Anda di halaman 1dari 31

PEKAN DOA PENATALAYANAN

“ALLAH YANG UTAMA”

PENDAHULUAN
“Allah yang Pertama” adalah moto Departemen Pelayanan Penatalayanan General Conference.
Sebagai kebenaran yang berasal dari Yesus (Matius 6:33), slogan ini adalah lebih dari sekadar
tagar yang menarik di platform media sosial kita. Ini menantang kita semua untuk beralih dari
filosofis belaka tentang pentingnya Allah kepada penerapan praktis dari hal prioritas yang benar
dalam hidup kita.
Ini menyatakan bahwa tidak cukup untuk sekedar melakukan halhal yang benar dalam
kehidupan sehari-hari; urutan yang tepat akan hal-hal yang kita lakukan dan atur sehari-hari
sangatlah penting. Misalnya, kecuali kita mengalokasikan saat-saat pertama kita pada awal
memulai hari kepada Allah, aktivitas pertama kita setelah kita bangun, Dia tidak dapat
memenuhi janji-Nya bahwa “semuanya ini akan ditambahkan kepadamu” (Matius 6:33, NKJV).
Orang Kristen yang merindukan Allah mungkin tidak berkembang dalam kehidupan spiritual dan
sekuler mereka karena tidak menempatkan Allah di tempat yang pertama.
Pekan Doa ini bertujuan untuk membantu anggota gereja bertumbuh secara praktis dengan
mengembangkan gaya hidup “Allah
Yang Pertama”. Tentu saja, kita semua tahu hal ini hanya mungkin terjadi jika kita menerima
perubahan hati, yang dipenuhi oleh Roh Kudus. Ini adalah kebutuhan terbesar kita! Proses
transformasi terjadi dan diperluas ketika kita memilih untuk memberikan komitmen dan selalu
mengulang komitmen kita. Pekan Kebangkitan Penatalayanan menyediakan ruang untuk hal ini
terjadi.
Meskipun prinsip "Allah Yang Pertama" harus mempengaruhi semua bidang kehidupan kita,
pelajaran ini mencakup delapan aspek yang berkaitan dengan pengembangan keintiman
hubungan kita dengan Allah dan kepercayaan kita kepada-Nya.
Selain menggunakan pelajaran ini untuk pertemuan gereja dalam konteks Pekan Kebangkitan
Penatalayanan, Anda dapat memutuskan untuk menggunakannya dalam kelompok kecil, acara
Kebaktian Suci, sebagai bahan khotbah, atau hanya sebagai bacaan renungan pribadi sepanjang
tahun.
Ucapan terima kasih yang pertama dan terutama kami adalah kepada Allah, Pencipta,
Penyedia, dan Pemelihara kami. Namun, kita tidak bisa melupakan mereka yang telah
mengizinkan Dia untuk menggunakan mereka saat menulis khotbah: Guillermo Biaggi, Melody
Mason, Willie dan Elaine Oliver, Julian Melgosa, Ramon Canals, Hiskia dan Ellen Missah, dan
Aniel Barbe.
Semoga Tuhan memberkati umat-Nya saat Dia menggunakan alat yang sederhana namun
efisien ini untuk membantu mereka mendahulukan Dia.

Marcos Faiock Bomfim


GC Direktur Departemen Pelayanan Penatalayanan
HARI KE - 1
MENEMPATKAN ALLAH SEBAGAI YANG PERTAMA
OLEH GUILLERMO E. BIAGGI

Perhatikan alam yang ada di sekitar kita. Dengarkan nyanyian burung. Tataplah dengan kagum
pada indahnya gambaran tupai dan rusa yang berkejar-kejaran. Kagumilah indahnya intensitas
warna bunga, harumnya yang indah, dan tekstur lembut kelopaknya yang seperti beludru. Siapa
yang merancang alam yang begitu indah? Hanya satu-satunya Allah yang Benar, Pencipta kita,
Penyedia, dan Penebus kita.

Sebagai pembuktian, Yohanes menulis: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-
sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah.
Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala
yang telah dijadikan.” (Yohanes 1:1–3). “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara
kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai
Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” (Yohanes 1:14). “Pada keesokan
harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: ‘Lihatlah Anak domba Allah,
yang menghapus dosa dunia.’” (Yohanes 1:29). “Salah seorang dari keduanya yang mendengar
perkataan Yohanes lalu mengikut Yesus adalah Andreas, saudara Simon Petrus. Andreas mula-
mula bertemu dengan Simon, saudaranya, dan ia berkata kepadanya: ”Kami telah menemukan
Mesias (yang artinya: Kristus).” (Yohanes 1:40, 41). “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia
ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16). Tanpa
diragukan lagi, Firman Allah dan alam menghadirkan kepada kita sebuah karya luar biasa dari
Perancang Cerdas, Pencipta, dan Yesus Kristus Penebus kita.

Selanjutnya, Daud membagikan tanggapan manusia yang paling tepat: “Sebab kekayaan dan
kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya; dalam
tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan; dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan
mengokohkan segala-galanya. Sekarang, ya Allah kami, kami bersyukur kepada-Mu dan memuji
nama-Mu yang agung itu. Sebab siapakah aku ini dan siapakah bangsaku, sehingga kami
mampu memberikan persembahan sukarela seperti ini? Sebab dari pada-Mulah segala-galanya
dan dari tangan-Mu sendirilah persembahan yang kami berikan kepada-Mu.” (1 Tawarikh
29:12–14).
Betapa luar biasa pandangan yang diberikan Kitab Suci bagi perjalanan hidup kita. Tuhan, Allah
kita, adalah Pencipta (oleh karena itu, Dia memiliki seluruh alam semesta), dan Dia
menyediakan segalanya bagi kita untuk dapat mendahulukan Dia. Namun, kita tetaplah
manusia dan makhluk yang rapuh, dan keputusan yang kita buat serta janji kita sering kali
gagal! Jadi, bagaimana kita bisa membuat tekad yang kuat dan penuh sukacita untuk
mengutamakan Tuhan dalam hidup kita? Serta menempatkan Dia di tempat pertama dalam hal
mengatur seberapa banyak atau seberapa sedikit yang Dia sediakan untuk kita kelola?
Lima elemen berikut ini dapat membantu kita untuk selalu mendahulukan Allah. Kita akan
menggunakan kata "FIRST" sebagai akronim:

1. “F” yaitu Faith (Iman).


Untuk menempatkan Allah sebagai yang pertama, kita perlu iman. “Iman adalah dasar dari
segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” (Ibrani
11:1). Pada akhirnya ini adalah masalah kepercayaan. Dia adalah Allah. Dia adalah Sang
Pencipta. Dialah yang menyediakan kebutuhan kita (Filipi 4:19). Dia adalah Juruselamat kita,
dan Dia “datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Lukas 19:10) — saudara dan
saya. Karena itu, seperti yang kita ketahui bahwa “dengan membaca dan mempelajari Kitab
Suci, iman kita akan bertumbuh” (Roma 10:17), dan kita dapat memiliki iman kepada-Nya.
Salomo juga telah menjelaskannya dengan jelas: “Percayalah [memiliki iman] kepada Tuhan
dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia
dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.” (Amsal 3:5, 6).

Saya telah merenungkan kebenaran agung yang ditemukan dalam kutipan Ellen G. White
berikut ini: “Kebenaran dan kemuliaan Allah tidak dapat dipisahkan; tidaklah mungkin bagi kita,
dengan Alkitab dalam jangkauan kita, untuk menghormati Allah dengan pendapat yang keliru.
Banyak yang berpendapat bahwa tidak penting apa yang diyakini oleh seseorang, jika hidupnya
benar. Tetapi kehidupan dibentuk oleh iman. Jika terang dan kebenaran ada dalam jangkauan
kita, dan kita lalai untuk mendengar dan melihat terang dan kebenaran itu, secara tidak
langsung kita telah menolaknya; kita memilih kegelapan daripada terang.”
Saya ingin memilih terang itu. Saya ingin memilih Yesus. Saya ingin mendahulukan Allah dengan
iman, dalam seluruh aspek kehidupan saya, termasuk pengelolaan atas apa saja yang telah Dia
berikan kepada saya. Bagaimana dengan Anda?

2. “I” yaitu Invisible (Tidak Terlihat).


Untuk menempatkan Allah sebagai yang pertama, kita tidak hanya membutuhkan iman, tetapi
juga mengarahkan pandangan kita pada yang “tak terlihat”, seperti pengalaman Musa:: “Karena
iman maka ia telah meninggalkan Mesir dengan tidak takut akan murka raja. Ia bertahan sama
seperti ia melihat apa yang tidak kelihatan.” (Ibrani 11:27). Bisakah kita membuat pilihan bebas
setiap hari dan memutuskan untuk mengarahkan pandangan kita pada Allah? (Ibrani 12:2).
Allah tidak terlihat tetapi nyata. Musa juga menyatakan: “Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu
Allah kita, Tuhan itu esa!” (Ulangan 6:4). Dia ingin menerangi jalan kita!
Ellen White menulis, “Tuhan memanggilmu . . . untuk melihat hal-hal ini dengan mata yang
diterangi bukan oleh penasihat duniawi, tetapi oleh Roh-Nya. Terima Firman ini sesuai dengan
perkataannya. . . . Tempatkan dirimu di mana kekayaan dan kemuliaan surga akan bersinar di
depan mu dan di belakang mu dan di setiap sisi mu, karena kamu semua adalah terang di dalam
Allah — Letter 110, 8 Agustus 1899, kepada seorang wanita kaya.
Untuk percaya kepada Dia yang satu-satunya. Untuk setiap hari memutuskan agar datang ke
hadirat-Nya (waktu renungan harian kita, saat berdoa, merenungkan janji-janji-Nya, dan
mempelajari Alkitab), dan memiliki keinginan hati seperti Daud: “Satu hal telah kuminta kepada
Tuhan, itulah yang kuingini: diam di rumah Tuhan seumur hidupku, menyaksikan kemurahan
Tuhan dan menikmati bait-Nya.” (Mazmur 27:4).
Apakah kita setiap hari meluangkan waktu untuk merenungkan keindahan Allah”? Mari
luangkan waktu setiap hari, di pagi hari (Mazmur 5:3), untuk merenungkan “betapa megah
kekudusan-Nya” (Mazmur 29:2) dan mengagumi karakter-Nya yang indah yaitu : kasih (Yeremia
31:3; Yohanes 3:16); abadi (Ibrani 13:8); kudus, benar, dan adil (Mazmur 75:7; Wahyu 6:10);
murah hati, setia, dan penyayang (Keluaran 33:19; Ratapan 3:22, 23; Ibrani 13:5). Betapa indah
dan ajaibnya Allah yang kita miliki!

3. “R” yaitu Righteousness (Kebenaran).


Untuk menempatkan Allah sebagai yang pertama, kita tidak hanya membutuhkan iman dan
mengarahkan pandangan kita pada yang “tak terlihat”, tetapi kita juga perlu mengalami dan
merasakan kebenaran-Nya yang menakjubkan. Paulus, dengan menyadari fakta ini, berseru:
“dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat,
melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah
anugerahkan berdasarkan kepercayaan.” (Filipi 3:9). Ya, kita membutuhkan kuasa perubahan-
Nya dalam hidup kita (Roma 12:2) agar dapat “memilih dengan benar” dan untuk “carilah
dahulu kerajaan dan kebenaranNya, dan semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” ( Matius
6:33).

Ketika kita memilih untuk mengutamakan Allah, itu karena kita menyadari bahwa Dia memiliki
rencana untuk masing-masing kita, dan Paulus memberikan keyakinan atas hak istimewa yang
luar biasa bagi kita: “Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati
kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu
didamaikan dengan Allah. Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena
kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” (2 Korintus 5:20, 21).

4. “S” yaitu Serving God (Melayani Allah).


Untuk menempatkan Allah sebagai yang pertama, tidak hanya membutuhkan tindakan iman,
mengarahkan pandangan kita pada yang tidak terlihat, dan merasakan kebenaran-Nya, tetapi
yang paling penting, adalah menjawab dan menerima panggilan-Nya untuk melayani Dia!
Yesaya menjelaskan suatu pengalaman penting dalam hidup-Nya, yang mencontohkan apa yang
Allah ingin lakukan dengan masingmasing kita, “Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata:
‘Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?’ Maka sahutku: ‘Ini aku,
utuslah aku!’ ” (Yesaya 6:8).

Bersama dengan Yesaya, apakah kita siap untuk menjawab panggilan penting ini? "Ini aku.
Utuslah aku!" (Yesaya 6:8). Untuk merasakan dan mengalami suatu hak istimewa yaitu
mengutamakan Allah dan menjawab panggilan-Nya setiap hari, kita harus mengatakannya
dengan keyakinan penuh: "Aku Akan Pergi"

Ellen G. White berkata dalam buku Steps to Christ: “Yang perlu Anda pahami adalah kekuatan
yang kuat dari kemauan. Ini adalah kekuatan alami untuk mengatur yang ada pada sifat
manusia, kekuatan untuk mengambil keputusan, atau menentukan pilihan. Segala sesuatunya
bergantung pada tindakan yang diambil atas kemauan yang benar. Kuasa untuk memilih yang
diberikan Allah kepada manusia; itu adalah milik mereka untuk mereka gunakan. Anda tidak
dapat mengubah hati Anda, Anda tidak dapat dengan sendirinya memberikan kasih sayang
kepada Tuhan; tetapi Anda dapat memilih untuk melayani Dia. Anda dapat memberikan
kehendak dan kemauan Anda kepada-Nya; Dia kemudian akan bekerja dalam diri Anda untuk
membangkitkan kemauan dan melakukan pekerjaan-Nya menurut kehendak-Nya. Dengan
demikian seluruh sifat Anda akan berada di bawah kendali Roh Kristus; kasih sayangmu akan
terpusat pada-Nya, dan pikiranmu akan selaras dengan-Nya”.

Memutuskan untuk menempatkan Allah sebagai yang pertama akan menyelimuti hidup Anda
dengan kedamaian disaat Anda menyerahkan hidup sepenuhnya untuk melayani Dia. “Jiwa
yang disucikan untuk melayani Kristus memiliki kedamaian yang tidak dapat diberikan atau
diambil oleh dunia.”

5. “T” yaitu Treasures (Harta Benda).


Untuk menempatkan Allah sebagai yang pertama, tidak hanya membutuhkan tindakan iman
untuk mengarahkan mata kita pada yang tidak terlihat, dan mengalami kebenaran-Nya, ketika
kita memutuskan untuk melayani Allah, tetapi juga akan tercermin dalam cara kita mengelola
harta benda yang Bapa Surgawi telah tempatkan di tangan kita, dan jika kita bersedia untuk
menempatkan Allah sebagai prioritas pertama dalam pengelolaannya. Sebagai penatalayan
yang baik, kita ingin mendengar dari Allah kita katakata penerimaan: “Maka kata tuannya itu
kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia
dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang
besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.’” (Matius 25:21).

Di dunia ini, kita sedang berperang dengan kekuatan jahat, tetapi Allah kita ingin kita berhasil
dan mengatasi segala jenis godaan, dan untuk selalu menghormati-Nya. Tetapi pertanyaannya
disini adalah: “Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu
berkata: ”Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?” Mengenai persembahan
persepuluhan dan persembahan khusus! Kamu telah kena kutuk, tetapi kamu masih menipu
Aku, ya kamu seluruh bangsa! Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah
perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan
semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan
berkat kepadamu sampai berkelimpahan.” (Maleakhi 3:8-10) .

Sungguh suatu berkat bagi kehidupan, keluarga, dan gereja kita ketika kita menerapkan
petunjuk Allah dalam pengalaman pribadi kita! “Gereja-gereja yang paling sistematis dan liberal
dalam mempertahankan pekerjaan Tuhan adalah yang paling makmur secara rohani.”

KOMITMEN SAYA
Untuk berdoa setiap hari minggu ini. “Tuhan, bantu saya untuk mengutamakanMu. Bantu
saya untuk setia dan murah hati dengan sumber daya yang telah Kau gunakan untuk
memberkati keluarga dan hidup saya. Saya ingin menempatkan Engkau sebagai yang pertama
dalam semua aspek kehidupan saya dan keluarga, dan untuk setia dan murah hati dengan
persepuluhan dan persembahan yang teratur, proporsional, dan sistematis. Dalam nama
Yesus yang Kudus, Amin."
HARI KE - 2
Berani Menggali Lebih Dalam
& Memprioritaskan Hal Yang Utama
OLEH MELODIE MASON

Suatu kali seorang profesor sedang berusaha untuk mengajarkan pentingnya membuat
prioritas di kelasnya. Untuk memberikan contoh, dia mengeluarkan sebuah toples kaca besar
yang diisi dengan batu seukuran kepalan tangan. Dia kemudian bertanya kepada muridnya
apakah toples itu sudah terlihat penuh. "Ya," jawab mereka serentak. Kemudian dia
mengeluarkan seember kerikil seukuran kacang polong dan mencampurkannya ke dalam toples
kaca besar tadi, di antara bebatuan yang besar. "Apakah toplesnya sudah penuh sekarang?" dia
bertanya lagi. "Mungkin tidak," jawab mereka. Mereka menjadi lebih bijaksana. Kemudian dia
mengeluarkan sebuah wadah berisi pasir dan menuangkannya ke dalam toples. Pasir itu
mengisi semua celah di sekitar batu kerikil dan batu besar. "Bagaimana dengan sekarang?" dia
bertanya. "Tidak!" mereka menjawab dengan pasti. Dia tersenyum. "Kalian benar," katanya,
sambil mengeluarkan sebotol air dan menuangkannya ke dalam toples. Air kemudian
merembes ke bawah melalui pasir dan di sekitar bebatuan. Dia melangkah mundur sambil
tersenyum. "Jadi, apa yang saya coba ajarkan kepada Anda melalui objek ini?" Seorang siswa
berkata, "Anda ingin memberi tahu kami bahwa tidak peduli seberapa sibuk kami, kami selalu
masih memasukkan lebih banyak lagi hal dan kegiatan ke dalam jadwal kami yang sibuk itu."
Semuanya tertawa. Tapi dia menggelengkan kepalanya. "Tidak! Apa yang ingin saya katakan
adalah Anda harus belajar untuk meletakkan batu-batu yang besar di toples terlebih dahulu,
dan kemudian memasukkan segala sesuatu yang lain dan menyesuaikannya di sekitar batu
besar itu! Anda harus menetapkan prioritas Anda dalam hidup Anda dengan tujuan yang pasti,
jika tidak, detail-detail kehidupan lain yang tidak penting, seperti pasir, batu kerikil, dll., akan
menghabiskan waktu Anda.”

Demikian pula dengan kehidupan kita saat ini — kita perlu belajar untuk mendahulukan batu-
batu besar (prioritas rohani) dalam hidup kita. Ini berlaku untuk kegiatan renungan kita
seharihari, untuk semua kebiasaan penatalayanan kita, termasuk praktik persepuluhan dan
persembahan kita. Ketika kita mengutamakan Allah, ini akan selalu membayar kembali kepada
kita lebih dari yang bisa kita hitung. Namun, di dunia yang serba cepat dan praktis saat ini, hal
ini sering kali menjadi tantangan besar.

CERITA PRIBADI SAYA TENTANG “MENGGALI LEBIH DALAM”


Ketika saya masih muda, saya mungkin bisa memenangkan penghargaan atas menjadi
“Martha” si manusia sibuk dan moderen. Saat kuliah, saya terlibat dalam banyak pelayanan dan
kelompok pemuda/i, dan sudah bepergian ke sana-sini di seluruh dunia. Pada saat saya
mencapai usia 30-an, saya sudah menjalani hampir tiga puluh negara, menjadi sukarelawan di
panti asuhan, mengadakan kampanye penginjilan yang sukses, mengajar suatu sekolah di
daerah hutan yang jauh, dan terlibat dalam berbagai bentuk pelayanan dan pekerjaan medis
sebagai perawat. Namun, pada saat itulah saya menyadari ada sesuatu yang masih terasa hilang
dan belum lengkap dalam hidup saya. Saya terlalu sibuk, dan saya sangat membutuhkan
perjalanan yang lebih dalam bersama Yesus.

Sangat mudah untuk membodohi diri sendiri dengan berpikir bahwa membuat keputusan
untuk melayani Allah sama dengan mengenal Allah. Tetapi Allah memanggil kita untuk
bersama-Nya terlebih dulu sebelum kita pergi dan melayani Dia (Markus 3:14). Kita tidak dapat
memberikan kepada orang lain apa yang belum kita terima dengan duduk di kaki-Nya. Bahkan,
kita diberitahu bahwa ketika Yesus kembali akan ada kelompok yang akan berkata. . . . “Pada
hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat
demi nama-Mu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi
nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku
tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!”
(Matius 7:22, 23).

Sementara "proses menggali lebih dalam" agak menyakitkan, saya sangat bersyukur bahwa
Allah akhirnya membuka mata saya untuk melihat dan sadar akan kebutuhan terbesar saya.
Saat saya mulai membaca Firman Allah setiap pagi, seringkali dengan air mata mengalir di
wajah saya, saya jatuh cinta kepada Yesus seperti yang belum pernah saya rasakan sebelumnya.
Renungan pagi saya menjadi pengalaman ibadah yang bersemangat yang selalu saya nantikan
setiap pagi. Saya juga belajar bahwa ketika saya memberikan waktu yang lebih dalam dan tidak
terburu-buru dengan Allah sebagai prioritas harian (bahkan jika saya melewatkan sedikit waktu
tidur atau menghentikan beberapa aktivitas lain), segala sesuatu dalam hidup saya mulai
berjalan dan segala proses mengalir lebih lancar. Setiap kali kita memberi Allah tempat
pertama, Dia selalu akan membalas dengan memberi lebih banyak lagi. Dalam Matius 6:33
dikatakan “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan
ditambahkan kepadamu.”

“ Kita harus belajar untuk dengan sengaja mengatakan “tidak” akan


beberapa hal pada malam hari agar kita bisa mengatakan “ya” kepada
Tuhan di pagi hari.”
KUNCI PRAKTIS UNTUK “MENGGALI LEBIH DALAM”
Setelah Anda berkomitmen untuk mengutamakan Allah, bagaimana Anda melindungi dan
menjaga waktu Anda bersama-Nya setiap hari sambil mencari pencurahan Roh-Nya yang lebih
dalam? Berikut ini adalah beberapa tips pribadi saya:

Cari tempat pribadi Anda sendiri untuk bertemu dengan Tuhan. Markus 1:35 mengatakan “Pagi-
pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi
dan berdoa di sana.”

Tidurlah tepat waktu agar Anda bisa bangun lebih awal. Jika kita ingin mengalami semua yang
Allah sediakan bagi kita, kita harus dengan sengaja mengatakan “tidak” pada beberapa hal di
malam hari sehingga kita dapat mengatakan “ya” kepada Allah di pagi hari. Jika Anda
mengalami kesulitan untuk bangun lebih awal di pagi hari, mintalah Allah untuk
membangunkan Anda. Dia akan!

Matikan semua gangguan, jika memungkinkan. Ketika Anda pertama kali bangun di pagi hari,
hindari menyalakan kebisingan atau gangguan yang akan menarik perhatian Anda jauh dari
Allah. Selain itu, cobalah untuk tidak memeriksa surel, pesan teks, akun media sosial, atau
komunikasi elektronik lainnya. Memanfaatkan fitur "mode pesawat" di ponsel Anda, sampai
Anda menyelesaikan renungan pagi, adalah praktik yang bagus untuk dilakukan. Penulis E. M.
Bounds mengatakan, “Jika Allah tidak menjadi yang pertama dalam pikiran dan kegiatan kita di
pagi hari, Dia akan berada di tempat terakhir sepanjang sisa hari itu.”

Mengakui dosa-dosa dan berhenti melakukan pelanggaran rohani. Seringkali, orang merasa
seperti ada tembok antara mereka dan Allah. Itu karena kita memiliki dosa yang belum diakui
dan ada pelanggaran rohani yang perlu diatasi. Berdoa dan mintalah Allah untuk menyelidiki
hati kita dan menunjukkan kepada kita bagian apa saja yang perlu kita perbaiki (Mazmur 66:18;
Mazmur 139:23, 24; 1 Yohanes 1:9).

Mintalah curahan Roh Kudus setiap hari. Dengan curahan Roh Kudus akan datang semua
berkat lainnya, tetapi kita perlu memintanya (Lukas 11:13). Ellen White mengatakan, “Kita
mungkin sudah memiliki Roh Allah Bersama kita sampai batas tertentu, tetapi dengan doa dan
iman kita akan secara terus-menerus mencari lebih banyak lagi akan curahan Roh
Allah.”

Luangkan waktu untuk berdoa dan belajar Alkitab. Tidak ada cara yang salah atau benar untuk
mengadakan renungan. Yang penting adalah kita lakukan. Carilah Allah saat Anda belajar. Juga,
saat Anda membaca Firman, sesuaikan pelajaran dan ubah menjadi doa pribadi. Saat Anda
berdoa, mintalah janji Allah! Yang terakhir, tanyakan kepada Allah bagaimana Dia ingin Anda
menerapkan apa yang telah Anda pelajari hari ini dalam hidup sehari-hari Anda.

Teruslah meminta jalan yang lebih dalam. Alkitab memberi tahu kita, Bagi Dialah, yang dapat
melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata
dari kuasa yang bekerja di dalam kita (Efesus
3:20). Allah memiliki begitu banyak rencana & berkat yang Dia simpan untuk hidup kita, hanya
jika kita terus berani meminta lebih.

Yang terakhir, pastikan Allah selalu bersama Anda sepanjang hari. Alllah akan pergi bersama
kita, tinggal bersama kita, dan hidup bersama kita. Dia ingin berjalan bersama kita seperti saat
Dia berjalan dengan Henokh. “Kita harus tetap dekat dengan Allah sehingga dalam setiap
pencobaan yang datang tak terduga, pikiran kita akan berpaling kepada-Nya secara alami,
seperti bunga berpaling ke matahari.”
"Berikan upaya Anda yang paling sungguh-sungguh untuk mendapatkan hal-hal
yang dihargai oleh Allah, dan hal-hal yang Kristus telah berikan hidup-Nya yang
berharga agar Anda dapat memperolehnya."
Ellen G. White, Counsels on Stewardship, hal. 225
Tempatkan waktu renungan Anda bersama Yesus sebagai prioritas harian pertama, dan Anda
akan menuai banyak manfaat dalam semua aspek kehidupan. Ini adalah kondisi terpenting
untuk tumbuh sebagai penatalayan yang setia dari sumber daya yang diberikan
Tuhan. Cobalah! Kamu akan lihat!

KOMITMEN SAYA
Saya akan menetapkan saat-saat pertama setiap hari
pada pagi hari, untuk berkomunikasi dengan Allah
melalui doa, belajar Alkitab, Roh Nubuat, pelajaran
Sekolah Sabat, dan untuk berpartisipasi dalam ibadah
keluarga.
HARI KE - 3
Membangun Hubungan Berkualitas
OLEH WILLIE AND ELAINE OLIVER

Bagaimana situasi pernikahan yang Anda miliki? Apakah Sebagian besar waktu dalam
pernikahan Anda, Anda merasa bahagia dan puas, atau apakah Anda lebih sering merasa sedih
dan marah, berharap Anda dulu mendengarkan orang tua Anda tentang menjalani hubungan
dan membuat kepustusan pernikahan secara perlahan?

Tidak perlu menunggu waktu yang lama untuk menyadari — begitu Anda mulai membaca
literatur maupun informasi penelitian tentang pernikahan atau berbicara dengan pasangan
suami-istri lain yang Anda kenal baik — bahwa setiap pasangan akan mengalami masa-masa
sulit dalam pernikahan mereka. Tidak ada pernikahan yang sempurna karena tidak ada manusia
yang sempurna. Namun, banyak pasangan yang kami temui cenderung melihat pernikahan
mereka sebagai hubungan yang disfungsional.

Ketika kata disfungsional digunakan dalam konteks hubungan, itu mengacu pada keruntuhan
yang normal dalam hubungan pernikahan. Ya, sangat normal bagi dua orang pasangan yang
tidak sempurna, memiliki perbedaan pandangan tentang dunia. Artinya setiap pernikahan akan
mengalami tantangan dalam menghadapi konflik. Ketika pasangan mengabaikan perbedaan
mendasar mereka dan hanya berurusan dengan perbedaan tersebut ketika suatu peristiwa atau
episode terjadi, hal ini cenderung membangun kebencian dan menghancurkan kedamaian
pernikahan mana pun. Bahkan ketika pasangan memiliki pernikahan yang relatif sehat, jika
mereka tidak membicarakan perbedaan mereka dengan cara yang tenang dan terkendali, ini
dapat menyebabkan keputusasaan dan perasaan ingin keluar dari hubungan tersebut.

Meskipun ada banyak faktor yang berkontribusi pada hubungan disfungsional, termasuk
kekerasan, pengabaian, kecanduan, dan gangguan psikologis seperti kecemasan, depresi, dan
gangguan kepribadian yang dinilai secara klinis. Namun, banyak pasangan yang mengalami
disfungsi hubungan karena mereka tidak pernah belajar berkomunikasi dengan baik, yang
seringkali berujung pada perasaan putus asa dan frustrasi. Perasaan ini dapat dengan mudah
meningkatkan pemikiran bahwa mereka menikahi orang yang salah, dan satu-satunya cara
untuk melarikan diri dari mimpi buruk ini adalah dengan bercerai.

Pasangan yang menemukan kesuksesan dalam pernikahan belajar untuk menghilangkan pola
destruktif atau negatif dalam hubungan dengan satu sama lain. Alih-alih frustrasi dan menuduh
pasangannya selalu melakukan hal-hal dengan cara yang salah, masing-masing pasangan
berfokus pada apa yang bisa mereka lakukan untuk menjadi pasangan yang lebih baik.
Pasangan seperti ini cenderung melihat hubungan pernikahan mereka sebagai cangkir yang
setengah penuh, memanfaatkan kekuatan pasangan mereka, daripada melihat pernikahan
mereka sebagai cangkir yang setengah kosong, berkonsentrasi pada kelemahan pasangan dan
hubungan mereka.
Kabar baiknya adalah bahwa adalah mungkin untuk memupuk hubungan yang berkualitas.
Kedua orang dalam hubungan tersebut dapat memilih untuk membangun pernikahan mereka
dengan menemukan kebaikan dalam diri orang lain dan mengubah cara mereka memandang
pasangannya. Alih-alih melihat pasangan mereka sebagai musuh, mereka dapat memilih untuk
bermain di tim yang sama.

Jadi, bagaimana pasangan bisa belajar menjadi pelayan yang lebih baik dalam hubungan
pernikahan mereka? Kebenarannya adalah, sama seperti orang yang berkomitmen untuk
mengembalikan persepuluhan dengan setia dan memberikan persembahan yang murah hati,
mereka dapat mengenali pernikahan mereka sebagai tanggung jawab untuk mencerminkan
citra Allah kepada dunia.

"Sama seperti orang yang berkomitmen untuk mengembalikan persepuluhan dengan setia
dan memberikan persembahan yang murah hati, mereka dapat mengenali pernikahan
mereka sebagai tanggung jawab untuk mencerminkan citra Allah kepada
dunia."

Berikut adalah tujuh kebiasaan yang akan membantu setiap pernikahan untuk memupuk
hubungan yang berkualitas:

Pandanglah pernikahan Anda sebagai hadiah dari Tuhan. Semakin Anda melihat pernikahan
sebagai aset berharga dan hadiah dari Allah, akan semakin positif perasaan Anda tentang
hubungan pernikahan. Karena otak Anda dirancang untuk memercayai apa yang Anda katakan,
ubahlah self-talk Anda dan mulailah mengatakan pada diri sendiri bahwa Anda memiliki
pernikahan yang hebat. Jika Anda melakukan ini secara teratur, Anda dan pasangan akan segera
mempercayainya dan merasakannya. Alkitab benar ketika dikatakan: "Jawab Yesus: ”Katamu:
jika Engkau dapat percaya? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!”"
(Markus 9:23).

Berdoalah secara teratur untuk pernikahan dan pasangan Anda. Karena Allah yang menciptakan
pernikahan, penting untuk menjadikan Dia sebagai pusat hubungan Anda. Gunakan iman
dengan meminta kesabaran kepada Allah, keinginan untuk memahami dan kesanggupan untuk
bersikap baik hati kepada pasangan Anda. Jika Anda percaya bahwa Allah melihat segalanya
dan mengetahui segalanya, maka Anda harus berhati-hati dengan apa yang Anda katakan atau
lakukan kepada pasangan Anda.

Inilah alasan Ellen White menyatakan dalam buku The Adventist Home: “Dan saat cinta Anda
kepada [Allah] meningkat, cinta Anda satu sama lain akan tumbuh lebih dalam dan lebih kuat”
(hal. 106).

Oleh karena itu, doa Anda haruslah agar Allah melakukan untuk pernikahan Anda “jauh lebih
banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja
di dalam kita” (Efesus 3:20).
Belajar dan latih keterampilan komunikasi yang efektif. Kebanyakan manusia belajar
berkomunikasi sejak lahir. Namun kebanyakan orang telah mengembangkan cara
berkomunikasi yang salah dan cacat. Suami dan istri membawa pola komunikasi itu — yang baik
dan buruk — kedalam pernikahan mereka. Inilah sebabnya mengapa setiap pasangan perlu
bersedia melakukan perubahan dalam gaya relasional dan komunikasi mereka untuk
meningkatkan kualitas hubungan pernikahan mereka. Jika pasangan meluangkan waktu untuk
benar-benar mendengarkan satu sama lain dan melihat sesuatu dari sudut pandang satu sama
lain, banyak masalah akan terselesaikan. Nasihat alkitabiah yang bijaksana dalam Yakobus 1:19
mengatakan: "Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat
untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah".

Cari tahu apa yang disukai pasangan Anda, dan terus lakukan itu. Cari tahu apa yang tidak
disukai pasangan Anda, dan berhenti melakukannya! Sebelum menikah, masing-masing
pasangan sangat bangga menjadi versi diri mereka yang terbaik. Mereka rela melakukan apa
saja untuk membuat pasangannya bahagia. Namun, setelah pernikahan dan masa bulan madu,
banyak pasangan cenderung berhenti melakukan hal-hal khusus untuk satu sama lain dan mulai
menjauh. Jika pasangan menerapkan aturan emas, "Segala sesuatu yang kamu kehendaki
supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh
hukum Taurat dan kitab para nabi." (Matius 7:12), hubungan pernikahan mereka akan tumbuh
dan terisi dengan kepuasan dan sukacita dari Allah.

Sering memaafkan. Dalam pernikahan pasangan pasti akan saling menyakiti. Kita tidak harus
berbicara tentang pelecehan dan kekerasan dalam bentuk apa pun — walaupun itu juga
kemungkinan — tetapi tentang realitas yang tertanam dalam hubungan manusia yang tidak
sempurna. Tanpa pernah bermaksud menyakiti yang lain, pasangan sering kali mengatakan atau
melakukan hal-hal yang menyakiti. Inilah alasan mengapa Anda harus belajar memaafkan.
Memaafkan seseorang yang telah menyakiti Anda adalah bagian tersulit dari mencintai, namun
tidak ada cinta sejati tanpa pengampunan. Memaafkan bukan berarti menjadi keset atau
melepaskan orang lain dari tanggung jawab. Namun, memaafkan membantu memulai proses
penyembuhan dari luka Anda dan dari keinginan untuk menghukum orang lain. Memaafkan
juga membantu mempersempit kesenjangan yang telah berkembang dalam hubungan. Tentu
saja, Anda hanya dapat belajar untuk mengampuni ketika Anda berada di bawah Ketuhanan
Yesus Kristus, yang berkata: “dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga
mengampuni orang yang bersalah kepada kami” (Matius 6:12).

Belajar tertawa. Pepatah kuno “Tertawa adalah obat yang manjur” masih berlaku sampai
sekarang. Yang pasti, penelitian medis menunjukkan bahwa tertawa memiliki manfaat fisiologis
dan neurologis. Tertawa membantu mengurangi stres, merangsang sistem kekebalan,
mengurangi tekanan darah, mengikat pasangan, dan menjaga hubungan tetap segar. Setiap
pasangan yang sudah menikah perlu menemukan hal-hal untuk ditertawakan, dan harus
berhenti stres tentang hal-hal kecil. Amsal 17:22 mengingatkan kita: “Hati yang gembira adalah
obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang” Buatlah tabungan
deposito emosional. Hubungan — terutama pernikahan — berfungsi seperti rekening bank.
Ketika Anda melakukan atau mengatakan hal-hal baik satu sama lain, Anda membuat tabungan
deposito emosional di rekening bank emosional masing-masing pasangan. Namun, ketika Anda
saling menyakiti atau tidak menepati janji, Anda melakukan penarikan tabungan emosional.
Semakin banyak uang yang kita simpan di rekening bank kita, semakin banyak uang yang kita
miliki. Semakin banyak penarikan yang kita lakukan, semakin sedikit uang yang kita miliki. Jika
kita melakukan penarikan tabungan emosional lebih banyak daripada deposit tabungan
emosional di rekening bank emosional pasangan kita, kita akhirnya bangkrut. Jadi, tentukan hari
ini untuk selalu membuat tabungan deposito emosional di rekening bank emosional pasangan
Anda. Lagi pula, Alkitab berkata dalam Kolose 3:14: “Dan di atas semuanya itu: kenakanlah
kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan”.

Ketika Anda setia dalam penatalayanan, Allah membuka jendela surga dan mencurahkan berkat
yang berlimpah. Ketika Anda sabar, baik hati, setia, dan lembut satu sama lain dalam
pernikahan, berkat Tuhan tidak hanya melimpah di rumah Anda, tetapi juga di rumah tetangga,
kerabat, dan teman.

Maksudkan dalam hati Anda untuk mulai mempraktekkan tujuh kebiasaan ini dalam
pernikahan Anda hari ini.

KOMITMEN SAYA
Saya akan memperbaiki hubungan saya dengan bertumbuh dalam kesetiaan,
pengampunan, dan kasih sebagai prinsip.

HARI KE - 4
Mengembangkan Karakter
& Kebiasaan Mental
Oleh Julian Melgosa

Banyak orang tahu obat apa yang harus diminum atau obat alami apa yang bisa digunakan
untuk mengatasi sakit perut, sakit tenggorokan, ataupun otot terkilir. Dan jika mereka merasa
disulitkan oleh suatu penyakit fisik, mereka akan membuat janji dan mengatur waktunya untuk
pergi ke dokter atau praktisi kesehatan lainnya. Apakah mereka akan pergi ke profesional
kesehatan mental jika mereka mengalami gangguan pikiran, perasaan, dan perilaku yang dapat
mengganggu mereka secara signifikan? Mungkin tidak. Dan mungkin karena stigma. Contoh-
contoh ini mengingatkan kita betapa buruknya perlengkapan kita untuk menghadapi gejala-
gejala mental dan emosional yang merugikan. Contoh-contoh ini mengingatkan kita betapa
buruknya pengetahuan dan persiapan kita untuk menghadapi gejala-gejala kesehatan mental
dan emosional yang merugikan. Kita tidak boleh melupakan bahwa adalah tugas kita, sebagai
penatalayan Tuhan, untuk mengelola kesehatan kita, dan tidak ada kesehatan tanpa kesehatan
mental.

APA ARTI KESEHATAN MENTAL ?


Seperti halnya kesehatan fisik, kesehatan mental tidak dapat didefinisikan sebagai tidak adanya
penyakit. Banyak orang menderita dan menyebabkan orang lain menderita dengan gejala
parsial yang tidak memenuhi diagnosis lengkap.
Kesehatan mental terdiri dari tiga bidang inti: pikiran, perasaan, dan perilaku. Ketika seseorang
menikmati kesejahteraan psikologis/mental; memanfaatkan kemampuannya dengan baik;
berhasil menghadapi stres dengan sikap yang wajar; melihat masa lalu dengan kepuasan,
melihat saat ini dengan ketenangan, dan memandang masa depan dengan harapan;
berhubungan baik dengan orang lain; dan melakukan pekerjaan mereka secara produktif dan
bahagia, kita dapat menyimpulkan bahwa mereka sehat secara mental. Mereka yang memiliki
masalah mental dan emosional cenderung mengalami kesulitan dalam satu atau lebih dari area
dasar kesehatan mental ini: pikiran, perasaan/emosi, dan perilaku.

Orang dengan pola pikir yang tidak sehat akan memiliki penilaian negatif dalam analisis yang
mereka buat tentang diri mereka sendiri, lingkungan mereka, orang lain, dan masa depan.
Mereka juga mungkin akan curiga terhadap orang lain, menilai masalah sebagai hitam atau
putih, menghadapi tantangan dengan pikiran yang takut, dan berpikir secara tidak logis hingga
sampai pada kesimpulan yang membawa bencana.

Orang-orang yang memiliki masalah terkait perasaan, mungkin dengan gampang akan marah
ketika menghadapi kesulitan-kesulitan kecil; merasa iri yang tidak beralasan dan cemburu; tidak
sabar; mudah putus asa; mengalami kemarahan, dendam, kebencian, dan kurangnya empati.
Mereka yang mengalami gangguan perilaku akan menghindari kontak sosial, menunjukkan
agresi secara verbal dan/atau fisik, melaksanakan tugasnya dengan buruk (di tempat kerja,
sekolah, atau dalam keluarga), menangis tanpa alasan atau tertawa di luar konteks. Mereka
juga cenderung menjadi pecandu (bahan kimia atau perilaku), mengalami gangguan makan dan
tidur, mengalami kesulitan menikmati hidup, dan bahkan sampai memiliki masalah dengan
hukum.

“Praktik keagamaan, seperti membaca


Mazmur atau Amsal dalam Alkitab, dapat membantu kita menghilangkan pikiran yang tidak
diinginkan dan mendorong pelipur lara dan emosi positif.”

Menariknya, ketiga bidang kesehatan mental ini terkait erat satu sama lain: Pikiran
menentukan keadaan psikologis (perasaan, emosi), yang pada akhirnya membuka jalan pada
perilaku. Alkitab menandaskan hubungan ini, ”Karena apa yang dia pikirkan dalam hatinya,
demikianlah dia.” (Amsal 23:7) dan “Orang cerdik bertindak dengan pengetahuan, tetapi orang
bebal membeberkan kebodohan” (Amsal 13:16).
Ellen G. White menempatkan masalah ini tidak hanya pada tingkat kesehatan mental dan
kesejahteraan pribadi, tetapi tertanam dalam serat moral kita: “Jika pikiran salah, perasaan
akan salah, dan gabungan pikiran serta perasaan membentuk karakter moral . . . . Jika Anda
menyerah pada perasaan Anda dan membiarkan pikiran Anda mengalir dalam pikiran
kecurigaan, keraguan, dan celaan, Anda akan menjadi salah satu manusia yang paling tidak
bahagia, dan hidup Anda akan terbukti gagal.

PENATALAYAN KESEHATAN MENTAL


"Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu,
Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah,
— dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?" (1 Korintus 6:19). Kita sering melihat
pernyataan ini dalam hal makanan sehat mana yang harus kita makan serta alkohol, obat-
obatan, dan tembakau yang adalah barang-barang yang harus kita hindari. Tetapi bukan proses
mental kita, yang merupakan fungsi eksekutif tubuh kita, yang adalah bagian utama dan
terpenting dari bait Allah? Dalam surat berikutnya, rasul Paulus menulis kepada orang-orang
percaya yang sama di Korintus, menasihati mereka untuk menjadi bersih tidak hanya dalam
daging, tetapi juga dalam roh: “Saudara-saudaraku yang kekasih, karena kita sekarang memiliki
janji-janji itu, marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan
dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan
Allah.” (2 Korintus 7:1)
Kita adalah penatalayan dari semua aset yang Allah percayakan kepada kita. Ini termasuk
pikiran, perasaan/emosi, dan perilaku. Kita dipanggil untuk mengadopsi tidak hanya perihal
penatalayanan fisik tetapi juga mental, seperti yang dikatakan Ellen G. White: “Kita harus
menggunakan segala cara yang telah Allah tempatkan dalam jangkauan kita untuk pemerintah
dan budidaya pikiran kita.”

PENATALAYAN PIKIRAN KITA


Kesehatan mental sebagian besar bergantung pada cara kita memproses pikiran. Contohnya
kekhawatiran. Kita mungkin sangat peduli dan menjadi khawatir dengan hal-hal yang penting
bagi kehidupan kita dan orang-orang yang kita kasihi. Kita dapat mempertimbangkan dan
memperdebatkan solusi yang memungkinkan akan hal-hal ini. Ini benar. Tetapi ketika pikiran-
pikiran ini menjadi kompulsif, dilebih-lebihkan, dan kita menjadi disibukkan dengan hal-hal yang
mungkin terjadi ini, kita melewati batas dan masuk ke dalam ranah kekhawatiran, yang sangat
tidak berguna, dan bisa meningkatkan kecemasan dan obsesi. Pemikiran seperti ini harus
ditolak sedini mungkin dalam rantai pemikiran kita.
Contoh lain adalah pemikiran negatif. (“Krisis keuangan ini tidak akan pernah berakhir,” atau
“Saya tidak akan bisa beradaptasi dengan bos baru saya.”) Beberapa orang menerapkan pola
berpikir ini pada sebagian besar situasi yang mereka hadapi. Selama beberapa dekade, literatur
psikologis telah menunjukkan bahwa individu yang memilih pola berpikir ini mengalami risiko
lebih tinggi terhadap kecenderungan depresi, obsesif-kompulsif, dan kecemasan.
Sebagai penjaga pikiran saya, saya harus menemukan cara untuk menghilangkan pikiran yang
salah, negatif, dan beracun. Dengan bantuan Allah, dengan sengaja saya dapat menempatkan
pikiran saya hanya pada hal-hal yang menyehatkan pikiran saya (Filipi 4:8). Kita tahu bahwa
praktik keagamaan, seperti membaca Mazmur atau Amsal dalam Alkitab, dapat membantu kita
menghilangkan pikiran yang tidak diinginkan dan mendorong pelipur lara dan emosi positif.
Terakhir, dan yang paling penting, cara berpikir yang salah akan membawa kita kepada moral
yang kotor. Inilah maksud Yesus ketika ia mengatakan bahwa “Karena dari hati timbul segala
pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat.
20Itulah yang menajiskan orang. Tetapi makan dengan tangan yang tidak dibasuh tidak
menajiskan orang” (Matius 15:19, 20). Prinsip ini bisa menjadi panduan pasti untuk menjaga diri
kita dari pikiran-pikiran yang mendorong kita pada hal-hal yang tidak bermoral.

PENATALAYAN PERASAAN / EMOSI KITA


Perasaan / emosi umumnya mengikuti pikiran; itulah sebabnya mengelola pikiran kita sangat
penting untuk menghindari suasana hati yang buruk dan berbahaya serta meningkatkan
suasana hati yang sehat. Perasaan / emosi yang muncul dalam diri kita terkadang juga bisa
terjadi karena orang lain, lingkungan, atau mungkin muncul tanpa alasan yang jelas. Bahkan
ketika disebabkan oleh keadaan yang tak diduga, sebagai pengelola perasaan / emosi saya
sendiri, saya harus belajar bagaimana mengelola dan mengubah perasaan / emosi negatif
menjadi positif. Saya juga dapat memperoleh manfaat dengan belajar bagaimana menanggung
pengalaman emosional yang menyakitkan yang tidak dapat dihindari dengan mengadopsi sikap
penuh harapan, seperti yang digariskan oleh Yesus.
Suatu perikop yang sangat membantu dan berguna untuk mengatasi perasaan / emosi negatif
(terutama ketidakbahagiaan) terdapat dalam Yohanes 16:20–24. Dalam perikop ini, Yesus
membahas ketidakadilan dalam hidup, seperti ketika murid-murid-Nya dilecehkan karena
melakukan hal yang benar. Yesus berjanji bahwa kesedihan mereka akan berubah menjadi
sukacita. Dia mengakui bahwa akan ada kesedihan, tetapi dalam waktu yang meyakinkan
orang-orang percaya bahwa bantuan akan datang dengan cepat, membandingkannya dengan
bagaimana rasa sakit yang akut dari seorang ibu yang melahirkan dengan cepat berubah dan
pulih menjadi rasa sukacita Ketika anaknya lahir. Yesus tahu bahwa banyak penderitaan
manusia berkaitan dengan perasaan / emosi menyakitkan dari masa lalu, dan Dia meyakinkan
kita bahwa kenangan masa lalu yang tidak menyenangkan pada akhirnya akan dihapuskan.
Sementara kesedihan kadang-kadang diperlukan (ayat 22), dan rasa sakit kadang-kadang dapat
membawa makna, Yesus menunjukkan kepada kita sukacita abadi yang akan Dia berikan
kepada anak-anak-Nya pada saat kedatanganNya kembali, dan bahwa tidak seorang pun dapat
mengambilnya dari orang yang percaya (ayat 22).
PENATALAYAN PERILAKU KITA
Sebagian besar perilaku muncul sebagai hasil dari pikiran dan perasaan, oleh karena itu
pentingnya pengelolaan pikiran. Beberapa perilaku juga akan menyebabkan gangguan
emosional dan mental, sehingga hal tersebut dapat bertindak sebagai pemicu psikopatologi.
Mari kita pikirkan tentang kecanduan. Seseorang yang kecanduan zat akan kehilangan kontrol
diri. Hal ini mengakibatkan rasa ketagihan, paksaan, bersalah, dll. Pengulangan menyebabkan
toleransi yang lebih besar terhadap zat pecandu tersebut dan membuat kecanduan lebih kuat,
dan menyebabkan masalah serius bagi diri sendiri, orang yang mereka cintai, dan masyarakat
pada umumnya.
Banyak yang percaya bahwa mereka tidak dapat menjadi korban kecanduan, karena mereka
tidak pernah menggunakan alkohol atau obat-obatan. Tetapi ada juga kecanduan perilaku,
seperti pornografi, perjudian, atau games online dan internet. Ketika seseorang sudah menjadi
"ketagihan", individu tersebut akan mengalami pola yang hampir identik dengan kecanduan
bahan kimia.
Bahkan hal-hal yang diperlukan dalam hidup, seperti makanan, pekerjaan, uang, berbelanja,
atau internet, dapat membuat kita ketagihan jika digunakan secara berlebihan dan obsesif.
Ya, kesehatan mental adalah aset, seperti halnya kesehatan fisik, bakat, uang, atau harta
benda. Semuanya dipercayakan kepada kita untuk membawa kemuliaan bagi Allah dan
pelayanan kepada sesama. Kita harus memahami bagaimana mengembangkannya,
menghargainya, dan membawanya ke dalam pelayanan Allah, yaitu pelayanan kepada sesama
pria dan wanita, seperti yang Petrus tulis: “Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan
karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia
Allah.” (1 Petrus 4:10).

KOMITMEN SAYA
Saya akan membangun satu kebiasaan baru yang sehat,
untuk melayani Allah dengan lebih baik melalui pikiran
saya.
HARI KE - 5
Ketika Anda Berdoa Untuk
Banyak Jiwa, Percaya!
Oleh Ramon Canals

Pernahkah Anda meminta kepada Allah untuk memberikan sesuatu yang Anda inginkan,
kemudian dengan cepat mengabaikan apa yang Dia berikan kepada Anda, karena Anda gagal
menyadari bahwa jawaban atas doa Anda ada di depan Anda? Pernahkah Anda berdoa untuk
meminta sesuatu dan kemudian menolaknya setelah Allah memberikannya kepada Anda? Ya,
saya harus mengakui bahwa saya berkali-kali mengalami hal tersebut. Beberapa tahun yang
lalu, saya mengunjungi sekelompok orang di sebuah komunitas, berniat untuk memulai
pelajaran Alkitab sebagai persiapan untuk pertemuan penginjilan. Saya berdoa kepada Tuhan
untuk menuntun saya kepada orang-orang di komunitas ini yang terbuka hatinya untuk
menerima Injil. Orang-orang yang sudah Tuhan persiapkan. Orang-orang yang haus akan
Kebenaran. Saya tidak ingin masuk ke dalam argumentasi terkait agama dengan siapapun. Yang
saya inginkan, sebagai penatalayan Injil, adalah membagikan Yesus kepada orang-orang yang
ingin mendengar Injil.
Yang mengejutkan adalah, Allah menjawab doa saya persis seperti yang saya minta. Dia
mengirim saya ke rumah seorang wanita dengan semua karakteristik yang saya minta dalam
doa, kecuali wanita ini tidak sesuai dengan standar saya. Saya tidak mengenalinya sebagai
orang yang mencari Tuhan.

CAMPUR TANGAN ILAHI YANG TAK TERLIHAT


Ketika saya dan seorang teman mengunjungi suatu lingkungan untuk mencari orang-orang
yang tertarik untuk belajar Alkitab, kami tiba di sebuah rumah yang sedikit berbeda dari rumah-
rumah lainnya. Rumah itu berbentuk seperti piramida. Warna merah sangat menonjol di dalam
rumah itu, termasuk gorden, pintu, dan jendela berwarna merah. Dengan ragu, saya menekan
bel. Seorang wanita tinggi, bermata biru, dan anggun membuka pintu. Kami terpikir untuk
berbalik dan pergi begitu kami melihatnya. Bukan karena dia jelek, tapi karena dia sangat
cantik. Dan di samping itu, dia mengenakan pakaian yang lebih cocok untuk tidur, yang kurang
pantas digunakan untuk keluar.

Kami berdiri di pintu, tertegun. Haruskah kita berbicara dengan wanita ini, atau tidak? Dengan
sedikit rasa takut, kami memberi tahu dia bahwa kami sedang mengunjungi lingkungan sekitar,
membagikan bacaan literatur, dan berdoa bagi orang-orang. Kemudian dia berkata,
"Masuklah." Saya menatap teman saya, dan tanpa bertukar kata, kami berdua mengerti bahwa
kami harus meninggalkan tempat ini secepat mungkin. Tapi dia terus bersikeras, "Silakan,
masuklah." Kami ragu-ragu. Kemudian teman saya dan saya bertukar pikiran dan percaya
bahwa kami berdua memikirkan hal yang sama: Ini adalah rumah pelacuran, wanita ini adalah
pelacur, dan sebaiknya kami lari untuk menyelamatkan hidup. Tetapi wanita itu terus mendesak
kami untuk masuk.
Akhirnya, kami memutuskan untuk masuk ke dalam rumah, dan tanpa memandangnya, kami
membuka Alkitab dan mulai berbicara tentang Yesus. Kami berbicara dengannya tentang
bagaimana Yesus begitu berharga dalam hidup kami dan bagaimana Dia menyelamatkan kami
dengan memberikan hidup-Nya kepada kami. Kami berbicara tentang betapa Allah mengasihi
kami dan bahwa Dia akan segera datang untuk membawa kami pulang. Lalu tiba-tiba, dia
berkata, "Permisi." Dia meninggalkan ruangan dan kembali dalam beberapa menit kemudian
serta sudah berpakaian lengkap. Kami tidak pernah mengatakan sepatah kata pun tentang
pakaiannya. Yang kami bicarakan hanyalah Yesus. Tetapi Roh Kudus bekerja di dalam hatinya.
Seraya kami melanjutkan pelajaran Alkitab, saya perhatikan dia mulai menangis. Saya tidak tahu
apa yang sedang terjadi. Kemudian dia mulai berbicara dan memberi tahu kami bahwa dia tidak
tahu bagaimana cara berdoa tetapi telah meminta Allah untuk mengirim seseorang untuk
mengajarinya Alkitab. Saya tidak percaya dengan apa yang dia katakan. Saya berdoa agar Tuhan
membawa saya kepada seseorang yang telah dipersiapkan oleh Dia, dan Dia melakukannya.
Tetapi karena prakonsepsi saya, saya tidak melihatnya.

“Ketika Anda berdoa untuk jiwa-jiwa, percayalah bahwa Allah akan


menggunakan Anda untuk bersaksi kepada
orang lain.”
PERCAYA PADA HASIL KERJA ALLAH
Allah menjawab doa saya dengan mengirim saya ke rumah ini. Dan pada saat yang sama, Allah
menjawab doanya dengan mengirim saya untuk mengajarinya Alkitab. Namun, saya hampir
melewatkan kesempatan itu karena saya menilai dia dari penampilan luarnya. Betty (wanita
cantik ini) dan seluruh keluarganya memberikan hidup mereka kepada Allah dan mereka
merupakan orang-orang pertama yang dibaptis selama pertemuan penginjilan itu. Betty
memiliki seorang putri berusia sepuluh tahun yang dibaptiskan. Namanya Cindy. Saya melihat
Cindy beberapa minggu yang lalu di St. Louis. Dia sekarang adalah seorang wanita berusia 47
tahun dengan dua anak. Ia memeluk saya erat-erat dan berkata, ”Terima kasih telah
memberikan kesaksian kepada keluarga saya. Ini adalah hal terbaik yang pernah terjadi pada
kami.” Hati saya tersentuh. Ini adalah jenis cerita yang meyakinkan saya bahwa bersaksi adalah
bentuk penatalayanan tertinggi karena bersaksi artinya membagikan tentang Yesus, Pemberi
kehidupan.
Pengalaman ini mengajari saya tiga pelajaran penting: 1) Ketika Anda berdoa, percayalah
bahwa Allah mengirim Anda ke tempat yang tepat. Jangan menilai seseorang berdasarkan
penampilan luarnya. 2) Ketika Anda berdoa, percayalah bahwa Allah berbicara kepada orang-
orang tersebut bahkan sebelum Anda berdoa. 3) Ketika Anda berdoa untuk jiwa-jiwa,
percayalah bahwa Allah akan menggunakan Anda untuk bersaksi kepada orang lain. Kita semua
belajar Injil dari orang Kristen yang lain.

MENGEJAR RANCANGAN ALLAH


Saya tidak tahu apa itu kesaksian sampai saya mengalaminya sendiri dan melihat bagaimana itu
mengubah kehidupan orang-orang. Menjadi saksi bagi Kristus adalah panggilan tertinggi yang
dapat dimiliki siapa pun. Apakah Anda seorang mekanik, perawat, insinyur, dokter, pendeta,
atau administrator, bersaksi haruslah menjadi prioritas nomor satu Anda. Baik muda atau tua,
pria atau wanita, terlepas dari identitas budaya kita, Anda dan saya telah dipanggil untuk
berbicara tentang apa yang telah kita lihat dan alami dengan Allah.
Berikut adalah lima alasan mengapa kesaksian sangat penting:
Tidak ada hal lain yang dapat membawa lebih banyak kebahagiaan ke hati kita. Bersaksi adalah
membagikan Yesus kepada orang lain. Ini tentang bagaimana kita memberi tahu mereka betapa
berharganya Juruselamat yang kita miliki di dalam Yesus. Ada sukacita dalam berbagi misi Allah.
Bermitra dengan Allah dalam keselamatan jiwa adalah satu-satunya hal yang paling menarik di
alam semesta. ”Tidak ada kebahagiaan yang lebih besar di sisi surga ini selain memenangkan
jiwa-jiwa bagi Kristus.”*

1. Kita memberikan kesempatan untuk keselamatan. Ketika kita membagikan Yesus kepada
orang lain, kita memberi mereka kesempatan untuk keselamatan. “Itulah yang baik dan
yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita, yang menghendaki supaya semua orang
diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” (1 Timotius 2:3, 4). Kita
perlu memberikan setiap orang kesempatan untuk menanggapi panggilan Roh Kudus. Kita
perlu memanfaatkan setiap kesempatan untuk bersaksi tentang Yesus.
2. Bersaksi membawa sukacita kepada hati Allah. Tidak ada yang lebih menyenangkan hati
Allah daripada melihat orang memberikan hidup mereka kepada-Nya. “Aku berkata
kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang
berdosa yang bertobat” (Lukas 15:10).
3. Kita menjadi seperti Allah. Yesus adalah pemenang jiwa. Dia ingin murid-murid-Nya menjadi
seperti Dia. “Lalu Ia berkata kepada mereka, ‘Ikutlah Aku, dan Aku akan menjadikan kamu
penjala manusia’” (Matius 4:19). Berpartisipasi dalam misi gereja membantu kita
mengembangkan karakter seperti Yesus.
4. Menjadi setia pada perintah Allah. Allah mengharapkan setiap murid-Nya menjadi bagian
dari pemenuhan Amanat Agung. “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku
dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, 20dan ajarlah mereka
melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku
menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28:19-20)
5. Ketika Anda berdoa untuk jiwa-jiwa, percayalah. Allah selalu menjawab doamu. Setiap
orang Kristen dilahirkan sebagai seorang misionaris. Kita berada di planet ini hanya untuk
satu alasan: untuk menjadi saksi Tuhan alam semesta yang menakjubkan.

KOMITMEN SAYA
Mendedikasikan waktu yang tetap setiap minggu untuk membagikan kabar baik
melalui pertemuan pelajaran Alkitab, pertemuan kelompok-kelompok kecil, dan
cara lainnya, dan bersyafaat untuk orang lain.

Bukan untuk diri-Nya sendiri, tetapi untuk orang lain, Dia hidup, berpikir, dan
berdoa. Dari jam-jam yang dihabiskan bersama Tuhan Dia datang pagi demi pagi,
untuk membawa terang surga kepada manusia. Ellen G. White, Prayer, hal. 176
HARI KE - 6
PEMELIHARAAN SABAT
Oleh Hiskia Dan Ellen Missah

Sabat hari ke-tujuh adalah bagian penting dari keberadaan waktu kita, yang dimana kita
dipanggil untuk mengelola. Sangat penting untuk meninjau kembali bagaimana kita sebagai
ciptaan menghabiskan jam-jam suci ini, karena hal ini memiliki dampak penting terhadap
keberadaan kita.

PENGALAMAN PRIBADI SAYA


Saat menulis artikel ini, pikiran saya (Hiskia) mengembara mengenang saat-saat indah yang saya
alami di masa kecil bersama orang tua saya, dan cara memelihara Sabat yang diterapkan oleh
keluarga saya, sejak lebih dari setengah abad yang lalu. Saya sangat diberkati karena dapat
mengalami saat-saat yang luar biasa ini tentang bagaimana kami sekeluarga bersiap untuk
memulai Sabat, menyambut dan merayakan hari yang istimewa dan diberkati itu.
Inilah 'peraturan Sabat' di rumah masa kecil saya: Pada hari Sabat, dilarang menyetrika pakaian,
membersihkan rumah, atau memasak. Sebelum matahari terbenam di hari Jumat, segala
sesuatunya diharapkan sudah siap, seperti menyetrika pakaian yang akan kita kenakan ke
gereja, menyemir sepatu, dan memasak makanan untuk hari Sabat. Kemudian, ketika matahari
hampir terbenam di barat, ayah saya mengumpulkan semua anak dan anggota keluarganya di
ruang tamu, di mana kami duduk, menyanyikan beberapa lagu Sabat, membaca Alkitab,
mengucapkan ayat hafalan, berdoa, dan mengakhirinya dengan Doa Bapa Kami, dibacakan
bersama-sama. Tepat setelah itu, kami membentuk lingkaran, berpegangan tangan, dan saling
mengucapkan selamat hari Sabat. Kami mengucapkan, “Selamat hari Sabat, selamat hari Sabat,
selamat hari Sabat.” Saat matahari terbenam di balik cakrawala, perasaan damai menyelimuti
hati dan rumah kami. Itu adalah ritual keluarga saya untuk menyambut hari Sabat.

Ketika saya masih kanak-kanak, saya selalu menyukai dan menikmati hari Sabat karena alasan
berikut: Pertama, kami tidak ada kegiatan sekolah, yang berarti tidak ada pekerjaan rumah atau
kuis. Kedua, saya bebas dari aktivitas rutin dan pekerjaan rumah. Ketiga, saya bertemu teman-
teman saya di gereja dan berkesempatan mengobrol dengan mereka. Dan terakhir, karena
makanan khusus. Ibu saya selalu memasak makanan lezat dan menu khusus — hanya disiapkan
untuk hari Sabat.
kami, dan saya khususnya, hari yang sangat kami nantikan. Pengalaman luar biasa ini melekat di
benak saya hingga saat ini. Pada gilirannya, saya menerapkan rutinitas dan praktik yang sama
untuk anak-anak saya, dan mereka sangat menikmatinya. Sekarang, ketika mereka sudah
memiliki keluarganya sendiri, mereka mempraktekkan rutinitas yang sama untuk anak-anak dan
keluarga mereka. Ini adalah warisan yang saya tinggalkan untuk diikuti oleh keturunan saya.

PEMELIHARAAN SABAT DALAM ROH NUBUAT


Dalam tulisan-tulisan Ellen White, kita menemukan petunjuk tentang keabadian hari Sabat dan
nasihat praktis tentang memelihara hari Sabat.
“Allah telah memberikan kita seluruh enam hari untuk melakukan pekerjaan kita dan hanya
menyediakan satu untuk diri-Nya. Ini seharusnya menjadi hari berkat bagi kita—hari di mana
kita harus mengesampingkan semua masalah sekuler kita dan memusatkan pikiran kita pada
Allah dan surga.” “Tetapi sementara kita menyembah Allah, kita tidak boleh menganggap ini
sebagai aktivitas yang membosankan. Sabat Tuhan Allah harus menjadi berkat bagi kita dan
anak-anak kita. Mereka harus memandang hari Sabat sebagai hari kesenangan, hari yang telah
dikuduskan Allah; dan mereka akan melaksanakannya jika mereka diinstruksikan dengan benar.
Orang tua dapat membawa anak-anak mereka ke luar ruangan, untuk melihat Allah melalui
alam. Kita dapat menunjukkan kepada mereka bunga-bunga yang mekar dan kuncup bunga
yang terbuka, pohon-pohon yang tinggi dan rerumputan yang indah, dan mengajari mereka
bahwa Allah menciptakan semua ini dalam enam hari, dan beristirahat pada hari ketujuh, dan
menguduskannya. Demikianlah orang tua dapat mengikatkan pelajaran ini kepada anak-anak
mereka, sehingga ketika anakanak ini melihat alam, mereka akan mengingat Pencipta Agung
dari semua itu. Pikiran mereka akan dibawa ke Tuhan alam— kembali ke penciptaan dunia,
ketika fondasi Sabat diletakkan, dan semua anak Allah bersorak kegirangan. Itulah pelajaran
yang harus ditanamkan di benak anak-anak kita.”

Sabat bukanlah waktu milik kita, tetapi waktu Allah. Kita harus memelihara hari Sabat dengan
setia dan memberikan waktunya kepada-Nya. Jika tidak, ketika kita melanggarnya, hal itu
dianggap mencuri waktu Allah. Oleh karena itu, kita harus memelihara hari Sabat, karena itu
adalah kudus; itu adalah tanda bahwa Allah adalah Pencipta dan kita adalah ciptaan-Nya. Kita
harus mengingat hal ini sepanjang generasi kita.

MANFAAT PEMELIHARAAN HARI SABAT

BERSUKACITA DALAM TUHAN. Sebagai pemelihara Sabat, kita tahu bahwa Allah berkata bahwa
kita harus menyebut hari suci ini sebagai hari yang menyenangkan. Yesaya 58:13, 14
mengatakan, “Apabila engkau tidak menginjak-injak hukum Sabat dan tidak melakukan
urusanmu pada hari kudus-Ku; apabila engkau menyebutkan hari Sabat ”hari kenikmatan”, dan
hari kudus Tuhan ”hari yang mulia”; apabila engkau menghormatinya dengan tidak
menjalankan segala acaramu dan dengan tidak mengurus urusanmu atau berkata omong
kosong, maka engkau akan bersenang-senang karena Tuhan, dan Aku akan membuat engkau
melintasi puncak bukit-bukit di bumi dengan kendaraan kemenangan; Aku akan memberi
makan engkau dari milik pusaka Yakub, bapa leluhurmu,sebab mulut Tuhanlah yang
mengatakannya.”

Allah telah berjanji bahwa kita akan bergembira di dalam Tuhan pada hari Sabat. Sayangnya,
bagi sebagian orang, hari Sabat telah menjadi beban, hari yang tidak menyenangkan karena
banyaknya pembatasan buatan manusia yang dimasukkan dalam hukum hari Sabat. Banyak dari
1.521 peraturan yang berkaitan dengan hari Sabat merusak keindahan dan kenikmatan hari
Sabat dan pemeliharaan Sabat. Dengan cara ini, Setan menjauhkan banyak orang dari
mengalami serta merasakan sukacita hari Sabat, merampas sukacita yang telah Allah sediakan
bagi mereka.
SUMBER KEMAKMURAN. Hukum hari Sabat disertai dengan janji kemakmuran dari Allah: “maka
engkau akan bersenang-senang karena Tuhan, dan Aku akan membuat engkau melintasi puncak
bukit-bukit di bumi dengan kendaraan kemenangan; Aku akan memberi makan engkau dari
milik pusaka Yakub, bapa leluhurmu, sebab mulut Tuhanlah yang mengatakannya.” (Yesaya
58:14).

Jika kita memelihara Sabat dengan setia, Allah akan membuat kita berada di tempat-tempat
tertinggi di bumi dan memberi kita makan dengan warisan Yakub. Dengan kata lain, jika kita
memelihara Sabat dengan sukacita, Allah akan memberkati kita. Dia akan mengangkat kita ke
“puncak” dunia, seperti tercatat dalam Ulangan 28:13, “Tuhan akan mengangkat engkau
menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila
engkau mendengarkan perintah Tuhan, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan
dengan setia.” Bangsa yang memelihara hari Sabat membuktikan kebenaran dari yang tertulis
pada Ulangan 28:13.

MENIKMATI PENCIPTAAN. Alam adalah buku kedua yang mengungkapkan Allah. Ellen White
menulis: “Hal-hal dari alam adalah penginjil Allah yang diam, yang diberikan kepada kita untuk
mengajari kita kebenaran rohani. Mereka berbicara kepada kita tentang kasih Allah dan
menyatakan kebijaksanaan dari sorang Seniman, Guru Yang Agung". Istirahat pada hari Sabat
memberikan kesempatan yang sangat baik bagi keluarga yang hidup di dunia yang sibuk,
dikelilingi oleh benda-benda buatan manusia untuk mengakses wahyu alam. Kita dapat
menghargai pekerjaan Sang Pencipta dan bagaimana Dia telah menjadi Penyedia bagi umat
manusia. Dengan demikian, Sabat hari ketujuh bekerja sebagai pengingat yang teratur akan
posisi kita sebagai penatalayan Allah.

Beberapa kegiatan Sabat sore berikut dapat menghubungkan kita kembali dengan ciptaan
Allah. Kamu bisa: Kunjungi taman dan adakan pelajaran Alkitab di sana.
Duduk di tepi pantai, danau, atau sungai yang tenang, dan dengarkan gemericik air yang indah.
Mendaki gunung, menghirup udara segar dalam-dalam, dan menemukan keajaiban alam.
Berjalan-jalan di alam, membawa teropong untuk mengamati burung.
Letakkan selimut di bawah sinar matahari untuk berjemur mendapatkan vitamin D yang
dibutuhkan tubuh.

Mengamati dan berinteraksi dengan alam akan meningkatkan minat kita dalam memelihara
hari Sabat dan dengan senang hati menyambutnya setiap minggu.
Mari kita membuat pilihan sederhana untuk menjadikan Sabat sebagai pengalaman yang
menyenangkan bagi kita dan keluarga kita, sekarang, dan sepanjang tahun yang akan datang.

KOMITMEN SAYA
Untuk mempersiapkan penyambutan Hari Sabat selama
satu minggu bekerja, dan dengan setia memelihara dan
menikmati hari istirahat.
HARI KE - 7
MEMBUAT JENDELA DI SURGA
OLEH ANIEL BARBE

Baru-baru ini, saat makan siang hari Sabat, kami menikmati hidangan favorit kami, yaitu sebuah
diskusi teologis yang menarik. Setelah beberapa waktu, pembicaraan beralih kepada topik
tentang masalah upah dan berkat. Apakah Allah saat ini memberi upah kepada orang yang
setia, atau apakah Allah mempersiapkan upah di masa depan? Apakah yang merupakan sifat
upah dari Allah : rohani, materi, atau keduanya? Bila ada upah dari Allah pada masa kini, apa
tujuannya? Menariknya, berbagai kepercayaan dan ide muncul di antara kita. Orang-orang
Kristen terbagi dua dalam hal kepercayaan tentang upah dari Allah. Bagi sebagian orang, hal
terpenting adalah menaati Allah untuk menikmati berkat yang lebih besar yang dapat dinikmati
pada saat ini, sementara bagi Sebagian orang yang lain menolak konsep upah dari Allah pada
masa kini. Situasi ini menuntun saya untuk mengingat kembali Maleakhi 3:10–12, sebuah
perikop yang sering dikutip tentang upah dari Allah bagi mereka yang memberikan
persepuluhan dengan setia.

LIMPAHAN BERKAT
Maleakhi menggunakan bahasa kiasan, “bukalah bagimu tingkaptingkap langit”, untuk
menggambarkan hasil dari mengembalikan persepuluhan penuh kepada Allah. Sebelumnya,
Musa menggunakan ungkapan "jendela-jendela langit terbuka" (Kejadian 7:11) untuk
menggambarkan hujan lebat yang terjadi selama empat puluh hari Air Bah. Di tempat lain, ia
menggunakan ungkapan yang hampir mirip, “Aku akan menghujani roti dari surga” (Keluaran
16:4), untuk merujuk pada manna, kebutuhan sehari-hari Israel selama empat puluh tahun.
“Bukalah bagimu jendela-jendela surga” menyampaikan gagasan tentang inisiatif ilahi,
kelimpahan, dan hal-hal materi. Maleakhi 3:10 (NKJV) memberikan kebenaran lebih lanjut
tentang hasil bagi pemberi persepuluhan yang setia: “curahkan bagimu berkat yang berlimpah.”
Ajaran ini selaras dengan janji Allah yang terdapat dalam Ulangan 28. Baris pendahuluan
menginformasikan tentang penerima janji, yaitu mereka yang “dengan tekun mendengarkan
suara Tuhan, Allahmu, [dan] untuk melakukan dengan seksama semua perintah-Nya” (ayat 1).
Kemudian, berkat itu dijelaskan: “Tuhan akan membukakan bagimu harta karun-Nya yaitu
surga, untuk menurunkan hujan ke tanahmu pada musimnya, dan untuk memberkati semua
pekerjaan tanganmu” (ayat 12).

Sementara kasih dan berkat Allah mengawali persepuluhan, secara alkitabiah masuk akal untuk
mengakui bahwa Allah menambahkan berkat materi yang berlimpah yang lebih kepada mereka
yang setia memberikan persepuluhan. Ellen White menegaskan pemahaman ini: “Jika mereka
sepenuhnya dan dengan bebas mengakui persyaratan Allah dan memenuhi tuntutan-Nya,
berkat-Nya akan nyata dalam peningkatan produksi bumi. Hasil panen akan lebih besar.
Keinginan semua orang akan dipenuhi dengan berlimpah. Semakin banyak kita memberi,
semakin banyak yang akan kita terima.” Upah bagi orang beriman untuk masa sekarang ini dan
di masa mendatang adalah kebenaran yang telah ditegakkan dengan baik.
Berkat Allah yang melimpah tidak datang dalam paket yang seragam. Berkat Allah bervariasi
antara satu individu dengan individu lainnya. Beberapa orang tidak akan mengemis roti
(Mazmur 37:25), sementara yang lain akan menghasilkan kekayaan yang berlimpah. Ellen White
menjelaskan tentang realitas yang beragam ini: “Beberapa akan memiliki seratus kali lipat
dalam kehidupan ini, dan di dunia yang akan datang mendapatkan kehidupan abadi. Tetapi
tidak ada yang akan menerima seratus kali lipat dalam masa hidup sekarang, karena mereka
tidak akan dapat menanggungnya.” Mari kita percaya pada hikmat Allah.

Menurut The Message, Lukas 16:10–13 mengatakan, “”Barangsiapa setia dalam perkara-
perkara kecil, ia setia juga dalam perkaraperkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam
perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Jadi, jikalau kamu tidak
setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta
yang sesungguhnya? Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan
menyerahkan hartamu sendiri kepadamu? Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua
tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia
akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi
kepada Allah dan kepada Mamon”. Kesetiaan dalam memberikan persepuluhan menunjukkan
bahwa kita dapat menangani lebih banyak berkat Allah.

Saat ini, kita sedang menelusuri wilayah yang belum dipetakan. Banyak yang sedang
menghadapi situasi kehidupan baru yang dimana sebelumnya mereka tidak punya pengalaman
akan situasi tersebut dan dukungan sumber daya. Dalam situasi seperti itu, godaan untuk
menghentikan sementara pemberian persepuluhan biasanya tinggi. Namun demikian,
bukankah lebih bijaksana dan lebih meyakinkan untuk membiarkan jendela surga terbuka di
atas kita?

RENCANA PERLINDUNGAN ALLAH


Dua ayat berikutnya, Maleakhi 3:11, 12, memperluas ayat 10. Maleakhi 3:11 menyatakan: “Aku
akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan
supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu, firman Tuhan semesta alam.
Maka segala bangsa akan menyebut kamu berbahagia, sebab kamu ini akan menjadi negeri
kesukaan, firman Tuhan semesta alam”. Di sini, Maleakhi menguraikan tindakan perlindungan
Allah.

Hidup telah mengajarkan kita bahwa diberkati saja tidak cukup, tetapi harus melestarikan dan
menikmati berkat-berkat kita. Nabi Mikha menggambarkan satu akibat dari ketidaksetiaan:
“Engkau ini akan menabur, tetapi tidak menuai, engkau ini akan mengirik buah zaitun, tetapi
tidak berurap dengan minyaknya; juga mengirik buah anggur, tetapi tidak meminum
anggurnya.” (Mikha 6:15). Ini adalah skenario kehidupan yang membuat frustrasi. Ketika anak-
anak Israel akan naik ke Yerusalem selama tiga hari raya ziarah, mereka akan menyanyikan
aspirasi mereka yang dalam: “Nyanyian ziarah. Berbahagialah setiap orang yang takut akan
Tuhan, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya! Apabila engkau memakan hasil jerih
payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu!” (Mazmur 128:1, 2). Ini
terjadi ketika Tuhan kita menegur, secara harfiah memincangkandan melumpuhkan, si
“pemakan” (devourer).

Yesus menyebutkan kehadiran seorang “si pemakan”, mengingatkan kita akan rencana
perlindungan-Nya: “Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;
Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.”
(Yohanes 10:10). Kata "mereka" dalam ayat ini mengacu pada "dombaNya sendiri”, kepada
mereka yang "mengenal suaraNya" dan "mengikuti Dia" (Yohanes 10:4). Dia menjamin
perlindungan dan kehidupan yang berkelimpahan bagi mereka yang mengakui Dia sebagai
Pemilik. Pada zaman Maleakhi, orang-orang gagal mengakui Allah sebagai Bapa dan Raja
(Maleakhi 1:6), dan akibatnya, berkat-berkat mereka dikutuk (Maleakhi 2:2). Sebaliknya,
persepuluhan adalah pernyataan pengakuan kepemilikan Allah atas kita dan segalanya. Dengan
demikian, hal itu mengizinkan Allah untuk mendaftarkan kita dalam rencana perlindungan-Nya.
Perlindungan Allah sangat dibutuhkan untuk waktu kita sekarang ini yang tidak stabil: “Untuk
pemimpin biduan. Dari bani Korah. Dengan lagu: Alamot. Nyanyian. Allah itu bagi kita tempat
perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti. Sebab itu kita
tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut;”
(Mazmur 46:1–3). Di dunia di mana pasar saham berayun, perang berkecamuk, COVID-19 dan
cacar monyet mengancam, dan biaya hidup meroket, bukankah lebih baik menempatkan diri
kita dan semua yang kita miliki di bawah pemeliharaan Allah Yang Mahakuasa? ? Dengan setia
memberikan persepuluhan, kita telah mendaftar ke dalam rencana perlindungan Allah.

MENDAPAT BERKAT LEBIH UNTUK SUATU TUJUAN


Kita membaca dalam Maleakhi 3:12: “Maka semua bangsa akan menyebut kamu diberkati,
sebab kamu akan menjadi negeri kesukaan, firman Tuhan semesta alam”. Ayat ini
menggunakan dua ekspresi untuk reaksi orang lain terhadap pemberi persepuluhan yang setia:
“menyebut kamu diberkati” dan “negeri kesukaan.” Ungkapan “menyebut kamu diberkati”
diterapkan pada wanita saleh dari Amsal 31. Dia disebut diberkati oleh anak-anaknya dan
suaminya (ayat 28). Pujian-pujian ini bukan karena kecantikannya atau apa yang telah
diperolehnya, tetapi untuk sikap dan tindakannya, yang menjadi berkat bagi mereka dan orang
lain: dia melakukannya dengan sangat baik, hasil tangannya, dan pekerjaannya.

Maria, ibu Yesus, juga disebut diberkati karena, melalui tindakan pengorbanannya, dunia akan
diberkati (Lukas 1:48). Seseorang disebut diberkati ketika seseorang menjadi berkat khusus bagi
orang lain. Ini adalah tujuan dari tambahan berkah berlimpah. Rasul Paulus menguraikan
konsep ini: “Dan Allah dapat memberi kepadamu lebih banyak berkat daripada yang kamu
butuhkan. Maka kamu akan selalu memiliki banyak dari segalanya—cukup untuk diberikan pada
setiap pekerjaan yang baik” (2 Kor. 9:8). Bagi Paulus, lebih banyak berkat adalah untuk tujuan
altruistik, lebih banyak pekerjaan baik. Orang-orang percaya yang sangat diberkati, tidak hidup
menurut standar zaman ini, tetapi hidup untuk prinsip yang lebih tinggi. Tidak menghasilkan
lebih banyak hanya untuk dihabiskan lebih banyak bagi diri kita sendiri, tetapi menghasilkan
lebih banyak untuk menjadi berkat yang lebih besar bagi orang lain. Memperoleh lebih banyak
berkat bukanlah finalitas dari pemberi persepuluhan yang setia, tetapi menjadi saluran berkat
yang lebih besar!

Ungkapan “negeri kesukaan” berbicara tentang peningkatan kapasitas kekuatan kesaksian dari
anak-anak Allah, dari mereka menjadi diinginkan. Sambil menikmati berkat-berkat yang
melimpah, Israel menjadi bangsa yang menarik dan diinginkan. Banyak yang ingin menjadi
seperti mereka dan bagian dari mereka. Israel kemudian dapat dengan lebih mudah memenuhi
rencana Allah untuknya: “Dalam benihmu semua bangsa di bumi akan diberkati.” Dan ini akan
terjadi ketika “kamu telah mendengarkan dan menuruti suara-Ku” (Kej. 22:18). Berkat
berlimpah dari pemberi persepuluhan yang setia bukanlah untuk memuaskan keinginan egois
duniawi kita, tetapi untuk digunakan sebagai kesaksian akan kebaikan dan kesetiaan Allah.
Ketika diberkati dengan berkat yang berlimpah, kita memiliki kesempatan tambahan untuk
mengarahkan orang lain kepadaNya, Sumber segala berkat.

Ellen White berkata, “Kita harus mengasihi Allah dan menurut pada firman-Nya, dan dalam
kesederhanaan iman berjalan di atas janjiNya, dan memberikan kepada Allah apa yang menjadi
milik-Nya”. Pemberi Persepuluhan yang setia akan diberkati dengan upah pada masa sekarang
dan pada hari besar Allah (Maleakhi 4: 2, 3). Sebagai Tuhan semesta alam, Kapten dan
Komandan pasukan malaikat, tidak ada janji-Nya yang gagal dan akan menjadi kenyataan.
Namun, hal persepuluhan bukanlah transaksi tawar-menawar antara manusia dan Allah. Ini
bukan tentang memberi kembali dengan tujuan untuk mendapatkan lebih banyak. Seperti roh
yang tidak mementingkan diri menuntun pada pemberian persepuluhan yang setia, roh yang
sama akan membantu kita menggunakan berkat tambahan yang kita miliki, untuk memberkati
orang lain dan bersaksi tentang Dia, Pemberi semua berkat.

ALLAH BAPA DI SURGA MENANTANG MEREKA YANG TELAH


DIA BERKATI DENGAN KARUNIANYA UNTUK MEMBUKTIKANNYA.
___________________

Ellen G. White, Counsels on


Stewardship, hal. 82

KOMITMEN SAYA
Dengan setia mengembalikan persepuluhan kepada
Tuhan Allah (10% dari pendapatan saya atau lebih).
HARI KE - 8
PERSEMBAHAN YANG LAYAK DAN TIDAK LAYAK
OLEH MARCOS F. BOMFIM

Ada banyak indikasi dalam Alkitab yang menyiratkan bahwa Allah mengevaluasi, dan menilai,
pemberian kita. Fakta bahwa Dia dengan sengaja duduk di depan perbendaharaan (Markus
12:41) dan bahwa Dia menilai persembahan janda miskin (Markus 12:43) harus mengingatkan
kita bahwa bahkan sampai hari ini, Dia mengawasi dan menilai pola pemberian kita.
Kebenaran penting lainnya adalah bahwa beberapa persembahan diterima dan dihargai oleh-
Nya, sementara yang lain, berapa pun jumlahnya, tidak dapat diterima dan bahkan menghina-
Nya. Apa saja syarat bagi Allah untuk menerima persembahan?

1. KETIKA PERSEMBAHAN TERSEBUT DIBERIKAN DARI HATI YANG BENAR BAGI ALLAH. (Mazmur
40:6–8; 51:16, 17; Yesaya 1:10–13; Hosea
6:6; Maleakhi 3:2–5; Matius 9:13; Markus 12:33).

Menurut Maleakhi 3, Allah menerima persembahan yang dibawa “dalam kebenaran” (ayat 3),
yaitu oleh mereka yang telah mengizinkan Allah untuk menyucikan, untuk memurnikan mereka
(ayat 2, 3) dari dosa seperti sihir, perzinahan, sumpah palsu, melampaui batas atau menindas
pekerja upahan, dan penindasan terhadap orangorang yang lemah dan asing (ayat 5), untuk
menyebutkan beberapa di antaranya. Baru setelah itu ”persembahan . . . akan berkenan
dihadapan Allah” (ayat 4).

Sudah jelas bahwa Allah menilai si pemberi sebelum pemberiannya. Persembahan terbaik dan
terbesar tidak akan pernah diterima jika yang memberikannya tidak benar di hadapan Allah.
Oleh sebab itu, kita perlu membawa “persembahan hati” sebelum kita membawa
“persembahan materi.” Kita membawa “persembahan hati” ketika kita secara teratur
meluangkan waktu setiap hari untuk mengizinkan Roh Kudus memeriksa pikiran dan
kecenderungan kita, membandingkannya dengan Firman Allah. Dengan mengakui dosa-dosa
kita dan percaya bahwa kematian Yesus sudah cukup untuk membayar hutang kita, kita
menerima kuasa untuk membenci diri kita sendiri karena cara dan perbuatan kita yang jahat
(Yehezkiel 36:31), dan kemudian menerima hati yang baru, yang penuh keinginan untuk
melakukan kehendak Allah (Yehezkiel 36:26, 27).

2. KETIKA PERSEMBAHAN TERSEBUT DIBERIKAN DARI HATI YANG BENAR


BAGI SESAMA MANUSIA. (Matius 5:23, 24; Ibrani 13:16)

Setiap orang yang benar bagi Allah akan berusaha untuk menjadi benar bagi manusia lainnya.
Mereka yang memiliki roh suka bertengkar atau mengabaikan perasaan, hak, atau kebutuhan
orang lain menunjukkan bahwa agama mereka salah. Oleh karena itu, persembahan mereka
tidak dapat diterima oleh Allah.
Untuk alasan ini, Yesus berkata bahwa jika kita membawa persembahan ke gereja (rumah
penyimpanan Allah) dan “ingatlah bahwa saudaramu memiliki sesuatu yang menentang kamu,”
berhentilah memberikan persembahanmu “dan pergilah. Berdamailah dulu dengan saudaramu,
lalu datang dan persembahkan persembahanmu” (Matius 5:23, 24). Sudahkah saya melakukan
semua yang saya bisa untuk hidup damai dengan semua pria dan wanita (Roma 12:18) dan
untuk membantu mereka yang membutuhkan di sekitar saya? Tanpa pengalaman pengudusan
itu, persembahan kita tidak dapat diterima oleh Allah.

3. KETIKA PERSEMBAHAN TERSEBUT DIBERIKAN OLEH ORANG YANG TAAT.


Samuel 15:22; Mazmur 40:6–8; Yesaya 66:2–4)

Raja Saul sangat ingin mempersembahkan persembahan kepada Allah, tetapi hanya sebagai
cara untuk menutupi ketidaktaatannya yang disengaja terhadap perintah Allah. Alih-alih
mengakui dosanya, ia terus mengajukan alasan untuk melakukan apa yang bertentangan
dengan kehendak Allah (1 Samuel 15). Beberapa orang pada zaman ini mungkin juga melakukan
hal yang sama ketika mereka bekerja selama jam-jam hari Sabat, berjanji untuk membawa upah
hari itu sebagai semacam “persembahan ganti rugi” untuk melakukan apa yang tidak benar.
Tetapi jika seorang pria yang sudah menikah berselingkuh, apakah istrinya akan menerima kue
yang disiapkan oleh wanita lain sebagai kompensasi?

Karena itu, Samuel berkata kepada Saul, “Tetapi jawab Samuel: ”Apakah Tuhan itu berkenan
kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara
Tuhan? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan
lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan.” (1 Samuel 15:22). Allah tidak akan pernah
menerima persembahan sebagai pengganti kesetiaan pada perintah-perintah-Nya.

4. KETIKA PERSEMBAHAN ITU DIBAWAH OLEH PENYEMBAH YANG MENCARI


UPAH SURGAWI DAN BUKAN UPAH DUNIAWI. (Matius 6:1-4)

Beberapa orang mungkin membawa persembahan besar atau memberikan sumbangan yang
signifikan karena didorong oleh motivasi yang kurang ideal. Beberapa, misalnya, ingin diakui
sebagai dermawan, yang lain ingin mendapatkan posisi di komite gereja, dan yang lain mungkin
memberi karena cinta kepada si pendeta. Motivasi-motivasi duniawi ini pada umumnya
mengharapkan pengakuan manusia (semacam penghargaan), maka motivasi-motivasi ini tidak
dapat diterima oleh Allah. Namun demikian, ketika kita tidak mencoba untuk mempromosikan
diri melalui persembahan, maka apa yang Yesus katakan, mungkin akan terjadi dalam hidup
saya: "Bapamu, yang melihat apa yang dilakukan secara rahasia, akan membalas kamu"
(Matius 6:4).

6. KETIKA PERSEMBAHAN ITU DIBERIKAN DENGAN PROPORSI YANG TEPAT DAN SESUAI DARI
PENDAPATAN. (Ulangan 16:17; Markus 12:41–44; Korintus 16:1, 2)

Yesus pernah berkata bahwa orang yang memberi lebih sedikit, mereka adalah yang memberi
lebih banyak daripada semua yang memberi jauh lebih banyak (Markus 12:41-44). Alih-alih
kekurangan pengetahuan matematika, Pencipta alam semesta menunjukkan bahwa
perhitungan-Nya tentang apa yang kita berikan tidak didasarkan pada jumlah tetapi pada
proporsi. Enam persen dari pendapatan yang diberikan oleh orang termiskin berarti sama
dengan persembahan enam persen dari pendapatan orang yang paling kaya, meskipun
jumlahnya akan sangat berbeda. Dengan memilih sistem proporsional untuk memutuskan
kapan dan berapa banyak yang akan diberikan sebagai persembahan, kita telah bersaksi bahwa
kita tidak memberi untuk mendapatkan pengakuan.

Sebaliknya, kita memberi sebagai jawaban atas pemberian-Nya karena Dia selalu memberi
dahulu kepada kita. Dia tidak akan pernah mengharapkan kita untuk memberikan sesuatu jika
Dia tidak memberi kita sesuatu terlebih dahulu (2 Korintus 8:11, 12). Dengan tidak secara
sengaja menggunakan persentase bebas dari pendapatan kita untuk diberikan sebagai
persembahan (2 Korintus 9:7), orang mungkin akan menyerahkannya kepada hati mereka yang
licik (Yeremia 17:9) untuk memutuskan kapan dan berapa banyak yang harus dia berikan.
Sebaliknya, dengan berdoa untuk memilih menggunakan system proporsi pendapatan untuk
diberikan sebagai persembahan, mereka menempatkan Tuhan dalam kendali atas kapan dan
berapa banyak yang harus diberikan.

Saya (penulis) memberikan proporsi tetap dari apa yang Dia berikan, sebagai jawaban atas
pemberian-Nya. Karena saya adalah mitra Allah dalam bisnis penyelamatan jiwa-jiwa, semakin
Dia memberkati saya secara finansial, semakin besar jumlah yang akan saya kembalikan
kepada-Nya. Dan jika Dia membutuhkan lebih banyak untuk diinvestasikan dalam bisnis-Nya,
Dia akan memberi saya lebih banyak, karena Dia tahu bahwa dari setiap sen yang Dia berikan
kepada saya, persentase tetap akan diinvestasikan kembali untuk meneruskan kerajaan-Nya.

“Bukan kebesaran pemberian yang membuat persembahan itu diterima oleh


Allah, melainkan tujuan hati, semangat syukur dan cinta yang diungkapkannya.”
__________________

Ellen G. White, Counsels on Stewardship,


hlm. 73

“Persembahan terbaik dan terbesar tidak akan pernah diterima


jika yang memberikannya tidak benar di sisi Allah.”
6. KETIKA PERSEMBAHAN ITU DIBERIKAN SESUAI DENGAN SPESIFIKASI.
(Kejadian 4:4, 5; Ibrani 11:4)

Kisah Kain dan Habel menunjukkan kepada kita bahwa Allah tidak dapat menerima
persembahan yang tidak sesuai dengan spesifikasiNya. Kain memutuskan untuk melakukannya
dengan caranya, dan Allah “tidak menghormati Kain dan persembahannya” (Kejadian 4:5).
Habel menyenangkan Allah dengan mengikuti bimbingan-Nya dan membawa “anak sulung dari
kawanannya dan dari lemaknya. Dan ALLAH menghormati Habel dan persembahannya”
(Kejadian 4:4).
Ruang tidak akan memungkinkan kita untuk menjelajahi semua spesifikasi yang ditemukan
dalam Alkitab dan Roh Nubuat tentang persembahan yang dapat diterima. Tetapi selain hal-hal
yang telah dibahas di atas, kita dapat menambahkan bahwa persembahan biasa juga harus
dibawa kepada Allah sebagai hasil pertama, dengan menghormati prinsip yang mengutamakan
Allah (Matius 6:33).

Persembahan hasil pertama (atau anak sulung) secara teratur dibawa kepada Allah oleh anak-
anak-Nya sebagai peringatan bahwa Dia adalah Pemberi dan Pemelihara kehidupan. Mereka
hanya diterima karena Yesus, Anak Domba Allah, mati sebagai penebus dosa kita, membuka
jalan bagi kita untuk diterima oleh Bapa. Persembahan semacam ini “dipicu, terutama bukan
oleh perasaan baik, kebutuhan khusus, panggilan, simpati untuk seorang pendeta atau
pemimpin agama, atau bahkan keinginan untuk menyediakan pekerjaan bait suci atau misi.
Sebaliknya, [itu] harus dipicu oleh tindakan Allah yang mengirimkan beberapa bentuk
peningkatan. Itu adalah sarana untuk menyembah Allah, selain persepuluhan (Maleakhi
3:8-10), setiap kali ada peningkatan pendapatan.”

KESIMPULAN

Sebelum melakukan setiap Tindakan ibadah melalui persembahan, kita diundang oleh Allah
untuk menilai hati kita untuk melihat apakah masih ada dosa yang belum diakui yang dapat
mencegah persembahan kita diterima. Tetapi kita juga harus mengevaluasi hubungan kita
dengan Allah dan sesama manusia, motivasi yang menuntun kita untuk memberi persembahan,
serta keteraturan dan kualitas persembahan. Apakah ini yang terbaik yang bisa kita bawa?
Apakah ini mengungkapkan rasa syukur dan kesetiaan kepada-Nya?
Mari kita manfaatkan ibadah melalui persembahan untuk semakin dekat dengan Dia yang tidak
hanya menebus kita melalui darah-Nya, tetapi juga menopang kita!

Anda mungkin juga menyukai