Anda di halaman 1dari 3

1.

Dengan pemakaian sebutan agraria dalam arti luas, dalam pengertian UUPA, hukum agraria
merupakan suatu kelompok berbagai bidang hukum yang masing-masing mengatur hak-hak penguasaan
atas sumber-sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian agraria. Kelompok tersebut menurut
Budi Harsono terdiri atas berikut ini.

a.Hukum tanah yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah, dalam arti permukaan bumi.

b. Hukum air yang mengatur hak-hak penguasaan atas air (UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang
Pengairan).

c. Hukum pertambangan yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahanbahan galian (UU Nomor 11
Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan).

d. Hukum perikanan yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung di dalam
air (UU Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan).

e. Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang mengatur hak-hak
penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang dimaksud dalam Pasal 48 UUPA.

Berdasarkan pendapat dari Budi Harsono di atas, terlihat jelas hubungan antara agraria, hukum agraria,
dan administrasi pertanahan. Dalam hal ini, agraria membahas arti agraria secara umum yang mencakup
bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya bahkan hingga batas-batas tertentu ruang
angkasa. Sementara itu, hukum agraria yang merupakan aturan hukum tentang berbagai objek agraria
yang termasuk peraturan tentang tanah tentunya memiliki kaitan yang erat dengan administrasi
pertanahan karena membahas administrasi berarti membahas juga aturan hukum dari tanah itu sendiri.

Akan tetapi, sebagai suatu kajian ilmiah, hukum agraria tidak didefinisikan secara luas sebagaimana yang
dianut dalam UUPA. Secara akademik, meskipun menggunakan nomenklatur yang digunakan adalah
hukum agraria atau politik agraria, ternyata materi yang diajarkan hanya berkaitan dengan hukum tanah
(agraria dalam arti sempit).

PERTANAHAN Administrasi pertanahan, menurut Rusmadi Murad, adalah suatu usaha dan manajemen
yang berkaitan dengan penyelenggaraan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertanahan dengan
mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. Dari kedua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa administrasi pertanahan merupakan
bagian administrasi negara karena administrasi pertanahan merupakan upaya pemerintahan dalam
menyelenggarakan kebijaksanaan di bidang pertanahan yang pelaksanaan dilakukan BPN.Landasan
Hukum dalam UUD 1945 mengenai administrasi pertanahan terdapat dalam Bab XIV tentang
kesejahteraan social,Pasal 33 ayat 3 UUD 1945

B. Tata ruang dan pemanfaatan sumber daya alam merupakan bagian dari hukum agrarian karena
pemakaian sebutan agraria dalam arti luas, dalam pengertian UUPA, hukum agraria merupakan suatu
kelompok berbagai bidang hukum yang masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-
sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian agraria. Kelompok tersebut menurut Budi
Harsono terdiri atas berikut ini.

a.Hukum tanah yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah, dalam arti permukaan bumi
b. Hukum air yang mengatur hak-hak penguasaan atas air (UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang
Pengairan).

c. Hukum pertambangan yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahanbahan galian (UU Nomor 11
Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan).

d. Hukum perikanan yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung di dalam
air (UU Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan).

e. Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang mengatur hak-hak
penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang dimaksud dalam Pasal 48 UUPA.

Berdasarkan pendapat dari Budi Harsono di atas, terlihat jelas hubungan antara agraria, hukum agraria,
dan administrasi pertanahan. Dalam hal ini, agraria membahas arti agraria secara umum yang mencakup
bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya bahkan hingga batas-batas tertentu ruang
angkasa. Sementara itu, hukum agraria yang merupakan aturan hukum tentang berbagai objek agraria
yang termasuk peraturan tentang tanah tentunya memiliki kaitan yang erat dengan administrasi
pertanahan karena membahas administrasi berarti membahas juga aturan hukum dari tanah itu sendiri.

2. A. Tanah yang tidak memliki sertifikat atau di bebani hak sama sekali secara prinsip adalah tanah
Negara Konsepsi tersebut disebut dengan hak menguasai tanah oleh negara yang bersumber dari
kekuasaan yang melekat pada negara.

B. Khusus konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah hak barat terdapat 3 (tiga ) hak yang
dikonversi ke dalam UUPA, yaitu; Hak Eigendom, Hak Erfpacht, Hak Opstall. Apabila kita cermati arti
konversi diatas, bahwa ada suatu peralihan atau perubahan dari hak tanah tertentu kepada hak tanah
yang lain, yaitu perubahan hak lama yang secara yuridis adalah hak-hak sebelum adanya UUPA menjadi
hak-hak baru atas tanah sebagaimana dimaksud dalam rumusan UUPA, khususnya sebagaimana 114
diatur dalam pasal 16 ayat (1) antara lain hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.

3. Pembatalan Sertifikat Hak atas Tanah

Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun
1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan
mendefinisikan pembatalan hak atas tanah sebagai pembatalan keputusan pemberian suatu hak atas
tanah atau sertifikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum administratif
dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah inkracht.

Selain karena alasan administratif, pembatalan sertifikat hak atas tanah juga dapat terjadi dalam hal ada
pihak lain yang dapat membuktikan bahwa suatu bidang tanah yang sudah diterbitkan sertifikat itu
adalah secara sah dan nyata miliknya dan hal tersebut didukung dengan adanya putusan pengadilan
yang telah inkracht.
B. Sertifikat hak milik atas tanah sebagai akta otentik memiliki kekuatan bukti kelahiran bukti formal,
karena semua penjelasan yang terkandung di dalamnya dipandang sebagai informasi dari pejabat

penerbit dan penerbitannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku sehingga sangat sulit
dibatalkan atau di cabut kepemilikannya.

4.

A. Sebagaimana tertera dalam Pasal 40. Meliputi, tanah wakaf tidak boleh dijadikan jaminan, disita,


dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. Kendati
demikian, tanah wakaf dapat dialihkan statusnya apabila digunakan untuk kepentingan umum.

b. Iyaa dikarenakan tempat Ibadah juga berfungsi untuk kemakmuran masyarakat sehingga alasan ini
mengacu pada UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum.

Anda mungkin juga menyukai