PEDIATRIC
Disusun oleh:
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia
Diterbitkan oleh:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Cetakan I 2021
Cetakan II 2022
Daftar Kontributor
Abdul Latief
Antonius H. Pudjiadi
Ukas Sukasah (Alm.)
Dadang Hudaya Somasetia
Ririe Fachrina Malisie
Rismala Dewi
Irene Yuniar
Yogi Prawira
Neurinda Permata Kusumastuti
Kurniawan Taufiq Khadafi
Niken Wahyu Puspaningtyas
Tartila
APRC iii
iv
Kata Pengantar
Terima kasih,
Salam Sehat.
APRC v
Kata Sambutan
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia
Puji syukur ke hadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga kita dapat mencurahkan
waktu dan tenaga untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang Ilmu Kesehatan Anak. Kami mengucapkan
selamat dan terima kasih kepada Unit Kerja Koordinasi Emergensi dan Rawat Intensif Anak Ikatan Dokter Anak
Indonesia atas diterbitkannya Buku Advance Pediatric Resuscitation Course (APRC), semoga menjadi berkah bagi kita
semua.
Berdasarkan Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2017, kematian bayi sebesar 24
per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi salah satu indikator kesehatan dalam Sustainable
Development Goals (SDGs) dan fokus pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Kementerian
Kesehatan RI. Pada target SDGs nomor tiga, Good Health and Well-being, menerangkan bahwa salah satu tujuan yang
ingin dicapai adalah penurunan angka kematian bayi dengan target menjadi 12 per 1000 kelahiran hidup pada tahun
2030.
Demi tercapainya target SDGs tersebut, kita perlu optimalkan kemampuan dalam mengenali dan menangani
kasus kegawatdaruratan pada anak. Penanganan kasus kegawatdaruratan pada anak memerlukan sistem yang
terkoordinasi baik antar tenaga kesehatan, kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan penanganan dengan cepat
dan tepat serta adanya fasilitas kesehatan yang memadai. Oleh sebab itu, pengetahuan dan keterampilan para dokter
dan tenaga kesehatan lainnya dalam menangani kondisi kegawatdaruratan pada bayi dan anak harus selalu diasah dan
ditingkatkan.
Selain mengikuti pelatihan resusitasi tahap awal, dokter spesialis anak juga perlu meningkatkan kemampuannya
dengan pelatihan resusitasi tahap lanjut. Semoga dokter dan tenaga kesehatan lainnya juga dapat memanfaatkan buku
ini sebaik-baiknya sebagai media pembelajaran serta pegangan ketika menemukan kondisi gawat darurat pada bayi
dan anak.
Prof. DR. Dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp.A(K), FAAP, FRCPI (Hon)
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia
vi
Daftar Isi
Daftar Kontributor....................................................................................................................................................iii
Kata Pengantar........................................................................................................................................................... v
Kata Sambutan Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia................................................................................. vi
BAB 1 Pendahuluan.............................................................................................................................................1
BAB 2 Karakteristik Anak....................................................................................................................................5
BAB 3 Assessmen Pra-Rumah Sakit pada Kegawatan Anak.................................................................................13
BAB 4 Mengenali dan Mengevaluasi Kegawatan pada Anak dengan Saga dan Sadewa........................................16
BAB 5 Manajemen Jalan Napas pada Anak........................................................................................................21
Bab 6 Bantuan Hidup Dasar.............................................................................................................................29
BAB 7 Defibrilasi dalam Tatalaksana Gangguan Irama Jantung .........................................................................36
BAB 8 Syok........................................................................................................................................................41
BAB 9 Keracunan...............................................................................................................................................46
BAB 10 Kejang dan Status Epileptikus.................................................................................................................53
BAB 11 Penurunan Kesadaran..............................................................................................................................58
BAB 12 Obstruksi Jalan Napas Atas.....................................................................................................................69
BAB 13 Obstruksi Saluran Pernapasan Bawah......................................................................................................76
BAB 14 Trauma Kepala........................................................................................................................................86
BAB 15 Trauma Toraks........................................................................................................................................93
BAB 16 Trauma Abdomen.................................................................................................................................102
BAB 17 Tenggelam.............................................................................................................................................105
BAB 18 Luka Bakar............................................................................................................................................109
BAB 19 Prosedur................................................................................................................................................113
BAB 20 Lampiran..............................................................................................................................................130
APRC vii
viii
BAB 1
Pendahuluan
1.1. PENDAHULUAN 50% dari 63 pada tahun 1990 menjadi 32 pada tahun
Setiap tahun, jutaan anak meninggal disebabkan karena 2015. Demikian juga halnya dengan angka mortalitas
penyakit atau keadaan kegawatan yang dapat dicegah balita, terjadi penurunan hingga 60%. Angka mortalitas
dan diobati. Perbaikan kompetensi tenaga medis untuk balita menurun dari 93 pada tahun 1990 menjadi 38
mengetahui keadaan kegawatan dan tata laksana awal pada tahun 2019. Pada beberapa negara maju, bahkan
kegawatan dapat menyelamatkan lebih banyak nyawa. penurunannya jauh lebih dramatis.
Pelatihan tata laksana kegawatan untuk praktisi Perbaikan yang sangat besar pada angka mortalitas
kesehatan dan sumber daya pelayanan kesehatan sangat bayi ini disebabkan karena perbaikan kondisi kehidupan,
bervariasi di setiap negara. Namun demikian, untuk seperti perbaikan sanitasi, rumah, kualitas air minum,
meningkatkan kualitas luaran penyakit kritis atau cedera dan nutrisi. Perbaikan layanan kesehatan, seperti layanan
diperlukan pelatihan prinsip dasar resusitasi untuk obstetrik dan neonatus, vaksinasi, juga memiliki peranan
menjamin luaran yang jauh lebih baik dalam upaya sangat besar pada penurunan angka mortalitas anak.
menurunkan morbiditas dan mortalitas pada setiap Penatalaksanaan kasus kritis yang lebih baik dapat
kegawatan anak. membantu menurunkan angka mortalitas.
Di Indonesia, berdasarkan data United Nation
1.2. ANGKA MORTALITAS PADA ANAK Children’s Fund (UNICEF) dan World Bank, angka
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa, mortalitas bayi adalah 34 pada tahun 2012, menurun dari
secara global, angka mortalitas bayi menurun hampir 71 pada tahun 1990, dan angka mortalitas balita adalah
325
Premat
300
acute respiratory infect
275
Other cau
250
50
Ma
25 HIV/A
0
1950 1955 1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015 2020
Gambar 1.1. Grafik angka mortalitas balita di Indonesia dari tahun ke tahun.
Sumber: http://www.data.unicef.org (Diakses 10 November 2021)
1
27 pada tahun 2015, menurun dari 84 pada tahun 1990 berat, dan cedera yang terjadi tidak kompatibel untuk
(Gambar 1.1). Secara nasional, angka mortalitas anak di hidup, sehingga akan segera meninggal setelah kejadian.
Indonesia di bawah rerata mortalitas global. Akan tetapi, Kelompok kedua meninggal karena kegagalan respirasi
masih terdapat disparitas angka mortalitas yang tinggi di yang progresif, insufisiensi sirkulasi, atau peningkatan
provinsi yang berbeda. tekanan intrakranial karena efek sekunder cedera. Pada
kondisi ini, kematian terjadi beberapa jam apabila tidak
ditata laksana segera. Pada kelompok ketiga, kematian
1.3. PENYEBAB KEMATIAN PADA ANAK
disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial,
Penyebab kematian pada anak pada tiap kelompok
infeksi, dan kegagalan organ multipel. Tata laksana
umur bervariasi di setiap negara. Pada periode neonatus,
yang sesuai pada jam pertama pada kelompok ini akan
penyebab kematian utama adalah kelainan kongenital,
menurunkan kematian.
infeksi antepartum, dan prematuritas.
Di negara berkembang, penyakit infeksi masih
Pada negara maju, kematian terutama disebabkan
merupakan penyebab utama kematian. Tujuh
oleh kelainan kongenital dan trauma. Pada bayi usia
dari sepuluh kematian pada anak disebabkan oleh
1-12 bulan, kelainan kongenital, kondisi prematuritas,
pneumonia, diare, campak, malaria, dan malnutrisi.
dan kematian mendadak yang tidak dapat dijelaskan
HIV/AIDS juga berkontribusi dan berhubungan dengan
penyebabnya, berkontribusi sekitar 20%. Kelainan
peningkatan kasus kematian akibat tuberkulosis. Dengan
kongenital berkontribusi meningkatnya mortalitas pada
meningkatnya arus urbanisasi di negara berkembang,
seluruh kelompok usia anak, seperti penyakit jantung
kematian akibat trauma juga meningkat, khususnya
kongenital kompleks, malformasi sistem saraf pusat,
trauma pada kasus kecelakaan bermotor.
kelainan metabolik, dan anomali kromosom.
Di Indonesia, penyebab kematian terbanyak adalah
Setelah usia 1 tahun, trauma menjadi penyebab
karena prematuritas dan penyakit infeksi. Penyebab
tersering kematian. Kematian akibat trauma dapat
kematian pada anak di bawah 5 tahun di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi tiga. Kelompok pertama
dilihat pada gambar di bawah (Gambar 1.2).
adalah trauma yang menyebabkan kerusakan sangat
Gambar 1.2. Penyebab kematian anak di bawah 5 tahun di Indonesia. (WHO, 2013)
2 BAB 1: Pendahuluan
1.4. ALUR TERJADINYA HENTI menyebabkan kerusakan sel dan pada akhirnya kematian
KARDIORESPIRATORIK (khususnya pada organ yang sensitif, seperti otak, hati,
Henti jantung pada anak berbeda dengan dewasa. Pada dan ginjal), sebelum kerusakan miokard cukup parah
anak, henti jantung sangat jarang disebabkan penyebab untuk menyebabkan henti jantung.
primer dari penyakit jantung, tetapi umumnya karena Penyebab henti jantung lainnya pada anak adalah
penyebab sekunder, yaitu hipoksia. Hipoksia dapat penyebab sekunder akibat kegagalan sirkulasi. Kondisi
terjadi pada keadaan henti nafas atau kondisi respirasi ini seringkali dikarenakan kehilangan cairan atau darah
yang patologis, seperti asfiksia, inhalasi benda asing, (contoh: gastroenteritis, luka bakar, atau trauma),
bronkiolitis, dan asma. Henti nafas juga dapat terjadi atau dari maldistribusi cairan di dalam sistem sirkulasi
sekunder karena disfungsi neurologis yang disebabkan (contoh: sepsis atau anafilaksis). Pada kondisi kegagalan
berbagai penyebab, seperti kejang, keracunan, sirkulasi tersebut, seluruh organ akan kehilangan nutrisi
peningkatan tekanan intrakranial karena cedera kepala, esensial dan oksigen. Kondisi syok akan berprogresi
ensefalopati akut. menjadi henti jantung, dan pada akhirnya, seperti pada
Henti jantung pada anak karena penyebab apa kondisi kegagalan respirasi, akan terjadi hipoksia jaringan
pun menyebabkan periode insufisiensi respirasi pada dan asidosis.
anak, yang kemudian akan menyebabkan hipoksia dan Pada kenyatannya, kedua alur henti jantung tersebut
asidosis respiratorik. Kombinasi hipoksia dan asidosis dapat terjadi pada satu waktu (Gambar 1.3).
Benda Asing
Sumbatan
Asma
Napas
Croup
Gagal
Napas Kejang
Depresi
Keracunan
Napas
Hen� Peningkatan TIK
Jantung
Perdarahan Kehilangan
Luka Bakar Cairan
Gagal Muntah
Sirkulasi
Sepsis
Maldistribusi
Anafilaksis
Cairan
Gagal Jantung
APRC 3
1.5. LUARAN HENTI JANTUNG PADA anak menunjukkan bahwa lama resusitasi berhubungan
ANAK dengan luaran yang buruk, kecuali pada kasus tenggelam
Luaran henti jantung pada anak adalah buruk. Pada di air dingin.
pasien yang selamat, tidak sedikit yang mengalami defisit
neurologis permanen. Luaran yang paling buruk adalah Daftar bacaan
pada pasien henti jantung di luar rumah sakit dan tiba 1. S amuels M, Wieteska S. Advanced Pediatric Life Support:
The Practical Approach. 5th ed. Oxford: Wiley-Blackwell;
di rumah sakit pada keadaan apnu. Pada pasien dengan 2011. p. 3-6.
kondisi tersebut, akan mengalami gangguan pada sistim 2. Unicef. Child mortality estimates: country specific under
neurologis, terutama pada kasus yang telah dilakukan five mortality rate. [Updated Sep 2015; cited Apr 2016].
Available from: http://www.data.unicef.org
resusitasi kardiopulmonal lebih dari 20 menit.
3. WHO. Distribution of causes of neonatal and under five
Beberapa faktor yang dapat menjadi pertimbangan deaths. [Updated Sep 2013; cited Apr 2016]. Available
untuk meneruskan resusitasi atau tidak, antara lain from: http://www.who.int
lama resusitasi yang telah dilakukan, penyebab henti 4. Wyllie J, Bruinenberg J, Roehr CC, Rudiger M,
Trevisanuto D, Urlesberger B. ERC Guideline:
jantung, kondisi medis penyerta, usia, lokasi terjadi henti resuscitation and support of transition babies at birth.
jantung, apakah kejadian henti jantung disaksikan atau Resuscitation. 2015;95:249–63.
tidak, durasi henti jantung sebelum tindakan resusitasi, 5. International Liasion Committee on Resuscitation.
Paediatric basic and advanced life support. Resuscitation.
gangguan irama jantung (irama shockable), serta
2005;67:271-91.
kejadian khusus (tenggelam di air dingin). Studi pada
4 BAB 1: Pendahuluan
BAB 2
Karakteristik Anak
5
2.3. ANATOMI DAN FISIOLOGI vertebra servikalis ke-4, ke-5, dan ke-6. Posisi ini
Karakteristik anatomi dan fisiologi pada anak beubah mengakibatkan terdapatnya sudut yang relatif
seiring dengan bertambahnya usia. Perubahan tersebut tajam antara basal lidah dan liang glotis. Keadaan
antara lain: ini menyulitkan penolong untuk melihat epiglotis
karena jaringan dasar mulut bayi relatif lunak,
Jalan napas (Airway) penggunaan laringoskop berdaun lurus dengan
Secara anatomi dan fisiologi, terdapat beberapa perbedaan teknik menekan jaringan dasar mulut lebih digemari
antara sistem pernapasan anak dan dewasa. Jalan napas saat mengintubasi bayi.
dipengaruhi oleh anatomi kepala dan leher sebagai – Laring anak berbentuk corong sedangkan laring
berikut: remaja dan dewasa berbentuk silinder (Gambar
– Kepala bayi memiliki oksiput yang menonjol, 2.2). Diameter pipa endotrakeal harus disesuaikan
mengakibatkan posisi sniffing saat berbaring dengan diameter rawan krikoid, bukan liang glotis.
terlentang. Keadaan ini mengakibatkan jalan napas – Bayi memiliki trakea yang pendek. Keadaan
dapat lebih terbuka dengan meletakkan penyangga ini mengakibatkan mudah terjadi migrasi pipa
pada bahu. endotrakeal, baik endobronkial dengan akibat
– Lidah bayi berukuran relatif lebih besar dibanding atelektasis paru kiri, maupun bermigrasi keluar dari
ruang orofaring. Keadaan ini dapat mengakibatkan liang glottis hingga jalan napas tidak terlindungi.
obstruksi jalan napas bila lidah jatuh ke belakang dan Migrasi dapat terjadi pada fleksi atau ekstensi kepala.
juga dapat mengganggu upaya melihat laring saat – Bayi juga memiliki pita suara yang pendek dengan
melakukan intubasi dengan laringoskop. perlekatannya di dinding anterior lebih rendah.
– Epiglotis bayi dan balita lunak, pendek, sempit, dan Susunan anatomi ini menyebabkan perlekatan
membentuk sudut dengan sumbu trakea. Keadaan ini endotrakeal secara buta sangat mungkin terhambat
menyulitkan pengontrolan epiglotis saat melakukan di komisura anterior pita suara.
intubasi. – Lamina posterior rawan krikoid lebih tebal dan
– Pada anak, proyeksi laring pada vertebra servikalis membentuk sudut seperti huruf “V”, sedang arkus
lebih tinggi daripada dewasa yaitu setinggi vertebra anterior lebih bulat. Karena pipa endotrakeal
servikalis ke-3 dan ke-4, sedang pada dewasa setinggi berbentuk bulat, bagian posterior akan mengalami
Kartilago
Kartilago Tiroid
P Tiroid A P A
Krikoid
Krikoid
Gambar 2.2. Perbedaan laring anak dan dewasa (A: anterior; P: posterior)
Dewasa ↑ 3x ↓ 44%
8 mm
APRC 7
Tabel 2.1. Laju pernapasan berdasarkan usia metabolik (misal: syok, ketoasidosis diabetikum, diare
Usia (tahun) Laju pernapasan (napas per menit) dengan dehidrasi, keracunan salisilat, dan insufisiensi
0 hari-1 bulan ≤68
>1 bulan- <2 tahun ≤58 ginjal kronik). Laju napas yang sangat lambat dan
2-5 tahun ≤44 ireguler pada anak dengan kegawatan akut adalah tanda
6-12 tahun ≤38 klinis yang mengkhawatirkan dan biasanya disebabkan
13-18 tahun ≤35
oleh hipotermi, kelelahan, dan depresi susunan saraf
Pada anak, depresi pusat pernapasan dapat terjadi pusat. Kelelahan adalah penyebab tersering penurunan
akibat hipoksia, hipotermia, intoksikasi, gangguan laju napas. Perlambatan laju napas atau iregularitas napas
metabolik (misal hipoglikemia), dan disfungsi susunan merupakan pertanda perburukan klinis.
saraf pusat (misal akibat trauma atau kejang). Hipotermia
dan Erb’s paresis lebih sering terjadi pada bayi sedangkan Fisiologi pernapasan
trauma servikal lebih sering terjadi pada dewasa. Meningkatnya kerja napas sering ditandai dengan napas
Gagal napas adalah cerminan dari kekurangan cuping hidung, retraksi interkostal, subkostal, dan
oksigenasi akibat gangguan ventilasi yang dapat suprasternal. Tanda tersebut dijumpai pada obstruksi jalan
disebabkan oleh sumbatan jalan napas, kelainan intrinsik napas atau penyakit alveolar. Meningkatnya kerja napas,
paru, dan usaha napas yang tidak memadai (misalnya akan meningkatkan kebutuhan oksigan otot napas yang
gangguan pada otot pernapasan). akhirnya akan meningkatkan produksi karbondioksida.
Bila seorang anak dengan potensial gawat napas Anggukan kepala ke atas saat inspirasi (head
tidak terjadi perbaikan klinis setelah mendapat terapi bobbing), merintih (grunting), stridor, dan ekspirasi
oksigen, maka tindakan agresif perlu segera diberikan memanjang adalah tanda gangguan fisiologi pernapasan.
untuk mencegah terjadinya gagal napas. Pemeriksaan Head bobbing menandakan adanya peningkatan usaha
analisis gas darah tidak ditujukan untuk menilai keadaan napas. Retraksi dada disertai dengan distensi abdomen
postensial gagal napas, tetapi dipakai untuk membuktikan menandakan adanya obstruksi jalan napas bagian atas
dugaan klinis dan menilai respon terapi. Bayi dan anak (seesaw respiration). Pola napas mata gergaji disebut juga
dengan risiko henti napas umumnya dimulai dengan napas abdominal. Pola napas ini tidak efisien karena
adanya tanda-tanda: volume tidal tidak adekuat dan mudah menyebabkan
– Peningkatan laju napas, peningkatan usaha napas, kelelahan.
menurunnya suara napas Merintih terjadi karena penutupan glotis lebih awal
– Penurunan kesadaran atau respons terhadap nyeri dan kontraksi diafragma yang terlambat pada waktu
– Tonus otot rangka melemah ekspirasi. Penutupan glotis tersebut dibutuhkan sebagai
– Sianosis mekanisme kompensasi untuk meningkatkan kapasitas
residu fungsional paru sehingga dapat mencegah kolaps
Oleh karena itu, penilaian fungsi napas harus alveolus dan mencegah kehilangan volume paru. Merintih
meliputi penilaian laju napas, fisiologi pernapasan, dan biasanya terjadi pada edema paru, pneumonia, penyakit
warna kulit/ membran mukosa. membran hialin, dan atelektasis.
Stridor inspirasi adalah tanda obstruksi jalan napas
Laju Napas atas (ekstratorakal), misalnya obstruksi oleh lidah yang
Pada bayi, manifestasi awal distres napas adalah takipnu. besar, laringomalasia, paralisis pita suara, hemangioma,
Takipnu tanpa tanda lain distres napas adalah bagian tumor jalan napas, kista, infeksi jalan napas atas, edema
dari upaya kompensasi sistim napas terhadap asidosis jalan napas atas, dan aspirasi benda asing. Ekspirasi
dingin.
APRC 9
karena itu, bila terjadi takikardia, perlu dicari faktor- diraba. Ketidaksesuaian isi antara nadi sentral dengan
faktor penyebabnya. perifer disebabkan karena adanya vasokonstriksi perifer
Pada anak, curah jantung lebih banyak dipengaruhi antara lain karena suhu dingin atau sebagai tanda awal
oleh denyut jantung dibandingkan isi sekuncup. Curah penurunan curah jantung. Tekanan nadi menentukan isi
jantung meningkat seiring dengan meningkatnya denyut nadi. Tekanan nadi dihitung berdasarkan rumus berikut:
jantung. Bila takikardia gagal mempertahankan curah
jantung, maka akan terjadi hipoksia jaringan dan asidosis Tekanan nadi = Tekanan sistolik – Tekanan diastolik
yang akhirnya menyebabkan bradikardia. Bradikardia
dengan distres kardiopulmonal menandakan ancaman Penurunan curah jantung menyebabkan tekanan
henti kardiopulmonal. nadi mengecil, mengakibatkan denyut teraba menjauh
dan akhirnya tidak teraba. Pada keadaan curah jantung
Tekanan darah yang cukup, tekanan nadi normal, maka denyut nadi akan
Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan teraba keras. Hilangnya denyut nadi sentral merupakan
resistensi/tahanan pembuluh darah sistemik. Meskipun tanda kegawatan kardiovaskular dan harus dianggap dan
curah jantung menurun, tekanan darah dapat diperlakukan sebagai henti jantung.
dipertahankan normal dengan meningkatkan tahanan
pembuluh darah sistemik. Tekanan darah sistolik pada Kulit
anak berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 2.3. Penurunan perfusi kulit merupakan tanda awal syok. Bila
perfusi baik, maka tangan dan kaki teraba hangat, kering,
Tabel 2.3. Tekanan darah berdasarkan usia serta telapak tangan terlihat merah sampai ke ujung jari.
Usia Tekanan darah sistolik* Tetapi, bila terdapat penurunan curah jantung, kulit
0 hari-1 bulan 60
teraba dingin, dimulai dari perifer (ujung jari tangan dan
>1 bulan-<1 tahun 70
1-10 tahun 70+(2xusia dalam tahun) kaki) dan menuju proksimal ke arah tubuh. Perlambatan
>10 tahun 90 pengisian kapiler (lebih dari 2 detik), dapat terjadi pada
*Persentil 5 tekanan darah sistolik sesuai kelompok usia syok, demam, dan suhu udara dingin. Kulit berbercak
(mottled), pucat, melambatnya pengisian kapiler, dan
Takikardia dan peningkatan kontraktilitas jantung sianosis perifer menandakan perfusi kulit yang buruk.
memiliki peranan penting didalam mempertahankan
curah jantung. Bila mekanisme kompensasi gagal, maka
Otak
akan terjadi hipotensi dan fase syok dekompensasi
Tanda hipoperfusi otak tergantung oleh derajat dan
sehingga pengenalan dini fase awal syok kompensasi
lamanya iskemia otak. Pada iskemia otak mendadak, akan
sangat diperlukan, yaitu dengan menilai tanda klinis yang
dijumpai gejala neurologis lain disamping penurunan
secara tidak langsung merupakan cerminan aliran darah
kesadaran seperti kelemahan tonus otot, kejang, dan
dan tahanan pembuluh darah sistemik. Tanda klinis
dilatasi pupil. Bila iskemia otak terjadi secara bertahap,
tersebut adalah denyut nadi perifer dan fungsi organ
maka gejala neurologis yang terjadi biasanya tidak jelas
(end-organ) seperti kulit, otak, dan ginjal.
terlihat, penurunan kesadaran terjadi disertai dengan
agitasi dan letargi. Pada hipoperfusi otak yang berlangsung
Denyut Nadi lama dan dalam, dapat diketahui dengan menghilangnya
Pada anak sehat, nadi karotis, aksila, brakial, radial, refleks tendon, pupil miosis tetapi reaktif, perubahan
femoral, dorsalis pedis, dan tibialis posterior sangat mudah pola napas, dan postur dekortikasi/deserebrasi.
APRC 11
dalam pemeriksaan anak. Bila anak sudah dapat diajak Anak remaja umumnya sudah dapat mengerti sebab-
berkomunikasi, gunakan bahasa yang sesuai dengan akibat dan menyampaikan yang dirasakannya secara
kemampuan anak. Pemeriksa dapat menggunakan verbal. Namun demikian, terkadang ketergantungannya
boneka sebagai peraga untuk menerangkan apa yang akan mulai berpindah dari orang tua/keluarga kepada
dilakukan, namun tidak perlu bernegosiasi. Lakukan teman. Hal yang berbeda dari teman-temannya dapat
prosedur yang memang perlu dilakukan. menimbulkan kecemasan. Gejala psikosomatik sering
dijumpai pada usia remaja. Bicaralah langsung kepada
Rasa Takut anak remaja mengenai keadaannya dan prosedur yang
Rasa takut merupakan masalah utama pada anak usia akan dilakukan. Hormati rahasianya, kecuali bila hal
pra-sekolah. Pada usia ini, anak sering kali belum dapat tersebut dapat membahayakan dirinya.
membedakan antara realita dengan fantasi; memiliki Pendampingan orang tua/pengasuh berperan dalam
miskonsepsi tentang penyakit, cedera, dan fungsi tubuh. mengurangi rasa takut pada anak. Ketiadaan mereka
Sementara pada anak usia sekolah atau remaja, rasa takut disampingnya dapat menimbulkan rasa takut yang
dapat timbul akibat informasi yang mereka dapat dari berlebih baik bagi anak maupun orang tua/pengasuhnya.
orang tua/pengasuh maupun lingkungan seperti media
sosial dan televisi. 2.6. ANAK YANG MEMERLUKAN
Bersikaplah flexible saat memeriksa anak. Tindakan PERAWATAN KHUSUS
yang mungkin menyakitkan, sedapat mungkin dilakukan Kelompok anak yang memerlukan perawatan khusus
lebih akhir, setelah penilaian lain selesai. Pada anak antara lain anak dengan kecacatan fisik, disabilitas
usia pra sekolah, lakukan inspeksi sejak anak dalam intelektual, dan anak dengan penyakit kronik. Untuk
gendongan orang tua/pengasuh. Mintalah bantuan orang kelompok-kelompok tersebut perlu diperhatikan usia
tua/pengasuh untuk hal yang biasa mereka lakukan, perkembangan dibandingkan usia kronologis. Anamnesis
misalnya membuka pakaian bayi. dengan teliti tentang penyakit sekarang, penyakit
Gunakan mainan untuk membantu menenangkan sebelumnya, termasuk obat-obat, alat bantu khusus yang
atau menarik perhatiannya. Pengetahuan dapat digunakan.
membantu mengurangi rasa takut, oleh karena itu, bila
anak dapat berkomunikasi, jelaskan secara jelas dan
Daftar bacaan
sederhana mengenai kondisi dan prosedur yang akan 1. hy treat children differently? Dalam: Samuels M,
W
dilakukan. Anak dapat diberikan pilihan dan merasa Wieteska S, penyunting. Advanced paediatric life support.
memiliki kontrol terhadap dirinya; contoh: “Apakah the practical approach. Edisi ke-5. UK: Wiley-Blackwell.
2011.h.7-13.
kamu ingin saya memeriksa perut atau tangan terlebih
2. Saikia D, Mahanta B. Cardiovascular and respiratory
dahulu?” Namun demikian, hindari pertanyaan yang physiology in children. Indian J Anaesth. 2019
dapat dijawab dengan “tidak”. Berikan pujian bila anak Sep;63(9):690-697. doi: 10.4103/ija.IJA_490_19.
PMID: 31571681; PMCID: PMC6761775.
dapat bekerja sama.
13
vasokontriksi yang lebih cepat pada anak. Karena itu, yang dibutuhkan, misal pada luka bakar pemberian cairan
pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang disesuaikan dengan derajat dan luas luka bakar. Untuk
harus dilakukan segera. Meski jumlah volume darah mencegah hipotermia, cairan resusitasi yang diberikan
yang hilang lebih sedikit, secara proporsional jumlah pada anak sebaiknya dihangatkan hingga suhu 37°C.
kehilangan darah dibandingkan dengan jumlah darah
anak tersebut cukup besar. Perkiraan kasar volume darah D – disability
anak adalah: Pemeriksaan awal yang perlu dilakukan adalah mengecek
– Sekitar 100 – 120 mL/kg untuk bayi preterm kesadaran dengan menggunakan skor Glasgow Coma
– 90 mL/kg untuk bayi aterm Scale (Table 3.1) pada bayi dan anak, dan pemeriksaan
– 80 mL/kg untuk bayi usia 3 – 12 bulan ukuran pupil, refleks pupil terhadap cahaya, serta tanda
– 70 mL/kg untuk anak usia 1 tahun ke atas tanda lateralisasi akibat peninggian tekanan intra kranial.
APRC 15
BAB 4
Mengenali dan Mengevaluasi
Kegawatan pada Anak dengan Saga dan
Sadewa
16
Gambar 1. Komponen SAGA
Pada tampilan yang akan dinilai adalah tonus, Pada sirkulasi akan dinilai 3 kondisi yaitu sianosis,
interaksi dengan lingkungan, kenyamanan atau mudah pucat dan kutis marmorata (mottled). Bila ada 1 satu
ditenangkan (consolability), pandangan dan suara atau kondisi saja dari tiap-tiap komponen pada tampilan,
tangisan. Penjabaran pada tampilan dapat dilihat pada upaya napas dan sianosis, maka diambil kesimpulan
Tabel 1. bahwa penilaian komponen yang dimaksud abnormal.
Pada upaya napas akan dinilai adalah napas cuping Dengan penilaian SAGA ini diharapkan klinisi akan
hidung, adanya suara napas tambahan, retraksi dan posisi mudah dan mampu mengenali kegawatan pada anak
abnormal pada pasien. Penjabaran penilaian upaya napas dan melakukan tatalaksana awal segera. Kesimpulan
dapat dilihat pada Tabel 2. keseluruhan penilaian SAGA dapat dilihat pada Tabel 3.
APRC 17
Terdapat 6 klasifikasi hasil kesimpulan penilaian Klasifikasi zonasi kegawatan anak berdasarkan penilaian
SAGA yaitu stabil, gawat napas, gagal napas, SAGA dapat dilihat pada Tabel 4.
gangguan sirkulasi (renjatan), gangguan metabolik Setelah dilakukan klasifikasi zonasi kegawatan,
atau susunan saraf pusat dan gagal jantung paru. Pada langkah selanjutnya adalah melakukan tatalaksana yang
table 3 diperlihatkan bahwa gangguan pernapasan sesuai dengan kondisi anak. Tatalaksana berdasarkan
dibagi menjadi gawat dan gagal napas. Perbedaan penilaian SAGA dapat dirangkum dalam tabel 5.
yang mendasar diantara keduanya adalah pada gawat Pada gangguan pernapasan baik pada gawat dan
napas penilaian tampilan abnormal sedangkan pada gagal napas harus diberikan oksigen yang sesuai kebutuhan
gagal napas telah terjadi abnormalitas pada tampilan. anak. Pada gawat napas dapat dipertimbangkan
Setelah penilaian SAGA, petugas kesehatan yang pemberian oksigen dengan kanula nasal 0.25-4 liter
berada di triase akan mampu mengklasifikasikan pasien per menit (lpm) dan dapat ditingkatkan pemberiannya
berdasarkan zonasinya yaitu hijau, kuning atau merah. melalui sungkup muka sederhana 6-10 lpm. Pada gagal
18 BAB 4: Triase
napas dipertimbangkan pemberian non-rebreathing mask Laju pernapasan yang abnormal pada anak dapat
10-15 lpm dan dapat ditambahan dengan pemberian dipengaruhi faktor di luar sistem respirasi seperti adanya
tekanan melalui high flow nasal canula (HFNC) 4-40 nyeri, demam atau cemas dapat meningkatkan laju
lpm. Bila diperlukan pertimbangkan pemberian ventilasi napas anak. Suara napas tambahan dapat berupa stridor
tekanan positif. inspirasi atau ekspirasi atau mengi (wheezing). Klinisi
harus mengevaluasi penyebab abnormalitas laju napas
SURVEI PRIMER dan suara napas tambahan yang terjadi.
Setelah melakukan penilaian dengan SAGA harus Penilaian sirkulasi dilakukan dengan menghitung
dilanjutkan dengan melakukan penilaian survei primer laju nadi, penilaian kualitas nadi, capillary refill time
yang terdiri dari penilaian A-B-C-D-E yaitu airway (CRT), akral hangat atau dingin, pengukuran tekanan
(jalan napas), breathing (kinerja pernapasan) , circulation darah dengan manset yang sesuai usia anak dan
(sirkulasi atau kardiovaskuler), disability (kesadaran) dan pengukuran produksi urin. Nilai normal laju nadi dapat
exposure (paparan). dilihat pada Tabel 6. Tekanan darah merupakan salah satu
Penilaian jalan napas (airway) dapat dilakukan penentu apakah anak mengalamai syok terkompensasi
dengan posisi sniffing dan pada pasien tidak sadar atau tidak terkompensasi. Tekanan darah sistolik minimal
dilakukan dengan tekhnik head tilt-chin lift atau jaw trust dapat dihitung dengan rumus 70 + (2 dikali usia pasien).
pada anak dengan cedera servikal. Hasil dari penilaian Penilaian disability adalah penilaian status
jalan napas dapat disebutkan jalan napas bebas atau ada neurologik pada pasien. Penilaian ini meliputi
sumbatan atau obtruksi. Harus disebutkan pula apakah kesadaran, refleks bola mata, pola pernapasan sentral,
anak dapat mempertahankan patensi jalan napas. postur tubuh, kejang, paresis saraf kranial dan akan
Penilaian kinerja pernapasan (breathing) dilakukan diikuti oleh pemeriksaan neurologi keseluruhan pada
dengan menghitung frekuensi pernapasan dalam 1 suvei sekunder. Penilaian kesadaran dapat dilakukan
menit penuh, teratur atau adanya pola panas tertentu, dengan skala Glasgow (Glasgow Coma Scale atau GCS)
peningkatan upaya napas, suara napas dasar dan dengan mengamati pandangan anak, kemampuan anak
tambahan. Nilai normal laju nadi dan napas pada anak berbicara dan respon motorik. Pada kondisi emergensi,
dapat dilihat pada Tabel 6. penilaian GCS tidak praktis dan memerlukan waktu
yang lebih lama dibandingkan dengan skala AVPU. Skala
Tabel 6. Nilai normal laju nadi dan napas pada anak AVPU dilakukan dengan membagi tingkat kesadaran
Kelompok umur Laju Nadi Laju Napas menjadi Alert, response to Voice, response to Pain dan
Neonatus 100-180 40-60 Unresponsive. Penjabaran penilaian skala AVPU dapat
1 bulan – 1 tahun 100-180 35-40
1 – 6 tahun 70-110 20-30 dilihat pada Tabel 7.
7 – 12 tahun 70-110 18-20 Penilaian paparan (exposure) dilakukan dengan
12 – 18 tahun 55 - 90 16 - 18
memeriksa lesi pada kulit anak apakah terdapat jejas,
APRC 19
terlihat kuning, terdapat perdarahan bawah kulit, dan Hasil dari penilain SADEWA akan dibuat dalam
lain sebagainya. Harus dievaluasi juga adanya paparan bentuk skoring yang berguna dalam panduan evaluasi
alergi pada anak, terapi yang telah diberikan, riwayat berkala dan tatalaksana selanjutnya. Skoring dan
perawatan sebelumnya, konsumsi makanan terakhir dan tatalaksana lanjutan berdasarkan penilai SADEWA dapat
pajanan lingkungan. Untuk mempermudah mengingat dilihat pada Tabel 7.
hal-hal yang perlu dievaluasi, dibuat singkatan menjadi
AMPLE yaitu allergies, medications, past medical history,
last meal, event surrounding injury or environtment. KESIMPULAN
Setelah melakukan survei primer dan memberikan Kemampuan mengenal anak dalam kondisi gawat darurat
tatalaksana awal untuk masing-masing klasifikasi perlu dimiliki setiap tenaga medis terutama yang bekerja
diperlukan evaluasi berkala untuk menilai keberhasilan di ruang emergensi. Untuk mempermudah pengenalan
terapi yang telah diberikan. Penilaian selanjutnya ini digunakan penilaian SAGA, survei primer dan
dilakukan dengan SADEWA. Pada SADEWA, dilakukan SADEWA. Diharapakan dengan melakukan penilaian-
evaluasi pada 3 komponen yaitu perilaku, kardiovaskuler penilaian ini, tenaga kesehatan dapat dengan cepat
dan respirasi. Penilain SADEWA ini juga mudah dan mengenali anak dalam kondisi gawat darurat, mampu
cepat dilakukan sehingga petugas Kesehatan dapat mengklasifikasikan serta melakukan tatalaksan dengan
menilai dengan tepat kondisi anak. Penilaian SADEWA cepat dan tepat sehingga angka morbiditas dan mortalitas
dapat dilihat pada Tabel 6. anak dapat diturunkan.
20 BAB 4: Triase
BAB 5
Manajemen Jalan Napas pada Anak
21
Cara menentuan ukuran NPA adalah dengan – Laringoskop bilah lengkung, digunakan untuk
meletakkan NPA dari cuping hidung ke tragus telinga. menggeser epiglotis dengan mengangkat bagian
Ukuran diameter yang terlalu besar menyebabkan iritasi depan epiglotis. Ujung bilah dimasukkan ke dalam
dan menekan valekula sehingga timbul obstruksi jalan valekula yang berada di depan epiglotis dan kemudian
napas. Pelumas berbahan dasar air yang dioleskan pada epiglotis akan tertarik ke arah depan akibat tekanan
sisi luar NPA dapat mengurangi trauma pemasangan. pada valekula, sehingga plica vocalis dapat terlihat
(Gambar 5.2).
Pastikan laringoskop berfungsi baik, yaitu lampu
laringoskop menyala. Gunakan ukuran bilah yang sesuai.
APRC 23
Gambar 5.4. Balon resusitasi tipe mengembang sendiri
Tanpa reservoir, sulit untuk memasok udara dengan kadar Gambar 5.6. Balon resusitasi tidak mengembang dengan sendirinya
T-piece (model Inggris)
oksigen lebih dari 50%. Bila tersambung dengan reservoir
yang terisi penuh oksigen, alat ini dapat memasok udara
Balon resusitasi dengan ujung terbuka yang
dengan kadar oksigen mencapai 98%.
dapat dihubungkan dengan pipa yang memiliki ujung
Terdapat 3 ukuran balon tipe mengembang
menyerupai huruf T, disebut dengan T-piece. Pada satu
sendiri, yaitu ukuran 240 ml, 500 ml, dan 1600 ml.
sisi T, terdapat katup pengatur udara keluar, pada sisi
Balon ukuran 240 ml dan 500 ml biasanya dilengkapi
lainnya terdapat konektor sungkup baku (Gambar 5.6).
katup pengaman yang membuka pada tekanan di atas
Pengguna alat ini membutuhkan keterampilan untuk
40 cmH2O. Katup ini juga dirancang untuk mencegah
dapat mengatur aliran gas dan katup pengatur kelebihan
terjadinya barotrauma.
gas, serta penggunaan sungkup yang benar. Volume udara
inspirasi diperoleh melalui pengaturan katup kelebihan
Balon resusitasi tipe tidak mengembang gas. Komposisi gas inspirasi ditentukan oleh aliran
Terdiri dari balon reservoir, lubang tempat keluar udara segar. Aliran udara penting untuk menghalau gas
untuk udara yang berlebih, lubang tempat untuk ekspirasi. Bila katup kelebihan gas ini ditutup rapat maka
masuk gas, dan konektor sungkup baku 15/22 udara ekspirasi tertahan dan akan terjadi rebreathing.
mm (Gambar 5.5). Bila tekanan berlebih, udara Pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg,
akan keluar melalui katup pengaman. Alat ini tidak umumnya digunakan aliran gas 2L/menit, berat badan
dilengkapi dengan katup re- breathing. Balon ini 10-50 kg digunakan aliran oksigen 4 L/menit, dan 6L/
tersedia dalam ukuran 500 ml untuk bayi, 1000-2000 menit untuk pasien dengan berat badan lebih dari
ml untuk anak, dan 3000-5000 ml untuk dewasa. 50 kg. Semakin tinggi aliran gas, semakin kecil terjadi
rebreathing sehingga lebih efektif dalam mencegah
hiperkarbia. Positive end expiratory pressure (PEEP) atau
continous positive airway pressure (CPAP) dapat diberikan
dengan alat ini melalui katup pengatur kelebihan gas.
Karena penggunaannya yang memerlukan
pengalaman dan tidak dapat digunakan tanpa sumber
gas, maka alat ini tidak umum digunakan sebagai
peralatan resusitasi awal. Bila digunakan oleh petugas
Gambar 5.5. Balon resusitasi tidak mengembang dengan sendirinya
yang berpengalaman, compliance paru dapat ‘terasa’
(model Amerika) hingga alat ini sangat efektif.
APRC 25
Gambar 5.8. Teknik membuka jalan napas dengan manuver head tilt-chin lift dan jaw thrust
Gambar 5.9. Teknik memegang masker dengan satu tangan Gambar 5.10. Manuver Sellick
dengan baik, lakukan perbaikan posisi, serta (Gambar 5.10). Pada bayi, penekanan rawan krikoid
pertimbangkan melakukan pembersihan jalan napas dilakukan dengan satu jari, sedangkan pada anak
dengan alat penghisap. Bila usaha bernapas baik, penekanan dilakukan dengan ibu jari dan telunjuk.
berikan oksigen. Penekanan yang terlalu kuat dapat menyebabkan
Pada bantuan ventilasi dengan sungkup, sering obstruksi trakea.
terjadi distensi lambung. Keadaan ini lebih sering
lagi terjadi bila komplians paru menurun atau 3. Intubasi Endotrakeal
terdapat obstruksi jalan napas. Distensi lambung Intubasi endotrakeal merupakan cara memper-
dapat menghambat gerakan diafragma ke bawah tahankan jalan nafas tetap terbuka (patent
(rongga abdomen), regurgitasi, dan aspirasi cairan airway) yang dilakukan dengan memasukkan
lambung. Pada bayi dengan kesadaran menurun, pipa endotrakeal melalui mulut. Kemungkinan
distensi lambung dan regurgitasi pasif dapat dicegah aspirasi cairan lambung ke paru-paru lebih kecil
dengan memberikan tekanan pada rawan krikoid dibandingkan dengan alat bantu jalan nafas
(manuver Sellick) selama ventilasi dengan sungkup lainnya. Berikut adalah indikasi penggunaan pipa
endotrakeal:
a. Gangguan kontrol pernapasan pada sistem saraf 3. Lihat adanya embun air di bagian dalam ETT
pusat yang terpasang di daerah mulut
b. Obstruksi jalan napas anatomik maupun 4. Lakukan foto thoraks untuk memastikan posisi
fungsional pipa endotrakeal yang tepat
c. Hilangnya refleks yang melindungi jalan napas 5. Pantau kadar karbon dioksida ekshalasi, dengan
d. Usaha nafas berlebih kapnometri atau kapnografi karbon dioksida.
e. Paru kolaps sehingga dibutuhkan tekanan
ekspirasi yang tinggi atau PEEP Krikotirotomi
f. Dibutuhkan ventilasi mekanik tekanan positif Krikotirotomi jarang dilakukan pada anak. Krikotirotomi
g. Transportasi pasien dengan kesulitan untuk dilakukan dengan cara bedah (insisi) atau pungsi.
mempertahankan jalan nafas tetap terbuka Pada bayi hingga anak usia 3 tahun, risiko komplikasi
selama transportasi. krikotirotomi amat besar mengingat berbagai struktur
Hal penting lain yang perlu diketahui dalam vital seperti arteri karotis dan vena jugularis yang terletak
melakukan intubasi endotrakeal adalah ukuran bilah berdekatan dengan daerah tindakan. Namun tindakan ini
laringoskop, pipa endotrakeal, dan kateter penghisap merupakan tindakan emergensi yang sering digunakan
(Tabel 5.1) pada kondisi tidak dapat dilakukan ventilasi dan sulit
Setelah pipa terpasang dengan baik, beberapa hal intubasi.
yang harus diperhatikan untuk memastikan posisi Kritotirotomi dilakukan bila terjadi kegagalan
pipa endotrakeal telah terpasang dengan tepat adalah pemasangan jalan napas dengan cara tradisional, pada
sebagai berikut: kondisi-kondisi berikut:
1. Observasi gerakan bilateral dinding dada, a. Trauma yang menyebabkan perdarahan pada mulut,
pastikan bahwa gerakan simetris kiri dan kanan faring, dan nasal
2. Auskultasi dinding dada dan abdomen, pastikan b. Spasme wajah dan laring
bahwa bunyi napas paru kanan dan kiri simetris c. Muntah yang tidak dapat dikontrol
APRC 27
d. Gigi yang mengatup kuat Setelah krikotirotomi terpasang, ada beberapa hal
e. Tumor, kanker, maupun kondisi lainnya yang yang harus dipantau untuk memastikan bahwa pipa
menyebabkan sulit dilakukan intubasi trakea telah terpasang dengan baik. Hal-hal yang harus
f. Edema orofaring, misalnya akibat anafilaksis dinilai adalah sebagai berikut:
g. Obstruksi benda asing 1. Observasi gerakan bilateral dinding dada, pastikan
h. Cedera maksilofasial bahwa gerakannya simetris
2. Auskultasi kedua lapang dada, pastikan bahwa bunyi
Kontraindikasi absolut dilakukannya krikotirotomi
napas sama kuatnya. Lakukan auskultasi abdomen
adalah usia, walau tidak ada batasan pasti berapa
3. Auskultasi bunyi napas
usia minimal dilakukannya krikotirotomi. Beberapa
4. Perhatikan warna kulit dan bibir
sumber menyebutkan batasan minimalnya adalah 5-12
Bila ditemukan adanya kelainan atau kejanggalan,
tahun, namun Pediatric Advanced Life Support (PALS)
segera lakukan tata laksana untuk memperbaiki kondisi
menyatakan pediatric airways dapat dilakukan pada
tersebut.
usia 1-8 tahun. Kebanyakan pendekatan konservatif
menggunakan usia 12 tahun sebagai batas. Di bawah
usia tersebut, disarankan untuk melakukan krikotirotomi
DAFTAR PUSTAKA
1. Effective use of oropharyngeal airway and nasopahryngeal
jarum karena ukuran membran krikotiroid yang masih airways. Diunduh dari https://acls.com/free-resources/
kecil serta laring yang masih berbentuk tabung. knowledge-base/respiratory-arrest-airway-management/
Krikotirotomi jarum dapat digunakan sampai 40 nasopharyngeal-oropharyngeal-airways
2. Doherty JS, Froom SR, Gildersleve CD. Pediatric
menit, sementara krikotirotomi surgikal dapat digunakan
Pediatric laryngoscopes and intubation aids old and
lebih lama. Walau begitu, trakeostomi disarankan untuk new. Pediatric Anesthesia 2009; 19 (S1):30-7. doi:
dipasang segera dalam waktu 24 jam. 10.1111/j.1460-9592.2009.03001.x
29
Perbedaan mendasar terutama pada teknik dasar kemahiran dari penolong (profesional medis atau awam),
pemberian bantuan ventilasi dan cara melakukan pijat ketersediaan alat, jumlah penolong dan kemungkinan
jantung luar. European Resuscitation Council pada resiko penularan infeksi.6-7
tahun 2021 ini telah merilis panduan BHD terkini
dengan perubahan mendasar pada penilaian respon/tanda Pemeriksaan Kesadaran6-7
kehidupan (tanpa melakukan penilaian nadi) setelah Pemeriksaan kesadaran yang dilakukan adalah dengan
pemberian 5 bantuan napas (rescue breaths). Kompresi metode AVPU (alert,verbal, pain, unresponsive), yaitu
segera dilakukan bila setelah pemberian 5 bantuan napas dengan memberikan stimulasi verbal atau nyeri pada
tidak terlihat respon/tanda-tanda kehidupan.6,7,9,10 pasien yang diperiksa. Stimulasi verbal dapat dilakukan
dengan memberikan pertanyaan, sedangkan stimulasi
nyeri dengan menekan/menggosok sternum atau dengan
ALUR BANTUAN HIDUP DASAR menekan jari. Korban yang sadar dapat bergumam atau
Pemberian bantuan hidup dasar dimulai dengan menilai menggerakan bagian tubuhnya sebagai respon terhadap
kesadaran dari pasien, yang dilanjutkan sesuai dengan stimulasi verbal atau nyeri.
alur yang digambarkan pada gambar 1. Alur bantuan Apabila kita kesimpulan dari pemeriksaan kesadaran
hidup dasar ini dapat disesuaikan dengan tingkat tadi menunjukkan pasien tidak sadar, maka dilanjutkan
dengan pendekatan HATI sebelum membuka jalan
napas.
Pendekatan HATI
Pendekatan HATI ini terdiri dari:
– Hubungi bantuan
– Amankan diri dan lingkungan (tempatkan pasien
di tempat yang datar dan keras dan dalam posisi
terlentang)
– Tidak membahayakan pasien (misal. pada pasien
dengan riwayat trauma, jika harus membalikkan
pasien lakukan seminimal mungkin menggerakkan
leher dan kepala)
– Investigasi ABC (Airway, Breathing dan Circulation)
tindakan menekan jaringan lunak dibawah dagu, karena Penilaian ada tidaknya usaha napas6-7
akan menyebabkan sumbatan jalan napas. Posisi kepala Dari panduan yang telah ada baik dari ERC maupun
bayi dan anak harus lurus dengan melihat posisi telinga AHA 2020 merekomendasikan penilaian usaha napas
lurus dengan sternal notch atau kita sebut dengan posisi hanya dengan melihat apakah ada tanda pasien bernapas
menghidu. dengan adekuat. Sambil membuka jalan napas, nilai
Untuk pasien yang dicurigai atau dengan riwayat apakah anak apnea atau gasping. Jika anak tidak sadar
trauma, maka membuka jalan napas dapat dilakukan namun bernapas normal, posisikan anak pada posisi
dengan Jaw Thrust (gambar 3). Yaitu dengan cara pemulihan.
penolong berdiri di sisi atas kepala pasien dan letakkan Posisi pemulihan dilakukan dengan cara: pasien
telapak tangan penolong di pelipis pasien dan jari-jari dimiringkan ke salah satu sisi, lengan dan tungkai sisi atas
Anda di bawah ramus mandibula. Angkat mandibula ke ditekuk ke depan tubuh, punggung tangan diletakkan
atas dengan jari-jari penolong, setidaknya sampai gigi seri di bawah pipi, dan kepala agak didongakkan (ekstensi
bawah lebih tinggi dari gigi seri atas. ringan) agar sudut leher terbuka. Pada kecurigaan cedera
APRC 31
kepala, hindari melakukan mobilisasi ini. Apabila terpaksa di wajah, kalau perlu coba berikan tekanan ventilasi
dilakukan (misalnya risiko aspirasi karena anak muntah), yang lebih besar. Apabila dada tetap tidak mengembang,
penolong yang lain membantu mempertahankan leher pikirkan kemungkinan sumbatan jalan napas.
anak tetap sejajar dengan kepala saat dimiringkan dan
tetap sejajar pada posisi pemulihan (Gambar 4).
Periksa tanda kehidupan6-7
Jika pernapasan tidak normal (apnea atau gasping,
Setelah memberikan 5 bantuan napas, periksa tanda-
agonal, tidak efektif ) berikan 5 kali bantuan napas (rescue
tanda kehidupan pada pasien, yaitu anak bergerak,
breath) dimana satu bantuan napas diberikan tiap 2 – 3
terbatuk-batuk atau kembali bernapas normal. Apabila
detik (20-30 kali per menit).
anak tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan setelah
pemberian bantuan napas, segera lakukan resusitasi
Pemberian bantuan napas6-7 jantung paru sembari kembali menghubungi/ memanggil
Pemberian bantuan napas dengan menggunakan bag
bantuan. Apabila tersedia monitor EKG, segera pasang
valve mask (BVM) merupakan metode lini pertama yang
monitor untuk menilai ritme jantung sambil mulai
direkomendasikan untuk digunakan. Apabila ventilasi
lakukan resusitasi jantung paru.
sulit atau berisiko untuk transmisi penyakit menular
maka bantuan napas akan lebih efektif bila dilakukan oleh
dua penolong. Penolong pertama melekatkan sungkup Resusitasi jantung paru7,8
ke wajah pasien dengan kedua tangan untuk mencegah Resusitasi jantung paru dilakukan dengan rasio 15:2
kebocoran ventilasi yang diberikan, sementara penolong oleh dua penolong. Terdapat beberapa perbedaan teknik
kedua memberikan ventilasi tekanan positif (gambar kompresi pada bayi dan anak. Titik kompresi dada pada
5). Apabila hanya ada satu penolong yang melakukan bayi adalah 1 jari di bawah garis imajiner intermamae
bantuan napas, pelekatan sungkup ke wajah dilakukan sedangkan pada anak pada pertengahan bawah sternum.
menggunakan satu tangan dengan teknik CE-clamping Teknik kompresi pada bayi dapat dilakukan dengan
(Gambar 5). Pilih ukuran sungkup (masker) yang sesuai menggunakan dua ibu jari atau dua jari dari satu tangan
sehingga menutup mulut, hidung. (jari telunjuk dan tengah), sedangkan pada anak teknik
Amati dan pastikan pengembangan dada setiap kali kompresi dilakukan menggunakan satu atau dua tangan.
pemberian bantuan napas. Bila dada tidak mengembang, Teknik kompresi menggunakan dua tangan lebih optimal
maka perbaiki posisi kepala, periksa pelekatan sungkup dari pada kompresi satu tangan.
A B
Gambar 5. Teknik pemberian bantuan napas dengan A. Satu orang penolong, B. Dua orang penolong
APRC 33
Gambar 6. Alurtatalaksana sumbatan benda asing jalan napas
tatalaksana sumbatan benda asing dapat dilihat pada – Abdominal thrust : setelah melakukan 5 kali back
gambar 6.7,8 blows, letakkan kedua tangan kita dengan posisi satu
tangan mengepal dan tangan satunya mencengkram
Cara melakukan back blows : kepalan diletakkan di atas perut diantara processus
– Pada bayi: dengan meletakkan bayi tengkurap disangga xyphoideus dan umbilikus, lalu hentakkan 5 kali ke
oleh lengan bawah dan paha penolong dan posisi arah atas (gambar 7).
kepala lebih rendah dari pada badan. Beri 5 pukulan
di antara kedua belikat dengan menggunakan tumit
tangan penolong (gambar 7). RESUSITASI JANTUNG PARU MASA
– Pada anak: dengan memposisikan anak setengah
PANDEMI
berdiri dengan penolong berada di belakang anak
Pandemi COVID-19 ini membuat perubahan alur
dan menyangga tubuh anak dengan lengannya,
penanganan anak dengan henti jantung. Selain itu
berikan 5 pukulan diantara kedua tulang belikat.
pandemi mempengaruhi keberhasilan resusitasi dan
angka kesintasan henti jantung secara umum. Hal ini
Cara melakukan thrust :
disebabkan karena keterlambatan keluarga mencari
– Chest Thrust : setelah melakukan 5 kali back blows,
pertolongan karena kuatir akan situasi pandemi, serta
bila benda asing belum keluar maka balik badan
keterlambatan resusitasi karena proses pemakaian Alat
bayi dalam posisi terlentang, lalu lakukan dengan
Pelindung Diri (APD) yang membutuhkan waktu dan
cara seperti kita melakukan kompresi jantung
keengganan penolong melakukan resusitasi terkait risiko
pada resusitasi jantung paru, tetapi lebih lambat,
penularan infeksi.
1 kompresi setara 1 detik dan lakukan dengan
menghentak (gambar 7).
A B
C D
Gambar 10. Manuver back blows (A) dan chest thrust (B) pada bayi, dan back blows (C) dan abdominal thrust/Heimlich posisi bediri dan supine
(D dan E) pada anak
European Resuscitation Council menyatakan 4. Vega RM, Kaur H, Edemekong PF. Cardiopulmonary
arrest in children. Resuscitation. 2011; 82:1025–9.
bahwa keputusan RJP pada situasi pandemi dilakukan
Dalam: StatPearls (Internet). Treasure Island (FL):
dengan mempertimbangkan situasi kasus pada saat itu, StatPearls Publishing: 2021 Jan.h. 1-12.
kemungkinan apakah pasien terinfeksi Covid-19, derajat 5. Sutton RM, Reeder RW, Landis WP, Meert KL, Yates
beratnya kondisi pasien dan manfaatnya bila resusitasi AR, dkk. Ventilation Rates and Pediatric In-Hospital
Cardiac Arrest Survival Outcomes. Crit Care Med. 2019;
tetap dilakukan, ketersediaan APD, dan pertimbangan 47:1627–36.
personal lainnya dari penolong (komorbid, kompetensi). 6. Topjian AA, Raymond TT, Atkins D, Chan M, Duff
Alur resusitasi pada kasus/suspek Covid-19 berbeda JP, Joyner BL, dkk. Pediatric Basic and Advanced Life
Support: 2020 American Heart Association Guidelines
dalam hal penekanan pada upaya tambahan mencegah for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
penularan, yaitu penggunaan APD level 3, membatasi Cardiovascular Care. Circ. 2020;142:S469- 523.
personil yg terlibat, dan meminimalisasi paparan aerosol 7. Voorde PV, Turner N, Djakow J, Lucas N, Martines-
Meijas A, Biarent D, dkk. European Resuscitation
dengan menggunakan filter.7
Council Guidelines 2021: Paediatric Life Support.
Resuscitation 2021;8908:1-16.
Daftar bacaan 8. Perkins GD, Graesner JT, Semeraro F, Olasveengen T,
Soar J, Lott C, dkk. European Resuscitation Council
1. Niles DE, Duval-Arnould J, Skellett S,K night L,
Guidelines 2021: executive summary. Resusc 2021: 1-60.
Su F, dkk; Characterization of Pediatric In- Hospital
Cardiopulmonary Resuscitation Quality Metrics Across 9. Latief A, Pudjiadi A, Prawira Y, penyunting. Advanced
an International Resuscitation Collaborative. Pediatr Crit Pediatric Resuscitation course. Jakarta: Badan Penerbit
Care Med. 2018;19:421–32. IDAI; 2019.h.29-32.
2. Sutton RM, Niles D, Nysaether J, Abella BS, Arbogast 10. Pudjiadi AH, Latief A., Budiwardhana N. Buku Ajar
KB, dkk. Quantitative analysis of CPR quality during in- Pediatrik Gawat Darurat. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
hospital resuscitation of older children and adolescents. Dokter Anak Indonesia; 2011.
Pediatrics. 2009;124:494–99. 11. Libby C, Skinner RB, Rawal AR. EMS termination
3. Niles D, Nysaether J, Sutton R, Nishisaki A, Abella BS, of resuscitation and pronouncement death. Dalam:
dkk. Leaning is common during in-hospital pediatric StatPearls (Internet). Treasure Island (FL): StatPearls
CPR, and decreased with automated corrective feedback. Publishing: 2021 Jan.h. 1-16.
Resuscitation. 2009; 80:553–7.
APRC 35
BAB 7
Defibrilasi dalam Tatalaksana Gangguan
Irama Jantung
36
Gambar 1. Ventrikel Fibrilasi
• Gelombang P, QRS dan T tidak dapat Algoritma tatalaksana VF dan VT tanpa nadi dapat
diidentifikasi dilihat pada gambar di bawah (gambar3).
APRC 37
Tindakan gawat darurat hanya dipertimbangkan Tatalaksana SVT tergantung pada kondisi
jika episode berkepanjangan atau sering, karena akan hemodinamik dari pasien. Pada kondisi hemodinamik
menyebabkan jantung kolaps atau syok. yang stabil dapat dilakukan manuver vagal, dengan cara
Gambaran EKG yang dapat ditemukan pada SVT meletakkan es di wajah (tidak menutup jalan napas)
(gambar 4): pada bayi atau anak, sedangkan apda anak yang lebih
• Irama teratur kecuali ditemukan AV Blok besar dapat dilakukan pemijatan pada sinus carotis atau
• Frekuensi jantung tergantung pada batas manuver valsava (dengan meminta anak meniup dengan
maksimal umur anak kuat pada sedotan yang sempit). Bila kondisi anak dengan
• Gelombang P sulit diidentifikasi terlebih lagi hemodinamik yang tidak stabil (syok), tatalaksana SVT
jika denyut jantung ventrikel cepat, menumpuk sesuai dengan algoritma di bawah ini (gambar 5):
dengan gelombang T Sebagai catatan adenosin diberikan secara bolus
• Lama QRS normal dibawah 0.08 detik cepat dan pemberian amiodaron dibawah arahan dari
konsultan ERIA atau konsultan kardiologi anak.
APRC 39
• Evaluasi berkala irama jantung, bila bradikardia – Nyalakan mesin defibrillator dan keluarkan
menetap setelah pemberian ventilasi dan oksigenasi elektrodanya
yang adekuat, maka dapat diberikan: epinefrin IV – Apabila akan melakukan cardioversi tekan tombol
0,01 mg/kg (0,1ml/ kg larutan 1:10000) atau bila “sync”
didapatkan tanda refleks vagal dapat diberikan – Pilih energi level yang sesuai
sulfas atropin 0,02 mg/kgBB dengan dosis – Beri Gel pada elektroda
minimal 0,1 mg dan maksimal 0,5 mg – Tekan tombol “Charge”
• Identifikasi dan tangani penyebab mendasar – Pastikan semua area aman/ “clear” sekitar tempat
• Bila didapatkan nadi < 60 kali/menit, pindah tidur pasien
ke algoritma tatalaksana henti jantung. – Lihat ke monitor apakah irama masih shockable
– Tekan tombol shock
DEFIBRILATOR – Evaluasi irama jantung/lanjutkan CPR
Defibrilator merupakan alat untuk melakukan defibrilasi Catatan: berikan sedasi pada pasien yang masih
baik secara manual maupun otomatis (AED), dengan sadar dan akan dilakukan cardioversi
bentuk gelombang dapat biphasic maupun monophasic.
AED banyak kita dapatkan di tempat umum seperti Kepustakaan
lapangan udara maupun di mall. Mayoritas AED yang
ada memberikan dosis standar 120-200 J (biphasic) dan 1. Duff JP, Topjian AA, Berg MD, Chan M, Haskell SE,
Joyner BL, dkk. 2018 American Heart Association
dengan attenuator pediatrik dosis biasanya 50 J, idealnya
Focused Update on Pediatric Advanced Life Support: An
harus memiliki metode penyesuaian tingkat energi untuk Update to the American Heart Association Guidelines
anak-anak.4,6 Peralatan dan cara penggunaan defibrillator for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care. Circulation 2018; 138(23): e731-9.
pada dasarnya adalah sama hanya mungkin pada alat https://doi.org/10.1161/CIR.0000000000000612
tombol ataupun monitor tergantung pada berbagai 2. Vega RM, Kaur H, Edemekong PF. Cardiopulmonary
2,3
merek yang ada. arrest in children. Resuscitation. 2011; 82:1025–9. Dalam:
StatPearls (Internet). Treasure Island (FL): StatPearls
Pada AED alat yang digunakan untuk melakukan
Publishing: 2021 Jan.h. 1-12.
shock adalah menggunakan elektroda (pads) saja, 3. Kleinman ME, Chameidas L, Schexnayder SM, Samson
sedangkan pada defibrilator manual, alat yang digunakan RA, Hazinski SF, Atkins DL, dkk. Part 14: Pediatric
Advanced Life Support 2010 American Heart Association
dapat berupa elektroda atau paddle. Paddle yang
Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
digunakan memiliki 2 ukuran, untuk yang bayi biasanya Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;
berada didalam pedal dewasa (paddle dewasa harus dibuka 122(3): S876-908.
terlebih dahulu). Untuk anak >10 kg (mengikuti dewasa) 4. Voorde PV, Turner N, Djakow J, Lucas N, Martines-
Meijas A, Biarent D, dkk. European Resuscitation
adalah ∅8 cm, sedangkan untuk bayi (< 10 kg) adalah Council Guidelines 2021: Paediatric Life Support.
∅4.5 cm. Dengan posisi penempatan elektroda:4,6,7 Resuscitation 2021;8908:1-16.
Antero-Lateral, satu elektroda di bawah tulang 5. UKK Emergensi Dan Rawat Intensif Anak. Kumpulan
Materi Pelatihan Resusitasi Tahap Lanjut. Jakarta: Badan
clavicula kanan satu lagi diletak di axilla kiri. Penerbit IDAI; 2019.
– Antero-Posterior, satu elektroda anterior diletakkan di 6. Topjian AA, Raymond TT, Atkins D, Chan M, Duff
tengah tulang dada sedikit ke kiri, elektroda posterior JP, Joyner BL, dkk. Pediatric Basic and Advanced Life
Support: 2020 American Heart Association Guidelines
diletakkan dibelakang diantara tulang skapula.
for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cara menggunakan defibrilator manual:7 Cardiovascular Care. Circ. 2020;142:S469- 523.
– Sebisa mungkin amankan jalan napas dan jalur akses 7. Zoll AED Plus. Administrator Guide. 2017.
intravena
41
Gambar 8.1. Hubungan antar parameter hemodinamik yang menentukan pasokan oksigen.
DO2 = Pasokan oksigen; Hb= Kadar hemoglobin; SaO2= Saturasi oksigen darah arteri.
VO2 = Konsumsi oksigen tubuh luka bakar, perdarahan, ketoasidosis diabetes, diabetes
DO2 = Pasokan oksigen insipidus dll.
O2 ER = Oxygen extraction ratio
Syok kardiogenik
Saat pasokan tercukupi, setiap molekul glukosa Syok kardiogenik terjadi akibat gangguan kotraktilitas
akan dioksidasi melalui siklus Kreb dan menghasilkan miokardium (gangguan irama jantung dibahas dalam bab
36 molekul adenosine triphosphate (ATP). Bila pasokan tersendiri). Penyebab syok kardiogenik pada anak antara
berkurang maka pasokan glukosa akan dipenuhi lain adalah kardiomiopati (akibat iskemia, metabolik,
melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Pada infeksi dll.), iatrogenik (obat-obatan, pasca bedah),
anak, kompensasi ini amat terbatas karena cadangan trauma, dan penyakit jantung bawaan.
yang sedikit. Kekurangan oksigen akan menyebabkan
metabolism sel tidak efisien. Pyruvate tidak diubah
Syok distributif
menjadi acetyl-CoA, dan masuk ke dalam siklus Kreb,
Syok distributif terjadi akibat tonus vaskular yang
namun diubah menjadi laktat yang hanya menghasilkan
menurun berlebihan. Penyebab syok distributif pada anak
2 molekul ATP. Kekurangan energi yang berkelanjutan
antara lain adalah anafilaksis (antibiotik, serum, sengatan
akan mengakibatkan pompa sel terganggu yang mengarah
lebah, racun, dll), trauma tulang belakang, iatrogenic
pada kematian sel.
(obat-obatan).
42 BAB 8: Syok
8.4. GAMBARAN KLINIS menurun, nadi yang menyentak (bounding pulses), dan
Pada anamnesis perlu digali adanya kehilangan cairan, waktu pengisian kapiler yang memendek. Biasanya
seperti diare, muntah, perdarahan dll yang mengarah gambaran ini disertai dengan asidosis laktat menetap,
kepada penyebab syok hipovolemik. Demam dan infeksi menandakan penurunan pasokan oksigen jaringan.
dapat mengarah ke demam berdarah dengue atau infeksi Untuk mengenal syok pada anak perlu dipahami
lain termasuk sepsis. Sepsis harus lebih dicurigai pada mekanisme kompensasi anak yang berubah mengikuti
anak dengan defek sistim imun dan bayi kecil. Syok yang usia (maturasi). Anak mempunyai kemampuan tinggi
terjadi pada sepsis anak dapat merupakan kombinasi dalam mempertahankan tekanan darah. Pemeriksaan
syok hipovolemik, kardiogenik dan distributif. Pada fisis yang umum dijumpai pada syok anak adalah
bayi kecil gejala yang tidak spesifik seperti letargi, tidak takikardi, pemanjangan waktu pengisian kapiler (>2
mau menyusu dan penurunan produksi urine, dapat detik), akral ekstremitas yang dingin, dan dapat disertai
merupakan gejala dini syok. Pada pemeriksaan fisis dapat takipnu. Apabila kompensasi tubuh gagal, secara klinis
ditemukan gejala kompensasi, gejala akibat kekurangan akan dijumpai hipotensi. Jadi syok yang terkompensasi
pasokan oksigen jaringan, dan gejala yang bergatung ditandai dengan tekanan darah di atas persentil 5, dengan
pada etiologi syok. demikian syok yang tidak terkompensasi mempunyai
Gejala dini yang dapat dijumpai adalah takikardi. tekanan darah di bawah persentil 5 (Tabel 8.1). Bila tidak
Namun demikian takikardi dapat terjadi akibat berbagai diatasi segera, syok akan berlanjut dengan kerusakan dan
sebab lain seperti nyeri, demam, ketakutan dll. Bila kegagalan organ.
penyebab takikardi lain dapat disingkirkan, maka
Tabel 8.1. Pedoman nilai presentil 5 sistolik untuk resusitasi anak
takikardi dapat digunakan sebagai parameter yang cukup Neonatus 60 mmHg
sensitif. Bayi (1 bulan- 1 tahun) 70 mmHg
Untuk mempertahankan tekanan darah tubuh Anak (1-10 tahun) 70 + (2 x umur dalam tahun) mmHg
Anak besar (>10 tahun) 90 mmHg
perlu meningkatkan SVR. Umumnya sirkulasi ke organ
vital dipertahankan, dengan kompensasi vasokonstriksi
Pada syok kardiogenik, kecuali tanda-tanda syok (dingin),
pada daerah kulit. Akibat mekanisme ini, secara klinis
juga dapat dijumpai tanda gagal jantung seperti irama
dapat dijumpai kualitas nadi perifer yang mengecil (isi
galop, precordial heave, dan tanda bendungan seperti
nadi perifer teraba lebih kecil daripada nadi sentral),
ronkhi basah (halus yang tidak nyaring), peningkatan
suhu kulit bagian distal menurun dan pemanjangan
tekanan vena jugularis dan pembesaran hati (konsistensi
waktu pengisian kapiler, terutama di jari tangan atau
keras dan tepi tumpul).
kaki. Pengukuran waktu pemanjangan kapiler dilakukan
pada suhu ruangan yang normal, dengan penekanan
pada ujung jari selama 5 detik, kemudian dilepas sambil
melihat kembalinya warna kemerahan yang menandakan
8.5. RESUSITASI
Apapun jenis syok, tindakan awal yang harus dikerjakan
kembalinya perfusi ujung jari. Sebagian besar syok akan
adalah membebaskan jalan napas, dan menjaga serta
memberikan gambaran klinis berupa nadi yang kecil,
melakukan bantuan napas, bila perlu, dan melakukan
akral yang dingin, dan waktu pengisian kapiler yang
pijat jantung bila nadi tidak teraba atau teraba terlalu
memanjang. Syok dalam kelompok ini dikenal dengan
lambat (airway, breathing, circulation = ABC). Intubasi,
syok dingin (cold shock). Syok distributif memberikan
untuk mempertahankan jalan napas, dilakukan atas
gambaran klinis yang berbeda, hingga dikenal dengan
indikasi (lihat bab gagal napas). Bila pernapasan dapat
syok panas (warm shock). Gambaran klinis yang menonjol
dipertahankan hanya dengan menjaga jalan napas, anak
pada syok distributif adalah tekanan darah yang sangat
APRC 43
cukup diberikan suplementasi oksigen, intubasi tidak perbaikan fungsi jantung, pemberian cairan dapat
perlu dilakukan. diberikan lagi.
Bila fasilitas tersedia, pemeriksaan kadar glukosa Inotropik merupakan terapi utama syok
dan kalsium harus dilakukan. Hipoglikemia dan kardiogenik. Namun demikian penggunaannya perlu
hipokalsemia sering terjadi pada sepsis. Koreksi mempertimbangkan diagnosis kerja yang ditegakkan.
hipoglikemia dapat dilakukan dengan pemberian Pada syok kardiogenik terkompensasi akibat anemia
dekstrose 0,5-1 g/kg menggunakan 5-10 ml/kg dextrose berat, dibutuhkan transfusi packed red cells (PRC)
10% (dapat menggunakan vena perifer) atau 2-4 mL perlahan (dan bertahap), untuk memperbaiki oksigenisasi
dextrose 25% melalui vena dalam. Koreksi hipokalsemia dan kinerja jantung. Jika syok kardiogenik disertai
dilakukan dengan Calcium Gluconate 10% (9 mg/ kekurangan cairan (hipovolemik), pemberian cairan
mL elemental Calcium) dengan dosis 0,6-1 mL/Kg harus dilakukan dengan hati-hati, 5 ml/kg secara lambat,
atau Calcium Chlorida 10% (27,2 mg/mL elemental disertai dengan pemberian inotropik. Pilihan inotropik
Calcium) dengan dosis 0,2 mL/kg melalui vena dalam pertama untuk syok kardiogenik murni (gambaran klinis
atau intraosseus dengan pemberian lambat (dalam 30 cold shock) adalah epinephrine atau dopamine (lihat tabel
menit) dan pemantauan EKG. 2). Norepinephrine, yang bersifat vasopressor, terutama
Cairan isotonic merupakan terapi utama tatalaksana digunakan, setelah pemberian cairan resusitasi, pada
syok hipovolemik. Cairan NaCl 0,9% atau Ringer’s syok distributif (dengan gambaran klinis warm syok, dan
lactate sebanyak 20 mL/kg diberikan secara cepat, tekanan diastolik yang rendah).
intravena (IV) atau intraoseus (IO), sambil memantau Bila respon terapi cairan, inotropik dan vasopressor
parameter hemodinamik termasuk kesadaran dan tidak memuaskan, cari penyebab syok yang lain seperti
produksi urine. Pemberian cairan selanjutnya tergantung pneumotoraks, tamponade jantung, yang menyebabkan syok
pada kondisi anak, diagnosis syok dan respon cairan. obstruktif, gangguan elektrolit berat, dan gangguan endokrin
Cairan resusitasi dapat diulangi bila diperkirakan seperti insufisiensi adrenal dan hipotiroid. Insufisiensi
kehilangan cairan yang besar, syok belum teratasi, dan adrenal relatif sering terjadi pada anak yang mengkonsumsi
terdapat perbaikan hemodinamik setelah pemberian steroid secara rutin (misalnya sindrom nefrotik), dan
cairan (cairan memperbaiki syok, namun belum cukup kemudian menghentikannya secara mendadak. Dalam
untuk mengatasi syok). Cairan resusitasi dihentikan keadaan demikian dibutuhkan pemberian hidrokortison
bila syok teratasi (perfusi normal, kesadaran membaik, dengan dosis awal 50-100 mg/m2/hari secara bolus, dan
tanda kompensasi hilang), atau bila terdapat tanda gagal dapat ditingkatkan sesuai respon terhadap katekolamin.
jantung (anak menjadi sesak, timbul ronkhi basah,
takikardi, dapat terdengar irama galop, pembesaran
Daftar pustaka
hati, peningkatan tekanan vena jugularis). Peningkatan
1. Overgaard CB, Dzavik V. Inotropes and Vasopressors.
cairan di ruang interstitial paru atau tanda gagal jantung Circulation. 2008;118:1047-1056
kongestif tidak selalu berarti pemberian cairan berlebihan, 2. Sinha R, Nadel S, Kissoon N, Ranjit S. Recognation
namun pemberian cairan selanjutnya besar kemungkinan and initial management of shock. In: Nichols DG,
Shaffner DH, editors. Roger’s textbook of pediatric
tidak meningkatkan curah jantung. Bila secara klinis intensive care 5th ed. Lippincott Williams & Wilkins.
diperkirakan anak masih membutuhkan cairan, setelah Philadelphia,2016. p 381-93.
44 BAB 8: Syok
Tabel 8.2. Daftar Obat Inotropik dan Vasopresor, Indikasi Klinis Penggunaan Obat, Dosis Obat, Receptor Binding (Katekolamin) dan
Efek Samping Utama
Obat Indikasi Klinis Dosis Receptor Binding Efek Samping Utama
α1 β1 β2 DA
Katekolamin
Dopamin Renjatan (kardiogenik, distributif ) 2.0 – 20 µg.kg-1.min-1 +++ ++++ ++ +++++ Hipertensi berat (terutama pada pasien
Gagal jantung (maks 50 µg.kg-1.min-1) pengguna non-selective β-blockers)
Bradikardia simptomatik yang Aritmia ventrikel
tidak respon terhadap atropine Iskemia jantung
atau pacing Iskemia/gangren jaringan (pada dosis
tinggi akibat ektravasasi jaringan)
Dobutamin Penuruan curah jantung 2.0 – 20 µg.kg-1.min-1 + +++++ +++ N/A Takikardia
(dekompensasi akut gagal jantung, (maks 40 µg.kg-1.min-1) Peningkatan respon laju ventrikel pada
syok kardiogenik, disfungsi pasien dengan atrial fibrilasi
miokard yang dipicu oleh sepsis) Aritmia ventrikel
Bradikardia simptomatik yang Iskemia jantung
tidak respon terhadap atropine Hipertensi (terutama pada pasien
atau pacing pengguna non-selective β-blockers)
Hipotensi
Norepinephrine Renjatan (distributif, kardiogenik) 0.01 – 3 µg.kg-1.min-1 +++++ +++ ++ N/A Aritmia
Bradikardi
Iskemia perifer
Hipertensi (terutama pada pasien
pengguna non-selective β-blockers)
Epinephrine Drip: 0.01 – 0.10 µg.kg1. +++++ ++++
Renjatan (kardiogenik, distributif ) +++ N/A Aritmia ventrikel
Henti jantung min-1 Hipertensi berat akibat pendarahan
Bronkospasme / anafilaktik Bolus: 1 mg IV setiap 3 cerebrovascular
Bradikardia simptomatik atau sampai 5 menit (maks 0.2 Iskemia jantung
blok jantung yang tidak respon mg/kg) Henti jantung mendadak
terhadap atropine atau pacing Intramuskular: (1:1000):
0.1 sampai 0.5 mg (maks
1 mg)
Isoproterenol Bradiaritmia (terutama pada kasus 2 – 10 µg/min 0 +++++ +++++ N/A Aritmia ventrikel
torsade des pointes) Iskemia jantung
Brugada syndrome Hipertensi
Hipotensi
Pehnylephrine Hipotensi (akibat refleks vagal Bolus: 0.1 sampai 0.5 mg +++++ 0 0 N/A Reflek bradikardi
atau penggunaan obat-obatan) IV setiap 1- sampai 15 Hipertensi (terutama pada pasien
Peningkatan MAP dengan stenosis menit pengguna non-selective β-blockers)
aorta dan hipotensi Drip: 0.4 hingga 9.1 Vasokonstriksi perfier dan jaringan
Penurunan gradasi Left Ventricular µg.kg-1.min-1 visceral
Outflow Tract (LVOT) pada Nekrosis jaringan akibat ekstravasasi
kardiomiopati hipertrofi
PDIs
Milrinone Penurunan curah jantung Bolus: 50 µg/kg, bolus N/A Aritmia ventrikel
(dekompensasi akut gagal jantung, perlahan selama 10 Hipotensi
setelah cardiotomy) hingga 30 menit Iskemia jantung
Drip: 0.375 hingga 0.75 Torsade des pointes
µg.kg-1.min-1 (dosis perlu
disesuaikan jika terdapat
gangguan renal)
Amrinone Penurunan curah jantung (gagal Bolus: 0.75 mg/kg, bolus N/A Aritmia, memperkuat konduksi AV
jantung refrakter) perlahan selama 2 hingga (meningkatkan respon laju ventrikel
3 menit pada pasien dengan atrial fibrilasi)
Drip: 5 hingga 10 µg.kg-1. Hipotensi
min-1 Trombositopenia
Hepatotoxicity
Vasopressin Renjatan (distributif, kardiogenik) Drip: 0.01 hingga 0.1 U/ Reseptor V1 (otot polos vascular) Aritmia
Henti jantung min (dosis tetap 0.04 U/ Reseptor V2 (sistem tubular renal) Hipertensi
min) Penurunan curah jantung (pada
Bolus: 40-U IV bolus penggunaan obat dengan dosis >0.4U/
min)
Iskemia jantung
Iskemia jaringan perifer akibat
vasokonstriksi berat (terutama pada
kulit)
Vasokonstriksi splanchnic
Levosimendan Dekompensasi akut gagal jantung Dosis inisial: 12 hingga N/A Takikardia, peningkatan konduksi AV
24 µg/kg, bolus perlahan Hipotensi
selama 10 menit
Drip: 0.05 hingga 0.2
µg.kg-1.min-1
α1 mengindikasikan reseptor α-1; β1, reseptor β-1; β2, reseptor β-2; DA, reseptor dopamine; 0, afinitas reseptor tidak signifikan; + hingga
+++++, afinitas reseptor dari rendah hingga paling maksimal; N/A, not applicable atau tidak dapat diterapkan; AV, atrioventricular.
APRC 45
BAB 9
Keracunan
46
mengenai sistem multi organ, perubahan status mental disengaja atau karena kecelakaan. Riwayat medis saat ini
yang signifikan. Keadaan pasien saat ditemukan dan dan masa lalu, dan ada atau tidaknya stres lingkungan
benda yang ada di dekat pasien, dapat membantu keluarga, juga ditanyakan pada saat anamnesis.
identifikasi paparan zat toksik yang telah terjadi.
Data atau informasi yang harus ditelusuri pada Pemeriksaan fisis
anamnesis adalah yang berhubungan dengan zat penyebab, Pemeriksaan fisis yang terarah penting untuk
seperti jenis, jumlah atau dosis, serta waktu pajanan mengidentifikasi zat penyebab dan untuk menilai
atau terjadinya keracunan. Perlu diketahui juga apakah keparahan pajanan. Usaha awal yang harus dilakukan
APRC 47
adalah untuk menilai dan menstabilkan ABC (airway, 9.4. PRINSIP TATA LAKSANA
breathing, circulation) dan status mental. Setelah jalan Prinsip tatalaksana keracunan adalah terapi suportif,
napas aman dan kardiopulmoner stabil. Pemeriksaan antidotum, dekontaminasi, dan percepatan eliminasi.
fisis yang lebih menyeluruh dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi karakteristik spesifik zat toksik tertentu. Perawatan suportif
Pemeriksaan fisis meliputi pemeriksaan tanda-tanda Perawatan suportif ditujukan untuk menstabilkan ABC
vital (denyut nadi, tekanan darah, suhu, laju pernapasan), (jalan napas, ventilasi, dan sirkulasi). Penilaian ABC
status mental, pupil (ukuran, reaktivitas), nistagmus, dilakukan dengan cepat menggunakan metode PAT
kulit, suara bising usus, dan bau. Dari hasil pemeriksaan (pediatric assessment triangle), dan diputuskan apakah
tersebut dapat menentukan jenis sindrom keracunan perlu diberikan resusitasi dengan bantuan ventilasi,
(toxidrome) yang kemudian dapat ditentukan tata laksana oksigen, atau resusitasi cairan.
yang akan diberikan (Tabel 9.1).
Antidotum
Pemeriksaan laboratorium Saat ini, telah tersedia antidotum untuk beberapa bahan
Sebagian besar kasus keracunan dapat ditangani secara toksik. Pemberian antidotum yang sesuai dan lebih dini
optimal tanpa memerlukan banyak pemeriksaan merupakan elemen penting pada tatalaksana keracunan
laboratorium. Pemeriksaan laboratorium toksikologi (Tabel 9.2). Walaupun antidotum tersedia, pemberian
jarang bermanfaat pada saat penanganan keracunan akut. terapi suportif tetap menjadi hal yang utama dan pertama
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terutama dilakukan, agar fungsi organ vital tetap terjaga sampai
adalah pemeriksaan darah rutin, urin, dan cairan bahan toksik dikeluarkan dari tubuh dan fisiologi tubuh
lambung. Pemeriksaan elektrolit dan analisis gas darah kembali normal.
memberikan informasi mengenai proses metabolik atau
toksik, terutama nilai pH dan nilai kesenjangan (anion Tabel 9.2. Antidotum untuk beberapa bahan toksik
Jenis racun Antidotum
gap).
Asetaminofen N-Asetil-L-Sistein
Antikolinergik Physostigmine
Antikolinesterase Atropin, pralidoksim
Pemeriksaan tambahan (insektisida)
Pemeriksaan EKG dapat memberiksan petunjuk untuk Benzodiazepin Flumazenil
menegakkan diagnosis dan memperkirakan prognosis. Penghambat ß Glukagon
Karbon monoksida Oksigen
Perubahan pada interval QRS (melebar) menyebabkan Sianida Amyl nitrit, sodium nitrit, sodium
risiko terjadinya ventrikular takikardi. Pelebaran tiosulfat
Antidepresan trisiklik Natrium bikarbonat
QRS merupakan petanda terjadinya keracunan obat
Digoksin Digoksin spesifik Fab
antidepresan trisiklik, difenhidramin, dan kokain. Etilen glikol Etanol
Foto polos dada dapat menunjukkan adanya tanda Zat besi Desferoksamin
Isoniazid Piridoksin
pneumonitis (misalnya pada aspirasi hidrokarbon), Timah hitam BAL, kalsium EDTA
edema paru non kardiogenik (toksisitas salisilat), atau Merkuri BAL, DMSA
adanya benda asing. Foto polos abdomen untuk skrining Metanol Etanol, 4-MP
Methemoglobinemia Methylene blue
adanya besi, logam berat, kapsul enteric-coated, atau Opioid Nalokson
benda asing lainnya di abdomen, bezoar, tablet radioopak
atau menunjukkan adanya paket obat. Endoskopi saluran
Dekontaminasi
cerna atas dapat berguna untuk menentukan prognosis
Tujuan dekontaminasi adalah untuk meminimalkan
setelah tertelan zat korosif.
absorpsi zat toksik. Mayoritas keracunan pada anak terjadi
48 BAB 9: Keracunan
melalui oral (tertelan), walaupun dapat juga melalui cara mengikat bahan toksik dengan cepat sehingga
inhalasi, dermal, dan okular. Metode dekontaminasi mencegah bahan tersebut diabsorpsi tubuh. Lebih dari
spesifik yang dilakukan bergantung pada jenis toksin 90% intoksikan dapat diikat arang aktif dengan rasio
dan rute pajanan. Namun, apa pun metodenya, efikasi arang aktif terhadap intoksikan adalah 10:1.
intervensi menurun seiring dengan lamanyan waktu Dosis arang aktif adalah 1 g/kgBB (maksimal 50-60
pajanan terjadi dengan gejala klinis. g), biasanya tanpa sorbitol. Efikasi maksimal dari arang
a. Dekontaminasi kulit: lepaskan pakaian dan aktif adalah jika diberikan kurang dari 1 jam setelah
letakkan dalam kantung plastik. Aliri bagian tubuh zat toksik tertelan. Sediaannya dalam air atau larutan
yang terpajan dengan air dan sabun selama 10-15 lain dan dapat diberikan secara oral atau melalui pipa
menit. Cegah bagian tubuh lain terkontaminasi. nasogastrik. Arang aktif dapat diberikan jika airway telah
b. Dekontaminasi mata: aliri mata yang terpajan stabil. Sejumlah kecil larutan dapat ditambahkan untuk
dengan menggunakan larutan fisiologis (normal mempermudah penelanan tanpa mengurangi efikasinya,
salin) atau air bersih yang hangat selama sekitar 20 seperti susu coklat, sirup buah, atau minuman bersoda.
menit. Jika bahan toksik adalah alkali, diperlukan Penambahan sorbitol digunakan untuk mencegah
waktu lebih lama yaitu sekitar 30-60 menit. konstipasi pada pemberian dosis arang aktif yang lebih
c. Keracunan zat toksik secara inhalasi: segera dari satu kali. Arang aktiif dapat diberikan kembali
pindahkan korban ke area terbuka dan berikan setiap 4-6 jam dengan dosis 0,5 g/kgBB. Dosis multipel
oksigen jika diperlukan. dipertimbangkan pada kasus keracunan bahan toksik
d. Dekontaminasi saluran cerna: optimal jika dalam jumlah banyak yang dapat membahayakan nyawa.
dilakukan di bawah 1 jam setelah terpajanan. Hingga Arang aktif dikontraindikasikan pada pasien dengan
saat ini belum ada metode dekontaminasi tertentu obstruksi usus atau perforasi, serta pada pasien dengan
yang optimal untuk semua kasus keracunan. Faktor jalan napas yang belum aman. Arang aktif sebaiknya tidak
yang harus dipertimbangkan adalah tingkat toksisitas diberikan pada pasien dengan penurunan kesadaran,
dan fisik zat toksik, lokasi zat toksik di dalam tubuh, hingga jalan napas aman dengan pemasangan intubasi.
dan adanya kontraindikasi. Tidak direkomendasikan untuk memasang intubasi
hanya untuk memberikan arang aktif.
Arang aktif
Pemberian arang aktif merupakan metode untuk Pengosongan lambung
dekontaminasi saluran cerna pada pasien anak. Dari Tujuan pengosongan lambung adalah membersihkan
beberapa studi, didapatkan bahwa arang aktif lebih lambung dari sisa zat toksik yang belum terabsorpsi,
efektif dalam mencegah absorpsi bahan toksik daripada untuk mencegah penyerapan sistemik lebih lanjut.
sirup ipekak atau bilas lambung. Namun, metode bilas Seperti halnya arang aktif, metode pengosongan lambung
lambung yang didahului atau diikuti dengan pemberian optimal jika dilakukan dalam waktu kurang dari 1 jam
arang aktif lebih efektif daripada pemberian arang aktif setelah zat toksik tertelan. Pengosongan lambung dapat
saja. dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan sirup
Arang aktif merupakan bubuk arang yang bersifat ipekak dan bilas lambung.
insolubel dan tidak terabsorbsi, terbuat dari pembakaran Sirup ipekak adalah larutan yang mengandung
dan penghancuran kayu, batok kelapa, batubara, produk alkaloid cephaline dan emetine. Sirup ipekak bekerja
petroleum yang kemudian diproses dengan pemanasan dengan cara menginduksi muntah secara langung pada
menggunakan penguapan, udara, karbon dioksia, saluran cerna dan stimulasi tidak langsung melalui pusat
sehingga menjadi “aktif ”. Arang aktif bekerja dengan muntah di otak. Muntah biasanya muncul 20 menit
APRC 49
setelah pemberian. Sekitar 70% anak akan muntah cara pemberian cairan nonabsorbable hypertonic solution
setelah dosis pertama, dan 90% muntah setelah diberikan (polyethylen glycol-balanceed electrolyte solution/PEG-ES)
dosis kedua. Ipekak tidak diberikan pada bayi kurang dari dalam jumlah besar dengan aliran yang cepat melalui pipa
6 bulan karena risiko aspirasi. Dosis sirup ipekak adalah nasogastrik, sehingga tidak menimbulkan perpindahan
5-10 ml untuk usia 6-12 bulan; 15 ml untuk usia 1-12 cairan atau elektrolit dalam tubuh. Dosisnya adalah 20-40
tahun; 15-30 ml untuk usia lebih dari 12 tahun. Dosis ml/kgBB per jam hingga cairan yang keluar dari rektum
dapat diulang jika muntah tidak muncul setelah 20-30 jernih, yang biasanya dalam 4-6 jam. Dosis maksimum
menit pemberian. Sirup ipekak tidak direkomendasikan adalah 500 ml/jam untuk usia 9 bulan-6 tahun; 1000
dilakukan rutin di rumah sakit karena kurang efektif ml/jam untuk 6-12 tahun; 1500-2000 ml/jam untuk
dibandingkan arang aktif. Sirup ipekak hanya diberikan usia lebih dari 12 tahun. Jika terjadi muntah pada saat
pada pasien yang sadar dan kurang dari 1 jam setelah zat prosedur, laju aliran dikurangi dan dapat diberikan
tertelan. Kontraindikasi pemberian ipekak adalah bayi antiemetik secara intra vena. Efikasi metode ini masih
kurang dari 6 bulan, menelan bahan yang tidak toksik belum jelas karena belum banyak studi yang meneliti
atau kadar toksik minimal, penurunan status mental, efektivitasnya. Indikasi irigasi saluran cerna adalah pada
tidak adanya refleks muntah, bahan yang tertelan adalah keracunan bahan yang tidak dapat diikat dengan baik
zat korosif atau hidrokarbon dengan viskositas rendah, oleh arang aktif, seperti logam berat, zat besi, tablet lepas
riwayat koagulopati atau diatesis perdarahan. lambat atau enteric coated, dan kokain. Kontraindikasi
Bilas lambung dilakukan pada pasien yang menelan irigasi lambung adalah obstruksi usus, perforasi, atau
zat toksik dalam jumlah yang berpotensi mengancam perdarahan pada saluran cerna.
nyawa dan kurang dari 1 jam setelah kejadian tertelan.
Metode ini telah dilakukan sejak lama, namun Katartik
hingga saat ini belum ada bukti yang menunjukkan Metode dengan pemberian katartik akan mempercepat
efektivitasnya, sehingga tidak dianjurkan dilakukan evakuasi isi gastrointestinal, termasuk toksik dan
secara rutin. Efikasinya lebih rendah daripada arang kompleks toksik-absorben, dengan cara meningkatkan
aktif. Adanya refleks muntah harus dipastikan sebelum beban cairan di saluran cerna dan menstimulasi motilitas
memulai tindakan ini. Bilas lambung dilakukan pada usus. Metode ini digunakan bersamaan dengan metode
posisi trendelenburg, yaitu dekubitus lateral kiri dengan dekontaminasi yang lain dan tidak boleh digunakan
posisi kepala 15-200 lebih rendah daripada kaki. Tabung sebagai metode satu-satunya pada dekontaminasi
orogastrik yang digunakan adalah ukuran tabung yang saluran cerna. Pemberian katartik sorbitol lebih disukai
terbesar yag mungkin (hingga 24F pada bayi) dengan karena efikasinya paling baik dan lebih mudah ditelan
lubang samping. Setelah dipastikan masuk ke lambung, dibandingkan katartik salin. Dosis katartik adalah 0,5
isi lambung diaspirasi terlebih dahulu, kemudian dibilas g/kgBB (1-2 ml/kgBB) larutan sorbitol atau 4 ml/kgBB
dengan larutan garam fisiologis hangat 10 ml/kg (hingga larutan magnesium sitrat. Tidak direkomendasikan pada
200-300 ml), hingga isi cairan lambung yang keluar bayi kurang dari 1 tahun. Dosis hanya diberikan satu
jernih. Kontraindikasi bilas lambung adalah pada pasien kali. Indikasi pemberian katartik adalah pada pasien yang
yang jalan napasnya tidak terproteksi, terdapat risiko telah direncanakan untuk pemberian arang aktif lebih
perdarahan atau perforasi, bahan yang tertelan bersifat dari satu kali dosis (katartik diberikan pada dosis arang
korosif atau hidrokarbon dengan viskositas rendah. aktif yang pertama). Kontraindikasi adalah obstruksi
saluran cerna, perforasi, gangguan elektrolit, hipotensi
Irigasi seluruh usus (whole bowel irrigation) atau hipovolemia.
Metode dekontaminasi saluran cerna dilakukan dengan
50 BAB 9: Keracunan
Dilusi asam basa, elektrolit, atau hiperosmolaritas berat yang
Dilusi hanya digunakan pada kasus keracunan tidak respon terhadap terapi; hipotermi atau hipertermi
bahan korosif seperti asam atau basa. Dosis yang berat yang tidak respon terhadap terapi. Zat atau bahan
direkomendasikan adalah 120-180 ml air. Hingga saat yang dapat didialisis adalah yang memiliki berat molekul
ini, tidak ada bukti yang cukup kuat terhadap tindakan rendah dengan volume distribusi dan ikatan terhadap
dilusi racun yang tertelan dengan air atau susu sebagai protein yang rendah, sehingga menyebabkan efek klinis
tindakan pertolongan pertama. Pada percobaan hewan, yang berat, misalnya aspirin, teofilin, litium, dan alkohol.
dibuktikan bahwa dilusi atau netralisasi agen penyebab
dengan air atau susu mengurangi cedera jaringan, namun Hemoperfusi
hingga saat ini tidak ada satu pun studi pada manusia Indikasi hemoperfusi sama dengan hemodialisis. Pada
yang menunjukkan manfaat klinis. Kemungkinan efek kasus keracunan teofilin, hemoperfusi mempunyai
samping yang timbul dari pemberian air atau susu adalah keuntungan yang lebih besar dibandingkan hemodialysis.
muntah dan aspirasi.
Arang aktif dosis multipel
Meningkatkan eliminasi Dari hasil beberapa penelitian, didapatkan bahwa terdapat
Meningkatkan ekskresi hanya bermanfaat untuk keracunan peningkatan eliminasi beberapa jenis bahan toksik
zat toksik tertentu. Pada kasus tersebut, mempercepat secara signifikan setelah diberikan beberapa dosis arang
eliminasi berpotensi menyelamatkan nyawa. aktif. Beberapa zat tersebut antara lain fenobarbtital,
karbamazepin, fenitoin, digoksin, salisilat, dan teofilin,
Alkalinisasi urin Dosis yang dianjurkan adalah 0,5-1 g/kgBB, diulang setiap
Metode ini dapat membantu eliminasi zat salisilat dan 4-6 jam. Cara kerjanya adalah dengan cara mengikat obat
asam jengkolat. Metode ini juga dapat membantu bebas yang berdifusi dari kapiler periluminar ke lumen
eliminasi fenobarbital, klorpropamid, dan herbisidia usus. Resirkulasi enterohepatik dari beberapa jenis zat
klorofenoksi, tetapi bukan merupakan terapi utama. juga dapat terhenti karena reabsorpsinya melalui empedu
Alkalinisasi urin dilakukan dengan cara memberikan dapat dicegah. Sebelum diberikan arang aktif multidosis,
natrium bikarbonat 1-2 mEq/kg IV dalam waktu 1-2 jam. harus dipastikan peristaltik saluran cerna normal, refleks
Selama prosedur, harus dilakukan pemantauan elktrolit muntah intak, dan jalan napas aman.
darah untuk menghindari hipokalemia. Pemantauan
terhadap jumlah cairan dan natrium yang diberikan juga 9.5. PEMANTAUAN
dilakukan, terutama pada pasien dengan risiko gagal Setelah dilakukan tata laksana pada pasien dengan
jantung kongestif dan edema paru. Kecepatan infus keracunan, pasien sebaiknya dirawat di ruang rawat
diatur untuk mempertahankan pH urin antara 7,5-8,5. intensif. Perawatan dilakukan secara multidisiplin
tergantung pada kerusakan organ yang terjadi.
Dialisis
Metode ini dilakukan pada kasus keracunan berat zat 9.6. PENCEGAHAN
tertentu atau apabila terdapat keadaan gagal ginjal. Dialisis Pencegahan terjadinya keracunan adalah hal yang
dilakukan pada keracunan yang sangat mengancam utama dalam kasus keracunan. Perlu diadakan sosialisasi
nyawa dan disebabkan oleh zat atau obat yang dapat kepada masyarakat luas mengenai bahaya keracunan
didialisis dan tidak dapat diterapi secara konservatif; dan pencegahan yang dapat dilakukan di rumah atau
hipotensi yang mengancam fungsi ginjal atau hati yang lingkungannya. Hal yang harus diperhatikan adalah
tidak dapat dikoreksi dengan resusitasi cairan; gangguan menyimpan obat dan zat pembersih rumah tangga dalam
APRC 51
lemari yang terkunci atau tempat yang sulit dijangkau 2. Alwi EH. Tata Laksana Keracunan in Buku Ajar Pediatrik
Gawat Darurat. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011. p.
anak, tidak membuang label botol obat dan membaca
249-256.
petunjuk pemakaian sebelum menggunakannya, tidak 3. Velez LI, Soto CS, Shepherd JG. Decontamination of
mengonsumsi obat di depan anak karena mereka dapat poisoned children. [cited Jun 2016; update Dec 2012].
menirukannya, tidak menyebut obat dengan permen, Cited from://http.www.Uptodate.com
4. Markenson D, Ferguson JD, Chameides L, Cassan P,
ajarkan pada anak untuk tidak makan atau minum
Chung KL, Epstein J, et al. First Aid: 2010 American
apa pun kecuali telah diizinkan, selalu periksa tanggal Heart Association and American Red Cross Guidelines
kadaluarsa obat secara berkala. for Forst Aid.
5. Nares MA, Cantwell GP, Weisman RS. Poisoning. In:
Morrison WE, MCMIllan KL, Shaffner DH, editors.
Daftar pustaka Roger’s handbook of pediatric intensive care 5th ed.
1. Kostic AM. Poisoning in Nelson’s: Textbook of Pediatrics. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia,2016. p
20th ed. Philadelphia: Elsevier; 2016. p. 447-456. 139-50.
52 BAB 9: Keracunan
BAB 10
Kejang dan Status Epileptikus
53
Tabel 10.1. Perbedaan kejang dengan serangan menyerupai kejang
Keadaan Kejang Menyerupai kejang
Onset Tiba-tiba Mungkin gradual
Lama serangan Detik/menit Beberapa menit
Kesadaran Sering terganggu Jarang terganggu
Sianosis Sering Jarang
Gerakan ekstremitas Sinkron Asinkron
Stereotipik serangan Selalu Jarang
Lidah tergigit atau luka lain Sering Sangat jarang
Gerakan abnormal bola mata Selalu Jarang
Fleksi pasif ekstremitas Gerakan tetap ada Gerakan hilang
Dapat diprovokasi Jarang Hampir selalu
Tahanan terhadap gerakan pasif Jarang Selalu
Bingung pascaserangan Hampir selalu Tidak pernah
EEG iktal abnormal Selalu Hampir tidak pernah
EEG pascaiktal abnormal Selalu Jarang
Dikutip dari: Smith DF. An atlas of epilepsy, 1998.
berupa kejang konvulsif atau non-konvulsif (absans). Dikutip dari: The Commission on Classification and Terminology of
the International League Against Epilepsy, 1981.
Klasifikasi kejang yang digunakan saat ini adalah
berdasarkan klasifikasi International League Against
Epilepsy of Epileptic Seizures tahun 1981 (Tabel 10.2). 10.4. PENDEKATAN KLINIS
Jenis kejang harus ditentukan setiap kali pasien mengalami
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
kejang karena dapat terjadi perubahan jenis kejang pada
Anamnesis dan pemeriksaan fisis diperlukan untuk
serangan yang terakhir dari serangan yang sebelumnya.
memilih pemeriksaan penunjang yang sesuai dan terapi
Pengklasifikasian kejang sangatlah penting untuk
yang akan diberikan. Aloanamnesis dilakukan untuk
tujuan terapi yang akan diberikan. Pemilihan obat anti
mendapatkan riwayat perjalanan penyakit sekarang
kejang atau obat anti epilepsi jangka panjang adalah
hingga terjadi kejang, jenis serangan kejang, dan
berdasarkan jenis kejang, karena terdapat obat anti kejang
dilanjutkan untuk mencari kemungkinan faktor pencetus
yang efektif untuk jenis kejang tertentu, dan sebaliknya
atau penyebab kejang. Penentuan faktor pencetus atau
terdapat obat yang dapat memperberat kejang jika salah
penyebab kejang sangat penting untuk pemberian terapi
diberikan.
selanjutnya, terutama pada kasus kejang berulang atau
kejang yang sulit diatasi (Tabel 10.3).
APRC 55
EEG kepala akibat trauma. Kelainan pada jaringan otak dapat
Pemeriksaan EEG dilakukan untuk mengetahui adanya diperiksa dengan CT scan atau MRI. MRI lebih superior
gelombang epileptiform. Sensitivitas EEG interiktal dibandingkan dengan CT scan dalam mengevaluasi
bervariasi. Abnormalitas pada EEG berhubungan lesi epileptogenik atau tumor kecil di daerah temporal
dengan manifestasi klinis kejang, dapat berupa gambaran dan di daerah yang lokasinya tertutup struktur tulang,
paku (spike), dengan atau tanpa gelombang lambat. misalnya daerah serebelum atau batang otak. MRI
Pemeriksaan EEG segera dalam waktu 24-48 jam setelah dipertimbangkan pada anak dengan kejang yang sulit
kejang atau sleep deprivation dapat memperlihatkan diatasi, epilepsi lobus temporal, dan perkembangan yang
berbagai macam kelainan. Beratnya abnormalitas EEG terhambat tanpa adanya kelainan pada CT scan.
tidak selalu berhubungan dengan beratnya tampilan
klinis.
10.5. TATA LAKSANA
Radiologi Serangan kejang pada umumnya akan berhenti spontan
Modalitas pemeriksaan radiologi pada kepala antara dalam waktu paling lama 5 menit. Bila serangan masih
lain foto polos kepala, CT scan kepala, dan Magnetic berlangsung setelah 5 menit, kejang cenderung akan
Resonance Imaging (MRI). Pemeriksaan foto polos kepala berlangsung lama atau akan cenderung menjadi status
memiliki nilai diagnostik rendah pada kasus kejang, hanya epileptikus. Status epileptikus tipe konvulsif pada anak
dapat menunjukkan ada atau tidaknya fraktur tulang merupakan kegawatan yang mengancam nyawa dengan
Gambar 10.1 Algoritma tata laksana kejang akut dan status epileptikus.
risiko besar terjadinya gejala sisa defisit neurologis. jangka panjang, karena risiko berulangnya kejang terjadi
Tujuan utama tata laksana kejang tonik klonik umum dalam satu tahun pertama setelah kejang pertama,
adalah untuk menghentikan kejang sesegera mungkin khususnya pada tiga bulan pertama setelah kejang.
dan menghindari terjadinya status epileptikus. Pengobatan jangka panjang diperlukan jika telah terjadi
Algoritma tatalaksana kejang akut dan status epileptikus serangan kejang kembali. Pengobatan selalu dimulai
ditampilkan pada Gambar 10.1. Obat yang digunakan dengan satu jenis obat atau monoterapi. Dosis dititrasi
pada tatalaksana kejang akut terdapat pada Tabel 10.4. dari dosis rendah hingga tercapai dosis terapeutik. Jika
Pada episode serangan kejang yang berlangsung dengan dosis maksimal obat tersebut kejang masih tidak
lama, dapat terjadi hipoksia akibat gangguan pada jalan terkontrol, pertimbangkan kombinasi dengan obat anti
napas karena sekresi air liur dan sekret trakeobronkial epilepsi lainnya. Jika kejang terkontrol, pertimbangkan
yang berlebihan, gangguan pernapasan, serta peningkatan penurunan dosis terendah obat yang mencapai dosis
kebutuhan oksigen. Hipoksia yang terjadi kemudian terapeutik. Tidak ada satu jenis obat anti epilepsi yang
menyebabkan asidosis, yang selanjutnya menurunkan merupakan pilihan utama untuk semua jenis epilepsi,
fungsi ventrikel, menurunkan curah jantung, hipotensi, namun beberapa obat lebih efektif untuk jenis kejang
dan akhirnya mengganggu fungsi sel dan neuron. Hipoksia, tertentu. Lama pengobatan adalah selama dua atau tiga
hipotensi, dan asidosis, dapat menyebabkan terjadinya tahun bebas kejang dari serangan kejang terakhir.
edema otak. Selain itu, terjadi pengeluaran katekolamin
dan perangsangan saraf simpatis yang menyebabkan Daftar acaan
peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, 1. Mikati MA, Hani AJ. Seizures in Childhood dalam
dan tekanan vena sentral. Hiperpireksia juga dapat terjadi, Nelson’s: Textbook of Pediatrics. 20th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2016. Hal. 2823.
sehingga menyebabkan mioglobinuria dan rabdomiolisis.
2. Setyabudhy, Irawan MA. Kejang dalam Buku Ajar
Pediatrik Gawat Darurat. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;
Pengobatan Jangka Panjang 2011. Hal. 29-35.
3. Wilfong A. Management of status epilepticus in children.
Pada serangan kejang yang baru pertama kali muncul, [cited Jun 2016; update Jul 2012]. Cited from://http.
pengobatan lebih ditujukan untuk mencari faktor www.Uptodate.com
penyebab. Apabila faktor penyebab diketahui dan dapat 4. UKK Neurologi IDAI. Rekomendasi penatalaksanaan
status epileptikus. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2016.
segera diobati, maka tidak diperlukan pemberian obat anti
Hal. 4
epilepsi jangka panjang. Bila dalam tiga bulan pertama 5. McKenzie KC, Hahn CD, Friedman JN. Emergency
setelah kejadian kejang pertama tidak muncul kejang management of the paediatric patient with convulsive
kembali, maka pasien tidak memerlukan pengobatan status epilepticus. Paediatr Child Health 2021; 26:50
APRC 57
BAB 11
Penurunan Kesadaran
58
– Stupor (sopor), gangguan kesadaran yang menyerupai
tidur dalam dan hanya dapat dibangunkan sebagian
dengan rangsang yang kuat dan berulang kali.
Komunikasi minimal, reaksi ada berupa gerakan
menolak sakit dan mengerang.
– Koma adalah gangguan kesadaran yang berat, pasien
tampak tidur dalam tanpa dapat dibangunkan dan
tidak ada reaksi terhadap berbagai rangsangan.
APRC 59
hiperventilasi, kemudian diikuti penurunan laju buatan. Proses terletak di formasio retikularis bagian
napas bertahap sampai terjadi periode apnea singkat. dorso medial medula oblongata.
Pola pernapasan ini berhubungan dengan gangguan
hemisfer bilateral (obat-obatan, hipoksia, atau faktor
metabolik). 11.6. GERAKAN EKSTRA OKULAR
– Hiperventilasi neurogenik sentral, yaitu pernapasan Untuk mendapatkan gerakan bola mata yang tepat dan
yang cepat, dalam, dan menetap (Kussmaul), akan seimbang sebagai reaksi terhadap rangsang vestibular,
tetapi bukan asidosis metabolik. Pola ini disebaban maka segmen batang otak yang luas harus berfungsi
proses mesensefalon. baik, yaitu mesensefalon, pons, dan medula. Rangsang
– Pernapasan apneustik, inspirasi yang sangat panjang sistem vestibular menyangkut saraf kranial VIII, yang
diikuti ekspirasi pendek. Hal ini menandakan berhubungan ke paramedian formasio retikularis pons,
gangguan daerah pons. yang bertanggung jawab terhadap koordinasi menatap ke
– Pernapasan cluster, berupa napas-napas yang lateral dan terletak pada pons di nukleus saraf VI. Gerakan
berkelompok diselingi masa istirahat yang tidak mata simetris dan teratur memerlukan hubungan antara
teratur. Pola pernapasan ini disebabkan lesi di nukleus saraf III dan VI, berupa rantai dalam fasikulus
daerah pons bagian bawah atau bagian atas medula longitudinal medial yang dilanjutkan melalui traktus
oblongata. yang berjalan dari pons ke mesensefalon. Untuk menilai
– Pernapasan ataksik, merupakan pernapasan yang refleks vestibulo-okular (refleks kalorik dingin), maka air
dangkal, cepat, dan tidak teratur. Seringkali tidak es disemprotkan ke liang telinga salah satu sisi (membran
dapat mencukupi kebutuhan oksigen dan terlihat timpani harus utuh) maka sistem vestibular sisi tersebut
menjelang kematian dan segera harus dibantu napas menjadi tidak aktif. Karena sisi yang lain masih aktif,
Gambar 11.2. Pola pernapasan abnormal dan hubungannya dengan lesi patologis pada berbagai struktur otak. a) Pernapasan Cheyne-Stokes,
b) Hiperventilasi neurogenik sentral, c) Pernafasan apeneustik, d) Pernafasan cluster, e) Pernafasan ataksik
APRC 61
(fixed) atau bergerak searah dengan gerakan kepala. Pada A. Airway
Gambar 11.3 tampak kedua refleks ini pada keadaan Patensi jalan napas merupakan hal pertama yang
normal dan berbagai kelainan batang otak. wajib dinilai. Nilai bicara, jika menangis atau
berbicara maka hal tersebut menunjukkan patensi
jalan napas. Menilai patensi jalan napas dilakukan
11.7. PENATALAKSANAAN dengan cara:
Penilaian dan tata laksana hendaknya dilakukan dengan • Look – pergerakan dinding dada dan abdomen
cara berurutan dan dilakukan dengan tujuan untuk • Listen – suara napas, stridor
mencegah cedera otak sekunder karena hipoksia, iskemia, • Feel – udara yang diekspirasikan
hipoglikemia, atau infeksi, serta mengurangi peningkatan Jika terdapat obstruksi jalan napas, dapat dilakukan
TIK. beberapa manuver di bawah ini:
• Manuver head tilt-chin lift
• Lakukan penghisapan orofaring menggunakan
Penilaian Primer dan Resusitasi
suction berdiameter besar
Langkah pertama dalam tata laksana pasien dengan
• Intubasi
penurunan kesadaran adalah menilai dan menjaga ABC
Indikasi intubasi pada anak dengan penurunan
(jalan napas = airway, pernapasan = breathing, dan
kesadaran:
sirkulasi darah = circulation) (Gambar 11.4).
APRC 63
sebanyak 5 ml/kgBB (2 ml/kgBB untuk neonatus), tatalaksana peningkatan TIK yang dianjurkan antara
setelah sebelumnya diambil contoh darah untuk lain:
pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (misalnya 1. Intubasi dan ventilasi (PCO2 3,5-4,0 kPa atau
darah lengkap, kultur darah, fungsi hepar, fungsi 25-30 mmHg)
ginjal, analisa gas darah, golongan darah, dan 2. Posisikan kepala dengan sudut 20-30o untuk
sebagainya). membantu drainase vena serebral
Tanda pasti peningkatan TIK sangat sedikit, 3. Berikan manitol 250-500 mg/kg IV. Contoh:
seperti papiledema, penonjolan ubun-ubun besar, 1,25-2,5 ml manitol 20% selama 15 menit,
dan hilangnya pulsasi pembuluh darah retina. Pada berikan setiap 2 jam sesuai kebutuhan. Manitol
peningkatan TIK akut, ketiga tanda ini dapat tidak jangan diberikan apabila pasien anuria. Apabila
ditemukan. Pada anak yang semula sehat lalu tiba- meragukan, berikan furosemid 1 mg/kg IV dan
tiba penurunan kesadaran (GCS < 9) dan bukan pasang kateter urin.
pasca kejang, maka berikut ini merupakan tanda- 4. Pertimbangkan pemberian deksametason 0,5
tanda kemungkinan terjadi peningkatan TIK: mg/kg setiap 6 jam
1. Refleks okulo-sefalik (Doll’s eye) abnormal;
jangan dilakukan pada pasien dengan cedera E. Exposure
servikal Perhatikan adakah ruam purpura – yang
a. Apabila kepala diputar ke kiri atau kanan, mengindikasikan adanya penyakit akibat
normalnya mata bergerak berlawanan meningokokus – atau tanda-tanda trauma. Demam
dengan arah putaran kepala. Pada keadaan mengindikasikan adanya proses infeksi (namun
abnormal tidak terdapat gerakan atau apabila tidak demam bukan berarti sebaliknya)
kacau. atau keracunan obat (ekstasi, kokain, salisilat).
b. Apabila kepala di-fleksi-kan, pada keadaan Hipotermia dapat terjadi akibat keracunan barbiturat
normal terjadi deviasi mata ke atas. atau etanol. Cari tanda-tanda keracunan.
2. Postur abnormal; terkadang postur didapat
dengan rangsang nyeri Jika kondisi pasien belum stabil atau perburukan,
a. Dekortikasi (lengan fleksi, tungkai ekstensi) maka penilaian primer dan tindakan resusitasi segera
b. Deserebrasi (lengan ekstensi, tungkai dilanjutkan. Setelah kondisi pasien stabil, pemeriksaan
ekstensi) neurologis lebih lanjut yang lebih rinci dapat dilakukan
3. Reaksi pupil abnormal, dilatasi unilateral atau dalam rangka mengetahui lokasi gangguan neurologis
bilateral. dan menentukan pemeriksaan penunjang lainnya.
4. Pola pernapasan abnormal. Terdapat beberapa
macam pola napas yang dapat terjadi pada Penilaian Sekunder
peningkatan TIK. Pola pernapasan dari berubah- Sementara penilaian primer dan resusitasi dilaksanakan,
ubah dari hiperventilasi, Cheyne-Stokes, hingga anamnesis riwayat penyakit dilakukan untuk mencari
apnea. penyebab terjadinya penurunan kesadaran.
5. Trias Cushing: nadi lambat, tekanan darah naik,
dan pola pernapasan abnormal, merupakan
Anamnesis
tanda lanjut dari peningkatan TIK.
Evaluasi anak dengan koma dimulai dengan anamnesis
Apabila dicurigai peningkatan TIK, maka sebaiknya
yang lengkap yang bisa diperoleh dari orang tua atau wali,
konsul ahli saraf anak, bedah saraf anak, dan
atau dari dokter anak/ dokter bedah saraf yang mengirim
APRC 65
– Analisa gas darah pada pasien koma, pemeriksaan ini dapat dilakukan di
kemudian hari di saat keadaan mengizinkan. Pemeriksaan
Jika fungsi kardiovaskular anak stabil, maka ini untuk menegaskan atau menyingkirkan diagnosis
keadaan khusus yang harus segera diidentifikasi adalah meningitis.
hipoglikemia, keracunan opium, diabetes, dan septikemia
meningokokus. Selain meningitis, keadaan lain dapat 11.8. PENATALAKSANAAN UMUM
disingkirkan dengan cara mengidentifikasi penyebab lain,
LANJUTAN
maka pengobatan sefotaksim intravena harus dimulai.
– Pertahankan keadaan normoglikemia
Pemberian asiklovir juga harus dimulai karena prognosis
• Hati-hati dalam pemberian insulin pada
ensefalitis herpes akan lebih buruk apabila pengobatan
keadaan hiperglikemia, karena hiperglikemia
terlambat.
dapat disebabkan karena stress
Pada tahap kedua setelah keadaan stabil, pemeriksaan
– Restriksi cairan sampai 60% total kebutuhan
fisik secara umum yang lengkap dan seksama akan
– Periksa dan pertahankan keseimbangan elektrolit
membantu dalam penegakkan diagnosis, seperti:
(Tabel 11.2)
1. Kulit: ruam, perdarahan, cedera, sindrom
• Jaga natrium serum 135-145 mmol/l
neurokutaneus
• Cegah hiponatremia dengan menggunakan
2. Kepala: tanda-tanda trauma
NaCl 0,9% atau 0,45%
3. Telinga dan hidung: otorrhea dan rhinorrhea (tanda
– Tata laksana kejang dan berikan anti-konvulsan
fraktur basis kranii), tanda-tanda otitis media
profilaktik jika kejang berulang
(meningitis)
• Kejang harus diamati dengan teliti karena bisa
4. Leher: lembek atau kaku
tampak nyata atau samar, berupa gerakan klonik
5. Bau: gangguan metabolik, keracunan
ekstremitas, muka, kelopak mata, mata, dengan
6. Abdomen: hepatomegali
interupsi kesadaran berulang secara stereotip,
dapat pula berupa nistagmus
Pemeriksaan penunjang lanjutan: – Pasang naso-gastric tube (NGT) untuk aspirasi isi
– Fungsi hati lambung
– Skrining toksikologi – Jaga suhu tubuh di bawah 37,5oC
– Amonia darah – Tata laksana peningkatan TIK
– Apusan darah tepi – untuk parasit – Pasang kateter urin (distensi kandung kemih dapat
– Urin lengkap memperburuk TIK) dan monitor keluaran urin
– Foto toraks – Cegah luka dekubitus akibat tirah baring dan tutup
– CT-scan mata untuk mencegah xeroftalmia
APRC 67
ensefalopati yang progresif, muntah-muntah hebat, 11.11. KESIMPULAN
mengantuk, kejang, atau koma. Dapat ditemukan Perlu dilakukan pendekatan diagnosis dan penatalaksanaan
hepatomegali (karena perlemakan hati), hipoglikemia, anak dengan penurunan kesadaran secara sistematis:
peningkatan enzim hati, atau peningkatan amoniak – Penilaian primer dan resusitasi
serum. Pada keadaan ini, segera konsultasikan dengan – Penilaian sekunder
ahlinya dan segera tatalaksana secara intensif. – Penatalaksanaan kegawatdaruratan
– Stabilisasi dan rujukan untuk terapi definitif
Malaria Serebral
Plasmodium falciparum menyebabkan kematian sebesar Daftar bacaan
95% dan komplikasi parah. Malaria ditularkan melalui 1. Komisi Resusitasi Pediatrik, UKK PGD IDAI. Kumpulan
gigitan nyamuk Anopheles yang terinfeksi. Manifestasi Materi Pelatihan Resusitasi Pediatrik Tahap Lanjut.
Jakarta, p. 117-34.
malaria serebral meliputi penununan kesadaran sampai
2. Samuels M, Wieteska S, ed. Advanced Paediatric Life
koma yang progresif, kejang-kejang, asidosis, anemia Support: The Practical Approach. 5th ed. British Med
berat, atau peningkatan TIK. Pemeriksaan untuk Journal Publication, 2011; p. 116-27.
3. Santhanam I, ed. Pediatric Emergency Medicine Course,
menunjang diagnosis adalah pemeriksaan gambaran
2nd ed. India: Jaypee Brothers Medical Publisher, 2013;
darah tepi untuk mencari parasit malaria. Berikan p. 187-95.
artesunat loading dose 2,4 mg/kgBB selama 2 menit, 4. Andrewsm BT, Hammer GB. The Neurological
diulang 12 jam kemudian. Selanjutnya satu kali sehari Examination and Neurological Monitoring in Pediatric
Intensive Care, 1st ed. The American Association of
sampai penderita mampu minum obat. Neurologicak Surgeons. Park Ridges, Illinois, 1997.
5. Chamedes L, Hazinski MF. Pediatric Advance Life
Support, American Heart Association and American
11.10. RUJUKAN
Academy of Pediatrics, Emergency Cardiovascular Care
Setelah anak stabil dan kondisi seperti hipoglikemia, Program, 1997-1999.
meningitis, dan keadaan darurat lainnya tertangani, 6. Bergman I. Pediatric Neurological Assessment and
beberapa anak masih belum dapat ditentukan penyebab Monitoring, 1st ed. Fuhrman, BP, Zimmerman, JJ.
Pediatric Critical Care. Mosby Year Book, Louis, 1992.
penurunan kesadarannya. Anak yang masih sakit berat
7. Lazuardi S. Diagnosis dan Penatalaksanaan Koma pada
dan belum diketahui penyebab penurunan kesadaran, Anak. Pusponegoro HD, Passat J. Kedaruratan Saraf
memerlukan konsultasi kepada konsultan neurologi Anak. Naskah lengkap PKB IKA-FKUI ke VXIII, Jakarta
1989.
anak, konsultan endokrin metabolik, dan lainnya sesuai
8. Yatsiv I. Central Nerve System Evaluation and
indikasi. Anak perlu dirawat di ICU anak. Monitoring, 1st ed. Holbrook, PR. Textbook of Pediatric
Untuk rujukan yang aman mungkin pasien Critical Care. Williams & Wilkins. Baltimore, 1996.
memerlukan intubasi dan ventilasi mekanik. Dokumentasi 9. Michelson D, Thompson L, Williams EA.Evaluation
of stupor and coma in children. In: Patterson MC,
pemeriksaan neurologis sebelum anak dibuat paralisis Wilterdink JL, Armsby C editor. UpToDate. :UpToDate
harus lengkap. 2018 [cited 2021 Nov 20]
12.1. PENDAHULUAN Tidak adanya tulang rawan membuat jalan nafas lebih
Kesulitan bernapas adalah keluhan yang sering ditemukan mudah kolaps, ketika sumbatan jalan napas terjadi di
pada kondisi gawat darurat. Penyebab tersering kesulitan supraglotis. Risiko ini meningkat pada anak yang lebih
bernapas disebabkan karena gangguan pada saluran napas muda dimana jalan napas subglotis lebih kecil dan lebih
atas dan bawah. Penyebab lain adalah gangguan pada lemas (tulang rawan belum terbentuk sempurna).
otot-otot pernapasan, diafragma dan abdomen, kelainan Supraglotis mudah tersumbat oleh lendir, darah,
metabolik seperti asidosis metabolik dan keracunan pus, edema, konstriksi, tekanan eksternal atau perbedaan
yang menyebabkan peningkatan upaya bernapas, dan tekanan yang terjadi selama usaha napas spontan pada
gangguan pusat pernapasan pada peningkatan tekanan sumbatan jalan napas. Edema mukosa sedikit saja dapat
intrakranial mempersempit diameter saluran napas dan menyebabkan
Obstruksi jalan napas berat menyebabkan gagal meningkatnya tahanan aliran udara dan usaha bernapas.
napas. Gagal napas adalah ketidakmampuan mekanisme Menangis dapat memperburuk hipoksia karena
kompensasi fisiologis untuk mencukupi pasokan oksigen menangis meningkatkan turbulansi udara pada saluran
dan pengeluaran karbondioksida, yang menyebabkan napas yang tersumbat. Semua tindakan harus hati-hati
terjadinya hipoksemia, hiperkarbia atau keduanya. untuk mencegah anak stridor menangis.
69
2. Tentukan keparahan obstruksi menyebabkan terkumpulnya saliva, dengan gejala dan
• Lakukan pemeriksaan kesadaran, kelainan tanda klinis sebagai berikut:
serebral, kardiopulmonal cepat untuk 1. stridor halus (mungkin tidak dikeluhkan ibu pasien)
menentukan apakah dapat ditangani di IGD 2. mengeluarkan air liur dan disfagia
atau di kamar operasi 3. suara redam/ hot potato voice
• Bila terdengar suara seperti air yang terperangkap 4. batuk yang tidak efektif
di ruang sempit, kemungkinan saluran napas
penuh dengan sekret dan membutuhkan Glotis
pembersihan. Anak mungkin terlalu lelah Bagian glotis dan subglotis dari pita suara sampai trakea
sehingga tidak bisa membersihkan saluran (sebelum memasuki regio torakal). Karena tulang rawan
napasnya sendiri krikoid dan tulang rawan cincin trakea mengelilingi
• Bila terdapat suara mengorok, pikirkan daerah ini, maka glotis dan subglotis tidak mudah kolaps
anak mengalami penurunan kesadaran yang seperti supraglotis. Penyebab paling sering obstruksi
menyebabkan obstruksi parsial saluran napas pada daerah ini adalah inflamasi dan edema akibat
atas laringotrakeobronkitis akut.
• Bila terdapat stridor keras yang disertai batuk 1. suara serak
batuk yang menggonggong, pikirkan croup 2. stridor kasar saat inspirasi atau ekspirasi atau bifasik
sebagai penyebab obstruksi (pada kedua fase respirasi).
• Bila terdapat stridor halus dan anak tampak 3. batuk keras/brassy cough atau barking cough
sakit berat, pikirkan epiglotitis 4. mengeluarkan air liur dan disfagia tidak khas pada
• Bila sesak terjadi mendadak, pikirkan adanya sumbatan glotis, kecuali sumbatannya cukup besar
sumbatan benda asing di jalan napas untuk menekan esofagus
3. Secara simultan, lakukan anamnesis terarah untuk
memperkirakan anatomi sumbatan. 5A membantu
Intratoraks
identifikasi tempat sumbatan:
Jalan nafas intratoraks terdiri dari trakea dan bronkus
• Age/ umur: berapa umur anak?
utama. Sumbatan pada jalan nafas intratoraks
• Acuity/ ketajaman: apakah hiperakut, akut,
menyebabkan stridor, paling keras terdengar pada
kronik, atau akut pada kondisi kronis?
saat ekspirasi. Peningkatan tekanan intratoraks selama
• Acoustics/ suara: apakah stridor kasar atau halus?
ekspirasi menyebabkan jalan nafas kolaps. Selama
• Associated symptoms/ gejala yang berhubungan:
inspirasi, tekanan intratoraks turun. Akhirnya, jalan nafas
demam, disfagia, atau mengeluarkan air liur?
yang tersumbat semakin meluas, suara yang terdengar
• Aggravating factors/ faktor yang memperburuk?
semakin melemah. Malformasi kongenital jalan nafas
• Kualitas suara: serak atau redam?
merupakan penyebab tersering sumbatan di toraks.
APRC 71
• Laju pernafasan biasanya normal atau sedikit status mental mengindikasikan kebutuhan intubasi.
meningkat. Kepala mengangguk-angguk Beberapa anak dengan laringotrakeobronkitis akut dapat
(head bobbing), retraksi, dan penggunaan berkembang menjadi trakeitis bakteri.
otot pernafasan bantuan menandakan adanya
ancaman gagal nafas Diagnosis
• Retraksi sternum pada neonatus atau bayi yang Croup didiagnosis secara klinis. Rontgen toraks, darah
lebih muda menandakan adanya obstruksi nafas, rutin, tidak berguna dalam diagnosis croup. Pemeriksaan
walaupun stridor tidak terdengar radiologi diperlukan berdasarkan indikasi, misalnya
• Croup akut akibat virus mengikuti batuk dan kecurigaan adanya abses retrofaringeal dapat diperiksa
rinorea kronis dengan rontgen leher proyeksi lateral. Pemeriksaan
• Trakeitis akibat bakteri dan abses retrofaring radiologi dapat digunakan untuk menyingkirkan
mungkin didahului dengan infeksi saluran nafas pneumonia atau aspirasi benda asing. Gambaran klasik
atas akibat virus “steeple sign” atau “pencil point” (penyempitan trakea)
tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis atau
5. Faktor-faktor yang memperburuk atau membuat menyingkirkan croup.
stridor semakin kencang
• Menangis: laringomalasia, hemangioma
Penatalaksanaan
subglotis
• Berikan oksigen “blow-by” dengan ujungnya
• Tersedak: fistula trakeoesofageal, benda asing
berjarak beberapa sentimeter dari hidung dan mulut
• Posisi terlentang: laringomalasia, makroglosia,
anak, atau berikan oksigen yang telah dilembabkan
mikrognatia
menggunakan masker wajah dan pantau saturasi
Jika terjadi gagal nafas pada obstruksi jalan nafas,
oksigen anak melalui monitor
segera hubungi spesialis THT. Intubasi segera harus
• Epinefrin
dilakukan di IGD.
o Merupakan obat pilihan utama. Memiliki
sifat non-selektif α adrenergik dan β-agonis,
meredakan edema mukosa dan memperbaiki
12.6. LARINGOTRAKEOBRONKITIS pernafasan. Dalam 30 menit setelah nebulisasi
AKUT (SINDROM CROUP) dapat terlihat penurunan gejala. Pada
Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan hal wajib kebanyakan anak cukup 1 dosis, walaupun
untuk mendiagnosis, menyingkirkan aspirasi benda mungkin diulang setelah 4-6 jam
asing dan epiglotitis. Kebanyakan anak-anak datang o Epinefrin racemic diberikan secara inhalasi
dengan batuk “menggonggong” onset akut, stridor, dan dengan dosis 0,05 ml/kg (maksimal 0.5 ml)
retraksi dinding dada. Didahului dengan batuk, pilek, kemudian dilarutkan dalam NaCl 0.9%
dan demam subfebris. Penyakit ini berlangsung 3-7 hari. dengan total volume 3 ml. Nebulisasi dilakukan
Anak akan menjadi takipnea dengan distres pernafasan selama 15 menit. atau dengan epinefrin biasa
apabila obstruksi memburuk, dan ditemui pulsus (L-epinefrin) dengan dosis 0,5 ml/kg (maksimal
paradoksus. Hipoksia akan ditandai dengan takikardi. 5 ml). Nebulisasi dilakukan selama 15 menit
Walaupun sangat jarang, tetapi peningkatan usaha napas o Observasi saturasi oksigen dan EKG selama
yang progresif dapat menyebabkan anak gagal napas yang nebulisasi, dan evaluasi ulang dalam 2 jam
ditandai dengan retraksi dada berat, penurunan suara o Dapat pula diberikan secara nebulisasi (400
napas, dan saturasi oksigen. Sianosis dan perubahan mcg/kg 0,4 ml/kg larutan 1:1000) dengan
APRC 73
Tatalaksana merupakan hal yang sangat penting pada anak yang
• Sebagai pertolongan pertama, dapat dilakukan back mengalami anafilaksis. Pemberian oksigen dapat
blows sebanyak 5 kali diikuti chest thrust 5 kali (pada diberikan melalui masker, bila pasien dapat bernapas
bayi <1 tahun) atau Heimlich manuver (pada anak dengan baik.
>1 tahun) Prosedur rapid sequence intubation (RSI) dapat
• Berikan oksigen sambil biarkan anak dalam posisi dilakukan untuk memasang pipa endotrakea,
nyamannya namun dapat menyebabkan hilangnya jalan napas
• Pengeluaran benda asing melalui bronkoskopi dan sementara hingga pipa terpasang. Walau begitu,
anestesi umum mungkin dibutuhkan bila ada risiko edema laring pada anafilasis biasa terjadi sangat
bahwa respons batuk anak akan memindahkan posisi cepat hingga tidak sempat dilakukan pemasangan
benda asing ke trakea dan menyebabkan obstruksi pipa endotrakea. Epinefrin dapat digunakan untuk
yang mengancam nyawa. mengurangi edema di laring dengan cepat. Bila
• Bila terjadi penurunan kondisi mendadak dan edema tidak berkurang dengan epinefrin, tuba
pengeluaran benda asing belum bisa dilakukan, endotrakea harus segera dimasukkan. Pada kondisi
trakeostomi dapat menjadi pilihan sementara untuk ekstrem yang mengancam nyawa ketika tidak dapat
mengamankan jalan napas (bila sumbatan berada di dilakukan intubasi, krikotiroidotomi atau ventilasi
atas posisi trakeostomi) jet kateter dapat menjadi alternatif.
2. Circulation
Anafilaksis Lakukan pemasangan monitor, termasuk EKG
Anafilaksis merupakan reaksi sistemik multiorgan yang dan oksimetri, pada anak dengan riwayat kelainan
bersifat akut dan mungkin fatal yang disebabkan oleh jantung. Akses vena harus segera didapatkan
pelepasan mediator kimia seperti sel mast dan basofil. dengan menggunakan kateter ukuran besar, akibat
Anafilaksis biasanya memengaruhi sistem kulit, respirasi, kebutuhan cairan yang tinggi. Cairan yang dapat
kardiovaskular, dan gastrointestinal. Makanan, terutama dipilih adalah kristaloid (normal saline, Ringer
kacang, obat-obatan (termasuk kontras dan obat anastesi), Laktat). Bila timbul hipotensi ata takikardi, berikan
dan racun merupakan penyebab utama. Gejala prodromal bolus cairan 20 ml/kg untuk anak. Terapi cairan
yang muncul berupa wajah tampak kemerahan, bengkak, lainnya dapat disesuaikan dengan respon pasien.
dan urtikaria biasanya mendahului stridor. 3. Pemberian epinefrin
Penting untuk membedakan antara reaksi alergi Epinefrin diberikan dengan jalur intramuskular
dengan anafilaksis. Pada reaksi alergi, ditemukan adanya secepatnya, di daerah vastus lateralis atau deltoid.
urtikaria, angioedema, konjungtivitis, disertai dengan Dosis yang diberikan dapat dilihat pada tabel 12.2.
gatal di daerah mulut, mual, muntah, batuk, dan Epinefrin harus diberikan dengan cepat, karena
berkeringat. Sementara pada anafilaksis, didapatkan sulit awitan pemberian epinefrin berpengaruh pada
bernapas, bunyi napas tambahan, sianosis, agitasi, hingga kematian akibat anafilaksis.
pingsan. Tanda yang ditemukan pada anafilaksis adalah Bila ditemukan anak dengan kondisi syok
mengi, stridor, takikardia, hipotensi, nadi teraba lemah anafilaksis, dapat dilakukan bantuan mengikuti
dan pucat, dan gagal napas atau gagal jantung. algoritma berikut (Gambar 12.1):
*1 mikrogram/kg diberikan lebih dari 1 menit (durasi antara 30 detik sampai 10 menit), contoh 0,5 ml/kg larutan epinefrin 1:10.000 dilarutkan
dengan NaCl 0,9% dan diberikan dengan kecepatan 1 mikrogram/kg/menit
#
Konsentrasi yang digunakan dapat 1:1000 atau 1:10.000, tergantung dengan berat badan. Masalah yang sering ditemukan dengan penggunaan
larutan 1:1000 adalah volume yang sangat kecil untuk pemberian pada bayi dan anak yang lebih kecil.
Jauhkan alergen
Baringkan pasien
Infokan rawat intensif
Berikan oksigen high flow
Injeksi adrenalin IM (bisa diulang setiap 5 menit)
Mulai adrenalin IV jika terindikasi
obstruksi
obstruksi parsial/ Ulangi pemberian epinefrin IM
Ventilasi bag mask sampai komplit stridor bila tidak ada respons
intubasi atau surgical airway Nilai Airway Nebulisasi epinefrin & ulang tiap
Infus adrenalin 10 menit sesuai kebutuhan
tidak ada
nadi syok Ulangi pemberian epinefrin
Basic dan advanced life
support Nilai Circulation IM bila tidak ada respons,
sampai infus terpasang
Kristaloid 20 ml/kgBB
Jika sulit bernapas, posisikan
pasien terlentang 45O
APRC 75
BAB 13
Obstruksi Saluran Pernapasan Bawah
76
Serangan asma
Nilai derajat serangan asma
Faktor risiko mengancam nyawa
RINGAN‐SEDANG BERAT
Bicara dalam kalimat Bicara dalam kata
Lebih senang duduk daripada Duduk bertopang lengan ANCAMAN HENTI NAPAS
berbaring Gelisah Kriteria asma serangan berat
Tidak gelisah Frekuensi napas meningkat terpenuhi, ditambah:
Frekuensi napas meningkat Frekuensi nadi meningkat Mengantuk/letargi
Retraksi minimal Retraksi jelas Suara napas tak terdengar
SpO2 (udara kamar): 90‐95% SpO2 (udara kamar) <90%
PEF > 50% prediksi atau terbaik PEF ≤ 50% prediksi atau terbalik
TIDAK RESPONS
Mulai terapi awal SEGERA
Berikan oksigen 1‐2 L/menit jika SpO2 < 94% Atau MEMBURUK
Agonis 2 kerja pendek:
‐ Via nebuliser atau via MDI dan spacer (4‐10 semprot) Bila di IGD rumah sakit:
‐ Nebulisasi dapat diulang sampai 3 kali tiap 20 menit Lanjutan tata laksana sesuai derajat
dalam 1 jam serangan Bila di fasyankes primer, segera
Untuk nebulisasi ketiga pertimbangkan kombinasi agonis rujuk ke rumah sakit
2 kerja pendek dan ipratropium bromida sambil menunggu, lakukan terapi:
Pada saat serangan: Steroid sistemik Nebulisasi agonis 2 kerja pendek dan
(prednisolon/prednison):1‐2 mg/kgBB/hari, maksimal ipratropium bromida
40mg peroral (bila tidak memungkinkan, IV) Steroid sistemik (prednisolon/prednison):
Hati‐hati dalam penggunaan steroid sistemik* 1‐2 mg/kgBB/hari, maksimal 40 mg IV
(pilihan steroid lain lihat table 12.1)** Berikan oksigen 2 L/menit
Lanjutkan terapi dengan agonis 2 kerja pendek jika diperlukan TIDAK RESPONS
Nilai respons terapi dalam 1 jam berikutnya (atau lebih cepat) Atau MEMBURUK
Membaik
Penilaian sebelum dipulangkan Siapkan untuk rawat jalan
Gejala: membaik Obat pereda: lanjut sampai gejala reda/hilang
SpO2 > 94% (udara kamar) Obat pengendali: dimulai, dilanjutkan, dinaikkan
PEF membaik, dan 60‐80% sesuai dengan derajat kekerapan asma
nilai prediksi terbaik Steroid oral: lanjutkan 3‐5 hari
Kunjungan ulang ke RS dalam 2‐7 hari
Tindak lanjut
Obat pereda: diberikan jika perlu
Obat pengendali: lanjutkan dengan dosis yang sesuai
Evaluasi faktor risiko: indentifikasi dan modifikasi faktor risiko bila memungkinkan
Bila tidak tersedia obat‐obatan lain, gunakan ADRENALIN untuk asma yang berhubungan dengan
anafilaksis dan angioedema, dosis 10ug/kgBB (0.01 mg/kgBB adrenalin 1:1.000), maksimal 500ug (0.5ml)
*
Gambar 13.1. Alur tata laksana gawat darurat serangan asma pada anak di fasyankes/UGD dan rumah sakit
APRC 77
*
Pasien dengan asma serangan berat atau ancaman henti napas
yang dirujuk ke rumah sakit
Penilaian awal Apakah ada?
A: Airway B: Breathing C: Circulation Mengantuk, letargi, suara paru tak terdengar
TIDAK YA
BERAT ANCAMAN HENTI NAPAS
Bicara dalam kata Siapkan perawtan ICU
Duduk bertopang lengan Inhalasi agonis 2 kerja pendek
Gelisah Oksigen
Frekuensi napas meningkat Siapkan intubasi jika perlu
Frekuensi nadi meningkat
Retraksi jelas
SpO2 (udara kamar) < 90%
PEF < 50% prediksi atau terbaik
Mulai terapi
Inhalasi agonis 2 kerja pendek +
ipratropium bromida
Steroid IV
Oksigen untuk menjaga SpO2 94‐98%
Berikan aminofilin IV
Jika memburuk, kelola sebagai serangan asma dengan
ancaman henti napas dan pertimbangkan rawat ICU
Nilai kondisi klinis secara berkala
Periksa spirometri/PEF (satu jam setelah terapi awal)
FEV1 atau PEF 60‐80% dan FEV1 atau PEF < 60% dan
terdapat perbaikan gejala tidak terdapat perbaikan
SEDANG gejala
Pertimbangkan rawat jalan BERAT
Lanjutkan tata laksana dan
evaluasi berkala
Gambar 13.1. Alur tata laksana gawat darurat serangan asma pada anak di fasyankes/UGD dan rumah sakit (lanjutan)
Indikasi untuk dilakukan intubasi: menyebabkan relaksasi otot polos bronkus secara langsung.
• Pasien tampak kelelahan. Contoh agonis b2 kerja pendek adalah salbutamol,
• Perburukan yang progresif, dinilai dari: terbutalin, dan prokaterol. Pada serangan asma, agonis
- Kondisi klinis. b2 kerja pendek diberikan secara inhalasi lewat DPI,
- SpO2 – menurun dan/atau kebutuhan oksigen MDI dengan/tanpa spacer, atau nebuliser dengan dosis
meningkat. sesuai beratnya serangan dan respon pasien. Agonis b2
- pCO2 – meningkat. kerja pendek harus diberikan dengan dosis terendah dan
frekuensi terkecil, yaitu hanya bila diperlukan. Tremor
Ventilasi mekanik jarang diperlukan. Tidak ada dan takikardia sering dialami pasien yang menggunakan
kriteria absolut dalam mengambil keputusan untuk agonis b2 kerja pendek pertama kali, namun biasanya efek
melakukan intubasi, umumnya keputusan tersebut tersebut cepat ditoleransi.
berdasarkan kondisi klinis anak dan respon terhadap tata
laksana yang sudah diberikan. Pada kasus asma berat yang Ipratropium bromida
responsif terhadap terapi, pemeriksaan analisa gas darah Ipratropium bromida merupakan agen antikolinergik
yang rutin tidak memberikan banyak manfaat. Namun yang bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik
pada pasien yang tidak memberikan respon yang baik, muskarinik, sehingga memberikan efek dilatasi bronkus
pengambilan analisa gas darah berulang dapat membantu lewat penurunan tonus parasimpatis dalam inervasi
mengambil keputusan untuk intubasi. Prognosis baik, otonom di saluran napas. Selain itu ipratropium bromida
akan tetapi komplikasi seperti air leak syndrome dan juga dapat meringankan edema dan sekresi mukosa.
lobus collapse umum terjadi. Monitor kadar CO2 harus Pemberian kombinasi agonis b2 kerja pendek dan
dilakukan secara berkala pada semua anak yang diintubasi. ipratropium bromida pada inhalasi ke-3 saat serangan
asma menurunkan risiko rawat inap dan memperbaiki
Obat-obatan untuk serangan asma PEF dan FEV1 dibandingkan dengan agonis b2 saja.
Agonis b2 kerja pendek Sebaiknya, kombinasi agonis b2 kerja pendek dan
Merupakan agen simpatomimetik yang dapat ipratropium bromida diberikan hanya di bawah
pengawasan dokter.
APRC 79
Steroid sistemik aminofilin serum adalah 10-20 ug/ml. Oleh karena
Pemberian steroid sistemik dapat mempercepat perbaikan itu kadar aminofilin serum seharusnya diukur 1-2 jam
serangan, mencegah kekambuhan, mengurangi lama rawat setelah dosis inisial diberikan.
di rumah sakit dan direkomendasikan untuk diberikan Efek samping yang sering adalah mual, muntah, takikardi
pada semua jenis serangan. Jika memungkinkan, steroid dan agitasi. Toksisitas yang berat dapat menyebabkan
oral diberikan dalam 1 jam pertama. aritmia, hipotensi, dan kejang. Kematian biasanya
Pemberian steroid sistemik peroral sama efektifnya berhubungan dengan kadar aminofilin serum yang
dengan pemberian secara intravena. Pemberian secara tinggi. Oleh karena itu, pemberian aminofilin intravena
intavena direkomendasikan bila pasien tidak dapat harus sangat berhati-hati dan dipantau secara ketat.
menelan obat (misalnya terlalu sesak, muntah atau pasien Pasang monitor EKG selama dosis inisial diberikan.
memerlukan intubasi). Apabila dalam kurun waktu 12 jam anak telah mendapat
Setroid sistemik berupa prednisolon atau prednison terapi teofilin slow-release, maka pemberian dosis inisial
diberikan peroral dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari sebaiknya diabaikan.
dengan dosis maksimum sampai 40 mg/hari, maksimal
1 kali dalam 1 bulan. Lama pemberian 3-5 hari tanpa Magnesium sulfat (MgSO4)
tappering-off. Pertimbangkan pemberian injeksi MgSO4 pada pasien
Hati-hati bila dalam 1 bulan terakhir pasien sudah dengan asma serangan berat yang tidak membaik atau
mendapat steroid oral/sistemik. Perlu dievaluasi apakah dengan hipoksemia yang menetap setelah satu jam
indikasi steroid oral/sistemik sudah tepat, dan pikirkan pemberian terapi awal dengan dosis maksimal (agonis b2
kemungkinan pasien sudah memerlukan obat pengendali. kerja pendek dan steroid sistemik).
Obat ini tidak rutin dipakai untuk serangan asma,
Steroid inhalasi sebagai alternatif apabila pengobatan standar tidak ada
Steroid nebulisasi dengan dosis tinggi (1600-2400ug atau perbaikan. Pada penelitian multisenter didapatkan hasil
2-5 ampul budesonid) dapat digunakan untuk serangan bahwa pemberian dosis inisial MgSO4 intavena 50 mg/
asma, namun perlu diperhatikan untuk memberi dalam kgBB dalam 20 menit yang dilanjutkan dengan 30 mg/
dosis tinggi karena steroid nebulisasi dosis rendah tidak kgBB/jam mempunyai efektifitas yang sama dengan
bermanfaat untuk mengatasi serangan asma. Harap pemberian agonis b2. Pemberian MgSO4 ini dapat
diperhatikan pula bahwa penggunaan steroid inhalasi meningkatkan FEV1 dan mengurangi angka perawatan
dosis tinggi ini terbatas pada pasien-pasien yang memiliki RS.
kontraindikasi terhadap steroid sistemik, misalnya pasien MgSO4 yang tersedia dalam sediaan 20% (1g/5ml),
dengan gastritis akut. 40% (10g/25ml), atau 50% (10g/20ml) dapat diberikan
dengan bolus tunggal, bolus berulang, drip kontinu, dan
Aminofilin intravena inhalasi. Namun pemberian dengan cara bolus berulang
Aminofilin intravena diberikan pada anak dengan asma dan inhalasi jarang dilakukan. MgSO4 diberikan dengan
serangan berat atau ancaman henti napas yang tidak dosis sebagai berikut (Tabel 13.2):
berespons terhadap dosis maksimal inhalasi agonis b2
dan steroid sistemik. Dosis inisial diberikan selama 20 Adrenalin
menit dengan dosis 6-8 mg/kgBB, dilanjutkan dengan Apabila tidak tersedia obat-obatan lain, dapat digunakan
pemberian rumatan secara drip 1mg/kgBB/jam. Loading adrenalin. Epinefrin (adrenalin) intramuskular diberikan
1mg/kgBB akan meningkatkan kadar aminofilin serum sebagai terapi tambahan pada asma yang berhubungan
2 ug/ml. Untuk efek terapi maksimal, target kadar dengan anafilaksis dan angioedema dengan dosis 10ug/
kgBB (0,01 ml/kgBB adrenalin 1:1.000), dengan dosis tahun. Bronkiolitis umumnya disebabkan oleh infeksi
maksimal 500 ug (0.5ml). obat ini tidak diindikasikan saluran pernapasan bawah pada bayi. Setiap tahun,
untuk serangan asma lainnya. Namun demikian, di umumnya menyerang 10% bayi dan 2-3% diantaranya
fasyankes yang tidak tersedia alat inhalasi, dapat diberikan mendapatkan perawatan di rumah sakit.
injeksi adrenalin untuk serangan asma. Berbagai macam virus yang menginfeksi sistem
saluran pernapasan menyebabkan munculnya tanda atau
Asma pada anak balita gejala yang sama. Etiologi bronkiolitis tersering adalah
Diagnosis asma pada anak usia ≤5 tahun (balita), Respiratory Syncytial Virus (RSV) pada 60-70% kasus, dan
merupakan suatu tantangan tersendiri karena manifestasi beberapa penyebab lain seperti virus parainfluenza, virus
klinis tidak spesifik dan beragam. Mengi berulang influenza dan adenovirus.
merupakan gejala paling sering terjadi, tetapi tidak dapat Pada awitan awal, bayi dan anak penderita
menegakkan diagnosis asma secara langsung, karena bronkiolitis akut akan mengalami demam, pilek dengan
mengi pada anak balita dapat disebabkan oleh banyak hal, sekret banyak, batuk keras dan kesulitan untuk makan
salah satu yang tersering adalah infeksi virus pada saluran dan minum. Selanjutnya anak akan terlihat sesak dengan
napas atas sehingga timbul obstruksi parsial. Kekerapan laju napas cepat, hipoksia dan gejala distres pernapasan
dan lamanya mengi, ditambah dengan riwayat alergi seperti napas cuping hidung dan retraksi otot napas
pada keluarga, menjadi indikator utama untuk memulai tambahan. Pada pemeriksaan fisis akan ditemukan mengi
dugaan kearah asma. yang dominan, disertai ronki dan pemanjangan waktu
ekspirasi. Abdomen dapat mengalami distensi karena
hiperinflasi paru. Kesulitan makan berkaitan dengan
Tata laksana serangan asma anak balita
sesak napas yang makin hebat merupakan alasan tersering
Alur tata laksana serangan asma pada anak balita dapat
untuk dirawat di rumah sakit. Temuan pada pemeriksaan
dilihat pada Gambar 13.2. Pada prinsipnya gejala
fisis bersifat khas (Tabel 13.3).
serangan asma pada anak balita hampir sama dengan
Bronkiolitis akut adalah penyakit yang dapat
anak diatas 5 tahun, kecuali pada beberapa indikator
sembuh sendiri dengan mortalitas rendah (<1%).
tertentu terdapat perbedaan. Kemungkinan perburukan
Mortalitas dapat meningkat sampai 30% jika infeksi
klinis lebih cepat terjadi, sehingga klasifikasi serangan
terjadi pada bayi dan anak dengan risiko tinggi seperti
asma pada anak balita lebih agresif.
prematuritas, defisiensi atau penekanan sistem imun
atau defek jantung kongenital (Tabel 13.4). Walaupun
mortalitasnya rendah, bronkiolitis berhubungan dengan
13.3. BRONKIOLITIS
peningkatan morbiditas pada populasi bayi dan anak
Bronkiolitis merupakan penyakit tersering dan penyebab
sehat.
sindrom gawat napas akut pada bayi dan anak umur
Pemeriksaan foto thoraks biasanya tidak
kurang dari 2 tahun, dengan insiden puncak pada
menunjukkan gambaran yang spesifik, umumnya paru
tahun pertama kehidupan. Sembilan puluh persen
akan terlihat hiperinflasi dengan penekanan diafragma
pasien berusia 1-9 bulan dan jarang pada usia diatas 1
APRC 81
Balita dengan eksaserbasi akut atau subakut atau episode
wheezing
Pertimbangkan diagnosis lain
Nilai kondisi anak Faktor risiko untuk rawat inap
RINGAN‐SEDANG BERAT atau MENGANCAM NYAWA
Sesak napas Salah satu
Bicara per kalimat Tidak dapat bicara/minum
Laju nadi < 100x/menit Bicara perkata
SpO2 ≥94% Sianosis sentral mungkin ada
Intensitas wheezing bervariasi Agitasi/bingung/mengantuk/penurunan
kesadaran
MULAI TERAPI Retraksi subkostal/subglotik berat
Salbutamol 100ug 2 semprot (MDI+spacer) atau SaO2 <90%
2,5mg (nebulisasi) Auskultasi: silent chest
Ulangi setiap 20 menit dalam 1 jam pertama jika Laju nadi >200x/menit (0‐3 tahun) atau
perlu 180x/menit (4‐5 tahun)
Kontrol oksigen: target saturasi 94‐98%
OBSERVASI KETAT selama 1‐2 jam
TIDAK RESPONS SEGERA
Transfer ke ruang high care, jika:
Atau MEMBURUK
Respons terhadap salbutamol tidak baik selama
1‐2 jam
Tanda eksaserbasi akut
Laju napas meningkat TRASFER HIGH LEVEL CARE (PICU)
Saturasi oksigen menurun Sambil menunggu berikan:
Salbutamol 100ug, 6 semprot (MDI + spacer)
Perbaikan atau 2,5mg (nebulisasi). Ulangi setiap 20
LANJUTKAN TERAPI JIKA PERLU menit jika perlu
Observasi ketat seperti diatas Oksigen (untuk menjaga saturasi ≥94%)
Jika gejala muncul lagi dalam 3‐4 jam: Prednisolon/prednison 2mg/kgBB/hari
Berikan salbutamol 2‐3 semprot ekstra/jam (maksimal 20mg<2 tahun, 30mg 2‐5tahun)
Berikan prednisolon/prednison 2mg/kgBB/hari Pertimbangkan 160mg ipratropium bromida
(maksimal 20mg untuk <2thn, 30 mg untuk 2‐5 (atau 250ug dengan nebuliser), ulangi setiap
tahun) per oral 20 menit dalam 2 jam bila perlu
Perbaikan
RENCANA PULANG/FOLLOW UP
Yakinkan peralatan di rumah adekuat
Obat pereda: Dilanjutkan seperlunya TIDAK RESPONS atau MEMBURUK
Obat pengendali: Pertimbangkan perlu/tidak, setelah pemberian 10 semprot
pengaturan dosis pengendali reguler salbutamol setelah 3‐4 jam
Periksa teknik inhaler dan kepatuhan
Follow up: dalam 1‐7 hari
Jelaskan rencana terapi selanjutnya
KUNJUNGAN FOLLOW UP
Pereda: dikurangi (bila perlu)
Pengendali: Lanjutkan atau disesuaikan dengan penyebab eksaserbasi dan durasi penggunaan salbutamol
Faktor risiko: Cek dan koreksi faktor risiko eksaserbasi, termasuk teknik inhaler dan kepatuhan
Rencana Aksi Asma (RAA): Mengerti? Digunakan dengan BENAR? Perlu modifikasi?
Jadwalkan kunjungan berikutnya
Bila tidak tersedia obat‐obatan lain, gunakan ADRENALIN untuk asma yang berhubungan dengan
anafilaksis dan angioedema, dosis 10ug/kgBB (0,01 mg/kgBB adrenalin 1:1.000), maksimal 500ug (0,5ml)
Gambar 13.2. Tata laksana serangan asma pada anak balita di fasyankes/UGD
kebawah sehingga terlihat datar sebagai akibat obstruksi Bronkiolitis dapat memicu gagal jantung pada bayi
jalan napas disertai air trapping, terdapat infiltrat dan dengan riwayat kelainan jantung yang tidak terdiagnosis.
peribronchial filling. Respiratory syncytial virus dan virus Perbandingan gejala dapat dilihat pada Tabel 13.5.
lainnya dapat dikultur dan diidentifikasi menggunakan Dalam penegakkan diagnosis bronkiolitis, perlu
teknik fluorescent antibody pada sekret nasofaringeal. memperhatikan manifestasi klinis yang dapat menyerupai
Hipoksia dapat dideteksi dengan alat saturasi oksigen penyakit infeksi saluran pernapasan yang lain. Diagnosis
atau pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD). Pada kasus banding sebaiknya dipikirkan, misalnya asma, bronkitis,
yang berat akan terjadi retensi CO2. gagal jantung kongestif dan edema paru, yang memiliki
APRC 83
gambaran klinis menyerupai bronkiolitis. Selain itu diperah dan diberikan melalui pipa nasogastrik.
pneumonia juga dapat memberikan gambaran klinis dan • Awasi kondisi apnu/hipoventilasi pada bayi usia <2
pemeriksaan penunjang yang menyerupai bronkiolitis. bulan dengan memperhatikan:
Oleh karena itu, untuk menentukan diagnosis bronkiolitis - SpO2
pada anak, harus memperhatikan epidemiologi, rentang - Frekuensi napas/monitor apnu, dan
usia terjadiya kasus, dan musim-musim tertentu dalam - Pemantauan pCO2 dapat dilakukan secara
satu tahun. transkutaneus dan kapiler.
Demam tinggi umumnya berhubungan dengan • Ventilasi mekanik dibutuhkan pada 2% bayi yang
pneumonia, epiglotitis dan trakeitis bakterialis. Pada dirawat di rumah sakit, sehingga alat non-invasif
kebanyakan kasus, Asma lebih sering disertai oleh infeksi seperti High Flow Nasal Canule (HFNC) dan
pernapasan atas, dan demam jarang ditemukan pada Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) dapat
anak dengan asma, sedangkan demam ringan merupakan mengurangi perlunya intubasi. Pada beberapa kasus
gejala khas dari bronkiolitis. Namun perlu diingat yang berat, bayi dengan keadaan berikut mungkin
kesulitan bernapas tanpa disertai stridor dan mengi perlu diintubasi dan memerlukan ventilator:
namun disertai demam tinggi, pneumonia perlu dicurigai - Apnu berulang
sebagai penyebabnya. - Kelelahan, atau
- Hiperkapnia berat dan hipoksia
Tata laksana kegawatdaruratan bronkiolitis • Pantau SpO2 dan CO2 pada bayi yang diintubasi
Tata laksana umumnya bersifat suportif, walaupun secara berkelanjutan.
terdapat pengobatan antivirus spesifik untuk RSV, tetapi • Penggunaan agonis b2 dan antibiotik masih belum
tidak digunakan secara rutin. direkomendasikan karena kurangnya bukti ilmiah,
• Nilai ABC (Airway, Breathing, Circulation) begitu pula dengan steroid inhalasi dan sitemik yang
• Pastikan jalan napas terbuka dan bersih: penggunaan masih kontroversial. Bronkiolitis akut umumnya
kateter suction kedalam rongga hidung dapat dapat sembuh sendiri dalam waktu 2 minggu.
membantu membersihkan rongga hidung dan Namun, sekitar 40-50% bayi yang dirawat dengan
nasofaring sehingga dapat memberikan dampak bronkiolitis akan mengalami episode batuk dan
yang signifikan terhadap bayi dengan distress napas. mengi berulang pada 3-5 tahun berikutnya.
• Berikan oksigen konsentrasi tinggi menggunakan • Inhalasi menggunakan albuterol/fenoterol dan
masker dengan kantong reservoar. Monitor SpO2 epinefrin lebih efektif. Racemic epinephrine 2,25%
dan pertahankan pada 94-98%. Pada kondisi dan L-epinephrine 0,1% dengan dosis 0,1mg/KgBB
ringan dan yang sudah mengalami perbaikan dapat dan 0,05 mg/KgBB setiap 4 jam memberikan hasil
menggunakan oksigen nasal kanul <2L/menit. yang baik.
• Pertimbangkan penggunaan alat dengan pelembab,
posisi tengkurap dan sistem udara aliran tinggi.
• Pertahankan status hidrasi dan nutrisi. Pada bayi Daftar bacaan
dengan distres napas yang signifikan, menjaga 1. ahajoe N, Kasrtasasmita CB, Supriyatno B, Setyanto
R
DB. Pedoman Nasional Asma Anak. Jakarta: Badan
status hidrasi dan nutrisi melalui pipa nasogastrik,
penerbit IDAI. 2014
atau melalui jalur intravena dengan memberikan 2. Ralston SL, Lieberthal AS, Meissner HC, Alverson
cairan sebanyak 2/3 dari kebutuhan total cairan BK, Baley JE, Gadomski AM, Johnson DW, et al.
perhari. Memberikan ASI secara langsung dapat Clinical practice guideline: the diagnosis, management,
and prevention of bronchiolitis. Pediatrics.
memperberat kondisi sesak sehingga ASI sebaiknya 2014;134(5):e1474-1502.
APRC 85
BAB 14
Trauma Kepala
14.1. PENDAHULUAN Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus trauma kepala
Trauma merupakan penyebab utama kematian dan pada anak, mengalami cedera pada otak yang dapat
disabilitas pada anak di seluruh dunia (Gambar 14.1). menyebabkan gangguan fungsi kognitif dan motorik
Berdasarkan laporan WHO, secara global, sekitar 1 yang menetap, bahkan kematian. Hampir sekitar 40%
juta anak dan remaja meninggal karena trauma setiap kematian anak dan remaja pada kasus trauma disebabkan
tahunnya. Di Benua Asia, trauma berkontribusi pada lebih cedera otak akibat trauma kepala. Kasus cedera otak
dari 50% kematian pada anak. Beban yang ditimbulkan akibat trauma kepala sering disertai cedera servikal.
akibat trauma sangat besar, dan kematian hanya sebagian Sebagian besar kasus trauma kepala pada anak terjadi
kecilnya. Banyak anak yang selamat pada kasus trauma karena jatuh, sementara pada remaja disebabkan karena
mengalami keterbatasan fungsional yang sementara atau kecelakaan lalu lintas.
permanen.
Trauma kepala merupakan salah satu bentuk trauma
yang paling banyak terjadi pada anak. Namun demikian, 14.2. KLASIFIKASI
sebagian besar kasus trauma kepala pada anak termasuk Klasifikasi trauma secara umum dapat dibagi berdasarkan
trauma kepala ringan yang tidak mencederai otak dan jumlah bagian tubuh yang cedera secara signifikan (trauma
tidak meninggalkan gejala sisa. tunggal atau multipel), keparahan cedera (ringan, sedang,
atau berat) dan mekanisme trauma (tumpul atau tajam).
kecelakaan lalu lintas Pada anak, kebanyakan kasus trauma adalah trauma
Lain-lain* 22,3%
31,1% tumpul, sedangkan pada remaja, trauma tajam terjadi
pada sekitar 15% kasus trauma dan memiliki angka
kejadian kematian yang lebih tinggi.
Pada kasus trauma kepala, klasifikasi yang umum
dilakukan adalah berdasarkan keparahan cedera, yang
Perang Tenggelam secara objektif dinilai dengan skor Skala Koma Glasgow
2,3% 16,8%
Cedera oleh diri sendiri Pediatrik (SKG pediatrik). Semakin rendah skor SKG,
4,4%
semakin berat cedera dan semakin buruk prognosisnya.
Pembunuhan Luka bakar
5,8% 49,1% Klasifikasi trauma kepala pada anak yaitu:
Keracunan Jatuh
3,9% 4,2% • Trauma kepala ringan : skor SKG 13-15
Gambar 14.1. Penyebab kematian pada anak dengan kasus trauma • Trauma kepala sedang : skor SKG 9-12
secara global
Sumber: WHO 2008, Global Burden of Disease: 2004 update.
• Trauma kepala berat : skor SKG 3-8
86
Trauma kepala juga dapat diklasifikasikan dari imobilisasi leher pada kasus yang dicurigai
cedera otak yang terjadi. Cedera otak dapat terjadi secara terdapat trauma leher.
fokal, difus, atau keduanya.
B : Lakukan penilaian fungsi pernapasan dengan
melihat pola dan laju pernapasan; berikan terapi
• Cedera fokal : Kontusio pada kasus ringan atau
oksigen jika terdapat penurunan saturasi oksigen
perdarahan intrakranial pada
(<95%)
kasus yang lebih berat (epidural
C : Lakukan penilaian sirkulasi dengan memeriksa
hematom, subdural hematom,
sirkulasi perifer (capillary refill time), nadi, dan
atau perdarahan subarachnoid)
tekanan darah; berikan resusitasi cairan apabila
• Difus : Kontusio pada kasus ringan atau
terdapat gangguan sirkulasi
cedera aksonal difus pada kasus
D : Lakukan penilaian derajat kesadaran anak dengan
berat
menggunakan Skala Koma Glasgow Pediatrik
Perhatian lebih harus diberikan pada saat E : Lakukan pemeriksaan kadar glukosa darah
mengklasifikasikan trauma kepala pada anak dengan usia
kurang dari 2 tahun, karena pada kelompok usia tersebut Segera setelah survei primer dilakukan, lakukan
memiliki karakteristik: survei sekunder untuk menentukan tatalaksana definitif
1. Pemeriksaan fisis dan penilaian klinis lebih sulit pada pasien.
dilakukan
2. Proses kerusakan intrakranial seringkali tidak Survei Sekunder
memberikan gejala (asimtomatik) a. Anamnesis
3. Tulang kepala dapat mengalami keretakan pada • Bagaimana mekanisme rinci proses trauma
proses trauma yang ringan • Apakah terjadi trauma multipel; Bagian tubuh
4. Cedera otak akibat trauma kepala lebih sering terjadi mana saja yang mengalami trauma
pada usia kurang dari 2 tahun • Bagaimana kondisi anak setelah terjadi trauma,
apakah pingsan (turun kesadaran) atau sadar
(menangis); Jika terdapat penurunan kesadaran,
14.3. PENDEKATAN KLINS berapa lama terjadinya
Tujuan utama evaluasi pada anak dengan trauma kepala • Apakah terdapat hilang ingatan (amnesia);
adalah untuk memastikan ada tidaknya cedera otak yang Berapa lama amnesia terjadi
membutuhkan intervensi segera. Sesuai prinsip pada • Apakah anak mengeluhkan nyeri kepala,
semua kasus trauma, maka pada kasus trauma kepala muntah, atau terdapat kejang
pada anak, hal yang pertama kali dilakukan adalah • Apakah terdapat perdarahan dari hidung, mulut,
melakukan survei primer dan memberikan tatalaksana atau telinga
segera berdasarkan temuan pada survei primer. • Apakah terdapat benjol atau memar dan luka di
kepala setelah trauma; apakah terlihat perubahan
Survei Primer bentuk dari kepala
A : Lakukan penilaian jalan napas dan apabila • Apakah terdapat benjol atau memar dan luka
terdapat gangguan jalan napas, lakukan tindakan di leher, dada, perut, atau ekstremitas setelah
untuk memastikan patensi jalan napas (lihat Bab trauma; apakah terlihat perubahan bentuk pada
Prosedur mempertahankan jalan napas); leher, dada, perut, atau ekstremitas
APRC 87
• Apakah anak memiliki riwayat gangguan Pemeriksaan radiologi pada anak dengan kasus
perdarahan; apakah terdapat riwayat gangguan trauma kepala tidak rutin dilakukan pada semua
neurologis sebelum terjadi trauma kasus. Penggunaannya harus menimbang antara
• Apakah terdapat riwayat penyalahgunaan obat keuntungan dan risiko akibat radiasi yang
atau alkohol ditimbulkan. Secara umum, pada anak dengan
• Apabila terdapat ketidaksesuaian antara kasus trauma kepala yang berisiko mengalami
mekanisme trauma dengan derajat trauma, cedera intrakranial harus segera dilakukan
selalu pikirkan adanya kemungkinan child abuse pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan radiologi
yang dipilih adalah CT scan. Adapun rontgen
b. Pemeriksaan Fisis sangat terbatas penggunaannya dan hanya
dilakukan jika ada dokter yang ahli dalam
Kesadaran : Nilai tingkat kesadaran anak dengan membaca radiologi anak. Algoritma indikasi
menggunakan Skala Koma Glasgow pemeriksaan CT scan pada kasus trauma kepala
Pediatrik. Nilai juga status mental anak yang dapat dilihat pada Gambar di bawah
(sadar penuh, bingung, gaduh-gelisah ini (Gambar 14.2).
atau tidak responsif ) Gambar 14.2. Algoritma indikasi pemeriksaan
Kepala : Hematoma, laserasi, deformitas CT scan pada kasus trauma kepala anak.
(depresi tulang), tanda fraktur Sumber: Rekomendasi Penatalaksanaan Trauma
tengkorak (otorea, hemotimpanum, Kepala. IDAI, 2016
rinorea, raccoon eye, battle sign)
Saraf Kranial : Refleks pupil (nervi II dan III), Doll’s
eye response (Nervi III, IV, dan VI), 14.4. TATA LAKSANA
respon okulomotor kalorik (Nervi Secara umum tatalaksana kasus trauma kepala pada anak
III, IV, VI, dan VIII), refleks kornea dan remaja antara lain:Pasien harus dibawa ke pusat
dan seringai wajah (Nervi V dan VII), layanan kesehatan yang sesuai dengan memperhatikan
refleks muntah (Nervi IX dan X) masing-masing kondisi yang ditemukan apabila terdapat
Leher : Jejas trauma, deformitas, nyeri, salah satu dari keadaan berikut:
kekakuan • Trauma multipel
Dada : Jejas trauma, deformitas, krepitasi, • Kecurigaan trauma servikal
nyeri • Gangguan neurologis sebelumnya
Abdomen : Jejas trauma, nyeri • Diatesis hemoragik
Ekstremitas : Jejas trauma, deformitas, krepitasi, • Trauma kepala yang disengaja
nyeri • Kendala bahasa antara pasien/orang tua dengan
Sensorimotor : Tonus otot, koordinasi, reaksi dokter
terhadap rangsang nyeri • Penyalahgunaan obat atau alkohol
Refleks : Refleks fisiologis, refkleks patologis,
dan klonus 1. Apabila tidak terdapat kondisi yang disebutkan di
atas, selanjutnya nilai pasien apakah terdapat kondisi
c. Pemeriksaan Penunjang berikut:
• Pemeriksaan darah tepi lengkap • Kelainan pada tulang tengkorak
• Pemeriksaan radiologi • Kelainan pada pemeriksaan fisis mata
Keterangan:
* jika terdapat tanda tersebut, maka sangat besar kemungkinan anak mengalami cedera intrakranial, sehingga CT scan kepala harus segera
dilakukan
** pada kondisi ini, CT scan kepala dapat dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut: jika lebih dari 1 kondisi yang ditemukan,
pasien tampak perburukan saat observasi, pengalaman dokter yang merawat, orang tua meminta untuk CT scan, usia pasien kurang dari
3 bulan
*** pada kondisi ini, CT scan tidak dilakukan dan lakukan observasi minimal 24 jam
• Kelainan pada pemeriksaan neurologis melakukan observasi di rumah atau di rumah sakit,
Apabila terdapat kondisi tersebut, segera tergantung pada penilaian dokter terhadap orang tua
konsultasikan dengan spesialis yang sesuai, atau keluarga pasien apakah mampu dan kompeten
kemudian lakukan pemeriksaaan CT Scan kepala untuk melakukan observasi di rumah. Ketentuan
segera dan rujuk ke pusat kesehatan dengan fasilitas observasi antara lain:
bedah syaraf. • Lama observasi minimal adalah 24 jam
2. Apabila dokter memutuskan untuk melakukan • Apabila ditemukan tanda cedera intrakranial,
observasi terlebih dahulu, dapat dipilih untuk seperti:
APRC 89
o Anak tampak tidur terus atau tidak sadar hipertonis. Hindari tindakan invasif atau hal-hal
o Anak menjadi gelisah atau tampak yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
kebingungan intrakranial
o Terjadi kejang • Apabila terdapat demam, berikan obat penurun
o Mengeluh sakit kepala yang menetap atau panas
bertambah sakit • Pantau kadar glukosa darah. Secara umum,
o Kekakuan di leher target kadar glukosa darah adalah < 200 mg/dl
o Muntah yang menetap, terutama di pagi • Lakukan monitoring ketat selama 12-48 jam
hari
o Keluar cairan atau darah dari lubang telinga Alur tatalaksana trauma kepala pada anak usia di
dan/atau hidung atas 2 tahun dapat dilihat pada Gambar 14.3. Sedangkan,
o Ubun-ubun besar menonjol untuk kasus trauma kepala pada anak usia kurang dari 2
o Terdapat gangguan gerak tahun pada Gambar 14.4.
Segera bawa ke rumah sakit jika sebelumnya
observasi di rumah atau jika observasi dilakukan
di rumah sakit, segera konsultasi dengan 14.5. ANJURAN UNTUK ORANGTUA
spesialis yang sesuai, segera lakukan pemeriksaan 1. Trauma kepala yang ringan yang tanpa disertai
CT scan, dan jika diperlukan rujuk ke pusat penurunan kesadaran, dapat dilakukan perawatan di
kesehatan dengan fasilitas bedah syaraf rumah
2. Lakukan tirah baring selama 3 hari
Medikamentosa 3. Selama observasi di rumah sebaiknya tidak minum
• Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri obat anti muntah karena dapat menutupi gejala
• Apabila terdapat kejang, segera berikan tatalaksana perburukan, yaitu muntah. Berikan analgesik jika
untuk kejang (lihat Bab Kejang). Pada kasus yang diperlukan
berat, pemberian profilaksis obat antikejang terbukti 4. Pengawasan dilakukan dengan memeriksa anak tiap
meningkatkan luaran paska cedera kepala 2-3 jam hingga 72 jam setelah trauma
• Apabila terdapat tanda peningkatan tekanan 5. Apabila terdapat tanda berikut, segera bawa anak ke
intrakranial (penurunan kesadaran, muntah, pupil rumah sakit:
anisokor, pola pernapasan ireguler, tekanan darah • Anak tampak tidur terus atau tidak sadar
meningkat, nadi lambat), dapat diberikan cairan • Anak menjadi gelisah atau tampak kebingungan
hipertonis, yaitu: • Terjadi kejang
o Manitol 20% dengan dosis 0,5-1 gram/kgBB • Mengeluh sakit kepala yang menetap atau
tiap 8 jam bertambah sakit
o NaCl 3% dengan dosis inisial 2-6 ml/kgBB, • Kekakuan di leher
dilanjutkan dengan rumatan melalui infus • Muntah yang menetap, terutama di pagi hari
kontinu 0,1-1 ml/kgBB/jam atau 2 ml/kgBB • Keluar cairan atau darah dari lubang telinga
tiap 6 jam dan/atau hidung
Pemantauan kadar elektrolit dan diuresis berkala • Ubun-ubun besar menonjol
harus dilakukan jika dilakukan pemberian cairan • Terdapat gangguan gerak
Gambar 14.3. Algoritme evaluasi anak dan remaja dengan trauma kepala ringan.
Sumber: Rekomendasi Penatalaksanaan Trauma Kepala IDAI 2016.
APRC 91
Gambar 14.4. Algoritme evaluasi anak kurang dari 2 tahun dengan cedera kepala ringan.
Sumber: Rekomendasi Penatalaksanaan Trauma Kepala IDAI 2016
15.1. PENDAHULUAN Tidak adanya patah tulang iga pada foto toraks tidak
Trauma toraks merupakan keadaan emergensi pediatrik menyingkirkan kemungkinan adanya gangguan organ di
yang ditemui di unit gawat darurat. Empat belas persen dalam dada dan sebaliknya adanya tanda patah tulang
kematian trauma disebabkan karena trauma toraks. iga menunjukkan adanya transfer energi yang besar
Hampir 80% disebabkan trauma tumpul. Pada trauma (high energy transfer). Mekanisme high energy transfer
toraks, kemungkinan kematian adalah 5-8% dan ini menyebabkan angka kejadian kontusio paru pada
meningkat jika disertai dengan trauma lainnya. anak dua kali lebih besar dibandingkan dewasa, dengan
Kontusio paru merupakan jenis trauma toraks proporsi riwayat patah tulang iga yang rendah.
yang paling sering ditemukan, yaitu 70%, diikuti oleh Anak memiliki cadangan pernapasan yang relatif
fraktur tulang iga dan pneumotoraks. Trauma pada organ rendah, laju metabolisme yang tinggi, dan kapasitas
di mediastinum jarang terjadi pada anak. Flail chest fungsional residual yang rendah. Keadaan tersebut
merupakan jenis trauma toraks yang paling berbahaya dan menyebabkan anak mudah mengalami desaturasi pada
memiliki angka mortalitas tinggi. Trauma pada struktur saat suplai oksigen berkurang. Anak-anak memiliki
trakeobronkial terjadi sebagai bagian dari multipel toleransi yang buruk pada masalah di dinding dada,
trauma dan 80% ruptur terjadi di karina bronkus kanan. misalnya pada flail chest. Hal ini disebakan oleh bentuk
Penyebab trauma toraks pada anak dapat dilihat pada struktur anatomis tulang iga anak yang relatif horizontal,
Gambar 15.1. Total >100% karena sebagian besar pasien serta kekuatan otot yang belum cukup kuat.
(>48%) mengalami multipel trauma. Trauma dada iatrogenik juga perlu diperhatikan,
Secara umum, anak memiliki struktur anatomi misalnya akibat tindakan intubasi. Trakhea anak relatif
dinding dada yang elastis. Tulang iga anak bersifat pendek, hal ini menyebabkan mudahnya endotracheal
lentur, tulang rawan iga belum terosifikasi, dan tube untuk bergeser ke cabang utama bronchus atau ke
perlekatan ligamen masih lunak. Fitur-fitur ini membuat esofagus. Bantuan ventilasi tekanan positif dengan bag
dinding dada sangat lenting dan benturan yang terjadi valve mask dapat menyebabkan distensi gaster, serta inflasi
langsung diteruskan ke organ didalamnya. Anak juga berlebihan pada paru dapat menyebabkan pneumotoraks
memiliki jumlah jaringan lunak yang lebih sedikit, (terutama setelah intubasi, apabila endotracheal tube telah
sehingga mekanisme peredaman benturan kurang baik. bergeser melewati karina). Apabila terjadi pneumotoraks
Karenanyan tidak ditemukan tanda kelainan eksternal traumatik maka pemberian ventilasi dapat menyebabkan
tidak dapat menyingkirkan kemungkinan adanya trauma tension pneumotoraks.
organ dalam. Kecurigaan dan pemeriksaan yang teliti
harus dilakukan pada riwayat benturan yang keras.
93
Gambar 15.1. Penyebab trauma toraks pada anak Gambar 15.2. Foto toraks bayi 1 tahun yang mengalami patah
(Sumber: A Clinical Decision Rule for Identifying Children with tulang iga akibat trauma kekerasan rumah tangga. (Image courtesy:
Thoracic Injuries After Blunt Torso Trauma) David R. Pauze)
15.2. DIAGNOSIS
Identifikasi masalah pada trauma toraks dapat dilakukan 15.3. ANAMNESIS
pada saat melakukan survei primer maupun survei Anamnesis yang teliti tentang mekanisme terjadinya
sekunder. Satu hal yang penting, memastikan jalan nafas trauma merupakan petunjuk yang penting untuk
(airway) tetap terbuka merupakan prioritas pertama memperkirakan kecurigaan trauma toraks yang
tindakan resusitasi pada anak. mengancam nyawa. Mekanisme trauma yang terjadi
Hal penting kemudian yang harus dilakukan adalah dengan benturan yang kuat dan menyebabkan mekanisme
melakukan evaluasi pernapasan (breathing). Masalah deselerasi-akselerasi seperti kecelakaan antar kendaraan
pernapasan dapat disebabkan oleh trauma langsung pada bermotor, atau kecelakaan tunggal, kecelakaan kendaraan
dinding dada atau dapat disebabkan oleh efek dari cedera bermotor dengan pejalan kaki, atau jatuh dari tempat
anatomis yang bermanifestasi pada gangguan pernapasan tinggi. Apabila diperoleh gambaran klinis yang tidak
(misalnya takipnea pada syok dan pernapasan ireguler sesuai dengan riwayat trauma, misalnya ditemukan patah
pada cedera kepala). Konsekuensi umum dari trauma tulang iga atau flail chest padahal anak dikatakan tidak
yang berat seperti dilatasi gaster atau aspirasi paru setelah mengalami benturan yang keras, maka perlu dicurigai
muntah atau regurgitasi dapat memperberat fungsi penganiayaan anak (child abuse) (Gambar 15.2) dan atau
pernapasan. adanya penyakit tulang seperti osteogenesis imperfekta.
Trauma toraks harus selalu dipikirkan pada anak
yang mengalami trauma berat karena dapat mengancam
nyawa dan membutuhkan tindakan resusitasi segera, 15.4. PEMERIKSAAN FISIK
pada saat survei primer. Trauma toraks terkadang Pada pemeriksaan fisik, perlu diingat bahwa beberapa
baru dapat ditemukan pada saat survei sekunder yang kasus trauma seperti kontusio paru dan trauma tumpul
membutuhkan tindakan kegawatdaruratan. Beberapa pada jantung mungkin tidak terlalu tampak pada penilaian
keadaan membutuhkan tindakan bedah spesialistik awal. Apabila ditemukan jejas, hilangnya suara paru,
segera.
APRC 95
mengidentifikasi jenis trauma yang tidak • Tanda
teridentifikasi oleh foto toraks atau USG. Namun, - Anak tampak hipoksik dan syok
penggunaannya secara rutin masih diperdebatkan - Tampak tanda distress pernapasan (kecuali
mengingat rendahnya insidensi jenis trauma tersebut tidak sadar)
dan besarnya radiasi yang harus diterima oleh pasien. - Penurunan alir udara pernapasan (air
Pemeriksaan CT Scan dilakukan bila ditemukan entry) dan perkusi hipersonor pada sisi
siluet abnormal di mediastinum pada pemeriksaan pneumotoraks
foto toraks polos terutama pada kasus dengan - Peningkatan tekanan vena jugular (Lebih
riwayat trauma deselerasi. Pada kondisi tersebut terlihat pada anak yang kurus)
CT Scan dapat membantu mengidentifikasi trauma - Trachea deviasi dari sisi paru yang
aorta dan ruptur trakeobronkial. mengalami pneumotoraks (biasanya tidak
Pemeriksaan ekokardiografi direkomendasikan mudah terdeteksi secara klinis)
pada kasus-kasus dengan kecurigaan trauma jantung • Resusitasi
dan tamponade jantung. Pemeriksaan FOCUS - Segera berikan High flow oksigen dengan
(focused cardiac ultrasound), POCE (point of care reservoir mask
echocardiography) dan FTTE (focused transthoracic - Lakukan needle thoracocentesis untuk
echocardiography) merupakan jenis pemeriksaan dekompresi
yang sangat bermanfaat untuk tatalaksana di - Pasang chest drain untuk mencegah rekurensi
ruang emergensi. Pemeriksaan ini dapat membantu
penilaian adanya efusi perikardium, preload jantung, 2. HEMOTORAKS MASIF
ukuran ventrikel dan fungsi umum ventrikel Hematotoraks sering ditemukan pada trauma
yang kemudian dapat mempercepat keputusan toraks, dan sering disertai kontusio paru, fraktur
tatalaksana. Penelitian membuktikan bahwa pasien tulang iga, dan pneumotoraks. Hematotoraks tejadi
yang dilakukan ekokardiografi emergensi lebih akibat robekan pembuluh darah (arteri atau vena) di
cepat terdiagonis, angka kesintasan lebih besar, dan paru, mediastinum, dinding dada, atau kombinasi
memiliki luaran neurologi yang lebih baik. ketiganya. Hemotoraks masif dapat menyebabkan
syok hemoragik.
• Tanda klinis
15.6. TRAUMA TORAKS YANG - Tanda klinis syok dan hipoksia walaupun
telah diberikan oksigen
MENGANCAM NYAWA
- Penurunan gerakan dada
1. TENSION PNEUMOTHORAX
- Penurunan aliran udara pernapasan (air
Tension pneumothorax merupakan keadaan gawat
entry)
darurat yang dapat dengan cepat merenggut nyawa
- Perkusi pekak di sisi hemotoraks
jika tidak dilakukan penanganan segera.
• Resusitasi
Udara menimbulkan tekanan pada rongga pleura,
- Segera berikan High flow oxygen dengan
mendorong mediastinum, menekan pembuluh
reservoir mask
darah besar, menyebabkan gangguan aliran balik
- Segera pasang akses vaskular untuk
vena ke jantung dan menurunkan curah jantung.
resusitasi cairan atau t penggantian volume
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan/ gejala
darah yang hilang
klinis, serta pemeriksaan radiografi.
APRC 97
• Resusitasi • Tanda
- Berikan oksigen high-flow melalui masker - Ditemukan tanda-tanda syok
rebreathing - Suara jantung menjauh (melemah)
- Intubasi endotrakeal dan ventilasi - Distensi vena juguler. (tidak terlihat pada
tekanan positif apabila anak tidak mampu hipovolemik)
mengompensasi usaha nafas. • Resusitasi
- Apabila bantuan ventilasi dibutuhkan, - Berikan high-flow oksigen dengan masker
diteruskan hingga dua minggu sampai rebreathing
bagian yang patah mulai tersambung lagi - Jalur intravena harus segera terpasang dan
dan stabil. dilakukan resusitasi cairan. Tindakan ini
- Berikan antinyeri opioid intravena dengan akan meningkatkan isian jantung.
dosis titrasi. - Lakukan perikardiosentesis emergensi.
- Pada kasus dengan keparahan sedang (dengan mengurangi sejumlah cairan
bantuan ventilasi dapat dilakukan dengan meskipun sedikit dari ruang pericardium
CPAP, dan anti nyeri. akan meningkatkan curah jantung yang
- Penggunaan anastesi lokal atau regional bermakna).
sebagai pilihan untuk mengurangi efek - Konsultasi ke spesialis bedah jantung
depresi pernapasan pada opioid. dan pembuluh darah untuk melakukan
tindakan torakotomi bila diperlukan.
5. TAMPONADE JANTUNG
Tamponade jantung dapat terjadi pada cidera tumpul
maupun tajam, lebih sering ditemukan pada cidera 15.7. TRAUMA SERIUS YANG
tajam. Darah yang terakumulasi pada kantung
DITEMUKAN PADA TAHAP
perikardium akan menurunkan volume jantung saat
LANJUT
fase diastol. Semakin banyak darah yang terkumpul,
Kondisi ini biasanya baru ditemukan pada secondary
maka akan semakin sedikit curah jantung (Gambar
survey ataupun investigasi lanjut lainnya. Diperlukan
15.3).
kewaspadaan yang terus menerus untuk melakukan
penilaian ulang.
1. KONTUSIO PARU
Anak-anak memiliki insiden kontusio paru yang
tinggi. Energi yang diterima dari benturan, disalurkan
langsung ke paru-paru. Tulang iga yang elastis tidak
dapat memecah energi kinetik yang diterima menjadi
patahan. Apabila ditemukan fraktur tulang iga, maka
dapat dicurigai benturan tersebut menyebabkan
kontusio paru. Kontusio paru biasanya disebabkan
oleh trauma tumpul. Hantaran gelombang dari peluru
kecepatan tinggi juga bisa menyebabkan kondisi ini.
Secara mikroskopis, kontusio paru bermanifestasi
Gambar 15.3. Hasil pemeriksaan FAST, tamponade jantung pada
anak usia 4 tahun sebagai edema, perdarahan interstitial dan intraalveolar.
APRC 99
Anak yang mengalami ruptur diafragma dapat 15.9. TINDAKAN EMERGENSI
menjadi hipoksia karena disfungsi diafragma dan Prosedur praktis tindakan emergensi untuk mengatasi
perubahan tekanan intratoraks karena ada organ kegawatan trauma toraks dapat dilihat pada bab prosedur.
yang mengalami herniasi kedalam rongga toraks.
Syok dapat terjadi karena adanya penekanan
mediastinum yang menghambat aliran balik darah 15.10. RUJUKAN
vena atau akibat adanya perdarahan di struktur Klinisi yang kompeten dan terlatih dalam melakukan
sekitarnya. bantuan hidup lanjut dapat memberikan penanganan
Foto toraks polos dapat mengidentifikasi segera pada kebanyakan kasus trauma . Tindakan
hemidiafragma yang sedikit tertarik ke atas atau pembedahan jantung perlu dilakukan apabila ditemukan
ditemukannya gambaran organ intraabdomen di kasus tamponade jantung. Trauma berbahaya lainnya yang
dalam rongga toraks, seperti ditemukannya gambaran ditemukan pada secondary survey akan membutuhkan
bayangan usus atau bayangan selang nasogastric tube. rujukan pada spesialis bedah -kardiovaskular.
Rujukan bedah harus segera dilakukan. Kebanyakan Indikasi rujukan antara lain adalah:
ruptur dioperasi melalui rongga abdomen, tanpa - Kebocoran udara masif setelah dilakukan
perlu melakukan torakotomi. pemasangan chest drain
- Perdarahan yang terus terjadi setelah pemasangan
chest tube
15.8. TRAUMA LAIN: SIMPLE - Tamponade jantung
PNEUMOTORAKS - Ruptur pembuluh darah besar
Simple pneumotoraks adalah adanya pneumotoraks Pasien yang membutuhkan bantuan ventilasi
tanpa tekanan (tension), meskipun disertai tanda tanda mekanik segera rujuk ke ICU anak.
kolaps paru kecil atau sebagian. Tanda klinis antara
lain: hipoksia disertai dengan penurunan gerakan
dinding dada, hilangnya suara paru dan pada perkusi 15.11. STABILISASI
paru terdengar hipersonor (terkadang bisa normal). Pada kasus trauma serius, saturasi oksigen dan denyut
Tanda yang ditemukan dapat sangat samar atau kurang nadi harus terus dipantau dengan ketat. Kecepatan napas
menonjol dibandingkan dengan tension pneumothorax. dan tekanan darah juga perlu diperiksa cukup sering.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan Chest drain harus terpasang dengan baik. Pemantauan
foto toraks, ditemukan tidak ada garis tegas batas paru. analisa gas darah (AGD) diperlukan pada kasus berat
Namun perlu diingat bahwa pada kasus pneumotoraks untuk mengkonfirmasi kecukupan oksigenasi dan untuk
anterior lebih sulit dideteksi. Identifikasi dengan mengatur tekanan karbon dioksida (terutama pada kasus
menggunakan CT toraks lebih sensitif dibandingkan dengan trauma kepala). Pemasangan arterial line dapat
dengan foto toraks biasa. bermanfaat untuk memantau hemoglobin, defisit basa
Pneumotoraks traumatik jarang teratasi secara dan laktat.
spontan. Pemasangan chest drain perlu dilakukan Penilaian klinis berkala perlu dilakukan. Pengamatan
meskipun asimptomatik. Pada pasien yang membutuhkan keadaan umum, pola pernafasan, dan tanda vital lainnya
bantuan ventilasi mekanik, pemasangan chest drain akan bermanfaat untuk mendeteksi kemungkinan adanya
tetap diperlukan untuk mencegah terjadinya tension trauma yang belum terdeteksi (missed trauma).
pneumotoraks.
APRC 101
BAB 16
Trauma Abdomen
102
Pemeriksaan amilase dan analisa gas darah harus dilakukan
sesuai indikasi. Pemantauan berkala beberapa parameter
16.3. TATALAKSANA DEFINITIF
laboratorium dapat dilakukan bila terdapat indikasi.
Hingga awal 1980, pasien dewasa dan anak dengan
hemoperitoneum akan dilakukan laparotomi. Cedera
Radiografi pada lien dan hepar menyebabkan pasien harus menjalani
Pemeriksaan abdomen polos dapat membantu untuk
splenektomi atau hepatektomi parsial. Perkembangan
melihat posisi pipa nasogastrik, distribusi udara di
ilmu kedokteran menunjukkan bahwa perdarahan dapat
abdomen, dan udara bebas di kavum abdomen sebagai
bersifat self limiting dan pada beberapa kasus tidak perlu
tanda ruptur intestinal. Perdarahan pada meatus uretra
dilakukan operasi. Hal ini dapat mencegah morbiditas
eksterna memerlukan pemeriksaan menggunakan
yang disebabkan oleh laparotomi dan pendekatan ini
uretrografi retrograde.
mengurangi insidensi anak yang berpotensi mengalami
sepsis yang fatal akibat splenektomi. Untuk manajemen
CT Scan non operatif harus dilakukan beberapa hal berikut:
CT Scan dengan kontras merupakan pemeriksaan – Observasi dan monitoring
radiologi pilihan pada anak. CT Scan akan memberikan – Manajemen cairan yang tepat
gambaran perfusi renal dan mengidentifikasi cedera organ – Akses cepat terhadap dokter bedah yang kompeten
padat. Udara bebas intraperitoneal merupakan tanda untuk melakukan operasi abdomen pada anak
patognomonik dari perforasi organ. Cairan bebas pada Kebutuhan terhadap faktor koagulasi seperti
intraperitoneal tanpa cedera organ padat meningkatkan platelet, fresh frozen plasma, atau kriopresipitat harus
kecurigaan cedera intestinal atau cedera vesika urinaria. selalu dimonitor.
APRC 103
breathing, dan circulation harus dilakukan pertama instabilitas hemodinamik yang persisten walaupun
kali. Pemeriksaan abdomen hanya dilakukan pada telah dilakukan resusitasi, atau anak mengalami
tahap ini bila terdapat syok refrakter. trauma tajam, atau tanda dari perforasi interstinal.
– Pemeriksaan abdomen terdiri dari inspeksi, palpasi,
dan observasi dengan teliti dan hati-hati.
Daftar Pustaka
– CT Scan abdomen merupakan pemeriksaan yang
1. Santhanam, Indumathy ed. 2013. Pediatric Emergency
direkomendasikan. Medicine Course Second Edition. Jaypee Brothers
– Sebagian besar anak dengan cedera organ padat Medical Publishers: New Delhi
memiliki kemungkinan untuk ditangani secara 2. Samuels, Martin., Wieteska, Susan ed. 2011. Advanced
Paediatric Life Support Fifth Edition. Wiley Blackwell:
non operatif. Intervensi bedah segera diperlukan UK
bila anak dengan cedera organ padat mengalami 3. Kallas, Harry J. 2007. Nelson’s: Textbook of Pediatrics
18th ed. Elsevier: Philadelphia
105
Heimlich atau abdominal thrusts tidak direkomendasikan. Tabel 17.1. Metode penghangatan pada keadaan hipotermia
Selanjutnya, lakukan penanganan hipotermia dengan Penghangatan eksternal
• Lepaskan pakaian yang basah
penghangatan (Tabel 17.1). Terjadinya henti jantung • Gunakan selimut hangat
• Jaga suhu udara tetap hangat
pada kasus tenggelam sulit didiagnosis karena denyut • Selimut pemanas
nadi sulit dipalpasi. Bila meragukan, kompresi dada • Lampu radian inframerah
APRC 107
Tujuh puluh persen korban yang selamat dari – Resusitasi penting untuk dilakukan terus menerus
tenggelam mendapatkan pertolongan pertama pada saat dan keputusan untuk menghentikan resusitasi harus
kejadian, sedangkan hanya 40% korban yang selamat diambil setelah seluruh indikator prognosis telah
tanpa pertolongan pertama. Pada korban yang selamat, dipertimbangkan.
sekitar 70% pulih tanpa cacat, 25% mengalami defisit
neurologis ringan, dan sisanya mengalami disabilitas Daftar bacaan
berat atau berada pada keadaan vegetatif yang persisten. 1. Santhanam I, penyunting. Pediatric emergency medicine
course. Edisi ke-2. Jaypee Brothers Medical Publishers:
New Delhi. 2013.
2. Samuels M, Wieteska S, penyunting. Advanced
17.5. RINGKASAN paediatric life support. The practical approach. Edisi ke-
– Memulai bantuan hidup dasar secepatnya sangat 5. UK:Wiley-Blackwell. 2011.
3. Kline MW, Blaney SM, Giardino AP, et al. Rudolph’s
penting untuk prognosis pasien. pediatrics. Edisi ke-21. McGraw Hill: New York. 2003.
– Bila dicurigai terjadi cedera spinal/ servikal, stabilisasi 4. Kallas HJ. Drowning and submersion injury. Dalam:
harus dilakukan secepatnya. Nelson’s: textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Elsevier:
Philadelphia. 2007.
– Hipotermia harus selalu diperhatikan dalam kejadian
tenggelam dan harus ditangani dengan adekuat.
18.1. PENDAHULUAN zat kimia baik asam maupun basa. Luka bakar akibat
Luka bakar merupakan penyebab kecelakaan yang zat basa umumnya lebih serius dibanding zat asam
dialami 25% anak di bawah usia 16 tahun, dan terbanyak dikarenakan pH yang tinggi dapat menyebabkan
pada usia di bawah 5 tahun. Sebagian besar adalah derajat saponifikasi yang disertai dengan perusakan struktur
ringan dan tidak membutuhkan perawatan di rumah membran sel, sehingga dapat merusak jaringan lebih
sakit. Namun demikan, beberapa kasus luka bakar dapat dalam.
menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi, – Listrik
sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit. Kontak langsung dengan aliran listrik dapat
menyebabkan luka bakar. Tubuh berperan sebagai
18.2. ETIOLOGI penghantar energi listrik dan mengakibatkan
Secara umum, derajat luka bakar ditentukan oleh kerusakan hingga kematian jaringan akibat panas
temperatur/suhu dan lama paparan. Temperatur yang ditimbulkan. Semakin tinggi voltase listrik,
bergantung pada sumber panas yang menyebabkan luka semakin berat derajat luka bakar yang ditimbulkan.
bakar, antara lain berupa:
– Api 18.3. SURVEI PRIMER DAN RESUSITASI
Luka bakar dapat terjadi akibat terpapar langsung Penerapan survei primer dan prinsip resusitasi dapat
dengan api atau kontak langsung dengan benda membantu menurunkan angka mortalitas dan morbiditas
panas. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu akibat luka bakar.
kemudian mengenai tubuh. Bahan pakaian alami
cenderung terbakar sedangkan bahan pakaian sintesis 1. Jalan napas dan kontrol vertebra servikal
dapat meleleh pada suhu tinggi dan menimbulkan Pada anak, obstruksi jalan napas atas dapat terjadi
cedera kontak. Luka bakar akibat kontak dengan secara cepat dikarenakan ukuran jalan napas yang
benda panas terbatas pada area tubuh yang terpapar. relatif kecil. Trauma inhalasi dapat menyebabkan
– Cairan atau air panas obstruksi jalan napas dan merupakan penyebab
Luka bakar terjadi akibat kontak langsung dengan utama terjadinya mortalitas akibat luka bakar.
cairan atau air panas. Semakin tinggi titik didih Penanda adanya trauma inhalasi adalah sebagai
cairan, semakin berat derajat luka bakar yang berikut:
ditimbulkan. − Luka bakar yang mengenai daerah wajah dan
– Bahan kimia atau leher
Luka bakar disebabkan oleh kontak langsung dengan − Riwayat terkurung dalam api
109
− Adanya timbunan karbon dan Luka lepuh atau akses intraosseous dilakukan bila pemasangan akses
edema orofaring intravena tidak dapat dilakukan.
− Suara serak
− Stridor 4. Disabilitas
− Sputum yang mengandung karbon arang Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh
hipoksia, trauma kepala, atau hipovolemia.
Adanya edema atau cedera yang diprediksi akan
menutup jalan napas merupakan indikasi untuk 5. Exposure
dilakukan intubasi. Meskipun pada awalnya pasien Kehilangan panas pada anak dengan luka bakar
dapat mempertahankan jalan napas, edema dapat dapat terjadi secara cepat. Jaga ruangan tetap hangat
menyebabkan obstruksi jalan napas secara cepat dan selimuti anak bila pemeriksaan sudah selesai
sehingga mempersulit intubasi. Pada trauma servikal dilakukan.
atau kecurigaan trauma servikal, perlu dilakukan
pemasangan cervical collar sampai terbukti
sebaliknya. 18.4. PENILAIAN LUKA BAKAR
Tingkat keparahan luka bakar ditentukan berdasarkan
2. Napas dan ventilasi kedalaman dan luas permukaan tubuh yang terbakar.
Penilaian napas dilakukan setelah memastikan
jalan napas paten. Indikator terdapat gangguan
Perkiraan Presentase Luas Permukaan Tubuh
pernapasan adalah laju napas abnormal, dalamnya
yang Terbakar
napas, dan adanya usaha napas berlebih. Retraksi
Perkiraan luas permukaan tubuh yang terbakar dapat
sternum disertai dengan usaha napas berlebih
dilakukan dengan mengacu pada Gambar 18.1., dan
merupakan indikasi intubasi.
menggunakan ukuran telapak tangan pasien. Telapak
Luka bakar melingkar pada daerah dada dan abdomen
tangan pasien berukuran sekitar 1% dari total permukaan
dapat membatasi pergerakan dada saat bernapas
luas tubuh. Luas permukaan kepala dan anggota gerak
sehingga menyebabkan gangguan pernapasan. Bila
anak, berubah seiring bertambahnya usia. Perkiraan luar
hal tersebut terjadi, perlu dilakukan eskarotomi.
permukaan tubuh yang terbakar berdasarkan “Rule of
Berikan O2 10-12 L/menit dengan menggunakan
Nine” tidak dapat digunakan pada anak usia kurang dari
masker non-rebreathing atau ETT pada pasien
14 tahun. Luka bakar dengan luas >15% luas permukaan
dengan trauma inhalasi.
tubuh akan mengalami kehilangan cairan tubuh yang
bermakna, sehingga perlu ditangani secara cepat.
3. Sirkulasi
Penilaian sirkulasi meliputi pemeriksaan tekanan
darah, nadi, dan warna kulit pada daerah yang tidak Kedalaman Luka Bakar
mengalami luka bakar. Bila terjadi syok hipovolemia Berdasarkan kedalaman luka, luka bakar diklasifikasikan,
beberapa jam pasca-trauma, pikirkan adanya menjadi:
perdarahan aktif dan lakukan pemasangan akses − Derajat satu (superficial skin burn)
intravena dua jalur untuk resusitasi cairan tanpa Kulit berwarna merah (eritema), nyeri, dan tidak
memperhitungkan luas luka bakar dan kebutuhan terdapat bula.
cairan. Pemasangan akses intravena diutamakan − Derajat dua (partial thickness skin burn)
pada daerah yang tidak terkena trauma. Pemasangan Kulit berwarna merah muda atau mottled, terdapat
bula, dan terasa sangat nyeri
9%
9%
18%
Belakang dapat diberikan parasetamol oral 10-15 mg/kgBB setiap
1% 6-8 jam.
14% 14%
Resusitasi cairan
Resusitasi cairan diindikasikan pada luka bakar dengan
luas 20%. Umumnya, cairan yang digunakan adalah
Gambar 18.1 Perkiraan presentase luas permukaan tubuh yang
kristaloid. Penambahan cairan dari kebutuhan harian
terbakar atau rumatan dengan menggunakan formula Parkland:
Keterangan:
Kepala depan 9%
Kepala belakang 9% 4 mL x Berat badan (Kg) x Luka bakar (%)
Torso depan 18%
Torso belakang 18%
Kaki anterior, masing-masing 6,75% Berikan setengah dari kebutuhan cairan total
Kaki posterior, masing-masing 6,75%
Lengan anterior, masing-masing 4,5% (resusitasi cairan + kebutuhan cairan harian) dalam 8
Lengan posterior, masing-masing 4,5%
Genitalia/perineum 1%
jam pertama dan sisanya dalam 16 jam selanjutnya.
Pemasangan kateter urin diperlukan untuk memantau
efektivitas pemberian resusitasi cairan.
− Derajat tiga (full thickness skin burn) Pemantauan hemodinamik (tekanan darah, denyut
Kulit berwarna putih, kering dan tidak terasa nadi, laju napas), diuresis (1-2 ml/kgBB/jam pada anak
nyeri bila di tekan (painless) <30 kg dan 0,5-1 ml/kgBB/jam pada anak 30 kg), status
mental, kadar laktat diperlukan saat pemberian resusitasi
Luka bakar luas: cairan. Transfusi darah dapat diberikan bila terjadi
• Luka bakar melibatkan tangan, wajah, kaki, atau kehilangan darah akibat luka bakar.
perineum
• Luka bakar yang mengenai sendi besar Perawatan luka
• Luka bakar melingkar Perawatan luka dilakukan sesegera mungkin untuk
• Luka bakar listrik mengurangi terjadinya infeksi. Pada luka bakar derajat
• Luka bakar disertai fraktur atau trauma lainnya satu dengan epidermis yang masih intak, tidak diperlukan
• Luka bakar pada bayi perawatan luka khusus ataupun pemberian antibiotik.
Kompres dingin dan irigasi dengan air mengalir dapat
mengurangi nyeri akibat luka bakar, tetapi hanya dapat
18.5. TATA LAKSANA dilakukan pada luka bakar derajat satu atau derajat dua
Analgesia <10%, karena dapat menyebabkan hipotermia. Menutup
Pengelolaan nyeri merupakan hal yang penting dalam luka dengan kain (linen) bersih membantu mengurangi
tatalaksana luka bakar. Pemberian morfin sulfat (0,05-0,1 nyeri dan menjaga pasien tetap hangat. Pemberian
mg/kgBB) secara intravena setiap 2-4 jam diindikasikan antibiotik profilaksis tidak dianjurkan. Bila terdapat bula,
pada luka bakar dalam dan luas. Pemberian secara dapat diaspirasi dengan jarum steril.
intramuskular tidak dianjurkan karena tidak dapat
APRC 111
Daftar Bacaan 3. Krishnamoorthy V, Ramaiah R, Bhananker SM. Pediatric
burn injuries. Int J Crit Illn Inj Sci. 2012;2:128-134.
1. The burned or scalded child. Dalam: Samuels M, Wieteska
S, penyunting. Advanced paediatric life support. The 4. Reed JL, Pomerantz WJ. Emergency management
practical approach. Edisi ke-5. UK: Wiley-Blackwell. of pediatric burns. Division of emergency medicine,
2011. h. 118-93. cincinnati children’s hospital medical center: Lippincot
Williams & Wilkins. 2005.
2. American Burn Association. Advanced burn life support
course: provider manual. Chicago. 2007
113
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 19.1. A: Memilih ukuran penyangga orofaring yang tepat. B: Posisi penyangga yang tepat, C: Bila terlalu panjang,
epiglotis terdorong dan menutup liang glotis. D: Bila terlalu pendek, dapat menekan lidah dan menyebabkan obstruksi.
Gambar 19.2. Cara memasang oropharyngeal airway pada anak diatas 12 tahun
3. Insersikan OPA ke dalam mulut dapat 5. Bila tidak ada perbaikan, pertimbangkan
melalui cara: untuk mengganti ukuran OPA.
ű Menggunakan spatula lidah sambil
memasukkan OPA menuju belakang 2. Nasopharyngeal Airway (NPA)
lidah, dengan bagian cekung OPA Diameter alat yang kecil menyebabkan
menghadap lidah. Pastikan OPA tidak penyangga nasofaring mudah tertutup lendir,
mendorong lidah kebelakang karena darah, muntahan, atau jaringan ikat faring.
akan menyebabkan sumbatan jalan Pemeriksaan dan pembersihan dengan penghisap
napas. harus dilakukan dengan teratur agar jalan napas
ű Memasukkan OPA dengan bagian tetap terbuka. Bila penyangga jalan napas
cekung OPA menghadap palatum. Putar nasofaring tidak tersedia, dapat digunakan pipa
1800 saat ujung OPA melewati palatum endotrakheal yang dipotong pendek (Gambar
mole (hanya dilakukan pada anak diatas 19.3). Pemasangan NPA merupakan kontra
12 tahun untuk mencegah kerusakan indikasi pada fraktur basis cranii.
mukosa). (Gambar 19.2).
4. Berikan ventilasi untuk mengecek patensi Prosedur:
jalan napas. Pertimbangkan penggunaan 1. Pilih ukuran NPA yang sesuai, baik panjang
sungkup resusitasi. maupun diameternya. Panjang diukur dari
Gambar 19.3. A: Penyangga nasofaring dan pipa endotrakheal yang dipotong untuk mengurangi resistensi. B: Posisi
penyangga nasofaring yang benar. C: Pipa endotrakheal yang dipotong digunakan sebagai penyangga nasofaring
ujung hidung ke targus telinga, sedangkan kateter penghisap bekerja dengan baik dan tepat
diameter disesuaikan dengan lubang ukurannya. Tindakan intubasi harus dilakukan
hidung tanpa menyeabkan peregangan alae dengan cepat. Tindakan lebih lama dari 30 detik
nasi. dapat berakibat hipoksia berat.
2. Lubrikasi NPA dengan lubrikan larut Intubasi dapat dilakukan secara
air (water-soluble lubricant) untuk orotrakheal atau nasotrakheal. Pada tindakan
meminimalkan tahanan dan iritasi pada resusitasi, umumnya dilakukan intubasi
mukosa hidung. orotrakheal karena dapat dilakukan lebih cepat.
3. Masukkan NPA melalui nostril anterior Bila dilakukan intubasi endotrakheal, biasanya
dengan lubang NPA menghadap septum dibutuhkan cunam Magill untuk menuntun
nasi. ujung pipa masuk ke dalam liang glotis.
4. Secara perlahan arahkan NPA menuju Penekanan rawan krikoid dari luar sering kali
nostril posterior dengan mengikuti dasar memudahkan visualisasi liang glotis dengan
nasofaring. menggunakan laringoskop (Gambar 19.4).
5. Bila terdapat tahanan, pertimbangkan Agar liang glotis dapat terlihat jelas,
untuk memasukkan NPA dari nostril
sumbu mulut, farings, dan glotis harus
anterior lainnya atau menggunakan ukuran
segaris (Gambar 19.5). Pada anak usia di
NPA yang lebih kecil.
atas 2 tahun, posisi optimal dapat dicapai
6. Berikan ventilasi untuk mengecek patensi
jalan napas. pertimbangkan penggunaan dengan meletakkan ganjal pada kepala anak,
sungkup resusitasi. kemudian melakukan sniffing position. Pada
bayi, hal ini tidak perlu dilakukan karena
– Alat bantu napas definitif: oksiput bayi yang prominent. Pada trauma
1. Intubasi Endotrakeal leher, intubasi harus dilakukan dalam posisi
Pastikan laringoskop, pipa endotrakeal, dan netral.
APRC 115
Gambar 19.4. Melihat liang glotis dengan laringoskop
Prosedur:
1. Gunakan laringoskop (Gambar 19.6).
• Laringoskop bilah lurus:
Letakkan ujung laringoksop bilah
lurus pada epiglotis, kemudian angkat
laringoskop tegak lurus dengan tuasnya.
• Laringoskop bilah lengkung:
Letakkan ujung laringoskop bilah
lengkung pada valekula, kemudian
Gambar 19.5. A: Sudut antara oral (O), Faring (F), dan Trakhea
ungkit dengan menggerakkan tuas (T) pada anak berusia 2 tahun bila anak terbaring datar. B: Dengan
laringoskop ke belakang. meletakkan ganjal pada oksiput, sumbu F dan T menjadi hampir
segaris. C: Dengan mengekstensikan sendi atlantooksipital, ketiga
Laringoskop bilah lurus juga dapat sumbu hampir segaris.
diletakkan di valekula. Keuntungan bila
diletakkan di epiglotis adalah dapat melihat
pita suara dengan lebih jelas. Bila diletakkan Bila gerakan dada dan suara napas tidak
di valekula, mengurangi rangsang epiglotis simetris, kemungkinan terjadi intubasi
yang dapat berakibat spasme laring. endobronkial. Pipa endotrakheal harus
2. Bersihkan jalan napas dengan kateter ditarik hingga gerakan dada dan suara
penghisap bila dibutuhkan napas simetris.
3. Masukkan pipa endotrakheal sampai 5. Fiksasi pipa endotrakheal dengan
petanda pita suara terletak tepat setinggi pita menggunakan plester.
suara. Bila menggunakan pipa endotrakheal Agar posisi pipa tidak berubah, bagian pipa
dengan cuff, letakkan cuff tepat di bawah yang terletak setinggi mulut (orotrakheal)
pita suara. Dengan demikian, posisi pipa atau hidung (nasotrakheal) ditandai dengan
endotrakheal akan tepat pada pertengahan zat pewarna atau diikat dengan benang.
trachea dan selanjutnya kembangkan cuff. 6. Lakukan foto rontgen thoraks untuk
4. Observasi gerakan simetris dada. Lakukan memastikan posisi pipa endotrakheal yang
auskultasi suara napas pada bagian lateral tepat.
dada kiri dan kanan secara bergantian. 7. Evaluasi dengan pemeriksaa analisis gas
Pastikan suara napas yang dipompakan darah atau end tidal CO2 sangat bermanfaat
balon resusitasi tidak terdengar di lambung. untuk menilai tingkat ventilasi yang akan
dicapai.
Gambar 19.6. A. Ujung bilah lengkung diletakkan pada valekula. B. Gambar 19.7. Menentukan letak membran krikotiroid
Ujung bilah lurus diletakkan di bawah epiglotis
Beberapa keadaan yang menyebabkan antara rawan krikoid dan tiroid (Gambar
pengembangan paru tidak adekuat dengan 19.7).
sungkup resusitasi dan pipa endotrakheal antara 3. Lakukan pungsi percobaan dengan jarum
lain: suntik 20 G yang dihubungkan dnegan
• Pipa endotrakheal terlalu kecil spuit. Lakukan penusukan pada membran
• Katup pelindung kelebihan tekanan pada krikotiroid yang relatif avaskular dengan
balon resusitasi yang tidak di tutup, hingga mengaspirasi spuit. Penusukan dilakukan
udara tekan keluar melalui katup ini. dengan sudut 450 sepanjang garis tengah ke
• Kebocoran pada konektor arah posterior.
• Volume tidak yang diberikan kurang 4. Bila teraspirasi udara, maka dipastikan
• Sumbatan pada pipa endotrakheal jarum telah mencapai trakea.
• Pneumothoraks 5. Bila penusukan percobaaan berhasil, lakukan
penusukan dengan kanula berukuran lebih
2. Krikotirotomi besar (sekurangnya 14 G) (Gambar 19.8).
Krikotirotomi sangat jarang dilakukan pada 6. Dorong kanul lebih jauh kedalam trakhea.
anak. Tekniknya dapat dilakukan dengan cara Lakukan aspirasi untuk memastikan posisi
insisi atau pungsi. Pada bayi hingga anak usia 3 kanul
tahun, risiko terjadinya komplikasi sangat besar 7. Hubungkan pangkal kanul ke adaptor
dikarenakan berbagai struktur vital seperti arteri ventilasi. Kanul intravena umumnya dapat
karotis dan vena jugularis terletak amat dekat dihubungkan dengan baik pada adaptor
satu sama lain dengan daerah tindakan. Indikasi pipa endotrakheal nomor 3.
krikotirotomi adalah obstruksi total jalan napas 8. Cara lain adalah dengan memasukkan
atas akibat berbagai sebab misalnya benda asing, guide wire melalui kanul, lalu melebarkan
trauma mulut, infeksi laring, atau fraktur. lubang pada membran krikotiroid dengan
dilator. Selanjutnya melalui lubang tersebut
Prosedur: dimasukkan pipa endotrakheal. Teknik
1. Letakan ganjalan pada bahu ini dikenal dengan modifikasi Seldinger
2. Tentukan lokasi membran krikotiroid, yaitu (Gambar 19.9).
APRC 117
Gambar 19.8. Penusukan membran krikotiroid A: Penusukan
dengan kanula 14 G dengan sudut 450 B: Menghubungkan adaptor
pipa endotrakheal dengan bag resusitasi
APRC 119
19.3. AKSES VASKULAR dan v. sefalika), punggung tangan (dorsum manus),
Akses ke sirkulasi/ pembuluh darah sangat penting kaki (v. dorsalis pedis, dan v. safena magna).
dalam penanganan bantuan hidup lanjut pada anak. Peralatan:
Pilihan akses vaskular bergantung pada kebutuhan dan − Alat Pelindung Diri
keterampilan penolong. − Kasa/kapas steril
− Larutan antiseptik (povidon-iodin) atau alkohol
Akses Vena Perifer − Kateter vena
Bila vena perifer dapat terlihat atau diraba, akses vena − Cairan infus dan infus set
perifer dicoba lebih dahulu. Dalam keadaan syok, henti − Tourniquet
napas atau henti jantung, pemasangan akses vena perifer − Plester untuk fiksasi
hanya dilakukan pada pembuluh darah besar yaitu vena
basilika dan vena safena magna. Jika faktor kecepatan Prosedur pemasangan akses vena ekstremitas:
sangat penting dan pemasangan akses vena perifer sulit, 1. Gunakan alat pelindung diri. Cuci tangan terlebih
lebih baik dilakukan pemasangan akses intraosseus yang dahulu dengan air dan sabun atau larutan desinfektan
kemudian dilanjutkan dengan pemasangan akses vena sebelum melakukan tindakan.
perifer. Pada bayi baru lahir dapat dilakukan di vena 2. Pasang tourniquet proksimal dari lokasi pemasangan
umbilicalis (Gambar 19.11). kanulasi.
3. Lakukan aseptik antiseptik pada daerah pemasangan
Vena daerah kepala kanulasi.
4. Bila melakukan kanulasi di fossa cubiti, letakan
Pemasangan akses vena perifer pada daerah kepala
gulungan kasa atau kain dibelakang siku sehingga
dapat dilakukan pada vena frontalis superfisial,
fossa cubiti menonjol ke atas. Bila kanulasi di
temporalis posterior, dan oksipitalis. Namun
daerah kaki, arahkan telapak kaki ke lateral sehingga
demikian, karena ukuran vena daerah kepala relatif maleolus medialis menghadap ke atas kemudian
kecil dan dapat mengganggu tindakan, pemasangan pasang tourniquet di daerah proksimal vena.
akses vena perifer daerah kepala tidak dianjurkan Bila melakukan kanulasi di daerah vena axillaris,
pada resusitasi dan hanya digunakan untuk regangkan lengan atas dan bawah sejauhnya sehingga
pemberian cairan atau obat pascaresusitasi. fossa axillaris terbuka dan menonjol.
5. Dengan tangan yang bebas, tarik atau regangkan
Vena jugularis eksterna kulit di daerah vena dan tusukkan jarum melalui
kulit ke arah vena dengan bevel menghadap ke atas
Akses vena ini hanya digunakan bila kanulasi vena
(sudut 30-400) sampai darah mengisi tabung kateter.
perifer lain gagal. Kontraindikasi pemasangan akses
6. Bila diperlukan, lakukan pengambilan sampel darah
v.jugularis eksterna adalah pada pasien dengan gagal
untuk pemeriksaan laboratorium.
napas atau sumbatan jalan napas, dikarenakan leher 7. Lepaskan tourniquet dan hubungkan kateter dengan
harus diregangkan dan diputar ke arah berlawanaan selang infus.
saat kanulasi vena tersebut 8. Fiksasi kateter dengan plester, tutup dengan kasa
steril, dan pasang pasang bidai agar posisinya tidak
Vena ekstremitas atas dan ekstremitas bawah berubah.
Kanulasi dapat dilakukan di vena lengan (v. basilica
APRC 121
6. Tusukkan jarum melalui kulit, lakukan gerakan • Kateter
memutar/mengebor hingga jarum mencapai korteks − Alat-alat hecting
tulang. − Cairan infus dan infus set
7. Aspirasi dengan spuit 5 ml dan bilas kembali untuk − Plester
memastikan jarum berada pada posisi yang benar. Prosedur pemasangan akses vena femoralis (Gambar
Sumsum tulang dapat digunakan untuk pemeriksaan 19.14):
gula darah dan kultur darah. 1. Gunakan alat pelindung diri
8. Ganti dengan spuit 20 ml untuk memasukkan cairan 2. Posisikan anak dalam keadaan terlentang dengan
secara bolus atau hubungkan dengan infus set. fokus di regio inguinal. Lakukan abduksi sendi paha
pada tungkai yang akan dilakukan pemasangan akses
Kontraindikasi absolut: vena femoralis. Pertahankan posisi tersebut.
− Osteogenesis imperfekta 3. Lakukan aseptik antiseptik pada daerah pemasangan
− Fraktur ekstremitas ipsilateral kanulasi.
4. Identifikasi ligamentum ingunal dan palpasi arteri
Akses Vena Sentral femoralis. Vena femoralis terletak medial dari arteri
Kanulasi vena sentral dapat dilakukan melalui vena femoralis (mnemonic NAVEL, dari lateral ke medial:
femoralis, paling banyak dilakukan pada resusitasi karena Nervus, Arteri, Vena, Empty space, dan Limfatik)
relatif mudah dan jauh dari dada bila dilakukan resusitasi 5. Bila diperlukan dapat diberikan anestesi lokal.
jantung paru (RJP), dan vena cava superior yang dapat 6. Pasang jarum pada spuit, tusukkan jarum melalui
dicapai melalui v. jugularis interna, v. jugularis eksterna, kulit ke arah vena femoralis dengan sudut 450 ke arah
dan pada anak yang lebih besar melalui v. subklavia proksimal. Dorong jarum perlahan sambil dilakukan
meskipun akses ini bukan posisi yang ideal pada tindakan aspirasi.
resusitasi. 7. Bila darah telah mengisi spuit, lepaskan spuit dari
Kanulasi vena jugularis interna umumnya dilakukan jarum. Segera lakukan penyumbatan pada ujung
pada sisi kanan karena puncak paru dan pleura kanan jarum untuk mencegah kehilangan darah.
lebih rendah dari sisi kiri, sehingga risiko pneumothoraks 8. Bila vena tidak dapat ditemukan, tarik jarum
lebih sedikit dan lebih kecil kemungkinan terjadinya perlahan, dan lakukan kembali langkah nomor 5.
cedera ductus thoracicus. 9. Masukan Seldinger guide wire ke dalam vena melalui
Metode yang aman dan efektif pada kanulasi vena jarum.
sentral adalah teknik Seldinger. 10. Keluarkan jarum dari guide wire dan pastikan guide
wire tetap berada dalam vena femoralis.
Peralatan:
11. Masukkan kateter ke vena femoralis melalui guide
− Alat Pelindung Diri
wire.
− Kasa atau kapas steril
12. Lakukan penjahitan pada tempat kateter.
− Larutan antiseptik (povidon-iodin atau alkohol)
13. Lepaskan wire dan segera lakukan penyumbatan
− Anestesi lokal (Lidokain 1%, Spuit 2 ml, Jarum
pada ujung kateter untuk mencegah kehilangan
ukuran 23 G)
darah.
− Spuit dan NaCl 0,9%
14. Hubungkan ujung wire dengan infus set.
− Set kanulasi Seldinger:
15. Fiksasi dengan menggunakan plester.
• Spuit
• Jarum
• Seldinger guide wire
Prosedur pemasangan akses vena jugularis interna distal. Dorong jarum perlahan sambil dilakukan
(Gambar 19.15). aspirasi.
1. Gunakan alat pelindung diri 7. Bila darah telah mengisi spuit, lepaskan spuit dari
2. Baringkan anak dengan posisi kepala lebih rendah jarum. Segera lakukan penyumbatan pada ujung
15-300, arahkan kepala ke arah berlawanan dengan jarum untuk mencegah emboli udara.
letak vena yang dituju dan pertahankan posisi 8. Bila vena tidak dapat ditemukan, tarik jarum
tersebut perlahan, lakukan kembali langkah nomor 6 dengan
3. Lakukan aseptik antiseptik pada daerah pemasangan sudut 5-100 lebih lateral.
kanulasi. 9. Masukan Seldinger guide wire ke dalam vena melalui
4. Identifikasi tempat pemasangan kanulasi yaitu pada jarum.
apex trigonum yang dibentuk oleh dua buah caput 10. Keluarkan jarum dari guide wire dan pastikan guide
m. sternocleidomastoideus dan klavikula. wire tetap berada dalam vena femoralis.
5. Bila diperlukan dapat diberikan anestesi lokal. 11. Masukkan kateter ke vena femoralis melalui guide
6. Pasang jarum pada spuit, tusukkan jarum melalui wire.
kulit ke arah vena jugularis dengan sudut 300 ke arah 12. Lakukan penjahitan pada tempat kateter.
APRC 123
13. Lepaskan wire dan segera lakukan penyumbatan dan telusuri klavikula ke arah incisura suprasternal.
pada ujung kateter untuk mencegah emboli udara. Dorong jarum perlahan sambil dilakukan aspirasi.
14. Hubungkan ujung wire dengan infus set. Posisikan jarum sesuperfisial mungkin.
15. Fiksasi dengan menggunakan plester. 8. Bila darah telah mengisi spuit, lepaskan spuit dari
16. Lakukan foto thoraks untuk melihat posisi kateter jarum. Segera lakukan penyumbatan pada ujung
dan ada tidaknya pneumotoraks. jarum untuk mencegah emboli udara.
Prosedur pemasangan akses vena subklavia (Gambar 9. Bila vena tidak dapat ditemukan, tarik jarum
19.16). perlahan, sambil dilakukan aspirasi. Bila darah
1. Gunakan alat pelindung diri. mengisi spuit, kemungkinan posisi jarum
2. Baringkan anak dengan posisi kepala lebih rendah sebelumnya terlalu dalam.
15-300, arahkan kepala ke arah berlawan dengan 10. Bila vena masih tidak dapat ditemukan, lakukan
letak vena yang dituju dan pertahankan posisi kembali langkah nomor 7-9, tempatkan jarum
tersebut. sedikit lebih tinggi dari incisura sternalis.
3. Lakukan aseptik antiseptik pada daerah pemasangan 11. Masukan Seldinger guide wire ke dalam vena melalui
kanulasi. jarum.
4. Identifikasi tempat pemasangan kanulasi yaitu 1 cm 12. Keluarkan jarum dari guide wire dan pastikan guide
dibawah midklavikula. wire tetap berada dalam vena femoralis.
5. Berikan anestesi lokal bila diperlukan. 13. Masukkan kateter ke vena femoralis melalui guide
6. Pasang jarum pada spuit, Tusukkan jarum melalui wire.
kulit dan arahkan jarum pada tempat pemasangan 14. Lakukan penjahitan pada tempat kateter.
kanulasi. 15. Lepaskan wire dan segera lakukan penyumbatan
7. Pertahankan posisi jarum tepat dibawah klavikula pada ujung kateter untuk mencegah emboli udara.
16. Hubungkan ujung wire dengan infus set. 3. Pastikan penolong mengetahaui apa yang akan
17. Fiksasi dengan menggunakan plester. dilakukan.
18. Lakukan foto thoraks untuk melihat posisi kateter 4. Lakukan log-rolling dalam durasi singkat.
dan ada tidaknya pneumotoraks.
19.5. DEFIBRILASI
19.4. LOG-ROLLING Untuk mencapai hasil keluaran yang optimal, defibrilasi
Untuk mengurangi perburukan cedera tulang belakang harus dilakukan segera dan efisien.
yang tidak diketahui, hindari menggerakkan daerah
tulang belakang sampai terbukti tidak ada cedera tulang Automated External Defibrillator (AED)
belakang berdasarkan pemeriksaan yang menyeluruh. AED merupakan alat defiblirasi yang tersedia di tempat
Namun demikian, bila manuver yang menggerakan umum. Bila 1 penolong, lakukan resusitasi jantung
tulang belakang diperlukan, lakukan dengan cara log- paru selama 1 menit sebelum memanggil bantuan atau
rolling. Tujuan dilakukannya log-rolling adalah untuk menggunakan AED. Gunakan pad/kabel untuk anak,
menjaga kesegarisan tulang belakang selama manuver sehingga dosis energi yang diberikan sesuai untuk dosis
tersebut. anak. Dosis standar dewasa dapat digunakan pada anak
usia lebih dari 8 tahun.
Prosedur:
1. Pastikan jumlah penolong cukup untuk melakukan Prosedur:
log-rolling. Pada anak yang lebih besar, dibutuhkan 1. Tetap lakukan RJP. Penggunaan AED tidak
4 penolong (Gambar 19.17) dan 3 penolong pada menghalangi dilakukannya RJP.
anak yang lebih kecil (Gambar 19.18). 2. Tempelkan pad pada posisi yang benar
2. Posisi penolong adalah sebagai berikut: 3. Hentikan kompresi dan biarkan mesin AED
Penolong Posisi Penolong
ke- Bayi dan Anak yang lebih Anak yang lebih besar
mendeteksi irama
kecil 4. Bila irama shockable, dan mesin AED memerintahkan
1 Kepala Kepala
2 Melingkari tangan ke arah Melingkari tangan ke arah untuk tekan tombol shock, pastikan tidak ada kontak
punggung punggung
antara penolong maupun sekitarnya dengan pasien,
3 Pelvis dan Tungkai bawah Pelvis
4 Tungkai bawah lalu tekan tombol shock.
APRC 125
Gambar 19.19. Penempatan pad defibrilator
APRC 127
5. Apabila udara telah teraspirasi, keluarkan
jarum, dan tinggalkan bagian plastik kanul
6. Fiksasi kanul dengan plester dan lanjutkan
dengan pemasangan chest drain .
2. CHEST DRAIN
Pemasangan chest drain dilakukan dengan teknik
terbuka. Teknik ini akan meminimalisir cidera pada
paru. Gunakan drain dengan ukuran terbesar yang dilakukan pada anak yang sangat kecil.
dapat melewati sela iga. 7. Masukkan chest tube pada saat ekspirasi
• Alat yang digunakan: 8. Pastikan letak chest tube ada di ruang
- Disinfektan (Iodine/alkohol swab) pleura dengan mendengarkan ada
- Surgical drape tidaknya gerakan udara (undulasi), dan
- Scalpel memperhatikan terbentuknya kabut pada
- Klem besar (2 buah) saat ekspirasi
- Anastesi lokal 9. Hubungan chest tube dengan underwater
- Gunting seal
- Chest drain tube 10. Fiksasi chest tube dengan jahitan
• Prosedur 11. Lakukan foto toraks
1. Tentukan lokasi pemasangan (biasanya di
sela iga ke V pada linea midaxillaris) pada 3. PERICARDIOCENTESIS
sisi paru yang mengalami pneumotoraks Pengeluaran sejumlah kecil cairan dari rongga
2. Disinfeksi perikardium merupakan tindakan life saving
3. Anestesi pada lokasi pemasangan jika (Gambar 19.21). Prosedur ini cukup berisiko, oleh
diperlukan karena itu perlu pemantauan EKG selama tindakan.
4. Lakukan insisi 2-3 cm sepanjang garis pada Bila ventrikel jantung terluka oleh jarum maka akan
spasium intercosta, tepat di atas tulang terlihat seperti ST elevasi dan atau kompleks QRS
kosta di bawahnya yang melebar.
5. Diseksi tumpul jaringan subkutan dengan • Alat yang digunakan:
klem, lalu tusuk pleura parietal dengan - Cairan disinfeksi dan surgical drape
ujung klem - Monitor EKG
6. Masukkan ujung jari yang terpasang sarung - Anastesi lokal
tangan ke tempat insisi untuk membuka - Spuit (Syringe) 20 cc
jalan menuju pleura. Hal ini mungkin sulit - Jarum ukuran besar (No. 16 atau 18 G)
APRC 129
BAB 20
Lampiran
20.1. OBAT RESUSITASI Indikasi SVT paroksismal dengan sirkuit re-entrant yang
melibatkan nodus AV (AVNRT)
Tujuan pemberian obat resusitasi adalah untuk
Dosis Dosis pertama 0,1 mg/kgBB IV/IO (maksimal 6
menyelamatkan otak dari gangguan hipoksik iskemik mg); dosis kedua 0,2 mg/kgBB IV/IO (maksimal
12 mg). Bolus dilakukan dengan cepat, diikuti
melalui peningkatan perfusi otak dan koroner saat segera dengan bolus 5 mL normal salin.
dilakukan kompresi jantung, memperkuat kontraktilitas Sediaan Ampul/ vial 2 mL (3 mg/mL)
Efek samping Mual, flushing, rasa tidak nyaman dan nyeri di dada
miokardium dan tekanan darah, meningkatkan denyut
Perhatian Hindari pemberian pada pasien asma, atau
jantung, mengoreksi hipoksemia, dan asidosis metabolik. memiliki riwayat asma, blok AV derajat 2 atau
3, sindrom pemanjangan QT, dan resipien
Obat resusitasi dapat diberikan secara intravena (IV), transplantasi jantung
intraoseus (IO), atau endotrakeal (ET). Pada pemberian
obat resusitasi yang melalui vena perifer, pemberian obat 2. Adrenalin (epinefrin)
diikuti dengan bolus 5 ml normal salin (NS) agar obat Adrenalin merupakan katekolamin endogen yang
lebih cepat mencapai sirkulasi sentral. Obat-obatan yang memiliki mekanisme aksi potensial pada reseptor
dapat diberikan melalui jalur endotrakeal (ET) adalah α, β1, dan β2 adrenergik. Adrenalin menginduksi
epinefrin, atropin, nalokson, dan lidokain dengan dosis vasokonstriksi, meningkatkan tekanan diastolik
2-3 kali dosis IV. Sebelum diberikan melalui jalur ET, (sehingga memperbaiki tekanan perfusi arteri koroner),
obat diencerkan dengan 3-5 ml NS, kemudian obat meningkatkan kontraktilitas miokardium, menstimulasi
diteteskan ke cabang bronkus melalui pipa endotrakeal, kontraksi spontan, serta meningkatkan amplitudo dan
dilanjutkan segera ventilasi manual. frekuensi pada ventrikular fibrilasi (VF), sehingga dapat
meningkatkan peluang keberhasilan defibrilasi. Obat ini
memiliki peranan sentral pada alur tata laksana henti
1. Adenosin
jantung, irama shockable dan non-shockable.
Adenosin merupakan suatu nukleotida endogen yang
menyebabkan blok atrioventrikular (AV) secara singkat Indikasi Obat pertama yang digunakan pada henti jantung
dengan penyebab apa pun; pengobatan lini dua pada
dan mengganggu re-entry pada berkas setinggi nodus syok kardiogenik; pengobatan pilihan pada anafilaksis
AV. Adenosine direkomendasikan untuk pengobatan Dosis Pada henti jantung, dosisnya 0,01 mg/kgBB IV/IO
atau 0,1 ml/kgBB larutan 1:10.000 (tidak melebihi
supraventrikular takikardia (SVT). Adenosin memiliki 1 mg), dapat diulang 3-5 menit (tiap 2 siklus) bila
waktu paruh yang sangat singkat (10 detik). Obat ini perlu. Dapat diberikan melalui ETT dengan dosis 0,1
mg/kgBB larutan 1:1.000 (tidak melebihi 2,5 mg)
diberikan secara intravena pada ekstremitas atas atau setiap 3-5 menit (tiap 2 siklus), hingga terjadi sirkulasi
spontan atau tersedia akses IV/IO
vena sentral agar cepat mencapai jantung. Adenosin Sediaan ampul 1 mL (1 mg/mL)
dapat menyebabkan asistol yang singkat. Oleh karena itu, Perhatian Adrenalin diinaktivasi oleh larutan alkali, sehingga
jangan diberikan bersamaan/dicampur dengan
pemberiannya harus dengan pemantauan EKG/ monitor. sodium bikarbonat
130
3. Amiodaron 5. Glukosa
Amiodaron merupakan inhibitor kompetitif reseptor Glukosa adalah bahan kebutuhan metabolisme utama
adrenergik yang bekerja mendepresi konduksi pada miokardium neonatus, oleh karena itu fungsi miokardium
jaringan miokardium dan dengan demikian dapat dapat terganggu pada keadaan hipoglikemia. Pada bayi
memperlambat konduksi AV, serta memperpanjang dan anak besar, asam lemak merupakan bahan kebutuhan
interval QT, durasi potensial aksi, dan periode refraktor metabolisme utama miokardium, namun sumber energi
miokardium atrial dan ventrikular. pada episode iskemia tetap glukosa. Belum diketahui
apakah pemberian glukosa memperbaiki fungsi jantung
Indikasi Henti jantung irama VF atau VT yang resisten/ pada anak dengan henti jantung, tetapi cukup beralasan
refrakter terhadap pemberian shock; VT dengan
hemodinamik stabil dan takiaritmia resisten lainnya
untuk menjaga kadar glukosa darah normal bila terdapat
Dosis Pada henti jantung dapat diberikan dengan dosis hipoglikemia.
5 mg/kgBB IV bolus, diberikan setelah shock
yang ketiga dan dapat diulang setelah shock yang
kelima. Pada pengobatan gangguan irama yang Indikasi Glukosa diberikan bila terdapat hipoglikemia atau
lain, dapat diberikan dosis 5 mg/kgBB IV perlahan anak tidak memberikan respons terhadap tindakan
(20-60 menit) dalam pengawasan EKG/monitor. resusitasi. Bila pemeriksaan glukosa darah tidak dapat
Amiodaron dilarutkan dalam larutan 5% dextrosa dilaksanakan, secara empirik glukosa dapat diberikan
(atau pelarut lain yang cocok) hingga volume 20 dengan dosis 5 g/kg
ml. Dosis 0,5-1 g/kg IV
Sediaan Ampul/ vial 3 mL (50 mg/mL) Perhatian Glukosa hipertonik (25% atau D25W) sangat
Efek samping Hipotensi (berhubungan dengan kecepatan hiperosmolar dan dapat menyebabkan sklerosis vena
pemberian dan penggunaan pelarut polysorbate perifer. Konsentrasi glukosa yang diberikan untuk
80 dan benzyl alcohol), bradikardia, dan VT neonatus tidak boleh melebihi 12,5%.
polimorfik. Efek samping jarang terjadi pada
pemberian dengan larutan air suling.
Perhatian Dapat bersifat aritmogenik pada pemberian 6. Kalsium
bersamaan dengan obat yang dapat memperpanjang
interval QT Kalsium memiliki peran penting pada mekanisme selular
kontraksi miokardium. Penggunaannya pada kasus henti
4. Atropin jantung terbatas hanya karena penyebab yang spesifik.
Atropin adalah obat yang mempercepat pacemaker di Diketahui terdapat kemungkinan efek samping fatal jika
sinus dan atrial dengan memblok respons parasimpatik. rutin digunakan selama henti jantung karena penyebab
Bradikardia pada anak biasanya disebabkan oleh apa pun.
hipoksemia, sehingga pengobatan awal pada bradikardia
Indikasi Kasus henti jantung yang spesifik disebabkan oleh
adalah dengan ventilasi dan pemberian oksigen, bukan hiperkalemia, hipermagnesia, hipokalsemia, atau
dengan atropin. overdosis obat pemblok kanal kalsium
Dosis Dosis untuk pengobatan pada keadaan
hipokalsemia adalah 5-7 mg/kg. Dosis pertama
kalsium diberikan perlahan <100 mg/menit dan
Indikasi Bradikardia yang disebabkan oleh peningkatan tonus
bila perlu dapat diulangi satu kali sesudah 10
vagal atau toksisitas obat kolinergik
menit bila setelah pemeriksaan dipastikan terdapat
Dosis 0,02 mg/kgBB dengan dosis minimal 0,1 mg. Dosis defisiensi ion kalsium
tunggal maksimal adalah 0,5-1 mg/kali. Dosis ini
Sediaan Larutan 10% (100 mg/ml) setara dengan kalsium
dapat diulang setiap 5 menit hingga dosis total
27,2 mg/ml (1,36 mEq/ml)
maksimal 1 mg untuk anak dan 2 mg untuk remaja
Efek samping Pemberian yang terlalu cepat dapat menyebabkan
Sediaan Ampul 0,4 mg/mL
bradikardia dan asistol terutama apabila
Perhatian Pada dosis yang kecil (<0,1 mg) dapat menyebabkan pasien menggunakan digoksin. Kalsium dapat
bradikardia paradoksikal; hati-hati penggunaan menyebabkan sklerosis vena dan nekrosis jaringan
atropin pada kasus penyakit jantung koroner akut bila terjadi ekstravasasi
atau infark miokardium
Perhatian Jangan diberikan bersamaan dengan sodium
bikarbonat pada akses vaskular yang sama untuk
menghindari presipitasi
APRC 131
7. Lidokain Indikasi Kasus henti jantung pada anak yang prolong dan/
atau asidosis metabolik berat
Lidokain merupakan obat anti aritmia yang bekerja
Dosis Dosis optimal sodium bikarbonat masih
dengan cara meningkatkan periode refraktori miosit, kontroversial. Sodium bikarbonat dapat diberikan
1 mEq/kg IV atau IO. Dosis selanjutnya
sehingga menurunkan otomatisasi ventrikular. Efek lokal ditentukan dari hasil pengukuran pH dan
anestetiknya menekan aktivitas ektopik ventrikular. PaCO2 setelah kembalinya sirkulasi spontan.
Bila pemeriksaaan pH dan PaCO2 tidak dapat
dilakukan, dapat diberikan dosis tambahan 0,5
mEq/kg setiap 10 menit secara infus pelan (1-2
Indikasi VF atau VT tanpa nadi yang refrakter, jika
menit)
amiodaron tidak tersedia
Sediaan Terdapat dalam cairan dengan konsentrasi 8,4%
Dosis Dosis awal 1 mg/kgBB (maksimal 100 mg),
dan 4,2%
dilanjutkan dengan infus kontinu 0,02-0,05 mg/
kgBB/menit Efek samping Hipernatremia, vasodilatasi dan hipotensi ringan,
sklerosis vena kecil dan nekrosis jaringan bila
Sediaan Ampul 2 ml (20 mg/ml), vial 30 ml (10 mg/ml
terjadi ekstravasasi ke jaringan subkutan
dan 30 mg/ml)
Perhatian Dapat terjadi alkalosis metabolik pada dosis
Efek samping Parastesia, letargis, disorientasi, dan kedutan otot
berlebih sehingga mengakibatkan kurva disosiasi
yang dapat berprogresi menjadi kejang
hemoglobin bergeser ke kiri dan mengganggu
Perhatian Toksisitas terjadi pada pasien dengan kelainan pelepasan oksigen, kalium masuk ke dalam sel
ginjal atau hati dan menyebabkan hipokalemia, kalsium lebih
banyak terikat pada protein dan menyebabkan
hipokalsemia, serta menurunkan ambang rangsang
8. Magnesium fibrilasi.
APRC 133
c. Laringoskop Cara lain untuk memperkirakan diameter pipa yang
Terdapat dua jenis laringoskop yang biasanya akan digunakan adalah dengan membandingkannya
dipakai pada anak, yaitu laringoskop Miller (bilah dengan diameter kelingking pasien atau diameter
lurus) dan Macintosh (bilah lengkung). Laringoskop yang tepat dengan liang hidung. Pemilihan ukuran
digunakan untuk menyingkirkan lidah, membuka, pipa yang benar dapat diketahui dengan adanya
dan melihat daerah laring. Karena bentuk anatomi kebocoran udara melalui tepi pipa pada tekanan di
jalan napas, laringoskop bilah lurus lebih banyak atas 20-30 cmH2O.
digunakan pada neonatus. Harus dipastikan lampu
laringoskop masih berfungsi sebelum digunakan dan e. Cunam magill
juga harus selalu disediakan baterai cadangan. Cunam magill adalah alat penjepit yang bersudut,
bertujuan agar tidak mengganggu lapang
d. Pipa endotrakeal pandang pada saat penggunaannya. Digunakan
Pipa endotrakeal berbentuk pipa plastik lengkung untuk menjepit pipa endotrakeal, terutama yang
dengan dua ujung yang terbuka. Pada bagian ujung dimasukkan melalui liang hidung. Alat ini juga
proksimalnya dihubungkan dengan adaptor yang dapat digunakan untuk mengelaurkan benda asing
sesuai dengan adaptor balon resusitasi. Pada anak di dari jalan napas atas.
bawah 8-10 tahun, biasanya dipilih pipa yang tidak
memiliki cuff (balon) untuk mencegah terjadinya f. Kateter penghisap
edema pada jalan napas (terutama pada level rawan Kateter penghisap digunakan untuk mengeluarkan
krikoid). Neonatus umumnya menggunakan pipa sekret bronkus atau cairan lain yang teraspirasi ke
berukuran 3-3,5 mm, kecuali pada bayi prematur dalam jalan napas. Ukuran kateter dalam satuan
yang mungkin memerlukan pipa berdiameter 2,5 French gauge yang setara dengan dua kali diameter
mm. Sedangkan, pada anak usia di atas 1 tahun, pipa endotrakeal. Misal, bila pipa endotrakeal yang
pemilihan ukuran dapat diperkirakan dengan rumus: digunakan 3 mm, kateter yang dipilih berukuran 6
French gauge.
Diameter = (usia/4) + 4
Panjang (cm) = (usia/2) + 12 (pipa oral) atau + 15
(pipa nasal)
Tabel 20.1. Tabel Pedoman ukuran laringoskop, pipa endotrakeal, dan kateter penghisap
Usia Laringoskop Diameter dalam pipa endotrakeal (mm) Jarak antara gigi seri/gusi Kateter
ke bagian tengah trakea penghisap (F)
(cm)
Neonatus kurang bulan Miller 0 2,5-3 tanpa balon penyekat 8 5-6
Neonatus cukup bulan Miller 0-1 3-3,5 tanpa balon penyekat 9-10 6-8
6 bulan 3,5-4 tanpa balon penyekat 10 8
1 tahun 4-4,5 tanpa balon penyekat 11 8
2 tahun Miller 2 4,5-5 tanpa balon penyekat 12 8
4 tahun 5-5,5 tanpa balon penyekat 14 10
6 tahun 5,5 tanpa balon penyekat 15 10
8 tahun Miller 2 6 dengan atau tanpa balon penyekat 16 10
Macintosh 2
10 tahun 6,5 dengan atau tanpa balon penyekat 17 12
12 tahun Macintosh 3 7 dengan balon penyekat 18 12
Remaja Macintosh 3 7-8 dengan balon penyekat 20 12
Miller 3
APRC 135
tidak dianjurkan karena tidak lebih baik daripada lidokain 1%, spuit 2 ml, serta jarum no. 23 untuk
kanal oksigen, dan dapat menyebabkan distensi anestesi lokal, benang dan jarum jahit, set infus, dan
lambung. plester.