Anda di halaman 1dari 33

Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945:

(1)Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas


kekeluargaan

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai


hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.

(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi


ekonomi denganprinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
 Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang menentukan “Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan”, diterjemahkan ke dalam Ketetapan MPR Sementara
No. XIV/MPRS/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka
Demokrasi Ekonomi menekankan pada 4 pilar mendasar:

1. Larangan monopoli sumber daya oleh satu orang/kelompok tertentu;

2. Optimalisasi peran Usaha Kecil Menengah Masyarakat sebagai


motor penggerak perekonomian;

3. Investasi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi;

4. Persaingan usaha yang sehat dan berkeadilan.


 “Makna ‘dikuasai oleh negara’ sebagaimana dimaksudkan dalam
Pasal 33 UUD 1945, mengandung pengertian yang lebih tinggi atau
lebih luas daripada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata.
Konsepsi penguasaan oleh negara merupakan konsepsi publik yang
berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD
1945, baik di bidang politik (demokrasi politik) maupun ekonomi
(demokrasi ekonomi).
 Dalam paham kedaulatan rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai
sumber, pemilik dan sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam
kehidupan bernegara, sesuai dengan doktrin “dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat”.
Dalam pengertian kekuasaan tertinggi tersebut, tercakup pula pengertian
kepemilikan oleh rakyat secara kolektif. Yang harus dikuasai oleh negara
adalah cabang-cabang produksi yang dinilai penting bagi negara dan/atau
menguasai hajat hidup orang banyak yaitu:

1.cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup
orang banyak;

2. penting bagi negara tetapi tidak menguasai hajat hidup orang banyak;

3. tidak penting bagi negara tetapi menguasai hajat hidup orang banyak.

Ketiganya harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-


besarnya kemakmuran rakyat.”
 Konsep dikuasai oleh negara atas kekayaan alam dilakukan
melalui 5 (lima) fungsi,yaitu:
 (1) mengadakan kebijakan (beleid);
 (2) tindakan pengurusan (bestuursdaad);
 (3) pengaturan (regelendaad);
 (4) pengelolaan (beheersdaad); dan
 (5) pengawasan (toezichthoudensdaad).”
1. Putusan MK No. 001-021-022/PUU-I/2003 Pengujian UU No. 20/2002
tentang Ketenagalistrikan (Unbunding dan Penguasaan Negara terhadap
Cabang Produksi) bertanggal 15 Desember 2004

2. Putusan MK No. 002/PUU-I/2003 tentang Pengujian UU No. 22 Tahun


2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Privatisasi Migas), bertanggal 21
Desember 2004.

3. Putusan MK No. 058-059-060-063/PUU-II/2004 dan 008/PUU-III/2005


bertanggal 19 Juli 2005 tentang Pengujian UU No. 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air (Penguasaan Negara Atas Sumber Daya Air)

4. Putusan MK No. 21-22/PUU-V/2007 tentang Pengujian UU No. 25 Tahun


2007 tentang Penanaman Modal
5. Putusan MK No. 36/PUU-X/2012 tentang Pengujian UU No. 22 Tahun
2001 tentang Migas (Keberadaan Badan Pelaksana Migas
Inkonstitusional) bertanggal 13 November 2012.

6. Putusan MK Nomor 2/SKLN-X/2012 tentang Pembelian Sisa Saham


7% PT Newmont Nusa Tenggara) bertanggal 31 Juli 2012

7. Putusan MK No. 28/PUU-XI/2013 tentang Pengujian UU No. 17 Tahun


2012 tentang Koperasi bertanggal 31 Mei 2013.

8. Putusan MK No. 85/PUU-XI/2013 tentang Pengujian UU Sumber Daya


Air, bertanggal 18 Pebruari 2015 (Privatisasi Pengelolaan Air)
 Sejak kebijakan otonomi daerah digulirkan secara efektif pada 1
Januari 2001, berbagai upaya pemerintah maupun pemerintah
daerah untuk menarik investor menanamkan modalnya di Indonesia
terus dilakukan. Pemerintah mengeluarkan kebijakan privatisasi
BUMN melalui Keputusan Presiden No. 112 Tahun 2001, yang
dimaksudkan untuk menstimulisasi pertumbuhan ekonomi melalui
penyerapan investasi dari luar negeri.
 Pemerintah juga mengeluarkan UU No. 19 Tahun 2003 tentang
BUMN; UU No. 7 Tahun 2004 tentang SDA; UU No. 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal; UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi,
UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba; dan UU tentang Pengadaan
Tanah Untuk Kepentingan Umum.
 Salah satu program Pemerintah pada awal 2006 adalah
dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2006
tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi.
 Dari 85 kebijakan dalam Inpres tersebut, tiga di antaranya terkait
upaya perbaikan kualitas peraturan daerah. Hal ini setidaknya
menunjukkan bahwa pemerintah menganggap persoalan Perda
penting bagi penciptaan iklim investasi yang kompetitif, selain
perbaikan kebijakan dalam hal perpajakan nasional, kepabeanan,
investasi, dan agenda-agenda besar lainnya.
 Desentralisasi fiskal dan otonomi daerah sering dituding kalangan
pengusaha dan investor potensial sebagai ‘biang keladi’ ekonomi
biaya tinggi yang berujung pada tidak kompetitifnya iklim usaha di
Indonesia dan rendahnya investasi baru.
 Sejumlah produk hukum daerah yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Daerah selama berlangsungnya otonomi daerah, dinilai kalangan
bisnis memberatkan dunia usaha dan tidak berpihak pada iklim
investasi.
 Kebijakan berupa pajak daerah dan retribusi daerah yang tidak pro
bisnis dianggap sebagai alasan mengapa investor enggan
berinvestasi di daerah tersebut.
 Tudingan itu tidak sepenuhnya salah mengingat rendahnya laju
pertumbuhan investasi di masa-masa awal pelaksanaan
desentralisasi yang kebetulan bersamaan dengan masa berakhirnya
krisis ekonomi.
 Tudingan itu diperkuat lagi dengan kenyataan bahwa pada masa-
masa tersebut banyak muncul peraturan daerah (perda) yang “aneh-
aneh” dan jelas-jelas bertentangan dengan prinsip daya saing
perekonomian.
1. Pengujian UU Ketenagalistrikan

2. Pengujian UU Migas

3. Pengujian UU Kehutanan I

4. Pengujian UU Sumber Daya Air

5. Pengujian UU Kehutanan II

6. Pengujian UU Kehutanan III

7. Pengujian UU Migas II

8. Pengujian UU Penanaman Modal

9. Pengujian UU Perseroan Terbatas (Tanggung jawab sosial dan lingkungan


Perusahaan di bidang SDA

10. Pengujian UU BUMN (restrukturisasi dan privatisasi BUMN)


11. Pengujian UU Ketenagalistrikan II

12. Pengujian UU Minerba I

13. Pengujian UU Energi

14. Pengujian UU Kehutanan IV (konflik kewenangan kehutanan vs


pertambangan

15. Pengujian UU Kehutanan V

16. Pengujian UU Minerba II (pembatasan thd wilayah pertambangan rakyat)

17. Pengujian UU Minerba II (keterlibatan masyarakat dalam penentuan wilayah


pertambangan)

18. Pengujian UU Minerba II (kepentingan pengusaha pertambangan)

19. Pengujian UU Kehutanan VI


20. Pengujian UU Migas III (Konstitusionalitas BP Migas).

21. Pengujian UU Migas IV (konstitusionalitas kontrak kerja sama


Migas).

22. Pengujian UU Kehutanan VII (konstitusionalitas hutan adat


dan pengakuan bersyarat terhadap keberadaan masyarakat hukum)

23. SKLN Tahura Bukit Suharto: Pemda Penajam Paser Utara vs


Menteri Kehutanan.

24. SKLN Wilayah usaha pertambangan: Pemda Kutai Timur vs


Menteri ESDM

25. SKLN Divestasi 7% Saham PT Newmont Nusa Tenggara


 Menurut Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, 5 (lima)
permasalahan pokok yang dihadapi dunia usaha di Indonesia yaitu:
 a) perpajakan, b) kepastian dan penegakan hukum, c)
ketenagakerjaan, d) infrastruktur fisik, dan e) otonomi daerah.

 JETRO (Japan External Trade Organization ) menyampaikan


permasalahan investasi di Indonesia yang diformulakan sebagai 3L
dan 1I yaitu: law, labour, local and investment policy.
 Banyaknya pungutan berupa pajak daerah dan retribusi
daerah akan menyebabkan ekonomi biaya tinggi, biaya
marginal produksi akan mahal, karena besarnya pungutan
tadi akan diperhitungkan pengusaha sebagai biaya produksi,
output produk yang ditawarkan ke pasar harganya akan
mahal dibandingkan dengan produk sejenis, sehingga produk
tersebut tidak memiliki daya saing yang baik di pasar.
 Setidaknya terdapat 3143 Peraturan Daerah (Perda) baik
perda provinsi maupun perda Kabupaten/Kota yang telah
dibatalkan Presiden melalui Kementrian Dalam Negeri pada
tahun 2016 silam.
 Menteri Tjahyo Kumolo menyatakan bahwa perda tersebut
dibatalkan karena menghambat laju investasi di daerah.
 Rekomendasi Menteri Keuangan kepada Menteri Dalam
Negeri berkaitan dengan adanya sejumlah Perda yang
dipandang bermasalah, adalah:

(1) Tumpang tindih dengan pajak pusat;

(2) Pungutan retribusi yang tidak sesuai dengan prinsip


retribusi;

(3) Menimbulkan duplikasi dengan pungutan daerah;

(4) Menghambat arus lalu lintas barang;

(5) Berakibat meningkatnya beban subsidi pemerintah.


Apindo: masih ada Peraturan Menteri yang menghambat investasi.

Istana : 15 Kementrian membuat aturan yang menghambat investasi.

Sampai Oktober 2018:


 7621 Peraturan Menteri
 765 Peraturan Presiden
 452 Peraturan pemerintah
 107 Undang-Undang

Implikasi Obesitas Regulasi:

1. Potensi tumpang tindih

2. Beban harmonisasi dan sinkronisasi

3. Tidak ada lembaga yang melakukan monitoring & evaluasi


 Mahkamah berpendapat bahwa kewenangan yang diberikan
kepada Menteri dan Gubernur sebagai wakil pemerintah
pusat untuk membatalkan Perda Kabupaten/Kota telah
menyimpangi logika dan bangunan negara hukum Indonesia
sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945
serta menegasikan peran dan fungsi Mahkamah Agung
sebagai lembaga yang berwenang menguji peraturan
perundang-undangan di bawah Undang-undang sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945.
 Begitu juga mengenai kepentingan umum dan/atau
kesusilaan yang juga dijadikan tolok ukur dalam
membatalkan Perda yang termuat dalam Pasal 251 ayat (2)
dan ayat (3) UU Pemda, menurut Mahkamah juga merupakan
ranah Mahkamah Agung untuk menerapkan tolok ukur
tersebut, selain ketentuan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, dikarenakan telah termuat dalam undang-
undang, sehingga juga dapat dijadikan batu uji oleh
Mahkamah Agung dalam mengadili pengujian Perda.
 Pembatalan Perda Kabupaten/Kota dengan dikeluarkannya
Keputusan Gubernur tidak sejalan dengan rezim peraturan
perundang-undangan karena selain Keputusan Gubernur tidak
dikenal sebagai salah satu jenis dan hierarki peraturan perundang-
undangan sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8
UU No. 12 Tahun 2011 juga telah terjadi kekeliuran jika Perda
Kabupaten/Kota yang hakekatnya berbentuk peraturan ( regeling)
dibatalkan dengan Keputusan (beschikking).
 Melalui pertimbangan hukum tersebut, maka pembatalan Perda
Kabupaten/Kota melalui mekanisme executive review adalah
bertentangan dengan UUD 1945.
 Desentralisasi memang tidak mempunyai suatu definisi yang
tunggal. Apapun definisi desentralisasi yang dipilih, harus terjadi
harmonisasi yang baik antara desentralisasi politik, administrasi,
dan fiskal.
 Desentralisasi politik pada intinya memberikan kewenangan kepada
Pemerintah Daerah untuk menjalankan suatu kebijakan.
 Desentralisasi administrasi atau desentralisasi manajerial
memberikan petunjuk bagaimana implementasi dari pengalihan
kewenangan fungsi tersebut.
 Desentralisasi fiskal menyediakan pembiayaan untuk pengalihan
kewenangan tersebut.
 Adanya peralihan kewenangan pengelolaan sejumlah urusan pemerintahan (pilihan) yang oleh
UU No. 32 tahun 2004 ditentukan sebagai kewenangan pemerintah kabupaten/kota, sekarang
dipindahkan ke provinsi/pusat oleh UU No. 23 tahun 2014 sebagai urusan konkuren. Hal ini
menguatkan pandangan adanya resentralisasi penyelenggaraan urusan pemerintahan.
 Pengaturan di dalam Pasal 14 UU No. 23 Tahun 2014 telah menimbulkan kekecewaan daerah
kabupaten dan kota di Indonesia karena mengalami resentralisasi, sehingga kabupaten dan
kota kehilangan wewenang untuk mengatur sejumlah urusan yang dahulu menjadi
kewenangannya, misalnya urusan kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral.
 Pembagian urusan bidang perkebunan belum menempatkan kabupaten yang merupakan sentra
perkebunan untuk mendapatkan peran yang signifikan dalam mengelola sektor perkebunan
yang dapat meningkatkan pendapatan dan salah satu sumber pembangunan ekonomi di
daerah.
 Pengalihan kewenangan dari kabupaten ke provinsi secara operasional memiliki dampak yang
cukup luas terutama menyangkut personil, dan pengelolaan asset yang semula dikelola di
kabupaten beralih kepada provinsi.
 Pengalihan asset juga akan membutuhkan waktu yang cukup lama yang dikhawatirkan akan
mengganggu jalannya pembangunan, sebagaimana yang terjadi dalam urusan pendidikan.
Pasal 14 UU CK:

(2) Pemerintah Daerah wajib menyusun dan menyediakan RDTR dalam bentuk digital
dan sesuai standar.

(3) Penyediaan RDTR dalam bentuk digital sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan sesuai dengan standar dan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat
untuk mendapatkan informasi mengenai kesesuaian rencana lokasi kegiatan dan/atau
usahanya dengan RDTR.

(4) Pemerintah Pusat wajib mengintegrasikan RDTR dalam bentuk digital


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ke dalam sistem Perizinan Berusaha secara
elektronik.
(5) Dalam hal Pelaku Usaha mendapatkan informasi rencana lokasi kegiatan usahanya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah sesuai dengan RDTR, Pelaku Usaha mengajukan
permohonan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan usahanya melalui sistem
Perizinan Berusaha secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan mengisi
koordinat lokasi yang diinginkan untuk memperoleh konfirmasi kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang.

(6)Setelah memperoleh konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana


dimaksud pada ayat (5), Pelaku Usaha mengajukan permohonan Perizinan Berusaha.
 PP harus mengatur perihal Amdal seperti yang sudah ditentukan dalam PP No. 27/2012 ttg
Ijin Lingkungan dan Permen KLHK No. 24/2018
Pasal 15 :

(1)Dalam hal Pemerintah Daerah belum menyusun dan menyediakan RDTR


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pelaku Usaha mengajukan
permohonan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan
usahanya kepada Pemerintah Pusat melalui sistem Perizinan Berusaha secara
elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)Pemerintah Pusat memberikan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan rencana tata ruang.
Perubahan terhadap Pasal 10 dan 11 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang:

 “Pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota diberi


kewenangan mengatur, membina, dan mengawasi tata ruang wilayah provinsi dan
kabupaten/kota serta pelaksanaan tata ruang kawasan strategis provinsi dan
kabupaten/kota.”
Diubah dalam UU CK:

 Wewenang Pemerintah Daerah provinsi/kabupaten/kota dilaksanakan sesuai


dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat dalam penyelenggaraan penataan ruang.
 Pengaturan model hubungan Pusat dan Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang cenderung sentralistik sebagaimana ditentukan dalam UU CK, berpotensi menimbulkan
konflik atau sengketa antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
 Perubahan kewenangan dan pembagian urusan berimplikasi pada perubahan pembagian
keuangan daerah. Perubahan keuangan akan mengikuti peralihan kewenangan dan
penambahan urusan.
 Desentralisasi merupakan cara sebuah rezim atau negara untuk menghadirkan suatu sistem
yang lebih mencerminkan nilai-nilai demokratis, karena sebagian kewenangan telah
diserahkan kepada pemerintah lokal (daerah) untuk terlibat aktif dalam merespon hal-hal yang
berkaitan erat dengan kehidupan rakyat di daerah.
Potensi sumbangan instrumen keterbukaan kontrak pada gerakan anti
korupsi, perbaikan tata kelola, demokrasi, kewargaan, dan partisipasi
publik:

1.Membuka dokumen kontrak ke publik berarti memecahkan problem


asimetri informasi dalam pengelolaan anggaran dan pelayanan publik.

2.Memperbaiki tata kelola anggaran dan pelayanan publik.

3.Menumbuhkan dan memperkuat kepercayaan antara pemerintah,


pebisnis,dan masyarakat.
4. Kualitas demokrasi akan makin membaik melalui dua cara: (i)
membaiknya aktivisme dan partisipasi warga dalam tata kelola
anggaran dan pelayanan publik; dan (ii) meningkatnya akses
warga/publik pada data dan informasi tentang tata kelola anggaran
dan pelayanan publik.

5. Memperbaiki iklim bisnis. Disklosur dokumen kontrak memungkinkan


publik menilai ada/tidaknya kolusi dan nepotisme dalam pengadaan
barangdan jasa.

Anda mungkin juga menyukai