BAHAN BACAAN
FOKUS ISSU :
1. Kebijakan UU/Perppu Cipta Kerja : Karpet Merah bagi Korporasi
2. Pelemahan Demokrasi dalam KUHP
3. Kebijakan Harga BBM yang menambah beban Rakyat khususnya kelas Pekerja
4. ...
Berangkat dari kesadaran bahwa Indonesia adalah Negara yang menganut sistem Demokrasi. Artinya
secara konsep bernegara, kedaulatan harus berada ditangan Rakyat. Segala keputusan politik yang
melahirkan kebijakan dalam Negara harus berangkat dari keinginan dan kepentingan Rakyat banyak.
Hanya saja dalam perjalannya, penerapan nilai-nilai Demokrasi di Indonesia masih saja jauh dari
sebagaimana harusnya. Tentunya karena akibat dari kebijakan yang dibuat oleh Negara sering kali
cenderung mengancam hak ber-demokrasi bahkan hak mendasar rakyat seperti akses terhadap sumber-
sumber kehidupannya yang jelas dilindungi dan diakui oleh Pasal 33 dalam UUD 1945. Bukan hanya UU
PMA yang diketahui jebolan Rezim Orde Baru itu mengancam hak ber-demokrasi dan hak mendasar
rakyat banyak, bahkan sampai dengan Rezim Jokowi saat ini pun beberapa kebijakan yang perlahan
berujung pada pemiskinan rakyat banyak juga bahkan terkait kebijakan berupa UU yang lahir semakin
memperparah ancaman atas hak dasar rakyat dan justru dianggap lebih berpihak pada korporasi asing
dibanding rakyat banyak. Seolah dalam perjalanannya Negara hanya dijadikan mesin untuk memproduksi
kepentingan para korporasi asing.
1. Kebijakan Harga BBM yang menambah beban Rakyat khususnya Kelas Pekerja
Setelah menghilangnya secara perlahan-lahan BBM jenis premium, ditahun 2022 kemarin Pemerintah
justru mengeluarkan kebijakan pencabutan subsidi BBM yang mengarah pada lonjakan kenaikan harga
berjenis Pertalite. Dengan dalih naiknya harga minyak dunia dan pembengkakan keuangan Negara,
bukannya mengevaluasi penyaluran BBM subsidi yang selalu tidak tepat sasaran pada masyarakat kelas
ekonomi menengah kebawah justru Pemerintah mengambil langkah mencabut subsidi BBM yang
mengakibatkan kenaikan harga ditengah rakyat Indonesia yang diketahui masih sementara berupaya
memulihkan perekonomiannya akibat bencana Pandemi Covid-19. Tak terkecuali khususnya Rakyat di
Provinsi Sulawesi Barat yang harus menanggung beban kenaikan harga BBM ini ditengah sementara
proses pulih dari dua bencana sekaligus yaitu selain Pandemi juga baru saja dihantam Gempa Bumi
berkekuatan 6,2 SR.
Parahnya kebijakan pencabutan subsidi BBM ini dilakukan dengan disatu sisi Pemerintah tetap
melanjutkan pembiayaan untuk berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) seperti salah satunya
Megaproyek pembangunan IKN yang diketahui membutuhkan anggaran sangat besar. Diketahui pada
sidang paripurna pembahasan Rancangan APBN 2023, Joko Widodo menyebutkan, mega proyek IKN
akan menggunakan dana yang berasal APBN untuk membangun Kawasan Inti Pusat Pemerintahan
sebesar 20% dari total ongkos pembangunan Rp.486 triliun. Dana publik dalam APBN seharusnya
dikembalikan untuk kebutuhan dan kegentingan saat ini, yakni mensubsidi bahan bakar kendaraan rakyat
banyak. Dengan cara inilah pengurus negara seharusnya dapat melindungi rakyat dari krisis ekonomi,
bukannya justru lebih memprioritaskan pembiayaan terhadap proyek-proyek strategis nasional yang
secara substansi belum terlalu dibutuhkan oleh rakyat banyak saat ini. Apalagi diketahui dengan kenaikan
harga BBM maka secara otomatis akan ikut membuat naiknya berbagai harga bahan pokok bahkan tarif
trasportasi umum baik itu yang didarat maupun dilaut. Beban biaya yang dikeluarkan untuk bahan bakar
Nelayan saat melaut juga akan bertambah pula ditengah ketidakpastian wilayah tangkap mereka akibat
ancaman perampasan ruang atas nama pembangunan. Bahkan para petani juga akan ikut menanggung
beban tambahan karna kenaikan harga BBM otomatis menambah biaya produksi mereka ditengah tidak
bersahabatnya cuaca akibat dampak dari krisis iklim.
2. Pelemahan Demokrasi dalam Kebijakan KUHP
Kebijakan KUHP yang sebelumnya mendapat gelombang penolakan besar oleh berbagai kelompok civil
society (masyarakat sipil) di tahun 2019 (bahkan sampai memakan korban jiwa) karena dianggap berisi
beberapa pasal yang melemahkan Demokrasi. Jelas tertulis larangan kritik Pemerintah dan Lembaga
Negara dalam pasal 240-241, larangan kritik presiden dan wakil presiden juga di tulis dalam pasal 218-
219, sampai larangan kritik pejabat dan pengurus negara yang sah jelas diatur dalam pasal 441-442.
Bahkan dalam KUHP juga diatur di pasal 256 tentang wajibnya melakukan pemberitahuan/izin ketika
ingin menyelenggarakan aksi demonstrasi yang tentu bisa mengancam kekuatan gerakan mahasiswa di
Indonesia dalam mengontrol jalannya Negara. Parahnya adalah ketika pasal-pasal yang dimaksud diatas
dilanggar oleh rakyat atau berbagai kelompok civil society maka sanksinya jelas adalah pidana. Namun
sayangnya pengurus negara justru memperlihatkan sikap seolah memilih tutup mata dan telinga atas
desakan suara-suara penolakan dari rakyatnya karna juga ternyata kebijakan itu berujung tetap disahkan
di tahun 2022 kemarin.
3. Kebijakan UU/Perppu Cipta Kerja (Omnibuslaw) : karpet merah bagi Korporasi
Diketahui bersama bahwa UU Cipta Kerja (Omnibuslaw) yang disahkan tahun 2020 kemarin telah
menimbulkan gejolak perlawanan rakyat karna dianggap melalui kebijakan ini Negara justru memberikan
karpet merah terhadap investor asing tanpa mempertimbangkan keselamatan dan kepentingan rakyatnya.
Setelah beberapa kali gelombang perlawanan dilangsungkan, Mahkamah Konstitusi pun mengindahkan
desakan penolakan rakyat dengan keluarnya putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan
bahwa UU Cipta Kerja dianggap Inkonstitusional. Alih-alih melaksanakan putusan MK tersebut,
parahnya Pemerintah justru menerbitkan Perppu tentang Cipta Kerja ditahun 2022 kemarin yang isinya
secara substansi tidak jauh berbeda dengan UU Cipta Kerja sebelumnya. Ini tentunya sangat jelas adalah
wujud pembangkangan konstitusi demi memenuhi kepentingan elit bisnis dan politik.
Penerbitan Perppu Cipta Kerja terbukti digenting-gentingkan dan dipaksakan keberlakuannya. Perppu
Cipta Kerja merupakan strategi Pemerintah menghindari amar Putusan MK 91, yang membangkang
konstitusi setelah sebelumnya Presiden dan DPR melawan hukum menyusun UU Cipta Kerja dengan
proses yang tertutup, hingga akhirnya diputus inkonstitusional bersyarat dan harus diperbaiki baik formil
maupun materiilnya secara partisipatif bermakna.
Manuver politik Presiden seharusnya telah kandas, sebab DPR tidak membahas dan menyetujui Perppu
Cipta Kerja pada masa persidangan. Tidak dibahas dan disetujuinya Perppu Cipta Kerja, dengan demikian
Perppu Cipta Kerja yang diterbitkan 30 Desember 2022 lalu harus batal demi hukum. Sebagaimana
diatur Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945, bahwa: (1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa,
Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. (2) Peraturan pemerintah
itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. (3) Jika
tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
Pasca Perppu Cipta Kerja tidak disetujui oleh DPR pada sidang paripurna, maka kini harusnya tidak ada
lagi Perppu atau UU Cipta Kerja, bahkan seluruh aturan pelaksana keduanya pun hapus dengan
sendirinya. Sebagaimana diamanatkan konstitusi, maka aturan dan pelaksana kebijakan seperti Bank
Tanah, Upah Murah, Proyek Strategis Nasional, Food Estate, Impor Pangan, Pengampunan Bisnis Ilegal
di Kawasan Hutan, Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus dll harus segera dihentikan
Pemerintah.
Kini keberpihakan Presiden terhadap petani, buruh, nelayan, masyarakat adat, perempuan, masyarakat
miskin perkotaan dan pedesaan serta kelompok rentan lainnya kembali diuji, Presiden harus menerbitkan
Undang-Undang tentang Pencabutan Perppu Cipta Kerja. Sudah cukup kesombongan Presiden dan DPR
yang ugal-ugalan dan sewenang-wenang mengesahkan UU/Perppu Cipta Kerja. Presiden seharusnya
sadar bahwa ia tidak pantas dan tidak berhak mengeksploitasi sumber-sumber agraria, mengobral
fleksibilitas tenaga kerja, merusak lingkungan, dan menghegemoni kepentingan elit bisnis dan politik
yang melanggar berbagai hak asasi petani, buruh, nelayan masyarakat adat, perempuan, masyarakat
miskin perkotaan dan pedesaan, serta kelompok rentan lainnya.
***
MURBA
CP (081299534677)