Anda di halaman 1dari 6

ARTIKEL ASLI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RINITIS AKIBAT KERJA


PADA PEKERJA PABRIK ROTI

Setiawathi NP, Sudipta M, Sagung Puteri AA, Sari Wulan DS


Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar

ABSTRAK

Debu tepung gandum yang masuk ke saluran nafas pekerja pabrik roti dapat menyebabkan penyakit
pada saluran napas yaitu rinitis akibat kerja (RAK). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
prevalensi dan faktor-faktor risiko yang terkait dengan RAK pada pekerja pabrik roti di PT R. Penelitian
deskriptif analitik dengan desain potong lintang dilakukan di perusahaan roti PT R, bulan Januari
2013. Sampel diambil secara consecutive sampling, dilakukan analisis bivariat dan multivariat dengan
tingkat kemaknaan (P) < 0,05. Dari 82 orang, RAK didapat pada 23 orang (28%). Rinitis akibat kerja
pada kelompok terpapar debu gandum sebesar 59% sedangkan kelompok tidak terpapar 8%. Dari 6
faktor yang diteliti seperti usia, masa kerja, riwayat atopi, merokok, paparan debu gandum, dan
pemakaian APD, setelah dilakukan analisis regresi logistik hanya paparan debu gandum yang terbukti
secara bermakna meningkatkan risiko kejadian RAK pada pekerja pabrik roti sedangkan yang lainnya
tidak terbukti (IK95% 3,3 sampai 52,8 OR=13,2 P<0,05). Prevalensi RAK pada pekerja pabrik roti
adalah 28%. Paparan debu gandum terbukti secara bermakna meningkatkan risiko RAK pada pekerja
pabrik roti. [MEDICINA 2013;44:87-92].

Kata kunci: debu gandum, pekerja pabrik roti, rinitis akibat kerja.

RISK FACTORS ASSOCIATED WITH OCCUPATIONAL RHINITIS OF THE BAKERS

Setiawathi NP, Sudipta M, Sagung Puteri AA, Sari Wulan DS


Departement of Ear, Nose, Throat, Medical School, Udayana University/
Sanglah Hospital Denpasar

ABSTRACT

Inhaled wheat flour dust may affect to bakers respiratory tract, then include occupational rhinitis. The
purpose of this study was to know the prevalence and risk factors associated with occupational rhinitis
of the bakers of PT R factory. A cross-sectional study was conducted, at PT R factory, during January
2013. Sample was taking in consecutive sampling and analyzed with bivariat and multivariate,
statistical significant was decided if P value < 0,05. From the 82 sample, the occupational rhinitis was
found in 23 subject (28%). 59% of the exposure group and 8% non exposure group. Six factors included
in this study, which are age, work span, history of atopy, smoke, exposure of wheat dust, and use of
personal protection equipment but logistic regression analysis show that only exposure of wheat dust
is a determinant factor to increase the risk of occupational rhinitis (CI95% 3,3 to 52,8 OR=13,2 P<0,05)
on bakery employer. The prevalence of occupational rhinitis of the bakers is 28%. Exposure of wheat dust
is a determinant factor to increase the risk of occupational rhinitis.[MEDICINA 2013;44:87-92].

Keywords: wheat flour dust, bakers, occupational rhinitis.

PENDAHULUAN pendahuluan dan pengukuran pajanan yang terus menerus


kadar debu di ruangan pengolahan selama beberapa tahun. 4,5,6 Para
ebagian besar industri tepung di PT R pada tahun 2011 pekerja pabrik roti berisiko
K makanan terutama roti
pada proses produksinya
didapatkan kadar debu respirabel
sebesar 1,667 mg/m3, debu total
terhadap dampak
ditimbulkan oleh debu tepung
yang

menggunakan tepung gandum, 7,738 mg/m 3 dan ruang non gandum. 7 Houba, dkk 8
yang dapat menimbulkan dampak pengolahan dengan kadar debu melaporkan prevalensi RAK pada
dari debu tepung gandum. 1,2 respirabel sebesar 0,48 mg/m3 . pabrik roti di Netherlands cukup
Menurut Heederick dan Houba3, Masalah kesehatan terutama tinggi yaitu sebesar 21%.
nilai ambang batas paparan penyakit pada saluran napas yaitu Penelitian yang dilakukan oleh
inhalasi debu gandum yang rinitis akibat kerja (RAK) timbul Fahrudin 9 pada pekerja yang
menyebabkan terjadinya jika pekerja terpajan tepung terpapar debu gandum di bagian
sensitisasi saluran napas adalah gandum yang melebihi nilai pengepakan PT X di Jakarta tahun
0,5-1 mg/m 3 . Hasil observasi ambang batas (NAB) serta terjadi 2005 menunjukkan prevalensi

JURNAL ILMIAH KEDOKTERAN • 87


MEDICINA • VOLUME 44 NOMOR 2 • MEI 2013

RAK sebesar 38,1%. Berdasarkan hipertrofi konka, polip atau tumor secara deskriptif yang meliputi
data tersebut serta belum adanya di kavum nasi dari hasil usia, riwayat atopi, merokok,
data tentang RAK pada pekerja pemeriksaan rinoskopi anterior. masa kerja, paparan debu
pabrik roti di Bali sehingga perlu Kriteria drop out adalah gandum, dan APD disajikan
dilakukan penelitian lebih lanjut. mengundurkan diri atau menolak dalam bentuk tabel distribusi
Penelitian ini menggunakan mengikuti penelitian. frekuensi. Prevalensi RAK pada
desain potong lintang untuk Pekerja perusahaan pabrik kelompok terpapar dan tidak
mengetahui prevalensi RAK pada roti yang bersedia diikutsertakan terpapar di hitung dengan rumus
para pekerja perusahaan pabrik dalam penelitian diminta mengisi P = jumlah sampel yang positif
roti di PT R yang bertugas di formulir persetujuan penelitian RAK dibagi jumlah sampel yang
bagian pengolahan dan non atau informed consent dan diperiksa dikali 100%. Analisis
pengolahan serta menyajikan formulir penelitian. Dilakukan hubungan usia, riwayat atopi,
secara analitik hubungan antara pemeriksaan status umum dan merokok, masa kerja, paparan
faktor-faktor yang terkait seperti pemeriksaan THT. Orang yang debu gandum dan APD terhadap
usia, masa kerja, riwayat atopi, termasuk kriteria penelitian kejadian RAK dianalisis secara
merokok, paparan debu gandum, dilakukan pemeriksaan bivariat dengan menggunakan uji
dan pemakaian alat pelindung diri pengukuran sumbatan hidung Kai-kuadrat dan multivariat
(APD) dengan RAK. dengan PNIF meter pada awal dan dengan menggunakan uji regresi
setelah 8 jam bekerja. Orang yang logistik.
termasuk RAK dilakukan uji
BAHAN DAN METODE tusuk kulit. Hasil pemeriksaan
dicatat dalam lembar pengum- HASIL
Penelitian ini merupakan pulan data kemudian dilakukan
penelitian deskriptif analitik tabulasi dan analisis data. Pada penelitian ini
dengan pendekatan studi potong Data yang terkumpul diproses didapatkan 82 orang yang
lintang dilakukan di perusahaan dengan sistem komputer dengan memenuhi kriteria penerimaan
pabrik roti PT R pada tanggal 17- menggunakan program SPSS. sampel dengan karakteristik
26 Januari 2013. Populasi Karakteristik subyek dianalisis sebagai berikut (Tabel 1):
penelitian adalah semua pekerja
perusahaan pabrik roti di PT R, Tabel 1. Distribusi berdasarkan karakteristik usia, jenis kelamin,
yang berjumlah 125 orang. Sampel masa kerja, riwayat atopi, status merokok, paparan debu gandum, dan
diambil dari populasi yang APD
bersedia ikut serta dalam
penelitian dan memenuhi kriteria Karakteristik Frekuensi Persentase
penelitian, dipilih secara
consecutive sampling yaitu setiap Usia
responden yang memenuhi < 40 tahun 40 49
kriteria penelitian diikutsertakan ≥ 40 tahun 42 51
dalam penelitian. Kriteria inklusi Jenis kelamin
adalah pekerja perusahaan pabrik Laki-laki 57 70
roti di PT R yang secara tertulis Perempuan 25 30
bersedia mengikuti penelitian ini Masa kerja
secara penuh yaitu wawancara, ≤18 tahun 42 51
pemeriksaan fisik, pemeriksaan >18 tahun 40 49
peak nasal inspiratory flow Riwayat atopi
(PNIF) meter dan uji tusuk kulit Tidak ada 54 66
dengan menandatangani surat Ada 28 34
persetujuan. Kriteria eksklusi Merokok
meliputi pekerja pabrik roti yang Tidak 57 70
sedang dalam pengobatan dengan Ya 25 30
antihsitamin dalam waktu 72 jam Paparan debu tepung gandum
dan atau steroid sistemik 2 Tidak terpapar/ bag.non pengolahan 50 61
minggu, adanya infeksi akut yang Terpapar/bag. Pengolahan 32 39
ditandai dengan suhu badan lebih APD
dari 37°C dan dalam pengaruh Tidak memakai 68 83
obat antipiretik, dan adanya Memakai 14 17
sekret purulen atau mukopurulen,
deviasi septum, konka bulosa,

88 • JURNAL ILMIAH KEDOKTERAN


Tabel 2. Prevalensi RAK Berdasarkan analisis bivariat
dengan mengabaikan faktor
Karakteristik N Persentase lainnya didapatkan riwayat atopi
secara bermakna meningkatkan
Tanpa RAK 59 72 risiko RAK 3,8 kali lebih tinggi
RAK 23 28 dibandingkan dengan pekerja
tanpa riwayat atopi (OR=3,8
Total 82 100 IK95%=1,4 sampai 10,5 P=0,01).
Masa kerja lebih dari 18 tahun
Berdasarkan Tabel 2, dari 82 23 orang dengan RAK dengan secara bermakna meningkatkan
orang yang diperiksa didapatkan prevalensi sebesar 28%. risiko RAK 3,3 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan masa kerja
kurang dari 18 tahun (OR=3,3
Tabel 3. Distribusi RAK berdasarkan hasil uji tusuk kulit IK95%=1,2 sampai 9,3 P=0,02).
Paparan debu tepung gandum
Uji tusuk kulit N Persentase secara bermakna meningkatkan
risiko kejadian RAK 16,8 kali lebih
Uji tusuk kulit + (RAK atopi) 15 65 tinggi daripada kelompok yang
Uji tusuk kulit – (RAK non atopi) 8 35 tidak terpapar debu tepung
gandum (OR=16,8 IK95%=4,9
Total 23 100 sampai 58,2 P= 0,00). Untuk 3
faktor lainnya yaitu usia (OR=0,6
Berdasarkan Tabel 3, hasil Hubungan riwayat atopi, IK95%=0,2 sampai 1,5 P=0,28),
uji tusuk kulit yang dilakukan masa kerja, paparan debu merokok (OR=0,7 IK95%=0,3
terhadap 23 kejadian RAK gandum, usia, merokok, dan sampai 2,2 P=0,59), dan
tersebut, didapatkan RAK atopi pemakaian APD dengan RAK pemakaian APD (OR=0,9
pada 15 kasus atau 65%. disajikan pada Tabel 4. IK95%=0,3 sampai 3,5 P=0,96)
tidak didapatkan adanya
Tabel 4. Hubungan riwayat atopi, masa kerja, paparan debu gandum, hubungan yang bermakna secara
usia, merokok, dan pemakaian APD dengan RAK statistik dengan RAK.
Berdasarkan analisis
RAK Tanpa RAK multivariat dari 3 faktor yang
Variabel Total (%) dalam analisis bivariat yang
N % N % menunjukkan pengaruh terhadap
kejadian RAK yaitu paparan debu
Riwayat atopi gandum, riwayat atopi, dan masa
Tidak ada 10 19% 44 81% 54 (100%) kerja, ternyata hanya paparan
Ada 13 46% 15 54% 28 (100%) debu gandum atau bekerja di
bagian pengolahan yang terbukti
Masa kerja bermakna meningkatkan risiko
≤ 18 tahun 7 17% 35 83% 42 (100%) kejadian RAK dengan OR 13,2
>18 tahun 16 40% 24 60% 40 (100%) (IK95%=3,3 sampai 52,8 P<0,05),
Paparan debu gandum sedangkan yang lainnya tidak
Tidak terpapar/ 4 8% 46 92% 50 (100%) terbukti secara bermakna. Hasil
non pengolahan analisis multivariat tertera pada
Terpapar/pengolahan 19 59% 13 41% 32 (100%) Tabel 5.

Usia
< 40 tahun 9 23% 31 77% 40 (100%)
≥ 40 tahun 14 33% 28 67% 42 (100%)
Merokok
Tidak 17 30% 40 70% 57 (100%)
Ya 6 24% 19 76% 25 (100%)
APD
Tidak memakai 19 28% 49 72% 68 (100%)
Memakai 4 29% 10 71% 14 (100%)

JURNAL ILMIAH KEDOKTERAN • 89


MEDICINA • VOLUME 44 NOMOR 2 • MEI 2013

Tabel 5. Tabel hasil analisis korelasi logistik faktor risiko RAK alergen atau zat iritan.
Dari 23 kasus RAK
Koef. Statistik IK95% didapatkan 13 orang atau 46%
Faktor risiko regresi B wald Nilai P OR Batas Batas dengan riwayat atopi positif dan
bawah atas 10 orang atau 19% dengan riwayat
atopi negatif. Pada kelompok tanpa
Paparan debu gandum 2,584 13,428 0,000 13,274 3,326 52,759 RAK didapatkan riwayat atopi
Riwayat atopi 0,576 0,860 0,354 1,778 0,527 6,005 positif sebanyak 15 orang atau
Masa kerja 0,143 0,046 0,831 1,154 0,311 4,275 54% dan 44 orang atau 81%
Constant -3,978 9,840 0,002 0,019 dengan riwayat atopi negatif. Dari
analisis bivariat didapatkan
riwayat atopi secara bermakna
DISKUSI dilakukan oleh Fahrudin.9 Hal ini meningkatkan risiko RAK 3,8 kali
disebabkan karena debu tepung lebih tinggi dibandingkan dengan
Pada penelitian ini gadum selain merupakan alergen pekerja tanpa riwayat atopi, tetapi
didapatkan prevalensi rinitis juga merupakan bahan iritan setelah dimasukkan faktor lain
akibat kerja pada pekerja pabrik yang menyebabkan sensitifitas seperti paparan debu gandum
roti sebesar 28%. Kelompok yang pada serabut saraf sensoris tipe C pada analisis multivariat
terpapar debu tepung gandum yang merupakan percabangan didapatkan hasil tidak bermakna.
atau bekerja di bagian pengolahan n.V, sehingga reaksi yang terjadi Hal ini berarti riwayat atopi
kejadiannya sebesar 59% tidak tergantung pada kadar IgE mempunyai peranan pada
sedangkan pada kelompok yang yang akan mengalami penurunan kejadian RAK tetapi tidak
tidak atau bagian non pengolahan setelah usia 40 tahun.10,11,16 dominan. Adanya faktor eksternal
sebesar 8%. Hal ini karena reaksi Dijumpai kejadian RAK lebih seperti paparan debu gandum
alergi tidak terjadi pada pajanan tinggi pada kelompok masa kerja mempunyai peranan lebih
pertama terhadap suatu zat, lebih dari 18 tahun yaitu sebesar dominan. Baratawidjaja 13
tetapi interval terjadinya 40% dibandingkan dengan menyatakan bahwa seseorang
sensitisasi berlangsung dari kelompok masa kerja kurang dari yang mempunyai riwayat atopi
beberapa minggu sampai beberapa 18 tahun. Berdasarkan analisis akan terjadi akumulasi sel-sel
tahun. 6,12-14 Fahrudin 9 bivariat didapatkan masa kerja eosinofil, mastosit, basofil, limfosit
mendapatkan prevalensi RAK lebih dari 18 tahun meningkatkan dan juga melekul-melekul
pada pekerja yang terpajan debu risiko kejadian RAK 3,3 kali lebih mediator dan sitokin produk
gandum pada bagian pengepakan tinggi dibandingkan dengan masa inflamasi tersebut pada mukosa
PT X sebesar 38,1%. Prevalensi kerja kurang dari 18 tahun, tetapi hidung, sehingga mukosa hidung
RAK akibat pajanan alergen pada hasil analisis multivariat lebih responsif terhadap
dengan berat melekul berat pada setelah dimasukkan faktor rangsangan non spesifik seperti
beberapa studi potong lintang lainnya seperti paparan debu asap rokok, bau yang merangsang
bervariasi dari 2%-87%.6 gandum, masa kerja lebih dari 18 dan kadar debu yang tinggi.
Terdapat 6 faktor risiko yang tahun tidak terbukti sebagai Pada 23 orang dengan RAK
diteliti hubungannya dengan faktor risiko yang meningkatkan didapatkan 17 orang atau 30%
kejadian RAK meliputi usia, masa kejadian RAK. Dalam hal ini, masa yang tidak merokok dan 6 orang
kerja, riwayat atopi, merokok, kerja lebih dari 18 tahun atau 24% yang merokok,
paparan debu gandum, dan mempunyai peranan terhadap sedangkan pada kelompok tanpa
pemakaian APD. Dari 82 sampel, kejadian RAK, tetapi tidak RAK didapatkan 40 orang atau
didapatkan yang berusia kurang dominan. Pekerja yang telah 70% yang tidak merokok dan 19
dari 40 tahun sebanyak 9 orang bekerja lebih dari 18 tahun pada orang atau 76% yang merokok.
atau 23% dengan RAK dan tanpa bagian yang tidak terpapar debu Dari hasil analisis statistik
RAK 31 orang atau 77%, gandum atau non pengolahan didapatkan tidak ada hubungan
sedangkan usia 40 tahun atau akan memiliki risiko lebih kecil yang bermakna antara merokok
lebih kejadian dengan RAK untuk terjadinya RAK bila dengan kejadian RAK dengan nilai
didapatkan sebanyak 14 orang dibandingkan mereka yang P>0,05. Hal ini kemungkinan
atau 33% dan 28 orang atau 67% bekerja di bagian pengolahan atau faktor debu tepung gandum lebih
tanpa RAK. Walaupun kejadian yang terpapar debu tepung besar pengaruhnya terhadap RAK
RAK lebih banyak pada usia 40 gandum. Sarin11 menyatakan, dibandingkan dengan faktor
tahun atau lebih, tetapi secara adanya pajanan kronis terhadap merokok. Studi yang dilakukan
statistik tidak memiliki hubungan zat iritan akan meningkatkan oleh Fahrudin9 juga mendapatkan
yang bermakna (P>0,05), serupa prevalensi alergi dan hiperesponsif tidak ada hubungan yang
dengan hasil penelitian yang mukosa hidung baik terhadap bermakna antara merokok dan

90 • JURNAL ILMIAH KEDOKTERAN


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rinitis Akibat Kerja Pada Pekerja Pabrik Roti | Setiawathi NP, dkk.

RAK (P>0,05). tidak memakai APD yaitu sebesar seperti menambah exhouster atau
Kejadian RAK dijumpai lebih 28%, sehingga tidak bisa penyedot debu agar kadar debu
tinggi pada kelompok pekerja yang dibedakan antara yang memakai tepung gandum tidak melebihi
terpapar debu tepung gandum APD ataupun tidak terhadap ada NAB. Pada pemeriksaan pra
atau bekerja di bagian pengolahan tidaknya paparan debu gandum. kerja, riwayat atopi dan tes cukit
yaitu sebanyak 19 orang atau 59% Dengan analisis bivariat kulit sebaiknya dilakukan
dibandingkan dengan pekerja terhadap 6 faktor risiko terjadinya khususnya untuk tapisan calon
yang tidak terpapar debu tepung RAK yaitu usia, masa kerja, pekerja yang akan bekerja di
gandum atau bekerja di bagian merokok, riwayat atopi, paparan bagian yang berhubungan dengan
non pengolahan yaitu 4 orang atau debu gandum, dan pemakaian debu tepung gandum yaitu bagian
8%. Orang tanpa RAK pada APD didapatkan 3 faktor yang pengolahan. Pada kelompok
kelompok terpapar debu tepung mempengaruhi terjadinya RAK pekerja yang menggunakan APD
gandum sebanyak 13 orang atau yaitu masa kerja, riwayat atopi, ternyata terdapat kejadian RAK
41% dan kelompok tidak terpapar dan paparan debu gandum. Dari positif, sehingga diperlukan
sebanyak 46 orang atau 92%. Dari ketiga faktor tersebut bila penelitian selanjutnya untuk
hasil analisis statistik didapatkan dilakukan analisis multivariat mengembangkan APD atau
risiko pekerja yang terpapar debu atau regresi logistik, hanya faktor masker yang lebih aman dan
gandum atau yang bekerja di paparan debu gandum yang nyaman untuk dipakai.
bagian pengolahan 16,8 kali lebih terbukti mempunyai hubungan
tinggi untuk menderita RAK bermakna meningkatkan risiko
dibandingkan dengan mereka kejadian RAK pada pekerja pabrik DAFTAR PUSTAKA
yang tidak terpapar debu tepung roti di PT R (P<0,05), sedangkan
gandum atau bekerja di bagian faktor yang lain tidak terbukti. 1. Eddy. Hubungan antara
non pengolahan. Pada analisis pajanan tepung dengan faal
regresi logistik, paparan debu paru pada tenaga kerja pabrik
gandum juga terbukti determinan SIMPULAN DAN SARAN tepung terigu PT. ISM BSFM
meningkatkan risiko kejadian [tesis]. Jakarta: Pasca-
RAK (P<0,05). Hal ini karena debu Berdasarkan penelitian yang Sarjana Universitas
tepung gandum termasuk debu dilakukan pada pekerja pabrik roti Indonesia; 2002.
organik yang bersifat alergen di PT R di Sempidi, Badung, Bali 2. U n d a n g - U n d a n g
terhadap saluran napas yang pada tahun 2013 didapatkan Keselamatan dan Kesehatan
dapat menyebabkan rinitis alergi prevalensi RAK sebesar 28%. Kerja (K3) No. 1 tahun 1970.
pada penderita alergi. Kadar debu Rinitis akibat kerja pada [diakses 27 Januari 2011].
yang tinggi akan menimbulkan kelompok yang terpapar debu Diunduh dari: URL: http://
reaksi alergi dan iritasi terhadap gandum atau bekerja di bagian www.scribd.com/doc/
saluran napas, mulai dari saluran pengolahan sebesar 59% 12966864/Peraturan-
napas bagian atas berupa sedangkan bagian non pengolahan PerundangUndangan-K3
hipersekresi kelenjar mukosa sebesar 8%. Dari 6 faktor yang 3. Heederik D, Houba R. An
hidung dan menyebabkan diteliti seperti usia, masa kerja, Exploratory quantitative risk
timbulnya RAK.9 riwayat atopi, merokok, paparan assessment for high molecular
Pada 23 orang dengan RAK debu gandum, dan pemakaian weight sensitizer: wheat flour.
terdapat 19 orang atau 28% tidak APD, hanya paparan debu gandum A n n . O c c u p . H y g .
memakai APD dan 4 orang atau yang terbukti secara bermakna 2001;45(3):175-85.
29% memakai APD. Kelompok meningkatkan risiko kejadian 4. Karkoulias K, Patouchas D,
tanpa RAK sebanyak 49 orang RAK pada pekerja pabrik roti Alahiotis S, Tsiamila M,
atau 72% tidak memakai APD dan sedangkan yang lainnya tidak Vrodakis K, Spitopoulos K.
10 orang atau 71% memakai APD. terbukti. Spesific sensitization in wheat
Dari hasil analisis statistik, tidak Beberapa hal yang dapat flour and contributing factors
ditemukan hubungan yang disarankan antara lain: para in traditional bakers. Eur Rev
bermakna antara pemakaian APD pekerja pabrik roti agar Med Pharmacol Sci.
dengan kejadian RAK (P>0,05). menggunakan APD atau masker 2007;11:141-8.
Hasil pada penelitian ini serupa secara benar dan continue, 5. Aviandari G, Budiningsih S,
dengan penelitian Fahrudin. 9 sedangkan bagi perusahaan agar Ikhsan M. Prevalensi
Tidak ada perbedaaan RAK antara menyediakan dan mengawasi gangguan obstruksi paru dan
kelompok dengan atau tanpa APD, penggunaan masker. Perlu faktor-faktor yang
dimana kejadian RAK pada dilakukan tindakan pengendalian berhubungan pada pekerja
pekerja yang memakai APD dan pengelolaan lingkungan ruang dermaga dan silo gandum di
sebesar 29% sedangkan yang pengolahan oleh perusahaan PT R [tesis]. Jakarta: Pasca-

JURNAL ILMIAH KEDOKTERAN • 91


MEDICINA • VOLUME 44 NOMOR 2 • MEI 2013

Sarjana Universitas pekerja yang terpajan debu Dalam: Baratawidjaya KG,


Indonesia; 2008. tepung gandum di bagian Rengganis I, penyunting.
6. Moscato G, Vandenplas O, pengepakan PT X tahun 2005 Alergi dasar. Edisi ke-1.
Wijk RGV, Malo JL, Perfetti [tesis]. Jakarta: Pasca- Jakarta: Interna Publising;
L, Quirce S, dkk. EAACI Sarjana Universitas 2009. h. 233-63.
Position Paper on Indonesia; 2006. 14. Gautrin D, Desrosiers M,
Occupational Rhinitis. 10. Meggs WJ. Neurogenic Castano R. Occupational
Respiratory Research. inflammation and sensitivity rhinitis. Curr Opin Allergy
2009;10:20-1. to environmental chemical. Clin Immunol. 2006;6(2):77-
7. Wallusiak J. Occupational Environmental Health 84.
upper airway disease. Curr Perspectives. 1993;101:234-8. 15. Bousquet J, Khaltaev N, Cruz
Opin Allergy Clin Immunol. 11. Sarin S, Undem B, Sanico A, AA, Denburg J,Fokkens WJ,
2006;6:167-72. Togias A. The role of the Togias A, dkk. Allergic
8. Houba R, Heederik D, Doekes nervous system in rhinitis. J Rhinitis and Its Impact on
G. Wheat sensitization and Allergy Clin Immunol. Asthma (ARIA). Allergy.
work-related symptoms in the 2006;118:999-1014. 2008;63(68):8-160.
baking industry are 12. Arandelovic M, Stankovic I, 16. World Health Organization.
preventabel. An Jovanovic J, Borisov S, Principles and methods for
epidemioloical study. Am J Stankovic S. Allergic rhinitis- assessing allergic
Respir Crit Care Med. possible occupational disease- hypersensitization associated
1998;158:1499-1503. criteria suggestion. Acta Fac. with exposure to chemicals.
9. Fahrudin I. Rinitis akibat Med. Naiss. 2004;21(2):65-71. Genewa; 1999.
kerja dan faktor-faktor yang 13. Baratawidjaya KG,
berhubungan. Studi pada Rengganis I. Rinitis alergi.

92 • JURNAL ILMIAH KEDOKTERAN

Anda mungkin juga menyukai