Anda di halaman 1dari 35

1

PENGARUH PERKEMBANGAN WAJIB PAJAK TERHADAP


PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
DI KABUPATEN MAMUJU

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

Yakub Berang
NPM 201502106
Program Studi : Ekonomi Pembangunan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAMUJU


2023
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penduduk dan pembangunan tidak dapat dipisahkan dalam suatu

wilayah. Di satu sisi, penduduk dapat menunjang kelancaran

pembangunan, tetapi di sisi lainnya penduduk dapat pula menghambat

pembangunan. Selain itu, penduduk merupakan subjek dan objek

pembangunan. Sebagai subjek, penduduk diharapkan memiliki peran

strategis dalam kelancaran pembangunan, sedangkan sebagai objek,

hasil-hasil pembangunan akan dinikmati kembali oleh penduduk. Olehnya

itu, antara penduduk dan pembangunan merupakan satu kesatuan yang

saling menunjang dalam mencapai tujuan dan sasaran pembangunan

yang telah ditetapkan.

Di Negara Indonesia, populasi penduduk yang cukup besar

hendaknya mampu diberdayakan sehingga dapat menjadi aset strategis

dalam menunjang keberhasilan pembangunan. Hal ini sesuai dengan

pendapat yang dikemukakan oleh Barthos (2001:8) dengan mengatakan

bahwa jumlah penduduk yang besar hendaknya dijadikan sebagai suatu

keunggulan bukan sebaliknya yang dapat menghambat kelancaran

pembangunan di berbagai bidang.

Selanjutnya, menurut Ananta et.al. (2005:22) alasan yang

melandasi pemikiran kependudukan merupakan faktor strategis dalam

kerangka pembangunan nasional yakni penduduk merupakan pusat dari


3

seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan.

penduduk adalah subyek dan obyek pembangunan. Sebagai subyek

pembangunan maka penduduk harus dibina dan dikembangkan sehingga

mampu menjadi penggerak pembangunan. Sebaliknya, pembangunan

juga harus dapat dinikmati oleh penduduk yang bersangkutan. Dengan

demikian jelas bahwa pembangunan harus dikembangkan dengan

memperhitungkan kemampuan penduduk agar seluruh penduduk dapat

berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan tersebut.

Mencermati pendapat di atas, jelas bahwa populasi penduduk yang

cukup besar bukan hanya akan menjadi sumber permasalahan dalam

pembangunan, tetapi dapat berkontribusi dalam menyukseskan

pembangunan. Salah satu kontribusi besar penduduk termasuk di

Indonesia yakni peran penduduk dalam meningkatkan penerimaan

negara, khususnya yang bersumber dari pajak. Maksudnya, pertambahan

jumlah penduduk akan mengakibatkan meningkatnya jumlah wajib pajak.

Kondisi ini tentunya akan mempengaruhi peningkatan penerimaan negara

yang bersumber dari pajak.

Salah satu penerimaan negara yang sangat diharapkan mengalami

peningkatan yakni penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Atas

dasar ini, populasi penduduk yang cukup besar yang berimplikasi

terhadap meningkatnya jumlah wajib pajak diharapkan akan berpengaruh

secara langsung terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.

Seperti halnya di Kabupaten Mamuju, sebagai salah satu daerah yang


4

mengalami perkembangan pesat di Provinsi Sulawesi Barat, potensi

peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun akan mempengaruhi

peningkatan jumlah wajib pajak. Dengan demikian, peningkatan jumlah

wajib pajak diharapkan akan semakin meningkatkan penerimaan Pajak

Bumi dan Bangunan di daerah ini.

Bertitik tolak pada uraian di atas, sebagai daerah yang

berkembang pesat, peningkatan jumlah wajib dengan semakin majunya

pembangunan di wilayah ini, akan sangat berpotensi dalam

meningkatkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten

Mamuju. Atas dasar ini, peneliti berkeinginan untuk mengadakan

penelitian dengan menitikberatkan pada pengaruh perkembangan wajib

pajak terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten

Mamuju.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah dalam

penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah perkembangan wajib pajak berpengaruh terhadap

penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Mamuju?

2. Apakah perkembangan wajib pajak berkorelasi dengan

penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Mamuju?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai atas terlaksananya penelitian ini

sebagai berikut:
5

1. Untuk mengetahui besarnya pengaruh perkembangan wajib pajak

terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten

Mamuju.

2. Untuk mengetahui besarnya korelasi antara perkembangan wajib pajak

terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten

Mamuju.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Manfaat ilmiah, yakni penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai

salah satu bahan referensi kepada setiap pembaca yang bermaksud

menambah wawasan, khususnya yang berhubungan dengan Pajak

Bumi dan Bangunan (PBB).

2. Manfaat praktis, yakni penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai

salah satu rekomendasi penelitian kepada Pemerintah Daerah dalam

mengelola dan meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk

meningkatkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten

Mamuju.
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pajak

Salah satu jenis penerimaan negara yang banyak memberikan

kontribusi terhadap devisa negara adalah bersumber dari pajak. Hasil

penerimaan negara yang bersumber dari pajak dipergunakan untuk

membiayai pengeluaran rutin pemerintah termasuk dalam membiayai

kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan.

Untuk lebih memahami tentang pajak, berikut dikemukakan

pengertian pajak di bawah ini.

1) Menurut Sumawidjaya (1999:12) mengemukakan bahwa pajak

ialah iuran wajib berupa barang yang dipungut oleh penguasa

berdasarkan norma hukum guna menutup biaya produksi

barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

2) Andriani dalam Nurmantu (2003:12) pajak adalah iuran kepada

negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib

membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak

mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan

yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk

menyelenggarakan pemerintahan.

3) Menurut Muqodim (2009:1) pajak adalah suatu pengalihan

sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta kepada


7

sektor pemerintah (kas negara) berdasarkan Undang-undang

atau peraturan, sehingga dapat dipaksakan, tanpa ada kontra

prestasi yang langsung dan seimbang yang dapat ditunjukkan

secara individual dan hasil penerimaan pajak tersebut

merupakan sumber penerimaan negara yang akan digunakan

untuk pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.

4) Soemitro dalam Mardiasmo (2011:1) mengartikan pajak adalah

iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal

yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk

membayar pengeluaran-pengeluaran umum.

Dalam kaitannya dengan pungutan yang dilakukan oleh

Pemerintah Daerah, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Mamuju

Nomor 7 Tahun 2005, pajak adalah iuran yang wajib dilakukan oleh orang

pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan, yang dapat dipaksakan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang

digunakan untuk membiayai penyelenggaraan daerah dan pembangunan

daerah.

Kaitannya dengan pungutan oleh Pemerintah Daerah, berdasarkan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak daerah yang selanjutnya

disebut pajak adalah kontribusi yang wajib kepada daerah yang terutang

oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan


8

undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung

dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.

Secara umum ciri-ciri yang terdapat dari pengertian pajak

disimpulkan sebagai berikut:

1) Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh

pemerintah daerah berdasarkan peraturan undang-undang serta

aturan pelaksanaannya.

2) Pungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari

sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara

(pemungut pajak/administrator pajak).

3) Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum

pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik

rutin maupun pembangunan.

4) Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontraprestasi) individual

oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh

para wajib pajak.

5) Berfungsi sebagai budgeter atau mengisi kas negara/anggaran

negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan

penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat

untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam

lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur/regulatif).

B. Penggolongan dan Fungsi Pajak


9

Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa pajak merupakan iuran

rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat

ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran-

pengeluaran umum.

Dalam kaitannya dengan pajak, pajak terdiri dari berbagai jenis

dan memiliki beberapa fungsi. Jenis dan fungsi pajak akan diuraikan pada

pembahasan di bawah ini.

Moqodim (2009:4) Pembagian pajak menurut golongannya dapat

dibagi menjadi dua yaitu:

1. Pajak Langsung

Pajak langsung adalah pajak yang dimaksudkan untuk dipikul sendiri

oleh yang membayarnya. Jadi jenis pajak ini tidak bisa dilimpahkan

kepada pihak lain. Ditinjau dari segi tata usaha negara, pajak

langsung adalah pajak yang dikenakan secara berkala, misalnya

setiap tahun, setiap bulan dan sebagainya.

2. Pajak Tidak Langung

Pajak tidak langsung adalah pajak yang dimaksudkan dapat

dilimpahkan atau dibebankan oleh yang membayarnya kepada pihak

lain atau pemikul. Jadi jenis pajak ini bisa dilimpahkan oleh penjual

kepada pembeli atau sebaliknya dari pembeli kepada penjual.

Menurut Sudargo (1999:56) bahwa bentuk-bentuk pajak antara

lain:
10

1. Pajak-pajak yang berhubungan dengan pendapatan, yakni:

a. Perseorangan

b. Perusahaan, dan

c. Pajak daftar gaji/upah.

2. Pajak-pajak yang berhubungan dengan pengeluaran konsumsi, yakni:

a. Pajak pengeluaran yang dipungut seperti pendapatan untuk

pengeluaran-pengeluaran yang telah diadakan.

b. Bea dan cukai serta pajak penjualan yang dipungut dari para

importir atau para penjual, akan tetapi dianggap sebagai pajak

yang berhubungan dengan konsumsi.

3. Pajak yang berhubungan dengan hak milik atau pemindahan

kekayaan, yakni:

a. Pajak atas harta bersih perseorangan

b. Pajak atas nilai kotor dari milik, dan

c. Nilai suatu tanah serta pajak tanah.

4. Pajak yang langsung berhubungan dengan kesibukan perusahaan

pada dirinya yang dipungut dari penerimaan-penerimaan kotor

(bruto), jumlah kapital atau lain ukuran atas bentuk-bentuk tertentu

dari kesibukan perusahaan.

Selain itu, dalam pembagian pajak juga dikenal istilah Pajak

Negara dan Pajak Daerah. Pajak Negara adalah pajak yang dipungut

oleh Pemerintah Pusat melalui Departemen Keuangan, seperti Pajak

Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak


11

Penjualan, dan sebagainya. Sedangkan pajak Daerah adalah pajak yang

dipungut oleh Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota)

berdasarkan peraturan yang ditetapkan untuk pembiayaan Pemerintah

Daerah, seperti Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Reklame,

dan sebagainya.

Seluruh jenis pajak di atas, baik yang oleh Pemerintah Pusat

maupun Pemerintah Daerah, pada dasarnya dipergunakan untuk

pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan

pembangunan yang hasilnya akan dinikmati oleh masyarakat. Untuk itu,

kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak sangat membantu

pemerintah dalam menjalankan pemerintahan dan melaksanakan

kegiatan pembangunan.

Untuk lebih jelasnya, Nurmantu (2003:30) mengemukakan dua

macam fungsi pajak yaitu:

1. Fungsi Pajak Budgetair

Fungsi Budgetair disebut fungsi utama pajak, atau fungsi fiskal yaitu

suatu fungsi dalam mana pajak dipergunakan sebagai alat untuk

memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan

undang-undang perpajakan yang berlaku. Fungsi ini disebut fungsi

utama karena fungsi inilah yang secara historis pertama kali timbul.

Berdasarkan fungsi ini, pemerintah yang membutuhkan dana untuk

membiayai berbagai kepentingan atau kegiatan lainnya sehingga

memungut pajak dari penduduknya.


12

2. Fungsi Pajak Regulerend

Fungsi regulerend atau fungsi mengatur disebut juga fungsi

tambahan yaitu suatu fungsi dalam mana pajak dipergunakan oleh

pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Disebut

sebagai fungsi tambahan karena fungsi ini hanya sebagai pelengkap

dari fungsi utama pajak. Di sini pemerintah dapat menggunakan pajak

sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut dengan cara memajaki

harga minuman keras sedemikian rupa, sehingga tidak terjangkau

lagi oleh sebagian besar generasi muda.

Pada sektor perekonomian, peraturan-peraturan perpajakan dapat

berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Untuk

dapat menciptakan daya saing produk dalam negeri dan melindungi para

produsen atau produk dalam negeri, pemerintah dapat menetapkan

regulasi dengan mengenakan biaya masuk yang cukup tinggi terhadap

barang impor, yang mengakibatkan produsen luar negeri sulit memasuki

pasar negara tertentu. Apabila tetap memasuki pasar, ini akan menjadi

sumber pendapat yang besar bagi negara tersebut. Di samping itu

penurunan pajak ekspor dapat mendorong produksi sehingga

produktivitas pihak yang bergerak di bidang ekspor mengalami

peningkatan.

C. Pajak Bumi dan Bangunan

Sebagaimana telah diketahui sebelumnya bahwa Pajak Bumi dan

Bangunan merupakan jenis pajak yang dipungut oleh negara yang


13

digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah, khususnya dalam

membiayai pembangunan.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun

2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dimaksud Pajak

Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan

yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau

badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha

perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Soemitro (2002:5) mengartikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

adalah pajak yang dikenakan atas harta yang tak bergerak, maka dalam

hal ini yang dipentingkannya adalah obyeknya dan oleh karena itu

keadaan atau status orang atau badan yang dijadikan subyek yang tidak

penting dan tidak mempengaruhi besarnya pajak.

Selanjutnya Bohari (1999:75) mengartikan Pajak Bumi dan

Bangunan yakni merupakan pajak langsung karena pajaknya harus

dibayar sendiri oleh si wajib pajak dan tidak boleh dibebankan kepada

pihak lain.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mulai berlaku sejak tanggal 1

januari 1986 yang sebelumnya merupakan Iuran Pembangunan daerah

(IPEDA), kemudian berubah menjadi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

yang berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985

tentang Pajak Bumi dan Bangunan, dan kemudian diubah dengan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 obyek PBB jauh beda dengan


14

obyek IPEDA, yaitu Bumi dan Bangunan. Pengertian bumi adalah

permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya, sedangkan

bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan tetap

pada tanah dan atau perairan.

Dasar dalam mengenakan PBB yaitu Nilai Jual Objek Pajak

(NJOP) dengan melihat kondisi objek pajak setiap tanggal 1 Januari

tahun bersangkutan. NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari

transaksi jual yang terjadi secara wajar. Apabila tidak terdapat jual beli,

maka penentuan NJOP diperoleh melalui perbandingan harga dengan

lain yang sejenis, tarif PBB sebesar 0,5% dari Nilai Jual Kena Pajak

(NJKP). NJKP adalah sebesar dasar pengenaan pajak ditetapkan

minimal 20% dan maksimal 100% dari NJOP.

Setelah dijelaskan tentang pengertian, subyek, dan dasar

pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan, selanjutnya dikemuakan tentang

sistem pengelolaan PBB seperti yang terdapat di bawah ini.

Pengelolaan PBB adalah merupakan pelaksanaan dari Undang-

undang Nomor 12 Tahun 1994. Sebelum Undang-Undang ini diterbitkan,

dalam rangka memperlancar pemasukan penerimaan Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB) agar berjalan dengan baik dan efektif, maka dituangkan

dalam suatu bentuk Surat Keputusan Menteri Keuangan dengan nomor:

1007/KMK.04/1985 tentang Pelimpahan Wewenang Penagihan Pajak

Bumi dan Bangunan Kepada Gubernur Kepala Daerah Tk.I dan/atau

Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.


15

Dalam pasal 3 ayat (1) keputusan bersama tersebut diatur dengan

koordinasi dan kelancaran dalam pelaksanaan penagihan PBB dibentuk

Team intensifikasi PBB di Tingkat Propinsi dan Kabupaten/Walikota yang

anggotanya terdiri dari unsur Direktorat Jenderal Pajak (KP.PBB) dan

unsur Pemerintah Daerah.

Adapun sistem pengelolaan PBB yang dimaksudkan adalah:

1. Pendataan dan Penilaian Obyek dan Subyek PBB

Mengingat besarnya jumlah obyek pajak dan beragamnya tingkat

pendidikan dan pengetahuan wajib pajak (subyek pajak), maka belum

seluruhnya wajib pajak melaksanakan kewajiban untuk mendaftarkan

obyek PBB terdiri atas 2 kegiatan dan ada 4 alternatif pendataan

yang harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah yaitu

penyusunan data awal dan pemutahiran data PBB sebagai berikut:

a. Penyampaian Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP) adalah

dasar yang dijadikan untuk menerbitkan SPPT. Penyampaian

SPOP yang telah diisi dan ditandatangani oleh wajib pajak untuk

digunakan sebagai bahan penetapan besarnya pajak yang

terhutang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. Verifikasi Data Obyek dan Subyek PBB. Alternatif ini dilakukan

pada daerah atau wilayah yang sudah mempunyai peta

garis/peta foto yang dapat menemukan posisi obyek pajak dan

sudah mempunyai posisi relatif obyek pajak dan sudah

mempunyai data administrasi pembukuan PBB.


16

c. Pengukuran bidang wilayah obyek pajak, alternatif ini dapat

dilakukan pada daerah/wilayah yang hanya mempunyai sket peta

Desa/Kelurahan dan atau peta garis/peta foto belum dapat

digunakan untuk menentukan posisi obyek pajak.

d. Identifikasi obyek dan subyek PBB, pendataan dengan alternatif

ini dilaksanakan di wilayah yang sudah mempunyai peta

garis/peta foto yang dapat menentukan posisi alternatif obyek

pajak, tetapi tidak mempunyai data administrasi pembukuan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

e. Pemutahiran adalah merupakan kelanjutan dari kegiatan

penyusunan data awal yang merupakan kegiatan mencari dan

menerima informasi serta menata usahakan hal-hal seperti (1)

perubahan data obyek dan subyek PBB yang mencakup nama,

alamat dan luas obyek dan (2) pemunculan data obyek dan

subyek baru yang belum pernah dikenakan PBB.

2. Penilaian Nilai Jual Obyek Pajak

Penilaian atas tanah dan ataupun bangunan dimaksudkan untuk

memperkirakan nilai jual yang sebenarnya sehingga setiap obyek

pajak dapat dikenakan beban pajak yang sesuai, tidak meringankan

dan tidak pula memberatkan. Dan tingkat penilaian ini merupakan

perbandingan antara nilai jual yang ditetapkan dengan nilai jual

sebenarnya di lapangan.
17

NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli,

dan NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain

yang sejenis atau nilai perolehan baru dan atau NJOP pengganti.

Sedangkan harga bumi dan bangunan adalah harga tunai apabila

bumi dan bangunan tersebut dijual di pasar secara terbuka. Jika

dilihat dari tatacara penilaian tanah dan bangunan tersebut, maka

dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:

a. Penilaian massal yaitu penilaian atas bumi dan bangunan

dilakukan secara sistimatis terhadap obyek baik berupa tanah

maupun bangunan pada periode waktu tertentu dengan

menggunakan prosedur yang berstandar dan analisis yang adil,

merata dan efesien serta efektif untuk wilayah tertentu.

b. Penilaian individual pada umumnya dilakukan obyek pajak

bernilai tinggi.

3. Pengenaan dan Penetapan PBB

Untuk menghitung besarnya pajak terutang perlu ditetapkan Nilai Jual

Kena Pajak (NJKP), yaitu suatu prosentase tertentu yang ditetapkan

serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP.

Dari unsur-unsur pengenaan pajak sebagaimana yang telah

diuraikan, perlu diketahui faktor-faktor berikut: (1) Tarif pajak, (2)

NJOP, (3) NJKP, (4) Rumusan menghitung Pajak Bumi dan

Bangunan, dengan uraian faktor-faktor sebagai berikut:

a. Tarif pajak sebesar 0,5%


18

b. NJOP yang berupa tanah (bumi) dan bangunan ditentukan

sebagai berikut:

 Pendekatan perbandingan harga dengan obyek lain sejenis,

yaitu suatu pendekatan untuk menilai Nilai Jual Obyek Pajak

dengan cara membandingkan dengan harga obyek pajak lain

yang sejenis dan letaknya berdekatan serta telah diketahui

harga jualnya.

 Pendekekatan nilai perolehan baru, yaitu suatu pendekatan

untuk menentukan NJOP dengan cara menghitung seluruh

biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh/membangun obyek

pajak dengan menggunakan unit biaya materi/komponen

bangunan.

 Pendekatan nilai jual pengganti, yaitu suatu pendekatan untuk

menentukan Nilai Jual Obyek Pajak dengan memperhitungkan

hasil produksi/pendapatan obyek pajak bersangkutan.

c. NJKP yang besarnya 20% x NJOP.

d. Rumus untuk menghitung suatu pengenaan PBB adalah:

PBB terutang = Tarif x NJKP, atau

PBB terutang = 0,5% x 20% x NJOP – 0,1% x NJOP

Di Indonesia, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menjadi salah satu

jenis pajak yang sangat potensial dan berkontribusi besar terhadap

pembangunan. Olehnya itu, potensi jumlah penduduk dan potensi sumber

daya alam di Indonesia akan berkontribusi terhadap perkembangan wajib


19

pajak. Perkembangan wajib pajak yang dimaksud yakni Perkembangan

wajib pajak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bertambahnya

jumlah subjek pajak yakni orang atau badan yang secara nyata

mempunyai hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan

atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

D. Pembangunan Berdimensi Kependudukan

Pembangunan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk

melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Pembangunan dikatakan

berhasil jika hasil-hasil pembangunan yang dicapai mampu mencapai

tujuan dan sasarannya.

Menurut Siagian (2003:96) pembangunan adalah suatu usaha atau

rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan

dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah,

menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building).

Pembangunan yang diselenggarakan dalam suatu wilayah

hendaknya berwawasan kependudukan. Beberapa alasan yang

melandasi pemikiran bahwa kependudukan merupakan faktor yang

sangat strategis dalam kerangka pembangunan nasional.

Menurut Ananta et.al. (2005:22) alasan yang melandasi pemikiran

kependudukan merupakan faktor strategis dalam kerangka pembangunan

nasional yakni: Pertama, kependudukan, atau dalam hal ini adalah

penduduk, merupakan pusat dari seluruh kebijaksanaan dan program

pembangunan yang dilakukan. Dalam GBHN dengan jelas dikemukakan


20

bahwa penduduk adalah subyek dan obyek pembangunan. Sebagai

subyek pembangunan maka penduduk harus dibina dan dikembangkan

sehingga mampu menjadi penggerak pembangunan. Sebaliknya,

pembangunan juga harus dapat dinikmati oleh penduduk yang

bersangkutan. Dengan demikian jelas bahwa pembangunan harus

dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk agar

seluruh penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika

pembangunan tersebut. Sebaliknya, pembangunan tersebut baru

dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk.

Kedua, kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi

dinamika pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Jumlah

penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas yang memadai akan

merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya jumlah

penduduk yang besar jika diikuti dengan tingkat kualitas yang rendah,

menjadikan penduduk tersebut sebagai beban bagi pembangunan.

Ketiga, dampak perubahan dinamika kependudukan baru akan

terasa dalam jangka yang panjang. Karena dampaknya baru terasa

dalam jangka waktu yang panjang, sering kali peranan penting penduduk

dalam pembangunan terabaikan. Sebagai contoh, beberapa ahli

kesehatan memperkirakan bahwa krisis ekonomi dewasa ini akan

memberikan dampak negatif terhadap kesehatan seseorang selama 25

tahun kedepan atau satu genarasi. Dengan demikian, dapat dibayangkan

bagaimana kondisi sumberdaya manusia Indonesia pada generasi


21

mendatang, 25 tahun setelah tahun 1997. demikian pula, hasil program

keluarga berencana yang dikembangkan 30 tahun yang lalu (1968), baru

dapat dinikmati dalam beberapa tahun terakhir ini. Dengan demikian,

tidak diindahkannya dimensi-dimensi kependudukan dalam rangka

pembangunan nasional sama artinya dengan “menyengsarakan” generasi

berikutnya.

Perhatian pemerintah terhadap kependudukan dimulai sejak

pemerintah Orde Baru memegang kendali. Konsep “pembangunan

manusia seutuhnya” yang tidak lain adalah konsep “pembangunan

kependudukan” mulai diterapkan dalam perencanaan pembangunan

Indonesia yang sistematis dan terarah sejak Repelita 1 pada tahun 1986.

Namun sedemikian jauh, walaupun dalam tatanan kebijaksanaan telah

secara sungguh-sungguh mengembangkan konsep pembangunan yang

berwawasan kependudukan, pemerintah belum dapat

mengimplementasikan kebijaksanaan tersebut.

Apa yang dapat dipelajari dari krisis ekonomi yang berlangsung

saat ini adalah bahwa Indonesia telah mengambil strategi pembangunan

ekonomi yang tidak sesuai dengan potensi serta kondisi yang dimiliki.

Walaupun pada saat ini indikator makro ekonomi seperti tingkat inflasi

serta pertumbuhan ekonomi telah menunjukkan ke arah perbaikan yang

lebih baik, namun terlalu dini untuk mengatakan bahwa telah terjadi

perkembangan ekonomi secara fundamental. Lagi pula tidak ada suatu

jaminan bahwa Indonesia tidak akan kembali mengalami krisis dimasa


22

yang akan datang, jika faktor-faktor mendasar belum tersentuh sama

sekali.

Ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri yang dipandang

sebagai pangkal permasalahan krisis ekonomi saat ini masih belum dapat

diselesaikan. Bahkan ada kecenderungan ketergantungan Indonesia

terhadap pinjaman luar negeri ini menjadi semakin mendalam.

Ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri tersebut tidak akan

berkurang jika pemerintah tidak melakukan perubahan mendasar

terhadap strategi pembangunan ekonomi yang ada pada saat ini.

Diperlukan suatu strategi baru dalam pembangunan ekonomi dengan

mengedepankan pembangunan ekonomi berwawasan kependudukan

sehingga dicapai pembangunan yang berkelanjutan.

Secara sederhana pembangunan berwawan kependudukan

mengandung dua makna sekaligus yaitu, pertama, pembangunan

berwawasan kependudukan adalah pembangunan yang disesuaikan

dengan potensi dan kondisi penduduk yang ada. Penduduk harus

dijadikan titik sentral dalam proses pembangunan. Penduduk harus

dijadikan subyek dan obyek dalam pembangunan. Pembangunan adalah

oleh penduduk dan untuk penduduk. Makna kedua dari pembangunan

berwawasan kependudukan adalah pembangunan sumberdaya manusia.

Pembangunan yang lebih menekankan pada peningkatan kualitas

sumberdaya manusia dibandingkan dengan pembangunan infastruktur

semata.
23

Mengapa selama ini Indonesia mengabaikan pembangunan

berwawasan kependudukan? Hal ini tidak lain karena keinginan

pemerintah untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang

harus senantiasa tinggi. Pertumbuhan ekonomi menjadi satu-satunya

ukuran keberhasilan pembangunan nasional. Walaupun Indonesia

memiliki wawasan trilogi pembangunan yaitu pertumbuhan, pemerataan,

dan stabilitas, kenyataannya pertumbuhan senantiasa mendominasi

strategi pembangunan nasional.

Menurut Tjokrowinoto (1996:19) Strategi pembangunan yang

bertumpu pada pertumbuhan tanpa melihat potensi penduduk serta

kondisi sumberdaya alam dan lingkungan yang ada nyatanya tidaklah

berlangsung secara berkesinambungan (sustained). Jika dikaitkan

dengan krisis ekonomi dewasa ini, terjadinya krisis tersebut tidak lepas

dari kebijaksanaan ekonomi yang kurang mengindahkan dimensi

kependudukan dan lingkungan hidup. Strategi ekonomi makro yang tidak

dilandasi pada situasi/kondisi ataupun potensi kependudukan yang ada

menyebabkan pembangunan ekonomi tersebut mejadi sangat rentan

terhadap perubahan. Belum terjadi strategi pembangunan yang serius

berorientasi pada aspek kependudukan selama ini di Negara Indonesia.

E. Perencanaan Pembangunan Daerah

Riyadi dan Bratakusumah (2003:7) mengemukakan bahwa

perencanaan pembangunan daerah akan membentuk tiga hal pokok yang

meliputi: perencanaan komunitas, menyangkut suatu area (daerah), dan


24

sumber daya yang ada di dalamnya. Pentingnya orientasi holistik dalam

perencanaan pembangunan daerah karena dengan tingkat kompleksitas

yang besar tidak mungkin diabaikan masalah-masalah yang muncul

sebagai tuntutan kebutuhan sosial yang tak terelakkan. Namun di pihak

lain, adanya keterbatasan sumber daya yang dimiliki, tidak

memungkinkan pula untuk melakukan proses pembangunan yang

langsung menyentuh atau mengatasi seluruh permasalahan dan tuntutan

secara sekaligus. Dalam hal inilah penentuan prioritas perlu dilakukan

dan dalam prakteknya dilakukan melalui proses perencanaan

pembangunan.

Melakukan perencanaan pembangunan daerah berbeda dengan

melakukan perencanaan proyek atau perencanaan-perencanaan

kegiatan yang bersifat lebih spesifik dan mikro. Proses perencanaan

daerah jauh lebih kompleks dan rumut, karena menyangkut perencanaan

pembangunan bagi suatu wilayah dengan berbagai komunitas,

lingkungan dan kondisi sosial yang ada di dalamnya. Apalagi bila

mencakup wilayah pembangunan yang luas, kultur sosialnya amat

heterogen dengan tingkat kepentingan yang berbeda.

Beberapa ciri perencanaan pembangunan daerah dapat

disimpulkan antara lain:

1. Menghasilkan program-program yang bersifat umum.

2. Analisis perencanaan bersifat makro (luas).


25

3. Lebih efektif dan efisien digunakan untuk perencanaan jangka

menengah dan jangka panjang.

4. Memerlukan pengetahuan secara interdisipliner, general, dan

universal, namun tetap memiliki spesifikasi yang jelas.

5. Fleksibel dan mudah untuk dijadikan sebagai acuan perencanaan

pembangunan jangka pendek (satu tahunan).

Untuk menjelaskan tentang pendekatan-pendekatan yang

digunakan dalam perencanaan pembangunan daerah, kita berangkat dari

pendekatan pembangunan yang selama ini dikenal dan dikaji

berdasarkan pengalaman-pengalaman empiris dari negara-negara

terbelakang atau negara-negara yang sedang berkembang. Negara-

negara sedang berkembang tersebut menjadi acuan dalam perencanaan

pembangunan.

Tjokroamidjojo (1996:43) menyatakan bahwa pembangunan bagi

negara-negara yang baru mencapai kemerdekaannya setelah perang

dunia II terarah pada usaha untuk melepaskan diri dari ikatan-ikatan

tradisional dan hambatan-hambatan tradisional menuju tingkat stabilitas

dan kemajuan tertentu. Terkait dengan masalah tersebut, pendekatan

pembangunan yang seyogyanya ditempuh oleh negara-negara tersebut

adalah pembangunan bangsa dan pembangunan ekonomi.

Untuk mencapai keberhasilan pembangunan, selain masalah

tradisional, keterpaduan antara pemerintah dengan masyarakat dalam

pembangunan mutlak diperlukan. Sumitro (1995:31) menyatakan bahwa


26

keterpaduan pemerintah dan masyarakat harus didasarkan atas ide

masyarakat, atas dasar kebijaksanaan dan strategi pemerintah.

Keduanya perlu bertemu secara serasi dalam bentuk perencanaan

pembangunan masyarakat desa yang diusahakan di derah. Keterpaduan

seperti ini secara politis akan mendekatkan pemerintah dengan

masyarakat, dan secara sosial ekonomi rencana pembangunan

masyarakat desa dibiayai pemerintah benar-benar dimanfaatkan

masyarakat.

Kegiatan perencanaan pembangunan pada dasarnya merupakan

kegiatan riset atau penelitian, karena proses pelaksanaannya akan

banyak menggunakan metode-metode riset, mulai dari teknik

pengumpulan data, analisis data, hingga studi lapangan/kelayakan dalam

rangka mendapatkan data-data yang akurat, baik yang dilakukan secara

konseptual/dokumentasi maupun eksperimental.

Dengan demikian, perencanaan pembangunan dapat diartikan

sebagai suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-

keputuan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan

digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan

atau aktivitas kemasyarakatn, baik yang bersifat fisik maupun nonfisik

(mental dan spritual) dalam rangka mencapai sasaran dan tujuan.

Suatu perencanaan pembangunan hendaknya didasarkan pada

suatu perencanaan jangka panjang. Menurut Lewis (1994:185) bahwa

rencana pembangunan sebaiknya merupakan sebuah rencana sepuluh


27

tahun. Alasannya adalah rencana pembangunan pertama memerlukan

perspektif-perspektif jangka panjang. Selain itu, tujuan utama dari

perencanaan pembangunan ialah bergerak ke arah pertumbuhan.

Adanya usaha mencapai tujuan-tujuan pembangunan tertentu

merupakan ciri-ciri dari suatu perencanaan pembangunan. Menurut

Tjokroamidjojo (1996:49), ciri-ciri perencanaan pembangunan sebagai

berikut:

1. Perencanaan pembangunan adalah usaha yang dicerminkan dalam

rencana untuk mencapai perkembangan sosial ekonomi yang tetap

meningkatkan pendapatan per kapita.

2. Usaha untuk mengadakan perubahan struktur ekonomi. Hal ini

disebabkan pada negara berkembang struktur ekonominya lebih

mengarah kepada sektor agraris, sehingga diperlukan keseimbangan

antara sumbangan sektor agraria dan sumbangan sektor industri

terhadap produksi nasional.

3. Perencanaan pembangunan adalah perluasan kesempatan kerja. Hal

ini dimaksudkan untuk menampung masuknya golongan usia kerja

baru dalam kehidupan ekonomi.

4. Usaha pemerataan pembangunan. Pemerataan pembangunan ini

ditujukan kepada pemerataan pendapatan antara golongan-golongan

dalam masyarakat dan pemerataan pembangunan antara daerah-

daerah dalam suatu negara.


28

5. Adanya usaha pembinaan lembaga-lembaga ekonomi masyarakat

yang lebih menunjang kegiatan-kegiatan pembangunan.

Dalam kaitannya dengan pembangunan ekonomi daerah,

diperlukan suatu strategi yang terpadu dan komprehensif. Strategi

pembangunan ekonomi daerah yang dimaksud menurut Arsyad

(2010:110) meliputi:

1. Strategi Pengembangan Fisik

Strategi pengembangan fisik dilakukan melalui pengembangan

program perbaikan kondisi fisik/lokalitas daerah yang ditujukan untuk

kepentingan pembangunan industri dan perdagangan, pemerintah

daerah akan berpengaruh positif bagi pembangunan dunia usaha di

daerah. Secara khusus, tujuan strategi pembangunan fisik ini adalah

untuk menciptakan identitas daerah, meningkatkan kualitas hidup

masyarakat, dan memperbaiki daya tarik pusat daerah dalam rangka

memperbaiki dunia usaha daerah.

2. Strategi Pengembangan Dunia Usaha

Pengembangan dunia usaha merupakan komponen penting dalam

pembangunan ekonomi daerah, karena daya tarik, kreativitas atau

daya tahan kegiatan dunia usaha merupakan cara terbaik untuk

menciptakan perekonomian daerah yang sehat. Untuk mencapai

tujuan pengembangan dunia usaha diperlukan faktor-faktor

pendukung sebagai berikut:


29

a. Penciptaan iklim usaha yang baik bagi dunia usaha amelalui

pengaturan dan kebijakan yang memberikan kemudahan bagi

perkembangan dunia usaha.

b. Pembuatan informasi terpadu dan komprehensif yang dapat

memudahkan masyarakat dan dunia usaha untuk berhubungan

dengan aparat pemerintah daerah yang berkaitan dengan

pembangunan ekonomi daerah.

c. Pendirian pusat konsultasi dan pengembangan usaha kecil,

sebab usaha kecil perannya sangat penting dalam menyerap

tenaga kerja dan mendorong kemajuan kewirausahaan.

d. Pembuatan lembaga penelitian dan pengembangan (litbang).

Lembaga ini diperlukan untuk melakukan kajian tentang

pengembangan produk baru, teknologi baru, dan sebagainya.

3. Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia

Strategi pengembangan sumber daya manusia merupakan aspek

yang paling penting dalam proses pembangunan ekonomi.

Pengembangan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

a. Pelatihan yang dirancang secara khusus untuk memenuhi

kebutuhan dan harapan pasar tenaga kerja.

b. Penciptaan iklim yang mendukung bagi perkembangan lembaga-

lembaga pendidikan dan keterampilan di daerah.

c. Pengembangan lembaga pelatihan bagi para penyandang cacat.


30

4. Strategi Pengembangan Masyarakat

Strategi pengembangan masyarakat ini merupakan kegiatan yang

ditujukan untuk memberdayakan suatu kelompok masyarakat tertentu

pada suatu daerah. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menciptakan

manfaat sosial seperti menciptakan proyek-proyek padat karya untuk

memenuhi kebutuhan hidup atau untuk memperoleh keuntungan dari

usahanya.

Strategi-strategi yang disebutkan di atas hendaknya menjadi pusat

perhatian pemerintah daerah dan masyarakat dalam membangun

ekonomi daerah. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat sekarang ini

keterpaduan antara pemerintah daerah dan masyarakat dalam

pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu kemutlakan. Tanpa

kerjasama ini, maka strategi pembangunan ekonomi daerah tidak akan

mampu diterapkan dengan baik, apalagi dalam mencapai tujuan dan

sasaran pembangunan ekonomi yang telah ditetapkan. Tujuan dan

sasaran yang dimaksud yakni peningkatan kualitas hidup dan

kesejahteraan seluruh masyarakat melalui pembangunan ekonomi

daerah.

F. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan sehubungan dengan rumusan masalah

penelitian sebagai berikut:

1. Diduga, bahwa perkembangan wajib pajak berpengaruh terhadap

penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Mamuju.


31

2. Diduga pula, bahwa perkembangan wajib pajak berkorelasi dengan

penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Mamuju.


32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di Kabupaten Mamuju untuk

mengetahui perkembangan jumlah wajib pajak dan potensi penerimaan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Waktu yang dibutuhkan dalam

penelitian ini selama kurang lebih dua bulan, yakni dimulai pada bulan

Februari hingga bulan Mei tahun 2023.

B. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian

sebagai berikut:

1. Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap objek

penelitian yakni di Kabupaten Mamuju, khususnya instansi yang

terkait dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

2. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan berdasarkan

catatan-catatan atau dokumen-dokumen tertulis yang sangat erat

kaitannya dengan penelitian ini.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dapat digunakan dalam penulisan ini adalah

sebagai berikut:

1. Data Kualitatif, yakni data yang diperoleh dalam bentuk uraian atau

penjelasan sehubungan dengan variabel yang diteliti khususnya yang

berkaitan dengan Pajak Bumi dan Bangunan.


33

2. Data Kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk angka-angka

yang selanjutnya akan diolah berdasarkan metode analisis yang

digunakan seperti data tentang jumlah wajib pajak dan penerimaan

Pajak Bumi dan Bangunan.

Sedangkan mengenai sumber data yang dibutuhkan dalam

penelitian ini adalah:

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil pengamatan pada

tempat penelitian sehubungan dengan permasalahan yang diteliti.

2. Data Sekunder, yaitu data yang diolah dan bersumber dari lokasi

penelitian seperti data tentang perubahan jumlah wajib pajak dan

penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Mamuju.

D. Metode Analisis

Data yang diperoleh akan diolah untuk mengetahui kebenaran

hipotesis dengan mempergunakan metode analisis sebagaimana yang

telah dikemukakan oleh Hartono (2011:160) sebagai berikut:

1. Analisis Regresi Linier Sederhana, yaitu metode analisis yang

digunakan untuk mengetahui pengaruh perkembangan wajib pajak

terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten

Mamuju dengan formula:

Y = a + bX

di mana:

Y = Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

X = Perkembangan Wajib Pajak


34

a = Konstanta

b = Koefisien Regresi

Untuk mencari nilai parameter a dan b digunakan persamaan sebagai

berikut:

(∑Y)( ∑X2) – (∑X)(∑XY)


a=
n∑X2 – (∑X)2

n∑XY - ∑X∑Y
b=
n∑X2 – (∑X)2

2. Analisis Korelasi, yaitu analisis yang digunakan untuk mengetahui

korelasi antara perkembangan wajib pajak dengan penerimaan Pajak

Bumi dan Bangunan di Kabupaten Mamuju dengan formula:

n∑XY – (∑X)(∑Y)
r=
 [n∑X2 – (∑X)2] [n∑Y2 – (∑Y)2]

di mana:

r = Koefisien Korelasi

n = Jumlah Tahun

X = Perkembangan Wajib Pajak

Y = Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan

E. Definisi Operasional

Untuk menyamakan persepsi tentang variabel yang diteliti, peneliti

mengemukakan definisi operasional variabel sebagai berikut:

1. Perkembangan wajib pajak yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah bertambahnya jumlah subjek pajak yakni orang atau badan


35

yang secara nyata mempunyai hak atas bumi dan atau memperoleh

manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai dan/atau

memperoleh manfaat atas bangunan, khususnya di Kabupaten

Mamuju.

2. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan yang dimaksud yakni

perolehan negara berupa iuran atau pungutan yang dilakukan oleh

pemerintah dan wajib dibayarkan oleh wajib pajak menurut peraturan

yang berlaku tanpa adanya balas jasa atau prestasi kepada wajib

pajak khususnya di Kabupaten Mamuju.

Anda mungkin juga menyukai