Anda di halaman 1dari 8

TUGAS AKHIR KAPITASELEKTA HUKUM AGRARIA

Disusun Oleh :
ALEX AGUSTINUS SIGIRO
21.150

Dosen Pengampu :
Dr. Darwin Ginting, S.H., M.H.

PROGRAM STUDI S-1 HUKUM


FAKULTAS HUKUM
SEKOLAH TINGGI HUKUM BANDUNG
BANDUNG
2023
Beberapa rangkuman materi yang saya pelajari:

Pengertian Politik Hukum

 Moh. Mahfud MD

“Politik hukum secara sederhana dapat dirumuskan sebagai kebijaksanaan hukum (legal
policy) yang akan atau telah dilaksanakan secara maksimal oleh pemerintah dalam
rangka mencapai tujuan negara”

 Singakatnya Padmo menyatakan bahwa: “politik hukum sebagai kebijakan dasar yang
menentukan arah, bentuk maupun isi hukum yang akan dibentuk.”

 Darwin Ginting yang menyatakan bahwa: “politik hukum sebagai pernyataan kehendak
penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya dan mengenai arah
kemana hukum hendak dikembangkan.

Tujuan Politik Hukum Tanah Kolonial

1. Tujuan primer :
Memberikan kesempatan kepada pihak swasta (asing) mendapatkan bidang tanah yang luas
dari pemerintah unutk waktu yang cukup lama dengan uang sewa (canon) yang murah. Di
samping itu untuk memungkinkan orang asing (bukan bumi putera) menyewa atu mendapat
hak pakai atas tanah langsung dari orang bumi putera, menurut peraturan-peraturan yang
ditetapkan dengan ordonansi. Meaksudnya adalah memungkinkan berkembangnya
perusahaan pertanian swasta asing.

2. Tujuan sekunder.
Melindungi hak penduduk Bumi Putera atas tanahnya, yaitu :
a) Pemberian tanah dengan cara apapun tidak boleh mendesak hak Bumi Putera;
b) Pemerintah hanya boleh mengambil tanah Bumi Putera apabila diperlukan untuk
kepentingan umum atau untuk tanaman-tanaman yang diharuskan dari atasan dengan
pemberian gantik kerugian;
c) Bumi Putera diberikan kesempatan mendapatkan hak atas tanah yang kuat yaitu hak
eigendom bersyarat (agrarische eigendom);
d) Diadakan peraturan sewa menyewa antara Bumi Putera dengan bukan Bumi Putera.

Tujuan Politik Hukum Pertanahan

Secara umum politik pertanahan diajukan untuk menjamin keadilan bagi semua orang untuk
memperoleh sesuatu hak atas tanah dan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh
manfaat dan tanah bagi diri sendiri dan keluarganya.
Tujuan Khusus Politik Hukum Pertanahan

1. Mencegah perbedaan yang bersifat memperkaya diri secara tidak adil bagi sebagian
kecil masyarakat.

2. Mengupayakan menggunakan tanah secara optimal, sehingga tidak terlantar.

3. Menjaga kelayakan harga tanah, sehingga terjangkau bagi semua pihak.

4. Menjaga ketersedian tanah bagi kepentingan umum.

5. Melindungi hak perorangan dan masyarakat adat dan memberi jaminan terhadap
kepastian haknya.

6. Melestarikan sumber daya tanah dan lingkungannya.

Kebijakan Agraria Orde Baru

1. Berorientasi pada pertumbuhan ekonomi

2. Dari pro rakyat menjadi pro kapitalis

3. Tanah tidak diperhitungkan sebagai Strategi Pembangunan tetapi hanya sebagai obyek
untuk kegiatan pembangunan

4. Progam landreform dianggap menghambat iklim investasi

Dampak Kebijakan Agraria Orde Baru

1. Tanah semakin langka dan rendah kualitasnya

2. Konflik penguasaan dan pemanfaatan SDA semakin tajam dan meningkat kuantitasnya

3. Semakin terbatasnya lapangan kerja terutama disebabkan alih fungsi bahan dari tanah
pertanian menjadi non-pertanian

4. Semakin timpangnya akses perolehan dan pemanfaatan karena perbedaan akses modal
dan akses politik

5. Terdesaknya hak-hak masyarakat adat lokal terhadap SDA yang menjadi Ruang
Hidupnya

Era Reformasi

 TAP MPR No. IX Tahun 2001, perintah untuk melakukan pembaharuan UUPA dan
pengelolaan SDA
 Kembali mengangkat ekonomi kerakyatan, khusus dibidang pertanah yang
berkeadilan,demokratis dan berkelanjutan.
 Keppres No.34 Tahun 2003, kebijakan pertanahan serta pelaksanaan TAP MPR No.LX
Tahun 2001
 Upaya pembaharuan UUPA telah dilakukan dan telah diuji publik seluruh Indonesia
tetapi pada pancaknya terjadi kemandekan tanpa alasan yang jelas
 Muncul kebijakan pelaksanaan landreform plus dari pemerintah. sedangkan
pembaharuan UUPA menjadi status quo
Tantangan Dalam Pembangunan Hukum Tanah Nasional

Menurut Muchtar Kusumaatmadja, "pembangunan hukum sebaiknya dimulai dari substansi


hukum yang bersifat netral, sehingga tidak banyak mendapat tantangan dan hambatan dari
semua komponen bangsa 22. Hal tersebut dilakukan diawal orde lama dan orde baru dalam
pembangunan hukum misalnya pembentukan UU tentang Penanaman Modal dalam Negeri dan
Penanaman Modal Asing, pembentukan UU tentang Perseroan Terbatas dan sebagainya.
Pembentukan undang- undang tersebut berjalan lancar karena substansinya relatif bersifat netral
artinya untuk kepentingan pembangunan nasionalKhusus menyangkut pembangunan Hukum
Tanah Nasional relatif masih lambat sekalipun dalam orde lama kita telah mempunyai UUPA
dan setelah era reformasi beberapa undang-undang lain menyangkut sumber daya alam
misalnya undang-undang kehutanan, undang-undang sumber daya air, undang- undang
pengairan, undang-undang pertambangan, undang-undang minerba dan sebagainya. Namun
pembangunan hukum yang bersifat sektoral tersebut dalam konsiderannya hampir semua tidak
menginduk pada UUPA dengan beberapa alasan yang disana sini masih terdapat pro dan kontra
para ahli tetapi karena ada kebutuhan mendesak, maka pembangunan hukum tersebut
dilaksanakan semata-mata untuk kepentingan pragmatis, sehingga antara undang-undang yang
satu dengan yang lain terdapat tumpang tindih substansi baik secara horisontal dan vertikal.

Pertanyaannya sekarang mengapa pembangunan Hukum Tanah Nasional sangat terlambat?


Karena Hukum Tanah bersifat tidak netral dan sangat terpengaruh oleh hukum adat yang
merupakan sumber Hukum Tanah Nasional tersebar diseluruh nusantara dengan kualitas
sumber daya manusianya sangat beragam, serta dinamika politik.

Dilihat dari tantangan yang dihadapi sekarang, maka sudah saatnya kita segera membentuk
undang-undang tanah nasional dalam rangka menyelesaikan beberapa masalah hukum tanah
yang saat ini belum dapat dituntaskan baik oleh undang-undang yang ada dan penegakannya.
Dengan lahirnya undang-undang pertanahan diharapkan mampu mengakomodir kepentingan
atau substansi hukum tanah yang selama ini belum dibangun sesuai dengan amanat UUPA. Saat
ini RUU pertanahan telah menjadi bagian prioritas di dalam Badan Legislasi Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia, sehingga kita berharap undang-undang itu segera lahir.

Politik Hukum Reforma Agraria

Rezim orde baru yang dimulai sejak di terbitkan Surat Perintah Sebelas Maret Tahun 1966
(SUPERSEMAR) yang diserahkan Presiden Soekarno kepada Soeharto yang saat itu menjabat
sebagai Panglima Kostrad, yang kemudian berkuasa di Indonesia selama 32 tahun tepatnya
berakhir tanggal 21 Mei 1998. Selama berkuasa Soeharto membawa dampak yang penting
dalam bidang Agraria. Mengapa penting, karena periode Rezim orde baru memerintah dengan
otoriter dan sentralistik dalam kebijakannya lebih menitik beratkan pada aspek pertumbuhan
ekonomi dengan mengandalkan utang luar negeri dan mengundang investor dengan menggelar
karpet merah sebagai jalan kebijakan ekonominya. Ternyata akibat krisis ekonomi yang
berkepanjangan rezim ini berakhir karena dipaksa masyarakat melalui demo berskala nasional
yang dikomandani mahasiswa senusantara.

Setelah itu timbullah era reformasi yang menuntut demokratisasi, keterbukaan/transparansi,


kembali ke ekonomi kerakyatan dan perlindungan hak asasi manusia serta tindakan pemerintah
dituntut harus berkeadilanReformasi ini lebih menekankan upaya melakukan perubahan
terhadap kondisi bangsa dari kekuasaan paradigma lama menjadi paradigma baru dalam sistem
politik, sistem pemerintahan dan mengedepankan ekonomi kerakyatan.

Hal di atas merupakan suatu konsekuensi logis dari bangunan sistem ekonomi Indonesia pasca
orde baru yang bertumpu kepada utang Word Bank, International Monetary Funds (IMF) dan
Consortium Group for Indonesia (CGI)Sehingga politik hukum yang tersirat maupun tersurat
dalam serangkaian produk peraturan perundang-undangan agraria pada kurun waktu orde baru
mempunyai karakteristik mencerminkan konfigurasi politik otoriter dan hukumnya bersifat
konservatif sebagaimana yang dikemukakan Moh. Mahfud MD.

Berdasarkan paparan di atas, maka dampak yang muncul sebagai akibat sistem politik dan
politik hukum yang dituangkan dalam bidang sumber daya agraria adalah:

1. Meningkatnya jumlah konflik dan sengketa tanah, sampai tahun 2000 terjadi 1700
kasus, dan

2. Pemicu awal tuntutan agar pemerintahan Soeharto dilengserkan karena krisis ekonomi
yang berkepanjangan. Salah satu penyebabnya dibidang agraria terjadinya ketimpangan
pembagian hasil eksploitasi sumber daya agraria antara pemerintah daerah dengan
pemerintah pusat.

Di awal jatuhnya rezim orde baru, terjadi pergolakan politik yang sangat dinamis termasuk para
pakar agraria, aktivis dan para petani mendorong upaya perombakan atau mengamendemen
UUPA. Tetapi upaya tersebut gagal karena pada akhirnya terjadi pergeseran sikap politis
ditingkat tinggi.

Sehingga pada akhirnya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menerbitkan Ketetapan


Nomor IX/MPR/2001 yang memberikan secercah harapan dalam upaya pembaharuan agraria
dan pengelolaan sumber daya alam, yang menugaskan kepada Pemerintah untuk
melaksanakannyaDi tengah terjadinya perbedaan pandangan terhadap menindaklanjuti
ketetapan di atas dan Keppres Nomor 34 Tahun 2003, maka dilakukan pembaharuan undang-
undang secara sektoral yang mengabaikan UUPA sebagai payungyamisalnya UU
pertambangan, kehutanan, pengairan, perkebunan, minerba dan saat ini sedang di finalisasi UU
pertanahan di parlemen. Akibat banyaknya UU sektoral di atas, maka substansinya banyak yang
tumpang tindih secara vertikal dan horizontal.

Sebagai langkah-langkah untuk membangun hukum agraria atau hukum tanah nasional, maka
diperlukan kearifan Pemerintah dan para politisi di parlemen untuk memperhatikan beberapa
faktor antara lain:

1. Semua materi muatan secara sektoral di bidang agraria harus mencerminkan semangat
demokratisasi, mengedepankan ekonomi kerakyatan, memperhatikan eksistensi hak
asasi manusia dan berkeadilan.

2. Upaya merombak struktur penguasaan dan pemilikan terhadap tanah harus menjadi
kebijakan prioritas, paling tidak substansi tersebut dibuat cantolannya dalam RUU
Pertanahan yang sedang dibahas di parlemen.

3. Sebaiknya dalam rangka kebijakan pertanahan nasional Bappenas dan Menko Ekonomi
lebih banyak membuat kebijakan yang konsepsional, makro dan komprehensif, sehingga
tidak terjebak dalam hal-hal teknis.

4. Reformasi hukum agraria bukan pembudayaan kekerasan dan pembodohan rakyat


karena hal itu menyimpang dari cita-cita politik hukum agraria dan hakekat amanat
reformasi Mei 98.

Latar Belakang Munculnya Bank Tanah:

1. Memegang hak pengelola by Kebutuhan tanah / pembangunan baik buat pemerintahan


maupun swasta meningkat terus.

2. Ketersediaan tanah / pembangunan terbatas, sehingga proses pengadaan tanah berlarut.


3. uu po. 2/2012: Belum dapat mengakomodasi semua kebutuhan pengadaan tanah skala
besar secara teratur.

4. Kehadiran badan bank tanah sangat penting / menghindari terjadinya ketersediaan tanah
pembangunan.

5. Oleh karena itu PP Mo. 64/2021: Merupakan yang paling penting diperhatikan dlm
klaster pertanahan turunan uuck, karena dampaknya sangat luas pd kebijakan dan
kelembagaan di bidang agraria secara nasi- onal.

Konsepsi Dan Tujuan Bank Tanah :

1. Tujuan umum
a) Menyediakan tanah untuk pembangunan kepentingan umum
b) Mengatasi berbagai hambatan penyiadaan tanah untuk pembangunan infrastuktur.

2. Tujuan bank tanah bagi pemerintah


a) Membentuk pertumbuhan ekonomi regional
b) Mengurangi spekulasi tanah akan mafia tanah
c) Menata pembangunan kota
d) Menurunkan biaya pembangunan politik akibat pembangunan yang teratur
e) Mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan, adil, dan merata.

Subjek Atau Pemegang Hak Pengelolaan ( pasal 5 ayat 1 pp no 18/2021) :

1. Instansi pemerintahan pusat


2. Pemda
3. Bumn/D
4. Badan hukum milik negara/daerah
5. Badan hank tanah
6. Badan hak yang di tunjuk oleh pemerintah pusat

Tujuan UUCK terkait dengan bank tanah dan HPL

1. Bank tanah : salah satu subjek atau pemegang hak pengelolaan ( pasal 5 ayat 1 pp No
18/2021
2. Bank tanah badan khusus yang merupakan badan hak Indonesia yang di bentuk oleh
pemerintah pusat yang pembangunan ekonomi berkeadilan untuk :
a) Kepentingan umum
b) Kepentingan social
c) Kepentikan pembangunan Nasional
d) Pemerataan ekonomi
e) Konsolidasi lahan
f) Reforma agraria (pasal 2 jo pasal 10)

Bank Tanah Mempunyai Fungsi:

Perencanaan, perolehan tanah, pengolahan tanah, pemanfaatan tanah, dan pendistribusian tanah
(Pasal 3 Ayat (1))

Bank Tanah mempunyai tugas:

a) Melakukan perencanaan kegiatan jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan.


b) Melakukan perolehan tanah yang dapat bersumber dari penetapan pemerintah atau pihak
lain.
c) Melakukan pengadaan tanah bagi pembangunan kepentingan umum pengadaan tanah
langsung.
d) Melalukan pengelolaan tanah dari kegiatan pengembangan, pemeliharaan, pengamanan,
dan pegendalian tanah:
e) Melakukan pemanfaatan tanah melalui kerja sama pemanfaatan dengan pihak lain; dan
f) Melakukan pendistribusian tanah dengan melakukan kegiatanpenyediaan dan
pembagian tanah (Pasal 3 Ayat (2).

Perolehan Tanah, Bank Tanah Berdasarkan Penetapan Pemerintah

1. Tanah bekas hak;


2. Kawasan dan tanah terlantar,
3. Tanah pelepasan Kawasan hutan;
4. Tanah timbul;
5. Tanah hasil reklamasi
6. Tanah bekas tambang;
7. Tanah pulau-pulau kecil;
8. Tanah yang terkena kebijakan tata ruang; dan
9. Tanah yang diatasnya tidak ada penguasaan (Pasal 7 pp 64/2021).

Dari banyaknya jumlah/luas perolehan tanah tersebut memberikan dorongan agar Bank Tanah
mampu menghimpun ketersedian tanah secara optimal.

Bank Tanah Memperoleh Tanah Dari Pihak Lain, Berasal (Pasal 8 pp 64/2021).

1. Pemerintah Pusat;
2. Pemerintah Daerah;
3. Badan usaha milik negara;
4. Badan usaha milik daerah;
5. Badan usaha;
6. Badan hukum; dan
7. Masyarakat.

Ketentuan ini memberi peluang semua aset tanah pemerintah dan masyarakat dapat
dipergunakan mendorong ketersedian tanah secara nasional.

Beberapa Catatan Khusus Dalam Operasional Bank Tanah.

1. Dari sekian banyak subyek hukum pemegang HPL, kepada Bank Tanahdiberikan
keistimewaan kewenangan dalam hal:
a) menyusun rencana induk;
b) membantu memberi kemudahan perizinan berusaha; c. melakukan pengadaan tanah;
dan
c) menentukan tarif pelayanan (Pasal 137 Ayat (2) dan Pasal 23 PP

Kewenangan yang luas ini hanya diberikan kepada Bank Tanah, Ini menunjukkan
bahwa pemerintah berharap banyak tentang sepak terjangnya.

2. Kepada Bank Tanah diberikan kewenangan kepada pihak ketiga. untuk perpanjangan
dan pembaharuan Hak Atas Tanah di depan, setelah dimanfaatkan dan diperjanjikan,
tindakan perpanjangan dan pembaharuan ini harus hati-hati karena mempunyai potensi
bertentangan dengan Putusan MK no.21-22/MK/2007.
3. Dalam menyediakan tanah harus sesuai tujuannya Bank Tanah harus hati-hati, jangan
sampai tujuan bidang ekonomi mendominasi fungsi lain (harus ingat karakter BT non
profit)

4. Idealnya Bank Tanah harus mempercepat pelaksanaan Reforma Agraria yang telah di
amanatkan Reformasi 1998, karena Reforma Agraria termasuk program strategis dan
prioritas Pemerintah Jokowi.

5. Struktur Bank Tanah.


Pasal 31 pp 64 Tahun 2021:
a) Komite
b) Pengawas; dan
c) Badan Pelaksana.

Rekrutmen terhadap Pengawas dan Badan Pelaksana tidak hanya di dasarkan kepala
kompetensi dan keahlian, tetapi juga harus memperhatikan integritas, moral an wawasan
kebangsaan karena Bank Tanah ini memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam menghimpun
ketersediaan tanah untuk kepentingan Nasional.

6. Karena Bank Tanah mempunyai wewenang, fungsi dan tugas langsung berkaitan dengan
kebutuhan dasar manusia, sehingga aspek keadilan untuk mencapai kesejahteraan
rakyat, untuk itu perlu di perhatikan :

a) Dewan pengawas sebaiknya lebih dominan tenaga professional (Pasal 33 Ayat (2)
dan (3)) jumlah dewan pengawas 7 orang, 4 orang dari professional dan 3 orang dari
Pemerintah Pusat:
b) Badan Pelaksana juga harus memperhitungan kehadiran tenaga
c) Profesioanal
d) Dalam Badan Pelaksana perlu ditegaskan mekanisme pembentukan dan/
pengambilan keputusan;
e) Sumber daya manusia Bank Tanah dibutuhkan orang yang mengerti dan menguasai
kompleksitas masalah agraria, sehingga mampu mempercepat tercapainya realisasi
Reforma Agraria; dan
f) Dalam hal pemberian kewenangan kepada Menteri Agraria mengambil Tindakan
Diskresi, harus selaras dengan visi-misi Presiden dalam bidang Keagariaan ( pasal
50).

7. Dalam melaksanakan fungsi perencanaan Bank Tanah membuat perencanaan jangka


Panjang 25tahun, menengah 5 tahun dan tahunan. Perencanaan tersebut harus sinergi
dengan rencana program jangka Panjang (RPJP) tahun 2000-2025, dan Perpres No.86
tahun 2021, tentang Rencana Kerja Pemerintah tahun 2021 menyebutkan terwujudnya
operasionalisasi Bank Tanah, sehingga pembangunan bisa berkelanjutan (pasal 5 ayat
(2) PP 64/2021)

Anda mungkin juga menyukai