Anda di halaman 1dari 64

3.

2 Urgensi Pengaturan Tujuan dan Wewenang Penerbitan Obligasi


Daerah

3.2.1 Sistem Penerbitan Obligasi Daerah di Negara Civil Law, Suatu


Perbandingan
Secara historis singkat, sistem hukum Eropa Kontinental ( civil law)
bermula dari hukum Romawi yang merupakan cikal bakal sistem hukum
Eropa Kontinental. Walaupun hukum Romawi merupakan jiwa dari sistem
hukum Eropa Kontinental, pengaruh hukum Romawi juga sangat kuat dalam
perkembangan sistem hukum Anglo Saxon karena banyak pencipta kaidah
dalam sistem hukum Anglo Saxon telah mempelajari sistem hukum Romawi
atau sistem hukum Eropa Kontinental terlebih dahulu. Hingga akhirnya,
sistem hukum Eropa Kontinental disebut sebagai sistem hukum Romano-
Germania atau civil law system.1 Sistem hukum Eropa Kontinental kemudian
berkembang di negara-negara Eropa, seperti Prancis, Jerman, Italia, Swiss,
Austria, negara-negara Amerika Latin, Turki, beberapa negara Arab, Afrika
Utara, dan Madagaskar2, dan menyebar pula ke wilayah Asia dibawa oleh
para penjajah, seperti Belanda, yang akhirnya menjadikan Indonesia
menggunakan pula sistem hukum tersebut. Civil law merupakan sistem
hukum yang memanfaatkan kitab undang-undang atau undang-undang
sebagai sumber hukum utama. Hal tersebut tentu memengaruhi karakteristik
berpikir dalam sistem hukum Eropa Kontinental. 3
Pembahasan sejumlah peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan tujuan dan wewenang penerbitan obligasi daerah yang diberlakukan
di wilayah hukum di luar negeri dibutuhkan sebagai referensi untuk
memperoleh perbandingan dan menemukan best practice bagi penerapannya
di wilayah hukum Indonesia. Agar komparasi yang dijabarkan bersifat apple
to apple dan dapat menjadi rujukan bagi daerah provinsi di Indonesia dalam
menerbitkan dan menerapkan obligasi daerah, pilihan negara-negara
1
Munir Fuady. 2007. Perbandingan Ilmu Hukum, Bandung: PT Refika Aditama,
Bandung. Hlm. 32.
2
Peter de Cruz. Op.Cit. Hlm. 37.
3
Peter de Cruz. 1999. Comparative Law in a Changing World, Cavendish Publishing
Limited, London-Sydney. Hlm. 38.
disesuaikan dengan bentuk sistem hukum yang berlaku sama dengan
Indonesia, yakni yang menganut sistem civil law dan dibatasi pada negara
Afrika Selatan, Filipina, dan Polandia.
Dalam sistem hukum Afrika Selatan, penerbitan obligasi daerah diatur
oleh Municipal Finance Management Act (MFMA) No. 56 tahun 2003. Tujuan
penerbitan obligasi daerah adalah untuk mendanai proyek infrastruktur dan
pembangunan yang memiliki dampak langsung pada peningkatan kualitas
hidup masyarakat. Penerbitan obligasi daerah harus melalui proses
persetujuan dari National Treasury dan harus mematuhi peraturan yang telah
ditetapkan, seperti jangka waktu pelunasan, transparansi, dan akuntabilitas
penggunaan dana.
Di Filipina, penerbitan obligasi daerah diatur oleh Local Government
Code (Republic Act No. 7160) dan beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh
Department of Finance dan Bangko Sentral ng Pilipinas. Tujuan penerbitan
obligasi daerah adalah untuk membiayai proyek-proyek pembangunan lokal,
seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pengembangan ekonomi.
Pemerintah daerah harus memperoleh persetujuan dari Departemen
Keuangan dan menjalani proses persyaratan yang ketat sebelum penerbitan
obligasi.
Di Polandia, penerbitan obligasi daerah diatur oleh Undang-Undang
Keuangan Publik dan peraturan perundang-undangan lain yang relevan.
Tujuan penerbitan obligasi daerah adalah untuk mendanai proyek-proyek
pembangunan dan investasi di tingkat lokal. Pemerintah daerah diwajibkan
untuk memperoleh persetujuan dari Kementerian Keuangan dan mematuhi
peraturan yang ada, termasuk transparansi, pelaporan, dan penggunaan
dana yang efisien dan efektif.
Dari ketiga contoh negara di atas, beberapa best practice yang dapat
diadopsi oleh Indonesia dalam penerbitan obligasi daerah meliputi:
1. Adanya persetujuan dari otoritas keuangan nasional untuk memastikan
penerbitan obligasi daerah sesuai dengan kebijakan fiskal nasional dan
tidak menimbulkan risiko yang berlebihan.
2. Transparansi dalam proses penerbitan obligasi daerah, termasuk
penggunaan dana, pelaporan, dan akuntabilitas.
3. Fokus pada proyek-proyek pembangunan yang memiliki dampak
langsung pada peningkatan kualitas hidup masyarakat, seperti
infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pengembangan ekonomi.
Dengan mempelajari dan mengadaptasi best practice dari negara-negara
yang menganut sistem hukum yang sama, Indonesia dapat mengembangkan
peraturan perundang-undangan yang lebih efektif dan efisien untuk
penerbitan obligasi daerah.

3.2.1.1 Sistem Penerbitan Obligasi Daerah di Afrika Selatan


Penerbitan obligasi daerah di Afrika Selatan diatur oleh Undang-
Undang Nasional,4 dan tidak tunduk pada peraturan atau persetujuan di
tingkat provinsi, yaitu The Constitution (1996) dan The Municipal Finance
Management Act (MFMA) (No. 56 of 2003). The Constitution (1996) ayat
(section) 230A menyatakan:5
“(1) Dewan Kota dapat, sesuai dengan undang-undang nasional:
(a)mengumpulkan pinjaman untuk modal atau pengeluaran saat
ini untuk pemerintah kota, tetapi pinjaman untuk pengeluaran
saat ini dapat dinaikkan hanya jika diperlukan untuk tujuan
menjembatani selama tahun fiskal; dan
(b)mengikatkan diri, dan Dewan di masa mendatang dalam
pelaksanaan otoritas legislatif dan eksekutif mengamankan
pinjaman atau investasi untuk pemerintah kota.”

Dengan demikian, The Constitution (1996) membuka ruang hukum yang


luas bagi obligasi daerah, terutama obligasi jangka panjang, digunakan untuk
mendanai investasi pembangunan infrastruktur. Dari pembangunan
infrastruktur yang di antaranya merupakan pelayanan publik yang dikenakan
tarif, dapat disimpulkan, tujuan penerbitan obligasi daerah di Afrika Selatan
dikategorikan yang menghasilkan penerimaan daerah.

4
Chapter 6 of the Municipal Finance Management Act (MFMA), No 56 of 2003.
5
Constitution Of The Republic Of South Africa Nomor. 108 Of 1996, Section 230A
Sementara itu, ketentuan utama dalam Undang-undang Afrika Selatan,
meliputi: 1) wewenang dewan terpilih untuk mengikat pemerintah kota (dan
dewan yang akan datang) untuk membayar utang; 6 2) pembatasan tujuan
pinjaman jangka panjang – pemerintah kota dapat menanggung utang jangka
panjang hanya untuk “pembelanjaan modal atas properti, pabrik atau
peralatan yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah,”
dan dalam keadaan tertentu untuk pembiayaan kembali utang jangka panjang
yang ada;7 3) prosedur untuk memastikan bahwa dewan telah
mempertimbangkan implikasi dari peminjaman (dengan memberi tahu publik
sebelumnya) ialah memberikan kesempatan untuk berkomentar, 8 dan
mengungkapkan semua informasi yang mungkin penting bagi calon pemberi
pinjaman atau investor;9 dan 4) pembatasan mata uang yang dapat dipinjam
(utang kota harus didenominasi dalam South African Rands dan tidak diindeks
ke mata uang asing mana pun). 10 Artinya, secara prosedural, yang
bertanggung jawab atas penerbitan obligasi daerah di Afrika Selatan ialah
pengesahan oleh resolusi dewan kota yang ditandatangani walikota, di mana
perjanjian utang itu sendiri harus ditandatangani oleh petugas akuntan
kotamadya.11 Selanjutnya, salah satu objek yang ditetapkan dalam the
Constitution ayat (section) 152 adalah: “(b) untuk memastikan penyediaan
layanan kepada masyarakat secara berkelanjutan”.
Selain itu, the Constitution ayat (section) 152 menetapkan salah satu
tujuan pemerintah daerah adalah untuk memastikan penyediaan layanan
kepada masyarakat secara berkelanjutan. Artinya, pemerintah kota memiliki
tanggung jawab konstitusional untuk memastikan infrastruktur dan layanan
yang diberikan kepada masyarakat tetap berjalan dengan baik, dan penerbitan
obligasi daerah dapat menjadi salah satu cara untuk memenuhi tanggung
6
Section 230A, Constitution of the Republic of South Africa, 1996, as amended by
the Sixth
Amendment Act of 2001.
7
Ibid., hlm. Section 46 (3), MFMA.
8
Ibid., hlm. Section 49, MFMA.
9
Ibid., hlm. Section 47(a), MFMA.
10
Ibid., hlm. Section 46(2)(a), MFMA.
11
Ibid., hlm. Section 46(2)(b), MFMA.
jawab ini. Secara keseluruhan, ketentuan-ketentuan ini menciptakan kerangka
hukum yang memungkinkan pemerintah kota di Afrika Selatan untuk
mengeluarkan obligasi daerah secara bertanggung jawab, transparan, dan
efektif, dengan memastikan dana yang diperoleh digunakan untuk tujuan yang
bermanfaat bagi masyarakat.
Izin untuk pembiayaan kembali melalui obligasi daerah memberikan
fleksibilitas tambahan bagi pemerintah kota untuk membiayai pembangunan
infrastruktur kota. Ketika pemerintah kota memperoleh izin untuk pembiayaan
kembali, mereka dapat mengumpulkan dana dengan menerbitkan obligasi
daerah baru untuk melunasi atau mengurangi beban dari obligasi daerah yang
ada. Hal ini memungkinkan pemerintah kota untuk mengoptimalkan struktur
utang mereka, menyesuaikan jatuh tempo, dan dalam beberapa kasus,
mengurangi biaya bunga.
Pembiayaan kembali dapat membantu pemerintah kota untuk
mengurangi biaya bunga. Ketika suku bunga pasar menurun, pemerintah kota
dapat memanfaatkan pembiayaan kembali untuk mengganti obligasi daerah
yang memiliki tingkat bunga lebih tinggi dengan obligasi baru yang memiliki
tingkat bunga lebih rendah, sehingga mengurangi biaya bunga secara
keseluruhan.
Menyesuaikan jatuh tempo: pembiayaan kembali memungkinkan
pemerintah kota untuk menyesuaikan jatuh tempo utang mereka sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan mereka. Misalnya, jika pemerintah kota
menghadapi kesulitan dalam melunasi utang yang akan jatuh tempo, mereka
dapat menggunakan pembiayaan kembali untuk menggantikan utang tersebut
dengan utang baru yang memiliki jatuh tempo lebih lama.
Meningkatkan likuiditas: pembiayaan kembali dapat membantu
pemerintah kota meningkatkan likuiditas mereka dengan mengurangi beban
pembayaran bunga dan pokok utang jangka pendek, sehingga memberikan
lebih banyak dana untuk digunakan dalam proyek pembangunan infrastruktur
kota.
Mengoptimalkan struktur utang: pemerintah kota dapat menggunakan
pembiayaan kembali untuk mengoptimalkan struktur utang mereka dengan
menggabungkan beberapa obligasi daerah yang ada menjadi satu obligasi baru
dengan syarat dan ketentuan yang lebih menguntungkan. Dengan demikian,
izin untuk pembiayaan kembali memberi lebih banyak fleksibilitas tambahan
bagi pemeintah kota untuk mengelola utang mereka secara efektif dan
memastikan dana yang diperoleh digunakan secara optimal untuk
pembangunan infrastruktur kota.
Kotamadya di Afrika Selatan memiliki wewenang dan fungsi yang luas
sehubungan dengan fasilitas umum lokal, meliputi perencanaan penggunaan
lahan, penerangan jalan dan jalan, transportasi umum, penyediaan layanan air
dan sanitasi, drainase badai, pembuangan limbah padat, distribusi listrik, dan
lain-lain.12 Semua kotamadya memiliki keleluasaan yang besar atas tarif
properti dan tarif air dan listrik, serta bagian yang adil yang dijamin secara
konstitusional dari pendapatan yang diperoleh secara nasional. 13
Sesungguhnya kondisi tersebut di atas merupakan titik awal yang baik bagi
pasar obligasi daerah, tetapi belum cukup terbukti.
Lebih lanjut, Ayat (Section) 48 mengatur kapan dan bagaimana
memberikan “Keamanan”:14
“(1) Kotamadya dapat, dengan keputusan dewan, menyediakan
keamanan untuk—
(a) setiap kewajiban utangnya;
(b) setiap kewajiban utang dari badan kota di bawah kontrol
sendiri; atau”
(c) kewajiban kontrak kotamadya yang dilakukan sehubungan
dengan pengeluaran modal oleh orang lain atas properti,
pabrik atau peralatan yang akan digunakan oleh kotamadya
atau orang lain tersebut untuk mencapai tujuan pemerintah
daerah menurut Pasal 152.”
(2) Pemerintah kota sebagaimana yang dimaksud dalam subsection
(1) dapat menyediakan keamanan yang layak, termasuk oleh—
12
The OECD has characterized South Africa as a unitary state with federal
tendencies.
https://www.oecd.org/regional/regional-policy/profile-South-Africa.pdf
13
Constitution of South Africa, Section 214.
14
Local Government Municipal Finance Management ACT 2003, Section 48(1) dan
48(2)
(a) memberikan hak gadai, atau pledging, menggadaikan,
menyerahkan atau menghipotekkan, suatu aset atau hak,
atau memberikan jaminan dalam bentuk apapun; …”

Berdasarkan Pasal 230A Konstitusi Afrika Selatan (1996) dan


ketentuan dalam Municipal Finance Management Act (MFMA) No. 56 tahun
2003, pemerintah kota diizinkan untuk mengumpulkan pinjaman, termasuk
melalui penerbitan obligasi daerah, untuk memenuhi kebutuhan modal dan
pengeluaran saat ini. Dalam proses ini, pemerintah kota juga diizinkan untuk
mengikat dewan masa depan guna membayar utang yang timbul dari
pinjaman tersebut.
Dengan mengikat pemerintah kota dan dewan yang akan datang
untuk membayar utang, pemberi pinjaman mendapatkan keamanan dan
keyakinan bahwa kewajiban pembayaran akan dipenuhi. Hal ini menciptakan
lingkungan yang lebih aman bagi pemberi pinjaman dan meningkatkan
kepercayaan investor terhadap instrumen keuangan seperti obligasi daerah.
Selain itu, pemerintah kota juga diharapkan mematuhi peraturan yang ada
dalam MFMA, seperti transparansi, akuntabilitas, dan penggunaan dana yang
efisien dan efektif, sehingga memastikan keberlanjutan fiskal dan kestabilan
ekonomi.
Selain persyaratan pencatatan di Johannesburg Stock Exchange (JSE),
Undang-Undang Nasional mewajibkan adanya pengungkapan. Terdapat dua
persyaratan terpisah dan kegagalan mematuhi yang dapat menimbulkan
konsekuensi serius bagi individu yang terlibat. Pertama, sebelum ada utang,
kotamadya harus mengumumkan pernyataan informasi yang menjelaskan
rincian utang yang diusulkan dan jaminan yang akan diberikan, serta harus
mengundang publik dan perbendaharaan provinsi dan nasional untuk
berkomentar.15 Kedua, “[s]eorang yang terlibat dalam peminjaman dana oleh
pemerintah kota, saat berinteraksi dengan calon pemberi pinjaman atau saat
menyiapkan dokumentasi untuk dipertimbangkan oleh calon investor, harus:
(a) mengungkapkan semua informasi yang dimiliki orang tersebut atau
15
Op,cit., MFMA Section 46.
sepengetahuan orang tersebut yang mungkin penting bagi keputusan calon
pemberi pinjaman atau investor tersebut; dan (b) berhati-hati untuk
memastikan akurasi informasi yang diungkapkan.” 16 Secara menyeluruh,
persyaratan pengungkapan ini menciptakan lingkungan yang lebih
transparan, akuntabel, dan bertanggung jawab dalam proses penerbitan
obligasi daerah di Afrika Selatan. Hal tersebut penting untuk membangun
kepercayaan investor, melindungi kepentingan publik, dan memastikan
bahwa pemerintah kota menggunakan dana yang diperoleh melalui obligasi
daerah secara efektif dan efisien untuk kepentingan masyarakat.
Pada tahun 1998, Departemen Keuangan/Perbendaharaan Nasional
(National Treasury/NT) Afrika Selatan menerbitkan dokumen Kerangka
Kebijakan untuk Pinjaman Kota dan Keadaan Darurat Keuangan (Policy
Framework for Municipal Borrowing and Financial Emergencies/PFMBFE)
yang memiliki empat tujuan utama, yaitu: 17
1. Untuk lebih mengembangkan kerangka hukum yang relevan;
2. Memperjelas dan mengoptimalkan kewenangan dan fungsi pinjaman
kota;
3. Untuk meningkatkan kesehatan keuangan dan penyampaian layanan
oleh pemerintah kota;
4. Untuk mengatasi stagnansi awal pasar utang kota.

Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas, dalam hal menilai


persyaratan yang lebih terkait dengan kemampuan keuangan pemerintah
daerah dalam hal pinjaman kota, departemen keuangan/perbendahaaran
nasional (national treasury) Afrika Selatan memiliki wewenang untuk itu
dalam bentuk menerbitkan dokumen Kerangka Kebijakan untuk Pinjaman
Kota dan Keadaan Darurat Keuangan (Policy Framework for Municipal
Borrowing and Financial Emergencies/PFMBFE).

16
Op.cit., MFMA Section 49.
17
Juergen Goebel. 2017. Municipal Bonds for Infrastructure Development in South Africa.
Paper of South African Local Government Association (SALGA) and Deutsche Gesselschaft fur
Internationale Zusammebenarbeit (GIZ) GmbH.
Untuk memberi panduan lebih lanjut, PFMBFE kemudian memberikan
rekomendasi untuk empat pertanyaan utama. Kerangka kebijakan ini
terutama membahas empat pertanyaan, sebagai berikut: 18
1. Entitas kota mana yang boleh menerbitkan utang?
PFMBFE menyatakan, pembuat undang-undang tidak dibenarkan untuk
mengklasifikasi kota serta memberi mereka batasan yang berbeda
tentang bagaimana dan berapa besar mereka diizinkan untuk
meminjam, dengan alasan:
a. Kotamadya di Afrika Selatan belum mendekati batas wajar
peminjaman. Kekurangan pinjaman terjadi pada masalah umum.
b. Kota tidak perlu berkecil hati untuk meningkatkan kelayakan kredit
mereka dikarenakan klasifikasi yang tidak memadai yang dibuat oleh
pembuat undang-undang.
c. Dalam kondisi pasar yang baik, khususnya yang bertransparansi tinggi
(potensial), pemberi pinjaman lebih bisa dan mau menentukan batas
yang tepat bagi pinjaman kota.
2. Bagaimana seharusnya kekuasaan dalam pinjaman kota didistribusikan,
baik di antara entitas pemerintah maupun penerbit?
PFMBFE akan memberikan tanggung jawab utama pinjaman kota
kepada dewan kota dengan alasan:
a. Penetapan tersebut paling sesuai dengan kerangka fiskal umum
Afrika Selatan dengan prinsip kesetaraan fiskal.
b. Prinsip ini menghindari pemberi pinjaman menarik entitas
pemerintah lain ke dalam tanggung jawab.
3. Jenis utang apa yang harus dikeluarkan oleh kotamadya?
Sebagai prinsip dasar, PFMBFE mendukung ruang bebas yang maksimal
pada kota peminjam untuk merancang kontrak yang paling sesuai
dengan kebutuhan mereka, tetapi pembatasan-pembatasan harus
diberikan, khususnya berkaitan dengan penjaminan:
a. Aset yang membantu menyediakan layanan dasar;

18
Ibid.
b. Arus pendapatan yang dibutuhkan untuk menyediakan layanan
dasar.
4. Berapa besar pinjaman yang harus diizinkan oleh pemerintah kota?
PFMBFE menentang gagasan untuk memperkenalkan batas utang tetap
yang sah untuk pemerintah kota dengan argumen, sebagai berikut:
a. Kotamadya sangat beragam dalam hal kondisi keuangan dan
kebutuhannya.
b. Secara teoretis sangat sulit untuk membenarkan seperangkat aturan
dan nilai batas utang tertentu.
c. Secara praktis sangat sulit menerapkan seperangkat aturan dan nilai
seperti itu.
d. Akan mudah bagi kotamadya untuk mengelak dari peraturan
tersebut dan memanipulasi nilai-nilai.
e. Pemberi pinjaman mungkin berada dalam posisi yang lebih baik dan
insentif yang lebih baik (tentang dana mereka sendiri) untuk
menetapkan batas utang yang tepat untuk kotamadya.
Dari uraian di atas, artinya, secara menyeluruh PFMBFE
tampaknya didukung oleh semangat optimisme pasar, tetapi memerlukan
transparansi yang tinggi serta fasilitas yang adil dan efisien agar pasar
modal dapat berjalan dengan baik. Kondisi ini mungkin perlu dipandu
oleh pembuatan undang-undang yang mendukung. 19 Dengan demikian,
penerbitan obligasi daerah di Afrika Selatan dapat ditingkatkan, antara
lain dengan mempertimbangkan karakteristik khusus obligasi yang
terletak pada standardisasinya. Standardisasi membantu membuat
instrumen investasi ini dapat diperdagangkan dan ciri-ciri khusus obligasi
daerah dibuat berdasarkan atas status khusus penerbitnya sebagai badan
publik lokal. Sebagai standar pada tingkat dasar, ada proses panjang
yang melibatkan banyak pemain yang mengarah pada penerbitan obligasi
daerah.

19
NT telah berencana untuk merevisi PFMBFE dengan pendampingan “Urban Finance Working
Group”.
Bagi penerbit, dua keuntungan utama pinjaman obligasi adalah: 20
1. Memungkinkan mereka untuk menangani spektrum kreditur yang
lebih luas;
2. Membuat mereka lebih mandiri.
Sementara dua kemungkinan kelemahan utama, meliputi:
1. Menawarkan lebih sedikit fleksibilitas dalam syarat dan ketentuan;
2. Menimbulkan biaya transaksi yang lebih tinggi. Bagaimana
keuntungan dan kerugian potensial ini akan menjadi nyata,
tergantung khususnya pada regulasi pasar dan kapasitas peminjam.
Dengan demikian, dari seluruh uraian di atas dapat ditegaskan
bahwa undang-undang utama yang mengatur peminjaman obligasi
daerah di Afrika Selatan adalah MFMA. Secara menyeluruh, MFMA
membuka ruang hukum yang cukup luas bagi pemerintah kota untuk
menerbitkan dan menggunakan obligasi daerah. Sejauh ini, baru tiga
kotamadya yang telah menerbitkan obligasi jangka panjang, yaitu CPT
(Cape Town), JHB (Johannesburg), dan TSH (Pretoria). Hasil yang paling
menarik dalam konteks ini adalah:21
1. Johannesburg secara absolut memiliki jumlah utang tertinggi dalam
jangka panjang obligasi (R 6 475 667).
2. Cape Town memiliki porsi obligasi tertinggi secara total utang
(63,4%).
3. Pretoria membayar suku bunga rata-rata terendah (9,52%).
Masih sedikitnya penggunaan obligasi daerah di Afrika Selatan
saat ini berkesan agak tidak meyakinkan sehingga sulit ditafsirkan,
padahal di sisi lain kondisi infrastruktur menjadi elemen penting yang
menandai kemampuan pemerintah kota di negara ini dalam memberi
layanan publik. Secara umum, banyak pemerintah kota yang belum
memenuhi persyaratan MFMA, undang-undang sistem kota, dan undang-
undang lain yang mengharuskan mereka untuk memastikan ketentuan

20
Juergen Juergen Goebel. Op. Cit.
21
Juergen Goebel. Op. Cit.
yang memadai dibuat untuk pemeliharaan jangka panjang aset
22
infrastruktur mereka. Oleh sebab itu, untuk mengatasi tantangan serta
meningkatkan penggunaan obligasi daerah di Afrika Selatan dan
kapasitas institusional, pemerintah kota perlu diberi dukungan untuk
membangun kapasitas mereka dalam mengelola proses penerbitan
obligasi daerah. Hal tersebut mencakup pelatihan, bantuan teknis, dan
pertukaran pengetahuan dengan pemerintah kota lain yang memiliki
pengalaman dalam penerbitan obligasi daerah.
Untuk itu, indikator yang lebih berorientasi pada pembangunan
sosial jangka panjang mungkin akan kehilangan aspek pentingnya,
sehingga pemerintah kota perlu merealisasikan rekomendasi, sebagai
berikut:23
1. Meningkatkan kapasitas mereka dalam mengelola obligasi. Pinjaman
obligasi menciptakan pemain, aturan, prosedur, opsi, dan dinamika
yang harus ditangani secara khusus.
2. Mengembangkan dan mempresentasikan proyek infrastruktur yang
memadai agar proyek tersebut lebih terstandardisasi, tidak rumit,
tidak terlalu berisiko, dan lebih menguntungkan.
3. Lebih berorientasi global dalam kebijakan pembangunan karena hal
itu biasanya yang diharapkan oleh kreditor internasional.
4. Lebih berhati-hati dalam kebijakan komunikasi sejak pasar modal
global sangat sensitif, responsif, dan rentan terhadap bias.
5. Memerlukan dukungan eksternal:
a. untuk menyempurnakan aturan pasar obligasi dan persyaratan
lain;
b. untuk mendapatkan informasi yang relevan;
c. untuk mengembangkan kapasitas yang diperlukan;
d. untuk melindungi dari penyalahgunaan, baik disengaja maupun
yang tidak disengaja.

22
Palesa Shipalana. 2020. Exploring Pooled Finance for South Africa. Policy Insight. Hlm. 11.
23
Juergen Juergen Goebel. Op. Cit.
Kotamadya di Afrika Selatan memiliki tanggung jawab dan otonomi
yang besar. 257 kotamadya mempunyai kekuasaan dan fungsi yang luas
yang diatur secara konstitusional, bertanggung jawab atas regulasi
penggunaan lahan lokal, dan mayoritas bertanggung jawab atas
perencanaan, pembangunan, pengoperasian, serta pemeliharaan
infrastruktur lokal. Kekuasaan kotamadya tidak bergantung pada undang-
undang provinsi atau transfer fiskal. Kota-kota terbesar di Afrika Selatan
memiliki ekonomi yang kuat dan basis sumber pendapatan sendiri. Instrumen
pendapatan resmi kotamadya, terutama berupa pajak properti dan tarif atas
air dan listrik, plus dana transfer dari pemerintah nasional, dialokasikan
untuk memenuhi tanggung jawab fungsional kotamadya. Kondisi tersebut
pada prinsipnya menjadi dasar yang kuat untuk melakukan pinjaman sebagai
investasi untuk pembangunan infrastruktur kota. 24 Dengan kekuasaan dan
fungsi yang luas, mereka memiliki potensi untuk memanfaatkan instrumen
pendapatan resmi, seperti pajak properti, tarif atas air dan listrik, serta dana
transfer dari pemerintah nasional untuk membiayai kebutuhan infrastruktur
mereka.
Kota-kota besar di Afrika Selatan dengan ekonomi yang kuat dan
basis sumber pendapatan sendiri memiliki kemampuan lebih besar untuk
mengeksplorasi opsi pembiayaan alternatif, seperti penerbitan obligasi
daerah, untuk mendukung pembangunan infrastruktur kota. Pinjaman ini
dapat digunakan untuk investasi dalam proyek-proyek infrastruktur, seperti
pembangunan jalan, fasilitas air dan sanitasi, pembangunan rumah, dan
pengembangan sektor energi. Oleh karena itu, penerapan obligasi daerah di
Afrika Selatan bisa menjadi contoh bagi negara-negara lain, termasuk
Indonesia, dalam upaya membiayai pembangunan infrastruktur lokal melalui
pendekatan yang lebih otonom dan tanggung jawab fiskal yang baik.
Afrika Selatan memiliki satu perangkat hukum nasional yang berlaku
untuk semua kota, dan sebagian besar kota mempunyai fungsi yang sama di
seluruh negeri. Berdasarkan kualifikasi (kecuali delapan kota metropolitan
24
Matt Glasser. 2020. Municipal Bonds in Three Countries: India, South Africa, and The United
States. Journal of Comparative Urban Law and Policy. Vol. 4.
besar), fungsi pemerintah daerah terbagi atas dua tingkat, yaitu kota lokal
yang relatif compact dan kota kabupaten yang lebih besar (masing-masing
mencakup beberapa kabupaten/kota setempat). Afrika Selatan tidak memiliki
otoritas paralel yang bertanggung jawab atas investasi untuk pembangunan
infrastruktur kendati beberapa fungsi dapat diatur sebagai badan usaha milik
kota.25
Struktur pemerintahan di Afrika Selatan mencakup tiga tingkatan:
nasional, provinsi, dan lokal. Pemerintah lokal, yang terdiri atas kota-kota
lokal dan kabupaten, memiliki peran penting dalam pengelolaan infrastruktur
dan penyediaan layanan publik. Dengan adanya satu perangkat hukum
nasional yang berlaku untuk semua kota, sistem ini memastikan kota-kota di
seluruh negeri memiliki akses yang sama terhadap pedoman dan peraturan
yang mengatur pengelolaan infrastruktur dan layanan.
Meskipun ada delapan kota metropolitan besar yang memiliki otonomi
yang lebih besar, sistem pemerintahan daerah yang terbagi menjadi kota
lokal dan kabupaten memungkinkan pendekatan yang lebih terstruktur dan
efisien dalam pengelolaan sumber daya dan proyek infrastruktur. Dalam
sistem ini, kota lokal bertanggung jawab untuk menyediakan layanan dasar,
seperti perumahan, sanitasi, dan pengelolaan sampah, sedangkan kota
kabupaten lebih fokus pada pengaturan penggunaan lahan dan perencanaan
pembangunan regional.
Afrika Selatan tidak memiliki otoritas paralel yang bertanggung jawab
atas investasi pembangunan infrastruktur, tetapi beberapa fungsi dapat
diatur sebagai badan usaha milik kota (BUMK). BUMK ini beroperasi sebagai
entitas yang terpisah dari pemerintah kota dan memiliki mandat khusus
untuk mengelola dan mengembangkan aset tertentu atau layanan
infrastruktur. Misalnya, perusahaan listrik milik kota yang bertanggung jawab
atas penyediaan dan distribusi listrik atau perusahaan air yang mengelola
sistem air dan sanitasi.

25
Ibid.
Dengan demikian, sistem pemerintahan daerah di Afrika Selatan
memungkinkan pembagian tanggung jawab secara efisien dan jelas dalam
pengelolaan infrastruktur, sehingga pemerintah lokal dan kabupaten dapat
bekerja sama untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Meskipun ada kemungkinan pinjaman melalui transfer


antarpemerintah dan bagi hasil di masa depan, pendapatan asli yang
dikumpulkan oleh pemerintah daerah dari penduduk dan bisnis tampaknya
menjadi kunci untuk melunasi kewajiban utang secara berkelanjutan. Semua
kota di Afrika Selatan mempunyai instrumen sumber pendapatan sendiri
resmi yang sama, seperti pajak, fee, dan charge.26 Sejatinya, tarif yang
dikenakan pada pengguna dapat mendukung obligasi daerah untuk
membiayai infrastruktur,27 tetapi secara umum, di Afrika Selatan, charge
yang dikenakan pada pengguna untuk layanan air, sanitasi, dan listrik tidak
mencukupi untuk menutupi biaya operasional. Surplus pendapatan jarang
terjadi sehingga menjadi penghalang utama bagi pasar obligasi daerah yang
berkelanjutan.
Kesulitan dalam menciptakan pasar obligasi daerah yang
berkelanjutan di Afrika Selatan sebagian besar disebabkan oleh
ketidakcukupan pendapatan asli yang dikumpulkan oleh pemerintah daerah
dari penduduk dan bisnis. Pendapatan ini sangat penting untuk melunasi
kewajiban utang secara berkelanjutan dan mendukung proyek infrastruktur
yang dibiayai oleh obligasi daerah.
Pajak, tarif, dan biaya yang dikenakan pada pengguna layanan,
seperti air, sanitasi, dan listrik sering kali tidak mencukupi untuk menutupi
biaya operasional. Akibatnya, pemerintah daerah mengalami kesulitan dalam
menghasilkan surplus pendapatan yang dapat digunakan untuk melunasi
utang dan mendukung proyek infrastruktur baru.

26
Ibid.
27
Lihat See Ebel, R.D. & Wang, Y. 2018, User Charges to Fund State and Local Infrastructure
Services, Federal Reserve Bank of St Louis, St. Louis.
Untuk mengatasi masalah tersebut dan menciptakan pasar obligasi
daerah yang berkelanjutan, pemerintah daerah di Afrika Selatan perlu
mengkaji ulang struktur pajak dan tarif mereka serta mempertimbangkan
langkah-langkah berikut:
1. Meninjau kembali tarif dan biaya yang dikenakan untuk layanan air,
sanitasi, dan listrik agar mencerminkan biaya operasional yang
sebenarnya dan menciptakan surplus pendapatan yang dapat digunakan
untuk melunasi utang dan mendanai proyek infrastruktur.
2. Meningkatkan efisiensi pengumpulan pajak dan penagihan tarif layanan
dengan memperkenalkan teknologi baru dan sistem manajemen data
yang lebih baik.
3. Mengoptimalkan alokasi dana transfer antarpemerintah dan pendapatan
bagi hasil untuk memastikan pemerintah daerah memiliki sumber
pendanaan yang cukup untuk melunasi utang dan mendukung proyek
infrastruktur.
4. Mendorong pemerintah daerah untuk mengadopsi praktik pengelolaan
keuangan yang baik, termasuk perencanaan anggaran yang lebih baik,
pengawasan, dan pelaporan.
Dengan menerapkan langkah-langkah tersebut, pemerintah daerah
di Afrika Selatan dapat menciptakan kondisi yang lebih menguntungkan
untuk pasar obligasi daerah yang berkelanjutan dan memastikan proyek
infrastruktur yang penting dapat dibiayai secara efisien dan efektif.
Memang benar bahwa pasar obligasi daerah di Afrika Selatan masih
relatif kecil dan belum sepenuhnya dimanfaatkan. Hanya sejumlah kecil
kotamadya yang telah menerbitkan obligasi daerah sejak era demokrasi
dimulai pada tahun 1994. Faktor yang mungkin memengaruhi hal ini
termasuk ketidakcukupan pendapatan asli yang dikumpulkan oleh
pemerintah daerah, serta ketimpangan ekonomi antara daerah perkotaan
dan pedesaan yang memengaruhi kemampuan berbagai kotamadya untuk
mengakses pasar obligasi.
Meskipun pasar obligasi daerah di Afrika Selatan masih kecil
dibandingkan dengan pinjaman langsung, ada potensi untuk pertumbuhan
berkelanjutan di pasar tersebut. Berdasarkan perbandingan dengan PDB per
kapita, pasar obligasi daerah dan utang kota masih memiliki ruang yang
signifikan untuk ekspansi. Untuk mewujudkan potensi ini, pemerintah Afrika
Selatan perlu mengatasi beberapa tantangan, termasuk:
1. Mengurangi ketimpangan ekonomi antara kota-kota serta antara daerah
perkotaan dan pedesaan. Hal tersebut akan menciptakan basis
pendapatan yang lebih merata di seluruh kotamadya dan
memungkinkan lebih banyak kota untuk mengakses pasar obligasi.
2. Meningkatkan pengumpulan pendapatan asli oleh pemerintah daerah,
sehingga akan memperkuat kemampuan kotamadya untuk melunasi
utang dan mendanai proyek infrastruktur.
3. Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang manfaat penerbitan
obligasi daerah bagi pemerintah kota, mencakup kampanye pendidikan
dan penyuluhan, serta peningkatan dukungan teknis dan keuangan bagi
pemerintah kota yang ingin menerbitkan obligasi.
4. Meningkatkan stabilitas ekonomi dan kebijakan makroekonomi yang
kondusif untuk pertumbuhan pasar obligasi, termasuk menjaga tingkat
inflasi yang rendah dan stabil, serta kebijakan fiskal yang sehat.
Dengan mengatasi tantangan ini, Afrika Selatan dapat membuka
potensi pasar obligasi daerah dan memberikan pemerintah kota lebih banyak
pilihan untuk mendanai pembangunan infrastruktur dan proyek-proyek
penting lain.
53 dari total 267 kotamadya di Afrika Selatan merupakan penerbit
obligasi yang potensial. Kotamadya Afrika Selatan mencakup daerah
perkotaan dan pedesaan dalam berbagai proporsi. 28 Ada banyak
ketimpangan ekonomi antarkota, dan banyak kota di daerah pedesaan tidak
memiliki basis pendapatan asli yang substansial. Kendati tidak ada hambatan
hukum untuk penerbitan obligasi daerah oleh kota-kota miskin, jumlah
28
Provinsi-provinsi di Afrika Selatan hanya memiliki sedikit kewenangan atas kotamadya, dan
tanggung jawab infrastruktur provinsi sebagian besar berada di sektor kesehatan dan pendidikan.
penerbit obligasi daerah yang potensial hanya mencakup delapan kota
metropolitan Kategori A; 19 kota Kategori B1 (menampung kota-kota
sekunder); dan 26 kota Kategori B2 (berisi kota-kota besar). Dari 53 calon
emiten obligasi tersebut, tercatat baru empat kota yang benar-benar
menerbitkan obligasi daerah sejak era demokrasi yang dimulai pada tahun
1994. Pasar obligasi daerah di Afrika Selatan mencapai sekitar US$1,3 miliar 29
dari total pasar sekuritas utang sekitar US$234 miliar. 30 Perlu dicatat bahwa
pasar obligasi daerah terus kehilangan pijakan untuk pinjaman langsung
dengan pinjaman jangka panjang kepada pemerintah kota kini senilai
US$3,62 miliar. Utang obligasi kota Afrika Selatan mencapai sekitar US$22
per kapita, tetapi ini dilengkapi dengan utang pinjaman sekitar US$62.
Gabungan pinjaman kota dan utang obligasi bahkan hanya meraih 1,3% dari
PDB per kapita Afrika Selatan. 31 Dengan demikian, dari perspektif tersebut,
terdapat ruang yang signifikan untuk ekspansi berkelanjutan di pasar obligasi
dan utang kota di Afrika Selatan.
Pada umumnya, kotamadya besar (disebut sebagai metro) memiliki
sumber pendapatan sendiri yang kuat dan memberi kontribusi hampir 90%
dari total pendapatan mereka. Bahkan plus hibah infrastruktur dari
pemerintah pusat ke metro meningkat hampir enam kali lipat selama periode
sepuluh tahun (2006-2016).32 Delapan metro memang memiliki kapasitas
pinjaman yang besar, tetapi di sisi lain mereka juga memiliki insentif terbatas
untuk meminjam mengingat transfer modal besar yang mereka lakukan telah
diterima dalam beberapa tahun terakhir. Metro Afrika Selatan, dan banyak
kotamadya kota sekunder, memiliki pendapatan dan instrumen pendapatan
yang layak kredit jika mereka mengelola urusan fiskal secara hati-hati dan
disiplin. Namun, potensi tersebut telah diterjemahkan ke dalam pertumbuhan
permintaan real untuk modal investasi jangka panjang.
29
South African National Treasury, Municipal Borrowing Bulletin, Issue 14, September 2019.
30
https://www.resbank.co.za/Lists/News%20and%20Publications/Attachments/
9632/07Statistical
%20tables%20–%20Capital%20Market.pdf
31
Matt Glasser. Op. Cit. Hlm. 116.
32
South African National Treasury, Municipal Borrowing Bulletin, Issue 2, September 2016,
Figure 8.
Obligasi Daerah yang Diterbitkan di Afrika Selatan (1998-2019)
Number of issues 24
Smallest bond issue US $60.1 million
Largest issue US $287.8 million
Catatan: Setara USD dihitung pada tanggal penerbitan.

Berdasarkan data tahun 1998-2019, terdapat 24 penerbitan obligasi


daerah di Afrika Selatan. Penerbitan ini bervariasi dalam ukuran, mulai dari
yang terkecil senilai US$ 60,1 juta hingga yang terbesar senilai US$ 287,8
juta. Data tersebut menunjukkan, pemerintah kota di Afrika Selatan telah
mengandalkan pasar obligasi daerah untuk membiayai proyek-proyek
infrastruktur dan pengeluaran penting lain.
Obligasi daerah merupakan instrumen keuangan yang penting bagi
pemerintah daerah, karena mereka memungkinkan pemerintah kota untuk
mengumpulkan dana yang diperlukan untuk membiayai proyek dan
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat. Penerbitan obligasi daerah di
Afrika Selatan selama periode ini mencerminkan pemanfaatan instrumen
tersebut oleh pemerintah kota sebagai sumber pendanaan yang efektif dan
berkelanjutan.
Dalam mengeluarkan obligasi daerah, pemerintah kota di Afrika
Selatan harus mematuhi peraturan dan persyaratan yang ditetapkan dalam
Konstitusi, Municipal Finance Management Act (MFMA) No. 56 tahun 2003,
serta peraturan pencatatan di Johannesburg Stock Exchange (JSE).
Kepatuhan terhadap peraturan ini membantu memastikan transparansi,
akuntabilitas, dan keberlanjutan fiskal dalam pengelolaan keuangan
pemerintah kota dan penerbitan obligasi daerah. Obligasi daerah yang
diterbitkan oleh pemerintah daerah di Afrika Selatan sebagai revenue bond
dapat menjadi instrumen investasi yang menarik bagi investor yang mencari
peluang investasi dengan dampak sosial dan ekonomi positif serta potensi
pendapatan yang cukup. Namun, penting bagi investor untuk menilai risiko
terkait dan melakukan penelitian yang menyeluruh sebelum berinvestasi.
Dengan demikian, obligasi daerah yang diterbitkan oleh pemerintah daerah
di Afrika Selatan sebagai revenue bond dapat menjadi contoh bagi
pemerintah daerah di Indonesia dalam menerbitkan obligasi daerah. Sebagai
instrumen investasi yang memiliki dampak sosial dan ekonomi positif serta
potensi pendapatan yang cukup, ini dapat menarik minat investor.

3.2.1.2 Sistem Penerbitan Obligasi Daerah di Filipina


Filipina memiliki histori panjang terkait desentralisasi fiskal yang
melibatkan dua undang-undang yang menetapkan kebijakan secara
menyeluruh tentang otonomi lokal, serta kurang lebih empat undang-
undang pemerintah daerah utama yang mendorong terjadinya perubahan
tata kelola politik dan fiskal di negara tersebut dalam lima dekade
terakhir. Pada tahun 1959, Decentralization Act of 1967 33 memberdayakan
pemerintah daerah selama era pascaperang dengan mengatur ulang
provinsi dan meningkatkan otonomi lokal mereka. Decentralization Act of
196734 memberikan kekuasaan otonomi yang lebih luas kepada pemerintah
daerah dengan pemberdayaan di sektor penyuluhan pertanian lapangan
dan kesehatan pedesaan, atau melengkapi program atau layanan
nasional yang ada di wilayah yurisdiksi masing-masing.
Berdasarkan 1973 Constitution, pemerintah daerah diberikan
kekuasaan untuk menciptakan sumber pendapatan sendiri, untuk
memungut pajak, dan tunduk pada batasan-batasan yang ditentukan
oleh undang-undang.35 Selanjutnya, Local Government Code of 1983 (LGC
of 1983)36 diterbitkan di bawah rezim darurat militer dan membuka
jalan diterbitkannya beberapa Presidential Decrees (PDs) tentang peran
dan kewenangan pemerintah daerah. Antara lain, (i) PD No. 1741 untuk
33
RA No. 2264, dated 19 June 1959: An Act Amending the Laws Governing Local Governments
by Increasing their Autonomy and Reorganizing Provincial Governments.
34
RA No. 5185, dated 12 September 1967: An Act Granting Further Autonomous Powers to
Local Governments.
35
Section 5 of Article XI of the 1973 Constitution.
36
Batas Pambansa Blg. 337, dated 10 February 1983: An Act Enacting a Local Government
Code.
alokasi pendapatan dalam negeri untuk pemerintah daerah; (ii) PD No.
231 yang mengatur kode pajak daerah untuk provinsi, kota,
kotamadya, dan kabupaten; (iii) PD No. 752 yang menetapkan
pembiayaan kredit daerah; dan (iv) PD No. 1375 yang menugaskan
fungsi administrasi anggaran pemerintah daerah kepada Budget
Commission.
Berlandaskan atas 1987 Constitution yang baru, Article X
mendefinisikan kekuasaan, fungsi dan tanggung jawab yang luas pada
provinsi, kota, kotamadya, dan desa atau barangay, termasuk daerah
otonom, di mana semuanya disebut sebagai Local Government Unit (LGU)
di Filipina. Pemerintah daerah berperan sebagai subdivisi teritorial dan
politik negara, dan diizinkan untuk memanfaatkan otonomi lokal. Melalui
konstitusi yang sama, terbuka jalan pula bagi pemberlakuan LGC untuk
“memberikan layanan yang lebih responsif dan struktur pemerintah
daerah akuntabel yang dilembagakan melalui sistem desentralisasi
dengan mekanisme penarikan kembali, inisiatif, dan referendum yang
efektif, pengalokasian kekuasaan, tanggung jawab, dan sumber daya
mereka di antara unit-unit pemerintah daerah yang berbeda, serta
menyediakan kualifikasi, pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian,
masa jabatan, gaji, wewenang dan fungsi serta tugas pejabat lokal,
dan semua hal lain terkait organisasi dan operasi unit lokal.” 37
Lahirnya kebijakan pemerintah yang mengizinkan pinjaman dalam
negeri sebagai alat pembiayaan pemerintah daerah mulai berlaku pada
tahun 1975 ketika Presiden Marcos menandatangani PD No. 752 yang
dikenal juga sebagai "Decree on Credit Financing for Local Governments."
Atas dasar keputusan tersebut, negara mengadopsi kebijakan dasar
bahwa “setiap pemerintah daerah dapat memanfaatkan fasilitas kredit
dan mengambil pinjaman hanya jika dana lokal tidak mencukupi bagi
pembiayaian tuntutan, penyelesaian, perluasan, operasi, serta
pemeliharaan infrastruktur daerah dan proyek pembangunan sosial
37
Niño Raymond B. Alvina. 2019. Credit Financing for Local Development: The Subnational
Debt in the Philippines. ADBI Working Paper Series, No. 966. Hlm. 6.
ekonomi lain.”38 Kondisi tersebut bersumber dari pengakuan negara yang
menyatakan, pembiayaan kredit, baik dalam jangka waktu yang wajar
maupun moderat, telah menambah jatah nasional dan kekuatan pajak
pemerintah daerah yang tidak mencukupi untuk melaksanakan proyek
infrastruktur dan pembangunan prioritas secara tepat waktu dan segera
demi memacu pertumbuhan pembangunan sosial ekonomi.
Selain itu, pemerintah daerah juga dapat menggunakan sumber
pembiayaan nontradisional, seperti pinjaman, obligasi, usaha patungan,
dan kemitraan publik-swasta, yang di antaranya digunakan sebagai
bagian dari strategi mereka dalam upaya memobilisasi sumber daya
serta pembiayaan proyek jangka menengah dan panjang. 39 Adapun skema
pembiayaan kredit yang disahkan untuk pemerintah daerah dalam PD No.
752 meliputi:
(i) pinjaman dalam negeri, kredit, dan bentuk utang lain dengan
lembaga pemberi pinjaman nasional; (ii) skema pembiayaan pembayaran
yang ditangguhkan di bawah pemasok rencana kredit atau pembayaran yang
ditangguhkan; (iii) obligasi dan surat berharga jangka panjang lain, seperti
surat utang, surat berharga, agunan, surat utang, serta kewajiban lain; (iv)
pinjaman antarpemerintah daerah atau pinjaman antara dan antarpemerintah
daerah; (v) peminjaman dana dijamin oleh pemerintah nasional dari sumber
asing; dan (vi) kontrak pembiayaan dengan perorangan atau badan hukum
swasta untuk proyek yang melikuidasi sendiri atau yang menghasilkan
pendapatan.40
Pada saat itu, akses pembiayaan kredit diatur dengan pembatasan
pinjaman pemerintah daerah yang diatur dalam PD No. 752, sebagai berikut:
1. Kapasitas peminjaman legal LGU disertifikasi oleh Commission on Audit
(COA);

38
Section 2 of PD No. 752.
39
Niño Raymond B. Alvina. 2019. Credit Financing for Local Development: The Subnational
Debt in the Philippines. ADBI Working Paper Series, No. 966. Hlm. 6.
40
Such as the Philippine National Bank, the Development Bank of the Philippines, the Land
Bank of the Philippines, and the Government Service Insurance System.
2. Rekomendasi dari Sekretaris Keuangan diperlukan untuk mengamankan
uang muka sementara dan dalam kontrak pinjaman, kredit, dan bentuk
utang lain;41
3. Hanya lembaga pemberi pinjaman nasional yang diberi wewenang dapat
memberikan pinjaman kepada Pemda;
4. Pembiayaan swasta yang disadap oleh Pemda tunduk pada persetujuan
National Economic and Development Authority (NEDA) dan rekomendasi
dari Sekretaris Keuangan;
5. Uang muka sementara tidak boleh melebihi 15% dari rata-rata
pendapatan tahunan yang benar-benar direalisasikan dari sumber reguler
oleh Pemda peminjam selama tiga tahun fiskal terakhir, dan harus dibayar
dalam kuartal pertama tahun fiskal berikutnya;
6. Sekretaris Keuangan diberi wewenang untuk menahan jatah
pendapatan internal dan/atau jatah pajak tertentu yang diterima
oleh LGU terkait serta pengiriman langsung dan penyelesaian jumlah
terutang ke lembaga pemberi pinjaman;
7. Dalam anggaran masing-masing, Pemda terkait diwajibkan
mengalokasikan dana yang diperlukan untuk pembayaran pinjaman
atau bentuk utang lain ketika jatuh tempo dan harus dibayar hingga
seluruh kewajiban lunas;
8. Obligasi daerah dibebaskan dari pajak dan tingkat bunga tahunan
yang dibayarkan atas obligasi, serta cara pembayaran bunga
ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah berkonsultasi dengan
Dewan Moneter; dan
9. Penyampaian pinjaman kepada Pemda atas pinjaman yang diperoleh
Pemerintah Nasional atas rekomendasi Menteri Keuangan dan NEDA.
Selanjutnya, melalui reformasi desentralisasi fiskal yang
dilembagakan melalui Republic Act No. 7160 atau Local Government

41
According to Pelligrini and Soriano (2002), the COA computed the borrowing capacity as 7%
of the assessed value of all taxable real property as of the end of the immediately preceding year less
outstanding loans and other long-term indebtedness. With the enactment of the LGC in 1991, the COA
issued Circular No. 94-007, which effectively discontinued issuance by the COA.
Code (LGC) of 1991, kewenangan pemerintah daerah untuk berutang
dan dalam bentuk pinjaman lain diperluas. Di antara negara-negara Asia
Tenggara, Filipina merupakan negara pertama yang mengesahkan undang-
undang tentang desentralisasi.42 Artinya, peninjauan sebelumnya yang
dilakukan oleh Department of Finance (DOF) atau NEDA untuk pinjaman
dalam negeri, dihentikan. LGC of 1991 juga memberi wewenang kepada
pemerintah daerah untuk memanfaatkan jalur kredit dari bank
pemerintah atau swasta dan lembaga pemberi pinjaman untuk tujuan
menstabilkan keuangan daerah.43
Beberapa skema pembiayaan yang diperbolehkan LGC of 1991,
mencakup: (i) pinjaman, kredit, dan bentuk utang lain; (ii) pembayaran
yang ditangguhkan dan skema keuangan lain; (iii) obligasi dan surat
berharga jangka panjang lain; (iv) pinjaman antarpemerintah daerah,
hibah, dan subsidi lain; dan (v) pinjaman dari dana yang dijamin oleh
pemerintah pusat dari sumber luar negeri. Keputusan pemerintah daerah
untuk menerbitkan obligasi, surat utang, wesel, dan kewajiban lain
untuk mendanai proyek-proyek pembangunan atau mata pencaharian
yang melikuidasi sendiri, dan yang menghasilkan pendapatan, tunduk
pada peraturan bank sentral Filipina, yaitu Bangko Sentral ng Pilipinas
(BSP), serta Komisi Sekuritas dan Bursa. Pemda juga dapat membuat
kontrak dengan sektor swasta untuk pembiayaan, konstruksi,
pengoperasian, dan pemeliharaan fasilitas infrastruktur yang layak secara
finansial di bawah skema build-operate-transfer (BOT) atau variannya,
yang disahkan oleh RA No. 695714 sebagaimana diubah dengan RA
No. 7718.15. Adapun pinjaman pemerintah daerah dibatasi untuk tujuan,
sebagai berikut:
1. Pembangunan, pemasangan, peningkatan, perluasan,
pengoperasian, atau pemeliharaan fasilitas umum, fasilitas

42
Lydia N. Orial. 2003. Dalam Yun Hwan Kim “Local Government Finance and Bond Market.
Asian Development Bank”. 2003.
43
Section 296 (b) LGC.
infrastruktur, proyek perumahan, akuisisi real property, dan
pelaksanaan proyek penanaman modal lain;
2. Pendirian, pengembangan, atau perluasan pertanian, industri
komersial, proyek pembiayaan perumahan, proyek mata pencaharian,
dan usaha ekonomi lain;
3. Akuisisi properti, pabrik, mesin, peralatan, dan aksesori yang
diperlukan; dan
4. Pembiayaan pembangunan atau penghidupan yang melikuidasi diri
sendiri dan menghasilkan pendapatan proyek.
Di sisi lain, kontrol ex ante dilakukan oleh pemerintah nasional.
Department of Finance (DOF) melalui Bureau of Local Government Finance
(BLGF), serta BSP melalui Monetary Board (MB), memiliki kebijakan
khusus untuk mengeluarkan izin dan persetujuan serta memantau utang
Pemda. Berikut ini persyaratan hukum untuk semua operasi kredit
pemerintah daerah:
1. Pemda dapat berutang dan memanfaatkan fasilitas kredit dengan
bank dan lembaga pemberi pinjaman pemerintah atau swasta; 44
2. Alokasi 20% dari pendapatan reguler Pemda untuk pembayaran
utang45 sebagai bagian dari persyaratan LGC bahwa “penyediaan
penuh harus dilakukan untuk semua kewajiban hukum dan
kontrak dari unit pemerintah daerah terkait,” jika tidak, anggaran
Pemda menjadi tidak berlaku;
3. DOF harus memberikan bantuan teknis kepada setiap Pemda dalam
penyediaan fasilitas kredit, flotasi obligasi, dan kontrak pinjaman
dan menerbitkan panduan untuk tujuan tersebut;46
4. BLGF harus mengembangkan dan mempromosikan rencana dan
program untuk meningkatkan sistem pengelolaan sumber daya,

44
Sec. 296 of LGC; Art. 395d of LGC Implementing Rules and Regulations (IRR).
45
Sec. 324 of LGC.
46
Art. 403 of LGC IRR.
mekanisme penegakan pemungutan, dan skema pemanfaatan kredit
di tingkat lokal;47 dan
5. Pendapat sebelumnya dari Ikhwanul Muslimin tentang dampak
yang mungkin terjadi dari operasi kredit yang diusulkan terhadap
agregat moneter, tingkat harga, dan neraca pembayaran, diperlukan
jika pemerintah atau subdivisi atau instrumen politiknya yang
mencakup Pemda, mempertimbangkan untuk meminjam di
Filipina.48
Dengan demikian, Department of Finance (DOF) melalui Bureau of
Local Government Finance (BLGF), serta BSP melalui Monetary Board (MB)
memiliki wewenang untuk menyetujui penerbitan obligasi daerah di Filipina.
Kerangka Pembiayaan Pemda dari Department of Finance (DOF)
mengelompokkan Pemda ke dalam empat kuadran: 49
1. Kelompok pertama mencakup Pemda yang layak kredit dengan
proyek yang menghasilkan pendapatan; dan mereka dapat
mengakses pembiayaan sektor swasta, Government Financial
Institutions (GFI), lembaga pemberi pinjaman swasta, dan obligasi
mengambang, atau melakukan kemitraan publik-swasta dan skema
terkait;
2. Kelompok kedua mencakup Pemda yang tidak layak kredit
dengan proyek yang menghasilkan pendapatan, dan mereka dapat
memanfaatkan pinjaman GFI dan Municipal Development Fund
(MDF) dengan hibah bantuan teknis tambahan (untuk membangun
manajemen proyek dan kapasitas teknis lain), atau melakukan
kemitraan publik-swasta dan skema terkait;
3. Kelompok ketiga mengacu pada Pemda yang layak kredit dengan
proyek untuk perlindungan sosial dan lingkungan, dengan prospek
pengembalian investasi yang kecil, dan sumber pembiayaan yang
diutamakan adalah bantuan pembangunan resmi Official
47
Sec. 43 (c) of EO No. 127, s. 1987.
48
Sec. 123 of RA No. 7653.
49
Niño Raymond B. Alvina. Op. Cit. Hlm. 15.
Development Assistance (ODA) yang berbunga sangat rendah yang
dipinjamkan melalui GFI atau Municipal Development Fund Office
(MDFO), dan dengan hibah terbatas; dan
4. Kelompok keempat berkaitan dengan Pemda yang tidak layak
kredit dengan proyek untuk perlindungan sosial dan lingkungan, dan
sumber pembiayaan yang diutamakan adalah pinjaman dan hibah
dari MDFO.
Meskipun kerangka kebijakan pembiayaan memberikan panduan
menyeluruh tentang proyek apa yang akan didanai dan diperhatikan
oleh MDF sebagai tanggapan terhadap persyaratan devolusi
pembiayaan yang diamanatkan oleh LGC of 1991, peringkat
kelayakan kredit yang diperlukan masih harus ditetapkan sepenuhnya
tanpa pemantauan yang berfungsi penuh dan mekanisme peraturan
terbaru untuk peminjaman LGU oleh Department of Finance (DOF)
pada saat itu, kontrol dan perbaikan ex post, serta kerangka
kebijakan untuk kebangkrutan LGU.
Namun, untuk lebih mendorong Pemda dalam mempertimbangkan
pembiayaan kredit, Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP) menerima
pinjaman Pemda sebagai pemenuhan persyaratan RA No. 1000031
atau UU Agri-Agra yang mengamanatkan semua bank untuk
memanfaatkan 25% dari portofolio pinjaman untuk proyek pertanian
atau agraria yang sebenarnya melayani kebutuhan Pemda. 50
Pasar obligasi di Filipina didominasi oleh penerbitan obligasi
pemerintah nasional, terutama Treasury Bonds and Notes yang berjangka
waktu hingga 10 tahun. Obligasi tersebut dijual oleh bank pemerintah dan
perusahaan milik pemerintah. Beberapa perusahaan swasta blue-chip telah
menerbitkan obligasi, tetapi mayoritas mengandalkan pembiayaan dari
bank atau pasar saham. Hanya beberapa surat utang kota yang telah
menjual obligasi, dan Cebu Equity-Bond Units menjadi yang paling
terkenal, dijual pada tahun 1991 oleh Pemerintah Provinsi Cebu. Obligasi

50
Niño Raymond B. Alvina. Op. Cit. Hlm. 16.
dengan jadwal jatuh tempo dua tahun itu didukung oleh janji pembayaran
dari konsorsium swasta yang melunasi pokok dengan saham ekuitas di
korporasi.51
Keadaan terus berkembang, antara lain dengan munculnya inisiatif
untuk memfasilitasi akses ke pembiayaan swasta mengarah pada
pembentukan sebuah perusahaan penjaminan untuk proyek
infrastruktur yang bernama LGU Guarantee Corporation (LGUGC) pada
tahun 1998 oleh Bankers Association of the Philippines (BAP) dan
Development Bank of the Philippines (DBP). Pada akhir tahun 1990-an
hingga pertengahan tahun 2000, sejumlah Pemda melakukan
pengaturan pembiayaan yang lebih kompleks, khususnya obligasi
daerah, dan LGUGC bersama dengan Philippine Veterans Bank (PVB),
merupakan pemain kunci dalam upaya ini. Biaya agregat obligasi
yang diterbitkan oleh pemerintah daerah mencapai Php2,8 miliar pada
tahun 2005 (Amatong 2005). Pada Mei 1999-Desember 2010, LGUGC
menjamin 19 obligasi senilai Php3,25 miliar yang diterbitkan oleh 16
Pemda. Proyek yang dibiayai, meliputi infrastruktur terkait pariwisata,
pasar umum, pusat komersial, terminal umum, rumah potong hewan,
proyek perumahan, rumah sakit, akademik pusat kebugaran,
gimnasium, dan sistem pengelolaan limbah padat terpadu (Liu, Llanto,
dan Petersen, 2013).
Namun, dikarenakan persyaratan kapasitas teknis yang cenderung
kompleks, masalah pajak obligasi, dan tidak adanya pasar obligasi
sekunder, pada akhir tahun 2000-an obligasi mengalami penurunan.
Per Desember 2017, pokok obligasi tercatat hanya mencapai
Php486,20 juta, terutama dari PVB dan LGUGC. Menyadari pembiayaan
kredit sebagai tonggak penting desentralisasi fiskal, pedoman
manajemen kebijakan utang daerah harus dipenuhi demi meningkatkan
kapasitas pemerintah daerah untuk meminjam uang untuk menutupi

51
Cesar G. Saldana. 1992. Local Government Financing through the Security Market. Report
prepared for the Philippines Department of Finance by the Local Government Unit Credit Finance Study
Team.
tanggung jawab pengeluaran, selain fungsi devolusi mereka, terutama
dalam hal pembiayaan infrastruktur. Pedoman ini terus berubah seiring
dengan pergeseran kebijakan pemerintah pusat dalam memperlakukan
dan mengatur pinjaman LGU (Feruglio dan Anderson, 2008).
Kebijakan awal DOF pada tahun 2000 yang semula menetapkan
hanya lima persyaratan dokumen, bertambah menjadi 12 pada tahun
2012, artinya ada persyaratan yang dihapus atau diubah. Hal ini
dilatarbelakangi oleh adanya desakan pemerintahan baru untuk meredam
peminjaman yang berlebihan dari LGU, terutama bagi mereka yang
kepala eksekutif lokalnya berada pada masa jabatan terakhir dan
terdapat implementasi pinjaman LGU yang buruk, sehingga tata
kelola keuangan yang baik perlu dipastikan, langkah-langkah akuntabilitas
pun perlu dilakukan melalui kepatuhan terhadap dokumen dan
persetujuan tertentu dari lembaga pemberi pinjaman dan berbagai
tingkat pemerintahan, setelah audit khusus dilakukan oleh Commissionon
Audit (COA) pada tahun 2010 untuk meninjau pengelolaan pinjaman 16
Pemda.52
Pinjaman adalah mekanisme pembiayaan kredit yang paling
umum digunakan pemerintah daerah. Saldo terutang Pemda dari
pinjaman dan obligasi masing-masing mencapai Php85,88 miliar dan
Php0,49 miliar, untuk FY2017. Pada tahun yang sama, pinjaman
terhitung 99% dari total stok utang Pemda, sementara obligasi hanya
mencapai 0,6%. Pemain utama dan pemberi pinjaman paling aktif
adalah GFI, sedangkan sektor swasta merupakan bagian minimal dari
sisi penawaran utang, di mana satu dari setiap 10 pinjaman lokal
berasal dari lembaga keuangan swasta. Konsentrasi pinjaman di GFI,
khususnya Bank Tanah Filipina (LBP) dan DBP, menunjukkan bahwa
kedua bank mendominasi pasar pinjaman LGU dengan setidaknya
tiga perempat dari total stok utang LGU dari GFI berasal dari

52
Mencakup lima wilayah: (1) Wilayah Ibu Kota Nasional – (i) Kota Caloocan, (ii)
Kota Malabon, (iii) Kota Mandaluyong, (iv) Kota Marikina, (v) Kota Parañaque, (vi) Kota Pasay;
(2) Wilayah I.
mereka. Dari sektor swasta, Philippine National Bank (PNB) dan
Philippine Veterans Bank (PVB), yang pernah menjadi GFI dan milik
negara tetapi kemudian diprivatisasi, berjumlah hanya di atas 10% dari
total.53 Di Filipina, bank harus meminjamkan 25% dari dana pinjaman bank
untuk proyek atau perusahaan reformasi pertanian dan agraria.
Pemerintah juga mengizinkan bank untuk menggunakan obligasi daerah
(karena di sisi lain bank kini menggunakan obligasi perbendaharaan
nasional) untuk memenuhi persyaratan tersebut.
Local Government Code of 1991 memungkinkan otoritas nasional
menahan sebagian dari hibah antarpemerintah kepada pemerintah daerah,
yang dikenal sebagai Internal Revenue Allotments (IRA), untuk melakukan
pembayaran langsung ke kreditor untuk kasus gagal bayar. Dengan
persetujuan pemerintah daerah bersangkutan, mekanisme IRA ini
dirancang sebagai cara yang memungkinkan pinjaman didukung oleh
pendapatan (satu-satunya jenis yang diizinkan di Filipina) sekunder dari
pendapatan hibah. Namun, ambiguitas dalam peraturan tersebut membuat
pejabat pemerintah nasional enggan untuk menerapkan mekanisme
tersebut secara sungguh-sungguh. Di lain pihak, sambil menunggu revisi
regulasi, pemerintah daerah telah bereksperimen dengan menerapkan
variasi mekanisme intercept yang melibatkan setoran IRA ke bank wali
amanat lokal yang setuju untuk menggunakan dana itu untuk pembayaran
langsung kepada kreditor jika terjadi gagal bayar.54
Di Filipina, total layanan utang tahunan yang dibayarkan oleh
mayoritas pemerintah lokal tidak melebihi 20% dari pendapatan tahunan,
termasuk hibah IRA. Upaya melonggarkan batasan tersebut semakin nyata
karena pemerintah daerah mengembangkan kemampuan manajemen
keuangan dan diberi lebih banyak otonomi. Untuk memuaskan investor
dan pembuat kebijakan, beberapa kota mulai mengeksplorasi obligasi
pendapatan dengan karakteristik hybrid. Sebagai contoh, pada tahun 1995

53
Niño Raymond B. Alvina. Op. Cit. Hlm. 25.
54
James Leigland. 1997. Accelerating Municipal Bond Market Development in Emerging
Economies: An Assessment of Strategies and Progress. Jurnal Public Budgeting & Finance.
Naga City mempersiapkan rancangan untuk membiayai terminal bus
sebagai proyek “likuidasi sendiri, penghasil pendapatan”. Sekuritas
diilustrasikan sebagai obligasi "pendapatan", dan kota menjaminkan semua
pendapatan dari proyek itu untuk membayar utang. Kota juga menjanjikan
berbagai "fallback" atau keuntungan sekunder, termasuk semua
pendapatan kota dari sumber lain, bagian kota dalam Internal Revenue
Allotment dari pemerintah nasional, serta hipotek pertama atas
kepemilikan dan perbaikan terminal. 55 Semua obligasi yang dijual di pasar
obligasi yang sedang berkembang, terutama yang ditujukan bagi layanan
perkotaan tradisional, kemungkinan besar membutuhkan janji yang luas
dari pendapatan sistem umum selain pendapatan proyek, untuk
memuaskan calon investor. Dengan demikian, contoh praktik obligasi
daerah di atas menunjukkan bahwa obligasi daerah di Filipina pun
dikategorikan sebagai obligasi yang menghasilkan pendapatan.
Berikut ini sejumlah peraturan yang diambil dari Local Government
Code of 1991 yang akan dijabarkan berdasarkan aspeknya:
Section 2. Pernyataan Kebijakan. - (a) Dengan ini dinyatakan dalam
kebijakan Negara bahwa pembagian teritorial dan politik Negara
akan menyukai otonomi daerah yang sejati dan bermakna untuk
memungkinkan mereka mencapai perkembangan sepenuhnya
sebagai komunitas mandiri dan menjadikan mereka mitra yang
lebih efektif dalam pencapaian tujuan nasional. Untuk tujuan ini,
Negara akan menyediakan struktur pemerintah daerah yang lebih
responsif dan akuntabel yang dilembagakan melalui sistem
desentralisasi, di mana unit-unit pemerintah daerah akan diberikan
lebih banyak kekuasaan, wewenang, tanggung jawab, dan sumber
daya. Proses desentralisasi akan berjalan dari pemerintah pusat ke
unit-unit pemerintah daerah.
Dari uraian di atas jelas pemerintah pusat Filipina mendukung
kemajuan pemerintah daerah untuk menjadi pemerintahan yang mandiri,

55
Ibid. Hlm. 68.
responsif, dan akuntabel dengan memberi kekuasaan, wewenang,
tanggung jawab, dan sumber daya melalui Local Government Unit (LGU).
Section 3. Prinsip Operasi Desentralisasi. - Perumusan dan
pelaksanaan kebijakan dan langkah-langkah otonomi daerah
berpedoman pada asas-asas operasional sebagai berikut:
(a) Harus ada alokasi yang efektif di antara satuan-satuan
pemerintah daerah yang berbeda dari kekuasaan, fungsi,
tanggung jawab, dan sumber daya masing-masing;
(b) Di setiap satuan pemerintahan daerah dibentuk struktur
organisasi dan mekanisme kerja yang akuntabel, efisien,
dan dinamis yang akan memenuhi kebutuhan prioritas dan
kebutuhan pelayanan masyarakatnya;
(c) Tunduk pada undang-undang, aturan dan peraturan
kepegawaian negeri, pejabat dan karyawan lokal yang
dibayar seluruhnya atau sebagian besar dari dana lokal akan
diangkat atau diberhentikan, sesuai dengan prestasi dan
kelayakannya, oleh otoritas penunjukan yang tepat;
(d) Pemberian tugas, tanggung jawab, dan pertanggungjawaban
pada satuan-satuan pemerintahan daerah harus disertai
dengan penyediaan sumber daya yang cukup memadai
untuk melaksanakan kekuasaan mereka dan menjalankan
fungsinya secara efektif; karenanya, mereka berhak
menciptakan dan memperluas sumber-sumber pendapatan
mereka sendiri dan hak atas bagian yang adil dalam pajak
nasional dan bagian yang adil dalam hasil pemanfaatan dan
pengembangan kekayaan nasional di daerah mereka masing-
masing;
(m) Pemerintah pusat harus memastikan bahwa desentralisasi
memberikan kontribusi untuk terus meningkatkan kinerja
unit pemerintah daerah dan kualitas kehidupan masyarakat.
Dari uraian di atas tampak asas-asas operasional langkah-langkah
otonomi daerah diatur lebih rinci hingga meliputi aspek kekuasaan,
fungsi, tanggung jawab, dan sumber daya masing-masing; struktur
organisasi dan mekanisme kerja; regulasi bagi kepegawaian negeri,
pejabat dan karyawan lokal; pemberian tugas, tanggung jawab, dan
pertanggungjawaban pada satuan-satuan pemerintahan daerah. Atas
segala upaya di atas, pemerintah pusat tetap harus menjalankan
tugasnya untuk memastikan peningkatan kinerja LGU.
Section 296. Kebijakan Umum. – (a) Merupakan kebijakan dasar
bahwa setiap unit pemerintah daerah dapat berutang, dan
memanfaatkan fasilitas kredit untuk membiayai infrastruktur
daerah dan proyek pembangunan sosial ekonomi lain sesuai
dengan rencana pembangunan daerah dan program investasi
publik yang telah disetujui.
(b) Satu unit pemerintah daerah dapat memanfaatkan jalur kredit
dari bank pemerintah atau swasta dan lembaga pemberi
pinjaman untuk tujuan menstabilkan keuangan daerah.

Dengan demikian, dari uraian di atas telah dinyatakan bahwa


pemerintah daerah dapat berutang dan memanfaatkan fasilitas kreditnya
untuk membiayai infrastruktur daerah dan proyek pembangunan sosial
ekonomi lain.
Section 297. Pinjaman, Kredit, dan Bentuk Utang Lainnya dari
Satuan Kerja Pemerintah Daerah. –
(a) LGU dapat mengontrak pinjaman, kredit, dan bentuk utang
lain dengan salah satu atau bank swasta domestik dan
lembaga pemberi pinjaman lain untuk membiayai
pembangunan, pemasangan, peningkatan, perluasan,
pengoperasian, atau pemeliharaan fasilitas umum, fasilitas
infrastruktur, proyek perumahan, akuisisi real properti, dan
pelaksanaan proyek penanaman modal lain, tunduk pada
syarat dan ketentuan yang dapat disetujui oleh unit
pemerintah daerah dan pemberi pinjaman. Hasil dari transaksi
tersebut akan ditambahkan langsung kepada LGU
bersangkutan.
(b) LGU juga memperoleh keamanan dari bank pemerintah mana
pun serta meminjamkan pinjaman jangka pendek, menengah
dan panjang serta uang muka untuk keamanan real estat
atau aset lain yang dapat diterima untuk pendirian,
pengembangan, atau perluasan pertanian, industri, komersial,
proyek pembiayaan rumah, proyek mata pencaharian, dan
usaha ekonomi lain.
(c) Lembaga keuangan pemerintah dan lembaga pemberi
pinjaman lain diberi wewenang untuk memberikan pinjaman,
kredit, dan bentuk utang lain dari dana pinjaman mereka
kepada LGU untuk tujuan seperti tersebut di atas.

Dari uraian di atas LGU disebutkan dapat memanfaatkan


utangnya untuk tujuan membiayai pembangunan, pemasangan,
peningkatan, perluasan, pengoperasian, atau pemeliharaan fasilitas
umum, fasilitas infrastruktur, proyek perumahan, akuisisi real
properti, dan pelaksanaan proyek penanaman modal lain, yang
terkait dengan pelayanan publik.

Section 299. Obligasi dan Efek Jangka Panjang Lainnya. - Tunduk


pada aturan dan peraturan Bank Central dan Securities and Exchange
Commission, provinsi, kota, dan kotamadya diberi wewenang untuk
menerbitkan obligasi, surat utang, sekuritas, agunan, wesel dan
kewajiban lain untuk membiayai likuidasi sendiri, menghasilkan
pendapatan proyek pembangunan atau mata pencaharian sesuai
dengan prioritas yang ditetapkan dalam rencana pembangunan
daerah yang disetujui atau program investasi publik. Melalui
peraturan yang disetujui oleh mayoritas dari semua anggotanya,
Sanggunian yang bersangkutan harus menyatakan dan menyebutkan
syarat dan ketentuan obligasi dan tujuan utang yang diusulkan akan
dikeluarkan.
Dari uraian di atas antara lain disebutkan, pemerintah daerah
provinsi, kota, dan kotamadya diberi wewenang untuk menerbitkan
obligasi dengan prioritas yang ditetapkan dan disetujui dalam rencana
pembangunan daerah atau program investasi publik, serta tunduk
pada regulasi yang dikeluarkan oleh Bank Central dan Securities and
Exchange Commission.

Section 447. - Wewenang, Tugas, Fungsi dan Kompensasi. – (a)


Sangguniang Bayan, sebagai badan legislatif kotamadya, akan
memberlakukan peraturan, menyetujui resolusi dan dana yang sesuai
untuk kesejahteraan umum kotamadya dan penduduknya sesuai
Section 16 Kode Etik ini yang dilaksanakan secara tepat atas
kekuasaan korporasi kotamadya sebagaimana diatur dalam Section 22
Kode Etik, dan harus:
(2) Menghasilkan dan memaksimalkan penggunaan sumber daya
dan pendapatan untuk rencana pembangunan, tujuan
program, dan prioritas kotamadya sebagaimana diatur dalam
section 18 Kode Etik ini dengan perhatian khusus pada
pengembangan agroindustri dan pertumbuhan dan kemajuan
pedesaan, serta yang relatif terhadapnya, harus:
(iii) Tunduk pada ketentuan Book II Kode Etik ini berdasarkan
suara terbanyak dari semua anggota Sangguniang Bayan,
memberi wewenang kepada walikota untuk merundingkan
dan membuat kontrak pinjaman dan bentuk utang lain;
(iv) Tunduk pada ketentuan Book II Kitab Undang-undang ini
dan undang-undang yang berlaku berdasarkan suara
terbanyak dari semua anggota Sangguniang Bayan,
memberlakukan peraturan yang mengizinkan pelepasan
obligasi atau instrumen utang lain yang bertujuan
mengumpulkan dana dalam rangka membiayai proyek-
proyek pembangunan;
(v) Dana yang sesuai untuk pembangunan dan pemeliharaan
atau sewa bangunan yang digunakan pemerintah kota,
dan dengan suara terbanyak dari semua anggota
Sangguniang Bayan, memberi wewenang kepada walikota
untuk menyewakan kepada pihak swasta bangunan umum
yang diadakan di kapasitas kepemilikan, tunduk pada
hukum dan peraturan yang ada;
(vi) Menentukan batasan dan pembatasan yang wajar atas
penggunaan properti di dalam yurisdiksi kotamadya;
(vii) Mengadopsi rencana penggunaan lahan yang
komprehensif untuk kotamadya: asalkan perumusan,
adopsi, atau modifikasi rencana tersebut harus
berkoordinasi dengan rencana penggunaan lahan
komprehensif provinsi yang disetujui.

Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas, Sangguniang Bayan,


sebagai badan legislatif kotamadya, memberi wewenang kepada
walikota untuk merundingkan dan membuat kontrak pinjaman dan
bentuk utang lain; memberlakukan peraturan yang mengizinkan
pelepasan obligasi atau instrumen utang lain untuk tujuan
mengumpulkan dana dalam rangka membiayai proyek-proyek
pembangunan.

Section. 465. Kepala Eksekutif: Wewenang, Tugas, Fungsi, dan


Kompensasi.
(a) Gubernur provinsi, sebagai kepala eksekutif pemerintah provinsi,
menjalankan kekuasaan tersebut serta menjalankan tugas dan
fungsi seperti yang ditetapkan Kode Etik ini dan undang- undang
lain.
(b) Untuk pemerintahan yang efisien, efektif, dan ekonomis yang
bertujuan menciptakan kesejahteraan umum provinsi dan
penduduknya sesuai dengan section 16 Kitab Undang-undang
ini, gubernur provinsi harus:
(1) Melakukan pengawasan umum dan kontrol atas semua program,
proyek, pelayanan, dan kegiatan provinsi pemerintah, yang
dalam hal ini harus:
(ii) Mengarahkan perumusan rencana pembangunan provinsi
dan melaksanakannya dengan bantuan dewan
pembangunan provinsi setelah disetujui oleh Sangguniang
Panlalawigan;
(iii) Menyajikan program pemerintah dan mengusulkan
kebijakan serta proyek untuk dipertimbangkan
Sangguniang Panlalawigan pada pembukaan sidang
reguler Sangguniang Panlalawigan di setiap tahun takwim
dan sesering mungkin jika dianggap perlu, sesuai
kebutuhan kesejahteraan umum penduduk dan kebutuhan
pemerintah provinsi;
(vi) Mewakili provinsi dalam semua transaksi bisnis dan
menandatangani atas namanya semua obligasi, kontrak,
dan kewajiban, dan dokumen lain yang berwenang dari
Sangguniang Panlalawigan atau berdasarkan undang-
undang atau peraturan;

Dengan demikian, dari uraian di atas dinyatakan bahwa


gubernur provinsi selaku kepala eksekutif pemerintah provinsi
mengarahkan perumusan rencana pembangunan provinsi dan
melaksanakannya dengan bantuan dewan pembangunan provinsi
setelah disetujui oleh Sangguniang Panlalawigan; menyajikan
program pemerintah dan mengusulkan kebijakan serta proyek untuk
dipertimbangkan Sangguniang Panlalawigan; memprakarsai dan
mengusulkan langkah-langkah legislatif untuk Sangguniang
Panlalawigan; serta mewakili provinsi dalam semua transaksi bisnis
dan menandatangani atas namanya seluruh obligasi, kontrak,
kewajiban, dan dokumen lain yang berwenang dari Sangguniang
Panlalawigan.
Kerangka kelembagaan dan prosedural pasar obligasi LGU
masih terus berkembang. Investor dan LGU akan didorong untuk
melihat apakah obligasi berjalan dengan proses yang transparan dan
pengaturan kelembagaan secara tepat. Untuk membantu
mengembangkan pasar utang primer dan sekunder LGU, reformasi
berikut ini beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan: 56
1. Cabang eksekutif pemerintah harus mengeluarkan perintah
eksekutif untuk mendukung pengembangan pasar obligasi LGU.
2. Instansi pemerintah nasional yang memimpin, bekerja sama
dengan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, harus
melakukan kampanye penyebaran informasi secara nasional
tentang flotasi obligasi LGU.
3. Instansi pemerintah pusat yang memimpin harus membentuk
kerangka kelembagaan dan prosedural untuk penerbitan obligasi
LGU.
4. Bangko Sentral ng Pilipinas dan COA harus menghapus batasan
pada deposit LGU dan rekening perwalian.
5. Pemerintah nasional harus mengecualikan kontrak tim obligasi dari
pedoman LGU tentang pengadaan pasokan dan layanan.
6. Pemerintah pusat harus memberikan insentif pajak untuk obligasi
LGU dan menjadikan peringkat LGU sebagai persyaratan untuk
menerbitkan obligasi LGU.

56
Yun Hwan Kim. 2003. Lydia N. Orial (Senior Vice President Operations Group LGU Guarantee
Corporation Manila) dalam Local Government Finance and Bond Market. Asian Development Bank. Hlm.
389.
7. Pemerintah pusat harus membentuk pusat penyimpanan data
LGU.

LGU atau pemerintah daerah di Filipina terdiri atas provinsi,


kota, dan kotamadya, tepatnya 79 provinsi, 114 kota, 1.496
kotamadya, dan sekitar 42.000 barangay yang tersebar di 16 wilayah,
termasuk Wilayah Otonom Muslim Mindanao. 57 Sejak tahun 1991,
tercatat hanya 13 pemerintah daerah yang menerbitkan obligasi
senilai P1,56 miliar. Tujuh obligasi ditujukan untuk proyek perumahan,
dermaga pelabuhan, pelabuhan terminal umum, RSUD, dan pasar.
Kecuali satu obligasi dari yang telah diterbitkan, seluruh obligasi
dijamin dengan rincian: empat dijamin oleh perusahaan milik
pemerintah Home Guaranty Corporation (awalnya bernama Home
Insurance Guaranty Corporation), sementara delapan lainnya dijamin
oleh LGU Guarantee Corporation (LGUGC). Sebagian besar
perusahaan penjaminan swasta dimiliki oleh Bankers Association of
the Philippines, dengan Development Bank of the Philippines sebagai
mitra kecil. Tujuh tahun menjadi tenor terpanjang obligasi yang
terjamin tersebut. Pemda telah memperoleh lebih dari P20 miliar
dalam bentuk pinjaman langsung sejak tahun 1995, tetapi hanya
menerbitkan obligasi Pemda sebesar P1,56 miliar sejak tahun 1991.
Artinya, tampak jelas kepala eksekutif lokal belum menggunakan
penerbitan obligasi sebagai sumber alternatif pembiayaan proyek.
Untuk itu terdapat beberapa alasan utama yang diuraikan dari
berbagai sudut pandang di bawah ini:58
1. Kurangnya Pengetahuan. Pemerintah lokal hanya memiliki sedikit
pengetahuan teknis tentang obligasi atau bagaimana obligasi bisa
berjalan. Beberapa kepala eksekutif lokal bahkan mungkin tidak

57
Ibid. Hlm. 415.
58
Ibid., hlm. 407.
menyadarinya bahwa obligasi merupakan instrumen resmi untuk
pendanaan proyek.
2. Kurangnya dukungan. DOF kurang optimal dalam
memperjuangkan obligasi LGU. Pejabat lokal dari National
Government Agency (NGA) yang berbeda yang terlibat dengan
keuangan LGU menerima sinyal beragam mengenai obligasi LGU.
Eksekutif kurang memberi arahan yang jelas tentang
pengembangan obligasi LGU.
3. Tidak Ada Keyakinan pada Sektor Keuangan Swasta. Sektor
keuangan swasta tidak memiliki kepercayaan pada pemda yang
dianggapnya berisiko sangat tinggi, dan cenderung didorong isu
politis, bukan berorientasi pada manajemen. Beberapa Private
Financial Institutions (PFI) bersedia menanggung obligasi LGU.
4. Pengembangan Kerangka. Kerangka regulasi, institusional, dan
prosedur obligasi LGU masih terus berkembang, sementara
sejumlah struktur dan proses dasar telah diidentifikasi melalui
berbagai lokakarya dan dialog di antara para pendukung utama
obligasi LGU dan beberapa penerbit obligasi LGU. Kondisi sektor
infrastruktur yang masih goyah dan dapat berubah menyebabkan
mayoritas pejabat lokal lebih memilih pinjaman langsung yang
lebih mapan daripada flotasi obligasi yang kurang dikenal.
Terkait kerangka regulasi, obligasi yang diterbitkan oleh LGU
dikecualikan dari pendaftaran di Securities and Exchange Commission.
Namun, sebelum LGU menerbitkan obligasi mereka harus
mendapatkan persetujuan BSP dalam bentuk pendapat yang
menguntungkan tentang kemungkinan dampak dari flotasi obligasi
yang diusulkan pada agregat moneter negara, tingkat harga, dan
neraca pembayaran. Sementara itu, untuk proyek real estat atau
lingkungan, sebelum proyek dimulai, izin harus diperoleh dari
departments of agrarian reform and environment and natural
resources diperlukan. LGU juga harus mendapatkan persetujuan
dalam bentuk peraturan dewan, sedangkan bagi komponen kota dan
kotamadya membutuhkan resolusi dewan provinsi.
Dalam hal kerangka kelembagaan, untuk memantau
penerbitan obligasi LGU, LGUGC berkomitmen untuk menyediakan
DOF informasi yang tepat tentang obligasi LGU yang dijamin serta
salinan resmi pernyataan isu. Dalam hal ini, DOF belum membuat
perjanjian serupa dengan Home Guaranty Corporation. Untuk
membantu DOF memperoleh informasi tentang semua utang Pemda,
termasuk flotasi obligasi, pada bulan Mei 2002 BSP mendorong semua
bank dan lembaga keuangan nonbank untuk mensyaratkan sertifikasi
DOF atas pagu pembayaran utang dari Pemda yang mengajukan
segala jenis bantuan keuangan. Untuk memastikan bahwa total
kewajiban pembayaran utang tahunan LGU (termasuk pembayaran
utang yang timbul dari bond float yang dimaksud) akan tetap berada
dalam batas pembayaran utang 20% yang dikenakan oleh LGC, Biro
Keuangan Pemerintah Daerah DOF akan menerbitkan sertifikat
kapasitas pembayaran utang maksimal untuk Pemda bersangkutan.
Utang LGU tidak boleh ditagih oleh lembaga keuangan mana pun
tanpa sertifikasi tersebut.
Dalam hal pemain pasar, berikut ini adalah peserta utama
dalam proses penerbitan obligasi: Penasihat keuangan. Sebagai
entitas independen, ia menawarkan identifikasi proyek LGU, studi
kelayakan, dan bantuan pengemasan keuangan; saran tentang mode
pembiayaan proyek; dan, jika flotasi obligasi adalah modus
pembiayaan, instrumen keuangan ini akan membantu memilih wali
amanat, penjamin emisi, dan penjamin obligasi, menegosiasikan biaya
mereka, dan menyiapkan prospektus. Penanggung. Rumah investasi
atau bank universal membeli obligasi dari pemda kemudian
menjualnya ke lembaga atau individu lain. Wali. Penjaga dana
perwalian yang terdiri atas hasil obligasi, pendapatan proyek, dan aset
proyek. Wali amanat mewakili pemegang obligasi dan bertindak
sebagai pencatat obligasi dan agen pembayar. Penjamin. Yang akan
membayar semua amortisasi kepada pemegang obligasi jika pemda
gagal memenuhi kewajiban mereka.
Dalam hal kendala legislatif yang terkait dengan aspek Batas
Layanan Utang, LGC membatasi pembayaran utang tahunan Pemda
hingga 20% dari pendapatan reguler mereka untuk mencegah mereka
melakukan proyek padat modal, tetapi menghasilkan pendapatan,
karena jangka waktu obligasi maksimal yang dapat diterima hanya 7
tahun.
Dalam hal kendala administratif terkait aspek Perlakuan
Akuntansi, hingga akhir tahun 2001 COA tidak memiliki pedoman, di
antaranya untuk membukukan hasil obligasi, pencairan untuk proyek-
proyek yang didanai oleh obligasi LGU, dan pendapatan yang
dihasilkan dari penempatan hasil sementara. Bendahara dan akuntan
setempat tidak memiliki catatan transaksi obligasi. Sistem seperti ini
memungkinkan terjadinya korupsi karena informasi hanya terbatas
pada beberapa pejabat dengan transaksi yang tidak diungkapkan
sepenuhnya. Kepala eksekutif yang baru terpilih tentu dapat
mencurigai proyek terdahulu yang didanai obligasi. Kota Puerto
Princesa, misalnya, tak satu pun tersedia dokumen obligasi terkait
penerbitan obligasi perumahan sebesar P320 juta pada tahun 2000.
Tim obligasi (penasihat keuangan, wali amanat, penjamin emisi, dan
penjamin) harus memberi pengarahan kepada walikota baru tentang
tujuan obligasi, syarat dan ketentuannya, status proyek, serta
menyediakan satu set lengkap dokumen obligasi.
Dalam hal kebijakan nasional, pemerintah nasional sendiri
tidak memiliki deklarasi kebijakan formal tentang pengembangan
pasar obligasi LGU. NGA tidak terlibat dalam upaya terpadu dan
terfokus untuk mempromosikan dan mendukung flotasi obligasi
pemda untuk mendanai proyek infrastruktur lokal.
Dalam hal kendala struktural terkait aspek kurangnya Lembaga
Pemeringkat Kredit, Filipina tidak memiliki lembaga pemeringkat kredit
independen yang berbasis data dan berpengalaman untuk menilai
Pemda. Mengingat dianggap berisiko tinggi, LGU harus memiliki
peringkat kredit yang tinggi untuk menarik investor swasta membeli
obligasi LGU. Sementara itu terkait kerangka kelembagaan yang
lemah, pemda harus berurusan dengan DOF, COA, DBM, dan BSP
untuk masalah keuangan. Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah
Daerah terkadang juga memiliki suara dalam kebijakan fiskal Pemda,
yang tidak kondusif untuk pengembangan pasar obligasi Pemda.
Lembaga yang berbeda terkadang mengeluarkan pedoman yang
merugikannya. Terkait aspek tenor obligasi, obligasi dinilai sebagai
instrumen terbaik untuk membiayai proyek padat modal. Proyek
semacam itu biasanya memiliki periode pengembalian yang lama
sehingga membutuhkan jatuh tempo yang lama pula. Namun
sayangnya, pasar modal menunjukkan resistensi terhadap obligasi
LGU dengan tenor di atas 7 tahun.
Lydia N. Orial (2003) memberikan sejumlah kesimpulan dan
rekomendasi terkait obligasi LGU di Filipina dengan menyatakan,
pasar obligasi LGU di negara tersebut masih terus berkembang dalam
tahap awal. Pejabat LGU tidak mengetahui manfaat flotasi obligasi
dan tidak memiliki pengetahuan teknis tentang flotasi obligasi. Cabang
eksekutif tidak memberikan arahan yang maksimal untuk mendukung
pengembangan obligasi LGU. Cetak biru nasional untuk
pengembangan pasar obligasi LGU masih kurang, dan tidak ada NGA
yang memperjuangkannya. NGA yang berbeda memberikan sinyal
yang beragam pada obligasi LGU dan beberapa bahkan mengeluarkan
pedoman yang menghambat perkembangannya.
Kesimpulannya, Filipina telah menghadapi beberapa kesalahan
dalam menerbitkan obligasi daerah (obligasi LGU) yang dapat menjadi
pelajaran penting bagi Indonesia dalam mengembangkan pasar
obligasi daerah. Berikut ini beberapa kesalahan yang dibuat oleh
Filipina dan pelajaran yang dapat diambil oleh Indonesia:
Kurangnya pengetahuan dan keterampilan: pejabat daerah di
Filipina tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk mengelola dan mengeluarkan obligasi. Indonesia harus
memastikan pejabat daerahnya menerima pelatihan yang memadai
dan dukungan teknis dalam penerbitan obligasi daerah.
Dukungan pemerintah pusat yang kurang: pemerintah pusat
Filipina belum memberikan arahan dan dukungan yang cukup untuk
pengembangan pasar obligasi daerah. Indonesia perlu memastikan
pemerintah pusat terlibat dalam proses ini dan menyediakan
dukungan yang diperlukan, termasuk koordinasi antara lembaga
pemerintah yang relevan.
Kebijakan dan regulasi yang tidak konsisten: Filipina
menghadapi masalah dengan kebijakan dan regulasi yang tidak
konsisten dari berbagai lembaga pemerintah. Indonesia harus
memastikan kebijakan dan regulasi yang diterapkan konsisten dan
mendukung pertumbuhan pasar obligasi daerah.
Kurangnya cetak biru nasional: Filipina tidak memiliki cetak
biru nasional yang jelas untuk pengembangan pasar obligasi daerah.
Indonesia perlu mengembangkan rencana nasional secara
komprehensif dan jelas untuk memandu pengembangan pasar obligasi
daerah dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan
pasar.
Komunikasi dan koordinasi yang tidak efisien: berbagai
lembaga pemerintah di Filipina memberikan sinyal yang beragam
mengenai obligasi daerah, yang menciptakan kebingungan dan
menghambat perkembangan pasar. Indonesia harus memastikan
koordinasi yang lebih baik antara lembaga pemerintah yang terlibat
dalam pengembangan pasar obligasi daerah.
Dengan memperhatikan kesalahan yang telah dibuat oleh
Filipina, Indonesia dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan
untuk menghindari kesalahan serupa dan menciptakan lingkungan
yang kondusif bagi pengembangan pasar obligasi daerah yang sukses.

3.2.1.2 Sistem Penerbitan Obligasi Daerah di Polandia


Penerbitan Obligasi Daerah di Polandia diatur oleh Article 2, Para. 1,
Point 2 dari Act on Bonds of 29 June 1995 (DzU, 2001b), di mana pemerintah
daerah diizinkan untuk mencari dana melalui pasar modal guna mendanai
proyek-proyek infrastruktur dan pembangunan di tingkat lokal. 59 Seiring
dengan perubahan pembagian administratif Polandia, Act of 2000 yang
diamandemen menyatakan, semua entitas berwenang untuk menerbitkan
obligasi, termasuk komune, kabupaten, provinsi, asosiasi entitas terdaftar,
dan ibu kota Warsawa. Kelompok emiten ini didefinisikan sebagai entitas
pemerintah daerah.60 Menurut Art. 4 para. 1 dari Act on Bonds of 29 June
1995 (DzU, 2001b “obligasi didefinisikan sebagai surat berharga yang
diterbitkan secara seri, di mana penerbit berutang kepada pemegang obligasi
dan berkewajiban untuk memberikan manfaat tertentu guna menebus
obligasi”.61 Oleh karena itu, Penerbit obligasi yang merupakan pemerintah
daerah menciptakan karakteristik khusus obligasi, yang disebut obligasi
daerah, yang membedakannya dari jenis obligasi lain.
Obligasi daerah didefinisikan sebagai surat utang publik yang
diterbitkan oleh pemerintah daerah. Tujuan utama dari penerbitan obligasi
daerah adalah untuk membiayai proyek investasi yang dilaksanakan dalam
kewenangan dan tugas hukum yang berlaku di Polandia. Proyek-proyek ini
mencakup pengembangan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan berbagai

59
Zofia Łękawa. 2011. The Evolution Of Municipal Bond Market In Poland. Wroclaw University
of Economics Poland, ISSN 1392-1258. Ekonomika 2011 Vol. 90(1) Hlm 86.
60
Ibid.
61
DzU. (2001b). Ustawa z dnia 29 czerwca 1995 r. o obligacjach (t.j. nr 120 poz. 1300 z późn.
zm.). [Act on Bonds of 29 June 1995]. Art 4
program yang meningkatkan kualitas hidup masyarakat di wilayah tersebut. 62
Dengan demikian, Obligasi daerah memberikan pendanaan yang diperlukan
bagi pemerintah daerah untuk menjalankan proyek-proyek besar tanpa harus
tergantung pada anggaran pemerintah pusat atau sumber pendanaan
lainnya. Pemegang obligasi, baik individu maupun institusi, meminjamkan
uang kepada pemerintah daerah dengan ekspektasi untuk menerima
pembayaran bunga secara berkala dan pengembalian pokok pada saat jatuh
tempo obligasi.
Di Polandia, entitas yang memiliki wewenang untuk menerbitkan
obligasi daerah meliputi komune, kabupaten, provinsi, asosiasi entitas
terdaftar, dan ibu kota Warsawa. Selain Undang-Undang Obligasi (Act on
Bonds of 29 June 1995), penerbitan surat berharga oleh pemerintah daerah
juga diatur oleh Law on Public Finance of 30 June 2005 (DzU, 2005). 63 Pasal
82, ayat 1 dari undang-undang ini memberikan wewenang kepada
pemerintah daerah untuk menerbitkan surat berharga yang bertujuan untuk
mendanai defisit anggaran tahunan badan tersebut atau untuk
mengumpulkan dana bagi pengeluaran yang tidak tercakup dalam
pendapatan saat ini. Oleh karena itu, obligasi daerah, sebagai instrumen
utang yang diterbitkan oleh pemerintah daerah, memiliki kekhasan yang
mencerminkan esensi kewajiban, tujuan utang, dan risiko gagal bayar. 64
Artinya, obligasi daerah memiliki fitur-fitur khusus yang membedakannya dari
jenis obligasi lain, seperti tujuan penggunaan dana, sumber pengembalian
dana, dan tingkat risiko yang terkait dengan kemampuan pemerintah daerah
untuk memenuhi kewajiban mereka terhadap pemegang obligasi. 65
Law on Public Finance di Polandia juga mencakup mekanisme untuk
mencegah pemerintah daerah memiliki utang berlebih. Ketentuan penting

62
Sylwester Kozak. 2019. The Use Of Municipal Bonds In Financing Regional Economic
Development In Poland. Ecrec Studies Vol.12., No.3, 2019. ISSN 2083-3725 Volume 12, No.3, 2019.
Hlm 254
63
Zofia Łękawa., Op.Cit., Hlm 86
64
DzU. (2005). Ustawa z 30 czerwca 2005 r. o finansach publicznych (nr 249, poz. 2104 z
późn. zm.). [Acton Public Finance of 30 June 2005]. Art 82
65
DzU. (2005). Ustawa z 30 czerwca 2005 r. o finansach publicznych (nr 249, poz. 2104 z
późn. zm.). [Acton Public Finance of 30 June 2005]. Art 83
yang bertujuan untuk mengontrol tingkat utang pemerintah daerah, yakni
Art. 83, para. 1 “total kredit, pinjaman, dan kewajiban yang timbul dari
sekuritas (seperti obligasi) yang diterbitkan oleh pemerintah daerah tidak
boleh melebihi batas yang ditentukan oleh Budget Act”. 66 Batas ini ditetapkan
untuk memastikan pemerintah daerah tidak memiliki utang yang tidak dapat
mereka kelola atau lunasi. Ketentuan Art. 83, para. 1 bertujuan untuk
menjaga keseimbangan fiskal dan keuangan yang sehat pada tingkat
pemerintah daerah, serta mencegah potensi krisis utang. 67 Dengan
membatasi jumlah utang yang dapat diambil oleh pemerintah daerah, hukum
ini mengurangi risiko gagal bayar dan membantu menjaga kepercayaan
investor terhadap instrumen utang yang diterbitkan oleh pemerintah daerah
di Polandia.
Law on Public Finance di Polandia yang mencakup ketentuan penting
lain yang berkaitan dengan pengendalian utang pemerintah daerah, diatur
dalam Art. 83, para. 2 dan 3. Ketentuan ini menyatakan, dalam hal
pemerintah daerah mengajukan permohonan kredit atau pinjaman, atau
dalam hal penerbitan sekuritas yang direncanakan oleh pemerintah daerah,
cabang eksekutif dari badan ini wajib memperoleh pendapat dari regional
chamber of control (kamar pengawasan daerah) mengenai kemampuan
mereka untuk membayar kembali kredit atau pinjaman atau untuk menebus
sekuritas. Pendapat ini harus tersedia untuk investor yang ditawarkan
sekuritas.68 Dengan adanya ketentuan tersebut, pemerintah daerah
diwajibkan untuk mempertimbangkan dan memverifikasi kemampuan mereka
untuk melunasi utang sebelum mengambil kredit, pinjaman, atau
menerbitkan sekuritas. Hal ini membantu memastikan pemerintah daerah
tidak mengambil lebih banyak utang daripada yang mereka mampu tangani,
serta meningkatkan transparansi dan kepercayaan investor terhadap
instrumen utang yang diterbitkan oleh pemerintah daerah di Polandia.

66
Zofia Łękawa., Op.Cit., Hlm 86
67
Ibid.
68
DzU. (2005). Ustawa z 30 czerwca 2005 r. o finansach publicznych (nr 249, poz. 2104 z
późn. zm.). [Act on Public Finance of 30 June 2005]. Art. 83
Art. 172 dalam Law on Public Finance di Polandia memberikan
kewenangan kepada regional chamber of control (kamar pengawasan
daerah) untuk mengeluarkan pendapat mengenai kemampuan pemerintah
daerah dalam membiayai defisit yang mereka ajukan serta mengenai
kesesuaian total utang yang diperkirakan dalam lampiran anggaran. Hal ini
khususnya berkaitan dengan kepatuhan terhadap ketentuan Budget Act
mengenai pembuatan dan pelaksanaan anggaran pada tahun-tahun
berikutnya.69 Ketentuan tersebut memastikan regional chamber of control
memiliki peran pengawasan terhadap pemerintah daerah dalam hal
pengelolaan utang dan defisit anggaran.
Dengan adanya pendapat dari regional chamber of control,
pemerintah daerah dapat membuat keputusan yang lebih baik mengenai
pembiayaan defisit dan pengelolaan utang mereka dalam jangka panjang.
Selain itu, pendapat tersebut juga membantu menjaga transparansi dan
kepercayaan investor terhadap instrumen utang yang diterbitkan oleh
pemerintah daerah di Polandia. Secara menyeluruh, ketentuan-ketentuan
dalam Law on Public Finance yang berkaitan dengan pengendalian utang
pemerintah daerah bertujuan untuk menjaga keseimbangan fiskal dan
keuangan yang sehat, mencegah potensi krisis utang, dan melindungi
kepentingan investor.
Penerbitan obligasi oleh entitas pemerintahan lokal berlandaskan
atas Act on Communal Self-government of 8 March 1990 (DzU, 2001a) yang
menetapkan dewan komunal diberi wewenang khusus untuk menerbitkan
obligasi, dan dewan untuk menentukan aturan penjualan, pembelian
dan penebusan obligasi. Peraturan serupa tercantum pula dalam the Acts
on County Self-government and Voivodeship Self-government of 5 June 1998
(DzU, 2001c; DzU, 2001d). Dengan demikian, dari uraian Law on Public
Finance of 30 June 2005 (DzU, 2005) Art. 82, para. 1 di atas, tujuan
diterbitkannya obligasi daerah ialah untuk mendanai defisit anggaran tahunan

69
DzU. (2005). Ustawa z 30 czerwca 2005 r. o finansach publicznych (nr 249, poz. 2104 z
późn. zm.). [Act on Public Finance of 30 June 2005]. Art. 172
atau untuk mengumpulkan dana bagi pengeluaran yang tidak tercakup
dalam pendapatan saat ini.
Sementara dalam hal kemampuan membayar kembali kredit atau
pinjaman, pemerintah daerah memerlukan pendapat dari regional chamber of
control yang memiliki wewenang untuk itu, sesuai dengan ketentuan yang
dinyatakan dalam Law on Public Finance. Kemudian, Act on Communal Self-
government of 8 March 1990 (DzU, 2001a) serta Acts on County Self-
government and Voivodeship Self-government of 5 June 1998 (DzU, 2001c;
DzU, 2001d) menegaskan secara lebih spesifik, dewan komunal merupakan
pihak yang memiliki wewenang khusus untuk menerbitkan obligasi,
menentukan aturan penjualan, pembelian, dan penebusan obligasi. Dengan
demikian, peraturan-peraturan ini menjelaskan bagaimana entitas pemerintah
daerah di Polandia memiliki wewenang untuk menerbitkan obligasi dan
mengatur proses penjualan, pembelian, dan penebusan obligasi. Selain itu,
peraturan tersebut juga menetapkan batasan dan mekanisme pengawasan
untuk mekanisme bahwa pemerintah daerah tidak memiliki utang berlebih
dan mampu melunasi kewajban mereka.70
Untuk merekapitulasi dan menafsirkan undang-undang di atas,
perlu ditekankan, undang-undang tersebut membatasi wilayah formal di
mana entitas pemerintah daerah diizinkan untuk aktif sebagai calon penerbit
obligasi dan memastikan mereka beroperasi dalam batasan yang ditetapkan
oleh hukum. Pemerintah daerah tidak didiskriminasi sama sekali dan
berwenang untuk menerbitkan sekuritas, dan sama-sama diperlakukan
sebagai entitas lain seperti perbendaharaan dan perusahaan bisnis,
sehingga menciptakan kesetaraan antara berbagai jenis emiten di pasar
obligasi.71
Peraturan tersebut di atas memiliki tujuan yang jelas untuk mencegah
pemerintah daerah memiliki utang berlebih dengan menetapkan batasan dan
mekanisme pengawasan yang memastikan keseimbangan keuangan yang

70
Zofia Łękawa., Op.Cit., Hlm 88.
71
Ibid.
sehat. Selain itu, peraturan itu juga memberi keterbukaan, tujuan, efisiensi
biaya, dan transparansi keuangan publik. Dengan demikian, undang-undang
yang mengatur penerbitan obligasi oleh entitas pemerintah daerah di
Polandia memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan keuangan
pemerintah daerah, mempromosikan transparansi, dan menciptakan
lingkungan yang adil dan efisien bagi semua pemain di pasar obligasi.
Paradigma baru pembatasan tingkat utang pemerintah daerah
(berlaku mulai tahun 2014) menghasilkan perubahan kualitatif yang
memerlukan pergeseran dari cara berpikir yang biasa dalam pencapaian
ambang batas utang yang ditetapkan undang-undang. Upaya pengelolaan
utang dan membuat keputusan keuangan tentang properti membutuhkan
cara yang bertujuan mendapatkan peluang baru untuk meningkatkan utang,
termasuk pasar obligasi daerah.72
Penerbit obligasi daerah di Polandia pada periode 1996-2009
mencakup kota besar, kota kecil, dan komune pedesaan kecil. 73 Obligasi
daerah juga dikeluarkan oleh land counties and voivodeship self
governments. Keragaman emiten juga menghasilkan ukuran isu yang
beragam. Nilai nominal obligasi daerah yang diterbitkan di Polandia
setelah tahun 1995 berkisar di bawah PLN1 juta (misalnya, Pieniÿÿno -
PLN0,9 juta) hingga lebih dari PLN200 juta (misalnya, edisi kedua
Gdynia - PLN206,3 juta). Terlepas dari volume emisi yang relatif
rendah, dalam banyak kasus mereka dibagi menjadi beberapa tahap
dan seri yang sering kali tidak melebihi PLN1 juta (misalnya, komune
Jaktorów mengeluarkan 26 tahap senilai dari PLN100 ribu menjadi
PLN200 ribu, dengan total PLN3 juta).74
Obligasi daerah di Polandia memiliki jatuh tempo obligasi berkisar 1-
17 tahun, paling sering 3-8 tahun. Banyak pemerintah daerah menjual lebih
dari satu penerbitan obligasi (pada tahun 2009, misalnya, kota Leszno

72
Ibid. Hlm. 88.
73
Zofia Łękawa., Op.Cit., Hlm 89.
74
Zofia Łękawa., Op.Cit., Hlm 88.
menerbitkan obligasi daerah untuk kedelapan kalinya). 75 Dari informasi ini
dapat dilihat pasar obligasi daerah di Polandia memiliki keragaman dalam hal
emiten, ukuran penerbitan, dan jangka waktu jatuh tempo. Hal tersebut
mencerminkan fleksibilitas dan adaptabilitas pasar obligasi daerah untuk
memenuhi kebutuhan pendanaan pemerintah daerah di berbagai tingkatan
dan kondisi ekonomi.
Keragaman begitu besar yang terjadi di pasar obligasi Polandia
memang luar biasa, di Eropa sendiri didominasi oleh penerbitan besar
entitas besar dengan nilai nominal puluhan juta euro. Ciri dan
kecenderungan positif yang ditunjukkan oleh pasar obligasi daerah ialah
daya tarik obligasi yang semakin meningkat di antara pemerintah
sendiri, terlepas dari ukuran entitas pemerintah daerah. Meskipun nilai
penerbitan obligasi daerah terus meningkat dan jumlah penerbit lebih besar,
pasar obligasi daerah di Polandia merupakan segmen terkecil dari pasar
obligasi non-Treasury (14,99% dari total penilaian). Namun demikian, jumlah
emiten di sektor pemerintah sendiri relatif lebih besar dibandingkan dengan
jumlah perusahaan dan bank yang menerbitkan obligasi. 76 Kondisi ini
menunjukkan, kendati pasar obligasi daerah di Polandia masih terbatas dalam
skala dan volume, pasar tersebut tetap menjadi instrumen penting bagi
pemerintah daerah untuk mengakses pendanaan. Hal itu juga menunjukkan
potensi untuk pertumbuhan lebih lanjut dan pengembangan pasar obligasi
daerah di Polandia yang dapat membantu pemerintah daerah membiayai
proyek dan kegiatan yang penting bagi pembangunan infrastruktur dan
peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Pelayanan langganan obligasi daerah yang tepat memang sangat
bergantung pada agen penyelenggara penerbitan. Karena mengatur dan
melaksanakan penerbitan sekuritas merupakan tugas yang kompleks,
pemerintah daerah yang memutuskan menerbitkan obligasi daerah biasanya
melibatkan perusahaan konsultan keuangan dan hukum. Tugas penasihat

75
Ibid. Hlm. 89.
76
Ibid. Hlm. 90.
mencakup menyelesaikan resolusi dan dokumen yang berlaku untuk regional
chamber of control, menyediakan rencana keuangan dan jadwal pembayaran
utang, serta melayani lelang untuk memilih agen penerbit dan
77
menegosiasikan kontrak dengan agen penerbit atas nama penerbit.
Penyelenggara penerbitan melakukan semua kegiatan yang paling
kompleks dan memerlukan sumber daya manusia yang diperlukan untuk
melaksanakan penerbitan obligasi daerah. Itulah sebabnya semakin banyak
komune kecil memutuskan untuk menerbitkan obligasi. Pada tahun 2008,
penerbitan awal obligasi daerah dilakukan oleh 122 komune, 23 kabupaten,
dan 2 provinsi.78
Inwest Consulting SA merupakan perusahaan konsultan paling aktif di
Polandia yang berbasis di Poznań dan anak perusahaannya, Inwest Finance
Ltd., yang memberikan konsultasi untuk 177 penerbitan obligasi daerah.
Keterlibatan perusahaan konsultan seperti Inwest Consulting SA membantu
memastikan penerbitan obligasi daerah dilakukan dengan cara yang efisien,
transparan, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga
meningkatkan daya tarik instrumen ini bagi investor, dan membantu
pemerintah daerah mengakses pendanaan yang diperlukan untuk proyek-
proyek penting.79
Setelah amandemen the Act on Public Contracts of 2004, prosedur
pengaturan penerbitan obligasi menjadi lebih sederhana dan lebih pendek.
Undang-undang yang telah diamandemen mengatur layanan keuangan untuk
mengatur penerbitan sekuritas yang dikecualikan dari kepatuhan terhadap
peraturan kontrak publik. Di Polandia, pemilihan agen penerbitan biasanya
dilakukan melalui pelelangan umum menurut the Civil Code atau KUH
Perdata.80

77
Zofia Łękawa., Op.Cit., Hlm 91.
78
Rating & Rynek. (2008). Podsumowanie IV kwartału 2008 i roku 2008 na rynku
nieskarbowych instrumentów dłużnych w Polsce. [Report for 2008Q4 and 2008 in a non-treasury debt
market in Poland]. www.fitchpolska.com.pl (retrieved 30 March 2010).
79
Zofia Łękawa., Op.Cit., Hlm 91.
80
Zofia Łękawa., Op.Cit., Hlm 91.
Pada tahun 2008, penyelenggara penerbitan obligasi daerah terbesar
meliputi PKO Bank Polski SA dengan pangsa 44,93% di pasar obligasi
daerah.81Saham penyelenggara yang tersisa di pasar obligasi daerah adalah
Bank DnB Nord Polska SA – 15,68%; BGK – 15,22%; BOŚ – 10,88%; Nordea
Bank Polska – 7,23%; ING Bank SA – 5,43%; dan Pekao SA – 0,32%. Lebih
dari 80% penilaian obligasi daerah merupakan sekuritas yang diterbitkan
dalam penawaran nonpublik.82 Bank-bank yang mengatur penerbitan juga
terlibat dalam perdagangan sekunder, sehingga tidak ada penetapan harga
sekuritas saat ini. Bank menawarkan persyaratan untuk melakukan
penerbitan, sehingga biaya obligasi sebanding atau sedikit lebih rendah dari
suku bunga kredit pinjaman investasi dengan jatuh tempo yang sama.
Dengan demikian, penerbitan obligasi daerah dapat menjadi alternatif yang
menarik bagi pemerintah daerah dalam mencari pendanaan, karena biaya
obligasi seringkali lebih kompetitif daripada suku bunga pinjaman investasi
tradisional.83
Peningkatan yang stabil dan perkembangan positif jumlah penerbit
obligasi daerah di Polandia dimulai sejak tahun 1997 hingga 2010
menunjukkan adanya kepercayaan yang tumbuh di pasar obligasi daerah.
Dari 28 emiten pada tahun 1997 menjadi 458 emiten pada akhir tahun 2010,
peningkatan ini menunjukkan hampir 16% entitas pemerintah daerah di
Polandia memiliki utang dalam bentuk obligasi pada saat itu. 84
Krisis keuangan saat itu tampaknya tidak memengaruhi pasar karena
situasi keuangan pemerintah daerah yang stabil, tingkat pertumbuhan
ekonomi Polandia yang positif, dan peningkatan kesadaran akan keuntungan
instrumen keuangan ini. Selain itu, kemungkinan co-financing proyek
investasi infrastruktur sangat menguntungkan karena keterlibatan dana Uni
Eropa setelah aksesi, juga menjadi alasan penting bagi pemerintah daerah
untuk mempertimbangkan penerbitan obligasi.
81
Rating & Rynek. Op.Cit
82
Zofia Łękawa., Op.Cit., Hlm 91.
83
Zofia Łękawa., Op.Cit., Hlm 91.
84
Alina Daniowska. 2011. Municipal Bonds as A Tool of Financing the Local Governments’
Investments in Rural Areas in Poland. Acta Acientiarum Polonorum. Oeconomia 10 (2). Hlm. 29–39.
Pemerintah daerah harus mencari sumber pembiayaan yang berbeda
untuk investasi yang tumbuh, dan menerbitkan obligasi merupakan salah satu
cara dari berbagai kemungkinan, seperti kredit bank, kredit dari lembaga
keuangan multilateral, sarana sendiri, atau leasing. 85 Dengan demikian, pasar
obligasi daerah di Polandia menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang
sehat dan berpotensi untuk terus berkembang sebagai alternatif pembiayaan
yang menarik bagi pemerintah daerah dalam mencari pendanaan untuk
proyek-proyek infrastruktur dan investasi lain.
Obligasi daerah dianggap menarik bagi investor karena karakter
khusus emiten yang secara formal jauh dari kebangkrutan, tetapi pasar
obligasi daerah tidak terlalu likuid. Sebelum Oktober 2009, belum ada pasar
sekunder di Polandia. Semua penerbitan dijamin oleh bank untuk
ditempatkan di pasar, dan dengan sekuritas yang diterbitkan dalam portofolio
asetnya, bank menjadi pembeli utama obligasi daerah.
Pada Februari 2009, menurut data dari Fitch Polska SA, bank
memegang 86,16% dari semua obligasi daerah, sedangkan investor asing
membeli 11,43%; dana investasi 1,24%; perusahaan asuransi 0,89%; dan
entitas lain 0,18% dari obligasi pemerintah daerah. 86 Meskipun likuiditas
pasar obligasi daerah di Polandia kurang, obligasi ini masih dianggap sebagai
instrumen keuangan yang menarik bagi investor, terutama karena emiten
yang secara formal jauh dari kebangkrutan. Namun, situasi ini juga
menciptakan kendala bagi pertumbuhan dan perkembangan pasar obligasi
daerah. Untuk mengatasi kendala ini dan meningkatkan likuiditas, diperlukan
upaya untuk mengembangkan pasar sekunder dan menciptakan lebih banyak
kesempatan bagi investor yang beragam, termasuk investor asing, dana
investasi, dan perusahaan asuransi, untuk berpartisipasi dalam pasar obligasi
87
daerah.

85
Alina Daniowska. Op.Cit
86
Rynek pozaskarbowych papierów dunych. Podsumowanie dla lat 1999–2010. Fitch Polska
S.A. www.fitchpolska.com.pl., diakses 27 Maret 2023 Pukul 12.49 WIB.
87
Alina Daniowska. Op.Cit
Data di atas kemudian dipergunakan untuk mengidentifikasi faktor
yang paling signifikan dan relevan untuk pasar obligasi daerah Polandia
pada periode 1996–2009:88
1. Obligasi daerah merupakan sumber dana yang semakin populer
yang dihimpun di pasar keuangan, terlepas dari ukuran entitas
pemerintahan daerah;
2. Pasar korporasi yang matang yang menyediakan layanan konsultasi
keuangan dan hukum mendorong semakin banyak pemerintah daerah
menerbitkan obligasi;
3. Emiten mengelola utangnya dengan lebih baik, sehingga pemerintah
daerah mendapat manfaat dari pemeringkatan independen untuk
memastikan prakiraan posisi keuangan jangka panjang mereka dan
untuk meningkatkan posisi pasar mereka;
4. Karena utang pemerintah daerah meningkat, jatuh tempo masalah
berikutnya menjadi lebih panjang;
5. Variasi yang signifikan dari volume penerbitan membuktikan tidak
ada ambang titik impas dari penerbitan obligasi daerah, dan
menunjukkan sifat kuasi-kredit dari kewajiban pokok;
6. Karakter isu nonpublik yang didukung oleh komitmen kuat
penyelenggara, mendukung transformasi obligasi menjadi kuasi
pinjaman.89
Dengan demikian, pasar obligasi daerah di Polandia pada periode 1996-
2009 telah mengalami perkembangan yang signifikan dan positif, didorong
oleh beberapa faktor kunci, seperti popularitas yang meningkat, pasar
korporasi yang matang, pengelolaan utang yang lebih baik, jatuh tempo yang
lebih panjang, variasi volume penerbitan, dan karakter isu nonpublik.
Sejak 30 September 2009, pemerintah daerah di Polandia telah
menggunakan platform perdagangan baru yang dikenal sebagai GPW Catalyst
untuk menerbitkan obligasi mereka. GPW Catalyst merupakan pasar retail dan

88
Alina Daniowska. Op.Cit., Hlm 34
89
Ibid. Hlm. 92.
grosir untuk instrumen keuangan utang yang dioperasikan oleh Bursa Efek
Warsawa (WSE) dan BondSpot SA.90 Platform ini adalah pasar pertama untuk
obligasi korporasi, daerah, dan tertutup di Eropa Timur-Tengah. Dengan
pengenalan GPW Catalyst, proses penerbitan dan perdagangan obligasi
daerah di Polandia menjadi lebih terstruktur dan transparan. Pasar ini
menyediakan akses yang lebih mudah bagi investor untuk membeli dan
menjual obligasi, dan dengan demikian meningkatkan likuiditas dan efisiensi
di pasar obligasi daerah.
Selain itu, GPW Catalyst juga meningkatkan eksposur dan reputasi
penerbit obligasi daerah, karena platform ini memungkinkan emiten untuk
mencapai audiens yang lebih luas dan menarik investor yang lebih besar.
Sebagai hasilnya, pemerintah daerah di Polandia dapat mengumpulkan dana
dengan biaya yang lebih rendah dan mengurangi risiko terkait dengan
penerbitan obligasi.
Selama tujuh bulan pertama berfungsinya pasar obligasi daerah baru di
Polandia, hingga akhir April 2010, sebanyak 12 seri obligasi daerah
diterbitkan oleh enam entitas pemerintah daerah dan telah diperdagangkan di
pasar Catalyst. Ibu kota Warsawa menjadi pemimpin dalam hal ini, dengan
obligasi jangka panjangnya senilai PLN 900 juta terdaftar di pasar teregulasi
yang dioperasikan oleh Bursa Efek Warsawa dan BondSpot. Emiten terbesar
kedua, kota Poznań, menerbitkan obligasi jangka pendek senilai PLN 218 juta
yang terdaftar di pasar grosir. Selain itu, ada 12 penerbitan obligasi daerah
oleh lima entitas pemerintah daerah yang disahkan oleh pasar Catalyst.
Dengan demikian, permulaan pasar baru ini sangat menggembirakan karena
menunjukkan pasar obligasi daerah di Polandia mulai berkembang dan
menjadi lebih aktif.91
Keberhasilan awal pasar Catalyst menunjukkan platform ini telah berhasil
menciptakan lingkungan yang lebih transparan dan terstruktur untuk
penerbitan dan perdagangan obligasi daerah di Polandia. Dalam jangka

90
Sylwester Kozak. 2015. Municipal Bond As A Supporting Tool Of Regional Economic
Development In Poland. Polityki Europejskie, Finanse i Marketing. 14 (63) 2015. Hlm 88
91
Zofia Lekawa. Op,Cit. Hlm 97
panjang, kondisi ini akan meningkatkan kepercayaan investor, likuiditas
pasar, dan kemampuan pemerintah daerah untuk mengumpulkan dana
melalui penerbitan obligasi. Selain itu, keberhasilan pasar Catalyst juga dapat
mendorong lebih banyak entitas pemerintah daerah untuk
mempertimbangkan menerbitkan obligasi sebagai sumber pendanaan
alternatif yang efisien dan efektif.
Bukti berikut menunjukkan nilai sebenarnya pasar Catalyst: 92
1. Pasar Catalyst telah mengonsentrasikan pasar yang tersebar dalam
sekuritas utang yang diterbitkan oleh entitas pemerintah daerah.
2. Pasar disesuaikan dengan berbagai ukuran dan karakteristik yang
beragam, dan juga untuk memenuhi kebutuhan investor yang
berbeda: grosir dan retail, kelembagaan dan individu.
3. Pasar Catalyst memiliki prosedur yang disederhanakan yang
menawarkan otorisasi obligasi sederhana tanpa persyaratan untuk
menyajikan prospektus yang rumit, atau kuotasi dalam sistem
perdagangan alternatif. Sebuah inovasi di pasar saham Polandia
adalah kategori obligasi yang disahkan oleh Catalyst, tetapi belum
diperdagangkan. Otorisasi oleh Catalyst merupakan sinyal bagi
investor dan rekanan dari entitas pemerintah daerah bahwa emiten
adalah entitas publik, transparan, dan bertanggung jawab terhadap
pasar dan lingkungan bisnis. Oleh karena itu, mereka mematuhi
persyaratan pelaporan yang sama seperti yang mengikat emiten
instrumen yang terdaftar dan diperdagangkan.
4. Pengembangan pasar sekunder telah memastikan likuiditas obligasi,
sehingga menjamin pembiayaan investasi swadaya jangka panjang.
5. Penawaran umum emisi dan kesetaraan akses investor terhadap
informasi telah mendorong keterkaitan kredibilitas emiten dengan
karakteristik, risiko, dan penetapan harga spesifik dari masing-
masing isu.

92
Zofia Lekawa. Op,Cit. Hlm 98
Secara keseluruhan, pasar Catalyst telah membawa manfaat yang
signifikan bagi pasar obligasi daerah di Polandia dengan meningkatkan akses,
transparansi, likuiditas, dan daya tarik bagi investor. Dalam jangka panjang,
ini akan mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengembangan infrastruktur
di seluruh negara.
Di Polandia, pinjaman bank masih merupakan sumber dana
eksternal yang paling penting bagi kotamadya, Namun, seiring dengan
perkembangan pasar obligasi daerah dan peningkatan kesadaran akan
keuntungan yang ditawarkan oleh instrumen keuangan ini, penerbitan
obligasi kota telah menjadi semakin penting sebagai sumber pendanaan
alternatif.93 Beberapa alasan mengapa penerbitan obligasi daerah semakin
penting di Polandia meliputi: 94
1. Diversifikasi sumber pendanaan: penerbitan obligasi kota membantu
pemerintah daerah mendiversifikasi sumber pendanaan mereka,
mengurangi ketergantungan pada pinjaman bank dan meningkatkan
fleksibilitas keuangan.
2. Kondisi pasar yang menguntungkan: dengan pertumbuhan ekonomi
Polandia yang stabil dan akses ke dana Uni Eropa untuk proyek
infrastruktur, pemerintah daerah dapat menemukan pasar obligasi yang
lebih menguntungkan dibandingkan dengan pinjaman bank.
3. Ketentuan yang lebih fleksibel: obligasi kota sering menawarkan
ketentuan yang lebih fleksibel dibandingkan dengan pinjaman bank,
seperti jangka waktu yang lebih panjang, tingkat bunga yang lebih
rendah, dan opsi pembayaran yang lebih fleksibel.
4. Meningkatkan reputasi dan kredibilitas: penerbitan obligasi kota dapat
membantu meningkatkan reputasi dan kredibilitas pemerintah daerah di
mata investor, terutama jika mereka mendapatkan pemeringkatan kredit
yang baik dari agensi pemeringkat.

93
A. Szewczuk, M. Kogut-Jaworska, M. Zioÿo. 2011. Pengembangan, Teori dan Praktik Lokal
dan Regional. Rumah Penerbitan CH Beck. Warsawa,. Hlm. 28
94
A. Szewczuk, M. Kogut-Jaworska, M. Zioÿo. 2011. Pengembangan, Teori dan Praktik Lokal
dan Regional. Rumah Penerbitan CH Beck. Warsawa,. Hlm. 28
5. Partisipasi investor yang lebih luas: penerbitan obligasi kota
memungkinkan pemerintah daerah untuk menarik berbagai jenis
investor, baik domestik maupun internasional, yang mungkin tidak
terlibat dalam pinjaman bank.
Dengan demikian, meskipun pinjaman bank masih merupakan sumber
dana eksternal utama bagi kotamadya di Polandia, penerbitan obligasi daerah
semakin diakui sebagai instrumen pendanaan alternatif yang penting untuk
mendukung pertumbuhan dan pengembangan pemerintah daerah.
Infrastruktur merupakan bidang utama di mana kotamadya
menggunakan dana yang diperoleh dari penerbitan obligasi. Infrastruktur
yang baik sangat penting dalam memfasilitasi pertumbuhan ekonomi dan
meningkatkan daya saing daerah. Beberapa alasan mengapa infrastruktur
95
menjadi factor penting dalam pembangunan regional meliputi:
1. Meningkatkan konektivitas: infrastruktur yang baik, seperti jaringan
transportasi, memungkinkan perusahaan lokal untuk menghubungkan diri
dengan pasar nasional dan internasional, sehingga memudahkan
perdagangan barang dan jasa serta memacu pertumbuhan ekonomi.
2. Menarik investasi: infrastruktur yang andal dan efisien menarik perhatian
investor, baik domestik maupun internasional, karena mereka cenderung
berinvestasi di daerah dengan akses yang mudah ke pasar dan sumber
daya.
3. Meningkatkan produktivitas: infrastruktur yang baik, seperti jaringan
energi dan telekomunikasi, meningkatkan produktivitas perusahaan dan
individu dengan memungkinkan mereka bekerja secara lebih efisien dan
efektif.
4. Mendorong pembangunan sektor lain: investasi dalam infrastruktur sering
kali membawa dampak positif pada sektor-sektor lain, seperti pariwisata,
perdagangan, dan industri, yang pada gilirannya mendorong
pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

95
J. Leigland. 1997. Accelerating Municipal Bond Market Development in Emerging Economies:
An Assessment of Strategies and Progress. Public Budgeting and Finance, Summer. Hlm. 57-79.
5. Meningkatkan kualitas hidup: infrastruktur sosial, seperti fasilitas
kesehatan, pendidikan, dan perumahan, berperan penting dalam
meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mendukung pembangunan
manusia yang berkelanjutan.
Oleh sebab itu, pemerintah daerah di banyak negara, termasuk Polandia,
sering mengalokasikan dana yang diperoleh dari penerbitan obligasi untuk
proyek-proyek infrastruktur. Investasi dalam infrastruktur berdampak jangka
panjang dan membantu mendorong pertumbuhan ekonomi, serta
meningkatkan daya saing dan kualitas hidup di daerah tersebut.
Karena alasan ini, kotamadya dan badan usaha milik kota
mengeluarkan obligasi yang membiayai proyek ekspansi. Obligasi
terutama digunakan oleh pemerintah kota di daerah perkotaan untuk
membiayai infrastruktur yang penting. Keuntungan dari sistem
pendanaan tersebut, dana investasi sebagian besar berasal dari investor
dalam negeri dan tidak menimbulkan risiko valuta asing. Selain itu,
obligasi daerah memberikan alat yang aman dan fleksibel untuk
investasi domestik jangka panjang. Penggunaan obligasi daerah
membantu desentralisasi strategi pembangunan ekonomi daerah. Secara
khusus, sistem tersebut dapat diterapkan pada perkembangan
infrastruktur.96 Dengan demikian, obligasi daerah yang diterbitkan oleh
kotamadya dan badan usaha milik kota menjadi alat yang efektif untuk
membiayai proyek infrastruktur dan ekspansi, mendukung desentralisasi
strategi pembangunan, serta menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
investasi domestik jangka Panjang.
Di Polandia, obligasi telah menjadi instrumen yang lebih sering
digunakan untuk mendanai pembangunan ekonomi regional dan cara
pemerintah daerah menggunakan obligasi dipengaruhi oleh peningkatan
kapasitas dana struktural Uni Eropa dan perubahan undang-undang
yang mengatur tingkat utang kotamadya. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan data dari Ministry of Finance (MF), Central Statistical Office

96
Sylwester Kozak Op.Cit., Hlm 88.
(GUS), European Central Bank (ECB), platform bursa efek CATALYST,
laporan berkala National Bank of Poland (NBP), dan ekonomi literatur. 97
Jumlah kotamadya yang menerbitkan obligasi tidak lebih dari 500.
Membandingkan jumlah ini dengan 2.478 kotamadya, 314 kabupaten
dan 16 provinsi yang berfungsi pada awal tahun 2015 di Polandia,
dapat diperkirakan terdapat ruang yang signifikan untuk pengembangan
lebih lanjut dari jenis pendanaan pemerintah daerah tersebut. 98
Beberapa faktor yang dapat mendukung pengembangan lebih lanjut dari
penggunaan obligasi daerah di Polandia meliputi: 99
1. Peningkatan kesadaran: edukasi dan promosi mengenai manfaat
pendanaan melalui obligasi daerah dapat mendorong lebih banyak
kotamadya untuk menjadikannya sebagai opsi pendanaan.
2. Reformasi peraturan: mengadopsi perubahan peraturan yang lebih
mendukung penerbitan obligasi daerah dan memberikan insentif bagi
kotamadya untuk memanfaatkan instrumen ini.
3. Pembangunan pasar sekunder: meningkatkan likuiditas pasar sekunder
untuk obligasi daerah akan menarik lebih banyak investor dan
mendukung pertumbuhan pasar ini.
4. Bantuan teknis dan keuangan: dukungan dari Uni Eropa atau lembaga
keuangan internasional lain dalam bentuk bantuan teknis dan keuangan
dapat membantu kotamadya mengembangkan dan mengelola portofolio
obligasi mereka.
5. Transparansi dan pelaporan: meningkatkan standar transparansi dan
pelaporan dalam penerbitan dan perdagangan obligasi daerah akan
meningkatkan kepercayaan investor dan memperluas pangsa pasar.
Dengan mempertimbangkan potensi yang signifikan untuk
pengembangan lebih lanjut dari jenis pendanaan pemerintah daerah ini,

97
Narodowy Bank Polski. 2014. Perkembangan Sistem Keuangan di Polandia pada Tahun
2013. NBP, Warsawa. Hlm. 261.
98
Data diambil dari situs web utama Kementerian Administrasi dan Digitalisasi:
https://administracja.mac.gov.pl/adm/baza-jst/843,Samorzad-terytorialny-w-Polsce.html;
[10.07.2015].
99
Ibid.,
pemerintah Polandia dan sektor keuangan harus bekerja sama untuk
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan pasar obligasi
daerah, yang pada akhirnya akan mendukung pembangunan ekonomi
regional yang lebih luas.
Seperti telah disebutkan, di Polandia, obligasi daerah diterbitkan
berdasarkan Act of 29 June 1995 on bonds (J.L. 1995 No. 83, item 420,
unified text: J.L. 2001 No. 120, item 1300). Pasal 4 peraturan ini
memaparkan, obligasi adalah surat berharga yang diterbitkan secara seri
di mana penerbit menyatakan berutang kepada pemilik obligasi
(bondholder) dan berkomitmen kepadanya suatu performa tertentu.
Selain itu, Pasal 2 menyatakan, obligasi dapat diterbitkan, antara lain
oleh kotamadya, distrik, provinsi, dan asosiasi unit-unit ini dan ibu kota
Warsawa. Biasanya obligasi daerah memiliki jatuh tempo jangka
panjang pada kisaran 1 sampai 15 tahun, dengan rata-rata antara 5 dan
10 tahun.100 Dengan demikian, peraturan tersebut juga memuat kewajiban
penerbit untuk membayar bunga kepada pemilik obligasi secara berkala, serta
menjamin kembali modal investasi pada saat jatuh tempo obligasi. Adapun,
setiap emisi obligasi daerah harus memperoleh persetujuan dari Kementerian
Keuangan, serta harus disertai dengan laporan keuangan tahunan dan
pemeringkatan dari lembaga pemeringkat independen. Selain itu, penerbit
juga harus memenuhi persyaratan pengungkapan informasi yang lengkap dan
akurat mengenai keuangan mereka.
Penggunaan obligasi untuk mendanai kegiatan pemerintah
daerah diaktifkan kembali setelah transformasi ekonomi Polandia pada
tahun 1989. Pada awal 1990-an, kota-kota yang menerbitkan obligasi
pertama meliputi: Braniewo, Miÿdzyrzecz, Pÿock, dan Warsawa-
Mokotów.101 Penerbitan obligasi ini dimungkinkan karena Act of 8 March
1990 on local self government [J.L. 1990 No. 16 item 95]. Mengadopsi Act

100
Sylwester Kozak. Op.Cit. Hlm. 88.
101
K. Markowski. 2002. Obligasi Kota sebagai Instrumen Konsentrasi Modal untuk Membiayai
Investasi Kota [di] D. Zarzecki (ed.): Manajemen Keuangan. Aturan Klasik - Alat Modern. Vol. II.
Universitas WN Szczecin, Szczecin. Hlm. 469-480.
of 29 June 1995 on bonds secara signifikan mempercepat perkembangan
pasar obligasi daerah. Pada awal tahun 1996, kota-kota pertama yang
menerbitkan obligasi di bawah undang-undang baru adalah Gdynia
dan Ostrów Wielkopolski. 102 Peningkatan minat yang signifikan pada
obligasi daerah tercatat setelah aksesi Polandia ke Uni Eropa pada
tahun 2004. Jumlah penerbitan obligasi meningkat secara signifikan
karena serta nilai obligasi daerah yang beredar.
Mulai tahun 2014, sesuai dengan Article 243 of the Act, rasio
nilai pembayaran tahunan yang terkait dengan pembayaran utang
terhadap total pendapatan yang direncanakan, tidak boleh melebihi
tarif yang sesuai dengan rata-rata aritmatika yang dihitung selama
tiga tahun terakhir, serta hubungan pendapatan saat ini dengan total
pendapatan. Selain itu, rasio tersebut akan dihitung secara individual
untuk setiap kotamadya. Dylewski berpendapat, besaran utang
pemerintah daerah harus ditentukan secara hati-hati dan jangan
sampai melewati batas optimal. Ia juga melihat munculnya ancaman
akibat meningkatnya utang beberapa pemerintah daerah yang
berfungsi dengan baik karena perubahan batas efektif sejak 2014. 103
Salah satu bentuk rasionalisasi utang daerah adalah
penggunaan obligasi pendapatan. Fitur pentingnya, pembayaran kupon
dan penebusan dibiayai semata-mata dari pendapatan yang dihasilkan
oleh proyek investasi yang dikeluarkan. Untuk alasan ini, antara lain,
terjadi pada obligasi utilitas listrik, obligasi kompleks olahraga, obligasi
sistem air dan saluran pembuangan, obligasi jalan tol, obligasi
pendapatan industri, obligasi bandara, obligasi rumah sakit, obligasi
perumahan multikeluarga atau keluarga tunggal, obligasi perguruan
tinggi dan universitas, dll.104

102
M. ÿwiÿcicki. 2006. Pasar Obligasi Daerah dari Sudut Pandang Penyelenggara Penerbitan,
Obligasi Daerah di Polandia. BRE Bank – Jurnal KASUS No. 84. Hlm. 25-28.
103
M. Dylewski. 2014. Masalah JST - Masalah Sekarang dan dari Perspektif Keuangan UE.
Studi Ekonomi/Universitas Ekonomi di Katowice: Keuangan - Masalah – Keputusan. No. 198. Bagian. 1.
Hlm. 125-134.
104
Sylwester Kozak. Op. Cit. Hlm. 94.
Salah satu penerbit obligasi pendapatan pertama adalah
Pasokan Air Kota dan Pembuangan Air Limbah di Bydgoszcz. Pada
bulan Desember 2005, perusahaan daerah tersebut merilis dua tahap
pertama obligasi pendapatan sebesar PLN100 juta dengan harapan akan
menghasilkan pendapatan sebesar PLN600 juta. Obligasi pendapatan
itu didedikasikan untuk membiayai proyek "Bydgoszcz Water and
Sewerage II". Pada tahun 2006, obligasi pendapatan senilai PLN166
juta dikeluarkan untuk mendanai proyek Perusahaan Transportasi Kota
di Lodz; dengan rencana penebusan di tahun 2020. Selanjutnya, pada
tahun 2010 kota Gdaÿsk mengeluarkan obligasi pendapatan senilai
PLN340 juta. Fitur penting dari obligasi pendapatan di Polandia ialah
semua biaya yang timbul dari operasi mereka tidak diperhitungkan
terhadap batas utang kota yang diberlakukan oleh Law of Public
Finance.105
Dengan demikian, berdasarkan uraian data di atas menunjukkan,
obligasi daerah yang diterbitkan oleh pemerintah daerah di Polandia
merupakan kategori obligasi pendapatan atau yang menghasilkan
penerimaan daerah. Hal ini dapat dilihat dari fakta bahwa obligasi tersebut
digunakan untuk mendanai proyek pembangunan infrastruktur dan kegiatan
pemerintah daerah lain, yang pada akhirnya akan menghasilkan
penerimaan bagi daerah tersebut. Selain itu, obligasi daerah juga menjadi
sumber pendanaan yang semakin penting bagi pemerintah daerah di
Polandia, terutama setelah aksesi Polandia ke Uni Eropa pada tahun 2004.
Obligasi daerah di Polandia, yang telah terbukti efektif dalam
mendanai proyek pembangunan infrastruktur dan kegiatan pemerintah
daerah, dapat menjadi inspirasi bagi pemerintah daerah di Indonesia.
Pemerintah daerah di Indonesia dapat belajar dari pengalaman Polandia
dalam penerbitan obligasi daerah. Namun, penting untuk menyesuaikan
model tersebut agar sesuai dengan konteks dan kebutuhan Indonesia.

105
Ibid. Hlm. 94

Anda mungkin juga menyukai