme. Konsep matching

cost against revenue juga ada dalam perpajakan. Hanya,

konsep ini tunduk pada ketentuan PPh 1994. Artinya unsur-

unsur penghasilan dan biaya yang dilaporkan dalam suatu

tahun pajak harus menaati ketentuan perpajakan. Unsur-

unsur penghasilan diatur dalam pasal 4 UU PPh 1994, yang

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

65

menentukan unsur-unsur yang merupakan penghasilan dan

bukan penghasilan. Sedang unsur biaya yang dapat dikur-

angkan dari penghasilan diatur dalam pasal 6 UU PPh 1894,

dan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan

diatur dalam pasal 9 UU PPh 1994. Dengan menaati keten-

tuan-ketentuan ini berarti laba yang dilaporkan telah

menerapkan konsep matching cost against revenue, menurut

PPh 1994.

Selanjutnya mengenai konsep konservatisme, PPh 1894

tidak menganut konsep ini. Hal ini terbukti dari pasal 9

ayat 1 huruf c UU PPh 1994, yang menentukan biaya pemben-

tukan atau pemupukan cadangan tidak boleh dikurangkan

dari penghasilan, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan

lain oleh Peraturan Pemerintah. Artinya jika ada kerugian

yang ditaksir akan terjadi, tetapi kalau belum nyata-

nyata terjadi, WP tidak boleh mengakui kerugian melalui

pembentukan atau pemupukan cadangan.

Kemudian konsep materialisme, konsep ini juga tidak

dianut oleh PPh 1984. Dalam PPh 1994 pengungkapan infor-

masi meskipun tidak material, tetapi apabila informasi

tersebut menyangkut hutang pajak kepada negara, hal ini

harus tetap dilaporkan. Hal ini dikarenakan sehubungan

ketaatan pada ketentuan yang berlaku, yaitu ketentuan UU

PPh 1994 dan ketentuan yang berada di bawahnya.

3.1.2. Harta yang Dapat Disusutkan

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

66

Pengertian aktiva tetap dalam akuntansi seperti yang

dikemukakan di bab II dengan harta berwujud dalam PPh

1994 seperti yang dikemukakan di bab II pada dasarnya

sama. Ciri-ciri yang melekat pada istilah tersebut ialah

mempunyai wujud, digunakan dalam operasi perusahaan, dan

mempunyai masa manfaat lebih dari setahun. Dalam keputu­

san Menteri Keuangan mengenai penggolongan harta, sebe-

narnya hal tersebut merupakan aktiva tetap menurut akun­

tansi. Jadi meskipun istilahnya berbeda, dalam praktiknya

pengertian aktiva tetap dan harta berwujud sama. Penger­

tian aktiva tak berwujud antara keduanya pada dasarnya


r
juga sama, hanya dalam akuntansi tidak menyebutkan bahwa

umur aktiva tersebut lebih dari setahun, sedangkan PPh

1994 dengan tegas menyebutkan umur aktiva harus lebih

dari setahun. Namun, akuntansi dengan penggolongan aktiva

tidak berwujud atas dasar masa manfaat, sebenarnya juga

telah tersirat bahwa umur aktiva tidak berwujud lebih

dari setahun.

Meskipun antara akuntansi dengan PPh 1994 mempunyai

pengertian yang pada dasarnya sama mengenai aktiva berwu­

jud dan tak berwujud, tetapi terdapat perbedaan pengakuan

terhadap suatu aktiva boleh diakui penyusutan/amortisa-

sinya atau tidak.

Aktiva atau harta yang dapat disusutkan menurut

akuntansi dan PPh 1994 adalah aktiva yang digunakan dalam

operasi perusahaan, kecuali untuk hal-hal yang diatur

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

67

khusus misalnya tanah yang tidak mengalami penurunan

nilai ekonomis karena pemakaian, atau harta tersebut

oleh perpajakan dianggap tidak untuk keperluan mendapat-

kan, menagih dan memelihara penghasilan. Untuk hal-hal

terakhir ini maka PPh 1994 dengan tegas tidak nengakui

penyusutan atas harta tersebut.

a. Tanah

Akuntansi meskipun telah membagi aktiva tetap menja-

di aktiva depreciable (dapat disusutkan) dan nondepreci­

able (tidak dapat disusutkan), tetapi tidak memberikan

penjelasan lebih lanjut mana saja aktiva yang termasuk

dalam kelompok dapat disusutkan dan aktiva mana saja yang

termasuk tidak dapat disusutkan. Sedang PPh 1994 dengan

tegas menetapkan, tanah adalah harta yang tidak dapat

disusutkan, kecuali tanah yang mengalami penurunan nilai

ekonomis karena dipakai.

Tanah, di Indonesia dimiliki dalam bentuk hak milik

(HM), hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak

pakai, hak sewa. HH tidak terbatas jangka waktu kepemili-

kannya dan apabila tanah tersebut tidak mengalami penur­

unan nilai karena pemakaiannya, maka tidak boleh disusut­

kan, baik menurut PPh 1994 maupun akuntansi. Namun bagai-

mana halnya dengan HGU, HGB, hak pakai dan hak sewa yang

jangka waktunya terbatas. Pada umumnya badan usaha di

Indonesia tidak memiliki HM atas tanah, maka pemahasan

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

68

selanjutnya ditekankan pada HGU, HGB, dan Hak pakai, Hal

Sewa yang jangka waktunya terbatas.

Mengingat kompleksitas masalah pertanahan di Indone­

sia, pembahasan di sini akan ditekankan pada sifat nilai

perolehan awal dan biaya-biaya yang dikeluarkan setelah

perolehan awal, apakah mengalami penurunan nilai ekonomis

atau tidak, sehingga dapat ditetapkan apakah nilai pero­

lehan awal dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memper-

oleh atau mempertahankan hak atas tanah akan disusutkan

atau tidak. Penurunan nilai dapat disebabkan oleh pema-

kaian sehingga aus atau karena berlalunya waktu sebab

masa manfaatnya dibatasi oleh waktu. Selain itu untuk

menentukan apakah perolehan awal atau biaya-biaya akan

disusutkan atau tidak, pembahasan diperbandingkan dengan

HM.

Jika ditinjau dari pemakaian tanah yang digunakan

untuk keperluan mendirikan bangunan atau sebagai tempat

usaha pertanian, perkebunan, perikanan, maka nilai pero­

lehan awal tanah tidak akan mengalami penurunan nilai

ekonomis. Oleh karena itu nilai perolehan awal dari hak

atas tanah tidak disusutkan.

Selanjutnya jika ditinjau dari segi berlalunya

waktu, nilai perolehan awal tanah juga tidak akan menga­

lami penurunan nilai ekonomis. Karena setelah hak atas

tanah habis, tanah tersebut tetap dapat dijual. Hal ini

menunjukkan bahwa nilai perolehan awal tidak mengalami

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

69

penurunan nilai ekonomis. Seperti yang telah terjadi dan

diberitakan oleh harian Kompas, " ... justru sekarang

tanah-tanah PT Perkebunan yang habis masa HGUnya dijual

kepada pihak ketiga ... ^0

Apabila ditinjau dari sifat-sifat hak-hak atas

tanah, hak-hak tersebut ada yang mirip dengan HM, ada

pula yang mempunyai sifat-sifat mirip dengan sewa. Sifat-

sifat tersebut ialah dapat tidaknya hak untuk beralih

kepada ahli waris jika pemegang hak meninggal atau senga-

ja dialihkan (dijual) kepada pihak lain dan ada tidaknya

jaminan untuk memperpanjang hak tersebut serta dapat

tidaknya hak tersebut dijadikan jaminan hutang dengan

pembebanan hipotek.

Hak-hak yang mempunyai sifat dapat beralih kepada

ahli waris apabila pemegang hak meninggal, dan ada jami­

nan untuk diperpanjang haknya jika masa hak telah habis,

serta dapat dijadikan jaminan hutang hipotek, sebenarnya

mirip dengan H M . Hak yang termasuk di sini yaitu HGU,

HGB. Keterbatasan HGU dan HGB dibanding dengan HM yaitu

dalam hal keleluasaan untuk pengelolaan dan adanya kehar-

usan untuk memperpanjang hak di masa yang akan datang.

Jadi menurut penyusunan, nilai perolehan awal HGU dan HGB

tidak disusutkan, karena pada dasarnya hak-hak tersebut

^Editor, "Tanah sambungan dari halaman 1", Rompas f


30 September 1993, hal. 5.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

70

tidak berbeda dengan hak milik.

Undang-undang Pokok Agraria memang hanya menyebutkan

bahwa HGU, HGB setelah jangka waktunga habis, maka dapat

diperpanjang haknya. Bagaimana jika perpanjangan hak

tersebut juga telah habis. Setelah perpanjangan hak

habis, hak tersebut dapat diperpanjang lagi, demikian

seterusnya. Seperti disebutkan oleh Effensi Perangin

sebagai berikut :

Pemerintah menyatakan bahwa selama seorang


pengusaha mengusahakan tanah dan perusahaannya
dengan baik, maka baginya bukan saja dijamin dapat
menguasai tanah itu selama haknya berlangsung, akan
tetapi pengusahaan tersebut dapat diteruskannya juga
setelah hak atas tanahnya berakhir, yaitu dengan
memperpanjang atau memperbaharui haknya yang sudah
berakhir itu. *

Hak-hak tersebut memang mirip dengan hak milik,

tetapi hak-hak tersebut setelah jangka waktu tertentu

harus diperpanjang haknya. Untuk hal ini diperlukan biaya

perpanjangan hak yaitu biaya yang berhubungan dengan

masalah tanah di Indonesia seperti yang telah dikemukakan

dalam Bab III kecuali biaya pembebasan tanah. Biaya untuk

perpanjangan hak yang merupakan pengeluaran setelah

perolehan awal inilah yang sebenarnya mengalami penurunan

nilai ekonomis yang disebabkan oleh berlalunya waktu,

biaya inilah yang diamortisasi. Biaya yang dikeluarkan

21Effendi Perangin, Hukum Agraria Di Indonesia Suatu


Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum. op. cit., hal.
261.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

71

setelah perolehan awal, yang dapat berupa biaya perpan-

jangan atau pembaruan hak, merupakan biaya untuk memper-

tahankan hak atas tanah yang dibeli pada waktu perolehan

awal.

Selanjutnya hak atas tanah yang menyerupai sewa, hak

ini mempunyai sifat yaitu hak tidak langsung beralih

kepada ahli waris jika pemegang hak meninggal, tidak ada

jaminan perpanjangan hak, tidak dapat dijadikan jaminan

hutang hipotek, ada kemungkinan tidak dapat dialihkan.

Hak yang mirip dengan sewa ini ialah hak sewa atas tanah.

Hak sewa atas tanah ini, menurut penyusun diamortisasi

seperti halnya sewa biasa.

Di antara hak yang mirip dengan HM dan hak sewa

tadi, ada juga hak yang berbeda di tengah antara HM

dengan hak sewa, yaitu hak pakai. Hak ini memang mempun­

yai keterbatasan, yaitu tidak dapat langsung beralih

kepada ahli waris bila pemegang hak meninggal meskipun

hak tidak langsung batal, tidak dapat dijadikan jaminan

hutang hipotek, tidak ada jaminan perpanjang hak, penga-

lihan hak memerlukan izin dari pihak yang berwenang

memberikan izin.

Namun dengan melihat ciri-ciri yang hampir sama

dengan HGB dan HGU, yaitu hak tidak langsung batal meski­

pun pemegang hak meninggal, tanah tetap dapat diperpan-

jang haknya walaupun tidak dijamin perpanjangannya, serta

tetap dapat dijadikan jaminan hutang meski bukan pembeba-

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

nan hipotek, menurut penyusun, nilai perolehan awal hak

pakai tidak disusutkan.

HGU adalah hak yang hanya dapat diperoleh dari

penetapan pemerintah, HGB dan hak pakai dapat diperoleh

dari penetapan atau dari perjanjian dengan pemegang HM.

Sedang hak sewa hanya dapat diperoleh dari perjanjian

dengan pemegang HM. Menurut penyusun, hak-hak yang diper­

oleh dari perjanjian dengan pemegang HM, hanya mirip

dengan sewa. Karena diperoleh dari perjanjian dengan

pemegang HM, tentu tidak ada pembebasan tanah, uang

pemasukan atau administrasi, sumbangan landreform, dan

uang pendaftaran. Dan hak atas tanah yang diperoleh

dengan cara ini baru terbatas pada hak sewa, sedang HGU

dan hak pakai belum pernah ada, karena peraturan pelaksa-

naannya belum ada. Hak atas tanah (land right) yang

diperoleh dari cara ini diamortisasi, karena mirip dengan

perjanjian sewa.

b. Golongan Bangunan

Bangunan yang disusutkan menurut akuntansi dan PPh

1994 juga sama, yaitu bangunan yang digunakan untuk

operasi perusahaan. Akan tetapi tidak seluruh bangunan

yang digunakan untuk operasi perusahaan menurut akuntansi

merupakan operasi juga menurut PPh 1994. Bangunan yang

menurut PPh 1994 tidak merupakan bangunan yang digunakan

untuk operasi perusahaan tentu tidak diakui penyusu-

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

tannya, m i s a l n y a b a n g u n a n perumahan untuk karyawan yang

bukan di daerah terpencil. Khusus perumahan di daerah

terpencil ini diatur dalam pasal 9 ayat 1 huruf e, yang

menyebutkan bahwa pemberian kenikmatan kepada karyawan

tidak boleh dikurangkan dari penghasilan untuk menentukan

laba kena pajak, kecuali bangunan untuk perumahan di

daerah terpencil.

akuntansi tidak membedakan perumahan di daerah

terpencil atau bukan. Sedang PPh 1994 membedakan antara

keduanya. Perumahan, baik di daerah terpencil maupun

bukan, yang dinikmati karyawan menurut akuntansi merupa­

kan biaya. Artinya penyusutan atas aktiva tersebut diakui

sebagai biaya. Akan tetapi menurut PPh 1994, biaya penyu­

sutan atas perumahan yang bukan di daerah terpencil tidak

diakui sebagai biaya yang dapat mengurangi penghasilan

bruto, karena perumahan tadi dianggap bukan sebagai

pengorbanan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara

penghasilan. Perbedaan di sini terjadi semata-mata karena

PPh 1994 memang tidak mengakui biaya tersebut, bukan

perbedaan waktu pengakuan atas biaya tersebut. Sedang

perumahan yang dinikmati oleh karyawan, yang memenuhi

persyaratan menurut ketentuan seperti telah dijelaskan

dalam Bab II (merupakan daerah terpencil) PPh 1994 akan

mengakui penyusutannya.

Namun demikian, perumahan untuk karyawan yang bukan

di daerah terpencil, tetapi jika karyawan tersebut diber-

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

74

ikan tunjangan sewa, perusahaan dapat membebankan biaya

penyasutan dan eksploitasi perumahan maksimal sebesar

biaya penyusutan dan eksploitasi, jika tunjangan sewa

sama atau lebih besar dari biaya penyusutan dan eksploi­

tasi. Apabila tunjangan sewa lebih kecil dari biaya

penyusutan dan eksploitasi, maka perusahaan hanya dapat

membebankan penyusutan dan eksploitasi sebesar tunjangan

sewa yang diberikan kepada karyawan. (Tunjangan sewa itu

sendiri merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari

penghasilan bruto oleh perusahaan, dan bagi karyawan

tunjangan tersebut merupakan penghasilan.)

Pengaruh dari hal tersebut di atas terhadap laba

menurut akuntansi (selanjutnya disebut laba komersial)

atau laba kena pajak menurut PPh 1994 (selanjutnya dise­

but laba fiskal) dengan asumsi tidak ada perbedaan lain

kecuali masalah di atas ialah, laba komersial akan lebih

kecil dari laba fiskal.

c. Golongan Bukan Bangunan

Jenis harta golongan bukan bangunan (golongan 1,

golongan 2, golongan 3, dan golongan 4) yang disusutkan

menurut akuntansi dan perpajakan sama, kecuali ditentukan

lain oleh PPh 1994. Pengecualian ini berhubungan dengan

hal apakah harta tersebut digunakan untuk operasi perusa­

haan menurut ketentuan PPh 1994, atau tidak. Harta yang

menurut PPh 1994 tidak merupakan harta yang digunakan

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

75

untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan,

misal harta perusahaan yang digunakan untuk keperluan

pribadi karyawan, termasuk dalam pengertian ini mobil

yang diluar jam kerja kantor dibawa pulang oleh karyawan.

Atas harta ini PPh 1994 tidak mengakui penyusutannya.

3.1.3. Penentuan Harga perolehan

Dalam bab II telah diuraikan penetapan dasar penyu­

sutan baik berupa harga buku maupun harga perolehan

dipengaruhi oleh penentuan harga perolehan pada waktu

pembelian. Secara urnum penentuan harga perolehan harta

yang diperoleh dari transaksi yang tidak dipengaruhi oleh

hubungan istimewa, yaitu dilakukan dua pihak yang mempun­

yai kepentingan berlawanan, sehingga harga perolehan

dapat ditentukan secara obyektif, maka harga perolehan

ialah jumlah sesungguhnya atau seharusnya dikeluarkan.

Berikut ini akan dibahas mengenai penetapan harga perole­

han harga ditinjau dari cara-cara perolehannya.

a. Aktiva Tetap yang Diperoleh dalan Bentuk Siap Pakai

Henurut akuntansi jelas bahwa harga perolehan aktiva

dengan oara ini mfeliputi semua pengeluaran sehingga

aktiva tetap yang dimaksudkan siap digunakan, seperti

iuraikan dalam Bab II, sub bab B, anak sub bab 1 butir a.

PPh 1994 seperti diuraikan pada Bab III, sub bab 5,

anak sub bab 1, butir a, tidak menyebutkan mengenai harga

perolehan aktiva yang diperoleh dalam bentuk siap pakai.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

76

tetapi hanya menyebutkan bahwa harga perolehan adalah

jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan. Apakah harga pero­

lehan di sini mencakup semua pengeluaran sampai harta

yang dimaksudkan benar-benar siap digunakan, ataukah

hanya harga beli harta yang bersangkutan. Ketidakjelasan

ketentuan perpajakan ini memberikan peluang bagi WP untuk

mengkapitalisasi atau mengakui langsung sebagai biaya

atas suatu pengeluaran di luar harga beli harta misal bea

masuk, biaya angkut, biaya pemasangan, PPn BM, PPH yang

tidak dapat dikreditkan.

Pada tahun-tahun WP menderita rugi, biaya di luar

harga beli harta cenderung dikapitalisasi dan dibebankan

pada tahun-tahun mendatang, karena tanpa pembebanan

biaya-biaya tadi PhKP nihil bahkan negatif,. Hal ini

dikarenakan mengakui pengeluaran sebagai biaya pada waktu

rugi tidak akan memperkecil hutang pajak, dan saldo rugi

yang tidak dikompensasikan dalam 5 tahun pajak tidak

boleh dikompensasikan sebagai pengurang PhKP.

Selanjutnya tentang perlakuan bunga atas pembelian

secara angsuran atau kredit. Menurut akuntansi, bunga

atas pembelian angsuran atau kredit tidak dikapitalisasi

tetapi dibebankan sebagai biaya pada periode terjadinya

pengeluaran. Menurut perpajakan, dalam hal ini sama,

berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a, bahwa biaya bunga

dikurangkan dari penghasilan bruto.

b. Aktiva Tetap yang Dibangun Sendiri

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

77

Masalah sehubun'gan dengan aktiva tetap yang dibangun

sendiri adalah perlakuan bunga atas pinjaman yang diguna­

kan untuk membangun aktiva tetap. IAI, dalam Pernyataan

No. 26, yang diuraikan dalam Bab II, sub bab B, anak sub

bab 1 butir b, menyatakan bila kondisi-kondisi tertentu

telah ditetapkan dipenuhi, biaya bunga boleh (bukan

harus) dikapitalisasi.

Dalam hal ini tergantung kepentingan manajemen, jika

pengukuran prestasi manajemen didasarkan pada laba ber-

sih, manajemen akan cenderung mengkapitalisasi bunga,

bila kondisi-kondisi yang ditetapkan dipenuhi. Karena

dengan kapitalisasi akan menunda pengakuan biaya bunga

tersebut.

Sedang PPh 1994, karena belum mengatur, bunga dapat

dikurangkan dari penghasilan bruto seperti biaya bunga

yang lain. Jika ditinjau dari kecenderungan dalam perpa­

jakan, WP cenderung mengakui bunga sebagai biaya pada

tahun terjadinya pengeluaran, bila pada tahun,tersebut WP

memperoieh laba. Sebaliknya jika pada tahun tersebut WP

menderita rugi, WP dengan alasan Pernyataan IAI No. 2

akan mengkapitalisasi bunga.

Jadi dalam hal ini perlu ketegasan dalam akuntansi,

jika syarat-syarat yang telah ditetapkan dipenuhi, bunga

harus (bukan boleh) dikapitalisasi. Demikian juga PPh

1994, apakah pernyataan IAI tersebut diberlakukan untuk

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

78

keperluan perpajakan atau tidak.

Unsur harga perolehan aktiva yang dibangun sendiri

menurut akuntansi terdiri dari bahan langsung, upah

langsung, dan biaya produksi tidak langsung (BPTL). Bahan

langsung dan upah langsung dapat ditelusuri pembebanannya

terhadap aktiva. Artinya biaya bahan dan upah untuk

membangun aktiva tersebut dapat diketahui secara tepat.

Sedang BPTL tidak dapat ditelusuri secara langsung pada

aktiva yang dibangun dan pembebanan dilakukan berdasarkan

kebijakan manajemen. Bahkan sampai menjadi perbedaan

pendapat di kalangan akuntan dan belum ada ketentuan oleh

pihak yang berkompeten. Ada yang berpendapat BPTL yang

dibebankan adalah sebesar kenaikan BPTL yang disebabkan

oleh pembangunan aktiva. Pendapat yang lain mengatakan

pembebanan BPTL dilakukan seperti pengalokasian terhadap

aktiva yang tidak untuk dipakai sendiri. Bahkan ada pula

yang berpendapat aktiva yang dibangun untuk dipakai

sendiri tidak dibebani BPTL. Kedua pendapat yang pertama

tersebut sama-sama tidak akan lepas dari kebijakan atau

taksiran manajemen, karena itu sulit mengatakan mana yang

lebih tepat. Pendapat yang ketiga, menurut penyusun

justru sulit diterima, karena aktiva yang dibangun terse­

but pasti ada juga unsur BPTL-nya.

Selain ketiga unsur harga perolehan di atas, dengan

Pernyataan IAI No. 26, maka harga perolehan selanjutnya

akan mencakup pula bunga atas pinjaman untuk pembangunan.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

79

Sebagai ilustrasi, sebuah perusahaan bergerak di

bidang konstruksi, membangun gedung dan perumahan. Gedung

akan dipakai untuk keperluan kantor, sedang perumahan

akan dipakai oleh karyawan (asumsi bukan di daerah ter­

pencil). Khusus untuk pembangunan aktiva tersebut dananya

diperoleh dari pinjaman bank sejumlah Rp 500.000.000,00

dengan 20% per tahun. Pembangunan selesai dalam waktu 6

bulan. Biaya yang dikeluarkan adalah sebagai berikut

(dalam Rp 1.000,00).

Kantor Perumahan Jumlah

- Bahan langsung 200.000 125.000 325.000

- Upah langsung 100.000 50.000 150.000

- BPTL (misal berda­


sar kenaikan) 20.000 5.000 25.000

Jumlah 320.000 180.000 500.000

Menurut akuntansi, aktiva tersebut sebelum pembeba­

nan bunga akan dicatat unruk Gedung Rp 320.000.000,00 dan

Perumahan Rp 180.000.000,00. Bunga Rp 50.000.000,00 (= Rp

500.000.000.00 x 20% x 8/12 ) harus dialokasikan ke

gedung dan perumahan dengan perbandingan nilai gedung dan

perumahan sebelum pembebanan bunga. Alokasi bunga untuk

gedung adalah Rp 32.000.000,00 (= 320/500 x Rp

50.000.000.00) dan untuk perumahan Rp 18.000.000,00 (=

180/500 x Rp 50.000.000,00). Dengan demikian Gedung

dicatat Rp 352.000.000,00 dan Perumahan dicatat Rp

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

80

198.000.000.00.

Menurut akuntansi penyusutan gedung dan perumahan

tersebut dapat dibebankan sebagai biaya. Sedang PPh 1994,

karena perumahan digunakan untuk karyawan (asumsi tidak

diberikan tunjangan sewa) maka penyusutan atas perumahan

tidak diakui oleh perpajakan, dan hal ini merupakan

perbedaan tetap.

Bunga atas pinjaman untuk pembangunan sebesar Rp 50

juta, karena PPh 1994 belum mengatur hal ini, maka dapat

dikurangkan dari penghasilan bruto seperti halnya biaya

bunga yang lain. Terlebih kagi jika dalam- tahun tersebut

WP memperoleh laba, sehingga WP semakin cenderung untuk

membebankan daripada mengkapitalisasi bunga.

Seandainya dalam tahun tersebut WP menderita rugi,

maka WP dengan alasan Pernyataan IAI No. 26, dapat meng­

kapitalisasi bunga, minimal bunga Rp 32.000.000,00 yang

dialokasikan untuk gedung. Sedang sisa bunga Rp

18.000.000.00 dengan alasan manajemen menganggap bahwa

bunga tersebut sama halnya dengan biaya bunga lainnya,

akan dicatat sebagai biaya yang menambah saldo rugi, yang

akan dikompensasikan selama 5 tahun yang akan datang jika

memperoleh laba. Hal ini dikarenakan kapitalisasi bunga

untuk perumahan tidak akan diakui penyusutannya seperti

halnya bahan, upah dan BPTL yang dibebankan pada peruma­

han .

c. Aktiva Tetap yang Diperoleh dari Pertukaran

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

81

PAI 1984, seperti diuraikan dalasi Bab II, mengatur

bahwa aktiva tetap yang diperoleh dari pertukaran tidak

sejenis dinilai dengan harga wajar. Bila pertukaran

melibatkan uang, uang yang dibayarkan ditambahkan pada

nilai wajar aktiva yang diserahkan sebagai nilai perole­

han. Artinya harga wajar aktiva yang diterima adalah

sebesar penjumlahan harga wajar aktiva yang diserahkan

dan uang yang dibayarkan. Sedang bila menerima uang, uang

yang diterima dikurangkan dari harga wajar aktiva yang

diserahkan. Artinya harga wajar aktiva yang diterima

sebesar harga wajar yang diserahkan dkurangi dengan uang

yang diterima. Kiranya pertukaran tidak sejenis mudah

dipahami, karenanya tidak perlu penjelasan lebih lanjut.

Pertukaran sejenis, harga perolehan aktiva adalah

harga buku atau harga pasar, mana yang lebih rendah. Jika

melibatkan uang, uang yang diserahkan menambah harga buku

atau harga pasar yang lebih rendah tadi. Sedang bila

menerima uang, maka harus dilihat dahulu penjumlahan uang

yang diterima dengan harga pasar aktiva yang diterima.

Jika penjumlahan tersebut lebih kecil dari harga buku

aktiva yang diserahkan, maka harga perolehan aktiva yang

diterima dicatat sebesar harga pasar aktiva yang diteri­

ma. Bila penjumlahan tersebut lebih besar dari harga buku

aktiva yang diserahkan, aktiva yang diserahkan diperlaku­

kan menjadi dua bagian yaitu bagian yang dijual dan

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

82

bagian yang ditukar, yang nilainya proporsional dengan

kas yang diterima dan harga pasar aktiva yang diterima.

Bagian harga buku aktiva yang ditukar inilah yang menjadi

nilai perolehan aktiva yang diterima.

Sebenarnya pertukaran baik sejenis maupun tidak

sejenis, menurut logika pastilah aktiva yang dipertu-

karkan dinilai dengan harga pasar atau harga wajar yang

disepakati oleh kedua belah pihak, dan aktiva yang diper-

tukarkan tentunya mempunyai nilai wajar yang seimbang,

karena jika tidak seimbang pertukaran tidak akan terjadi.

Dalam contoh 1 pada halaman 19 (Bab II), karena

aktiva yang dipertukarkan mempunyai nilai wajar yang sama

yaitu Rp 2.500.000,00 maka tidak perlu penyeimbang berupa

aktiva lain. Demikian juga jika harga wajar yang dipertu­

karkan adalah Rp 1.000.000,00. Akuntansi mencatat pertu­

karan sejenis seperti tidak akan terjadi pertukaran,

sehingga aktiva baru dicatat sebesar harga buku aktiva

lama jika harga wajar aktiva lama lebih besar daripada

harga bukunya, tetapi jika harga wajar aktiva lama lebih

kecil daripada harga bukunya, aktiva dicatat sebesar

harga wajar, hal ini karena menganut konsep konservatis-

me .

Pada contoh 2 (a) pada halaman 20 (Bab II), harga

pasar aktiva baru sebenarnya adalah Rp 7.500.000,00

sehingga diperlukan penyeimbang yang dalam hal ini berupa

uang Rp 5.000.000,00 karena harga wajar aktiva lama hanya

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

83

Rp 2.500.000,00. Demikian juga untuk contoh 2 (b), karena

harga wajar aktiva baru adalah Rp 6.000.000,00 sedangkan

harga wajar aktiva lama hanya Rp 1.000.000,00. Jadi uang

kas yang diserahkan menambah harga wajar atau harga buku

aktiva lama, mana yang lebih rendah.

Pada contoh 3 (a) ada halaman 20 (Bab II), karena

penjumlahan uang yang diterima dan harga wajar aktiva

yang diterima lebih besar dari harga buku aktiva lama,

maka bagian aktiva yang dijual dengan bagian aktiva yang

ditukar adalah :

Pembagian Aktiva Diterima Jumlah Proporsi

- Dijual Kas Rp 500.000,00 20%

- Ditukar Aktiva Baru Rp 2.000.000,00 80%.

Harga wajar aktiva baru Rp 2.000.000,00, dan harga

wajar aktiva lama adalah Rp 2.500.000,00, agar aktiva

yang saling dipertukarkan seimbang, diterima uang sebesar

Rp 500.000,00.

Dari proporsi tesebut maka harga buku aktiva yang

dijual adalah 20% dari Rp 2.000.000,00 yaitu Rp

400.000.00 dan harga buku yang ditukar adalah 80% dari Rp

2.000.000.00 sama dengan Rp 1.600.000,00. Sesuai dengan

ketentuan bahwa harga perolehan aktiva dari pertukaran

selalu dinilai dengan harga wajar atau harga buku, mana

yang lebih rendah, maka dalam hal ini aktiva dicatat

sebesar Rp 1.600.000,00.

Selanjutnya berikut ini diiiraikan harga perolehan

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

84

aktiva dari pertukaran menurut perpajkaan. PPh 1894,


seperti diuraikan dalam Bab II, mengatur transaksi pertu­

karan seperti transaksi penjualan, kemudian melakukan

pembelian, untuk semua jenis harta, tanpa melihat apakah

sejenis atau tidak. Untuk penjualan dan pertukaran aktiva

tetap berlaku ketentuan mengenai penarikan harta karena

sebab biasa. Untuk pembelian berlaku pasal 10 ayat 2 UU

PPh 1994, bahwa harga perolehan adalah jumlah yang sehar-

usnya dikeluarkan, dan harga perolehan ini menambah

jumlah awal untuk penetapan dasar penyusutan.

Jumlah yang seharusnya dikeluarkan tidak lain adalah

harta wajar yang disepakati oleh kedua belah pihak. Pihak

pertama yang menerima harta dari pihak kedua, jumlah yang

seharusnya dikeluarkan ialah harga wajar harta milik

pihak kedua, begitu juga sebaliknya. Sedang pengurangan

adalah harga wajar harta dari masing-masing pihak yang

mengalihkan. (Pengurangan untuk penetapan dasar penyusu­

tan dibahas pada sub bab tersendiri).

d. Perolehan Aktiva Secara Kelonpok

Perusahaan tidak jarang dalam pengadaan harta yang

akan digunakan dilakukan dengan cara membeli sekelompok

harta secara sekaligus. Hal ini dilakukan karena biasanya

lebih murah dibandingkan pembelian secara individual.

Dalam akuntansi, seperti diuraikan dalam Bab II,

masing-masing aktiva dicatat dengan mengalokasikan harga

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

85

gabungan ke masing-masing harta dengan perbandingan nilai

wajar masing-masing aktiva. Sedang PPh 1994, seperti yang

dikemukakan dalam Bab II, hal ini tidak atau belum dia­

tur. Pengalokasian ini diperlukan jika-jenis dan umur

harta yang diperoleh berbeda.

Karena jenis, misalnya tanah dan gedung, tanah

mungkin memang termasuk dalam kategori yang tidak dapat

disusutkan seperti diuraikan di depan, dan gedung sudah

tentu harus disusutkan. Karena umur manfaat, misalnya

kendaraan untuk pengangkutan yang terdiri dari beberapa

merek dan kualitas, sehingga umur manfaatpun berbeda.

Dengan alasan ini pengalokasian harus dilakukan, oleh

karenanya harus ada ketentuan tentang hal ini.

Bila ditinjau dari segi perpajakan, pengalokasian

diperlukan bila sekelompok harta yang dibeli berlainan

golongan atau dalam sekelompok harta tersebut terdapat

harta yang tidak boleh disusutkan baik tanah ataupun

harta yang hanya akan dinikmati oleh karyawan. Bila

sekelompok harta tersebut merupakan satu golongan dan

semua akan digunakan oleh perusahaan, tidak dilakukan

pengalokasian harga perolehan tidak akan mempengaruhi

beban penyusutan secara keseluruhan.

Karena PPh 1994 belum mengatur, maka hal ini merupa­

kan peluang bagi WP untuk melakukan alokasi harga perole­

han yang merugikan perpajakan. Sebagai contoh, sekelompok

harta terdiri dari tanah, gedung, dan berbagai macam

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

86

peralatan kantor dibeli secara kas sebesar Rp


500.000.000.00,dari bagian perusahaan lain yang dihenti-

kan operasinya. Untuk penyusutan, jelas harga perolehan

harus dialokasikan ke tanah, bangunan, dan golongan 1,

golongan 2 dan golongan 3 sesuai ketentuan PPh 1994.

Harga wajar secara individual adalah, tanah Rp

220.000.000.00, bangunan Rp 275.000.000,00, peralatan

kantor golongan 1 Rp 27.500.000,00 dan peralatan golongan

2 Rp 27.500.000,00. Total harga wajar secara individual

adalah Rp 550.000.000,00.

Alokasi berdasarkan nilai wajarnya (asumsi umur

manfaat tiap-tiap harta dalam golongannya sama, sehingga

antara akuntansi dan PPh 1994 pengalokasiannya sama),

sebagai berikut :

Tanah : 220/550 x 500.000.000 = 200.000.000

Bangunan : 275/550 x 500.000.000 = 250.000.000

Harta golongan 1 : 27,5/550 x 500.000.000 = 25.000.000

Harta golongan 2 : 27,5/550 x 500.000.000 = 25.000.000

Karena PPh 1994 tidak mengatur hal ini, Wp dapat

mencatat bangunan Rp 275.000,000,00, golongan 1 Rp

27.500.000.00, dan Rp 170.000.000,00. Pencatatan ini akan

mengakibatkan dasar penyusutan fiskal lebih besar daripa­

da dasar penyusutan akuntansi. Sebaliknya jika kemudian

tanah dijual, maka laba fiskal akan lebih besar dari pada

laba akuntansi/komersial.

e. Perolehan Aktiva Tetap Melalui Herger atau Konsolidasi

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

87

Seperti telah diuraikan pada Bab IX, penerbitan

sahara juga dapat dipakai untuk menggabungkan badan usaha

(yang di dalamnya termasuk juga aktiva tetap), baik

melalui merger atau konsolidasi. Menurut akuntansi,

seperti diuraikan dalam Bab II, penggabungan badan usaha

dapat dicatat dengan metode pembelian atau penyatuan

kepentingan, yang mana pemakaian metode tersebut ditentu­

kan oleh kondisi atau syarat tertentu.

Pencatatan dengan metode pembelian, aktiva akan

dicatat sebesar harga wajar dan mungkin akan timbul

goodwill, sedang metode penyatuan kepentingan akan menca-

tat aktiva sebesar harga buku dan tidak pernah ada good­

will. Goodwill bisa dikatakan sebagai kelebihan pembayar­

an atas transaksi pengambilalihan suatu perusahaan oleh

perusahaan lain di atas harga pasar atau harga wajarnya.

Dalam PPh 1994, seperti dikemukakan pada Bab III, harta

dari pengambilalihan perusahaan dengan pembayaran saham,

selalu dinilai dengan harga buku. Pengambilalihan perusa­

haan yang mengakibatkan timbulnya goodwill, maka goodwill

dan harga wajar/pasar tidak akan diakui. Amortisasi

goodwill tidak akan pernah diakui dan dasar penyusutan

harta yang diperoleh harus menggunakan harga buku dari

pihak yang dibeli. Hal ini untuk mencegah pengambilalihan

satu perusahaan oleh perusahaan lain dengan harga yang

jauh melebihi harga wajarnya, karena harga wajar yang

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

88

disepakati pihak pembeli dan pihak yang dibeli dapat


dijadikan alat untuk menghindari pajak. Jadi pencatatan

transaksi ini selalu menggunakan metode penyatuan kepen-

tingan yang dikenal dalam akuntansi.

Bila pembayaran menggunakan uang kas, maka aktiva

dicatat sejumah kas yang dikeluarkan, berapapun harga

pasarnya. Jadi pembayaran dengan kas yang dicatat dengan

metode pembelianpun, menurut PPh 1984 tidak akan pernah

ada goodwill.

Sebagai ilustrasi, PT XX membeli PT YY. Harga buku

dan harga pasar harta dan hutang PT YY adalah sebagai

berikut.

Harta Hutang Hodal


(Rp 1.000) (Rp 1.000) (Rp 1.000)

- Harga Buku 500.000 250.000 250.000

- Harga Pasar 750.000 250.000 500.000

PT XX membeli PT YY dengan menyerahkan saham 250

lembar saham nominal Rp 1.000.000,00 per lembar (asumsi

kondisi yang ada menurut akuntansi mengharuskan pemakaian

metode pembelian, harga pasar saham tidak diketahui dan

aktiva yang ada hanya aktiva tetap). Transaksi ini akan

dicatat sebagai berikut.

Akuntansi PPhl884

Aktiva Tetap 750.000.000 500.000.000

Hutang 250.000.000 250.000.00

Hodal Saham 250,000.000 250.000.000

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

89

Agio Saham 250.000.000

Apabila PT XX membeli PT YY dengan menyerahkan uang

kas, misal sejumlah Rp 550.000.000,00 maka pencatatannya

sebagai berikut.

Akuntansi PPhl884

Aktiva Tetap 750.000.000 800.000.000

Goodwill 50.000.000

Hutang 250.000.000 250.000.000

Kas 550.000.000 550.000.000

Perbedaan pencatatan ini hanya mengakibatkan perbe-

daan waktu pembebanan penyusutan yang dikarenakan perbe­

daan metode penyusutan antara akuntansi dengan PPh 1994.

Meskipun PPh 1994 tidak mencatat adanya goodwill, namun

dalam nilai aktiva yang dicatat PPh 1984 tersebut sebe­

narnya terkandung nilai goodwill yang dikenal akuntansi.

Bagi PT YY, yang kemudian dilikuidasi, menurut PPh

1994 transaksi yang dilakukan dengan pembayaran berupa

saham, semua aktiva yang diserahkan dinilai dengan harga

buku (sehingga tidak akan ada laba rugi). Sedang transak­

si yang dilakukan dengan pembayaran uang, aktiva yang

diserahkan dinilai dengan uang yang diterima (sehingga

ada laba rugi). Dengan demikian tidak ada kontroversial

pencatatan antara perusahaan yang diambil alih dengan

perusahaan yang mengambil alih.

f. Perolehan Aktiva dengan Sewa Guna Usaha

Persyaratan suatu transaksi dikelompokkan sebagai

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

90

finance lease atau operating lease antara akuntansi

seperti diuraikan dalam Bab II dengan PPh 1994 yang

diuraikan dalam Bab II tidak jauh berbeda. Ada perbedaan

sedikit yaitu tentang masa leasing. Akuntansi menetapkan

masa leasing finance lease minimum adalah 2 tahun, sedang

perpajakan menetapkan untuk golongan 1 minimum 2 tahun,

golongan 2 dan 3 minimum 3 tahun> dan golongan bangunan

minimum 7 tahun.

Dampak perbedaan syarat tersebut, suatu transaksi

menurut akuntansi dikategorikan sebagai finance lease,

tetapi menurut PPh 1994 dikategorikan sebagai operating

lease. Misal perjanjian leasing atas suatu bangunan

dengan masa leasing 5 tahun, asumsi persyaratan lain

memenuhi syarat sebagai finance lease. Menurut akuntansi

hal tersebut dikategorikan sebagai finance lease, tetapi

menurut PPh 1994 dikategorikan sebagai operating lease

karena PPh 1994 mengharuskan masa leasing bangunan mini­

mum 7 tahun. Demikian juga sebaliknya, suatu perjanjian

operating lease menurut PPh 1994 belum tentu akan dikate­

gorikan sebagai operating lease oleh akuntansi.

Akan tetapi, suatu transaksi bila dicatat sebagai

operating lease oleh akuntansi, pasti dicatat juga seba­

gai operating lease oleh perpajakan. Dan suatu transaksi

bila dikategorikan sebagai finance lease oleh PPh 1994

akan dikategorikan juga sebagai finance lease oleh akun­

tansi.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

91

Namun, meski suatu transaksi sama-sama dikategorikan

sebagai finance lease oleh akuntansi dan PPh 1894, karena

ketentuan penyusutan aktiva yang diperoleh dari leasing

berbeda, maka pembebanan penyusutannya akan tetap berbe­

da.

Harta yang diperoleh dari leasing jenis operating

lease, perlakuan penyusutan antara akuntansi dan perpaja­

kan, sama. Sedang jenis finance lease, menurut akuntansi,

aktiva dari finance lease diamortisasi oleh penyewa guna

usaha (lessee), dan perusahaan sewa guna usaha (lessor)

tidak menyusutkannya. Sedang PPh 1994, aktiva ini tidak

disusutkan oleh lessor dan juga tidak diamortisasi oleh

lessee.

Aktiva yang diperoleh dari sewa guna usaha jenis

finance lease, menurut perpajakan, meskipun lessee tidak

melakukan amortisasi sebagaimana dalam akuntansi, tetapi

lessee mengakui semua pembayaran berkala, kecuali untune

pembebanan atas tanah, sebagai biaya yang dapat dikurang­

kan dari penghasilan. Jadi antara akuntansi dan perpaja­

kan tetap mengakui biaya atas harta yang diperoleh dari

sewa guna usaha.

Penyusutan PPh 1894 seperti dikemukakan pada Bab II,

dilakukan setahun penuh. Sehingga sangat menguntungkan

lessor jika semua leasing diperlakukan sebagai operating

lease. Begitu juga lessee, akan diuntungkan jika aktiva

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


>
ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

92

dari finance lease diamortisasi oleh lessee. Keuntungan

tersebut diperoleh dengan mengatur leasing yang dimulai

pada akhir tahun.

Berdasarkan pasal 3 ayat 1 PP No. 42 tahun 1985,

harta dalam usaha leasing, penyusutannya dimulai pada

tahun harta yang bersangkutan dileasingkan, berarti semua

leasing baik operating maupun finance lease, secara

perpajakan dianggap sebagai operating lease, sehingga

menguntungkan lessor, jika leasing dimulai pada akhir

tahun. Untuk itu dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan

No. 1169/KMK. 01/1991. Dengan ketentuan tersebut kesempa-

tan bagi lessor tersebut telah tertutup, karena pembeba­

nan penyusutan dan perhitungan laba rugi fiskal bagi

lessor menurut perpajakan sama dengan akuntansi.

Begitu juga lessee tidak dapat memperoleh keuntungan

dengan cara mengatur leasing yang dimulai pada akhir

tahun. Karena jenis leasing apapun, lessee tidak membe­

bankan penyusutan atas aktiva yang bersangkutan.

Jadi meskipun seolah-olah tidak ada pihak yang

menyusutkan harta sewa guna usaha tetapi lessee dalam hal

ini bukan sama sekali tidak membebankan biaya atas penge­

luaran untuk harta tersebut, karena lessee membebankan

semua pembayaran berkala, kecuali pembebanan untuk tanah.

Bahkan bila tidak memperhatikan nilai waktu dari uang,

lessee lebih untung dengan cara ini. Karena jika lessee

menyusutkan sesuai ketentuan perpajakan, selama masa

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

leasing, harga perolehan harta belum habis dibebankan

sebagai biaya. Tetapi dengan cara pembebanan .semua pem­

bayaran, selama masa leasing, lessee telah membebankan

semua pengeluaran. Harta ini disusutkan setelah lessee

menggunakan hak opsi untuk membeli harta yang bersangku­

tan dengan yang telah disepakati pada awal perjanjian

leasing. Harga yang disepakati ini merupakan harga pero­

lehan untuk dasar penyusutan seperti pembelian biasa.

g. Perolehan Harta dengan Ruilslag

Masalah ruilslag sebenarnya berkaitan dengan pertu­

karan aktiva. Oleh karenanya penilaian harta dari ruils­

lag juga sama dengan pertukaran aktiva. Ruilslag dapat

terjadi pertukaran tanah dengan tanah, tetapi dapat juga

antara tanah dengan sekelompok harta misal tanah, gedung,

dan sarana fisik lain.

Bila suatu perusahaan menginginkan tanah yang telah

ditempati oleh pihak lain, perusahaan dapat membebaskan

tanah yang diinginkan dengan melakukan kerja sama dengan

pihak yang menguasai tanah yang bersangkutan. Kerja sama

dilakukan dengan cara pihak yang mengingingkan tanah

(pihak I) bersedia menyediakan tanah, gedung dan sarana

fisik lain sesuai perjanjian dengan pihak yang akan

menempati (pihak II), dan pihak II bersedia menyerahkan

tanah (mungkin termasuk harta lain yang ada di atas

tanah, sesuai perjanjian) kepada pihak I.

Menurut akuntansi, bagi pihak I, hal ini dapat

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

94

dianggap sebagai pertukaran tidak sejenis dan harta yang

diperoleh dinilai dengan harga wajar. Karena dalam hal

ini pihak I sebenarnya hanya menginginkan tanah yang

kemudian dapat dikelola sesuai keinginannya. Sedang bagi

pihak II, hal ini dapat dianggap sebagai pertukaran

sejenis dan harta yang diperoleh dinilai dengan harga

buku, bila memang sarana-sarana pengganti yang diberikan

oleh pihak I sejenis dengan sarana yang lama. Dan dapat

juga merupakan pertukaran tidak sejenis sehingga harta

yang diperoleh dinilai dengan harga wajar, bila memang

sarana-sarana yang baru tidak sejenis dengan sarana yang

lama.

Menurut PPh 1994, bagi pihak I, hal ini dapat dia­

nggap sebagai pembelian tanah, membangun gedung dan

sarana lain di atas tanah tersebut kemudian menjualnya,

selanjutnya membeli tanah yang diinginkan tadi. Tanah

yang diinginkan ini dinilai sebesar seluruh biaya untuk

membeli tanah, membangun gedung dan sarana pengganti

tadi, dengan memperhatikan biaya yang dapat dikurangkan

dan yang tidak dapat dikurangkan. Karena sejumlah terse-

butlah tanah yang diinginkan dapat diperoleh. Bagi pihak

II harta yang diperoleh dinilai sebesar harga wajar.

Ruilslag ini biasanya terjadi antara instansi pemer­

intah dengan swasta. Peraturan khusus mengenai ruilslag

ini belum ada, menurut J. B. Sumarlin (sewaktu masih

menjabat Menteri Keuangan) mengatakan," ...ruilslag sah

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

95

22
saja. Asal proses ruilslag itu tidak merugikan negara."66

Agar tidak ada pihak yang dirugikan, harta yang

saling dipertukarkan haruslah mempunyai nilai pasar atau

wajar yang sama, dan tanah yang akan dimiliki oleh pihak

II nanti juga harus diselesaikan pengurusan sertifikatnya

oleh pihak I sehingga sama dengan sertifikat tanah pihak

II yang lama. Bagi pihak I, tanah yang akan dikelola


r
pengurusan dan pencatatannya sama seperti yang telah

diuraikan di depan. Untuk keperluan penilaian harga wajar

dapat digunakan tenaga penilai yang bebas, bila perlu

digunakan lebih dari satu tim penilai agar hasilnya dapat

dibandingkan.

h. Perolehan Aktiva Tidak Berwujud

Seperti disebutkan di depan bahwa harga perolehan

harta meliputi semua pengeluaran, demikian juga untuk

harta tak berwujud atau harta yang sulit untuk dikategor­

ikan sebagai harta berwujud atau tidak berwujud. Harta

tak berwujud meliputi hak paten, hak oipta, hak sewa atas

suatu harta, goodwill, franchise, trade mark. Sedang

harta yang sulit untuk dikategorikan sebagai harta berwu­

jud atau tidak berwujud misalnya biaya penelitian dan

pengembangan (litbang). Dan akhir-akhir ini sedang dikem-

bangkan oleh pemerintah cara pembiayaan pembangunan

22Editor, "Ruilslag Sah saja, Asalkan Prosesnya Tak


Rugikan Negara", Rompas. 20 Agustus 1992, hal. 2.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

96

sarana fisik yang mirip dengan harta tak berwujud, yaitu

BOT (build, operate, and transfer). Di samping cara

pembiayaan BOT ada lagi cara pembiayaan BOO (build,

operate, and own).

3.1.4. Pengelompokan Harta dan Jangka Waktu Penyusutan

PPh 1994 mengelompokkan harta berwujud menjadi harta

golongan 1, golongan 2, golongan 3, golongan 4, dan

golongan bangunan dan harta tak gerak lainnya. Harta tak

berwujud juga dikelompokkan menjadi golongan 1, golongan

2, golongan 3, dan golongan 4 (tidak ada golongan bangu­

nan dan harta tak gerak). Pengelompokan ini didasarkan

pada jangka waktu umur manfaat harta. Jika suatu jenis

harta sudah termasuk dalam kelompok harta yang ditetapkan

oleh Keputusan Menteri Keuangan, maka penyusutan fiskaln-

ya mengikuti ketentuan tersebut. Untuk jenis harta yang

belum termasuk dalam ketentuan tersebut, maka penentuan

pengelompokannya didasarkan pada masa manfaatnya.

Manajemen perusahaan dengan memperhatikan frekuensi

pemakaian dan kualitas suatu harta, dapat membuat taksir­

an masa manfaat yang berbeda antara suatu perusahaan

dengan perusahaan lain. Jenis usaha yang berbeda sebe­

narnya wajar saja jika manajemen membuat taksiran masa

manfaat yang berbeda, meskipun harta yang digunakan sama

jenis, merek dan kualitasnya.

Lain halnya dengan PPh 1994, akuntansi memberikan

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

97

kebebasan kepada manajemen untuk membuat kebijakan menge­

nai penyusutan, termasuk di dalamnya adalah kebijakan

taksiran jangka waktu pemakaian atau masa manfaat. Akun­

tansi hanya menyediakan metode-metode yang dapat dipilih

manajemen. Kensekuensinya memang dapat terjadi pengelom­

pokan harta yang beraneka ragam.

Jika ditinjau dari jangka waktu yang digunakan

sebagai dasar pengelompokan harta, suatu golongan menca-

kup harta dengan masa manfaat yang berbeda-beda. Terlihat

dari golongan 1 mencakup umur harta dari di atas 1 tahun

sampai dengan 4 tahun, golongan 3 mencakup umur harta

yang lebih dari 8 tahun tapi tidak lebih dari 16 tahun.

Bahkan golongan bangunan dan harta tak gerak lainnya

tidak dibagi lagi dalam golongan-golongan, namun hanya

dibagi dalam permanen dan tidak permanen. Jadi semua

bangunan dan harta tak bergerak dianggap mempunyai masa

manfaat sama, yaitu 20 tahun untuk yang permanen dan 10

tahun untuk yang tidak permanen. Meski dasar pengelompo­

kan harta adalah jangka waktu pemakaian, namum harta

tidak disusutkan dalam jangka waktu sesuai dengan golon-

gannya, terbukti dari harta berwujud bukan bangunan, yang

dapat disusutkan terus melebihi masa manfaatnya jika

tidak ditarik pemakaian.

Namun, pada akhirnya pengelompokan harta bukan

didasarkan pada taksiran jangka waktu pemakaian, akan

tetapi lebih ditentukan oleh peraturan. Suatu harta

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

97

kebebasan kepada manajemen untuk membuat kebijakan menge-

nai penyusutan, termasuk di dalamnya adalah kebijakan

taksiran jangka waktu pemakaian atau masa manfaat. Akun-

tansi hanya menyediakan metode-metode yang dapat dipilih

manajemen. Kensekuensinya memang dapat terjadi pengelom-

pokan harta yang beraneka ragam.

Jika ditinjau dari jangka waktu yang digunakan

sebagai dasar pengelompokan harta, suatu golongan menca-

kup harta dengan masa manfaat yang berbeda-beda. Terlihat

dari golongan 1 mencakup umur harta dari di atas 1 tahun

sampai dengan 4 tahun, golongan 3 mencakup umur harta

yang lebih dari 8 tahun tapi tidak lebih dari 16 tahun.

Bahkan golongan bangunan dan harta tak gerak lainnya

tidak dibagi lagi dalam golongan-golongan, namun hanya

dibagi dalam permanen dan tidak permanen. Jadi semua

bangunan dan harta tak bergerak dianggap mempunyai masa

manfaat sama, yaitu 20 tahun untuk yang permanen dan 10

tahun untuk yang tidak permanen. Meski dasar pengelompo-

kan harta adalah jangka waktu pemakaian, namum harta

tidak disusutkan dalam jangka waktu sesuai dengan golon-

gannya, terbukti dari harta berwujud bukan bangunan, yang

dapat disusutkan terus melebihi masa manfaatnya jika

tidak ditarik pemakaian.

Namun, pada akhirnya pengelompokan harta bukan

didasarkan pada taksiran jangka waktu pemakaian, akan

tetapi lebih ditentukan oleh peraturan. Suatu harta

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

98

digolongkan dalam suatu golongan harus mengikuti keten-

tuan pedoman pengelompokan harta untuk keperluan penyusu-

tan, yaitu Keputusan Menteri Keuangan No. 961/KMK.

04/1983 dan No. 826/KHK. 04/1984.

Menurut akuntansi, suatu harta dengan taksiran masa

manfaat 5 tahun, bila tidak ada perubahan taksiran masa

manfaat, harta tersebut akan disusutkan dalam jangka

waktu 5 tahun atau kurang dari itu jika ditarik dari

pemakaian.

Pengelompokan harta dalam PPh 1984 berakibat harta

akan disusutkan tidak sesuai taksiran masa manfaat. Harta

berwujud golongan 1 dengan taksiran masa manfaat 2 tahun

dan 3 tahun akan disusutkan dalam jangka waktu yang sama

dengan harta dengan taksiran masa manfaat 4 tahun. .Demi-

kian juga untuk harta golongan 2 dan golongan 3. Bahkan

harta berwujud golongan 1 dan golongan 2 yang mempunyai

taksiran masa manfaat maksimal masing-masing 4 tahun dan

8 tahun, tidak disusutkan dalam jangka waktu tersebut

juga, tetapi bisa lebih dari itu. Harta berwujud golongan

4 yang masa manfaat maksimalnya tidak tertentu, semakin

tidak jelas jangka waktu penyusutannya.

Hal di atas dapat dilihat dari perhitungan penyusu-

tan harta berwujud golongan 1 dengan tarif 50% dari sisa

harga buku. Jika tidak ada penambahan, maka masih terda-

pat sisa harga buku pada akhir tahun keempat seperti

berikut.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Tahun Jumlah Awal Penvusutan Sisa harga buku.

1 100% 50% X 100% = 50% 100% - 50% = 50%

2 50% 50% X 50% = 25% 50% - 25% = 25%

3 25% 50% X 25% = 12,5% 25% - 12,5% = 12,5%

cn
O)
4 12,5% 50% X 12,5% = 6,5%

n
1,25% - 6,5%

Sisa harga buku pada akhir tahun keempat memang

tidak terlalu besar. Tetapi harta dengan masa manfaat

yang sebenarnya 2 tahun, maka sisa harga buku harta yang

masih ada setelah masa manfaatnya cukup besar, yaitu 25%

dan untuk harta dengan masa manfaat 3 tahun sisa harga

buku masih ada setelah masa manfaatnya adalah 12,5% dari

harga perolehan.

Demikian juga untuk harta berwujud golongan 2 dan

golongan 3. Semakin pendek masa manfaat yang sebenarnya

dari harta dalam suatu golongan, maka sisa harga buku

harta yang bersangkutan setelah masa manfaat akan semakin

besar. Dengan perhitungan yang sama, untuk harta berwujud

golongan 2, tarif 25% dari sisa harga buku, harta dengan

masa manfaat yang sebenarnya 5, 6, 7, dan 8 tahun, sisa

harga buku pada akhir masa manfaat yang sebenarnya mas-

ing-masing harta tadi berturut-turut adalah 23,73%,

17,8%, dan 10,01% dari harga perolehan.

Sisa harga buku yang masih ada tersebut akan dibe-

bankan terus pada tahun-tahun berikutnya. Hal ini disbe-

bakan oleh pembebanan penyusutan tersebut merupakan deret

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

100

ukur. Namun dengan rumus: Dn = a[l - rn ]/[l - r]

dengan Dn : jumlah penyusutan sampai tahun ke n

a : penyusutan tahun pertama

r : rasio perbandingan penyusutan tahun ke n

dengan penyusutan tahun ke n-1, (dalam hal

ini sama dengan 1 dikurangi tarif penyusutan)

n : tahun ke 1, 2, 3 dan selanjutnya.

dan asumsi harta tidak ditarik, maka dapat dihi-

tung sampai kapan harta akan disusutkan. Dengan rumus

tersebut harta golongan 1 penyusutan sampai tahun ke-8

mencapai 99,61%, golongan 2 penyusutan sampai tahun ke-16

menoapai 98,99%, dan golongan 3 penyusutan sampai tahun

ke-40 mencapai 98,52%. Jadi harta dengan masa manfaat 2

tahun, pada tahun ketiga, keempat dan seterusnya masih

akan membebankan penyusutan atas harta tersebut. Sama

juga untuk harta dengan masa manfaat 3 dan 4 tahun, dan

harta golongan 2 dan golongan 3.

Dari lanjutan oontoh 4 pada halaman 114, harga buku

harta yang dijual Rp 4.500.000,00 sedangkan penerimaan

netonya Rp 2.500.000,00. Dalam hal terjadi penarikan

sebab biasa, kelihatannya harta masih terus disusutkan,

karena yang dikurangkan bukan siisa harga buku, tetapi

penerimaan neto penjualan. Harga buku harta yang masih

dipakai Rp 22.500.000,00 tetapi dasar penyusutan harta

adalah Rp 24.500.000,00. Nilai lebih Rp 2.000.000,00

sebenarnya merupakan kerugian. Jadi penyusutan yang

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

101

dilakukan atas nilai Rp 2.000.000,00 adalah penyusutan

atas kerugian.

Pembebanan penyusutan suatu harta setelah masa

manfaat yang ditaksir, memang dapat diterima, jika harga

buku dari dasar penyusutan masih ada dan harta juga masih

digunakan. Akan tetapi, hal ini tidak mendorong proses

industrialisasi.

Untuk mendorong proses industrialisasi, penyusutan

fiskal sebaiknya WP dapat segera membebankan seluruh

harga perolehan aktiva tetap sebelum masa manfaatnya

habis, seperti halnya metode MACRS di Amerika Serikat,

bukan membebankan harga perolehan dalam jangka waktu yang

terlalu lama. Paling tidak jangka waktu penyusutan atas

suatu harta dibatasi dalam waktu tertentu. Konsekuensinya

haruslah mengubah metode penyusutan yang diatur oleh PPh

1994, khususnya metode saldo menurun secara seimbang yang

diterapkan untuk harta berwujud golongan bukan bangunan.

Harta tak berwujud digolongkan seperti harta berwu­

jud golongan bukan bangunan, tetapi jangka waktu penyusu-

tannya berbeda. Harta tak berwujud diamortisasi sesuai

masa manfaat. Sebagai ilustrasi, bulan Oktober 1993 PT

ABC menyewa gedung dengan untuk 3 tahun (golongan 1)

sampai September 1996. Pembebanan amortisasinya adalah

sebagai berikut.

Tahun Jumlah Awal Penvusutan Sisa harga buku

1993 100X 50% x 100% = 50% 100% - 50% = 50%

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

102

1994 50% 50% x 50% = 25% 50% - 25% = 25%

1995 25% 50% x 25% = 12,5% 25% - 12,5% = 12,5%

1995 12,5% 12,5%

Jadi tidak ada harga buku yang tersisa pada waktu

masanya habis. Hal ini disebabkan pada waktu penarikan

baik karena sebab biasa maupun luar biasa, dasar penyusu­

tan harta tak berwujud dikurangi dengan sisa harga bukun-

ya.

Penyusutan harta berwujud golongan bukan bangunan

seperti di atas berbeda sekali dengan akuntansi. Menurut

akuntansi, dasar penyusutan pasti akan habis dibebankan

selama masa manfaat. Sisa harga buku pada akhir masa

manfaat kemungkinan ada, tetapi hal tersebut memang telah

diperkirakan pada awal pemakaian.

Selanjutnya tentang awal pembebanan, akuntansi

membebankan penyusutan bersamaan dengan awal pemakaian

aktiva. Hal ini berkaitan dengan konsep matching cost

against revenue. Jadi meskipun aktiva telah dibeli tetapi

belum digunakan, maka pembebanan juga belum dilakukan.

Sedang PPh 1994 mengatur bahwa pembebanan penyusutan

dimulai pada saat pengeluaran dilakukan. Dengan pengecua-

lian untuk harta yang masih dalam proses, pembebanan

dilakukan setelah harta yang dimaksudkan selesai penger-

jaannya, dan untuk harta yang disewa-guna-usahakan. Harta

yang disewa-guna-usahakan karena jenis finance ieasebaik

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

lessor maupun lessee tidak boleh melakukan penyusutan/


amortisasi selama masa leasing maka maksud ketentuan ini

hanya menunjuk jenis opeating lease. Namun demikian,

perpajakan memperkenankan harta disusutkan mulai harta

yang bersangkutan digunakan, dengan syarat WP memberita-

hukan ke Direktorat Jenderal Pajak.

Pembebanan penyusutan dalam suatu tahun menurut

akuntansi pada umumnya sesuai dengan berapa lama aktiva

digunakan dalam tahun tersebut. Lama penggunaan dalam

satu tahun dibulatkan dalam bulan atau tahun. Jadi jika

harta baru digunakan 1/2 tahun maka beban penyusutan pada

tahun tersebut juga hanya untuk 1/2 tahun, bila dalam

satu tahun aktiva digunakan 1 tahun penuh, maka pembeba­

nan penyusutan juga 1 tahun penuh. Meskipun - kemungkinan

ada perusahaan menerapkan kebijakan lain, misal tidak ada

penyusutan pada tahun pembelian tetapi pada waktu penari-

kan disusutkan 1 tahun penuh.

PPh 1994 membebankan penyusutan selalu dalam 1 tahun

penuh. Dapat dikatakan 1 hari sebelum tahun berakhir ada

pembelian harta, maka harta tersebut disusutkan dalam 1

tahun penuh. Hal ini disebabkan penambahan atau pembelian

baru langsung ditambahkan pada jumlah awal untuk menentu-

kan dasar penyusutan, tanpa melihat kapan harta tersebut

digunakan.

Sedang pada tahun penarikan sisa harga buku harta

golongan bangunan dan harta tak berwujud langsung diakui

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

104

sebagai kerugian. Jadi pada tahun penarikan tidak disu­

sutkan. Untuk harta berwujud golongan bukan bangunan sisa

harga buku tidak dihiraukan lagi, jika penarikannnya

karena sebab biasa, sedang jika penarikannya karena sebab

luar biasa, perlakuannya sama dengan harta golongan

bangunan atau harta tak berwujud.

3.1.5. Tarif, Dasar, dam Metode Penyusutan

a. Tarif Penyusutan

Dalam akuntansi, seperti diuraikan dalam Bab II,

tarif penyusutan suatu aktiva atau kelompok aktiva

berkaitan dengan metode yang digunakan. Misal metode

penyusutan garis lurus, maka tarif penyusutan adalah 1/n,

n adalah umur ekonomis, aktiva yang berumur ekonomis 4

tahun, tarif penyusutan adalah 1/4 atau 25% per tahun.

Sedang jika memakai metode penyusutan declining balance,

perhitungan tarif penyusutannya sama dengan di atas,

hanya dasar penyusutannya adalah sisa harga buku. Dan

untuk metode double declining balance sama dengan metode

declining balance, hanya tarifnya dikalikan dua (double),

dari tarif penyusutan garis lurus. Rhusus metode declin­

ing balance, Smith dan Skousen memberikan rumus tarif {1

nV[r/c]}. Menurut penyusun, rumus ini tidak dapat

diterapkan kalau taksiran nilai sisanya nol. Dengan nilai

sisa nol, tarif penyusutan adalah 1 atau 100%, karena

n*f[r/c] adalah nol. Jadi penetapan tarif penyusutan

t
SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar
ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

seluruhnya laba yang timbul ditangguhkan pengakuannya.

Pengakuan laba yang ditanggukan pada tahun-tahun menda-

tang tidak secara eksplisif dinyatakan dalam suatu reken-

ing tertentu. Pengakuan ini implisit didalam pengakuan

biasa penyusutan atas aktiva hasil pertukaran.

Pengakuan laba yang ditangguhkan ini dapat dilihat

dari contoh 2 (a) dan contoh 3 (a), halaman 20. Pada

contoh 2 (a), aktiva sebenarnya raempunyai harga wajar R p .

7.500.000.00 tetapi hanya dicatat sebesar Rp.

7.000.000.00 harga buku ditambah dengan kas yang diserah-

kan. Sama juga untuk 3 (a), bagian harta yang ditukar

sebenarnya mempunyai harga wajar R p . 2.000.000,00 tetapi

hanya dicatat sebesar harga buku Rp. 1.600.000,00. Dengan

pencatatan harga perolehan yang lebih kecil dari harga

wajarnya, maka beban penyusutan pada tahun-tahun menda-

tang akan lebih kecil dibanding dengan mencatat hargaa

perolehan sebesar harga wajarnya.

Secara keseluruhan, selisih antara biaya penyusutan

harga perolehan yang dicatat sebesar harga wajar dengan

penyusutan harga perolehan yang dicatat sebesar harga

buku, sama dengan jumlah laba yang ditangguhkan. Pada

contoh 2 (a), dengan asumsi nilai sisa adalah nol, maka

selisih penyusutan harga perolehan yang dicatat sebesar

harga harga wajar dengan penyusutan harga perolehan yang

dicatat sebesar harga buku adalah R p . 500.000,00. Jumlah

ini sama dengan laba yang ditangguhkan, yaitu

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

R p .2.500.000,00 dikurangi Rp. 2.000.000,00. Sedang contoh

5 (a), selisih penyusutan antara pencatatan hargaa pero-

lehan sebesar harga wajar dengan pecatatan harga perole-

han sebesar harga buku hanya Rp. 400.000,00 yaitu Rp.

2.000.000.00 bagian harga wajar dikurangi Rp.

1.600.000.00 bagian hargaa buku yang ditukar. Dan untuk

bagian yang dijual telah mengakui laba pada saat terja-

dinya transaksi sebesar Rp. 100.000,00 yaitu selisih

bagian harta buku yang dijual dengan kas yang diterima.

Dalam Tabel III disajikan perbandingan penyusutan

antara harga perolehan dari pertukaran sejenis yang

dicatat sebesar harga buku dengan harga perolehan yang

dicatat sebesar harga perolehan yang dicatat sebesar

harga wajar, dari contoh 2 (a). Asumsi taksiran nilai

sisa nol, metode penyusutan garis lurus, taksiran masa

manfaat 5 tahun.

Tabel III Penyusutan Aktiva dari Pertukaran Menurut


Akuntansi

Penyusutan Dengan Penyusutan Dengan


Tahun Perolehan Perolehan Selisih
Harga Buku harga wajar Penyusutan

1 Rp.1.400.000,00 Rp.1.500.000,00 Rp.100.000,00


2 1.400.000,00 1.500.000,00 100.000,00
3 1.400.000,00 1.500.000,00 100.000,00
4 1.400.000,00 1.500.000,00 100.000,00
5 1.400.000,00 1.500.000,00 100.000,00
Jumlah Rp.7.000.000,00 Rp .7.500.000,00 Rp.500.000,00

Jadi setelah 5 tahun, atas transaksi pertukaran tersebut

sama mengakui laba sebesar Rp.500.000,00.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

134

Menurut PPh 1994, penarikan berupa pengapkiran dan

tidak diikuti penjualan, sama dengan akuntansi, tidak ada

laba penarikan yang diakui. Pengapkiran yang disebabkan

oleh musbah (penarikan karena sebab luar biasa) dan ada

penggantin dari asuransi, penggantian ini diakui sebagai

keuntungan dan dilaporkan pada tahun terjadinya.

Penarikan berupa penjualan, termasuk pertukaran,

selisih harga wajar dengan harga buku harta berwujud

golongan bukan bangunan, tidak diakui sebagai laba.harga

pasar atau wajar (penerimaan neto) langsung mengurangi

dasar penyusutan. Meskipun secara aksplisit tidak ada

pengakuan laba, pengurangan harga pasar atau harga wajar

ini sebenarnya merupakan mekanisme pengakuan laba penjua-

lan/pertukaran, jika dalam penjualan atau pertukaran ada

labanya. Artinya harga pasar atau harga wajar aktiva

lebih tinggi dari harga bukunya.

Hal tersebut dapat dilihat dari contoh 4 pada

halaman 113 jumlah awal harta golongan 3 tersebut pada

tahun 1993 adalah Rp. 27.000.000,00, kemudian mesin

penggiling tapioka yang harga bukunya Rp. 4.500.000,00

dijual dengan harga (penerimaan neto) Rp. 6.000.000,00.

PPh 1994 tidak mengakui laba Rp. 1.500.000,00 tetapi

mengakuinya secara berangsur-angsur pada tahun-tahun

berikutnya melalui pembebanan penyusutan yang lebih kecil

daripada yang seharusnya. yaitu dengan mengurangkan harga

pasar atau harga wajar dari jumlah awal sebagai dasar

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

105

metode declining balance tetap menggunakan rumus 1/n. Dan

1/n ini dapat dikalikan bilangan sembarang sesuai kebia-

jakan manajemen.

Sedangkan PPh 1994 menentukan tarif penyusutan dan

amortisasi sesuai golongan harta, dan tidak memberikan

alternatif tarif penyusutan yang lain. Harta golongan 1:

50%, golongan 2: 25%, golongan 3: 10% dari harga buku,

dan golongan bangunan dan harta tak gerak lainnya: 5%

dari harga perolehan.

b. Dasar Penyusutan

Pengertian dasar penyusutan antara akuntansi berbeda

dengan PPh 1994. Menurut akuntansi, seperti diuraikan

dalam Bab II, hal ini berhubungan dengan jumlah yang akan

dialokasikan sebagai biaya dalam kurun waktu selama masa

ekonomis atas aktiva tertentu. Jumlah ini telah dapat

ditentukan pada awal pemakaian, yaitu sebesar harga

perolehan dikurangi nilai sisa yang ditaksir. Dan dasar

penyusutan di sini dapat diidentifikasikan untuk masing-

masing aktiva. Karena jumlah yang dicatat pada waktu

perolehan atau penambahan akan digunakan sebagai jumlah

pengurang pada waktu mengeluarkan aktiva dari pencatatan

karena aktiva ditarik.

Berikut diuraikan dasar penyusutan menurut PPh 1994.

1. Dasar Penyusutan Harta Berwujud Golongan Bukan Bangu­

nan

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

106

Menurut PPh 1994, dasar penyusutan harta golongan

ini hanya berkaitan dengan jumlah untuk suatu tahun

tertentu guna penetapan beban penyusutan tahun yang

bersangkutan. Dasar penyusutan di sini diperoleh dari

jumlah awal ditambah penambahan dan dikurangi pengurangan

yang terjadi pada tahun tersebut. Jumlah awal adalah

dasar penyusutan tahun lalu dikurangi beban penyusutan

tahun lalu. Penambahan dapat berupa penambahan harta baru

atau pengeluaran yang menambah kapasitas atau umur harta.

Sedang pengurangan adalah karena penarikan. Penarikan

karena sebab luar biasa atau disumbangkan, sisa harga

buku akan dipakai sebagai pengurang untuk penentuan dasar

penyusutan. Sedang penarikan karena sebab biasa, jumlah

pengurang adalah penerimaan neto, hal ini yang mengaki-

batkan dasar penyusutan harta tidak sama dengan penjumla-

han dasar penyusutan dari masing-masing harta dalam

golongan tersebut.

Dasar penyusutan harta berwujud golongan bukan

bangunan antara akuntansi dengan PPh 1994 jauh berbeda.

Menurut PPh 1994, dasar penyusutan harta berwujud golon­

gan bukan bangunan ditetapkan untuk segolongan harta

tertentu, bukan untuk satu harta tertentu. Dan dasar

penyusutan suatu golongan tidak akan sama dengan penjum-

lahan dari dasar penyusutan masing-masing harta dalam

golongan tersebut. Hal ini disebabkan pengurangan dasar

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

107

penyusutan menggunakan penerimaan neto, bila terjadi

penarikan harta karena sebab biasa, yang mana penerimaan

neto ini dapat lebih besar atau lebih kecil dari harga

buku. Sebelum ada penarikan harta karena sebab luar

biasa, dasar penyusutan harta golongan ini masih sama

dengan penjumlahan dari dasar penyusutan masing-masing

harta dalam golongan ini. Apabila ada penarikan harta

yang penerimaan netonya tidak sama dengan harga buku,

maka dasar penyusutan suatu golongan harta tidak sama

dengan penjumlahan dari dasar penyusutan masing-masing

harta dalam golongan tersebut. Jadi dasar penyusutan

harta berwujud golongan bukan bangunan tidak dapat dii-

dentifikasikan ke masing-masing harta yang digunakan. Hal

ini dapat diperjelas dari contoh berikut.

Contoh 4, harta golongan 3 dengan penyusutan metode

saldo menurun, tarif 10% dari harga buku.

Jenis Tahun Harga Akumulasi Harga Buku


Harta Perolehan Perolehan Penyusutan 31-12-1992
(Rp) (Rp ) (Rp)
-Mesin peng-
giling beras 5-1-1992 15.000.000 1.500.000 13.000.000
-Mesin peng-
giling gandum 5-1-1992 10.000.000 1.000.000 9.000.000
-Mesin peng-
giling tapioka 5-1-1992 5.000.000 500.000 4.500.000

Jumlah 30.000.000 3.000.000 27.000.000


Pada awal tahun 1993 mesin penggiling tapioka dijual

dengan harga Rp 6.000.000,00. Jurnal pencatatan atas

transaksi penjualan Mesin Penggiling Tapioka tersebut,

menurut akuntansi, adalah sebagai berikut.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

108

Kas 6.000.000

Akumulasi Penyusutan 500.000

Mesin Penggiling Tapioka 5.000.000

Laba Penjualan Mesin Tapioka 1.500.000

(Pengakuan laba penjualan dibahas dalam sub bab tersen-

diri).

Menurut akuntansi, dasar penyusutan untuk tahun 1993

adalah penjumlahan dari harga buku masing-masing aktiva

yang masih digunakan, yaitu mesin penggiling beras Rp

13.500.000,00 dan mesin penggiling gandum Rp 9.000.000,00

sama dengan Rp 22.500.000,00.

Sedang menurut PPh 1994, penetapan dasar penyusutan

tahun 1993 dihitung sebagai berikut :


o
o
o

Dasar penyusutan tahun lalu Rp 30


o
o
o

00

Penyusutan tahun lalu (3 000 000 00)


Penambahan —

Pengurangan f6 000 000 00)


Dasar penyusutan tahun 1993 Rp 21 000 000 00

Dari contoh tersebut terlihat dengan jelas bahwa

dasar penyusutan harta berwujud golongan 3 yang masih

digunakan dalam 1993 tidak sama dengan penjumlahan harga

buku masing-masing harta yaitu Rp 22.500.000,00. Dasar

penyusutan menurut PPh 1994 lebih kecil daripada dasar

penyusutan menurut akuntansi, dan beban penyusutan tahun

1993 menurut PPh 1994 lebih kecil daripada menurut akun­

tansi. (Akan tetapi perlu diingat, perpajakan tahun 1994

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

109

tidak akan melaporkan adanya laba penjualan harta, sedang

akuntansi harus melaporkan laba tersebut).

Lain lagi halnya jika penerimaan neto mesin penggil­

ing tapioka hanya Rp 2.500.000,00, maka dasar penyusutan

menurut perpajakan adalah sebagai berikut:

Dasar penyusutan tahun lalu : Rp 30.000.000,00

Penyusutan tahun lalu : (3,000.000 -00)

Penambahan : --

Pengurangan : (2.500.000.00)

Dasar penyusutan tahun 1893 : Rp 24.500.000.00

Dalam hal ini dasar penyusutan menurut PPh 1994

lebih besar daripada akuntansi. Akan tetapi, PPh 1994

dalam tahun 1993 tidak melaporkan adanya rugi penjualan

harta, sedang akuntansi harus melaporkan kerugian terse­

but.

Apabila perusahaan telah berjalan beberapa tahun,

dan banyak terjadi penambahan dan pengurangan, dasar

penyusutan harta berwujud golongan bukan bangunan akan

snmakin tidak dapat diidentifikasikan ke masing-masing

harta. Hal ini dikarenakan PPh 1994 membebankan penyusu­

tan atas golongan harta, bukan masing-masing harta secara

ind ividual.

2. Dasar Penyusutan Harta Golongan Bangunan

Dasar penyusutan harta golongan bangunan, antara

akuntansi dengan PPh 1994 hampir sama, hanya perpajakan

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

110

tidak mengenal nilai sisa. Dengan kata lain nilai sisa

selalu nihil. Dasar penyusutan golongan bangunan, menurut

PPh 1994 adalah harga perolehan. Penentuan dasar penyusu­

tan harta golongan bangunan berbeda dengan penentuan

dasar penyusutan harta berwujud golongan bukan bangunan.

Jumlah awal di sini adalah harga perolehan, dan jumlah

pengurang bila terjadi penarikan adalah jumlah harga

perolehan. Karena jumlah pengurang pada waktu terjadi

penarikan baik karena sebab luar biasa atau karena disum-

bangkan maupun karena sebab biasa selalu menggunakan

harga perolehan, maka dasar penyusutan harta golongan

bangunan merupakan penjumlahan dari dasar penyusutan dari

masing-masing harta dalam golongan tersebut.

Contoh 5, harta golongan bangunan disusutkan menurut

akuntansi dan perpajakan menggunakan metode garis lurus,

tarif 5% dari harga perolehan. Tahun dan harga perolehan,

serta akumulasi penyusutan dan harga buku sampai 31

Desember 1992 adalah :

Jenis Tahun Harga Akumulasi' Harga Buku


Harta Perolehan Perolehan Penyusutan 31-12-1992
(Rp) (Rp) (Rp)
-Gedung Kantor 5- 1-1992 50.000.000 2.500.000 47.500.000

-Gudang 5- 1-1992 20.000.000 1.000.000 18.000.000

-Pagar Kantor 5- 1-1992 5.000.000 250.000 4.750.000

Jumlah 75.000.000 3.750.000 71.250.000

Pada awal tahun 1993 bangunan gudang dijual dengan harga

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Ill

Bp 25.000.000,00. Jurnal pencatatan, menurut akuntansi,

atas transaksi penjualan aktiva tetap Gudang sebagai

berikut.

Kas 25.000.000

Akumulasi Penyusutan 1.000.000

Gudang 20.000.000

Laba Penjualan Gudang 6.000.000

Dasar penyusutan baik menurut akuntansi raaupun PPh 1994

adalah sebesar Rp 75.000.000,00 dikurangi Rp

20.000.000.00 yaitu Rp 55.000.000,00 (tahun 1993 tidak

ada penambahan). Dasar penyusutan sejumlah tersebut

merupakan penjumlahan dari dasar penyusutan masing-masing

harta dalam golongan bangunan, yaitu gedung kantor Rp

50.000.000.00 dan pagar kantor Rp 5.000.000,00.

3. Penentuan Dasar Anortisasi Harta Tak Berwujud

Penentuan dasar amortisasi harta tak berwujud hampir

sama dengan penentuan dasar penyusutan harta berwujud

golongan bukan bangunan. Hanya pengurangan jika terjadi

penarikan adalah sisa harga buku, baik penarikan biasa,

luar biasa atau karena disumbangkan.

Dasar amortisasi harta tak berwujud menggunakan

harga buku, pengurangan bila terjadi penarikan harta

selalu menggunakan sisa harga buku baik karena sebab luar

biasa atau karena disumbangkan, maupun karena sebab

biasa, maka dasar amortisasi harta tak berwujud sama

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

112

dengan penjumlahan dari harga buku masing-masing harta

tak berwujud yang masih digunakan dalam golongannya. Jadi

dasar penyusutan harta berwujud golongan bukan bangunan

berbeda dengan harta tak berwujud.

Sebagai ilustrasi, PT ABC memiliki harta tak berwu­

jud golongan 2 sebagai berikut (dalam Rp).

Jenis Masa Tahun Harga Akumulasi Harga Buku


Harta Manfaat Perolehan Perolehan Amortisasi 31-12-1893

Sewa
Gedung 5 Tahun 10-1-1891 4.000.000 2.312.500 1.687.500
Hak
Paten 5 Tahun 15-1-1892 10.000.000 4.375.000 5.625.000
Fran­
chise 5 Tahun 5-1-1892 12.000.000 5.250.000 6.750.000

Awal tahun 1994 PT ABC pind&h ke tempat yang lebih

strategis, gedung diserahkan kembali kepada pemiliknya,

sehingga Sewa Gedung harus dikeluarkan dari pembukuan.

Dasar amortisasi tahun 1994 menurut perpajakan adalah Rp

12.375.000,00 yang merupakan penjumalahan dari dasar

amortisasi dari masing-masinh harta tak berwujud yang


/
masih digunakan dalam golongan tersebut, yaitu Hak Paten

sebesar Rp 5.625.000,00 dan Franchise Rp 6.750.000,00.

Sisa harga buku Sewa Gedung yang masih ada yaitu sebesar

Rp 1.687.500,00 diakui sebagai kerugian fiskal.

Sedang akuntansi pada umumnya mengamortisasi aktiva

tidak berwujud berdasarkan waktu dengan metode garis

lurus. Menurut akuntansi, aktiva tak berwujud tersebut

sampai 31 Desember 1993 mempunyai harga buku sebagai

berikut:

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Jenis Masa Tahun Harga Akumulasi Harga Buku


Harta Manfaat Perolehan Perolehan Amortisasi 31-12-1993

Sewa
Gedung 5 Tahun 10-1-1991 4.000.000 2.400.000 1.600.000
Hak
Paten 5 Tahun 15-1-1992 10.000.000 4. 000.. 000 6.000.000
Fran­
chise 5 Tahun 5-1-1992 12.000.000 4.800.000 7.200.000

Penarikan aktiva tak berwujud tersebut, menurut

akuntasi, dicatat sebagai berikut.

Kerugian Penarikan 1.600.000

Akumulasi Amortisasi 2.400.000

Sewa Gedung 4.000.000

Jadi menurut akuntansi kerugian penarikan yang

diakui adalah Rp 1.600.000,00 dan dasar penyusutan aktiva

tidak berwujud tahun 1994 adalah Hak Paten Rp

10.000.000,00 dan Franchise sebesar Rp 12.000.000,00;

harga perolehan masing-masing aktiva.

4. Dasar Penyusutan Pertukaran Harta

Dari cara pencatatan harta yang diperoleh dari

pertukaran yang berbeda antara akuntansi dengan perpaja­

kan, hal ini akan mengakibatkan dasar penyusutan yang

berbeda pula. Menurut akuntansi, pertukaran aktiva tidak

sejenis selalu mengakibatkan dasar penyusutan berubah

dengan harga perolehan aktiva yang baru. Pertukaran

sejenis akan mengakibatkan dasar penyusutan berubah jika

harga wajar aktiva lama lebih kecil dari harga bukunya.

Sedang bila harga wajar aktiva lama lebih besar harga

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

114

bukunya, dasar penyusutan tidak berubah. Pertukaran

dengan menyerahkan uang, tentu saja dasar penyusutan akan

berubah, paling tidak sejiimlah uang yang diserahkan,

apakah menambah pada harga buku atau harga wajar mana

yang lebih rendah.

Menurut PPh 1994, bila harta tersebut merupakan

harta berwujud golongan bukan bangunan dan harga wajar

harta yang dipertukarkan sama, maka harga perolehan akan

selalu berubah, tetapi dasar penyusutan tidak akan beru­

bah. Hal ini disebabkan harga dasar penyusutan tidak akan

berubah. Hal ini disebabkan harga yang seharusnya dike-

luarkan untuk memperoleh harta yang baru sekaligus ber-

fungsi sebagai pengurang (penerimaan neto) untuk peneta-

pan dasar penyusutan.

Hal di atas dap.at dijelaskan dengan contoh 1, pada

bab II halaman 19, dari pertukaran tersebut harga perole­

han harta yang baru adalah harga wajar harta, yaitu untuk

(a) sebesar Rp 2.500.000,00 atau Rp 1.000.000,00 untuk

(b). Jumlah ini sekaligus menjadi pengurang (sebagai

penerimaan neto penjualan) untuk penetapan dasar penyusu­

tan. Dengan demikian dasar penyusutan akan tetap yaitu

sebesar harga buku yang lama.

Misal jumlah awal tahun ini atas golongan harta yang

bersangkutan Rp 50.000.000,00, maka dasar penyusutan

adalah:

Transaksi (a^_________ Transaksi (bJ

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

115

Jumlah Awal Rp 50.000.000,00 Rp 50.000.000,00

Penambahan 2.500.000,00 1.000.000,00

Pengurangan 12-5QD.QQQ.Q0^______ Cl.OOfl^QOO^QQ )

Dasar Penyusutan Rp_5Q.0QJ_,Q0(LQ0____ Rp 50.000.000.00

Menurut akuntansi, pertukaran sejenis aktiva baru

dicatat sebesar harga wajar atau harga buku mana yang

lebih rendah. Contoh 1 (a) aktiva baru dicatat sebesar Rp

2.000.000.00 (harga buku lebih rendah dari harga wajar Rp

2.500.000.00). Dan dalam contoh 1 (b), aktiva dicatat

sebesar Rp 1.000.000,00 (harga pasar lebih rendah dari

harga buku Rp 2.000.000,00).

Menurut akuntansi dalam contoh 1 (pada halaman 19),

pertukaran tersebut merupakan pertukaran sejenis. Asumsi

akuntansi juga menggunakan metode penyusutan saldo menu-

run (dasar penyusutan adalah harga buku) dan pertukaran

terjadi pada awal tahun. Dasar penyusutan tahun tersebut

sebagai berikut.

Ir&ns&ksi .(a.)__________ I:ransa.ksi _f.b^

Jumlah Awal (Harga Buku) : Rp 50.000.000,00 Rp 50.000.000,00

Penambahan : 2.500.000,00 1.000.000,00

Pengurangan (Harga Buku)

- Harga Perolehan (10.000.000,00) (10.000.000,00)

- Akumulasi Penyusutan : 8.000.000.00________ 8 .000.nnn.nn

Dasar Penyusutan : Rp 50.000.OOP..00 ... Rp 49.000.000.00

Pertukaran harta golongan bukan bangunan bila harga

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

116

wajar tidak sama, dapat dijelaskan dari contoh 2 pada bab


XI halaman 20. Penetapan dasar penyusutan bagi pihak I,

harga perolehan harta yang baru adalah harga wajar dari

pihak II yaitu Rp 7.500.000,00 untuk (a) atau Rp

6.000.000,00 untuk (b). Sedang pengurangnya adalah harga

wajar harta milik pihak I sendiri.

menurut PPh 1994 dasar penyusutan berbah sebesar

uang kas yang diserahkan yaitu Rp 5.000.000,00.

Transaksi. (,a)_________Transaksi Xb)


Jumlah Awal Rp 50.000.000,00 Rp 50.000.000,00

Penambahan 7.500.000,00 6.000.000,00

Pengurangan L2.500. QQQ. 001______ U. J3Q0 ._Q0J3 .00

Dasar PenvusutanRp_ 55.QQQ J3QQ_.00 _ Rp _5_5^Q0Q .000, 00

Menurut akuntansi dengan oara asumsi yang sama

dengan contoh 1, contoh 2 (pada halaman 20) dasar penyu­

sutan menurut akuntansi tahun tersebut adalah sebagai

berikut.

Xrans-aksi (a) Transaksi (b)

Jumlah Awal (Harga Buku) : Rp 50.000.000 Rp 50.000.000

Penambahan : 7.000.000 6.000.000

Pengurangan (Harga Buku)

- Harga Perolehan (10.000.000) (10.000.000)

- Akumulasi Penyusutan B-QQ.Q.QQQ ' 8 .QQQ.QQQ


Dasar Penyusutan Rp_55._00Q.Q00 Rp_ 54. QQQ. 000

Aktiva yang baru dalam hal ini dicatat sebesar harga

buku atau harga wajar mana yang lebih rendah ditambah

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

".1 7

uang kertas yang diserahkan (Rp 5.000.000,00).

Lain halnya dengan harta berwujud golongan bangunan, bila

terjadi pertukaran harta golongan ini, menurut PPh 1994

dasar pe n y us ut a n yang lama akan berubah dengan yang baru

dan mengurangi dengan harga perolehan harta yang lama.

Sebagai ilustrasi pertukaran bangunan, PT KLM menu-

kar bangunan yang harga perolehannya Rp 25.000.000,00 dan

akumulasi penyusutan Rp 20.000.000,00, harga wajarnya Rp

7.500.000,00 dengan bangunan PT XYZ yang harga wajarnya

Rp 9.000.000,00. Untuk pertukaran ini PT KLM menambah

uang Rp 1.500.000,00 di samping bangunan -yang lama.

Asumsi jumlah seluruh harga perolehan harta golongan

bangunan PT KLM adalah Rp 75.000.000,00. Dasar penyusutan

menurut PPh 1994 dihitung sebagai berikut.

Jumlah Awal (Harga Perolehan) : Rp 75.000.000,00

Penambahan (Bangunan Baru) : 9.000.000,00

Pengurangan (Harga Perolehan) : (25.000.000.00^

Dasar Penyusutan 59.000.000.00

Menurut akuntansi, bila pertukaran tersebut merupa­

kan pertukaran tidak sejenis, bangunan yang baru dicatat

sebesar harga wajar bangunan lama ditambah uang yang

diserahkan, dan bangunan yang lama dikeluarkan dari

catatan. Dengan demikian dasar penyusutan menurut akun­

tansi akan sama dengan PPh 1994.

Sedangkan bila pertukaran tersebut merupakan pertu­

karan sejenis, bangunan yang baru dicatat sebesar harga

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

118

buku (karena lebih rendah daripada harga wajar) ditambah

uang yang diserahkan. Dan bangunan lama dikeluarkan dari

catatan. Jadi dasar penyusutan menurut akuntansi adalah :

Jumlah Awal (Harga Perolehan) : Rp 75.000.000,00

Penambahan (Bangunan Baru) : 6.500.000,00

Pengurangan (Harga Perolehan) : (25.000.000.001

Dasar Penyusutan : 58.500.000.00

Untuk pertukaran aktiva, akuntansi tidak membedakan

antara aktiva bangunan atau bukan bangunan. Artinya jika

terjadi pertukaran bangunan, hal ini juga harus dilihat

apakah pertukaran tersebut sejenis atau tidak, melibatkan

uang atau tidak, jika melibatkan uang apakah menerima

atau menyerahkan, seperti halnya pertukaran aktiva bukan

bangunan.

Kemudian bagaimana bila terjadi pertukaran sekelom-

pok harta dengan sekelompok harta juga. Hal ini sama saja

dengan uraian di atas. Menurut akuntansi harus dilihat

apakah sekelompok harta tersebut sejenis atau tidak. Dan

menurut PPh 1994, sekelompok harta tersebut harus diper-

lakukan sebagai penjualan kemudian melakukan pembelian.

Dan untuk keperluan penetapan dasar penyusutan maka

diperlukan pengalokasian harga wajar harta masing-masing

golongan baik untuk harta yang diterima maupun yang

diserahkan. Harga wajar harta yang diserahkan ini diper­

lukan sebagai pengurang untuk penetapan dasar penyusutan

harta berwujud golongan bukan bangunan.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

119

Di depan telah dikemukakan bahwa kadang-kadang sulit

untuk menggolongkan apakah suatu pos merupakan harta

berwujud atau tidak berwujud hal ini disebabkan pos

tersebut dapat saja terdiri dari gabungan keduanya atau

karena alasan lain. Berikut ini akan dibahas jenis harta

tersebut.

Pertama mengenai biaya penelitian dan pengembangan

atau litbang. Akuntansi dan perpajakan memang sepakat

bahwa biaya-biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari

setahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau

amortisasi. Termasuk dalam kategori biaya di sini antara

lain biaya litbang, karena hasil dari litbang akan dinik-

mati oleh periode-periode di masa yang akan datang.

Mengenai biaya litbang PPh 1984 telah mengaturnya dalam

Keputusan Menteri Keuangan No. 769/KMK. 04/1990, yang

telah diterangkan dalam Bab II.

Bila dibandingkan antara PPh 1984 dengan statement

yang dikeluarkan FASB, yang telah dikemukakan dalam bab

II, hampir sama. Menurut FASB biaya litbang dibebankan

pada saat terjadinya atau incurred. Perbedaan terletak

pada biaya-biaya yang khusus hanya dapat digunakan untuk

penelitian dan pengembangan, meskipun mempunyai masa

manfaat lebih dari satu tahun, menurut FASB, pembebanan

biaya tersebut dilakukan sekaligus, tidak melalui penyu­

sutan atau amortisasi seperti PPh 1994. Misal peralatan

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

120

laboratorium yang mempunyai umur tiga tahun, tetapi

karena hanya dapat digunakan untuk keperluan litbang,

maka pengeluaran atas peralatan tersebut untuk keperluan

litbang, maka pengeluaran atas peralatan tersebut dibe-

bankan sekaligus, tidak melalui penyusutan seperti halnya

PPh 1994.

Selanjutnya mengenai BOT, dalam hal ini biaya untuk

membangun sarana yang akan dioperasikan dikeluarkan oleh

pihak pembangun yang juga sekaligus sebagai pengoperasi

sebelum dialihkan. Oleh karena itu, biaya tersebut dapat

dianggap sebagai biaya yang mempunyai masa manfaat yang

terbatas. Masalahnya apakah biaya tersebut akan dikate-

gorikan sebagai harta tak berwujud ataukah sebagai harta

berwujud. Dianggap sebagai harta tak berwujud, karena

pengeluaran tersebut mirip dengan biaya yang dikeluarkan

untuk menyewa lokasi tempat berdirinya bangunan dan

sarana lain yang dibangun, yang pada waktunya bangunan

dan sarana lain tadi akan diserahkan kepada pihak penye-

dia lokasi. Jika biaya tersebut dikategorikan sebagai

harta tak berwujud, metode pembebanannya harus sesuai

dengan golongan harta tak berwujud, dan dalam hal ini

hanya ada satu rekening atas pengeluaran tersebut.

Lain dari hal di atas, pengeluaran untuk BOT dapat

juga dianggap sebagai harta berwujud. Hal ini karena

sebelum diserahkan pada waktunya, harta yang dibangun dan

dioperasikan memang adalah harta berwujud. Jika dianggap

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

121

demikian, maka atas pengeluaran tersebut disusutkan

sesuai dengan golongan masing-masing harta yang di-BOT-

kan. Jadi ada lebih dari satu rekening dan mungkin juga

beberapa golongan harta.

Kedua perlakuan penyusutan terhadap pengeluaran

untuk BOT dapat diterapkan. Memang antara keduanya ke-

mungkinan ada perbedaan waktu pengakuan biaya

penyusutan/amortisasi bila harta-harta berwujud yang di-

BOT-kan berlainan golongan dengan harta tak berwujud yang

ditentukan dengan masa pengelolaan.

Dari perjanjian antara pembangun dengan penyedia

lokasi, kemungkinan atas pengelolaan harta yang dibangun,

pihak penyedia lokasi juga berhak mendapatkan bagian

keuntungan sebelum harta diserahkan. Namun, untuk keper-

luan penyusutan, hanya pihak pembangunlah yang boleh

membebankan biaya pehyusutan atau amortisasi atas penge­

luaran untuk pembangunan. Pihak penyedia lokasi tidak

boleh membebankan penyusutan, meskipun pihaknya mempero-

leh keuntungan dari pengelolaan sarana yang dibangun,

karena memang pihak penyedia lokasi tidak mengeluarkan

biaya berupa materi atau uang.

Jumlah yang digunakan sebagai dasar penyusutan atau

amortisasi atas harta BOT sama dengan perolehan biasa,

yaitu seluruh jumlah yang- sesungguhnya dikeluarkan. Dan

pihak pembangun berhak membebankan seluruh pengeluaran

tersebut. Pada waktu diserahkan, penyerahan ini semata-

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

122

mata karena keterbatasan waktu. Penarikan harta yang

terjadi karena keterbatasan waktu ini hanya terjadi pada

harta tak berwujud, yang seluruh sisa harga buku diku-

rangkan dari jumlah awal untuk menetapkan dasar penyusu­

tannya. Dan jumlah sisa harga buku tersebut diakui seba­

gai kerugian, sehingga pada waktu diserahkan seluruh

pengeluaran telah dibebankan seluruhnya.

Dari uraian di atas, meskipun pengakuan penyusutan,

harta BOT dapat dianggap sebagai harta berwujud maupun

tak berwujud, tetapi dengan memperhatikan penarikan pada

waktu penyerahan, BOT lebih cocok dikategorikan sebagai

harta tak berwujud. Jika dikategorikan sebagai harta

berwujud, akan timbul kesulitan tentang perlakuan sisa

harga buku harta pada waktu penyerahan.

Ketentuan yang mengatur mengenai BOT ini sampai

sekarang juga belum ada seperti halnya tentang ruilslag.

Seandainya harta BOT ini kemudian ditentukan bahwa pembe­

banan penyusutannya mengikuti penyusutan harta berwujud,

hal yang perlu diatur secara khusus adalah mengenai

perlakuan sisa harga buku yang masih ada pada waktu

penyerahan. Sebaiknya sisa harga buku ini diperlakukan

seperti halnya penarikan harta tak berwujud yang terbatas

masa manfaatnya. Dengan demikian tidak ada perbedaan

apakah akan diperlakukan sebagai harta berwujud ataupun

sebagai harta tak berwujud.

Namun, pihak pembangunan pasti sudah memperhitungkan

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

bahwa jangka waktu pengoperasian cukup untuk membebankan

sebagian besar pengeluaran, jika ada sisa harga bukupun

tidak terlalu besar. Adanya sisa harga buku yang cukup

besar, hal ini tentu pihak pembangun kurang memperhitung-

kan aspek perpajakan. Dan hal ini, menurut penyusun,

kemungkinannya sangat kecil.

Sebagai ilustr&si, PT BINTANG mengadakan perjanjian

BOT dengan instansi pemerintah. Perjanjian mengatur hal-

hal sebagai berikut. PT BINTANG bersedia membangun rumah

penginapan beserta kamar penginapan, misal tempat tidur,

almari, televisi, alat pengatur udara, alat komunikasi/

telepon, meja kursi. Rumah penginapan dibangun di atas

tanah instansi pemerintah. Penginapan akan dikelola oleh

PT BINTANG selama 15 tahun sejak seluruh sarana siap,

setelah itu penginapan dan seluruh perabotan diserahkan

kepada instansi pemerintah yang akan digunakan untuk

penginapan karyawan instansi tersebut.

PT BINTANG mengeluarkan biaya sampai seluruh sarana

siap dioperasikan adalah golongan 1: Rp 50.000.000,00,

golongan 2: Rp 35.000.000,00, golongan 3: Rp

15.000.000,00, dan golongan bangunan: Rp 400.000.000,00,

total seluruhnya Rp 500.000.000,00.

Apabila harta BOT dianggap sebagai harta berwujud,

penyusutannya mengikuti penyusutan masing-masing golongan

harta yang bersangkutan. Asumsi selama 15 tahun pengop­

erasian PT BINTANG tidak ada penambahan dan penarikan

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

124

aktiva. Sisa harga buku fiskal pada akhir tahun ke-15

dapat dihitung dengan rumus Dn = a[l - rn ]/[l - r], yang

telah diuraikan didepan.

Untuk golongan 1, a = 50% x 50.000.000 = 25.000.000;

r = 1 - tarif penyusutan = 1 - 50% =

0,5; n =15

Dn = 25.000.000 [1 - 0,5 15]/[1 - 0,5] = 49.998.474

Jadi sisa harga buku harta golongan 1 adalah Rp

50.000.000.00 dikurangi Rp 49.998.4747,00 yaitu Rp

1.526.00.

Dengan cara yang sama sisa harga buku harta golongan

2 dan harta golongan 3 masing-masing adalah Rp 467.721,00

dan Rp 3.088.367,00.

Sedang untuk harta golongan bangunan penyusutan

sampai akhir tahun ke-15 adalah 15 x 5% x Rp

400.000.000.00 yaitu Rp 300.000.000,00, jadi sisa harga

bukunya Rp 100.000.000,00.

Dalam praktik hal seperti di atas mungkin jarang

terjadi, karena manajemen seharusnya telah oemperhitung-

kan sisa harga buku pada akhir masa perjanjian. Namun,

bila hal ini terjadi maka dilihat dari keadilan, PT

BINTANG berhak membebankan total sisa harga buku semua

jenis golongan tersebut, yaitu Rp 103.557.614,00. Hal ini

dikarenakan penyerahan harta dilakukan bukan dengan

sukarela, tetapi karena tuntutan perjanjian.

Jika seluruh pengeluaran Rp 500.000.000,00 dianggap

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

125

sebagai harta tak berwujud, yaitu sebagai sewa yang akan


habis masanya setelah 15 tahun, maka harta akan diamorti-

sasi menurut golongan 3 (umur lebih dari 8 tahun). Bila

demikian halnya, sisa harga buku harta tak berwujud pada

akhir tahun ke-15 seperti perhitungan sebelumnya adalah

Rp 102.945.566,00.

Sedangkan mengenai BOO, hal ini sama sekali tidak

mirip dengan harta tak berwujud. H.arta yang dibangun dan

dioperasikan akan tetap menjadi milik pembangun. Oleh

karena itu hal ini tidak ada masalah. Harta BOO disusut­

kan oleh pihak pembangun seperti halnya harta yang lain

milik perusahaan. Harta yang disustkan adalah harta yang

benar-benar dibangun dan harga perolehannya adalah sejum-

lah pengeluaran yang sebenarnya dilakukan, oleh karena

itu tidak perlu ilustrasi lagi.

c. Hetode Penyusutan

PPh 1994, seperti dikemukakan pada Bab II, bahwa

metode penyusutan dan amortisasi yang dipakai dalam

perpajakan adalah metode saldo menurun secara seimbang,

metode garis lurus, dan satuan produksi, yang masing-

masing metode telah ditetapkan untuk golongan tertentu.

Metode saldo menurun secara seimbang diterapkan untuk

harta berwujud bukan bangunan dan harta tidak berwujud.

Metode garis lurus diterapkan untuk harta golongan bukan

bangunan, golongan bangunan dan harta tak gerak lainnya.

Sedang metode satuan produksi diterapkan untuk hak penam-

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

126

bangan dan hak pengusahaan hutan (yang dalam hal ini

tidak dibahas). Berikut ini akan dibahas apakah metode-

metode tersebut mempunyai pengertian yang sama ataukah

ada perbedaannya dengan akuntansi.

Pengertian metode declining balance atau metode

saldo menurun secara seimbang antara akuntansi dengan PPh

1994 meskipun tidak sama persis, tetapi pada dasarnya

sama, yaitu membebankan penyusutan tarif tertentu dikali-

kan dengan sisa harga buku. Penentuan tarif, menurut

akuntansi adalah 1/n, dengan n adalah masa manfaat. Dan

1/n kemudian dapat dikalikan 1,25 atau 1,5 atau 2 atau

sembarang bilangan sesuai kebijaksanaan manajemen. Sedang

dalam PPh 1994, tarif telah ditentukan untuk golongan 1

adalah 50 X. Jadi sesuai dengan umur manfaatnya, harta

yang mempunyai masa manfaat 2, 3, atau 4 tahun, maka akan

disusutkan dengan tarif penyusutan 50%.

Hal ini sebenarnya samajuga dengan akuntansi,

karena tarif adalah 1/n dapat dikalikan bilangan berapa

saja sesuai dengan kebijakan yang dipakai. Untuk harta

dengan masa manfaat dua tahun berarti tarifnya adalah 1/n

x 1, untuk harta dengan masa manfaat tiga tahun berarti

tarifnya adalah 1/n x 1,5 demikian juga harta dengan masa

manfaat dan golongan lainnya.

Dalam akuntansi pembebanan biaya penyusutan dengan

menggunakan metode declining balance dapat terjadi sete­

lah masa manfaat dari pemakaian, jika masih terdapat sisa

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

127

harga buku diat&s taksiran nilai sisa. Kelebihan sisa

harga buku diatas taksiran nilai sisa dibebankan sebagai

penyesuaian agar nilai sisa sama dengan taksiran nilai

sisa yang ditetapkan pada awal pemakaian. Penyesuaian ini

biasanya dilakukan hanya sekali pada tahun setelah masa

manfaat.

Taksiran nilai sisa dalam PPh 1994 selalu nol.

Sehingga penyusutan akan terus dilakukan setelah masa

manfaat sampai harga buku menjadi nol, jika aktiva masih

dipakai.

Jadi perbedaan antara akuntansi dengan PPh 1994

tentang metode declining balance disamping dalam penen­

tuan dasar penyusutan seperti dibahas sebelumnya ialah

mengenai pembebanan penyusutan setelah masa manfaat harta

aktiva dengan menggunakan metode apapun, tidak akan

pernah ada, artinya pembebanan penyusutan hanya dilakukan

selama masa manfaat. Sedangkan PPh 1994, metode penyusu­

tan declining balance yang diterapkan untuk harta berwu­

jud golongan bukan bangunan memungkinkan adanya pembeba­

nan penyusutan setelah masa manfaat. Hal ini terjadi pada

harta berwujud golongan bukan bangunan.

Hetode penyusutan garis lurus menurut akuntansi

sama dengan perpajakan, yang keduanya membebankan penyu­

sutan yang sama selama masa manfaat, yaitu tarif dikali-

kan dengan dasar penyusutan.

Jika kita bandingkan metode saldo menurun secara

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

128

seimbang yang diterapkan untuk harta golongan bukan

bangunan dalam perpajakan, sebenarnya mirip metode grup

dalam akuntansi, yang diuraikan dalam Bab II. Kemiripan

tersebut terletak pada penerapan penyusutan terhadap

sekelompok harta, tidak adanya pengakuan laba rugi pada

waktu penarikan. Akan tetapi, ada perbedaan dalam penge­

lompokan harta, penentuan dasar penyusutan, dan penentuan

dasar penyusutan, dan tarif penyusutan. Pengelompokan

harta, penentuan dasar penyusutan menurut perpajakan

telah diuraikan, berikut ini akan kita bahas hal-hal

tersebut menurut metode grup dalam akuntansi.'

Harta yang dikelompokkan dengan metode grup dalam

akuntansi adalah harta yang sejenis dan mempunyai rata-

rata masa manfaat yang sama. Jadi harta dengan masa

manfaat 5 tahun dikelompokkan juga dengan harta masa

manfaat 6 atau 7 atau 8 tahun. Disamping itu harta terse­

but sejenis. Jadi meskipun masa manfaat sama-sama 5

tahun, jika tidak sejenis tidak dikelompokkan dalam

golongan yang sama.

Penentuan dasar penyusutan metode grup dalam akun­

tansi adalah rata-rata dari jumlah harga perolehan awal

tahun de ng an harga perolehan akhir tahun atas harta yang

masih dipakai. Pada waktu penarikan, metode grup dalam

akuntansi tidak mengakui adanya laba rugi. Hal ini dila-

kukan dengan mendebit akumulasi penyusutan dan mengkredit

harga perolehan. Sedang bila terdapat kas yang diterima

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

129

pada waktu penarikan maka akumulasi penyusutan yang

didebit adalah sebesar selisih kas dengan harga perole­

han. Asumsi yang dip&kai dalam penarikan ini adalah harga

sisa buku harta yang ditarik persis sama dengan hasil

penerimaan penarikan, dengan demikian jika dari penarikan

tidak ada penerimaan sama sekali berarti harga sisa buku

adalah nihil, sehingga tidak pernah ada laba rugi. Dan

mengenai tarif penyusutan metode grup adalah 1/n, Dengan

n adalah rata-rataa masa manfaat kelompok harta bersang-

kutan.

Dilihat cara pengelompokan harta yang tidak seje­

nis, dan tidak adanya laba rugi penarikan, metode declin­

ing balance dalam PPh 1994 mirip dengan metode komposit

dalam akuntansi. Perbedaannya, tarif metode komposit

ditentukan dengan menghitungkan penyusutan tahunan tiap-

tiap aktiva kemudian dijumlahkan, selanjutnya jumlah ini

dibagi total harga perolehan.. Penyusutan tahunannya

adalah tarif dikalikan harga perolehan.

Sedang metode-metode penyusutan jumlah angka tahun,

unit jam jasa, anuitas dan persediaan menurut akuntansi

tidak dikenal oleh PPh 1994.

3.2. Pengaruh Pengakuan Laba Rugi Penarikan Terhadap Laba

Rena Pajak.

Dalam akuntansi pengertian penarikan aktiva tetap

(selanjutnya disebut penarikan) dibedakan dengan pertu-

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

karan aktiva tetap (selanjutnya disebut pertukaran).

Penarikan dapat mengandung arti aktiva tetap tidak dipa-

kai lagi baik karena telah tidak ekonomis, karena rusak

sehingga tidak berfungsi atau karena dijual dalam arti

umum, yaitu aktiva diserahkan kepada pihak lain dan

sebagai imbalannya diterima sejumlah uang atau sejenisn-

ya. Pertukaran mengandung arti atas penyerahan aktiva

tetap, sebagai imbalannya diterima aktiva tetap juga.

Selanjutnya akuntansi membedakan pertukaran menjadi

pertukaran aktiva sejenis dan tidak sejenis. Pengakuan

laba rugi pertukaran aktiva sejenis berbeda dengan pertu­

karan tidak sejenis sama dengan pengakuan laba rugi

penarikan, yaitu diakui pada saat terjadinya. Sedang

pertukaran sejenis rugi selalu diakui pada saat terjadin­

ya, tetapi laba akan ditangguhkan.

Dalam PPh 1894, pengertian pertukaran termasuk

dalam pengertian penarikan, yaitu penarikan karena sebab

biasa. pengakuan laba rugi penarikan menurut PPh 1984,

dibagi menjadi tiga jenis yaitu penarikan karena sebab

luar biasa, karena sebab biasa, dan penarikan karena

disumbangkan.

Untuk menghindari pengertian yang tumpang tindih

dalam pembahasan mengenai pengertian peharikan dan pertu­

karan aktiva tetap (harta berwujud) antara akuntansi dan

PPh 1994, penyusun menggunakan kedua istilah tersebut

sesuai pengertian akuntansi. Karena istilah menurut

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

131

akuntansi, hal tersebut dapat menunjukkan transaksi

sebenarnya yang terjadi.

3.2.1. Pengakuan Laba Penarikan dan Pertukaran

Manajemen dengan berbagai pertimbangan dapat mela-

kukan penarikan atau pertukaran aktiva agar aktivitas

perusahaan tetap dan semakin efisien, ekonomis dan men-

guntungkan. Menurut ekuntansi, penarikan dapat berupa

pengapkiran atau penjualan aktiva yang bersangkutan.

Pengapkiran aktiva yang tidak diikuti dengan tindak

lanjut tertentu, sudah pasti tidak akan ada laba penari­

kan. Penghentian aktiva jika disebabkan oleh kecelakaan

dan kemudian diterima penggantian dari asuransi, penggan-

tian ini merupakan keuntungan dan diakui pada saat terja-

dinya. Pengapkiran yang kemudian diikuti dengan penjua­

lan, laba yaitu selisih antara harga pasar dengan harga

buku, diakui pada saat terjadinya transaksi. Hal ini

dapat dilihat dari contoh 4 dan 5 pada halaman 113 dan

0.15.

Pertukaran aktiva, menurut akuntansi, jika merupa­

kan tidak sejenis, laba yang timbul diakui pada saat

terjadinya. Pertukaran sejenis, laba yang timbul tidak

langsung diakui seluruhnya. Apabila dari pertukaran

sejenis ada uang yang diterima, sebagaian laba diakui

pada saat terjadinya, yaitu merupakan laba bagian aktiva

yang dijual. Sedang jika tidak diterima uang sama sekali,

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

135

penyusutan. Karena harga pasar ^tau harga wajar lebih

besar daripada harga jual aktiva lebih rendah daripada

harga buku, maka dasar penyusutan menjadi lebih kecil,

akhirnya biaya penyusutan juga menjadi lebih kecil.

Dengan asumsi tidak ada perubahan sama sekali

terhadap harta berwujud, pada tahun-tahun berikutnya,

laba yang tidak diakui pada waktu transaksi akan diakui

melalui pembebanan penyusutan yang lebih kecil daripada

yang seharusnya (jika pengurangan menggunakan harga

buku). Besarnya penyusutan pada tahun-tahun mendatang

akan lebih kecil 10% (tarif penyusutan harta golongan 3)

dari harga buku laba yang belum diakui.

Perbandingan biaya penyusutan antara jumlah awal

yang dikurangi harga buku dengan jumlah awal yang dikur­

angi harga wajarnya (dalam Rp.1000,00) dari data contoh 4

disajikan dalam tabel IV. Tabel ini menunjukkan pengakuan

laba penarikan harta berwujud golongan 3 melalui mekanis-

oe penyusutan.

Tabel IV Pengakuan Laba Penarikan Harta Berwujud Gol 3.

Pengurangan Dengan Pengurangan Dengan Selisih


Tahun Harga Buku Harga Wajar Penyusutan

Dasar Biaya Dasar Biaya

1993 22.500 2.250 21.000 2.100 150


1994 20.250 2.025 18.900 1.890 135
1995 18.225 1.822,5 17.010 1.701 121,5
1996 16.402,5 1.640,25 15.308 1.530,9 109,35
1997 14.762,25 1.476,225 13.778,1 1.377,81 98,415
ds t .

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

136

Pengakuan laba tersebut sama persis dengan penga­

kuan penyusutan harta berwujud golongan bukan bangunan.

Dan jangka waktu pengakuannya juga sama dengan yang telah

diuraikaan di depan. Jadi untuk harta golongan 1 setelah

tahun ke-8 laba yang diakui mencapai 99,61%, golongan 2

setelah tahun ke 16 laba yang diakui mencapai 98,99, dan

golongan 3 setelah tahun ke 40 laba yang diakui mencapai

98,52%.

Penarikan harta berwujud golongan bangunan dan

harta tak berwujud baik karena dijual atau ditukar atau

karena musibah dan diterima pengganti asuransi, kelebihan

penerimaan neto dari penjualan ataau harga wajar atau

penggantan asuransi ditasa harga bukunya diakui sebagai

keuntungan. Keuntungan ini dilaporkan pada tahun terja­

dinya .

Khususnya untuk keuntungan penjualan badan usaha,

yang di dalamnya termasuk aktiva tetap, dengan diikuti

likuidasi, maka keuntungan tersebut bukan merupakan obyek

pajak pengahasilam, jika memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut :

1. Pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan harta secara

bersama-sama memiliki minimal 90% modal yang disetor,

2. Pengalihan tersebut dilaporkan kepada Direktoran Jen-

dral Pajak,

3. pengenaan pajak di kemudian hari atas keuntungan (laba

likuidasi) tersebut terjamin.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

137

Dengan demikian kontroversial mengenai pencatatan

harga perolehan yang menggunakan harga buku oleh pihak

yang membeli dengan pencatatan penarikan harta yang

menggunakan harga wajar oleh pihak yang dibeli sehingga

terdapat laba likuidasi, telah dapat dihilangkan, asal

memenuhi syarat yang ditetapkan tadi.

3.2.2. Pengakuan Rugi penarikan dan Pertukaran

Dalam anak sub bab sebelumnya telah diuraikan

mengenai pengakuan laba penarikan dan pertukaran. Menurut

akuntansi, bersamaan dengan pengapkiran aktiva, aktiva

selanjutnya dinilai sebesar harga wajar. Harga sisa buku

yang belum dibebankan diatas harga wajar aktiva yang

diapkir akan diakui sebagai kerugian pada waktu penari­

kan. Pengapkiran seperti diatas juga berlaku untuk penar­

ikan yang disebabkan oleh musibah yang menimpa sehingga

aktiva tidak dapat digunakan lagi.

Pengapkiran yang kemudian diikuti dengan penjualan,

jika harga jual aktiva lebih rendah daripada harga buku,

penjualan. Untuk penarikan harta karena d'isumbangkan,

menurut akuntansi dapat dianggap sebagai biaya

(kerugian), jadi harga buku yang masih ada dapat diakui

sebagai kerugian.

Untuk pertukaran, baik sejenis maupun tidak seje­

nis, jika ada kerugian yaitu harga wajar lebih rendah

daripada harga buku, selisih tersebut diakui sebagai

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

138

kerugian pada waktu pertukaran. Pengakuan kerugian pada

waktu pertukaran ini merupakan penerapan konsep konserva-

tisme.

Menurut PPh 1994, untuk harta golongan bukan bangu­

nan, pengakuan kerugian hanya terjadi penarikan karena

sebab luar biasa, yaitu sebesar sisa harga buku. Kerugian

tersebut dilaporkan pada tahun terjadinya penarikan.

Harta golongan bukan bangunan yang ditarik karena

sebab biasa, tidak ada pengakuan mengenai kerugian. Harga

pasar atau harga wajar harta yang ditarik mengurangkan

dari dasar penyusutan. Jika harga pasar atau harga wajar

lebih rendah daripada harga buku, maka dasar penyusutan

akan lebih rendah daripada harga buku, maka dasar penyu­

sutan akan lebih besar dibanding jika dikurangi dengan

harga pasar atau harga wajar. Sehingga kerugian yang ada

diakui dengan cara pembebanan penyusutan yang lebih besar

daripada seharusnya. Pembebanan penyusutan atas harta

yang telah ditarik, seperti diuraikan di anak sub bab

pengelompokan harta dan jangka waktu penyusutan, sebe-

narnya merupakan pengakuan ini sama dengan proses penga­

kuan keuntungan penjualan atau pertukaran.

Untuk harta berwujud golongan bangunan dan semuaa

harta tak berwujud, baik penarikan sebab biasa ataupun

sebab luar biasa, sisa harga buku yang belum dibebankan

sebagai biaya penyusutan diakui sebagai kerugian dan

dilaporkan pada tahun terjadiny penarikan.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

139

Sedangkan untuk penarikan karena disumbangkan, baik

harta berwujud maupun tidak berwujud, sisa harga buku

yang belum dibebankan sebagai biaya penyusutan tidak

boleh diakui sebagai biaya atau kerugian. Karena sumban-

gan dianggap bukan merupakan biaya untuk mendapatkan,

menagih, memelihara penghasilan.

Selanjutnya mengenai penarikan harta BOT, dalam

artian hanya harta yang akan dialihkan sesuai dengan

perjanjian awal, belum diatur secara khusus. Pada tahun

anggaran 1993/1994 ini Badan Pembinaan Hukum Nasional

bahkan baru membentuk tim pengkaajian aspek hukum perjan­

jian BOT dan ruilsag, namun kajian dititikberatkan pada

masalah BOT, (namum baru mulai bekerja bulan Agustus 1993

dan sampai sekarang nampaknya belum diketahui hasilnya).

Tim ini bertugas mengkaji masalah BOT, yang hasilnya

diharapkan dapat digunakan untuk melaksanakan pembangu-

nan, pengembangan dan pembangunan hukum nasional.

Hal yang penting mengenai penarikan BOT yang dia­

lihkan sesuai perjanjian, bahwa pihak pembangun sebaiknya

dapat membebankan semua biaya yang dikeluarkan untuk

BOT. Jika BOT dianggap sebagai harta tak berwujud, maka

sisa harga buku yang belum dibebankan sebagai biaya

penyusutan akan diakui sebagai kerugian pada waktu penga-

lihan. Sebaliknya jika dianggap sebagai harta berwujud

sesuai dengan golongannya masing-masing, menurut penyu-

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

140

sun, perlakukan mengenai sisa harga buku pada saat penga-

lihan perlu diatur secara khusus. Yaitu pihak pembangunan

diperbolehkan menyusutkan terus sisa harga buku tersebut,

jadi dianggap sebagai penarikan karena penjualan dengan

penerimaan neto nihil. Selanjutnya pihak penerima harta

BOT tidak diperbolehkan melakukan penyusutan atas harta

yang bersangkutan.

PPh 1994 sebenarnya dapat saja menetapkan bahwa

sisa harga buku harta BOT akan menjadi nilai perolehan

pihak penerima. Dan pihak pembangun tidak boleh mengakui

adanya kerugian atau menyusutkan sisa harga buku harta

BOT. Dengan cara ini penarikan atas harta tersebut akan

sama dengan penarikan harta yang disumbangkan. Akan

tetapi, menurut penyusun, penyerahan ini bukan dimaksud-

kan sebagai sumbangan suka relaj tetapi karena jangka

waktu mengharuskan harta untuk diserahkan.

Polemik perlakukan sisa harga buku harta BOT ini

tidak terjadi dalam akuntansi. Karena sisa harga buku

tersebut oleh pihak pembangun akan tetap dianggap sebagai

biaya (kerugian), dan oleh pihak penerima harta BOT,

harta akan dicatat sebesar harga wajar.

Dari uraian diatas ada keunikan dalam perpajakan

mengenai penarikan karena sebab biasa harta berwujud

golongan bukan bangunan, dimana laba rugi diakui melalui

mekanisme penyusutan. Pengakuan laba rugi tersebut menga­

kibatkan :

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

141

1. Kesulitan untuk menelusuri laba rugi yang diakui atas

penarikan harta yang mana dan kapan penarikan dilaku­

kan .

2. Kesulitan untuk mengetahui jumlah laba atau rugi yang

telah diakui atas suatu harta yang ditarik.

Kesulitan-kesulitan diatas dapat diatasi dengan

cara berikut ini, yang mana tidak mengubah jumlah beban

penyusutan dan laba rugi yang diakui secara total dalam

satu tahun.

Cara tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pada waktu penarikan, sebagai pengurang dasar penyusu­

tan digunakan sisa harga buku harta yang ditarik. Oleh

karena itu perbaikan yang dikapitalisasi atas suatu

harta harus jelas dibebankan atas hart yang mana.

2. Selisih penerimaan neto dengan sisa harga buku harta

yang ditarik dicatat sebagai laba yang ditangguhkan

atau rugi yang ditangguhkan.

3. Setiap akhir tahun, dimulai tahun penarikan, laba yang

ditangguhkan atau rugi yang ditangguhkan diakui sebe­

sar laba dan rugi yang belum diakui dikalikan tarif

penyusutan golongan harta yang bersangkutan.

4. Pengakuan laba atau rugi penarikan harus dibuatkan

daftar tersendiri untuk melengkapi laporan laba rugi

fiskal.

5. Sisa laba atau rugi yang ditangguhkan yang sudah tidak

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

142

material, misal kurang dari 10% dari laba atau rugi

yang ditangguhkan pada waktu penarikn dapat diakui

sekalius.

Sekaligus ilustrasi komprenhensif berikut diberikan

contoh pengakuan penyusutan dan laba rugi penarikan

menurut akuntansi -dan PPh 1994. PT TAXI mengusahakan

angkutan taxi didirikan pada tahun 1989. Awal tahun 1989

dibeli 10 unit taxi @ R p . 30.000.000,00. Pada awal tahun

1990 taxi No. A-89 mengalami kecelakaan, sehingga tidak

layak dioperasikan lagi, karenanya dijual seharga

Rp. 10.000.000,00. Sebagai pengganti dibeli lagi 2 unit

taxi (No. A-90 dan B-90) @ R p .35.000.000,00. Awal tahun

1991 2 unit taxi ( No. A-89 dan C-89) diperbaiki dan

dikeluarkan biaya yang dikapitalisasi sebesar

R p .2.500.000,00 disamping itu dijual 3 unit taxi (D-89,

E-89, dan F-89) dengan harga Rp. 36.000.000,00. Selan­

jutnya awal thaun 1992 2 unit taxiyang dibeli tahun 1990

(No. A-90 dan B-90) dijual seharga R p .30.000.000,00. Dan

akhir tahun 1993 6 unit taxi pembelian tahun 1989 6 unit

taxi pembelian tahun 1989 dijual dengan harga

2.250.000,00.

Jumlah penyusutan yang diakui menurut akuntansi

disajikan dalam Tabel V (dalam Rpl.000,00)

1989 1990 1991 1992 1993

-Jumlah Awal 300.000 300.000 340.000 250.000 180.000


-penambahan - 70.000 - - -

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

-Penarikan - (30.000) (90.000) (70.000)(180.000)


-Dasar
Penyusutan 300.000 340.000 250.000 180.000
-Biaya
Penyusutan 75.000 85.000 62.500 45.000
-Perbaikan - - 2.500
-Penyusutan atas
perbaikan - - 1.250 1.250
-Total biaya
penyusutan 75.000 80.p00 '6
-Pengurangan
Akumulasi (180.000)
Penyusutan - (7.500) (45.000) (35.000) (2.500) ■
-Akumulasi
Penyusutan 75.000 152.500 171.250 182.500

Taksiran umur taxi menurut akuntansi adalah 4 tahun,

dan tidak ada nilai sisa, metode penyusutan garis lurus.

Pada tahun 1970, penarikan taxi No.A-89 dijual

seharga R p .R p .10.000.000,00 sisa harga buku Rp.22.500,00

jadi rugi Rp .12.500.000,00. Tahun 1991, penarikan taxi

No.D-89, E-89, dan F-89 dijual seharga Rp.36.000.000,00

sisa harg buku R p .45.000.000,00 jadi rugi

R p .9.000.000,00. Tahun 1992, penarikan taxi No. A-90 dan

B-90, dijual seharga R p .30.000.000,00 sisa harga buku Rp.

35.000.000,00 jadi rugi R p . 5.000.000,00.

Pada tahun 1993 seluruh harga perolehan dan biaya

perbaikan telah dibebankan (pembebanan biaya perbaikan

dilakukan dalam sisa umur aktiva yang tinggal 2 tahun).

Penarikan seluruh taxi yang sudah tidak ada nilai bukunya

seharga R p .2.250.000,00 diakui sebagai laba penarikan.

Sedang jumlah penyusutan secara fiskal diasjikan

dalam tabel VI berikut (dalam R p .1.000,00).

Tabel VI Penyusutan PPh 1994 (Illustrasi Komprehensif)

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

144

1989 1990 19911992 1993

-Jumlah Awal 300.000 150.000 102.500 34.000 2.250


-Penambahan - 70.000 2.500
-Penarikan - (15.000) (36.000) (30.000) (2.250)
-Dasar
Penyusutan300.000 205.000 69.000 4.500
-Biaya
Penyusutan 150.000 102.500 34.500 2.250
-Harga Buku
31 Desember 150.000 102.500 34.500 2.250

Menurut PPh 1994, kendaraan taxi adalah golongan 1,

jadi disusutkan 50% dari sisa harga buku. Asumsi tidak

ada koreksi fiskal atas laporan laba rugi komersial

kecuali penyusutan.

Atas penarikan taxi No. A-89 karena kecelakaan,

secara fiskal diakui kerugian sebesar R p .5.000.000,00

yaitu sisa harga buku dikurangi hasil penjualan taxi

tersebut.

Dari kedua daftar pengakuan penyusutan dan perhitun-

gan laba rugi diatas dibuat perbandingan pengakuan penyu­

sutan dan laba rugi menurut akuntansi dengan perpajakan,

yang disajikan dalam tabel VII

Tahun Penyusutan Beda


Waktu
Akuntansi PPh 1994

1989 Rp.(75.000.000) Rp.(150.000.000) Rp 75.000.000)


1990 (85.000.000) (102.500.000) 17.500.000)
1991 (63.750.000) (34.500.000) (29.250.000)
1992 (46.250.000) (2.250.000) (44.000.000)
1993 — - -

Jumlah (270.000.000) (289.250.000) 19.250.000

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

145

Tahun Laba (Rugi) Penarikan Beda


Waktu
Akuntansi PPh 1984

1989 — - -

1990 (12.500.000) (5.000.000) (7.500.000)


1991 (9.000.000) - (9.000.000)
1992 (5.000.000) - (5.000.000)
1993 2.250.000 - 2.250.000

Jumlah (24.250.000) (5.000.000) (19.250.000)

Neto (294.250.000) (294.250.000) -

Sedang seandainya pengurangan menggunakan harga buku

fiskal (pengurangan bukan berupa penerimaan neto) dalam

penentuan dasar penyusutan PPh 1994, maka pengakuan beban

penyusutan disajikan pada tabel VII (dalam R p .1.000,00).

Tabel VIII Penyusutan PPh 1994 dengan pengurangan Harga


Buku Fiskal (Illustrasi Komprehensif)

1989 1990 1991 1992 1993

-Jumlah Awal 300.000 150.000 102.500 41.250 11.875


-Penambahan - 70.000 2.500
-Penarikan - (15.000) (22.500) (17.500) (11.875)
-Dasar
Penyusutan 300.000 205.000 82.500 23.750
-Biaya
Penyusutan 150.000 102.500 41.500 11.875
-Harga Buku
31 Desember 150.000 102.500 41.500 11.875

Jumlah-jumlah yang digunakan untuk pengurangan baik

penarikan sebab biasa maupun luar biasa menggunakan sisa

harga buku, hanya laba rugi untuk penarikan luar biasa

sekaligus diakui sedang penarikan biasa ditangguhkan.

Penarikan tahun 1990, harga buku Rp.15 juta dan kas yang

diterima Rp.10 juta, rugi penarikan Rp.5 juta.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

146

Penarikan tahun 1991, harga buku Rp.15,5 juta dan

kas yang diterima Rp.36 juta, rugi ditangguhkan Rp.13,5

juta. Penarikan tahun 1992, harga buku Rp.17,5 juta dan

kas yang diterima Rp.30 juta, rugi ditangguhkan Rp.2,25

juta. Penarikan tahun 1993, harga buku Rp.11,875 juta dan

kas yang diterima Rp.2,25 juta, rugi ditangguhkan

Rp.9,625 juta.

Selanjutnya setiap akhir tahun dicatat pengakuan

atas laba atau (rugi) yang ditangguhkan dari masing-

masing tahun penarikan (dimulai tahun terjadinya penari­

kan). Pengakuan laba atau (rugi) penarikan untuk setiap

tahunnya tersebut dilampirkan sebagai pelengkap laporan

laba rugi fiskal. Pengakuan laba (rugi) adalah sebagai

berikut (dalam R p .1.000,00).

1991 1992 1993

Laba ditangguhkan-91 6.750 3.375 1.687,5

Laba ditangguhkan-92 - 6.250 3.125

Laba ditangguhkan-93 (4.812.5)

Laba(rugi) Penarikan Diakui 6.750 9.625

Dengan pencatatan seperti diatas dapat ditelusuri

jumlah laba dan rugi penarikan ditangguhkan yang telah

diakui sejak tahun penarikan sampai tahun tertentu. Dari

penelusuran ini dapat diketahui jumlah laba atau rugi di­

tangguhkan yang belum diakui. Sebagai contoh penarikan

taxi tahun 1991, laba ditangguhkan pada saat terjadinyan

penarikan adalah R p .13.500.000,00 dan diakui pada tahun

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

147

1991, 1992, dan 1993 adalah berturut-turut Rp.

6.750.000,00; R p .3.375.000,00; dan Rpl.687.500,00. Pada

tahun 1994 atas laba ditangguhkan ini akan diakui lagi

sebesar Rp. 843.750,00. Dan pada tahun 1995 laba yang

belum diakui adalah R p .843.750,00 atau 6,25% dari laba

ditangguhkan semula Rp.13.500.000,00. laba ditangguhkan

sebesar 6,25% sebaiknya dapat diakui seluruhnya pada

tahun 1995.

Karena sisa harga buku akan digunakan sebagai pen-

gurang pada waktu penarikan, maka pembebanan penyusutan

harus dapat ditelusuri harga perolehan, pengeluaran

setelah perolehan dan akumulasi penyusutan atas suatu

harta . Sejalan dengan cara pengakuan laba rugi penarikan

ini, maka sisa harga buku harta yang masih digunakan

tetapi jumlahnya tidak material sebaiknya Juga dapat

dibebankan seluruhnya sekaligus.

Berikut ini perbadingan pengakuan penyusutan dan

laba rugi fiskal antara pengurangan berupa sisa harga

buku dengan pengurangan berupa penerimaan neto (dalam

R p .1.000,00), disajikan dalam tabel IX. .

Pada tahun 1994 dan seterusnya masih terdapat penga­

kuan laba atau rugi penarikan. Namun perlu diingat meski-

pun laba atau rugi yang ditangguhkan pada tahun 1993 dan

1994 dan seterusnya berjumlah sama sehingga menjadi

nihil, tetapi dalam oumlah tersebut berasal dari tahun

penarikan dan atas harta yang berbeda.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

148

Tabel IX Perbandingan Penyusutan dan Laba Rugi PPh 1984


dari Illustrasi Komprehensif antara Pengurangan Peneri­
maan Neto dengan Pengurangan Harga Buku Fiskal

Pengurangan Berupa penerimaan neto.

1989 1990 1991 1992 1883

Penyusutan : (150.000) (102.500) (34.500) (2.250)


Laba (Rugi) (5.000) -

Jumlah : (150.000) (107.500) (34.500) (2.250) -

Pengurangan Berupa Harga Buku Fiskal harta yang ditarik.


1888 1880 1891 1992 1993

Penyusutan :(150.000X102.500) (41.250)(11 .875)


Laba : - - 6.750 9 .625 4 .812,5
(Rugi) (5.000) (4 .812,5)

Jumlah :(150.000)(107.500) (34.500) (2 .250) -

Selanjutnya dengan asumsi tidak ada koreksi fiskal

kecuali penyusutan dan laba rugi penarikan kendaraan

taxi, laba bersih sebelum pembebanan Pajak Penghasilan

adalah sebagai berikut :

Tahun 1989: Rp 200.000.000; Tahun 1990: Rp 240.000.000

Tahun 1991: Rp 180.000.000; Tahun 1992: Rp 160.000.000

Tahun 1993: RplOO.000.000.

Dari data diatas dapat dibuat perhitungan pajak per-

nghasila terhutang (PPh Terhutang) berdasarkan PPh 1994,

(dalam Rpl.000,00), disajikan dalam tabel X sebagai

berikut.

Tabel X Penyusutan PPh 1994 dengan pengurangan Harga Buku


Fiskal (Illustrasi Komprehensif)

1989 1990 1991 1992 1993

-Laba Sebelum

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

149

Koreksi 200.000 240.000 180.500 160.000 100.000


-Penyusutan
Taxi (150.000 (102.500) (34.500) (2.250)
-Laba (Rugi)
Penjualan Taxi - (5.000) - -
-Laba Kena
Pajak 50.000 132.500 145.500 157.750 100.000
-PPh Terhutang 11.500 40.375 44.925 49.212,5 29.000

Bila PT Taxi menghitung pajak penghasilan menurut

laba akuntansi, selisih yang disebabkan oleh perbedaan

sementara antara PPh berdasar laba akuntansi dengan PPh

berdasar laba kena pajak, sesuai dengan SAK 1994, dibuku-

kan sebagai PPh ditangguhkan.

Selanjutnya pajak penghasilan yang dihitung berda-

sarkan laba akuntansi, disajikan dalam tabel XI sebagai

berikut.

Tabel XI menurut Laba Akuntansi (Illustrasi Komprehensif)

1989 1990 1991 1992 1993

-Laba Sebelum
Koreksi 200.000 240.000 180.000 160.000 100.000
-Penyusutan
Taxi (75.000 (85.000) (63.750) (46.250)
-Laba (Rugi)
Penjualan Taxi - (12.500) (9.000) (5.000) 2.250
-Laba Sebelum
PPh 125.000 142.500 107.250 108.750 102.250
-PPh Berdasar
LabaAkuntansi37.750 43.875 31.537,5 32.062,5 29.787,5

Jurnal Pencatatan PPh Terhutang dan PPh ditangguhkan

dalam akuntansi adalah sebagai berikut (dalam

Rp.1.000,00).

Tahun Perkiraan Debit Kredit

1989 Laba/Rugi 37.750


PPh 37.750
PPh 37.750

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

150

PPh Terhutang 11.500


PPh Ditangguhkan 26.250

1990 Laba/Rugi 43.875


PPh 43.875
PPh 43.875
PPh Terhutang 40.375
PPh Ditangguhkan 3.500
1991 Laba/Rugi 31.537,5
PPh 31.537,5
PPh 31.537,5
PPh Diatngguhkan 13.387,5
PPh Terhutang 44.925

1992 Laba/Rugi 32.062,5


PPh 32.062,5
PPh 32.062,5
PPh Diatngguhkan .17.150
PPh Terhutang 49.212,5

1993 Laba/Rugi 29.787,5


PPh 29.787,5
PPh 29.787,5
PPh Terhutang 29.000
PPh Ditangguhkan 787,5

Dari jurnal-jurnal pencatatan tersebut setelah

pembebanan PPh Terhutang tahun 1993 saldo PPh ditangguh­

kan menjadi nihil.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB IV

SIHPULAH DAN SARAN

4.1. Sinpulan

Dari pembahasan bab-bab didepan dapat disimpulkan

hal-hal penting mengenai ketentuan pengakuan^ penyusutan

dan laba rugi penarikan harta berwujud dan tak berwujud,

yang merupakan perbedaan antara akuntansi dan perpajakan,

yang menurut penyusun perlu diperhatikan.

Harta yang dapat dan tidak dapat disusutkan, khusus

menyangkut tanah, hak atas tanah diperoleh dari penetapan

pemerintah, baik HGU, HGB, dan hak pakai tidak disusutkan

atau diamortisasi, kecuali hak atas tanah tersebut menga-

lami penurunan ekonomis karena pemakaiannya. Pengeluaran-

pengeluaran setelah perolehan awal untuk mempertahankan

(atau untuk memperpanjang atau untuk memperbaharui) hak

atas tanah, karena mempunyai keterbatasan waktu. biaya-

biaya ini seharusnya dapat diamortisasi. Sedang hak at&s

tanah yang diperoleh dari perjanjian dengan pemegang HM

apakah KGB, hak pakai, ataupun hak sewa, pada dasarnya

hak-hak tersebut sama dengan sewa-menyewa biasa, karenan-

ya diamortisasi sesuai dengan harta tak berwujud dan

dibebankan sebagai unsur pengurang laba bruto. Mengenai

tanah terutama HGU, HGB, dan hak pakai, akuntansi justru

belum memberikan pernyataan atau interprestasi apakah

151

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dapat disusutkan/diamortisasi atau tidak.


Kemudian mengenai dasar penyusutan, menurut akun­

tansi dasar penyusutan berkaitan dengan jumlah yang akan

dibebankan selama kurun waktu pemakaian, sedang menurut

PPh 1994 hal ini hanya berkaitan dengan jumlah yang akan

dibebankan pada tahun yang bersangkutan. Akan tetapi,

keduanya sama-sama dipengaruhi oleh penentuan harga

perolehan awal, penambahan, dan pengurangan. Sedang PPh

1984 nilai sisa selalu dianggap nihil.

Ketentuan penetapan harga perolehan awal, (dan

termasuk penambahan) yang telah diatur oleh PPh 1994

masih banyak mengandung ketidak jelasan sehingga dapat

digunakan untuk mengatur besar keoilnya laba kena pajak,

tneskipun dalam hal ini hanya merupakan perbedaan waktu

pengakuan. Ketidakjelasan tersebut menyangkut hal-hal

sebagai berikut :

1. Penetapan komponen dalam harga perolehan, apakah

termasuk biaya-biaya diluar harga beli harta seperti

halnya akuntansi ataukah hanya harga beli harta dan

tidak termasuk misalnya biaya pengangkutan, biaya

pemasangan, biaya masuk, PPn, BM, PPN yang tidak dapat

dikreditkan.

2. Bi a y a bunga atas pinjaman yang digunakan untuk memban-

gun harta yang dipakai sendiri apakah harus dibebankan

pada tahun terjadinya seperti biaya bunga yang lain.

3. Penetapan harga perolehan harta yang dibeli secara

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

gabungan jika harta-harta tersebut berlainan golongan,

apakah ditentukan seperti halnya dalam akuntansi

ataukah boleh ditentukan sesuai kebijakan wajib pajak

sendiri.

Mengenai biaya bunga atas pinjaman untuk pembangunan

harta yang dipakai sendiri, PSAK No. 26 tidak tegas.

Pernyataan IAI No, 26 tersebut menyebutkan, setelah

syarat-syarat dipenuhi, biaya bunga dapat (tidak harus)

dikapitalisasi. Jadi hal ini seakan-akan merupakan pili-

han.

Sedang mengenai pengurangan dasar penyusutan karena

penarikan harta, satu hal yang berbeda antara akuntansi

adalah dalam PPh 1994, ada pengurangan yang menggunakan

penerimaan neto yaitu dalam penarikan karena sebab biasa

harta berwujud golongan bukan bangunan, hal ini mengaki-

batkan metode penyusutan PPh 1894 tidak sistematis, pada

umumnya metode penyusutan, bila terjadi penarikan dan

aktiva yang bersangkutan disusutkan dengan dasar penyusu­

tan berupa harga buku, maka dasar penyusutan aktiva juga

dikurangi dengan sisa harga buku.

Sejalan dengan perkembangan dalam dunia usaha, maka

berkembang pula cara-cara baru dalam perolehan harta,

misalnya ruislag, BOT, dan BOO. Untuk ruilslag dapat

diterapkan ketentuan pertukaran/penarikan karena sebab

biasa. Dan untuk BOO dapat diterapkan ketentuan yang

dapat dijadikan dasar pencatatan transaksi pada waktu

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

154

penyerahan atau pengalihan khususnya bagi perpajakan.

Seandainya di kemudian hari dikeluarkan ketentuan

perpajakan tentang BOT, satu hal yang perlu diperhatikan

adalah bahwa pihak pembangun diperkenankan membebankan

seluruh pengeluaran untuk membangun harta BOT selama masa

pengelolaan (sebelum diserahkan). Artinya jika ada sisa

harga pada waktu penyerahan, jumlah tersebut boleh dibe-

bankan sebagai kerugian seperti halnya penarikan harta

tak berwujud.

Berikutnya masalah pengelompokan harta yang diguna­

kan dalam operasi perusahaan, menurut PPh 1994, telah

ditentukan harus dimasukkan dalam golongan tertentu.

Jangka waktu masa manfaat harta golongan 1 mencakup harta

dengan masa manfaat 2 sampai 4 tahun, golongan 2 mencakup

harta dengan masa manfaat 5 sampai 8 tahun, golongan 3

mencakup harta dengan masa manfaat diatas 8 tahun sampai

16 tahun, sedang golongan 4 mencakup harta dengan masa

manfaat diatas 16 tahun sampai 20 tahun. Untuk harta

golongan bangunan dibagi menjadi kelompok permanen dan

tidak permanen dengan masing-masing masa manfaat adalah

20 tahun untuk permanen dan 10 tahun tidak permanen.

Meskipun harta telah digolongkan atas dasar jangka

waktu masa manfaat, tetapi pembebanan penyusutan menurut

PPh 1994 tidak sesuai dengan masa manfaat menurut golon­

gan. Dengan asumsi dengan masa manfaat menurut PPh 1994

tidak sesuai dengan masa manfaat menurut golongan 2

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

155

setelah 16 tahun harga perolehan yang telah dibebankan

baru 98,99% dan harta berwujud golongan 3 setelah 40

tahun harga perolehan yang telah dibebankan baru 98,52%.

Saat dimulainya penyusutan PPh 1994, adalah tahun

terjadinya pengeluaran atau setelah harta selesai penger-

jaannya atau setelah disewa-guna-usahakan. Namun dengan

izin Direktorat Jendral Pajak, wajib pajak dapat menyu-

sutkan harta sejak digunakan. Dan penyusutan dilakukan

dalam tahunan harta sejak digunakan. Dan penyusutan

dilakukan dalam tahunan penuh, tidak ada.penyusutan dalam

pecahan tahun, misal 3 bulan, 4 bulan atau 6 bulan.

Khusus untuk harta ini tidak diamortisasi oleh lessee dan

tidak disusutkan oleh lessor. Akan tetapi untuk harta

ini, lesse diperkenankan membebankan seluruh pembayaran

berkala kecuali untuk pembebanan atas tanah.

Selanjutnya mengenai pengakuan laba rugi penarikan,

pada waktu terjadi transaksi penarikan karena sebab biasa

harta berwujud golongan bukan bangunan, PPh 1994 tidak

pernah mengakui adanya laba dan rugi. Laba atau rugi ini

diakui melalui proses mekanisme penyusutan, yaitu dengan

membebankan penyusutan yang lebih besar atau lebih kecil

daripada yang seharusnya.

Cara pengakuan laba atau rugi penarikan menurut PPh

1994 ini mengakibatkan kesulitan dalam penelusuran penga­

kuan atas penarikan harta yang mana dan kapan penarikan

dilakukan, serta kesulitan dalam menelusuri jumlah yang

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

156

telah diakui dan jumlah yang belum diakui. Kesulitan ini

dapat diatasi dengan cara membuat catatan atas laba atau

rugi ditangguhkan. Tentunya pengurangan pada waktu penar­

ikan harta berwujud golongan bukan bangunan ini tidak

menggunakan penerimaan neto tetapi menggunakan sisa harga

buku fiskal. Dengan oara ini total penyusutan dan laba

atau rugi yang diakui pada suatu tahun tidak berbeda

dengan oara yang lama.

4.2. Saran

Pada sub bab sebelumnya telah dikemukakan hal-hal

yang perlu mendapat perhatian khusus. Menurut penyusun

hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus tersebut

diantaranya membutuhkan perbaikan agar menjadi jelas dan

tegas sehingga suatu ketentuan tidak ditafsirkan berbeda-

beda.

1. PPh 1994 perlu mengatur ketentuan-ketentuan tentang

harga perolehan, khususnya berkaitan dengan komponen

yang termasuk harga perolehan yang harus dikapitalisa-

si, apakah termasuk biaya-biaya diluar harga harta dan

biaya bunga atas pinjaman yang digunakan untuk memban-

gun harta yang dipakai sendiri, dan ketentuan tentang

penetapan harga perolehan harta yang dibeli secara

gabungan.

2. Khusus untuk tanah, hak atas tanah yang diperoleh dari

penetapan pemerintah dan tidak mengalami penurunan

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

157

ekonomi karena pemakaian, perpajakan perlu menegaskan

bahwa hak tersebut merupakan hak yang tidak diamorti-


%

sasi, sedang hak atas tanah diperoleh dari perjanjian

dengan pemegang HM diamortisasi, seperti halnya sewa..

3. PPh 1994 perlu mengubah metode penyusutan, dengan

membebankan harga perolehan dalam jangka panjang waktu

yang terbatas, dan perlakuan laba rugi penarikan harta

berwujud golongan bukan bangunan karena sebab biasa,

dengan mengakui laba rugi pada tahun terjadinya penar­

ikan. Bila metode penyusutan dan pengakuan laba rugi

menurut PPh 1894 tetap dipertahankan, perlu dibuat

catatan atas laba atau rugi ditangguhkan pada waktu

penarikan, perbedaan antara sisa harga buku dengan

penerimaan neto diakui sebagai laba atau rugi ditang­

guhkan. Selanjutnya setiap akhir tahun (dimulai terja­

dinya penarikan) diakui adanya laba atau rugi penari­

kan sebesar tarif penyusutan golongan harta yang

ditarik dikalikan laba atau rugi yang ditangguhkan ini

sebaiknya dibatasi, sehingga pada saat tertentu laba

atau rugi yang ditangguhkan atas penarikan harta

tertentu dapat dibebankan sekaligus, misal setelah

laba atau rugi yang ditangguhkan belum diakui tinggal

10 X dari laba atau rugi yang ditangguhkan semula pada

waktu penarikan.

4. Seandainya pengakuan kerugian harta berwujud golongan

bukan bangunan masih seperti ketentuan yang ada, PPh

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

158

1994 perlu mengatur perlakuan atas sisa harga buku

harta BOT, yaitu diperbolehkan mengakui sisa harga

buku yang ada pada waktu penyerahan sebagai kerugian.

Sedang untuk akuntansi hal-hal yang perlu diperbaiki

adalah sebagai berikut.

1. IAI perlu mengambil keputusan untuk menentukan perla­

kukan pengeluaran atas HGU, HGB, dan Hak Pakai melalui

pernyataan atau interprestasi, yang mana pengeluaran

tersebut tidak disusutkan atau diamortisasi. Sedang

untuk hak atas tanah yang diperoleh dari perjanjian

dengan pemegang HH, hak atas tanah tersebut dapat

diamortisasi seperti halnya harta tak berwujud.

2. IAI perlu mengambil keputusan untuk menentukan perla­

kuan pengeluaran atas transaksi dengan oara BOT,

melalui pernyataan atau interpretasi, yang mana penge­

luaran tersebut disusutkan atau diamortisasi apa tidak

(aktiva berwujud atau aktiva tak berwujud).

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR PUSTAKA

Delaney, Patrick R. dkk. GAAP Interpretation And Applica­


tion 199Q Edition. Toronto, Canada: John Wiley and
Sons, Inc. 1990.

Editor, "Fuilslag Sah Saja, asalkan Proseanya Tak Merugi-


kan Negara", Kompas. 20 Agustus 1992, hal. 1.

, "Tanah Sambungan dari halaman 1", Kompas. 30 Sep­


tember 1993, Hal. 5.

Effendi, Perangin, Praktek Jual Beli Tanah. Rajawali


Pers, Jakarta, 1990.

--- , Hukum Agraria Di Indonesia.Suatu Telaah Dari Sudut


Pandang,Praktisi Hukum. Rajawali Pers, Jakarta, 1991.

--- , Praktek Permohonan Hak Atas Tanah. Rajawali Pers,


Jakarta, 1991.

Hendriksen, Eldon S., Accounting Theory. Edisi Kedua,


Homewood, Richard D. Irwin Inc.,Illinois, 1982.

IAI, Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat, Jakarta


1994.

--- , Standar Profesional Akuntansi. STIE YKPN, Yogjakar-


ta, 1994.

Lumbantoruan sophar, Akuntansi Paiak. ISEI Cabang Jakar­


ta, 1989.

Mardiasmo, Perpajakan. Edisi Kedua, Yogyakarta, Andy


Offset, 1992.

Miller, Paul B. W., D. Gerald Searfoss, dan Kenneth A.


Smit, Intermidiate Accounting. Edisi Kedua, Homewood
Illinois, Richard D. Irwin Inc., 1985.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar


ADLN_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

160

Nikolai, Loren N. Dan John D. Bazley, Intermidiate Ac­


counting , Edisi Keempat, Boston, PWS Kent Publishing
Co., 1988.

Smith, Jay M. dan K. Fred Skousen, Inte_rmidiate Account­


ing . Comprehensive volume, Edisi Kesepuluh, South
Western Publishing Co., Cincinnati, 1990.

Schroeder, Richard G., Levis D. Mcullers dan Myrtle


Clark, Accounting.. Theory Text and Readings. Edisi
ketiga, New York: John Wiley and Sons, Inc. 1987.

Peraturan-peraturan:

(JU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok


Agraria.

UU No. 9 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang


Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan.

UU Nomor 10 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 7


Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana
Telah Diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1991.

Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1169/KMK. 04/1991,


Tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha.

Keputusan Menteri Keuangan RI No. 769/KMK. 04/1990,


Tentang Perlakuan Perpajakan Atas Biaya Penelitian
dan Pengembangan (Research and Development) Yang
Dilakukan Oleh Perusahaan.

SKRIPSI ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN.... M Ali Asyhar

Anda mungkin juga menyukai