Anda di halaman 1dari 145

ADVANCED

PEDIATRIC

ADVANCED PEDIATRIC RESUSCITATION COURSE


RESUSCITATION
COURSE

UKK EMERGENSI DAN RAWAT INTENSIF ANAK


IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA
ADVANCED
PEDIATRIC
RESUSCITATION
COURSE
Penyunting:
Irene Yuniar
Ririe F Malisie
Antonius Pudjiadi
Abdul Latief
Neurinda
Anthony

UKK EMERGENSI DAN RAWAT INTENSIF ANAK


IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA
Advanced Pediatric Resuscitation Course
Penyunting:
Irene Yuniar
Ririe F Malisie
Antonius Pudjiadi
Abdul Latief
Neurinda
Anthony

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang


Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh buku dengan
cara dan dalam bentuk apapun juga tanpa seizin penulis dan penerbit

Disusun oleh:
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia

Isi diluar tanggung jawab penerbit

Diterbitkan oleh:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Cetakan I 2021
Cetakan II 2022
Daftar Kontributor

Abdul Latief
Antonius H. Pudjiadi
Ukas Sukasah (Alm.)
Dadang Hudaya Somasetia
Ririe Fachrina Malisie
Rismala Dewi
Irene Yuniar
Yogi Prawira
Neurinda Permata Kusumastuti
Kurniawan Taufiq Khadafi
Niken Wahyu Puspaningtyas
Tartila

APRC iii
iv
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.


Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, oleh karena berkat dan rahmatNya sehingga buku
Advance Pediatric Resuscitation Course (APRC) telah telah selesai disusun.
Setiap tahunnya jutaan bayi dan anak tidak terselamatkan hidupnya disebabkan penyakit atau kondisi kegawatan
yang sejatinya dapat diatasi jika segera dilakukan pertolongan. Upaya mengatasi kondisi kritis yang mengancam
nyawa, apabila dilakukan dengan tepat dapat membantu menurunkan angka mortalitas. Tata laksana yang sesuai pada
jam pertama sangat bermakna menurunkan kesakitan dan kematian pada bayi dan anak yang mengalami sakit kritis.
Guna meningkatkan kualitas luaran penyakit kritis pada bayi dan anak, diperlukan pelatihan resusitasi tahap dasar dan
lanjut, diharapkan dapat menjamin luaran yang baik sebagai usaha menurunkan morbiditas dan mortalitas kegawatan
bayi dan anak.
Setiap dokter dan tenaga medis diharapkan kompeten dan trampil dalam mengenali kegawatan pada bayi dan
anak dengan sakit kritis, serta mampu melakukan tata laksana awal yang bermanfaat dalam menyelamatkan nyawa dan
mengurangi kesakitan. Pelatihan resusitasi bayi dan anak haruslah mampu menjangkau seluruh tenaga kesehatan yang
berhadapan dengan pasien bayi dan anak. Pelatihan yang baik idealnya dapat memberikan materi pengajaran yang
terstandarisasi dalam mencapai kompetensi yang sama bagi pelaksana (provider) pada saat memberikan pertolongan.
Di masa pandemi seperti saat ini, pelatihan yang dilaksanakan sepenuhnya secara daring menjadi pilihan yang
mau tidak mau harus diselenggarakan sebagai suatu upaya adaptasi menuju masa transisi dan kenormalan baru (new
normal). Oleh karena itu, perekrutan pelatih sebagai usaha untuk memperluas cakupan pelatihan resusitasi pediatri
tahap lanjut yang disusun dan dilaksanakan oleh Unit Kerja Koordinasi Emergensi dan Rawat Intensif Anak Ikatan
Dokter Anak Indonesia (UKK ERIA IDAI), merupakan Training or Trainer Advanced Pediatric Resuscitation Course
(ToT APRC) pertama yang dilaksanakan dengan sepenuhnya secara daring. Begitu pula dengan pelaksanaan pelatihan
berbasis sepenuhnya daring dan mengoptimalkan penyampaian melalui berbagai media interaktif dan pemanfaatan
teknologi canggih, sebagai bagian dari pengembangan kemampuan mengajar dari para pelatih yang selama ini terbiasa
dengan pola pelatihan luring. Suatu tantangan yang tidak mudah. Diperlukan suatu buku panduan yang berbasis
teknologi dan kepiawaian untuk menerjemahkannya dalam format digital.
Kami menghaturkan terima kasih banyak dan memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada seluruh
kontributor, penyusun dan editor buku APRC. Semoga semua jerih payah, waktu dan tenaga yang telah dicurahkan
dalam mewujudkan buku APRC ini menjadi penambah timbangan amal kebaikan bagi semuanya. Besar harapan kami
agar buku APRC dapat dipergunakan sebagai panduan para praktisi, teman sejawat dokter anak dan tenaga kesehatan
lainnya untuk lebih memahami, kemudian nantinya mampu menerapkan resusitasi tahap lanjut yang adekuat kepada
bayi dan anak dengan kegawatan di tempat kerjanya, sehingga dapat menurunkan angka kematian bayi dan anak.

Terima kasih,
Salam Sehat.

Dr. dr. Ririe Fachrina Malisie, Sp.A(K)


Ketua UKK ERIA

APRC v
Kata Sambutan
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh

Salam sejahtera dari Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia

Puji syukur ke hadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga kita dapat mencurahkan
waktu dan tenaga untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang Ilmu Kesehatan Anak. Kami mengucapkan
selamat dan terima kasih kepada Unit Kerja Koordinasi Emergensi dan Rawat Intensif Anak  Ikatan Dokter Anak
Indonesia atas diterbitkannya Buku Advance Pediatric Resuscitation Course (APRC), semoga menjadi berkah bagi kita
semua.
Berdasarkan Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2017, kematian bayi sebesar 24
per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi salah satu indikator kesehatan dalam Sustainable
Development Goals (SDGs) dan fokus pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Kementerian
Kesehatan RI. Pada target SDGs nomor tiga, Good Health and Well-being, menerangkan bahwa salah satu tujuan yang
ingin dicapai adalah penurunan angka kematian bayi dengan target menjadi 12 per 1000 kelahiran hidup pada tahun
2030.
Demi tercapainya target SDGs tersebut, kita perlu optimalkan kemampuan dalam mengenali dan menangani
kasus kegawatdaruratan pada anak. Penanganan kasus kegawatdaruratan pada anak memerlukan sistem yang
terkoordinasi baik antar tenaga kesehatan, kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan penanganan dengan cepat
dan tepat serta adanya fasilitas kesehatan yang memadai. Oleh sebab itu, pengetahuan dan keterampilan para dokter
dan tenaga kesehatan lainnya  dalam menangani kondisi kegawatdaruratan pada bayi dan anak harus selalu diasah dan
ditingkatkan.
Selain mengikuti pelatihan resusitasi tahap awal, dokter spesialis anak juga perlu meningkatkan kemampuannya
dengan pelatihan resusitasi tahap lanjut. Semoga dokter dan tenaga kesehatan lainnya juga dapat memanfaatkan buku
ini sebaik-baiknya sebagai media pembelajaran serta pegangan ketika menemukan kondisi gawat darurat pada bayi
dan anak.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh

Prof. DR. Dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp.A(K), FAAP, FRCPI (Hon)
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia

vi
Daftar Isi

Daftar Kontributor....................................................................................................................................................iii
Kata Pengantar........................................................................................................................................................... v
Kata Sambutan Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia................................................................................. vi

BAB 1 Pendahuluan.............................................................................................................................................1
BAB 2 Karakteristik Anak....................................................................................................................................5
BAB 3 Assessmen Pra-Rumah Sakit pada Kegawatan Anak.................................................................................13
BAB 4 Mengenali dan Mengevaluasi Kegawatan pada Anak dengan Saga dan Sadewa........................................16
BAB 5 Manajemen Jalan Napas pada Anak........................................................................................................21
Bab 6 Bantuan Hidup Dasar.............................................................................................................................29
BAB 7 Defibrilasi dalam Tatalaksana Gangguan Irama Jantung .........................................................................36
BAB 8 Syok........................................................................................................................................................41
BAB 9 Keracunan...............................................................................................................................................46
BAB 10 Kejang dan Status Epileptikus.................................................................................................................53
BAB 11 Penurunan Kesadaran..............................................................................................................................58
BAB 12 Obstruksi Jalan Napas Atas.....................................................................................................................69
BAB 13 Obstruksi Saluran Pernapasan Bawah......................................................................................................76
BAB 14 Trauma Kepala........................................................................................................................................86
BAB 15 Trauma Toraks........................................................................................................................................93
BAB 16 Trauma Abdomen.................................................................................................................................102
BAB 17 Tenggelam.............................................................................................................................................105
BAB 18 Luka Bakar............................................................................................................................................109
BAB 19 Prosedur................................................................................................................................................113
BAB 20 Lampiran..............................................................................................................................................130

APRC vii
viii
BAB 1
Pendahuluan

1.1. PENDAHULUAN 50% dari 63 pada tahun 1990 menjadi 32 pada tahun
Setiap tahun, jutaan anak meninggal disebabkan karena 2015. Demikian juga halnya dengan angka mortalitas
penyakit atau keadaan kegawatan yang dapat dicegah balita, terjadi penurunan hingga 60%. Angka mortalitas
dan diobati. Perbaikan kompetensi tenaga medis untuk balita menurun dari 93 pada tahun 1990 menjadi 38
mengetahui keadaan kegawatan dan tata laksana awal pada tahun 2019. Pada beberapa negara maju, bahkan
kegawatan dapat menyelamatkan lebih banyak nyawa. penurunannya jauh lebih dramatis.
Pelatihan tata laksana kegawatan untuk praktisi Perbaikan yang sangat besar pada angka mortalitas
kesehatan dan sumber daya pelayanan kesehatan sangat bayi ini disebabkan karena perbaikan kondisi kehidupan,
bervariasi di setiap negara. Namun demikian, untuk seperti perbaikan sanitasi, rumah, kualitas air minum,
meningkatkan kualitas luaran penyakit kritis atau cedera dan nutrisi. Perbaikan layanan kesehatan, seperti layanan
diperlukan pelatihan prinsip dasar resusitasi untuk obstetrik dan neonatus, vaksinasi, juga memiliki peranan
menjamin luaran yang jauh lebih baik dalam upaya sangat besar pada penurunan angka mortalitas anak.
menurunkan morbiditas dan mortalitas pada setiap Penatalaksanaan kasus kritis yang lebih baik dapat
kegawatan anak. membantu menurunkan angka mortalitas.
Di Indonesia, berdasarkan data United Nation
1.2. ANGKA MORTALITAS PADA ANAK Children’s Fund (UNICEF) dan World Bank, angka
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa, mortalitas bayi adalah 34 pada tahun 2012, menurun dari
secara global, angka mortalitas bayi menurun hampir 71 pada tahun 1990, dan angka mortalitas balita adalah

325
Premat
300
acute respiratory infect
275
Other cau
250

225 Congenital anoma

200 Birth asph


175 Inju
150
Neonatal se
125
Diarrh
100
Mea
75

50
Ma

25 HIV/A

0
1950 1955 1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015 2020

Gambar 1.1. Grafik angka mortalitas balita di Indonesia dari tahun ke tahun.
Sumber: http://www.data.unicef.org (Diakses 10 November 2021)

1
27 pada tahun 2015, menurun dari 84 pada tahun 1990 berat, dan cedera yang terjadi tidak kompatibel untuk
(Gambar 1.1). Secara nasional, angka mortalitas anak di hidup, sehingga akan segera meninggal setelah kejadian.
Indonesia di bawah rerata mortalitas global. Akan tetapi, Kelompok kedua meninggal karena kegagalan respirasi
masih terdapat disparitas angka mortalitas yang tinggi di yang progresif, insufisiensi sirkulasi, atau peningkatan
provinsi yang berbeda. tekanan intrakranial karena efek sekunder cedera. Pada
kondisi ini, kematian terjadi beberapa jam apabila tidak
ditata laksana segera. Pada kelompok ketiga, kematian
1.3. PENYEBAB KEMATIAN PADA ANAK
disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial,
Penyebab kematian pada anak pada tiap kelompok
infeksi, dan kegagalan organ multipel. Tata laksana
umur bervariasi di setiap negara. Pada periode neonatus,
yang sesuai pada jam pertama pada kelompok ini akan
penyebab kematian utama adalah kelainan kongenital,
menurunkan kematian.
infeksi antepartum, dan prematuritas.
Di negara berkembang, penyakit infeksi masih
Pada negara maju, kematian terutama disebabkan
merupakan penyebab utama kematian. Tujuh
oleh kelainan kongenital dan trauma. Pada bayi usia
dari sepuluh kematian pada anak disebabkan oleh
1-12 bulan, kelainan kongenital, kondisi prematuritas,
pneumonia, diare, campak, malaria, dan malnutrisi.
dan kematian mendadak yang tidak dapat dijelaskan
HIV/AIDS juga berkontribusi dan berhubungan dengan
penyebabnya, berkontribusi sekitar 20%. Kelainan
peningkatan kasus kematian akibat tuberkulosis. Dengan
kongenital berkontribusi meningkatnya mortalitas pada
meningkatnya arus urbanisasi di negara berkembang,
seluruh kelompok usia anak, seperti penyakit jantung
kematian akibat trauma juga meningkat, khususnya
kongenital kompleks, malformasi sistem saraf pusat,
trauma pada kasus kecelakaan bermotor.
kelainan metabolik, dan anomali kromosom.
Di Indonesia, penyebab kematian terbanyak adalah
Setelah usia 1 tahun, trauma menjadi penyebab
karena prematuritas dan penyakit infeksi. Penyebab
tersering kematian. Kematian akibat trauma dapat
kematian pada anak di bawah 5 tahun di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi tiga. Kelompok pertama
dilihat pada gambar di bawah (Gambar 1.2).
adalah trauma yang menyebabkan kerusakan sangat

Gambar 1.2. Penyebab kematian anak di bawah 5 tahun di Indonesia. (WHO, 2013)

2 BAB 1: Pendahuluan
1.4. ALUR TERJADINYA HENTI menyebabkan kerusakan sel dan pada akhirnya kematian
KARDIORESPIRATORIK (khususnya pada organ yang sensitif, seperti otak, hati,
Henti jantung pada anak berbeda dengan dewasa. Pada dan ginjal), sebelum kerusakan miokard cukup parah
anak, henti jantung sangat jarang disebabkan penyebab untuk menyebabkan henti jantung.
primer dari penyakit jantung, tetapi umumnya karena Penyebab henti jantung lainnya pada anak adalah
penyebab sekunder, yaitu hipoksia. Hipoksia dapat penyebab sekunder akibat kegagalan sirkulasi. Kondisi
terjadi pada keadaan henti nafas atau kondisi respirasi ini seringkali dikarenakan kehilangan cairan atau darah
yang patologis, seperti asfiksia, inhalasi benda asing, (contoh: gastroenteritis, luka bakar, atau trauma),
bronkiolitis, dan asma. Henti nafas juga dapat terjadi atau dari maldistribusi cairan di dalam sistem sirkulasi
sekunder karena disfungsi neurologis yang disebabkan (contoh: sepsis atau anafilaksis). Pada kondisi kegagalan
berbagai penyebab, seperti kejang, keracunan, sirkulasi tersebut, seluruh organ akan kehilangan nutrisi
peningkatan tekanan intrakranial karena cedera kepala, esensial dan oksigen. Kondisi syok akan berprogresi
ensefalopati akut. menjadi henti jantung, dan pada akhirnya, seperti pada
Henti jantung pada anak karena penyebab apa kondisi kegagalan respirasi, akan terjadi hipoksia jaringan
pun menyebabkan periode insufisiensi respirasi pada dan asidosis.
anak, yang kemudian akan menyebabkan hipoksia dan Pada kenyatannya, kedua alur henti jantung tersebut
asidosis respiratorik. Kombinasi hipoksia dan asidosis dapat terjadi pada satu waktu (Gambar 1.3).

Benda Asing
Sumbatan
Asma
Napas
Croup
Gagal
Napas Kejang
Depresi
Keracunan
Napas
Hen� Peningkatan TIK
Jantung

Perdarahan Kehilangan
Luka Bakar Cairan
Gagal Muntah
Sirkulasi
Sepsis
Maldistribusi
Anafilaksis
Cairan
Gagal Jantung

Gambar 1.3. Alur terjadinya henti kardiorespiratorik

APRC 3
1.5. LUARAN HENTI JANTUNG PADA anak menunjukkan bahwa lama resusitasi berhubungan
ANAK dengan luaran yang buruk, kecuali pada kasus tenggelam
Luaran henti jantung pada anak adalah buruk. Pada di air dingin.
pasien yang selamat, tidak sedikit yang mengalami defisit
neurologis permanen. Luaran yang paling buruk adalah Daftar bacaan
pada pasien henti jantung di luar rumah sakit dan tiba 1. S amuels M, Wieteska S. Advanced Pediatric Life Support:
The Practical Approach. 5th ed. Oxford: Wiley-Blackwell;
di rumah sakit pada keadaan apnu. Pada pasien dengan 2011. p. 3-6.
kondisi tersebut, akan mengalami gangguan pada sistim 2. Unicef. Child mortality estimates: country specific under
neurologis, terutama pada kasus yang telah dilakukan five mortality rate. [Updated Sep 2015; cited Apr 2016].
Available from: http://www.data.unicef.org
resusitasi kardiopulmonal lebih dari 20 menit.
3. WHO. Distribution of causes of neonatal and under five
Beberapa faktor yang dapat menjadi pertimbangan deaths. [Updated Sep 2013; cited Apr 2016]. Available
untuk meneruskan resusitasi atau tidak, antara lain from: http://www.who.int
lama resusitasi yang telah dilakukan, penyebab henti 4. Wyllie J, Bruinenberg J, Roehr CC, Rudiger M,

Trevisanuto D, Urlesberger B. ERC Guideline:
jantung, kondisi medis penyerta, usia, lokasi terjadi henti resuscitation and support of transition babies at birth.
jantung, apakah kejadian henti jantung disaksikan atau Resuscitation. 2015;95:249–63.
tidak, durasi henti jantung sebelum tindakan resusitasi, 5. International Liasion Committee on Resuscitation.

Paediatric basic and advanced life support. Resuscitation.
gangguan irama jantung (irama shockable), serta
2005;67:271-91.
kejadian khusus (tenggelam di air dingin). Studi pada

4 BAB 1: Pendahuluan
BAB 2
Karakteristik Anak

2.1. PENDAHULUAN 1. Broselow Pediatric Emergency Tape/ Broselow Tape


Pendekatan dan tata laksana kegawatan pada anak Pita Broselow menggunakan prinsip memperkirakan
harus disesuaikan dengan tahap pertumbuhan dan berat badan dengan mengukur panjang-tinggi badan
perkembangan, sesuai dengan kelompok usia masing- anak. Pita tersebut mengukur tinggi badan anak
masing. Perbedaan tersebut terletak pada perkembangan dan pada tinggi badan tertentu tertulis perkiraan
anatomis, fisiologis, dan psikologis anak. berat badan, dosis obat, dosis defibrilasi, cairan, dan
ukuran alat resusitasi (Gambar 2.1)
2.2. BERAT BADAN 2. Metode Advanced Pediatric Life Support (APLS)
Usia Rumus
Berat badan anak diperlukan untuk menentukan dosis
1- 12 bulan (0,5 x Usia dalam bulan) + 4
obat, dosis defibrilasi, kebutuhan cairan, dan ukuran
1-5 tahun (2 x Usia dalam tahun) + 8
alat-alat resusitasi. Pengukuran berat badan anak dengan 6-12 tahun (3 x Usia dalam tahun) + 7
menggunakan timbangan sering kali sulit dilakukan pada
3. Metode Best Guess
keadaan kegawatdaruratan. Oleh karena itu, dipakai
Usia Rumus
beberapa cara untuk memperkirakan berat badan anak, 1-11 bulan (Usia dalam bulan + 9)/2
sebagai berikut: 1-4 tahun 2 x (usia + 5)
5-14 tahun 4 x usia

Neonatus/ Bayi Anak Kecil Anak Anak Anak Besar Dewasa


Alat Bayi Kecil (3-5 kg) (6-9 kg) Balita (10-11 kg) (12-14 kg) (15-18 kg) (19-22 kg) (24-30 kg) (> 32 kg)
Ambu resusitasi Bayi Anak Anak Anak Anak Anak Anak/dewasa Dewasa
Sungkup O2 Neonatus Neonatus Pediatri Pediatri Pediatri Pediatri Dewasa Dewasa
Oropharyngeal Airway Bayi/anak kecil Bayi/anak kecil Anak kecil Anak Anak Anak/ Anak/ Dewasa Sedang
Dewasa kecil Dewasa Kecil
Bilah laringoskop 0-1 lurus 1 lurus 1 lurus 2 lurus 2 lurus atau 2 lurus atau 2-3 lurus atau 3 lurus atau
melengkung melengkung melengkung melengkung
Ukuran Endotracheal tube (mm) Bayi prematur 2.5 3.5 uncuffed 4.0 uncuffed 4.5 uncuffed 5.0 uncuffed 5.5 uncuffed 6.0 cuffed 6.5 cuffed
Bayi aterm 3.0-3-5 uncuffed
Kedalaman Endotracheal tube 10-10.5 10-10.5 11-12 12.5-13.5 14-15 15.5-16.5 17-18 18.5-19.5
(cm dari bibir)
Stylet (F) 6 6 6 6 6 14 14 14
Selang suction (F) 6-8 8 8-10 10 10 10 10 12
Manset tekanan darah Neonatus/ Neonatus/ Bayi/ Anak Anak Anak Anak Anak/ Dewasa
Bayi Bayi Dewasa
Kateter intravena (G) 22-24 22-24 20-24 18-22 18-22 18-20 18-20 16-20
Wing needle/ 23-25 23-25 23-25 21-23 21-23 21-23 21-22 18-21
Butterfly needle (G)
Selang nasogastric (F) 5-8 5-8 8-10 10 10-12 12-14 14-18 18
Kateter urin (F) 5-8 5-8 8-10 10 10-12 10-12 12 12
Paddle defibrillator/ Paddles bayi Paddles bayi Paddles dewasa (≥1 Paddles dewasa Paddles dewasa Paddles dewasa Paddles dewasa Paddles dewasa
eksternal kardioversi (hingga 1 tahun atau ≥10 kg)
tahun/10 kg)
Chest tube (F) 10-12 10-12 16-20 20-24 20-24 24-32 28-32 32-40

Gambar 2.1. Pita Broselow

5
2.3. ANATOMI DAN FISIOLOGI vertebra servikalis ke-4, ke-5, dan ke-6. Posisi ini
Karakteristik anatomi dan fisiologi pada anak beubah mengakibatkan terdapatnya sudut yang relatif
seiring dengan bertambahnya usia. Perubahan tersebut tajam antara basal lidah dan liang glotis. Keadaan
antara lain: ini menyulitkan penolong untuk melihat epiglotis
karena jaringan dasar mulut bayi relatif lunak,
Jalan napas (Airway) penggunaan laringoskop berdaun lurus dengan
Secara anatomi dan fisiologi, terdapat beberapa perbedaan teknik menekan jaringan dasar mulut lebih digemari
antara sistem pernapasan anak dan dewasa. Jalan napas saat mengintubasi bayi.
dipengaruhi oleh anatomi kepala dan leher sebagai – Laring anak berbentuk corong sedangkan laring
berikut: remaja dan dewasa berbentuk silinder (Gambar
– Kepala bayi memiliki oksiput yang menonjol, 2.2). Diameter pipa endotrakeal harus disesuaikan
mengakibatkan posisi sniffing saat berbaring dengan diameter rawan krikoid, bukan liang glotis.
terlentang. Keadaan ini mengakibatkan jalan napas – Bayi memiliki trakea yang pendek. Keadaan
dapat lebih terbuka dengan meletakkan penyangga ini mengakibatkan mudah terjadi migrasi pipa
pada bahu. endotrakeal, baik endobronkial dengan akibat
– Lidah bayi berukuran relatif lebih besar dibanding atelektasis paru kiri, maupun bermigrasi keluar dari
ruang orofaring. Keadaan ini dapat mengakibatkan liang glottis hingga jalan napas tidak terlindungi.
obstruksi jalan napas bila lidah jatuh ke belakang dan Migrasi dapat terjadi pada fleksi atau ekstensi kepala.
juga dapat mengganggu upaya melihat laring saat – Bayi juga memiliki pita suara yang pendek dengan
melakukan intubasi dengan laringoskop. perlekatannya di dinding anterior lebih rendah.
– Epiglotis bayi dan balita lunak, pendek, sempit, dan Susunan anatomi ini menyebabkan perlekatan
membentuk sudut dengan sumbu trakea. Keadaan ini endotrakeal secara buta sangat mungkin terhambat
menyulitkan pengontrolan epiglotis saat melakukan di komisura anterior pita suara.
intubasi. – Lamina posterior rawan krikoid lebih tebal dan
– Pada anak, proyeksi laring pada vertebra servikalis membentuk sudut seperti huruf “V”, sedang arkus
lebih tinggi daripada dewasa yaitu setinggi vertebra anterior lebih bulat. Karena pipa endotrakeal
servikalis ke-3 dan ke-4, sedang pada dewasa setinggi berbentuk bulat, bagian posterior akan mengalami

Kartilago
Kartilago Tiroid
P Tiroid A P A

Krikoid
Krikoid

Laring anak Laring dewasa

Gambar 2.2. Perbedaan laring anak dan dewasa (A: anterior; P: posterior)

6 BAB 2: Karakteristik Anak


tekanan lebih besar sehingga dapat mengakibatkan gerakan diafragma. Oleh karena itu, hal-hal yang dapat
iskemia dan nekrosis. mengganggu pergerakan diafragma (misalnya distensi
– Jalan napas tersempit anak dibawah usia 10 tahun lambung atau toraks, akut abdomen) dapat menyebabkan
terletak di bawah pita suara, yaitu setinggi rawan gangguan pernapasan.
krikoid yang kurang elastis. Laring anak berbentuk Tulang iga relatif horizontal dan bersifat elastis,
corong sedangkan laring remaja dan dewasa sehingga sehingga bila terjadi trauma dinding dada,
berbentuk silinder. Diameter pipa endotrakeal cedera parenkim mungkin terjadi tanpa disertai fraktur
harus disesuaikan dengan diameter rawan krikoid, pada tulang iga. Adanya fraktur multipel pada tulang iga
bukan liang glotis. Kebocoran dari pipa endotrakeal menunjukkan beratnya trauma, cedera parenkim, dan
pada peak inspiratory pressure 20-30 cmH2O setelah flail chest yang berat. Otot interkostal umumnya tipis dan
intubasi merupakan indikator pemilihan pipa tidak dapat banyak meningkatkan volume toraks dengan
endotrakeal yang tepat. mengangkat iga.
Pada obstruksi saluran napas, dinding toraks yang
Napas (Breathing) elastis mengalami retraksi pada saat inspirasi. Keadaan ini
Diameter saluran napas atas dan bawah pada anak relatif menimbulkan gerak napas paradoks. Merintih (grunting)
lebih sempit. Akibatnya, edema mukosa ringan dapat pada bayi adalah upaya untuk mempertahankan kapasitas
meingkatkan resistensi jalan napas (work of breathing) residu fungsional paru dan jalan napas agar tetap terbuka.
yang besar. Sesuai dengan hukum Poiseuille, penurunan Kebutuhan oksigen per kilogram berat badan pada
penampang lintang saluran akan meingkatkan resistensi anak adalah 6-8 ml/kg. Sementara kebutuhan pada
sebesar pangkat 4 resistensi sebelumnya (Gambar 2.3) dewasa adalah 3-4 ml/kg. Keadaan ini menyebabkan laju
Dinding dada yang bersifat elastis menyebabkan pernapasan anak lebih tinggi (Tabel 2.1) dan hipoksemia
kapasitas residu fungsional paru berkurang bila usaha lebih cepat terjadi pada anak. Laju pernapasan dapat
napas berkurang. Volume tidal sangat bergantung meningkat pada latihan fisik, ketakutan, nyeri, dan
demam.

Normal Edema Resistensi Luas area


(R = 1/radius 4) penampang

Bayi ↑ 16x ↓ 75%


4 mm

Dewasa ↑ 3x ↓ 44%
8 mm

Gambar 2.3. Peningkatan resistensi akibat edema mukosa

APRC 7
Tabel 2.1. Laju pernapasan berdasarkan usia metabolik (misal: syok, ketoasidosis diabetikum, diare
Usia (tahun) Laju pernapasan (napas per menit) dengan dehidrasi, keracunan salisilat, dan insufisiensi
0 hari-1 bulan ≤68
>1 bulan- <2 tahun ≤58 ginjal kronik). Laju napas yang sangat lambat dan
2-5 tahun ≤44 ireguler pada anak dengan kegawatan akut adalah tanda
6-12 tahun ≤38 klinis yang mengkhawatirkan dan biasanya disebabkan
13-18 tahun ≤35
oleh hipotermi, kelelahan, dan depresi susunan saraf
Pada anak, depresi pusat pernapasan dapat terjadi pusat. Kelelahan adalah penyebab tersering penurunan
akibat hipoksia, hipotermia, intoksikasi, gangguan laju napas. Perlambatan laju napas atau iregularitas napas
metabolik (misal hipoglikemia), dan disfungsi susunan merupakan pertanda perburukan klinis.
saraf pusat (misal akibat trauma atau kejang). Hipotermia
dan Erb’s paresis lebih sering terjadi pada bayi sedangkan Fisiologi pernapasan
trauma servikal lebih sering terjadi pada dewasa. Meningkatnya kerja napas sering ditandai dengan napas
Gagal napas adalah cerminan dari kekurangan cuping hidung, retraksi interkostal, subkostal, dan
oksigenasi akibat gangguan ventilasi yang dapat suprasternal. Tanda tersebut dijumpai pada obstruksi jalan
disebabkan oleh sumbatan jalan napas, kelainan intrinsik napas atau penyakit alveolar. Meningkatnya kerja napas,
paru, dan usaha napas yang tidak memadai (misalnya akan meningkatkan kebutuhan oksigan otot napas yang
gangguan pada otot pernapasan). akhirnya akan meningkatkan produksi karbondioksida.
Bila seorang anak dengan potensial gawat napas Anggukan kepala ke atas saat inspirasi (head
tidak terjadi perbaikan klinis setelah mendapat terapi bobbing), merintih (grunting), stridor, dan ekspirasi
oksigen, maka tindakan agresif perlu segera diberikan memanjang adalah tanda gangguan fisiologi pernapasan.
untuk mencegah terjadinya gagal napas. Pemeriksaan Head bobbing menandakan adanya peningkatan usaha
analisis gas darah tidak ditujukan untuk menilai keadaan napas. Retraksi dada disertai dengan distensi abdomen
postensial gagal napas, tetapi dipakai untuk membuktikan menandakan adanya obstruksi jalan napas bagian atas
dugaan klinis dan menilai respon terapi. Bayi dan anak (seesaw respiration). Pola napas mata gergaji disebut juga
dengan risiko henti napas umumnya dimulai dengan napas abdominal. Pola napas ini tidak efisien karena
adanya tanda-tanda: volume tidal tidak adekuat dan mudah menyebabkan
– Peningkatan laju napas, peningkatan usaha napas, kelelahan.
menurunnya suara napas Merintih terjadi karena penutupan glotis lebih awal
– Penurunan kesadaran atau respons terhadap nyeri dan kontraksi diafragma yang terlambat pada waktu
– Tonus otot rangka melemah ekspirasi. Penutupan glotis tersebut dibutuhkan sebagai
– Sianosis mekanisme kompensasi untuk meningkatkan kapasitas
residu fungsional paru sehingga dapat mencegah kolaps
Oleh karena itu, penilaian fungsi napas harus alveolus dan mencegah kehilangan volume paru. Merintih
meliputi penilaian laju napas, fisiologi pernapasan, dan biasanya terjadi pada edema paru, pneumonia, penyakit
warna kulit/ membran mukosa. membran hialin, dan atelektasis.
Stridor inspirasi adalah tanda obstruksi jalan napas
Laju Napas atas (ekstratorakal), misalnya obstruksi oleh lidah yang
Pada bayi, manifestasi awal distres napas adalah takipnu. besar, laringomalasia, paralisis pita suara, hemangioma,
Takipnu tanpa tanda lain distres napas adalah bagian tumor jalan napas, kista, infeksi jalan napas atas, edema
dari upaya kompensasi sistim napas terhadap asidosis jalan napas atas, dan aspirasi benda asing. Ekspirasi

8 BAB 2: Karakteristik Anak


memanjang yang disertai mengi adalah tanda obstruksi Sirkulasi (Circulation)
jalan napas bawah (intratorakal) seperti pada asma, Volume darah dalam sirkulasi per kilogram berat badan
bronkiolitis, edema paru, dan benda asing intratorakal. neonatus, bayi, dan anak secara berurutan adalah 85
Gerakan pengembangan dada dan kualitas aliran ml, 80 ml, dan 75 ml. Volume tersebut lebih besar
udara masuk ke paru-paru pada saat inspirasi merupakan dibandingkan volume orang dewasa per kilogram berat
cerminan dari kecukupan volume tidal dan efektivitas badan. Tingginya volume tersebut memungkinkan anak
ventilasi paru. Tidak adekuatnya pengembangan dada mempertahankan tekanan darah sistolik tetap normal
dapat disebabkan oleh hipoventilasi, obstruksi jalan meskipun telah terjadi kehilangan darah. Hipotensi baru
napas, atelektasis, pneumotoraks, efusi pleura, sumbatan terdeteksi bila terjadi kehilangan darah ≥25% volume
mukus, dan aspirasi benda asing. Pemeriksaan auskultasi sirkulasi. Namun demikian, kehilangan darah 5-10%
suara napas dan aliran udara yang masuk ke paru-paru volume sirkulasi, sudah merupakan kehilangan yang
harus dinilai di seluruh lapangan paru termasuk di daerah bermakna. Oleh karena itu, setiap pengambilan darah
aksila untuk mengetahui apakah ada kelainan pada untuk pemeriksaan laboratorium dan kehilangan darah
seluruh lapangan paru. lainnya, perlu dicatat dengan seksama.
Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompa
Warna kulit/ membran mukosa keluar dari jantung setiap menit (denyut jantung dikali
Pada lingkungan yang hangat, warna kulit, mukosa, isi sekuncup). Isi sekuncup adalah jumlah darah yang
dan suhu harus konsisten antara bagian tubuh dan dipompa keluar ventrikel kiri setiap kontraksi. Tekanan
ekstremitas. Pada fungsi kardiovaskular normal, mukosa, darah bergantung dari curah jantung dan tahanan
kuku, telapak tangan dan telapak kaki berwarna merah pembuluh darah sistemik. Perfusi organ tergantung dari
muda (pink). Pada keadaan hipoksemia atau perfusi yang curah jantung dan tekanan perfusi (Gambar hal.6)
buruk, kulit tubuh dan ektremitas terlihat berbercak Variabel yang mudah diukur secara klinis untuk
(mottled) sedangkan pada tangan dan kaki terlihat kelabu, menentukan curah jantung adalah tekanan darah dan
pucat, dan teraba dingin. denyut jantung, sedangkan isi sekuncup dan tahanan
Sianosis sentral jelas terlihat pada hipoksemia. Secara pembuluh sistemik secara tidak langsung dapat dinilai
klinis, sianosis sentral baru terlihat bila >5 g% hemoglobin dengan pemeriksaan denyut nadi dan perfusi jaringan.
mengalami desaturasi oksigen. Oleh karena itu, sianosis
mudah terlihat pada polisitemia dibandingkan dengan Denyut jantung
anak normal dan anemia. Sianosis tidak akan terlihat Denyut jantung bayi dan anak menurut usia
pada anemia berat meskipun terjadi hipoksemia berat. dipresentasikan pada Tabel 2.2. Sinus takikardia
Dengan demikian, sianosis sentral bukan indikator awal merupakan respon umum pada kondisi stres misalnya
yang dapat digunakan untuk hipoksemia. ansietas, nyeri, demam, hipoksemia, hiperkapnia,
Suhu lingkungan harus diperhatiakan selama hipovolemia, dan/atau kelainan fungsi jantung. Oleh
menilai warna dan suhu kulit. Bila suhu ruangan
dingin, akan terjadi vasokonstriksi pembuluh perifer Tabel 2.2. Denyut jantung menurut usia
dan menyebabkan kulit berbercak (mottled), pucat, dan Usia (tahun) Denyut jantung (denyut per menit)
teraba dingin disertai dengan melambatnya pengisian 0 hari – 1 bulan 100-190
>1 bulan - <2tahun 90-180
kapiler (capillary refill) kurang dari 2 detik. Pengisian
2-5 tahun ≤160
kapiler adalah tanda klinis yang harus dinilai pada cahaya 6-12 tahun ≤140
ruangan yang cukup dan suhu ruangan yang tidak terlalu 13-18 tahun ≤ 130

dingin.

APRC 9
karena itu, bila terjadi takikardia, perlu dicari faktor- diraba. Ketidaksesuaian isi antara nadi sentral dengan
faktor penyebabnya. perifer disebabkan karena adanya vasokonstriksi perifer
Pada anak, curah jantung lebih banyak dipengaruhi antara lain karena suhu dingin atau sebagai tanda awal
oleh denyut jantung dibandingkan isi sekuncup. Curah penurunan curah jantung. Tekanan nadi menentukan isi
jantung meningkat seiring dengan meningkatnya denyut nadi. Tekanan nadi dihitung berdasarkan rumus berikut:
jantung. Bila takikardia gagal mempertahankan curah
jantung, maka akan terjadi hipoksia jaringan dan asidosis Tekanan nadi = Tekanan sistolik – Tekanan diastolik
yang akhirnya menyebabkan bradikardia. Bradikardia
dengan distres kardiopulmonal menandakan ancaman Penurunan curah jantung menyebabkan tekanan
henti kardiopulmonal. nadi mengecil, mengakibatkan denyut teraba menjauh
dan akhirnya tidak teraba. Pada keadaan curah jantung
Tekanan darah yang cukup, tekanan nadi normal, maka denyut nadi akan
Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan teraba keras. Hilangnya denyut nadi sentral merupakan
resistensi/tahanan pembuluh darah sistemik. Meskipun tanda kegawatan kardiovaskular dan harus dianggap dan
curah jantung menurun, tekanan darah dapat diperlakukan sebagai henti jantung.
dipertahankan normal dengan meningkatkan tahanan
pembuluh darah sistemik. Tekanan darah sistolik pada Kulit
anak berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 2.3. Penurunan perfusi kulit merupakan tanda awal syok. Bila
perfusi baik, maka tangan dan kaki teraba hangat, kering,
Tabel 2.3. Tekanan darah berdasarkan usia serta telapak tangan terlihat merah sampai ke ujung jari.
Usia Tekanan darah sistolik* Tetapi, bila terdapat penurunan curah jantung, kulit
0 hari-1 bulan 60
teraba dingin, dimulai dari perifer (ujung jari tangan dan
>1 bulan-<1 tahun 70
1-10 tahun 70+(2xusia dalam tahun) kaki) dan menuju proksimal ke arah tubuh. Perlambatan
>10 tahun 90 pengisian kapiler (lebih dari 2 detik), dapat terjadi pada
*Persentil 5 tekanan darah sistolik sesuai kelompok usia syok, demam, dan suhu udara dingin. Kulit berbercak
(mottled), pucat, melambatnya pengisian kapiler, dan
Takikardia dan peningkatan kontraktilitas jantung sianosis perifer menandakan perfusi kulit yang buruk.
memiliki peranan penting didalam mempertahankan
curah jantung. Bila mekanisme kompensasi gagal, maka
Otak
akan terjadi hipotensi dan fase syok dekompensasi
Tanda hipoperfusi otak tergantung oleh derajat dan
sehingga pengenalan dini fase awal syok kompensasi
lamanya iskemia otak. Pada iskemia otak mendadak, akan
sangat diperlukan, yaitu dengan menilai tanda klinis yang
dijumpai gejala neurologis lain disamping penurunan
secara tidak langsung merupakan cerminan aliran darah
kesadaran seperti kelemahan tonus otot, kejang, dan
dan tahanan pembuluh darah sistemik. Tanda klinis
dilatasi pupil. Bila iskemia otak terjadi secara bertahap,
tersebut adalah denyut nadi perifer dan fungsi organ
maka gejala neurologis yang terjadi biasanya tidak jelas
(end-organ) seperti kulit, otak, dan ginjal.
terlihat, penurunan kesadaran terjadi disertai dengan
agitasi dan letargi. Pada hipoperfusi otak yang berlangsung
Denyut Nadi lama dan dalam, dapat diketahui dengan menghilangnya
Pada anak sehat, nadi karotis, aksila, brakial, radial, refleks tendon, pupil miosis tetapi reaktif, perubahan
femoral, dorsalis pedis, dan tibialis posterior sangat mudah pola napas, dan postur dekortikasi/deserebrasi.

10 BAB 2: Karakteristik Anak


Ginjal meningkatkan pertukaran panas dengan lingkungan
Produksi urin sangat berhubungan dengan kecepatan secara langsung sehingga mempengaruhi kemampuan
filtrasi glomerulus. Kecepatan filtrasi glomerulus tubuh mengatur suhu inti.
mencerminkan status sirkulasi. Meskipun keluaran urin Proporsi kepala yang relatif besar pada bayi baru
merupakan indikator yang baik terhadap perfusi ginjal, lahir (19% dari luas permukaan tubuh) menjadikan
biasanya pada saat awal sulit diperoleh informasi yang kepala menjadi sumber potensial kehilangan panas
akurat karena orangtua tidak memperhatikan jumlah tubuh. Alat pemanas (lampu, selimut) dapat digunakan
urin anaknya. untuk mencegah terjadinya kehilangan panas.
Keluran urin normal rata-rata 1-2 ml/kg/jam. Bila
<1 ml/kg/jam (tanpa adanya penyakit ginjal), merupakan 2.5. STATUS PSIKOLOGIS
tanda perburukan perfusi ginjal yang secara tidak Pengenalan karakteristik anak sesuai fase
langsung menggambarkan adanya hipovolemia. perkembangannya dibutuhkan dalam mengevaluasi
kondisi anak. Tantangan umum yang ditemukan adalah
2.4. LUAS PERMUKAAN TUBUH komunikasi dan rasa takut.
Rasio luas permukaan dibandingkan massa tubuh
paling tinggi pada bayi baru lahir dan berkurang Komunikasi
seiring bertambahnya usia (Gambar 2.4). Sehingga, Adanya keterbatasan verbal antara pemeriksa dengan
semakin muda usia anak, semakin cepat terjadi anak menjadikan komunikasi non-verbal (misalnya
kehilangan panas/hipotermi dikarenakan rasio luas ekspresi wajah, postur tubuh) dan keterangan orang
permukaan dibandingkan massa tubuh yang tinggi dapat tua atau pengasuh anak sebagai bagian yang penting

Area 0 tahun 1 tahun 5 tahun 10 tahun 15 tahun


A 9,5 8,5 6,5 5,5 4,5
B 2,75 3,25 4,0 4,5 4,5
C 2,5 2,5 2,75 3,0 3,25

Gambar 2.4. Luas permukaan tubuh (dalam persen).


Sumber: Advanced paediatric life support, the practical approach

APRC 11
dalam pemeriksaan anak. Bila anak sudah dapat diajak Anak remaja umumnya sudah dapat mengerti sebab-
berkomunikasi, gunakan bahasa yang sesuai dengan akibat dan menyampaikan yang dirasakannya secara
kemampuan anak. Pemeriksa dapat menggunakan verbal. Namun demikian, terkadang ketergantungannya
boneka sebagai peraga untuk menerangkan apa yang akan mulai berpindah dari orang tua/keluarga kepada
dilakukan, namun tidak perlu bernegosiasi. Lakukan teman. Hal yang berbeda dari teman-temannya dapat
prosedur yang memang perlu dilakukan. menimbulkan kecemasan. Gejala psikosomatik sering
dijumpai pada usia remaja. Bicaralah langsung kepada
Rasa Takut anak remaja mengenai keadaannya dan prosedur yang
Rasa takut merupakan masalah utama pada anak usia akan dilakukan. Hormati rahasianya, kecuali bila hal
pra-sekolah. Pada usia ini, anak sering kali belum dapat tersebut dapat membahayakan dirinya.
membedakan antara realita dengan fantasi; memiliki Pendampingan orang tua/pengasuh berperan dalam
miskonsepsi tentang penyakit, cedera, dan fungsi tubuh. mengurangi rasa takut pada anak. Ketiadaan mereka
Sementara pada anak usia sekolah atau remaja, rasa takut disampingnya dapat menimbulkan rasa takut yang
dapat timbul akibat informasi yang mereka dapat dari berlebih baik bagi anak maupun orang tua/pengasuhnya.
orang tua/pengasuh maupun lingkungan seperti media
sosial dan televisi. 2.6. ANAK YANG MEMERLUKAN
Bersikaplah flexible saat memeriksa anak. Tindakan PERAWATAN KHUSUS
yang mungkin menyakitkan, sedapat mungkin dilakukan Kelompok anak yang memerlukan perawatan khusus
lebih akhir, setelah penilaian lain selesai. Pada anak antara lain anak dengan kecacatan fisik, disabilitas
usia pra sekolah, lakukan inspeksi sejak anak dalam intelektual, dan anak dengan penyakit kronik. Untuk
gendongan orang tua/pengasuh. Mintalah bantuan orang kelompok-kelompok tersebut perlu diperhatikan usia
tua/pengasuh untuk hal yang biasa mereka lakukan, perkembangan dibandingkan usia kronologis. Anamnesis
misalnya membuka pakaian bayi. dengan teliti tentang penyakit sekarang, penyakit
Gunakan mainan untuk membantu menenangkan sebelumnya, termasuk obat-obat, alat bantu khusus yang
atau menarik perhatiannya. Pengetahuan dapat digunakan.
membantu mengurangi rasa takut, oleh karena itu, bila
anak dapat berkomunikasi, jelaskan secara jelas dan
Daftar bacaan
sederhana mengenai kondisi dan prosedur yang akan 1. hy treat children differently? Dalam: Samuels M,
W
dilakukan. Anak dapat diberikan pilihan dan merasa Wieteska S, penyunting. Advanced paediatric life support.
memiliki kontrol terhadap dirinya; contoh: “Apakah the practical approach. Edisi ke-5. UK: Wiley-Blackwell.
2011.h.7-13.
kamu ingin saya memeriksa perut atau tangan terlebih
2. Saikia D, Mahanta B. Cardiovascular and respiratory
dahulu?” Namun demikian, hindari pertanyaan yang physiology in children. Indian J Anaesth. 2019
dapat dijawab dengan “tidak”. Berikan pujian bila anak Sep;63(9):690-697. doi: 10.4103/ija.IJA_490_19.
PMID: 31571681; PMCID: PMC6761775.
dapat bekerja sama.

12 BAB 2: Karakteristik Anak


BAB 3
Assessmen Pra-Rumah Sakit pada
Kegawatan Anak

3.1. PENDAHULUAN intubasi. Perbedaan lain adalah laring terletak lebih


Prinsip tata laksana kegawatan pada anak sama dengan anterior dan lebih ke arah sefalad, epiglotis lebih pendek
dewasa, yaitu dahulukan tatalaksana kondisi yang dan berbentuk ellips dan membentuk sudut dengan
mengancam nyawa, seperti obstruksi jalan napas, ventilasi aditus laringeus, yang akan menyulitkan saat melakukan
dan syok. Untuk kelancaran tatalaksana kegawatan intubasi. Laring anak berbentuk corong dengan bagian
pada anak diperlukan persiapan yang baik dengan tersempit di regio kartilago krikoid. Anak juga memiliki
mempersiapkan tim resusitasi. proporsi kepala dan leher yang lebih besar dibandingkan
dewasa. Semua hal tersebut dapat menjadi penyulit waktu
3.2 PENANGANAN PRA-RUMAH SAKIT melakukan intubasi.
Penilaian pra-rumah sakit dilakukan secara cepat dan Oksiput yang cenderung lebih menonjol pada
sistematis, baik kesadaran, respirasi dan sirkulasi, bayi atau anak usia lebih muda menyebabkan mudah
dilanjutkan dengan survei primer. Survei primer diulang tersumbatnya jalan nafas karena fleksi kepala, untuk
kembali di rumah sakit, namun survei sekunder tidak mencegah fleksi tersebut maka harus disangga dengan
boleh dilakukan sebelum survei primer diselesaikan. handuk atau selimut di bawah bahu.
Hal penting yang dilakukan pada survei primer
adalah: memastikan bahwa jalan nafas (airway) tetap B – breathing
lancar, kemudian evaluasi pernapasan pasien (breathing), Anak memiliki kebutuhan oksigen yang lebih tinggi
sirkulasi (circulation), disabilitas neurologi (disability), dibandingkan dewasa, terutama saat terjadi gangguan
dan pajanan lain (exposure). hemodinamik. Pemberian oksigen dalam dosis yang
tepat adalah salah satu indikator keberhasilan tindakan
A – airway resusitasi.
Anak rentan terhadap hipoksia sehingga tata laksana
jalan napas harus dilaksanakan segera. Adanya hipoksia C – circulation
yang berat dan tidak terdeteksi dapat menyebabkan henti Pada anak, syok didefinisikan sebagai tekanan sistolik di
napas dan akhirnya henti jantung. bawah persentil lima untuk usia atau dengan ditemukan
Perlu diperhatikan perbedaan anatomi sistem gejalala dan tanda klinis syok. Walau begitu, anak
pernapasan anak dengan dewasa. Pada anak, cenderung tidak menunjukkan gejala klinis saat awal
perbandingan ukuran lidah dengan ruang orofaring jauh terjadi syok sampai syok tersebut tidak dapat dikompensasi
lebih besar ketimbang dewasa. Oleh karena itu pada lagi. Tekanan darah biasanya normal hingga fase akhir
anak mudah terjadi obstuksi saluran napas dan kesulitan syok, karena mekanisme simpatik yang kuat dan respons

13
vasokontriksi yang lebih cepat pada anak. Karena itu, yang dibutuhkan, misal pada luka bakar pemberian cairan
pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang disesuaikan dengan derajat dan luas luka bakar. Untuk
harus dilakukan segera. Meski jumlah volume darah mencegah hipotermia, cairan resusitasi yang diberikan
yang hilang lebih sedikit, secara proporsional jumlah pada anak sebaiknya dihangatkan hingga suhu 37°C.
kehilangan darah dibandingkan dengan jumlah darah
anak tersebut cukup besar. Perkiraan kasar volume darah D – disability
anak adalah: Pemeriksaan awal yang perlu dilakukan adalah mengecek
– Sekitar 100 – 120 mL/kg untuk bayi preterm kesadaran dengan menggunakan skor Glasgow Coma
– 90 mL/kg untuk bayi aterm Scale (Table 3.1) pada bayi dan anak, dan pemeriksaan
– 80 mL/kg untuk bayi usia 3 – 12 bulan ukuran pupil, refleks pupil terhadap cahaya, serta tanda
– 70 mL/kg untuk anak usia 1 tahun ke atas tanda lateralisasi akibat peninggian tekanan intra kranial.

Nilai batas bawah tekanan sistolik (persentil ke-


E – exposure/environment
5) dapat diperkirakan dengan rumus : 70 mmHg + (2
Untuk dapat memastikan ada tidaknya jejas pada bagian
x usia anak dalam tahun). Dan median (persentil ke-
tubuh lain, seluruh pakaian pasien anak sebaiknya dibuka
50) tekanan sistolik anak usia 1 tahun ke atas dapat
dan dilakukan pemeriksaan. Pada pasien trauma, penting
diperkirakan dengan rumus: 90 + (2× usia dalam tahun).
dilakukan pemeriksaan jejas di sekitar vertebra. Jangan
Cairan kristaloid merupakan pilihan untuk resusitasi
lupa gunakan selimut dan/atau pemanas eksternal karena
awal, yaitu 20 mL/kg bolus, hingga maksimal 60 mL/
anak cenderung mudah mengalami hipotermi dibanding
kg. Kondisi klinis pasien anak menentukan jumlah cairan
dewasa.

Tabel 3.1. Glasgow Coma Scale


Glasgow Coma Scale
Membuka mata
Skor Usia 1 tahun atau lebih Usia 0 – 1 tahun
4 Secara spontan Secara spontan
3 Respons terhadap perintah verbal Respons terhadap teriakan
2 Respons terhadap nyeri Respons terhadap nyeri
1 Tidak ada respons Tidak ada respons
Respons Motorik Terbaik
Skor Usia 1 tahun atau lebih Usia 0 – 1 tahun
6 Mengikuti perintah  
5 Melokalisasi nyeri Melokalisasi nyeri
4 Respons nyeri tapi tidak melokalisasi Respons nyeri tapi tidak melokalisasi
3 Fleksi abnormal (dekortikasi) Fleksi abnormal (dekortikasi)
2 Ekstensi abnormal (deserebrasi) Ekstensi abnormal (deserebrasi)
1 Tidak ada respons Tidak ada respons
Respons Verbal Terbaik
Skor Usia >5 tahun Usia 2 – 5 tahun Usia 0 – 2 tahun
5 Bercakap-cakap dan orientasi baik Kata-kata yang sesuai Menangis dengan sesuai
4 Disorientasi namun bisa bercakap-cakap Kata-kata yang tidak sesuai Menangis
3 Kata-kata tidak sesuai; menangis Berteriak Menangis/berteriak yang tidak sesuai
2 Bunyi-bunyi yang tidak ada artinya Mengerang Mengerang
1 Tidak ada respons Tidak ada respons Tidak ada respons

14 BAB 3: Assessmen Pra-Rumah Sakit pada Kegawatan Anak


3.3. TATA LAKSANA AWAL PRA- – Stabilisasi, yaitu fase untuk mengembalikan
RUMAH SAKIT homeostasis agar pasien dapat dipindahkan ke
Pada kondisi trauma pediatrik, persiapan yang dilakukan ruangan perawatan definitif, misalnya ruang
dikeadaan pra-rumah sakit adalah penatalaksanaan perawatan intensif, atau ruang tindakan yaitu ruang
kondisi yang mengancam nyawa terlebih dahulu. Untuk operasi.
menjaga jalan napas yang terganggu tetap terbuka,
dapat dilakukan pemasangan alat bantu jalan napas, Persiapan di rumah sakit
seperti oropharyngeal airway atau laryngeal mask, atau Ketika mengetahui bahwa ada pasien darurat yang akan
bila memang dibutuhkan dapat dilakukan intubasi segera tiba, pastikan bahwa:
endotrakeal. Jangan lupa gunakan pelindung leher (neck – Tim sudah siap untuk melakukan tindakan
collar) pada kasus dengan kecurigaan terjadi cedera leher. – Tim emergensi harus memiliki struktur dan
Bila intubasi orotrakeal sulit dilakukan, maka lakukan pembagian tugas yang jelas. Pada kondisi darurat,
krikotiroidotomi dengan jarum. Krikotiroidotomi bedah setiap anggota sudah mengetahui peran, tugas dan
tidak dilakukan pada bayi atau anak yang lebih kecil kewajiban yang harus dilakukan. Ketua tim berperan
karena akan mencederai tulang rawan krikoid yang akan untuk mengarahkan tim dalam memberikan
menyebabkan stenosis subglotis sekunder. pelayanan yang terbaik.
Pemberian cairan resusitasi sebaiknya dilakukan – Obat-obatan, cairan, dan seluruh peralatan sudah
pra rumah sakit. Pemberian cairan resusitasi diberikan dipersiapkan sebelum menerima pasien.
melalui akses intra vena. Bila akses intra vena tidak dapat
dilakukan maksimal tiga kali gagal (90 detik) dilakukan Persetujuan
pemasangan akses intraoseus. Persetujuan untuk tindakan medis merupakan hal yang
wajib dilakukan, kecuali pada keadaan darurat. Bila pasien
3.4. TATA LAKSANA DI RUMAH SAKIT anak tidak didampingi oleh wali yang sesuai (orang tua
Sesampainya di rumah sakit, ada tiga pokok yang harus atau pengasuh yang legal secara hukum) dan bila tidak
diperhatikan dalam menangani pasien gawat darurat, dilakukan tindakan dapat mengancam nyawa, maka
yaitu: tindakan harus segera diberikan meski tanpa persetujuan.
– Primary survey – Identifikasi dan tata laksana semua
kondisi yang mengancam nyawa, dilanjutkan Daftar bacaan
dengan resusitasi. Contoh kondisi yang dimaksud 1. Advanced Life Support Group. Advanced Paediatric Life
adalah obstruksi jalan napas, henti napas, dan henti Support. 5th ed. UK: Wiley-Blackwell; 2011.
2. Seid T, Ramaiah R, Grabinsky A. Pre-hospital care of
jantung.
pediatric patients with trauma. Int J Crit Illn Inj Sci.
– Secondary survey – Identifikasi tanda-tanda penting 2012; 2(3):114–20.
yang ditemui dalam pemeriksaan untuk dapat 3. American College of Surgeon Comittee on Trauma.
menentukan diagnosis yang paling mungkin dan Advanced Trauma Life Support (ATLS) Student course
manual. 9th ed. USA:2012.
memberikan tata laksana sesuai dengan diagnosis
tersebut

APRC 15
BAB 4
Mengenali dan Mengevaluasi
Kegawatan pada Anak dengan Saga dan
Sadewa

PENDAHULUAN Pasien yang ditempatkan di zona kuning adalah


Kegawatan anak merupakan suatu situasi yang harus pasien yang mengalami kondisi gawat tetapi tidak darurat,
ditangani segera. Bila terlambat ditangani anak cepat sedangkan pasien yang ditempatkan di zona hijau adalah
sekali jatuh pada kondisi kritis dan dapat menimbulkan pasien yang datang dalam kondisi false emergency yaitu
kecacatan permanen bahkan kematian. Mengenali anak bukan suatu kondisi kegawat daruratan sehingga dapat
dalam kondisi kegawatan tidak selamanya mudah. Tidak dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis lengkap
jarang klinis terutama di tingkat layanan primer tidak dahulu dan bila diperlukan pemeriksaan laboratorium
mampu mengenali kegawatan pada anak. Sebab itu sebelum melakukan tatalaksana lanjut. Untuk melakukan
diperlukan suatu perangkat penilaian yang mudah dan pemilahan pasien menjadi 3 zonasi, dipakai suatu skoring
dapat digunakan dengan cepat untuk menentukan situasi yaitu SAGA yang mudah dan dapat dilaksanakan dengan
kegawatan pada anak. Perangkat penilaian yang dapat cepat.
dipakai adalah segitiga gawat anak (SAGA), dan skoring
gawat darurat anak (SADEWA). Pada bab ini selanjutnya
akan dijelaskan cara mengenali dan dan mengevaluasi SEGITIGA GAWAT ANAK (SAGA)
kegawatan anak dengan SAGA dan SADEWA. Istilah SAGA atau yang lebih dikenal dengan istilah
pediatric assessment triangle (PAT) dikembangkan
oleh Dieckman dkk pertama kali pada tahun 2010.
TRIASE Pendekatan dengan SAGA memperlihatkan kondisi
Triase adalah pintu masuk di ruang gawat darurat kegawatan anak dengan menilai 3 bagian besar yaitu
tempat klinisi memilah pasien berdasarkan kondisi tampilan, upaya napas dan sirkulasi. Pada tampilan
kegawat daruratan pasien saat datang. Hasil pemilahan akan dinilai 5 komponen, upaya napas 4 komponen dan
ini selanjutnya akan dipakai oleh tim medis untuk sirkulasi 3 komponen. Untuk lebih mudah mengingat,
menempatkan pasien di zona tertentu tertentu sesuai dibuat suatu singkatan 5-4-3. Berbagai komponen SAGA
kondisi pasien. Zonasi di ruang gawat darurat dibagi dapat dilihat pada Gambar 1.
menjadi 3 yaitu zona merah, kuning dan hijau. Pasien Dalam penilaian SAGA, terdapat 3 komponen
ditempatkan di zona merah bila terdapat kondisi gawat yang harus dievaluasi yaitu tampilan, upaya napas dan
dan darurat yang mengancam nyawa. Pasien yang sirkulasi. Pada tampilan akan dinilai 5 kondisi, upaya
ditempatkan di zona merah ini harus segera ditatalaksana napas 4 kondisi dan sirkulasi 3 kondisi. Supaya mudah
untuk mencegah kondisi pasien menjadi lebih buruk. diingat, penilaian SAGA akan dilakukan dengan rumus
Tindakan resusitasi dilakukan di zona merah ini. 5-4-3.

16
Gambar 1. Komponen SAGA

Tabel 1. Penjabaran 5 penilaian tampilan pada SAGA


Karakteristik Hal yang dinilai
Tonus Apakah anak bergerak aktif atau menolak pemeriksaan dengan kuat? Apakah tonus otot baik
atau lumpuh?
Interaksi Bagaimana kesadarannya? Apakah berespon terhadap stimulus suara? Apa anak malas
berinteraksi dengan pengasuh atau pemeriksa?
Kenyamanan Apakah anak dapat ditenangkan oleh pengasuh atau pemeriksa? Atau anak menangis dan sulit
ditenangkan, terlihat agitasi sekalipun dilakukan pendekatan yang lembut?
Pandangan Apakah anak dapat memfokuskan pengelihatan pada wajah pemeriksa atau pengasuh? Atau
pandangan kosong?
Kekuatan bicara/menangis Apakah anak berbicara atau menangis dengan kuat, lemah, atau parau?

Tabel 2. Penjabaran 4 penilaian upaya napas pada SAGA


Karakteristik
Suara napas tambahan Mengorok, parau, stridor, merintih, mengi
Posisi tubuh abnormal Sniffing, tripoding, menolak berbaring
Retraksi Supraklavikula, interkosta, substernal, head bobbing
Cuping Hidung Napas cuping hidung

Pada tampilan yang akan dinilai adalah tonus, Pada sirkulasi akan dinilai 3 kondisi yaitu sianosis,
interaksi dengan lingkungan, kenyamanan atau mudah pucat dan kutis marmorata (mottled). Bila ada 1 satu
ditenangkan (consolability), pandangan dan suara atau kondisi saja dari tiap-tiap komponen pada tampilan,
tangisan. Penjabaran pada tampilan dapat dilihat pada upaya napas dan sianosis, maka diambil kesimpulan
Tabel 1. bahwa penilaian komponen yang dimaksud abnormal.
Pada upaya napas akan dinilai adalah napas cuping Dengan penilaian SAGA ini diharapkan klinisi akan
hidung, adanya suara napas tambahan, retraksi dan posisi mudah dan mampu mengenali kegawatan pada anak
abnormal pada pasien. Penjabaran penilaian upaya napas dan melakukan tatalaksana awal segera. Kesimpulan
dapat dilihat pada Tabel 2. keseluruhan penilaian SAGA dapat dilihat pada Tabel 3.

APRC 17
Terdapat 6 klasifikasi hasil kesimpulan penilaian Klasifikasi zonasi kegawatan anak berdasarkan penilaian
SAGA yaitu stabil, gawat napas, gagal napas, SAGA dapat dilihat pada Tabel 4.
gangguan sirkulasi (renjatan), gangguan metabolik Setelah dilakukan klasifikasi zonasi kegawatan,
atau susunan saraf pusat dan gagal jantung paru. Pada langkah selanjutnya adalah melakukan tatalaksana yang
table 3 diperlihatkan bahwa gangguan pernapasan sesuai dengan kondisi anak. Tatalaksana berdasarkan
dibagi menjadi gawat dan gagal napas. Perbedaan penilaian SAGA dapat dirangkum dalam tabel 5.
yang mendasar diantara keduanya adalah pada gawat Pada gangguan pernapasan baik pada gawat dan
napas penilaian tampilan abnormal sedangkan pada gagal napas harus diberikan oksigen yang sesuai kebutuhan
gagal napas telah terjadi abnormalitas pada tampilan. anak. Pada gawat napas dapat dipertimbangkan
Setelah penilaian SAGA, petugas kesehatan yang pemberian oksigen dengan kanula nasal 0.25-4 liter
berada di triase akan mampu mengklasifikasikan pasien per menit (lpm) dan dapat ditingkatkan pemberiannya
berdasarkan zonasinya yaitu hijau, kuning atau merah. melalui sungkup muka sederhana 6-10 lpm. Pada gagal

Tabel 3. Penilaian keseluruhan SAGA dengan simpulannya


Komponen Satbil Gangguan Pernapasan Gangguan Sirkulasi Gangguan SSP/ Gagal
Metabolik Jantung-Paru
Gawat Napas Gagal Napas Renjatan
Penampilan Normal Normal Abnormal Normal/ Abnormal Abnormal Abnormal
Upaya Napas Normal Abnormal Abnormal Normal Normal Abnormal
Sirkulasi Normal Normal Normal/ Abnormal Abnormal Normal Abnormal

Tabel 4. Klasifikasi zonasi kegawatan anak berdasarkan penilaian SAGA di triase


HIJAU KUNING MERAH
Penampilan Bermain, Normal/ Abnormal
aktivitas normal Abnormal
Upaya Napas Normal Normal/Abnormal Abnormal
Sirkulasi Normal Normal Abnormal

Tabel 5. Tatalaksana berdasarkan penilaiaan SAGA


Gangguan Fisiologi Prioritas tatalaksana
Stabil • Terapi spesifik sesuai dengan etiologi penyakit
Gawat napas • Posisi nyaman
• Pemberian oksigen / suction sesuai kebutuhan
• Terapi spesifik berdasarkan kemungkinan etiologi (misal albuterol, dyphenhydramine, epinefrin)
• Pemeriksaan laboratorium dan radiologi sesuai indikasi
Gagal napas • Membuka jalan napas (head-tilt, chin lift, jaw thrust, membebaskan dari benda asing jalan nafas sesuai
kebutuhan)
• Oksigen
• Ventilasi tekanan positif (sesuai kebutuhan)
• Intubasi atau krikotiroidotomi (sesuai kebutuhan)
• Pemeriksaan laboratorium dan radiologi sesuai indikasi
Renjatan • Pemberian oksigen (sesuai kebutuhan)
• Pemasangan akses vaskular
• Pemberian terapi cairan RL 10 ml/kgbb dalam 15-30 menit
• Pemberian terapi spesifik sesuai kemungkinan etiologi (misal antibiotik, anti aritmia, evaluasi bedah pada
trauma, dll)
• Pemeriksaan laboratorium dan radiologi sesuai indikasi
Gangguan SSP/metabolik • Oksigen (sesuai kebutuhan)
• Pemeriksaan gula darah atau kemungkinan etiologi lainnya
• Pemeriksaan laboratorium dan radiologi sesuai indikasi
Kegagalan Jantung Paru • Ikuti algoritma bantuan hidup dasar

18 BAB 4: Triase
napas dipertimbangkan pemberian non-rebreathing mask Laju pernapasan yang abnormal pada anak dapat
10-15 lpm dan dapat ditambahan dengan pemberian dipengaruhi faktor di luar sistem respirasi seperti adanya
tekanan melalui high flow nasal canula (HFNC) 4-40 nyeri, demam atau cemas dapat meningkatkan laju
lpm. Bila diperlukan pertimbangkan pemberian ventilasi napas anak. Suara napas tambahan dapat berupa stridor
tekanan positif. inspirasi atau ekspirasi atau mengi (wheezing). Klinisi
harus mengevaluasi penyebab abnormalitas laju napas
SURVEI PRIMER dan suara napas tambahan yang terjadi.
Setelah melakukan penilaian dengan SAGA harus Penilaian sirkulasi dilakukan dengan menghitung
dilanjutkan dengan melakukan penilaian survei primer laju nadi, penilaian kualitas nadi, capillary refill time
yang terdiri dari penilaian A-B-C-D-E yaitu airway (CRT), akral hangat atau dingin, pengukuran tekanan
(jalan napas), breathing (kinerja pernapasan) , circulation darah dengan manset yang sesuai usia anak dan
(sirkulasi atau kardiovaskuler), disability (kesadaran) dan pengukuran produksi urin. Nilai normal laju nadi dapat
exposure (paparan). dilihat pada Tabel 6. Tekanan darah merupakan salah satu
Penilaian jalan napas (airway) dapat dilakukan penentu apakah anak mengalamai syok terkompensasi
dengan posisi sniffing dan pada pasien tidak sadar atau tidak terkompensasi. Tekanan darah sistolik minimal
dilakukan dengan tekhnik head tilt-chin lift atau jaw trust dapat dihitung dengan rumus 70 + (2 dikali usia pasien).
pada anak dengan cedera servikal. Hasil dari penilaian Penilaian disability adalah penilaian status
jalan napas dapat disebutkan jalan napas bebas atau ada neurologik pada pasien. Penilaian ini meliputi
sumbatan atau obtruksi. Harus disebutkan pula apakah kesadaran, refleks bola mata, pola pernapasan sentral,
anak dapat mempertahankan patensi jalan napas. postur tubuh, kejang, paresis saraf kranial dan akan
Penilaian kinerja pernapasan (breathing) dilakukan diikuti oleh pemeriksaan neurologi keseluruhan pada
dengan menghitung frekuensi pernapasan dalam 1 suvei sekunder. Penilaian kesadaran dapat dilakukan
menit penuh, teratur atau adanya pola panas tertentu, dengan skala Glasgow (Glasgow Coma Scale atau GCS)
peningkatan upaya napas, suara napas dasar dan dengan mengamati pandangan anak, kemampuan anak
tambahan. Nilai normal laju nadi dan napas pada anak berbicara dan respon motorik. Pada kondisi emergensi,
dapat dilihat pada Tabel 6. penilaian GCS tidak praktis dan memerlukan waktu
yang lebih lama dibandingkan dengan skala AVPU. Skala
Tabel 6. Nilai normal laju nadi dan napas pada anak AVPU dilakukan dengan membagi tingkat kesadaran
Kelompok umur Laju Nadi Laju Napas menjadi Alert, response to Voice, response to Pain dan
Neonatus 100-180 40-60 Unresponsive. Penjabaran penilaian skala AVPU dapat
1 bulan – 1 tahun 100-180 35-40
1 – 6 tahun 70-110 20-30 dilihat pada Tabel 7.
7 – 12 tahun 70-110 18-20 Penilaian paparan (exposure) dilakukan dengan
12 – 18 tahun 55 - 90 16 - 18
memeriksa lesi pada kulit anak apakah terdapat jejas,

Tabel 9. Skala ‘AVPU’


Kategori  Rangsang  Tipe respon  Reaksi 
‘Alert’ Lingkungan normal  Sesuai  Interaksi normal untuk tingkat usia
‘Verbal’  Perintah sederhana atau • Sesuai • Bereaksi terhadap nama
rangsang suara • Tidak sesuai  • Tidak spesifik/ bingung
‘Pain’  Nyeri  • Sesuai  • Menghindar rangsang
• Tidak sesuai  • Mengeluarkan suara tanpa tujuan atau dapat
melokali-sasi nyeri
• Patologis • Posture
‘Unresponsive’ Tak ada respon yang dapat
dilihat terhadap semua rangsang

APRC 19
terlihat kuning, terdapat perdarahan bawah kulit, dan Hasil dari penilain SADEWA akan dibuat dalam
lain sebagainya. Harus dievaluasi juga adanya paparan bentuk skoring yang berguna dalam panduan evaluasi
alergi pada anak, terapi yang telah diberikan, riwayat berkala dan tatalaksana selanjutnya. Skoring dan
perawatan sebelumnya, konsumsi makanan terakhir dan tatalaksana lanjutan berdasarkan penilai SADEWA dapat
pajanan lingkungan. Untuk mempermudah mengingat dilihat pada Tabel 7.
hal-hal yang perlu dievaluasi, dibuat singkatan menjadi
AMPLE yaitu allergies, medications, past medical history,
last meal, event surrounding injury or environtment. KESIMPULAN
Setelah melakukan survei primer dan memberikan Kemampuan mengenal anak dalam kondisi gawat darurat
tatalaksana awal untuk masing-masing klasifikasi perlu dimiliki setiap tenaga medis terutama yang bekerja
diperlukan evaluasi berkala untuk menilai keberhasilan di ruang emergensi. Untuk mempermudah pengenalan
terapi yang telah diberikan. Penilaian selanjutnya ini digunakan penilaian SAGA, survei primer dan
dilakukan dengan SADEWA. Pada SADEWA, dilakukan SADEWA. Diharapakan dengan melakukan penilaian-
evaluasi pada 3 komponen yaitu perilaku, kardiovaskuler penilaian ini, tenaga kesehatan dapat dengan cepat
dan respirasi. Penilain SADEWA ini juga mudah dan mengenali anak dalam kondisi gawat darurat, mampu
cepat dilakukan sehingga petugas Kesehatan dapat mengklasifikasikan serta melakukan tatalaksan dengan
menilai dengan tepat kondisi anak. Penilaian SADEWA cepat dan tepat sehingga angka morbiditas dan mortalitas
dapat dilihat pada Tabel 6. anak dapat diturunkan.

Tabel 6. Penilaian 3 komponen SADEWA


Komponen 0 1 2 3
Perilaku Bermain Rewel, mudah ditenangkan Rewel, sulit ditenangkan Letargis
/aktivitas sesuai usia
Kardiovaskular Merah/waktu pengisian Pucat atau CRT 3 detik, Pucat atau CRT 4 detik, Kutis marmorata (mottled) atau
kapiler (CRT) 1-2 detik Nadi ≥ 10 di atas normal Nadi ≥ 20 di atas normal CRT ≥ 5 detik, Nadi ≥ 30 di
atau diaforesis atas normal atau bradikardia
Respirasi Laju napas dan saturasi Retraksi ringan Laju napas ≥ 20 di atas Laju napas di bawah normal
O2 dalam batas normal normal atau saturasi O2 5 atau peningkatan usaha napas
dan tidak ada peningkatan poin di bawah normal, atau atau saturasi O2 >5 poin di
usaha napas retraksi sedang bawah normal, atau merintih,
atau retraksi berat

Tabel 7. Skoring dan tatalaksana lanjutan berdasarkan penilaian SADEWA


SKOR TATALAKSANA
0–2 Evaluasi SADEWA dan tanda vital setiap 4 jam, tata laksana sesuai penyakit
3–4 ulang SADEWA setiap 1 jam
cek tanda vital setiap 2 jam
rawat inap
konsultasikan pada dokter spesialis anak.
5 ulang SADEWA setiap 30 menit
cek tanda vital setiap 2 jam
rawat inap 🡪 rujuk HCU
konsultasikan pada dokter spesialis anak
≥6 ulang SADEWA setiap 20 menit
cek tanda vital setiap 1 jam
rawat inap 🡪 rujuk PICU
konsultasikan pada dokter spesialis anak segera

20 BAB 4: Triase
BAB 5
Manajemen Jalan Napas pada Anak

1.1. PENDAHULUAN faring dan menutup saluran napas. Oropharyngeal airway


Memastikan jalan napas (airway) dan pernapasan juga berfungsi untuk menjaga pipa endotrakeal agar tidak
(breathing) berlangsung dengan lancar merupakan tergigit. Alat ini tidak digunakan pada pasien sadar atau
dua hal penting pada bantuan hidup dasar dan lanjut. masih memiliki refleks muntah karena akan menyebabkan
Penurunan kondisi anak dapat terjadi dengan cepat bila aspirasi isi lambung, tersedak, dan laringospasme.
fungsi respirasi terganggu. Perbedaan anatomi, fisiologi, Ukuran OPA ditentukan dengan meletakkan OPA
dan alat-alat yang digunakan dalam resusitasi harus di sisi pipi pasien, ujung OPA di angulus mandibula dan
diketahui sebelum memberikan pertolongan. Bab ini akan bagian pangkal berada di antara gigi insisivus 1 dan 2.
membahas alat-alat yang diperlukan untuk melakukan Penggunaan ukuran OPA terlalu kecil tidak efektif dan
manajemen jalan napas pada anak dalam keadaan gawat dapat menimbulkan obstruksi parsial, sementara bila
darurat, serta beberapa manuver yang dapat dilakukan. terlalu besar dapat menyebabkan laringospasme.
Prosedur dan langkah-langkah melakukan manuver
tersebut akan dibahas pada bab prosedur.

1.2. PERALATAN YANG DIPERLUKAN


Alat bantu jalan napas sederhana meliputi oropharyngeal
airway (OPA) dan nasopharyngeal airway (NPA),
sedangkan peralatan minimal yang perlu ada untuk
melakukan bantuan jalan napas lanjut adalah:
– Sungkup oksigen
– Laryngeal mask airway (LMA)
– Self-inflating bag-valve-mask device
Gambar 5.1 Cara menentukan ukuran OPA
– Pipa endotrakeal, introducer, dan connector
– Alat pengisap (suction)
– Kanula krikotiroidotomi Nasopharyngeal airway
Nasophayngeal airway (NPA) lebih mudah digunakan
pada anak. Namun, alat ini tidak boleh digunakan pada
Oropharyngeal airway
fraktur basis cranii atau fraktur wajah yang mengenai
Oropharyngeal airway (OPA) digunakan pada pasien tidak
hidung. Penggunaan NPA yang kurang tepat dapat
sadar untuk menjaga saluran napas tetap terbuka. Alat
berakibat terjadinya perdarahan di mukosa nasal.
tersebut berfungsi untuk menopang lidah tidak jatuh kearah

21
Cara menentuan ukuran NPA adalah dengan – Laringoskop bilah lengkung, digunakan untuk
meletakkan NPA dari cuping hidung ke tragus telinga. menggeser epiglotis dengan mengangkat bagian
Ukuran diameter yang terlalu besar menyebabkan iritasi depan epiglotis. Ujung bilah dimasukkan ke dalam
dan menekan valekula sehingga timbul obstruksi jalan valekula yang berada di depan epiglotis dan kemudian
napas. Pelumas berbahan dasar air yang dioleskan pada epiglotis akan tertarik ke arah depan akibat tekanan
sisi luar NPA dapat mengurangi trauma pemasangan. pada valekula, sehingga plica vocalis dapat terlihat
(Gambar 5.2).
Pastikan laringoskop berfungsi baik, yaitu lampu
laringoskop menyala. Gunakan ukuran bilah yang sesuai.

Pipa endotrakeal (endotracheal tube – ETT)


Ukuran pipa endotrakeal (ETT) yang tepat sangat
penting pada anak. Ukuran terlalu besar dapat
menyebabkan terjadinya penekanan pada plica vocalis
sehingga berakibat terjadinya edema setelah ekstubasi,
sementara ukuran yang terlalu kecil menyebabkan
kebocoran jalan napas.
Gambar 5.2. Cara menentukan ukuran NPA
Perkiraan ukuran ETT
Laringoskop – ETT tanpa balon
Ada dua jenis laringoskop yang digunakan pada Untuk anak di atas 1 tahun, ukuran ETT dapat
anak, yaitu laringoskop dengan bilah datar/lurus, dan diperkirakan dengan perhitungan berikut:
laringoskop dengan bilah lengkung (Gambar 5.3). Diameter internal (mm) = (usia/4) + 4
– Laringoskop bilah lurus, digunakan untuk Panjang (cm) = (usia/2) +12 untuk pipa orotrakeal
mengangkat epiglotis agar tampak plica vocalis = (usia/2) + 15 untuk pipa nasotrakeal.
(Gambar 5.3). Keuntungan dari manuver ini adalah Untuk neonatus cukup bulan, umumnya digunakan
untuk mencegah cedera saat visualisasi plica vocalis. ETT dengan diameter internal 3–3,5 mm, dan
Namun, laringoskop jenis ini dapat menstimulasi untuk neonatus kurang bulan digunakan ukuran
vagal yang akan menyebabkan laringospasme dan diameter internal 2,5 mm.
atau bradikardia.
– ETT dengan balon
Untuk anak di atas 2 tahun, dapat digunakan ETT
dengan balon, mengikuti perhitungan berikut:

Diameter internal (mm) = (usia/4) + 3,5

Untuk bayi di atas 3 kg dan usia kurang dari 1 tahun,


dapat digunakan ETT ukuran 3. ETT jenis ini tidak
boleh digunakan pada neonatus.
Cara cepat untuk memperkirakan diameter pipa
Gambar 5.3. Laringoskop bilah datar dan lengkung endotrakeal adalah dengan menggunakan diameter

22 BAB 5: Manajemen Jalan Napas pada Anak


jari kelingking pasien atau diameter liang hidung. 12 untuk dewasa, 14 untuk anak, dan 18 untuk bayi.
Pemilihan diameter yang tepat dapat diketahui Kanul krikotiroidotomi lebih kaku sehingga tidak mudah
bila dalam penggunaannya tidak terjadi kebocoran terlipat. Alat ini memiliki sambungan untuk diikatkan
udara pada tekanan di atas 20–30 mmHg. Untuk pada leher. Pada keadaan darurat, kanul intravena
mengantisipasi ukuran ETT yang terlalu besar atau nomor 14 dapat digunakan dengan cara ditusukkan
terlalu kecil, persiapkanlah satu ETT dengan ukuran pada membran krikotiroid dan kemudian disambungkan
lebih kecil dari nomor yang digunakan dan satu dengan oksigen 1-5 L/menit. Pasien akan mendapat
ETT dengan ukuran lebih besar dari nomor yang ventilasi secara parsial bila kanul dihubungkan dengan
digunakan. konektor Y dengan salah satu sisinya disambungkan ke
sumber oksigen dan sisi konektor yang lain dibuka-tutup
Introducer ETT secara intermiten.
Intubasi dapat dibantu dengan penggunaan stylet atau
introducer yang dimasukkan ke dalam lumen dari pipa Sungkup resusitasi
endotrakeal. Ada dua jenis introducer, yaitu lunak atau Sungkup resusitasi (face-mask) memiliki dua bentuk
keras. Tipe keras dapat merusak jaringan bila melebihi dasar. Bentuk pertama adalah bentuk yang menyesuaikan
panjang ETT. anatomi anak, untuk mengurangi ruang rugi dan
mencegah kebocoran. Bentuk kedua adalah sungkup
Konektor ETT dengan plastik lunak di sekeliling sisinya yang berisi
Konektor ETT secara umum berukuran sama, baik pada udara untuk menjaga kekedapan yang sempurna. Pada
dewasa, anak, maupun neonatus, untuk dihubungkan bagian pangkal, mempunyai konektor berukuran 15/22
dengan balon resusitasi atau ventilator. mm.
Sungkup yang baik adalah sungkup bening tembus
pandang, sehingga dapat terlihat udara ekspirasi, sianosis
Cunam magill
bibir, dan muntahan. Ukuran sungkup yang sesuai adalah
Cunam magill adalah alat penjepit bersudut. Alat
yang meliputi dagu hingga pangkal hidung, namun tidak
ini digunakan untuk menjepit pipa endotrakeal,
menyebabkan tekanan pada mata.
terutama yang dimasukkan melalui liang hidung untuk
memasukkan ke lubang di antara pita suara. Cunam
magill juga dapat digunakan untuk mengeluarkan benda Balon resusitasi tipe mengembang sendiri
asing yang menyumbat jalan napas atas. (self- inflating bag)
Alat ini dirancang untuk memberikan ventilasi tekanan
Kateter penghisap positif pasien pada keadaan darurat. Terbuat dari bahan
Digunakan untuk mengeluarkan sekret bronkus atau karet atau plastik yang elastis, sehingga dapat mengisi
cairan lain yang teraspirasi ke dalam jalan napas. Ukuran udara sendiri tanpa adanya sumber oksigen. Pada
yang umum digunakan adalah dua kali diameter dalam bagian distal terdapat katup searah yang mengalirkan
pipa endotrakeal. Bila ukuran pipa endotrakeal 3,0 mm udara dari balon resusitasi ke sistem pernapasan. Bagian
maka ukuran kateter penghisap yang digunakan adalah ini dilengkapi dengan konektor baku yang dapat
6 French. dihubungkan dengan sungkup resusitasi. Pada bagian
proksimal terdapat sambungan sumber oksigen dan satu
sambungan lain untuk mengisi balon dengan udara luar
Kanul krikotiroidotomi
atau yang dihubungkan dengan reservoir (Gambar 5.2).
Ada tiga ukuran kanul krikotiroidotomi, yaitu nomor

APRC 23
Gambar 5.4. Balon resusitasi tipe mengembang sendiri

Tanpa reservoir, sulit untuk memasok udara dengan kadar Gambar 5.6. Balon resusitasi tidak mengembang dengan sendirinya
T-piece (model Inggris)
oksigen lebih dari 50%. Bila tersambung dengan reservoir
yang terisi penuh oksigen, alat ini dapat memasok udara
Balon resusitasi dengan ujung terbuka yang
dengan kadar oksigen mencapai 98%.
dapat dihubungkan dengan pipa yang memiliki ujung
Terdapat 3 ukuran balon tipe mengembang
menyerupai huruf T, disebut dengan T-piece. Pada satu
sendiri, yaitu ukuran 240 ml, 500 ml, dan 1600 ml.
sisi T, terdapat katup pengatur udara keluar, pada sisi
Balon ukuran 240 ml dan 500 ml biasanya dilengkapi
lainnya terdapat konektor sungkup baku (Gambar 5.6).
katup pengaman yang membuka pada tekanan di atas
Pengguna alat ini membutuhkan keterampilan untuk
40 cmH2O. Katup ini juga dirancang untuk mencegah
dapat mengatur aliran gas dan katup pengatur kelebihan
terjadinya barotrauma.
gas, serta penggunaan sungkup yang benar. Volume udara
inspirasi diperoleh melalui pengaturan katup kelebihan
Balon resusitasi tipe tidak mengembang gas. Komposisi gas inspirasi ditentukan oleh aliran
Terdiri dari balon reservoir, lubang tempat keluar udara segar. Aliran udara penting untuk menghalau gas
untuk udara yang berlebih, lubang tempat untuk ekspirasi. Bila katup kelebihan gas ini ditutup rapat maka
masuk gas, dan konektor sungkup baku 15/22 udara ekspirasi tertahan dan akan terjadi rebreathing.
mm (Gambar 5.5). Bila tekanan berlebih, udara Pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg,
akan keluar melalui katup pengaman. Alat ini tidak umumnya digunakan aliran gas 2L/menit, berat badan
dilengkapi dengan katup re- breathing. Balon ini 10-50 kg digunakan aliran oksigen 4 L/menit, dan 6L/
tersedia dalam ukuran 500 ml untuk bayi, 1000-2000 menit untuk pasien dengan berat badan lebih dari
ml untuk anak, dan 3000-5000 ml untuk dewasa. 50 kg. Semakin tinggi aliran gas, semakin kecil terjadi
rebreathing sehingga lebih efektif dalam mencegah
hiperkarbia. Positive end expiratory pressure (PEEP) atau
continous positive airway pressure (CPAP) dapat diberikan
dengan alat ini melalui katup pengatur kelebihan gas.
Karena penggunaannya yang memerlukan
pengalaman dan tidak dapat digunakan tanpa sumber
gas, maka alat ini tidak umum digunakan sebagai
peralatan resusitasi awal. Bila digunakan oleh petugas
Gambar 5.5. Balon resusitasi tidak mengembang dengan sendirinya
yang berpengalaman, compliance paru dapat ‘terasa’
(model Amerika) hingga alat ini sangat efektif.

24 BAB 5: Manajemen Jalan Napas pada Anak


Pipa torakotomi Untuk menempatkan ujung pipa di dalam lambung,
Pipa ini digunakan pada pasien dengan hemothoraks perlu diberi tanda pada pipa sesuai dengan ukuran panjang
dan pneumothoraks. Untuk neonatus, digunakan pipa jarak dari hidung ke telinga lalu ke prosesus xiphoideus
ukuran 10 F (French), untuk bayi (di bawah 12 bulan), (nex, atau nose-ear-xiphoid). Pemberian pelumas larut air
digunakan ukuran 12-16 F, untuk anak 1-5 tahun 16-20 atau yang mengandung lidokain 2% beberapa sentimeter
F, dan ukuran 20-32 F untuk anak di atas 5 tahun. pada ujung pipa akan mempermudah pemasangan dan
mengurangi rasa tidak nyaman.
Laryngeal mask airway
Laryngeal mask airway (LMA) merupakan peralatan jalan 1.3. TEKNIK KHUSUS PENANGANAN
napas yang sering digunaakan saat prosedur pembiusan JALAN NAPAS
(anestesi). Alat ini mudah dipasang namun tidak
mencegah terjadinya regurgitasi dan aspirasi. Laryngeal 1. Manuver Head Tilt - Chin Lift - Jaw Thrust dan
mask airway disiapkan pada kondisi emergensi karena Penggunaan Penyangga Jalan Napas
pemasangannya mudah dan cepat. Penilaian adanya gangguan jalan napas dilakukan
dengan manuver melihat, mendengar, dan merasakan
Pipa lambung (gastric tube) (look, listen, feel). Look-listen-feel dilakukan untuk
Anak sangat rentan menelan udara dan muntah tanpa mendeteksi henti napas, obstruksi jalan napas, atau
disengaja. Tindakan bantuan ventilasi dengan balon gangguan pernapasan lain dengan cepat. Fleksi dan
resusitasi juga dapat menyebabkan udara masuk ke ekstensi kepala yang berlebihan dapat menyebabkan
lambung. Keadaan ini dapat merangsang muntah, refleks tertutupnya jalan napas. Head tilt-chin lift (Gambar
vagal, dan menekan diafragma ke atas. Pemasangan 5.8) tidak boleh dilakukan bila pasien dicurigai
pipa lambung dapat membantu mengeluarkan udara, cedera tulang belakang servikal, sehingga lakukan
mendekompresi lambung, sehingga dapat memperbaiki manuver jaw thrust (Gambar 5.8) pada kondisi
pernapasan. tersebut.
Pipa lambung tersedia dengan ukuran 2 F hingga
16 F, untuk usia neonatus hingga remaja. Penempatan 2. Penggunaan Balon dan Sungkup Resusitasi
pipa lambung dilakukan melalui hidung, yaitu pada dasar Teknik ini dilakukan dengan metode E-C clamp
hidung (Gambar 5.7), melewati dinding posterior faring, yaitu salah satu tangan penolong mempertahankan
esofagus, dan kemudian masuk ke lambung. sungkup kedap pada muka sambil mempertahankan
kepala pada posisi chin lift dengan meletakkan
jari ke 3, 4, dan 5 pada angulus mandibula sambil
mendorong ke atas (Gambar 5.9). Tangan penolong
lainnya memijat perlahan balon resusitasi. Bila
resusitasi dilakukan oleh lebih dari satu penolong,
untuk resusitasi pernafasan, salah satu penolong
bertugas mempertahankan posisi jalan napas
tetap terbuka dengan manuver jalan napas dan
memposisikan sungkup kedap udara, sementara
penolong lain bertugas memijat balon resusitasi.
Ventilasi yang adekuat dinilai dengan melihat
Gambar 5.7. Letak pipa lambung didasar hidung
pengembangan dada. Bila dada tidak mengembang

APRC 25
Gambar 5.8. Teknik membuka jalan napas dengan manuver head tilt-chin lift dan jaw thrust

Gambar 5.9. Teknik memegang masker dengan satu tangan Gambar 5.10. Manuver Sellick

dengan baik, lakukan perbaikan posisi, serta (Gambar 5.10). Pada bayi, penekanan rawan krikoid
pertimbangkan melakukan pembersihan jalan napas dilakukan dengan satu jari, sedangkan pada anak
dengan alat penghisap. Bila usaha bernapas baik, penekanan dilakukan dengan ibu jari dan telunjuk.
berikan oksigen. Penekanan yang terlalu kuat dapat menyebabkan
Pada bantuan ventilasi dengan sungkup, sering obstruksi trakea.
terjadi distensi lambung. Keadaan ini lebih sering
lagi terjadi bila komplians paru menurun atau 3. Intubasi Endotrakeal
terdapat obstruksi jalan napas. Distensi lambung Intubasi endotrakeal merupakan cara memper-
dapat menghambat gerakan diafragma ke bawah tahankan jalan nafas tetap terbuka (patent
(rongga abdomen), regurgitasi, dan aspirasi cairan airway) yang dilakukan dengan memasukkan
lambung. Pada bayi dengan kesadaran menurun, pipa endotrakeal melalui mulut. Kemungkinan
distensi lambung dan regurgitasi pasif dapat dicegah aspirasi cairan lambung ke paru-paru lebih kecil
dengan memberikan tekanan pada rawan krikoid dibandingkan dengan alat bantu jalan nafas
(manuver Sellick) selama ventilasi dengan sungkup lainnya. Berikut adalah indikasi penggunaan pipa
endotrakeal:

26 BAB 5: Manajemen Jalan Napas pada Anak


Tabel 5.1. Ukuran bilah laringoskop, diameter pipa endotrakeal, ukuran pipa endotrakeal dan kateter penghisap
Usia Laringoskop Diameter dalam pipa Jarak antara gigi Kateter
endotrakeal (mm) seri/gusi ke bagian penghisap (F)
tengah trakea (cm)
Neonatus kurang Miller 0 2.5, 3.0 tanpa balon penyekat 8 5-6
bulan
Neonatus cukup Miller 0-1 3.0, 3.5 tanpa balon penyekat 9-10 6-8
bulan
6 bulan 3.5, 4.0 tanpa balon penyekat 10 8
1 tahun 4.5, 5.0 tanpa balon penyekat 11 8
2 tahun Miller 2 4.5, 5.0 tanpa balon penyekat 12 8
4 tahun 5.0, 5.5 tanpa balon penyekat 14 10
6 tahun 5.5 tanpa balon penyekat 15 10
8 tahun Miller 2 6.0 dengan atau tanpa balon 16 10
Macintosh 2 penyekat
10 tahun 6.5 dengan atau tanpa balon 17 12
penyekat
12 tahun Macintosh 3 7.0 dengan balon penyekat 18 12
Remaja Macintosh 3 7.0, 8.0 dengan balon penyekat 20 12
Miller 3

a. Gangguan kontrol pernapasan pada sistem saraf 3. Lihat adanya embun air di bagian dalam ETT
pusat yang terpasang di daerah mulut
b. Obstruksi jalan napas anatomik maupun 4. Lakukan foto thoraks untuk memastikan posisi
fungsional pipa endotrakeal yang tepat
c. Hilangnya refleks yang melindungi jalan napas 5. Pantau kadar karbon dioksida ekshalasi, dengan
d. Usaha nafas berlebih kapnometri atau kapnografi karbon dioksida.
e. Paru kolaps sehingga dibutuhkan tekanan
ekspirasi yang tinggi atau PEEP Krikotirotomi
f. Dibutuhkan ventilasi mekanik tekanan positif Krikotirotomi jarang dilakukan pada anak. Krikotirotomi
g. Transportasi pasien dengan kesulitan untuk dilakukan dengan cara bedah (insisi) atau pungsi.
mempertahankan jalan nafas tetap terbuka Pada bayi hingga anak usia 3 tahun, risiko komplikasi
selama transportasi. krikotirotomi amat besar mengingat berbagai struktur
Hal penting lain yang perlu diketahui dalam vital seperti arteri karotis dan vena jugularis yang terletak
melakukan intubasi endotrakeal adalah ukuran bilah berdekatan dengan daerah tindakan. Namun tindakan ini
laringoskop, pipa endotrakeal, dan kateter penghisap merupakan tindakan emergensi yang sering digunakan
(Tabel 5.1) pada kondisi tidak dapat dilakukan ventilasi dan sulit
Setelah pipa terpasang dengan baik, beberapa hal intubasi.
yang harus diperhatikan untuk memastikan posisi Kritotirotomi dilakukan bila terjadi kegagalan
pipa endotrakeal telah terpasang dengan tepat adalah pemasangan jalan napas dengan cara tradisional, pada
sebagai berikut: kondisi-kondisi berikut:
1. Observasi gerakan bilateral dinding dada, a. Trauma yang menyebabkan perdarahan pada mulut,
pastikan bahwa gerakan simetris kiri dan kanan faring, dan nasal
2. Auskultasi dinding dada dan abdomen, pastikan b. Spasme wajah dan laring
bahwa bunyi napas paru kanan dan kiri simetris c. Muntah yang tidak dapat dikontrol

APRC 27
d. Gigi yang mengatup kuat Setelah krikotirotomi terpasang, ada beberapa hal
e. Tumor, kanker, maupun kondisi lainnya yang yang harus dipantau untuk memastikan bahwa pipa
menyebabkan sulit dilakukan intubasi trakea telah terpasang dengan baik. Hal-hal yang harus
f. Edema orofaring, misalnya akibat anafilaksis dinilai adalah sebagai berikut:
g. Obstruksi benda asing 1. Observasi gerakan bilateral dinding dada, pastikan
h. Cedera maksilofasial bahwa gerakannya simetris
2. Auskultasi kedua lapang dada, pastikan bahwa bunyi
Kontraindikasi absolut dilakukannya krikotirotomi
napas sama kuatnya. Lakukan auskultasi abdomen
adalah usia, walau tidak ada batasan pasti berapa
3. Auskultasi bunyi napas
usia minimal dilakukannya krikotirotomi. Beberapa
4. Perhatikan warna kulit dan bibir
sumber menyebutkan batasan minimalnya adalah 5-12
Bila ditemukan adanya kelainan atau kejanggalan,
tahun, namun Pediatric Advanced Life Support (PALS)
segera lakukan tata laksana untuk memperbaiki kondisi
menyatakan pediatric airways dapat dilakukan pada
tersebut.
usia 1-8 tahun. Kebanyakan pendekatan konservatif
menggunakan usia 12 tahun sebagai batas. Di bawah
usia tersebut, disarankan untuk melakukan krikotirotomi
DAFTAR PUSTAKA
1. Effective use of oropharyngeal airway and nasopahryngeal
jarum karena ukuran membran krikotiroid yang masih airways. Diunduh dari https://acls.com/free-resources/
kecil serta laring yang masih berbentuk tabung. knowledge-base/respiratory-arrest-airway-management/
Krikotirotomi jarum dapat digunakan sampai 40 nasopharyngeal-oropharyngeal-airways
2. Doherty JS, Froom SR, Gildersleve CD. Pediatric
menit, sementara krikotirotomi surgikal dapat digunakan
Pediatric laryngoscopes and intubation aids old and
lebih lama. Walau begitu, trakeostomi disarankan untuk new. Pediatric Anesthesia 2009; 19 (S1):30-7. doi:
dipasang segera dalam waktu 24 jam. 10.1111/j.1460-9592.2009.03001.x

28 BAB 5: Manajemen Jalan Napas pada Anak


BAB 6
Bantuan Hidup Dasar

PENDAHULUAN 19% menjadi 38%, tetapi angka keberhasilan resusitasi


Menurut data di Amerika, lebih dari 20.000 bayi dan di luar rumah sakit hanya meningkat tidak lebih dari 3%,
anak mengalami henti jantung setiap tahunnya. Penyebab yaitu dari 6,7% menjadi 10,2%. Dengan pengenalan dini
terjadinya henti jantung pada bayi dan anak berbeda pada henti jantung anak dan tindakan resusitasi jantung
dengan dewasa. Penyebab terbanyak henti jantung paru anak yang berkualitas tinggi dapat membantu
pada bayi dan anak adalah karena gangguan pernapasan meningkatkan angka kesintasan henti jantung pada anak.
(hipoksia) misal sindrom bayi mati mendadak (Sudden Untuk itulah perlu dipelajari tentang cara melakukan
Infant Death Syndrome – SIDS), penyakit pernapasan, bantuan hidup dasar yang benar baik oleh dokter,
sumbatan saluran napas (termasuk aspirasi benda asing) paramedis maupun awam, dalam rangka meningkatkan
dan tenggelam serta kegagalan sirkulasi yang juga didasari angka keberhasilan resusitasi pada anak dengan henti
oleh ketidak seimbangan antara penghantaran oksigen jantung. 4
dan konsumsi oksigen. Sehingga pemberian bahtuan
napas (ventilasi) merupakan hal yang penting dilakukan
dalam tatalaksana henti jantung pada anak.1-4 BANTUAN HIDUP DASAR
Cara pemberian bantuan napas dan kompresi yang Resusitasi jantung paru adalah upaya pertolongan pada
benar dapat dipelajari dari berbagai macam panduan henti jantung yang bertujuan untuk mengembalikan
yang telah dikeluarkan oleh beberapa perkumpulan, pernapasan dan sirkulasi agar oksigen dapat mengalir ke
seperti European Resuscitation Council (ERC) yang jantung, paru, otak dan organ vital lainnya.6
mengeluarkan panduan tentang Pediatric Basic Life Ada 2 fase dalam resusitasi jantung paru, yang
Support (PBLS) dan Pediatric Advanced Life Support pertama adalah bantuan hidup dasar (BHD) dan yang
(PALS) yang secara berkala diperbaharui, yaitu pada kedua adalah bantuan hidup lanjut. Perbedaan antara
tahun 1994, 1998, 2000, 2005, 2010, 2015 dan terbaru bantuan hidup dasar dan lanjut ini terletak pada
adalah 2021. Panduan resusitasi juga dikeluarkan oleh jenis alat yang digunakan, pada bantuan hidup dasar
American Heart Association (AHA) yaitu pada tahun biasanya dikerjakan tanpa menggunakan alat, kalaupun
1995, 2000, 2005, 2010, 2015 dan terakhir tahun 2020. menggunakan alat, hanya terbatas pada alat bantu napas
Panduan-panduan ini diperbaharui sesuai dengan kondisi sederhana, yaitu bag valve mask (BVM). Sedangkan
kesehatan di seluruh dunia.5,6 bantuan hidup lanjut sudah menggunakan alat yang
Saat ini angka keberhasilan resusitasi pada pasien lebih lengkap dan ditunjang dengan obat-obatan.6,7,9,10
anak dengan henti jantung di rumah sakit mengalami Terdapat beberapa perbedaan pendekatan BHD
perbaikan hingga dua kali lipat selama 20 tahun ini, yaitu pada bayi (usia 1-11 bulan) dan anak (usia > 1 tahun).

29
Perbedaan mendasar terutama pada teknik dasar kemahiran dari penolong (profesional medis atau awam),
pemberian bantuan ventilasi dan cara melakukan pijat ketersediaan alat, jumlah penolong dan kemungkinan
jantung luar. European Resuscitation Council pada resiko penularan infeksi.6-7
tahun 2021 ini telah merilis panduan BHD terkini
dengan perubahan mendasar pada penilaian respon/tanda Pemeriksaan Kesadaran6-7
kehidupan (tanpa melakukan penilaian nadi) setelah Pemeriksaan kesadaran yang dilakukan adalah dengan
pemberian 5 bantuan napas (rescue breaths). Kompresi metode AVPU (alert,verbal, pain, unresponsive), yaitu
segera dilakukan bila setelah pemberian 5 bantuan napas dengan memberikan stimulasi verbal atau nyeri pada
tidak terlihat respon/tanda-tanda kehidupan.6,7,9,10 pasien yang diperiksa. Stimulasi verbal dapat dilakukan
dengan memberikan pertanyaan, sedangkan stimulasi
nyeri dengan menekan/menggosok sternum atau dengan
ALUR BANTUAN HIDUP DASAR menekan jari. Korban yang sadar dapat bergumam atau
Pemberian bantuan hidup dasar dimulai dengan menilai menggerakan bagian tubuhnya sebagai respon terhadap
kesadaran dari pasien, yang dilanjutkan sesuai dengan stimulasi verbal atau nyeri.
alur yang digambarkan pada gambar 1. Alur bantuan Apabila kita kesimpulan dari pemeriksaan kesadaran
hidup dasar ini dapat disesuaikan dengan tingkat tadi menunjukkan pasien tidak sadar, maka dilanjutkan
dengan pendekatan HATI sebelum membuka jalan
napas.

Pendekatan HATI
Pendekatan HATI ini terdiri dari:
– Hubungi bantuan
– Amankan diri dan lingkungan (tempatkan pasien
di tempat yang datar dan keras dan dalam posisi
terlentang)
– Tidak membahayakan pasien (misal. pada pasien
dengan riwayat trauma, jika harus membalikkan
pasien lakukan seminimal mungkin menggerakkan
leher dan kepala)
– Investigasi ABC (Airway, Breathing dan Circulation)

Pembukaan Jalan napas6-7


Pada kondisi tidak sadar, maka bayi dan anak akan
kesulitan dalam menjaga jalan napas tetap terbuka,
karena leher mudah tertekuk, lidah jatuh ke belakang dan
terjadi aspirasi akibat muntah.
Teknik yang dapat dilakukan untuk membuka
jalan napas pada bayi dan anak yang tidak sadar adalah
dengan teknik head tilt–chin lift (gambar 2), teknik ini
dapat dilakukan pada pasien yang TANPA atau TIDAK
Gambar 1. Alur Bantuan Hidup Dasar dicurigai trauma. Saat melakukan tindakan ini, hindari

30 BAB 6: Bantuan Hidup Dasar


Gambar 2. Membuka jalan anpas dengan manuver head tilt Gambar 3. Membuka jalan napas dengan manuver Jaw thrust

Gambar 4. Posisi pemulihan (recovery position)

tindakan menekan jaringan lunak dibawah dagu, karena Penilaian ada tidaknya usaha napas6-7
akan menyebabkan sumbatan jalan napas. Posisi kepala Dari panduan yang telah ada baik dari ERC maupun
bayi dan anak harus lurus dengan melihat posisi telinga AHA 2020 merekomendasikan penilaian usaha napas
lurus dengan sternal notch atau kita sebut dengan posisi hanya dengan melihat apakah ada tanda pasien bernapas
menghidu. dengan adekuat. Sambil membuka jalan napas, nilai
Untuk pasien yang dicurigai atau dengan riwayat apakah anak apnea atau gasping. Jika anak tidak sadar
trauma, maka membuka jalan napas dapat dilakukan namun bernapas normal, posisikan anak pada posisi
dengan Jaw Thrust (gambar 3). Yaitu dengan cara pemulihan.
penolong berdiri di sisi atas kepala pasien dan letakkan Posisi pemulihan dilakukan dengan cara: pasien
telapak tangan penolong di pelipis pasien dan jari-jari dimiringkan ke salah satu sisi, lengan dan tungkai sisi atas
Anda di bawah ramus mandibula. Angkat mandibula ke ditekuk ke depan tubuh, punggung tangan diletakkan
atas dengan jari-jari penolong, setidaknya sampai gigi seri di bawah pipi, dan kepala agak didongakkan (ekstensi
bawah lebih tinggi dari gigi seri atas. ringan) agar sudut leher terbuka. Pada kecurigaan cedera

APRC 31
kepala, hindari melakukan mobilisasi ini. Apabila terpaksa di wajah, kalau perlu coba berikan tekanan ventilasi
dilakukan (misalnya risiko aspirasi karena anak muntah), yang lebih besar. Apabila dada tetap tidak mengembang,
penolong yang lain membantu mempertahankan leher pikirkan kemungkinan sumbatan jalan napas.
anak tetap sejajar dengan kepala saat dimiringkan dan
tetap sejajar pada posisi pemulihan (Gambar 4).
Periksa tanda kehidupan6-7
Jika pernapasan tidak normal (apnea atau gasping,
Setelah memberikan 5 bantuan napas, periksa tanda-
agonal, tidak efektif ) berikan 5 kali bantuan napas (rescue
tanda kehidupan pada pasien, yaitu anak bergerak,
breath) dimana satu bantuan napas diberikan tiap 2 – 3
terbatuk-batuk atau kembali bernapas normal. Apabila
detik (20-30 kali per menit).
anak tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan setelah
pemberian bantuan napas, segera lakukan resusitasi
Pemberian bantuan napas6-7 jantung paru sembari kembali menghubungi/ memanggil
Pemberian bantuan napas dengan menggunakan bag
bantuan. Apabila tersedia monitor EKG, segera pasang
valve mask (BVM) merupakan metode lini pertama yang
monitor untuk menilai ritme jantung sambil mulai
direkomendasikan untuk digunakan. Apabila ventilasi
lakukan resusitasi jantung paru.
sulit atau berisiko untuk transmisi penyakit menular
maka bantuan napas akan lebih efektif bila dilakukan oleh
dua penolong. Penolong pertama melekatkan sungkup Resusitasi jantung paru7,8
ke wajah pasien dengan kedua tangan untuk mencegah Resusitasi jantung paru dilakukan dengan rasio 15:2
kebocoran ventilasi yang diberikan, sementara penolong oleh dua penolong. Terdapat beberapa perbedaan teknik
kedua memberikan ventilasi tekanan positif (gambar kompresi pada bayi dan anak. Titik kompresi dada pada
5). Apabila hanya ada satu penolong yang melakukan bayi adalah 1 jari di bawah garis imajiner intermamae
bantuan napas, pelekatan sungkup ke wajah dilakukan sedangkan pada anak pada pertengahan bawah sternum.
menggunakan satu tangan dengan teknik CE-clamping Teknik kompresi pada bayi dapat dilakukan dengan
(Gambar 5). Pilih ukuran sungkup (masker) yang sesuai menggunakan dua ibu jari atau dua jari dari satu tangan
sehingga menutup mulut, hidung. (jari telunjuk dan tengah), sedangkan pada anak teknik
Amati dan pastikan pengembangan dada setiap kali kompresi dilakukan menggunakan satu atau dua tangan.
pemberian bantuan napas. Bila dada tidak mengembang, Teknik kompresi menggunakan dua tangan lebih optimal
maka perbaiki posisi kepala, periksa pelekatan sungkup dari pada kompresi satu tangan.

A B
Gambar 5. Teknik pemberian bantuan napas dengan A. Satu orang penolong, B. Dua orang penolong

32 BAB 6: Bantuan Hidup Dasar


Bantuan hidup dasar dilakukan dengan prinsip aspirasi karena kacang, disebabkan karena gigi geligi dan
resusitasi dengan kualitas baik (high quality CPR) reflek menelan belum sempurna.
yaitu push hard and fast yang dilakukan secara efektif Tanda dini yang dapat kita kenali adalah apabila
dengan kedalaman kompresi mencapai 1/3 diameter ada gejala batuk, tersedak, suara stridor atau gawat napas
anteroposterior rongga toraks atau kedalaman 4 cm pada yang timbulnya mendadak tanpa disertai ada riwayat
bayi dan 5 cm pada anak. Frekuensi kompresi diberikan sakit sebelumnya dan didapatkan riwayat bermain atau
dengan kecepatan 100-120 kali per menit. Pastikan memakan benda kecil sesaat sebelum gejala timbul.
dada kembali mengembang penuh (complete recoil)
untuk mengoptimalkan aliran balik ke jantung (venous Tatalaksana sumbatan benda asing jalan
return) pada fase dekompresi dan isi sekuncup pada fase
napas pada anak
kompresi berikutnya. Usahakan tanpa atau minimal
Pada kondisi anak masih dapat batuk efektif, yaitu
interupsi selama melakukan resusitasi. Selama resusitasi
batuk dengan kuat dan dapat menarik napas dahulu
jantung, hindari hiperventilasi yang akan menghambat
sebelum batuk dan masih sadar baik (pasien masih
venous return.
dapat menangis dengan bersuara atau berbicara),
Resusitasi dapat dihentikan apabila pasien tetap
tidak diperlukan tatalaksana khusus, hanya penolong
asistole setelah 20 menit melakukan resusitasi optimal dan
mengupayakan agar anak tetap batuk secara efektif,
tidak ditemukan adanya penyebab asistole atau ada tanda
untuk meningkatkan tekanan intrathorakal dengan
kehidupan (misal. batuk, bergerak, bernapas, dll) atau ada
tujuan mengeluarkan benda asing terdorong keluar dari
penolong lain yang datang dengan kemampuan minimal
jalan napas. Tetapi tetap harus dievaluasi apabila terjadi
setara dengan penolong awal atau penolong kelelahan
perubahan kondisi dari pasien, apakah batuk menjadi
dan secara fisik tidak dapat melanjutkan resusitasi.8,11
tidak efektif. Bila dalam evaluasi batuk menjadi tidak
Pada sarana atau fasilitas kesehatan, bila orang tua
efektif, dimana batuk menjadi tidak bersuara, tidak
menolak dan menandatangani surat penolakan, maka
dapat bersuara, kesulitan bernapas atau sianosis, tetapi
resusitasi jantung paru boleh tidak dilakukan, terutama
anak masih dalam kondisi sadar, maka penolong harus
pada pasien dengan penyakit terminal atau kelainan
segera memberikan pertolongan dengan melakukan
genetik yang bersifat letal.6
manuver 5 kali back blows. Bila setelah 5 kali back blows
tidak dapat melepaskan benda asing di saluran napas,
maka dilanjutkan dengan melakukan 5 kali chest thrust
TATALAKSANA SUMBATAN JALAN (untuk bayi usia <1 tahun) atau abdominal thrust (untuk
NAPAS anak > 1 tahun). Lanjutkan back blows dan chest thrust/
Mengenali tanda sumbatan benda asing jalan abdominal thrust bila benda asing yang menyumbat jalan
napas belum keluar. Tetap evaluasi berkala untuk melihat
napas pada anak
kondisi pasien. Kondisi hipoksia akan terjadi bila benda
Aspirasi benda asing aspirasi benda asing pada saluran napas
asing tetap menyumbat jalan napas dalam waktu yang
merupakan masalah yang sering terjadi di seluruh dunia,
panjang, hal ini dapat menyebabkan terjadinya hipoksia
terutama pada populasi anak-anak. Faktor predisposisi
yang berakhir pada kegagalan jantung paru. Pada kondisi
pada bayi dan anak adalah karena mereka belajar
ini biasanya pasien akan mulai mengalami penurunan
mengenali benda dengan cara memegang, mencium dan
kesadaran, maka segera periksa kesadaran dan meminta
merasakan (memasukkan benda dalam mulut) dan anak
tolong penolong lain untuk memanggil ambulans dan
sangat aktif (berteriak, menangis, berlari) dengan benda
penolong pertama dapat langsung melanjutkan tindakan
di dalam mulut. Kasus tersering adalah pada anak usia 6
sesuai dengan alur bantuan hidup dasar (gambar 1). Alur
bulan sampai 4 tahun. Angka kejadian terbanyak adalah

APRC 33
Gambar 6. Alurtatalaksana sumbatan benda asing jalan napas

tatalaksana sumbatan benda asing dapat dilihat pada – Abdominal thrust : setelah melakukan 5 kali back
gambar 6.7,8 blows, letakkan kedua tangan kita dengan posisi satu
tangan mengepal dan tangan satunya mencengkram
Cara melakukan back blows : kepalan diletakkan di atas perut diantara processus
– Pada bayi: dengan meletakkan bayi tengkurap disangga xyphoideus dan umbilikus, lalu hentakkan 5 kali ke
oleh lengan bawah dan paha penolong dan posisi arah atas (gambar 7).
kepala lebih rendah dari pada badan. Beri 5 pukulan
di antara kedua belikat dengan menggunakan tumit
tangan penolong (gambar 7). RESUSITASI JANTUNG PARU MASA
– Pada anak: dengan memposisikan anak setengah
PANDEMI
berdiri dengan penolong berada di belakang anak
Pandemi COVID-19 ini membuat perubahan alur
dan menyangga tubuh anak dengan lengannya,
penanganan anak dengan henti jantung. Selain itu
berikan 5 pukulan diantara kedua tulang belikat.
pandemi mempengaruhi keberhasilan resusitasi dan
angka kesintasan henti jantung secara umum. Hal ini
Cara melakukan thrust :
disebabkan karena keterlambatan keluarga mencari
– Chest Thrust : setelah melakukan 5 kali back blows,
pertolongan karena kuatir akan situasi pandemi, serta
bila benda asing belum keluar maka balik badan
keterlambatan resusitasi karena proses pemakaian Alat
bayi dalam posisi terlentang, lalu lakukan dengan
Pelindung Diri (APD) yang membutuhkan waktu dan
cara seperti kita melakukan kompresi jantung
keengganan penolong melakukan resusitasi terkait risiko
pada resusitasi jantung paru, tetapi lebih lambat,
penularan infeksi.
1 kompresi setara 1 detik dan lakukan dengan
menghentak (gambar 7).

34 BAB 6: Bantuan Hidup Dasar


A B E

A B

C D

Gambar 10. Manuver back blows (A) dan chest thrust (B) pada bayi, dan back blows (C) dan abdominal thrust/Heimlich posisi bediri dan supine
(D dan E) pada anak

European Resuscitation Council menyatakan 4. Vega RM, Kaur H, Edemekong PF. Cardiopulmonary
arrest in children. Resuscitation. 2011; 82:1025–9.
bahwa keputusan RJP pada situasi pandemi dilakukan
Dalam: StatPearls (Internet). Treasure Island (FL):
dengan mempertimbangkan situasi kasus pada saat itu, StatPearls Publishing: 2021 Jan.h. 1-12.
kemungkinan apakah pasien terinfeksi Covid-19, derajat 5. Sutton RM, Reeder RW, Landis WP, Meert KL, Yates
beratnya kondisi pasien dan manfaatnya bila resusitasi AR, dkk. Ventilation Rates and Pediatric In-Hospital
Cardiac Arrest Survival Outcomes. Crit Care Med. 2019;
tetap dilakukan, ketersediaan APD, dan pertimbangan 47:1627–36.
personal lainnya dari penolong (komorbid, kompetensi). 6. Topjian AA, Raymond TT, Atkins D, Chan M, Duff
Alur resusitasi pada kasus/suspek Covid-19 berbeda JP, Joyner BL, dkk. Pediatric Basic and Advanced Life
Support: 2020 American Heart Association Guidelines
dalam hal penekanan pada upaya tambahan mencegah for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
penularan, yaitu penggunaan APD level 3, membatasi Cardiovascular Care. Circ. 2020;142:S469- 523.
personil yg terlibat, dan meminimalisasi paparan aerosol 7. Voorde PV, Turner N, Djakow J, Lucas N, Martines-
Meijas A, Biarent D, dkk. European Resuscitation
dengan menggunakan filter.7
Council Guidelines 2021: Paediatric Life Support.
Resuscitation 2021;8908:1-16.
Daftar bacaan 8. Perkins GD, Graesner JT, Semeraro F, Olasveengen T,
Soar J, Lott C, dkk. European Resuscitation Council
1. Niles DE, Duval-Arnould J, Skellett S,K night L,
Guidelines 2021: executive summary. Resusc 2021: 1-60.
Su F, dkk; Characterization of Pediatric In- Hospital
Cardiopulmonary Resuscitation Quality Metrics Across 9. Latief A, Pudjiadi A, Prawira Y, penyunting. Advanced
an International Resuscitation Collaborative. Pediatr Crit Pediatric Resuscitation course. Jakarta: Badan Penerbit
Care Med. 2018;19:421–32. IDAI; 2019.h.29-32.
2. Sutton RM, Niles D, Nysaether J, Abella BS, Arbogast 10. Pudjiadi AH, Latief A., Budiwardhana N. Buku Ajar
KB, dkk. Quantitative analysis of CPR quality during in- Pediatrik Gawat Darurat. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
hospital resuscitation of older children and adolescents. Dokter Anak Indonesia; 2011.
Pediatrics. 2009;124:494–99. 11. Libby C, Skinner RB, Rawal AR. EMS termination
3. Niles D, Nysaether J, Sutton R, Nishisaki A, Abella BS, of resuscitation and pronouncement death. Dalam:
dkk. Leaning is common during in-hospital pediatric StatPearls (Internet). Treasure Island (FL): StatPearls
CPR, and decreased with automated corrective feedback. Publishing: 2021 Jan.h. 1-16.
Resuscitation. 2009; 80:553–7.

APRC 35
BAB 7
Defibrilasi dalam Tatalaksana Gangguan
Irama Jantung

PENDAHULUAN Hiperkalemia, Hipo/hipertermia, dan Hipoglikemia. Pada


Gangguan irama jantung pada anak dapat mengakibatkan pasien anak, hipoksia dan hipovolemia adalah penyebab
terjadinya henti jantung. Walaupun jarang tetapi paling umum. Selain 6H yang menyebabkan henti
menurut literatur sekitar 10 – 14% menjadi penyebab jantung, juga didapatkan 6T, yaitu Toksin, Tamponade
henti jantung anak di dalam rumah sakit (rs) dan ± (jantung), Tension pneumothorax, Trombosis jantung,
7% penyebab henti jantung di luar rs.1 Kondisi henti Trombosis paru, dan Trauma. Meskipun 6H dan 6T
jantung ini tentu saja membutuhkan resusitasi untuk sering dikaitkan dengan aktivitas listrik tanpa nadi, adalah
mengembalikan ke sirkulasi yang baik dan normal.2 bijaksana untuk mempertimbangkan penyebab serangan
Gangguan irama yang membutuhkan resusitasi jantung, terutama jika Anda gagal mencapai kembalinya
dapat dibagi menjadi beberapa kategori yang mencakup sirkulasi spontan dengan manajemen Anda saat ini. 2,3
nadi tidak teraba (yang mungkin akibat kondisi asistol), Fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel tanpa
pulseless electrical activity (PEA), atau ventrikel fibrilasi nadi memerlukan terapi awal yang serupa dengan asistol
/ ventrikel takikardia tanpa denyut nadi. Pada kondisi dan PEA, yaitu segera dilakukan RJP, namun pada
asistol dan PEA adalah dilakukan resusitasi jantung paru kondisi ini harus segera disertai pengenalan irama secara
yang dilanjutkan dengan pemberian epinefrin setiap 3 dini. Akses cepat ke defibrilator manual atau Automated
sampai 5 menit bila dibutuhkan. Pada ventrikel fibrilasi External Defibrillator (AED), dapat membuat perbedaan
atau ventrikel takikardia, juga dibutuhkan tindakan dalam jumlah angka kelangsungan hidup.2
resusitasi jantung paru (RJP), tetapi harus segera dilakukan
pengenalan dari irama melalui monitor, sehingga dapat
segera dilakukan pemasangan defibrilator manual atau IRAMA JANTUNG YANG SHOCKABLE3-6
Automated External Defibrillator (AED) untuk terapi 1. Ventrikel Fibrilasi (VF)
kejut, yang meningkatkan angka kelangsungan hidup. Merupakan kondisi yang jarang ditemui pada anak.
Jadi pada dasarnya ada 2 klasifikasi dari gangguan VF adalah kondisi dimana terjadi aktivitas listrik
irama jantung berdasarkan tatalaksana, yaitu yang dapat yang tidak teratur yang menyebabkan ventrikel
dilakukan terapi kejut (shockable) dan yang tidak dapat hanya bergetar tidak berkontraksi secara normal,
dilakukan terapi kejut (non-shockable).2,3 sehingga jantung gagal memmopa darah dan terjadi
Ada beberapa penyebab dari terjadinya henti jantung henti jantung. Gambaran elektrokardiografi (EKG)
baik yang shockable maupun non-shockable, yangvdapat yang dapat ditemui pada VF adalah:
di terapi dan bersifat reversibel, disebut 6H yaitu • Irama tidak teratur, amplitude gelombang
Hipoksia, Hipovolemia, Ion Hidrogen (asidosis), Hipo/ berbeda-beda

36
Gambar 1. Ventrikel Fibrilasi

• Gelombang P, QRS dan T tidak dapat Algoritma tatalaksana VF dan VT tanpa nadi dapat
diidentifikasi dilihat pada gambar di bawah (gambar3).

2. Ventrikel Takikardia tanpa nadi (pVT) 3. Supraventrikular Takikardi (SVT)


Jenis irama ini juga jarang dijumpai pada anak. tetapi Merupakan jenis takikardia yang paling sering
bisa dicurigai pada anak dengan kondisi hipotermia, terjadi pada anak. Ini juga disebut takikardia atrium,
anak yang tiba – tiba pingsan, keracunan ataupun takikardia atrium paroksismal (PAT) atau takikardia
anak dengan kelainan jantung. Berikut gambaran supraventrikular paroksismal (PSVT). Ketika
elektrokardiogram (EKG) yang dapat ditemukan seorang anak mengalami SVT, sinyal listrik di atrium
pada pVT (gambar 2): menyala secara tidak normal. Ini mengganggu
• Irama teratur impuls listrik yang datang dari nodus sinoatrial (SA),
• Gelombang P tidak dapat diidentifikasi. Bila alat pacu jantung alami. Gangguan ini menghasilkan
dijumpai tidak berhubungan dengan QRS. detak jantung yang lebih cepat dari biasanya.
• Gelombang T berlawanan arah dengan QRS SVT tidak menimbulkan masalah yang mengancam
• QRS lebarnya lebih dari 0.08 detik jiwa bagi sebagian besar anak-anak dan remaja.

Gambar 2. Ventrikel Takikardia tanpa nadi

Gambar 3. Tatalaksana VF dan VT tanpa nadi

APRC 37
Tindakan gawat darurat hanya dipertimbangkan Tatalaksana SVT tergantung pada kondisi
jika episode berkepanjangan atau sering, karena akan hemodinamik dari pasien. Pada kondisi hemodinamik
menyebabkan jantung kolaps atau syok. yang stabil dapat dilakukan manuver vagal, dengan cara
Gambaran EKG yang dapat ditemukan pada SVT meletakkan es di wajah (tidak menutup jalan napas)
(gambar 4): pada bayi atau anak, sedangkan apda anak yang lebih
• Irama teratur kecuali ditemukan AV Blok besar dapat dilakukan pemijatan pada sinus carotis atau
• Frekuensi jantung tergantung pada batas manuver valsava (dengan meminta anak meniup dengan
maksimal umur anak kuat pada sedotan yang sempit). Bila kondisi anak dengan
• Gelombang P sulit diidentifikasi terlebih lagi hemodinamik yang tidak stabil (syok), tatalaksana SVT
jika denyut jantung ventrikel cepat, menumpuk sesuai dengan algoritma di bawah ini (gambar 5):
dengan gelombang T Sebagai catatan adenosin diberikan secara bolus
• Lama QRS normal dibawah 0.08 detik cepat dan pemberian amiodaron dibawah arahan dari
konsultan ERIA atau konsultan kardiologi anak.

Gambar 4. Supraventrikuler Takikardia

Gambar 5. Tatalaksana SVT

38 BAB 7: Defibrilasi dalam Tatalaksana Gangguan Irama Jantung


IRAMA JANTUNG YANG NON- Algoritma tatalaksana irama jantung yang non-
SHOCKABLE3-6 shockable dapat dilihat pada gambar di bawah
1. Asistol (gambar 8):
Gambaran EKG yang ditemukan apda kondisi asistol
adalah menyerupai garis lurus, yang menandakan 3. Bradikardia
hampir/ tidak adanya aktivitas listrik di jantung, Bradikardia merupakan kondisi dimana denyut
meski terkadang ada dijumpai gambaran gelombang jantung lebih lambat dari denyut jantung normal
P (gambar 6). sesuai usia, dengan andi yang masih teraba baik.
Kondisi ini dapat merupakan akibat dari 6H 6T atau
2. Pulseless electrical activity (PEA) akibat dari tindakan yang menyebabkan terjadinya
Pulseless electrical activity ditandai dengan terbacanya refleks vagal seperti suction, dan bisa disebabkan
aktivitas elektrik pada monitor tanpa adanya karen peningkatan tekanan intrakranial.
denyut nadi). Kondisi ini biasanya disebabkan Tatalaksana pada irama bradikardia:
karena periode hipoksia atau iskemia miokard, • Jaga jalan napas
tetapi kadang-kadang dapat memiliki penyebab • Berikan oksigen dan bantuan napas jika
yang reversibel, yaitu 6H 6T yang menyebabkan diperlukan
penurunan curah jantung secara tiba-tiba.(ERC • Pasang monitor untuk evaluasi irama jantung
2015) Gambaran EKG PEA seperti terlihat pada • Pasang akses vaskular (intravena/intraosseus)
gambar berikut (gambar 7). • Lakukan EKG dengan 12 leads

Gambar 6. Irama asistol

Gambar 7. Irama PEA

Gambar 8. Tatalaksana asistol dan PEA

APRC 39
• Evaluasi berkala irama jantung, bila bradikardia – Nyalakan mesin defibrillator dan keluarkan
menetap setelah pemberian ventilasi dan oksigenasi elektrodanya
yang adekuat, maka dapat diberikan: epinefrin IV – Apabila akan melakukan cardioversi tekan tombol
0,01 mg/kg (0,1ml/ kg larutan 1:10000) atau bila “sync”
didapatkan tanda refleks vagal dapat diberikan – Pilih energi level yang sesuai
sulfas atropin 0,02 mg/kgBB dengan dosis – Beri Gel pada elektroda
minimal 0,1 mg dan maksimal 0,5 mg – Tekan tombol “Charge”
• Identifikasi dan tangani penyebab mendasar – Pastikan semua area aman/ “clear” sekitar tempat
• Bila didapatkan nadi < 60 kali/menit, pindah tidur pasien
ke algoritma tatalaksana henti jantung. – Lihat ke monitor apakah irama masih shockable
– Tekan tombol shock
DEFIBRILATOR – Evaluasi irama jantung/lanjutkan CPR
Defibrilator merupakan alat untuk melakukan defibrilasi Catatan: berikan sedasi pada pasien yang masih
baik secara manual maupun otomatis (AED), dengan sadar dan akan dilakukan cardioversi
bentuk gelombang dapat biphasic maupun monophasic.
AED banyak kita dapatkan di tempat umum seperti Kepustakaan
lapangan udara maupun di mall. Mayoritas AED yang
ada memberikan dosis standar 120-200 J (biphasic) dan 1. Duff JP, Topjian AA, Berg MD, Chan M, Haskell SE,
Joyner BL, dkk. 2018 American Heart Association
dengan attenuator pediatrik dosis biasanya 50 J, idealnya
Focused Update on Pediatric Advanced Life Support: An
harus memiliki metode penyesuaian tingkat energi untuk Update to the American Heart Association Guidelines
anak-anak.4,6 Peralatan dan cara penggunaan defibrillator for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care. Circulation 2018; 138(23): e731-9.
pada dasarnya adalah sama hanya mungkin pada alat https://doi.org/10.1161/CIR.0000000000000612
tombol ataupun monitor tergantung pada berbagai 2. Vega RM, Kaur H, Edemekong PF. Cardiopulmonary
2,3
merek yang ada. arrest in children. Resuscitation. 2011; 82:1025–9. Dalam:
StatPearls (Internet). Treasure Island (FL): StatPearls
Pada AED alat yang digunakan untuk melakukan
Publishing: 2021 Jan.h. 1-12.
shock adalah menggunakan elektroda (pads) saja, 3. Kleinman ME, Chameidas L, Schexnayder SM, Samson
sedangkan pada defibrilator manual, alat yang digunakan RA, Hazinski SF, Atkins DL, dkk. Part 14: Pediatric
Advanced Life Support 2010 American Heart Association
dapat berupa elektroda atau paddle. Paddle yang
Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
digunakan memiliki 2 ukuran, untuk yang bayi biasanya Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;
berada didalam pedal dewasa (paddle dewasa harus dibuka 122(3): S876-908.
terlebih dahulu). Untuk anak >10 kg (mengikuti dewasa) 4. Voorde PV, Turner N, Djakow J, Lucas N, Martines-
Meijas A, Biarent D, dkk. European Resuscitation
adalah ∅8 cm, sedangkan untuk bayi (< 10 kg) adalah Council Guidelines 2021: Paediatric Life Support.
∅4.5 cm. Dengan posisi penempatan elektroda:4,6,7 Resuscitation 2021;8908:1-16.
Antero-Lateral, satu elektroda di bawah tulang 5. UKK Emergensi Dan Rawat Intensif Anak. Kumpulan
Materi Pelatihan Resusitasi Tahap Lanjut. Jakarta: Badan
clavicula kanan satu lagi diletak di axilla kiri. Penerbit IDAI; 2019.
– Antero-Posterior, satu elektroda anterior diletakkan di 6. Topjian AA, Raymond TT, Atkins D, Chan M, Duff
tengah tulang dada sedikit ke kiri, elektroda posterior JP, Joyner BL, dkk. Pediatric Basic and Advanced Life
Support: 2020 American Heart Association Guidelines
diletakkan dibelakang diantara tulang skapula.
for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cara menggunakan defibrilator manual:7 Cardiovascular Care. Circ. 2020;142:S469- 523.
– Sebisa mungkin amankan jalan napas dan jalur akses 7. Zoll AED Plus. Administrator Guide. 2017.
intravena

40 BAB 7: Defibrilasi dalam Tatalaksana Gangguan Irama Jantung


BAB 8
Syok

8.1. PENDAHULUAN CaO2 = Kandungan oksigen darah arteri


Syok adalah sindrom klinis akut akibat kegagalan sistim Hb = Kadar hemoglobin
sirkulasi dengan akibat kegagalan penyediaan energi SaO2 = Saturasi oksigen darah arteri
di jaringan karena ketidakcukupan pasokan oksigen PaO2 = Tekanan parsial oksigen darah arteri
dan glukosa. Keterlambatan mengenali syok akan
mengakibatkan metabolisme anaerob, asidosis dan gagal Besarnya SV dipengaruhi jumlah darah yang ada dalam
organ. ventrikel sebelum kontraksi (preload), kekuatan kontraksi
(kontraktilitas) dan tahanan yang harus dihadapi ventrikel
kiri, dikenal dengan afterload dan ditentukan oleh rerata
8.2. PATOFISIOLOGI
tingkat konstriksi atau dilatasi vascular seluruh tubuh
Pasokan oksigen ditentukan oleh curah jantung (CO
(SVR = systemic vascular resistance). Keseimbangan CO
= cardiac output) dan kandungan oksigen darah arteri
dan SVR menciptakan tekanan darah (gambar 8.1).
(CaO2). Curah jantung adalah isi sekuncup (SV = stroke
Konsumsi oksigen tubuh (VO2) adalah jumlah
volume) di kali laju jantung (HR = heart rate), sedang
seluruh oksigen yang dipakai jaringan untuk proses
CaO2 ditentukan oleh jumlah oksigen yang terikat
oksidasi. Karena darah mengalir dalam sirkuit tertutup,
hemoglobin dan oksigen yang terlarut dalam plasma
maka jumlah darah yang keluar dari jantung (CO) sama
(persamaan 1). Karena sebagian besar oksigen terikat
dangan jumlah darah yang kembali ke jantung. Dengan
hemoglobin, maka oksigen yang terikat hemoglobin lebih
demikian, dengan menghitung perbedaan kandungan
menentukan CaO2 (persamaan 2). Anemia (penurunan
oksigen yang terdapat dalam darah arteri dan kandungan
kadar hemoglobin) sangat mempengaruhi CaO2.
oksigen yang terdapat dalam vena sentral, dapat diketahui
jumlah oksigen yang dipakai jaringan. Oxygen extraction
DO2 = CaO2 x CO .................................... Persamaan 1
ratio (O2 ER) adalah parameter yang digunakan untuk
melihat perbandingan antara VO2 dan DO2 (persamaan
DO2 = Pasokan oksigen
3). Dalam keadaan normal DO2 jauh melebihi VO2.
CaO2 = Kandungan oksigen darah arteri
Ketika DO2 menurun atau VO2 meningkat, O2 ER
CO = Curah jantung
meningkat untuk mencukupi kebutuhan oksigen
jaringan.
CaO2 = (Hb x SaO2 x 1,34) + (0,003 x PaO2)..............
.................................................................. Persamaan 2
VO2 = DO2 x O2 ER .................................. Persamaan 3

41
Gambar 8.1. Hubungan antar parameter hemodinamik yang menentukan pasokan oksigen.
DO2 = Pasokan oksigen; Hb= Kadar hemoglobin; SaO2= Saturasi oksigen darah arteri.

VO2 = Konsumsi oksigen tubuh luka bakar, perdarahan, ketoasidosis diabetes, diabetes
DO2 = Pasokan oksigen insipidus dll.
O2 ER = Oxygen extraction ratio
Syok kardiogenik
Saat pasokan tercukupi, setiap molekul glukosa Syok kardiogenik terjadi akibat gangguan kotraktilitas
akan dioksidasi melalui siklus Kreb dan menghasilkan miokardium (gangguan irama jantung dibahas dalam bab
36 molekul adenosine triphosphate (ATP). Bila pasokan tersendiri). Penyebab syok kardiogenik pada anak antara
berkurang maka pasokan glukosa akan dipenuhi lain adalah kardiomiopati (akibat iskemia, metabolik,
melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Pada infeksi dll.), iatrogenik (obat-obatan, pasca bedah),
anak, kompensasi ini amat terbatas karena cadangan trauma, dan penyakit jantung bawaan.
yang sedikit. Kekurangan oksigen akan menyebabkan
metabolism sel tidak efisien. Pyruvate tidak diubah
Syok distributif
menjadi acetyl-CoA, dan masuk ke dalam siklus Kreb,
Syok distributif terjadi akibat tonus vaskular yang
namun diubah menjadi laktat yang hanya menghasilkan
menurun berlebihan. Penyebab syok distributif pada anak
2 molekul ATP. Kekurangan energi yang berkelanjutan
antara lain adalah anafilaksis (antibiotik, serum, sengatan
akan mengakibatkan pompa sel terganggu yang mengarah
lebah, racun, dll), trauma tulang belakang, iatrogenic
pada kematian sel.
(obat-obatan).

8.3. KLASIFIKASI Syok obstruktif


Empat jenis syok, berdasar etiologinya adalah syok
Syok obstruktif terjadi akibat sumbatan keluarnya aliran
hipovolemik, kardiogenik, distributif dan obstruktif.
darah dari jantung, baik oleh penyebab kongenital atau
didapat. Pada anak, penyebab syok obstruktif antara
Syok hipovolemik lain adalah penyakit jantung bawaan (yang bergantung
Syok hipovolemik terjadi akibat kehilangan volume ruang keberadaan duktus arteriosus = ‘duct dependent lesion’),
intravaskular. Penyebab syok hipovolemik pada anak hipertensi pulmonal, stenosis katup aorta, tamponade
antara lain adalah gastroenteritis dehidrasi, kebocoran jantung, pneumotoraks dengan tekanan tinggi (tension
plasma (misalnya pada demam berdarah dengue), pneumothorax).

42 BAB 8: Syok
8.4. GAMBARAN KLINIS menurun, nadi yang menyentak (bounding pulses), dan
Pada anamnesis perlu digali adanya kehilangan cairan, waktu pengisian kapiler yang memendek. Biasanya
seperti diare, muntah, perdarahan dll yang mengarah gambaran ini disertai dengan asidosis laktat menetap,
kepada penyebab syok hipovolemik. Demam dan infeksi menandakan penurunan pasokan oksigen jaringan.
dapat mengarah ke demam berdarah dengue atau infeksi Untuk mengenal syok pada anak perlu dipahami
lain termasuk sepsis. Sepsis harus lebih dicurigai pada mekanisme kompensasi anak yang berubah mengikuti
anak dengan defek sistim imun dan bayi kecil. Syok yang usia (maturasi). Anak mempunyai kemampuan tinggi
terjadi pada sepsis anak dapat merupakan kombinasi dalam mempertahankan tekanan darah. Pemeriksaan
syok hipovolemik, kardiogenik dan distributif. Pada fisis yang umum dijumpai pada syok anak adalah
bayi kecil gejala yang tidak spesifik seperti letargi, tidak takikardi, pemanjangan waktu pengisian kapiler (>2
mau menyusu dan penurunan produksi urine, dapat detik), akral ekstremitas yang dingin, dan dapat disertai
merupakan gejala dini syok. Pada pemeriksaan fisis dapat takipnu. Apabila kompensasi tubuh gagal, secara klinis
ditemukan gejala kompensasi, gejala akibat kekurangan akan dijumpai hipotensi. Jadi syok yang terkompensasi
pasokan oksigen jaringan, dan gejala yang bergatung ditandai dengan tekanan darah di atas persentil 5, dengan
pada etiologi syok. demikian syok yang tidak terkompensasi mempunyai
Gejala dini yang dapat dijumpai adalah takikardi. tekanan darah di bawah persentil 5 (Tabel 8.1). Bila tidak
Namun demikian takikardi dapat terjadi akibat berbagai diatasi segera, syok akan berlanjut dengan kerusakan dan
sebab lain seperti nyeri, demam, ketakutan dll. Bila kegagalan organ.
penyebab takikardi lain dapat disingkirkan, maka
Tabel 8.1. Pedoman nilai presentil 5 sistolik untuk resusitasi anak
takikardi dapat digunakan sebagai parameter yang cukup Neonatus 60 mmHg
sensitif. Bayi (1 bulan- 1 tahun) 70 mmHg
Untuk mempertahankan tekanan darah tubuh Anak (1-10 tahun) 70 + (2 x umur dalam tahun) mmHg
Anak besar (>10 tahun) 90 mmHg
perlu meningkatkan SVR. Umumnya sirkulasi ke organ
vital dipertahankan, dengan kompensasi vasokonstriksi
Pada syok kardiogenik, kecuali tanda-tanda syok (dingin),
pada daerah kulit. Akibat mekanisme ini, secara klinis
juga dapat dijumpai tanda gagal jantung seperti irama
dapat dijumpai kualitas nadi perifer yang mengecil (isi
galop, precordial heave, dan tanda bendungan seperti
nadi perifer teraba lebih kecil daripada nadi sentral),
ronkhi basah (halus yang tidak nyaring), peningkatan
suhu kulit bagian distal menurun dan pemanjangan
tekanan vena jugularis dan pembesaran hati (konsistensi
waktu pengisian kapiler, terutama di jari tangan atau
keras dan tepi tumpul).
kaki. Pengukuran waktu pemanjangan kapiler dilakukan
pada suhu ruangan yang normal, dengan penekanan
pada ujung jari selama 5 detik, kemudian dilepas sambil
melihat kembalinya warna kemerahan yang menandakan
8.5. RESUSITASI
Apapun jenis syok, tindakan awal yang harus dikerjakan
kembalinya perfusi ujung jari. Sebagian besar syok akan
adalah membebaskan jalan napas, dan menjaga serta
memberikan gambaran klinis berupa nadi yang kecil,
melakukan bantuan napas, bila perlu, dan melakukan
akral yang dingin, dan waktu pengisian kapiler yang
pijat jantung bila nadi tidak teraba atau teraba terlalu
memanjang. Syok dalam kelompok ini dikenal dengan
lambat (airway, breathing, circulation = ABC). Intubasi,
syok dingin (cold shock). Syok distributif memberikan
untuk mempertahankan jalan napas, dilakukan atas
gambaran klinis yang berbeda, hingga dikenal dengan
indikasi (lihat bab gagal napas). Bila pernapasan dapat
syok panas (warm shock). Gambaran klinis yang menonjol
dipertahankan hanya dengan menjaga jalan napas, anak
pada syok distributif adalah tekanan darah yang sangat

APRC 43
cukup diberikan suplementasi oksigen, intubasi tidak perbaikan fungsi jantung, pemberian cairan dapat
perlu dilakukan. diberikan lagi.
Bila fasilitas tersedia, pemeriksaan kadar glukosa Inotropik merupakan terapi utama syok
dan kalsium harus dilakukan. Hipoglikemia dan kardiogenik. Namun demikian penggunaannya perlu
hipokalsemia sering terjadi pada sepsis. Koreksi mempertimbangkan diagnosis kerja yang ditegakkan.
hipoglikemia dapat dilakukan dengan pemberian Pada syok kardiogenik terkompensasi akibat anemia
dekstrose 0,5-1 g/kg menggunakan 5-10 ml/kg dextrose berat, dibutuhkan transfusi packed red cells (PRC)
10% (dapat menggunakan vena perifer) atau 2-4 mL perlahan (dan bertahap), untuk memperbaiki oksigenisasi
dextrose 25% melalui vena dalam. Koreksi hipokalsemia dan kinerja jantung. Jika syok kardiogenik disertai
dilakukan dengan Calcium Gluconate 10% (9 mg/ kekurangan cairan (hipovolemik), pemberian cairan
mL elemental Calcium) dengan dosis 0,6-1 mL/Kg harus dilakukan dengan hati-hati, 5 ml/kg secara lambat,
atau Calcium Chlorida 10% (27,2 mg/mL elemental disertai dengan pemberian inotropik. Pilihan inotropik
Calcium) dengan dosis 0,2 mL/kg melalui vena dalam pertama untuk syok kardiogenik murni (gambaran klinis
atau intraosseus dengan pemberian lambat (dalam 30 cold shock) adalah epinephrine atau dopamine (lihat tabel
menit) dan pemantauan EKG. 2). Norepinephrine, yang bersifat vasopressor, terutama
Cairan isotonic merupakan terapi utama tatalaksana digunakan, setelah pemberian cairan resusitasi, pada
syok hipovolemik. Cairan NaCl 0,9% atau Ringer’s syok distributif (dengan gambaran klinis warm syok, dan
lactate sebanyak 20 mL/kg diberikan secara cepat, tekanan diastolik yang rendah).
intravena (IV) atau intraoseus (IO), sambil memantau Bila respon terapi cairan, inotropik dan vasopressor
parameter hemodinamik termasuk kesadaran dan tidak memuaskan, cari penyebab syok yang lain seperti
produksi urine. Pemberian cairan selanjutnya tergantung pneumotoraks, tamponade jantung, yang menyebabkan syok
pada kondisi anak, diagnosis syok dan respon cairan. obstruktif, gangguan elektrolit berat, dan gangguan endokrin
Cairan resusitasi dapat diulangi bila diperkirakan seperti insufisiensi adrenal dan hipotiroid. Insufisiensi
kehilangan cairan yang besar, syok belum teratasi, dan adrenal relatif sering terjadi pada anak yang mengkonsumsi
terdapat perbaikan hemodinamik setelah pemberian steroid secara rutin (misalnya sindrom nefrotik), dan
cairan (cairan memperbaiki syok, namun belum cukup kemudian menghentikannya secara mendadak. Dalam
untuk mengatasi syok). Cairan resusitasi dihentikan keadaan demikian dibutuhkan pemberian hidrokortison
bila syok teratasi (perfusi normal, kesadaran membaik, dengan dosis awal 50-100 mg/m2/hari secara bolus, dan
tanda kompensasi hilang), atau bila terdapat tanda gagal dapat ditingkatkan sesuai respon terhadap katekolamin.
jantung (anak menjadi sesak, timbul ronkhi basah,
takikardi, dapat terdengar irama galop, pembesaran
Daftar pustaka
hati, peningkatan tekanan vena jugularis). Peningkatan
1. Overgaard CB, Dzavik V. Inotropes and Vasopressors.
cairan di ruang interstitial paru atau tanda gagal jantung Circulation. 2008;118:1047-1056
kongestif tidak selalu berarti pemberian cairan berlebihan, 2. Sinha R, Nadel S, Kissoon N, Ranjit S. Recognation
namun pemberian cairan selanjutnya besar kemungkinan and initial management of shock. In: Nichols DG,
Shaffner DH, editors. Roger’s textbook of pediatric
tidak meningkatkan curah jantung. Bila secara klinis intensive care 5th ed. Lippincott Williams & Wilkins.
diperkirakan anak masih membutuhkan cairan, setelah Philadelphia,2016. p 381-93.

44 BAB 8: Syok
Tabel 8.2. Daftar Obat Inotropik dan Vasopresor, Indikasi Klinis Penggunaan Obat, Dosis Obat, Receptor Binding (Katekolamin) dan
Efek Samping Utama
Obat Indikasi Klinis Dosis Receptor Binding Efek Samping Utama
α1 β1 β2 DA
Katekolamin
Dopamin Renjatan (kardiogenik, distributif ) 2.0 – 20 µg.kg-1.min-1 +++ ++++ ++ +++++ Hipertensi berat (terutama pada pasien
Gagal jantung (maks 50 µg.kg-1.min-1) pengguna non-selective β-blockers)
Bradikardia simptomatik yang Aritmia ventrikel
tidak respon terhadap atropine Iskemia jantung
atau pacing Iskemia/gangren jaringan (pada dosis
tinggi akibat ektravasasi jaringan)
Dobutamin Penuruan curah jantung 2.0 – 20 µg.kg-1.min-1 + +++++ +++ N/A Takikardia
(dekompensasi akut gagal jantung, (maks 40 µg.kg-1.min-1) Peningkatan respon laju ventrikel pada
syok kardiogenik, disfungsi pasien dengan atrial fibrilasi
miokard yang dipicu oleh sepsis) Aritmia ventrikel
Bradikardia simptomatik yang Iskemia jantung
tidak respon terhadap atropine Hipertensi (terutama pada pasien
atau pacing pengguna non-selective β-blockers)
Hipotensi
Norepinephrine Renjatan (distributif, kardiogenik) 0.01 – 3 µg.kg-1.min-1 +++++ +++ ++ N/A Aritmia
Bradikardi
Iskemia perifer
Hipertensi (terutama pada pasien
pengguna non-selective β-blockers)
Epinephrine Drip: 0.01 – 0.10 µg.kg1. +++++ ++++
Renjatan (kardiogenik, distributif ) +++ N/A Aritmia ventrikel
Henti jantung min-1 Hipertensi berat akibat pendarahan
Bronkospasme / anafilaktik Bolus: 1 mg IV setiap 3 cerebrovascular
Bradikardia simptomatik atau sampai 5 menit (maks 0.2 Iskemia jantung
blok jantung yang tidak respon mg/kg) Henti jantung mendadak
terhadap atropine atau pacing Intramuskular: (1:1000):
0.1 sampai 0.5 mg (maks
1 mg)
Isoproterenol Bradiaritmia (terutama pada kasus 2 – 10 µg/min 0 +++++ +++++ N/A Aritmia ventrikel
torsade des pointes) Iskemia jantung
Brugada syndrome Hipertensi
Hipotensi
Pehnylephrine Hipotensi (akibat refleks vagal Bolus: 0.1 sampai 0.5 mg +++++ 0 0 N/A Reflek bradikardi
atau penggunaan obat-obatan) IV setiap 1- sampai 15 Hipertensi (terutama pada pasien
Peningkatan MAP dengan stenosis menit pengguna non-selective β-blockers)
aorta dan hipotensi Drip: 0.4 hingga 9.1 Vasokonstriksi perfier dan jaringan
Penurunan gradasi Left Ventricular µg.kg-1.min-1 visceral
Outflow Tract (LVOT) pada Nekrosis jaringan akibat ekstravasasi
kardiomiopati hipertrofi
PDIs
Milrinone Penurunan curah jantung Bolus: 50 µg/kg, bolus N/A Aritmia ventrikel
(dekompensasi akut gagal jantung, perlahan selama 10 Hipotensi
setelah cardiotomy) hingga 30 menit Iskemia jantung
Drip: 0.375 hingga 0.75 Torsade des pointes
µg.kg-1.min-1 (dosis perlu
disesuaikan jika terdapat
gangguan renal)
Amrinone Penurunan curah jantung (gagal Bolus: 0.75 mg/kg, bolus N/A Aritmia, memperkuat konduksi AV
jantung refrakter) perlahan selama 2 hingga (meningkatkan respon laju ventrikel
3 menit pada pasien dengan atrial fibrilasi)
Drip: 5 hingga 10 µg.kg-1. Hipotensi
min-1 Trombositopenia
Hepatotoxicity
Vasopressin Renjatan (distributif, kardiogenik) Drip: 0.01 hingga 0.1 U/ Reseptor V1 (otot polos vascular) Aritmia
Henti jantung min (dosis tetap 0.04 U/ Reseptor V2 (sistem tubular renal) Hipertensi
min) Penurunan curah jantung (pada
Bolus: 40-U IV bolus penggunaan obat dengan dosis >0.4U/
min)
Iskemia jantung
Iskemia jaringan perifer akibat
vasokonstriksi berat (terutama pada
kulit)
Vasokonstriksi splanchnic
Levosimendan Dekompensasi akut gagal jantung Dosis inisial: 12 hingga N/A Takikardia, peningkatan konduksi AV
24 µg/kg, bolus perlahan Hipotensi
selama 10 menit
Drip: 0.05 hingga 0.2
µg.kg-1.min-1

α1 mengindikasikan reseptor α-1; β1, reseptor β-1; β2, reseptor β-2; DA, reseptor dopamine; 0, afinitas reseptor tidak signifikan; + hingga
+++++, afinitas reseptor dari rendah hingga paling maksimal; N/A, not applicable atau tidak dapat diterapkan; AV, atrioventricular.

APRC 45
BAB 9
Keracunan

9.1. PENDAHULUAN bernapas, muntah-muntah, setelah pajanan terhadap zat


Keracunan adalah terpajannya seseorang dengan zat yang yang bersifat toksik, segera aktifkan sistem emergensi
bersifat toksik atau racun. Sebagian besar keracunan terpadu (ambulans atau rumah sakit terdekat).
tidak menimbulkan gejala klinis yang khas, namun pada Pendekatan awal pada keracunan yang disaksikan
sebagian kecil keracunan dapat memiliki gejala yang atau pada kasus terduga keracunan adalah sama dengan
berat hingga mengancam nyawa, sehingga diperlukan pendekatan pada kasus darurat lainnya, diawali dengan
tatalaksana segera. penilaian cepat dan stabilisasi ABC (airway, breathing,
Sebagian besar keracunan terjadi pada anak usia circulation) dan status mental, yang kemudian diikuti
kurang dari 6 tahun (sekitar 50%), hampir semuanya dengan evaluasi menyeluruh untuk mengidentifikasi zat
adalah ketidaksengajaan (kecelakaan). Sekitar 90% penyebab dan menilai derajat keracunan.
keracunan terjadi di rumah dan hanya melibatkan satu Kemungkinan trauma atau penyakit penyerta
zat. Pada tahun 2012, keracunan karbonmonoksida dan lainnya, harus diketahui sebelum inisiasi tindakan
obat analgesik merupakan penyebab utama keracunan dekontaminasi.
yang berakibat fatal pada anak kurang dari 6 tahun.
Anak termasuk kelompok usia yang lebih rentan
terhadap keracunan, karena karakteristik perkembangan 9.3. EVALUASI INISIAL
anak itu sendiri. Mereka memiliki rasa ingin tahu yang Anamnesis
sangat besar dan seringkali memasukkan segala sesuatu Anamnesis sangatlah penting untuk mengetahui riwayat
ke dalam mulutnya. Faktor lainnya adalah faktor keracunan yang akurat. Anamnesis yang singkat dan
lingkungan, yaitu kesalahan menempatkan zat toksik terfokus dilakukan segera setelah dilakukan pendekatan
pada tempat yang mudah dijangkau anak, serta kurangnya awal (stablilisasi dan penilaian cepat ABC dan status
pengawasan orang tua. Zat toksik tersebut dapat masuk mental). Tujuan utama anamnesis ini adalah untuk
ke dalam tubuh melalui melalui saluran cerna, mata, menentukan beratnya gejala keracunan dan jenis zat
kulit, gigitan berbisa, inhalasi, dan transplasenta. racun (zat toksik).
Seringkali pasien dibawa ke rumah sakit tanpa
riwayat pajanan yang jelas. Kecurigaan terjadinya kasus
9.2. PENDEKATAN KLINIS keracunan pada anak jika didapatkan gejala muncul tiba-
Jika menemukan anak di luar rumah sakit dengan tanda tiba atau akut, usia di bawah 6 tahun, diketahui pernah
atau gejala yang mengancam nyawa secara tiba-tiba terpajan dengan zat toksik, adanya stres lingkungan
seperti penurunan kesadaran (letargi), kejang, kesulitan (konflik atau kekerasan dalam rumah tangga), gejala

46
mengenai sistem multi organ, perubahan status mental disengaja atau karena kecelakaan. Riwayat medis saat ini
yang signifikan. Keadaan pasien saat ditemukan dan dan masa lalu, dan ada atau tidaknya stres lingkungan
benda yang ada di dekat pasien, dapat membantu keluarga, juga ditanyakan pada saat anamnesis.
identifikasi paparan zat toksik yang telah terjadi.
Data atau informasi yang harus ditelusuri pada Pemeriksaan fisis
anamnesis adalah yang berhubungan dengan zat penyebab, Pemeriksaan fisis yang terarah penting untuk
seperti jenis, jumlah atau dosis, serta waktu pajanan mengidentifikasi zat penyebab dan untuk menilai
atau terjadinya keracunan. Perlu diketahui juga apakah keparahan pajanan. Usaha awal yang harus dilakukan

Tabel 9.1. Manifestasi klinis berdasarkan Toksidrom


Toksidrom Tanda Toksin
Tanda vital Status Pupil Kulit Suara usus Tanda lain
mental
Simpatomimetik Hipertensi, Agitasi, Dilatasi Diaforesis Normal Amfetamin, kokain,
takikardia, psikosis, atau phencyclidine, katinon,
hipertermia delirium, meningkat medikasi ADHD
gaduh
gelisah
Antikolinergik Hipertensi, Agitasi, Dilatasi Kering, Menurun Ileus, retensi urin Antihistamin,
takikardia, delirium, demam antidepresan trisiklik,
hipertermia koma, kejang atropin, jimson weed
Kolinergik Bradikardia, Bingung, Mengecil Diaforesis Hiperaktif Diare, mikturisi, Organofosfat
tekanan darah dan koma, bronkorhea, (insektisida, nerve
suhu normal fasikulasi bronkospasme, agent), Karbamat
emesis, lakrimasi, (Physostigmine,
salivasi neostigmine,
pyridostigmine),
medikasi Alzheimer,
medikasi Myastenia
Opioid Depresi nafas, Depresi, Pin point Normal Normal Metadon,
bradikardia, koma, atau buprenorphine, morfin,
hipotensi, euforia meningkat oxycodone, heroin
hipotermia
Sedatif – Hipnotik Depresi nafas, Somnolen, Mengecil Normal Normal Barbiturat,
nadi normal atau koma atau benzodiazepin, etanol
meningkat, tekanan normal
darah normal
atau meningkat,
temperatur normal
atau meningkat
Sindrom Hipertermia, Agitasi, Dilatasi Diaforesis Meningkat Hipereksitasi SSRI, lithium,
Serotonin (tanda takikardia, bingung, neuromuskular, MOAI, Linezolid,
yang sama hipertensi koma klonus, hiperrefleks tramadol, meperidine,
dengan sindrom atau hipotensi (ekstremitas inferior dextrometrofan
neuroleptik (instabilitas > ekstremitas
maligna) otonom) superior)
Salisilat Takipnea, Agitasi, Normal Diaforesis Normal Mual, muntah, Aspirin atau agen yang
hiperpnea, bingung, tinnitus, kesulitan mengandung aspirin,
takikardia, koma mendengar, AGD metil salisilat
hipertermia alkalosis respiratori
primer dan asidosis
metabolik primer
Putus obat Takikardia, Agitasi, Normal Diaforesis Meningkat Putus alkohol,
(Sedatik- takipnea, bingung, benzodiazepin,
Hipnotik) hipertermia koma barbiturat, gamma
hidrobutirat,
pemakaian berlebihan
flumazenil
Putus obat Takikardia Gelisah, Dilatasi Diaforesis Hiperaktif Mual, muntah, Putus opioid atau
(Opiod) anxietas diare pemakaian berlebihan
naloxon
AGD: Analisis gas darah; ADHD: attention deficit hyperactivity disorder; MAOI: monoamine oxidase inhibitor; SSRI: selective serotonin reuptake
inhibitor

APRC 47
adalah untuk menilai dan menstabilkan ABC (airway, 9.4. PRINSIP TATA LAKSANA
breathing, circulation) dan status mental. Setelah jalan Prinsip tatalaksana keracunan adalah terapi suportif,
napas aman dan kardiopulmoner stabil. Pemeriksaan antidotum, dekontaminasi, dan percepatan eliminasi.
fisis yang lebih menyeluruh dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi karakteristik spesifik zat toksik tertentu. Perawatan suportif
Pemeriksaan fisis meliputi pemeriksaan tanda-tanda Perawatan suportif ditujukan untuk menstabilkan ABC
vital (denyut nadi, tekanan darah, suhu, laju pernapasan), (jalan napas, ventilasi, dan sirkulasi). Penilaian ABC
status mental, pupil (ukuran, reaktivitas), nistagmus, dilakukan dengan cepat menggunakan metode PAT
kulit, suara bising usus, dan bau. Dari hasil pemeriksaan (pediatric assessment triangle), dan diputuskan apakah
tersebut dapat menentukan jenis sindrom keracunan perlu diberikan resusitasi dengan bantuan ventilasi,
(toxidrome) yang kemudian dapat ditentukan tata laksana oksigen, atau resusitasi cairan.
yang akan diberikan (Tabel 9.1).

Antidotum
Pemeriksaan laboratorium Saat ini, telah tersedia antidotum untuk beberapa bahan
Sebagian besar kasus keracunan dapat ditangani secara toksik. Pemberian antidotum yang sesuai dan lebih dini
optimal tanpa memerlukan banyak pemeriksaan merupakan elemen penting pada tatalaksana keracunan
laboratorium. Pemeriksaan laboratorium toksikologi (Tabel 9.2). Walaupun antidotum tersedia, pemberian
jarang bermanfaat pada saat penanganan keracunan akut. terapi suportif tetap menjadi hal yang utama dan pertama
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terutama dilakukan, agar fungsi organ vital tetap terjaga sampai
adalah pemeriksaan darah rutin, urin, dan cairan bahan toksik dikeluarkan dari tubuh dan fisiologi tubuh
lambung. Pemeriksaan elektrolit dan analisis gas darah kembali normal.
memberikan informasi mengenai proses metabolik atau
toksik, terutama nilai pH dan nilai kesenjangan (anion Tabel 9.2. Antidotum untuk beberapa bahan toksik
Jenis racun Antidotum
gap).
Asetaminofen N-Asetil-L-Sistein
Antikolinergik Physostigmine
Antikolinesterase Atropin, pralidoksim
Pemeriksaan tambahan (insektisida)
Pemeriksaan EKG dapat memberiksan petunjuk untuk Benzodiazepin Flumazenil
menegakkan diagnosis dan memperkirakan prognosis. Penghambat ß Glukagon
Karbon monoksida Oksigen
Perubahan pada interval QRS (melebar) menyebabkan Sianida Amyl nitrit, sodium nitrit, sodium
risiko terjadinya ventrikular takikardi. Pelebaran tiosulfat
Antidepresan trisiklik Natrium bikarbonat
QRS merupakan petanda terjadinya keracunan obat
Digoksin Digoksin spesifik Fab
antidepresan trisiklik, difenhidramin, dan kokain. Etilen glikol Etanol
Foto polos dada dapat menunjukkan adanya tanda Zat besi Desferoksamin
Isoniazid Piridoksin
pneumonitis (misalnya pada aspirasi hidrokarbon), Timah hitam BAL, kalsium EDTA
edema paru non kardiogenik (toksisitas salisilat), atau Merkuri BAL, DMSA
adanya benda asing. Foto polos abdomen untuk skrining Metanol Etanol, 4-MP
Methemoglobinemia Methylene blue
adanya besi, logam berat, kapsul enteric-coated, atau Opioid Nalokson
benda asing lainnya di abdomen, bezoar, tablet radioopak
atau menunjukkan adanya paket obat. Endoskopi saluran
Dekontaminasi
cerna atas dapat berguna untuk menentukan prognosis
Tujuan dekontaminasi adalah untuk meminimalkan
setelah tertelan zat korosif.
absorpsi zat toksik. Mayoritas keracunan pada anak terjadi

48 BAB 9: Keracunan
melalui oral (tertelan), walaupun dapat juga melalui cara mengikat bahan toksik dengan cepat sehingga
inhalasi, dermal, dan okular. Metode dekontaminasi mencegah bahan tersebut diabsorpsi tubuh. Lebih dari
spesifik yang dilakukan bergantung pada jenis toksin 90% intoksikan dapat diikat arang aktif dengan rasio
dan rute pajanan. Namun, apa pun metodenya, efikasi arang aktif terhadap intoksikan adalah 10:1.
intervensi menurun seiring dengan lamanyan waktu Dosis arang aktif adalah 1 g/kgBB (maksimal 50-60
pajanan terjadi dengan gejala klinis. g), biasanya tanpa sorbitol. Efikasi maksimal dari arang
a. Dekontaminasi kulit: lepaskan pakaian dan aktif adalah jika diberikan kurang dari 1 jam setelah
letakkan dalam kantung plastik. Aliri bagian tubuh zat toksik tertelan. Sediaannya dalam air atau larutan
yang terpajan dengan air dan sabun selama 10-15 lain dan dapat diberikan secara oral atau melalui pipa
menit. Cegah bagian tubuh lain terkontaminasi. nasogastrik. Arang aktif dapat diberikan jika airway telah
b. Dekontaminasi mata: aliri mata yang terpajan stabil. Sejumlah kecil larutan dapat ditambahkan untuk
dengan menggunakan larutan fisiologis (normal mempermudah penelanan tanpa mengurangi efikasinya,
salin) atau air bersih yang hangat selama sekitar 20 seperti susu coklat, sirup buah, atau minuman bersoda.
menit. Jika bahan toksik adalah alkali, diperlukan Penambahan sorbitol digunakan untuk mencegah
waktu lebih lama yaitu sekitar 30-60 menit. konstipasi pada pemberian dosis arang aktif yang lebih
c. Keracunan zat toksik secara inhalasi: segera dari satu kali. Arang aktiif dapat diberikan kembali
pindahkan korban ke area terbuka dan berikan setiap 4-6 jam dengan dosis 0,5 g/kgBB. Dosis multipel
oksigen jika diperlukan. dipertimbangkan pada kasus keracunan bahan toksik
d. Dekontaminasi saluran cerna: optimal jika dalam jumlah banyak yang dapat membahayakan nyawa.
dilakukan di bawah 1 jam setelah terpajanan. Hingga Arang aktif dikontraindikasikan pada pasien dengan
saat ini belum ada metode dekontaminasi tertentu obstruksi usus atau perforasi, serta pada pasien dengan
yang optimal untuk semua kasus keracunan. Faktor jalan napas yang belum aman. Arang aktif sebaiknya tidak
yang harus dipertimbangkan adalah tingkat toksisitas diberikan pada pasien dengan penurunan kesadaran,
dan fisik zat toksik, lokasi zat toksik di dalam tubuh, hingga jalan napas aman dengan pemasangan intubasi.
dan adanya kontraindikasi. Tidak direkomendasikan untuk memasang intubasi
hanya untuk memberikan arang aktif.
Arang aktif
Pemberian arang aktif merupakan metode untuk Pengosongan lambung
dekontaminasi saluran cerna pada pasien anak. Dari Tujuan pengosongan lambung adalah membersihkan
beberapa studi, didapatkan bahwa arang aktif lebih lambung dari sisa zat toksik yang belum terabsorpsi,
efektif dalam mencegah absorpsi bahan toksik daripada untuk mencegah penyerapan sistemik lebih lanjut.
sirup ipekak atau bilas lambung. Namun, metode bilas Seperti halnya arang aktif, metode pengosongan lambung
lambung yang didahului atau diikuti dengan pemberian optimal jika dilakukan dalam waktu kurang dari 1 jam
arang aktif lebih efektif daripada pemberian arang aktif setelah zat toksik tertelan. Pengosongan lambung dapat
saja. dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan sirup
Arang aktif merupakan bubuk arang yang bersifat ipekak dan bilas lambung.
insolubel dan tidak terabsorbsi, terbuat dari pembakaran Sirup ipekak adalah larutan yang mengandung
dan penghancuran kayu, batok kelapa, batubara, produk alkaloid cephaline dan emetine. Sirup ipekak bekerja
petroleum yang kemudian diproses dengan pemanasan dengan cara menginduksi muntah secara langung pada
menggunakan penguapan, udara, karbon dioksia, saluran cerna dan stimulasi tidak langsung melalui pusat
sehingga menjadi “aktif ”. Arang aktif bekerja dengan muntah di otak. Muntah biasanya muncul 20 menit

APRC 49
setelah pemberian. Sekitar 70% anak akan muntah cara pemberian cairan nonabsorbable hypertonic solution
setelah dosis pertama, dan 90% muntah setelah diberikan (polyethylen glycol-balanceed electrolyte solution/PEG-ES)
dosis kedua. Ipekak tidak diberikan pada bayi kurang dari dalam jumlah besar dengan aliran yang cepat melalui pipa
6 bulan karena risiko aspirasi. Dosis sirup ipekak adalah nasogastrik, sehingga tidak menimbulkan perpindahan
5-10 ml untuk usia 6-12 bulan; 15 ml untuk usia 1-12 cairan atau elektrolit dalam tubuh. Dosisnya adalah 20-40
tahun; 15-30 ml untuk usia lebih dari 12 tahun. Dosis ml/kgBB per jam hingga cairan yang keluar dari rektum
dapat diulang jika muntah tidak muncul setelah 20-30 jernih, yang biasanya dalam 4-6 jam. Dosis maksimum
menit pemberian. Sirup ipekak tidak direkomendasikan adalah 500 ml/jam untuk usia 9 bulan-6 tahun; 1000
dilakukan rutin di rumah sakit karena kurang efektif ml/jam untuk 6-12 tahun; 1500-2000 ml/jam untuk
dibandingkan arang aktif. Sirup ipekak hanya diberikan usia lebih dari 12 tahun. Jika terjadi muntah pada saat
pada pasien yang sadar dan kurang dari 1 jam setelah zat prosedur, laju aliran dikurangi dan dapat diberikan
tertelan. Kontraindikasi pemberian ipekak adalah bayi antiemetik secara intra vena. Efikasi metode ini masih
kurang dari 6 bulan, menelan bahan yang tidak toksik belum jelas karena belum banyak studi yang meneliti
atau kadar toksik minimal, penurunan status mental, efektivitasnya. Indikasi irigasi saluran cerna adalah pada
tidak adanya refleks muntah, bahan yang tertelan adalah keracunan bahan yang tidak dapat diikat dengan baik
zat korosif atau hidrokarbon dengan viskositas rendah, oleh arang aktif, seperti logam berat, zat besi, tablet lepas
riwayat koagulopati atau diatesis perdarahan. lambat atau enteric coated, dan kokain. Kontraindikasi
Bilas lambung dilakukan pada pasien yang menelan irigasi lambung adalah obstruksi usus, perforasi, atau
zat toksik dalam jumlah yang berpotensi mengancam perdarahan pada saluran cerna.
nyawa dan kurang dari 1 jam setelah kejadian tertelan.
Metode ini telah dilakukan sejak lama, namun Katartik
hingga saat ini belum ada bukti yang menunjukkan Metode dengan pemberian katartik akan mempercepat
efektivitasnya, sehingga tidak dianjurkan dilakukan evakuasi isi gastrointestinal, termasuk toksik dan
secara rutin. Efikasinya lebih rendah daripada arang kompleks toksik-absorben, dengan cara meningkatkan
aktif. Adanya refleks muntah harus dipastikan sebelum beban cairan di saluran cerna dan menstimulasi motilitas
memulai tindakan ini. Bilas lambung dilakukan pada usus. Metode ini digunakan bersamaan dengan metode
posisi trendelenburg, yaitu dekubitus lateral kiri dengan dekontaminasi yang lain dan tidak boleh digunakan
posisi kepala 15-200 lebih rendah daripada kaki. Tabung sebagai metode satu-satunya pada dekontaminasi
orogastrik yang digunakan adalah ukuran tabung yang saluran cerna. Pemberian katartik sorbitol lebih disukai
terbesar yag mungkin (hingga 24F pada bayi) dengan karena efikasinya paling baik dan lebih mudah ditelan
lubang samping. Setelah dipastikan masuk ke lambung, dibandingkan katartik salin. Dosis katartik adalah 0,5
isi lambung diaspirasi terlebih dahulu, kemudian dibilas g/kgBB (1-2 ml/kgBB) larutan sorbitol atau 4 ml/kgBB
dengan larutan garam fisiologis hangat 10 ml/kg (hingga larutan magnesium sitrat. Tidak direkomendasikan pada
200-300 ml), hingga isi cairan lambung yang keluar bayi kurang dari 1 tahun. Dosis hanya diberikan satu
jernih. Kontraindikasi bilas lambung adalah pada pasien kali. Indikasi pemberian katartik adalah pada pasien yang
yang jalan napasnya tidak terproteksi, terdapat risiko telah direncanakan untuk pemberian arang aktif lebih
perdarahan atau perforasi, bahan yang tertelan bersifat dari satu kali dosis (katartik diberikan pada dosis arang
korosif atau hidrokarbon dengan viskositas rendah. aktif yang pertama). Kontraindikasi adalah obstruksi
saluran cerna, perforasi, gangguan elektrolit, hipotensi
Irigasi seluruh usus (whole bowel irrigation) atau hipovolemia.
Metode dekontaminasi saluran cerna dilakukan dengan

50 BAB 9: Keracunan
Dilusi asam basa, elektrolit, atau hiperosmolaritas berat yang
Dilusi hanya digunakan pada kasus keracunan tidak respon terhadap terapi; hipotermi atau hipertermi
bahan korosif seperti asam atau basa. Dosis yang berat yang tidak respon terhadap terapi. Zat atau bahan
direkomendasikan adalah 120-180 ml air. Hingga saat yang dapat didialisis adalah yang memiliki berat molekul
ini, tidak ada bukti yang cukup kuat terhadap tindakan rendah dengan volume distribusi dan ikatan terhadap
dilusi racun yang tertelan dengan air atau susu sebagai protein yang rendah, sehingga menyebabkan efek klinis
tindakan pertolongan pertama. Pada percobaan hewan, yang berat, misalnya aspirin, teofilin, litium, dan alkohol.
dibuktikan bahwa dilusi atau netralisasi agen penyebab
dengan air atau susu mengurangi cedera jaringan, namun Hemoperfusi
hingga saat ini tidak ada satu pun studi pada manusia Indikasi hemoperfusi sama dengan hemodialisis. Pada
yang menunjukkan manfaat klinis. Kemungkinan efek kasus keracunan teofilin, hemoperfusi mempunyai
samping yang timbul dari pemberian air atau susu adalah keuntungan yang lebih besar dibandingkan hemodialysis.
muntah dan aspirasi.
Arang aktif dosis multipel
Meningkatkan eliminasi Dari hasil beberapa penelitian, didapatkan bahwa terdapat
Meningkatkan ekskresi hanya bermanfaat untuk keracunan peningkatan eliminasi beberapa jenis bahan toksik
zat toksik tertentu. Pada kasus tersebut, mempercepat secara signifikan setelah diberikan beberapa dosis arang
eliminasi berpotensi menyelamatkan nyawa. aktif. Beberapa zat tersebut antara lain fenobarbtital,
karbamazepin, fenitoin, digoksin, salisilat, dan teofilin,
Alkalinisasi urin Dosis yang dianjurkan adalah 0,5-1 g/kgBB, diulang setiap
Metode ini dapat membantu eliminasi zat salisilat dan 4-6 jam. Cara kerjanya adalah dengan cara mengikat obat
asam jengkolat. Metode ini juga dapat membantu bebas yang berdifusi dari kapiler periluminar ke lumen
eliminasi fenobarbital, klorpropamid, dan herbisidia usus. Resirkulasi enterohepatik dari beberapa jenis zat
klorofenoksi, tetapi bukan merupakan terapi utama. juga dapat terhenti karena reabsorpsinya melalui empedu
Alkalinisasi urin dilakukan dengan cara memberikan dapat dicegah. Sebelum diberikan arang aktif multidosis,
natrium bikarbonat 1-2 mEq/kg IV dalam waktu 1-2 jam. harus dipastikan peristaltik saluran cerna normal, refleks
Selama prosedur, harus dilakukan pemantauan elktrolit muntah intak, dan jalan napas aman.
darah untuk menghindari hipokalemia. Pemantauan
terhadap jumlah cairan dan natrium yang diberikan juga 9.5. PEMANTAUAN
dilakukan, terutama pada pasien dengan risiko gagal Setelah dilakukan tata laksana pada pasien dengan
jantung kongestif dan edema paru. Kecepatan infus keracunan, pasien sebaiknya dirawat di ruang rawat
diatur untuk mempertahankan pH urin antara 7,5-8,5. intensif. Perawatan dilakukan secara multidisiplin
tergantung pada kerusakan organ yang terjadi.
Dialisis
Metode ini dilakukan pada kasus keracunan berat zat 9.6. PENCEGAHAN
tertentu atau apabila terdapat keadaan gagal ginjal. Dialisis Pencegahan terjadinya keracunan adalah hal yang
dilakukan pada keracunan yang sangat mengancam utama dalam kasus keracunan. Perlu diadakan sosialisasi
nyawa dan disebabkan oleh zat atau obat yang dapat kepada masyarakat luas mengenai bahaya keracunan
didialisis dan tidak dapat diterapi secara konservatif; dan pencegahan yang dapat dilakukan di rumah atau
hipotensi yang mengancam fungsi ginjal atau hati yang lingkungannya. Hal yang harus diperhatikan adalah
tidak dapat dikoreksi dengan resusitasi cairan; gangguan menyimpan obat dan zat pembersih rumah tangga dalam

APRC 51
lemari yang terkunci atau tempat yang sulit dijangkau 2. Alwi EH. Tata Laksana Keracunan in Buku Ajar Pediatrik
Gawat Darurat. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011. p.
anak, tidak membuang label botol obat dan membaca
249-256.
petunjuk pemakaian sebelum menggunakannya, tidak 3. Velez LI, Soto CS, Shepherd JG. Decontamination of
mengonsumsi obat di depan anak karena mereka dapat poisoned children. [cited Jun 2016; update Dec 2012].
menirukannya, tidak menyebut obat dengan permen, Cited from://http.www.Uptodate.com
4. Markenson D, Ferguson JD, Chameides L, Cassan P,
ajarkan pada anak untuk tidak makan atau minum
Chung KL, Epstein J, et al. First Aid: 2010 American
apa pun kecuali telah diizinkan, selalu periksa tanggal Heart Association and American Red Cross Guidelines
kadaluarsa obat secara berkala. for Forst Aid.
5. Nares MA, Cantwell GP, Weisman RS. Poisoning. In:
Morrison WE, MCMIllan KL, Shaffner DH, editors.
Daftar pustaka Roger’s handbook of pediatric intensive care 5th ed.
1. Kostic AM. Poisoning in Nelson’s: Textbook of Pediatrics. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia,2016. p
20th ed. Philadelphia: Elsevier; 2016. p. 447-456. 139-50.

52 BAB 9: Keracunan
BAB 10
Kejang dan Status Epileptikus

10.1. PENDAHULUAN oleh neurotransmitter asam glutamat dan N-methyl-D


Kejang adalah manifestasi klinis yang disebabkan oleh aspartat (NDMA) melalui jalur eksitasi berulang. Aktivasi
lepasnya muatan listrik abnormal yang berlebihan di reseptor NMDA akan menyebabkan peningkatan kadar
neuron otak. Kejang dapat disertai gangguan kesadaran, ion kalsium intraseluler.
tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, atau otonom. Paroxysmal depolarization shift akan merangsang
Kejang adalah kedaruratan neurologis yang sering pelepasan muatan listrik yang berlebihan pada neuron di
dijumpai pada praktik sehari-hari. Hampir 5% anak otak dan kemudian akan merangsang sel neuron lainnya
berusia kurang dari 16 tahun pernah mengalami kejang untuk melepaskan muatan listrik secara bersama-sama,
minimal satu kali, 21% terjadi pada satu tahun pertama sehingga pada akhirnya menimbulkan hipereksitabilitas
usia kehidupan, dan 64% terjadi dalam lima tahun neuron di otak. Pada kasus kejang fokal, terdapat
pertama usia kehidupan. penglepasan muatan listrik yang terdiri dari sekelompok
Kejang pada anak dapat berhenti sendiri, namun sel neuron yang disebut dengan fokus epileptikus.
beberapa diantaranya sering memerlukan pengobatan Manifestasi klinis yang terjadi tergantung pada lokasi
lanjutan. Status epileptikus adalah episode kejang yang dan luas sel neuron yang tereksitasi. Gambaran EEG
berlangsung kontinu hingga beberapa menit atau kejang yang muncul terdiri dari gelombang paku (spike) yang
yang rekuren tanpa pemulihan kesadaran selama 30 menit menggambarkan proses eksitasi dan gelombang ombak
atau lebih. Tata laksana kejang meliputi stabilisasi pasien, yang menggambarkan proses inhibisi. Status epileptikus
identifikasi etiologi, pemberian terapi sesuai etiologi, dan terjadi akibat proses eksitasi berlebihan terus-menerus
monitoring hasil pengobatan. yang diikuti proses inhibisi yang tidak sempurna.

10.2. PATOFISIOLOGI 10.3. KLASIFIKASI


Pada tingkat seluler, kejang disebabkan karena adanya Sebelum mengklasifikasikan kejang, maka terlebih dahulu
proses paroxysmal depolarization shift (PDS) yaitu diagnosis kejang harus ditegakkan. Pada penanganan
depolarisasi potensial paska sinaps yang berlangsung pasien yang diduga kejang pertama kali, sangat penting
lebih dari 50 ms. Paroxysmal depolarization shift diduga untuk dapat membedakan apakah serangan yang terjadi
disebabkan oleh kemampuan membran sel untuk adalah kejang atau serangan yang menyerupai kejang
melepaskan muatan listrik yang berlebihan, berkurangnya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis (Tabel
inhibisi dari neurotransmitter asam gamma amino butirat 10.1).
(GABA), atau karena peningkatan eksitasi sinaptik

53
Tabel 10.1. Perbedaan kejang dengan serangan menyerupai kejang
Keadaan Kejang Menyerupai kejang
Onset Tiba-tiba Mungkin gradual
Lama serangan Detik/menit Beberapa menit
Kesadaran Sering terganggu Jarang terganggu
Sianosis Sering Jarang
Gerakan ekstremitas Sinkron Asinkron
Stereotipik serangan Selalu Jarang
Lidah tergigit atau luka lain Sering Sangat jarang
Gerakan abnormal bola mata Selalu Jarang
Fleksi pasif ekstremitas Gerakan tetap ada Gerakan hilang
Dapat diprovokasi Jarang Hampir selalu
Tahanan terhadap gerakan pasif Jarang Selalu
Bingung pascaserangan Hampir selalu Tidak pernah
EEG iktal abnormal Selalu Hampir tidak pernah
EEG pascaiktal abnormal Selalu Jarang
Dikutip dari: Smith DF. An atlas of epilepsy, 1998.

The International Classification of Epileptic Seizures Tabel 10.2. Klasifikasi kejang


mengelompokkan kejang epilepsi menjadi dua kategori, I Kejang parsial (fokal, lokal)
Kejang fokal sederhana
yaitu kejang fokal dan kejang umum. Kejang fokal berarti Kejang parsial kompleks
gejala klinis awal dan perubahan pada elektroensefalografik Kejang parsial yang menjadi umum
II Kejang umum
(EEG) menunjukkan aktivasi inisial dari neuron
Absans
terbatas hanya dari 1 hemisfer serebral, sedangkan pada Mioklonik
kejang umum, gejala klinis awal dan perubahan EEG Klonik
Tonik
menunjukkan keterlibatan secara sinkron kedua hemisfer.
Tonik-klonik
Kejang fokal dapat melibatkan sistem motorik, sensorik, Atonik
maupun psikomotor, sedangkan kejang umum dapat III Tidak dapat diklasifikasi

berupa kejang konvulsif atau non-konvulsif (absans). Dikutip dari: The Commission on Classification and Terminology of
the International League Against Epilepsy, 1981.
Klasifikasi kejang yang digunakan saat ini adalah
berdasarkan klasifikasi International League Against
Epilepsy of Epileptic Seizures tahun 1981 (Tabel 10.2). 10.4. PENDEKATAN KLINIS
Jenis kejang harus ditentukan setiap kali pasien mengalami
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
kejang karena dapat terjadi perubahan jenis kejang pada
Anamnesis dan pemeriksaan fisis diperlukan untuk
serangan yang terakhir dari serangan yang sebelumnya.
memilih pemeriksaan penunjang yang sesuai dan terapi
Pengklasifikasian kejang sangatlah penting untuk
yang akan diberikan. Aloanamnesis dilakukan untuk
tujuan terapi yang akan diberikan. Pemilihan obat anti
mendapatkan riwayat perjalanan penyakit sekarang
kejang atau obat anti epilepsi jangka panjang adalah
hingga terjadi kejang, jenis serangan kejang, dan
berdasarkan jenis kejang, karena terdapat obat anti kejang
dilanjutkan untuk mencari kemungkinan faktor pencetus
yang efektif untuk jenis kejang tertentu, dan sebaliknya
atau penyebab kejang. Penentuan faktor pencetus atau
terdapat obat yang dapat memperberat kejang jika salah
penyebab kejang sangat penting untuk pemberian terapi
diberikan.
selanjutnya, terutama pada kasus kejang berulang atau
kejang yang sulit diatasi (Tabel 10.3).

54 BAB 10: Kejang dan Status Epileptikus


Tabel 10.3. Etiologi kejang pada anak
Kejang demam sederhana Gangguan metabolik:
Infeksi: - Hipoglikemia
- Infeksi intrakranial: meningitis, ensefalitis - Hiponatremia
- Shigellosis - Hipokalsemia
Keracunan: - Gangguan elektrolit atau dehidrasi
- Alkohol - Defisiensi piridoksin
- Teofilin - Gagal ginjal
- Kokain - Gagal hati
Lain-lain: - Kelainan metabolik bawaan
- Ensefalopati hipertensi Penghentian obat anti epilepsi
- Tumor otak Trauma kepala
- Perdarahan intrakranial
- Idiopatik
Dikutip dari: Schweich PJ. Oski’s pediatrics, 1999.

Informasi mengenai riwayat kejang sebelumnya, Pemeriksaan Laboratorium


kondisi medis yang berhubungan, obat-obatan, trauma, Pada anak yang mengalami kejang, pemeriksaan
gejala infeksi, gangguan neurologis umum atau fokal, laboratorium bermanfaat untuk mencari etiologi
serta nyeri atau cedera akibat kejang, dapat diketahui dari dan komplikasi dari kejang yang berlangsung lama.
autoanamnesis, namun jika tidak memungkinkan maka Pemeriksaan yang dianjurkan untuk mengetahui adanya
dilakukan aloanamnesis untuk mendapatkan informasi komplikasi kejang yaitu kadar glukosa darah, elektrolit,
tersebut. darah perifer lengkap, dan masa protrombin. Jika terdapat
Pemeriksaan fisis awal dilakukan dengan menilai kecurigaan adanya infeksi bakteri, perlu dilakukan
tanda-tanda vital dan status mental, mencari tanda-tanda pemeriksaan kultur darah dan kultur darah cairan
trauma kepala akut, dan ada atau tidaknya kelainan atau serebrospinal. Pada kasus ensefalitis dapat dilakukan
penyakit sistemik, paparan zat toksik, infeksi dan kelainan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) untuk virus
fokal. Adanya penurunan kesadaran mengindikasikan herpes simpleks.
diperlukannya pemeriksaan lanjutan untuk mencari
faktor penyebab. Edema papil yang disertai rangsang Pungsi Lumbal
meningeal menunjukkan adanya peningkatan tekanan Pungsi lumbal dipertimbangkan pada pasien kejang
intrakranial akibat infeksi sistem saraf pusat. dengan penurunan kesadaran atau gangguan status
mental, perdarahan kulit, kaku kuduk, kejang lama,
Pemeriksaan Penunjang gejala infeksi, paresis, peningkatan sel darah putih, atau
Pemeriksaan penunjang yang bermanfaat pada kasus pada kasus yang tidak didapatkan faktor pencetus yang
kejang antara lain pemeriksaan laboratorium, pungsi jelas. Bila didapatkan kelainan neurologis fokal dan
lumbal, EEG, dan radiologis. Penentuan pemeriksaan diketahui terdapat peningkatan tekanan intrakranial,
penunjang yang dilakukan adalah sesuai dengan lakukan pemeriksaan CT scan kepala terlebih dahulu
kebutuhan guna melengkapi data anamnesis dan untuk mencegah terjadi herniasi saat dilakukan pungsi
pemeriksaan fisis, yaitu faktor penyebab dan komplikasi lumbal. Pemeriksaan pungsi lumbal direkomendasikan
akibat kejang, sehingga diagnosis dapat ditegakkan dan pada serangan kejang disertai demam pada anak di bawah
terapi yang sesuai dapat diberikan. usia 12 bulan karena manifestasi meningitis tidak jelas
pada usia tersebut.

APRC 55
EEG kepala akibat trauma. Kelainan pada jaringan otak dapat
Pemeriksaan EEG dilakukan untuk mengetahui adanya diperiksa dengan CT scan atau MRI. MRI lebih superior
gelombang epileptiform. Sensitivitas EEG interiktal dibandingkan dengan CT scan dalam mengevaluasi
bervariasi. Abnormalitas pada EEG berhubungan lesi epileptogenik atau tumor kecil di daerah temporal
dengan manifestasi klinis kejang, dapat berupa gambaran dan di daerah yang lokasinya tertutup struktur tulang,
paku (spike), dengan atau tanpa gelombang lambat. misalnya daerah serebelum atau batang otak. MRI
Pemeriksaan EEG segera dalam waktu 24-48 jam setelah dipertimbangkan pada anak dengan kejang yang sulit
kejang atau sleep deprivation dapat memperlihatkan diatasi, epilepsi lobus temporal, dan perkembangan yang
berbagai macam kelainan. Beratnya abnormalitas EEG terhambat tanpa adanya kelainan pada CT scan.
tidak selalu berhubungan dengan beratnya tampilan
klinis.
10.5. TATA LAKSANA
Radiologi Serangan kejang pada umumnya akan berhenti spontan
Modalitas pemeriksaan radiologi pada kepala antara dalam waktu paling lama 5 menit. Bila serangan masih
lain foto polos kepala, CT scan kepala, dan Magnetic berlangsung setelah 5 menit, kejang cenderung akan
Resonance Imaging (MRI). Pemeriksaan foto polos kepala berlangsung lama atau akan cenderung menjadi status
memiliki nilai diagnostik rendah pada kasus kejang, hanya epileptikus. Status epileptikus tipe konvulsif pada anak
dapat menunjukkan ada atau tidaknya fraktur tulang merupakan kegawatan yang mengancam nyawa dengan

Gambar 10.1 Algoritma tata laksana kejang akut dan status epileptikus.

56 BAB 10: Kejang dan Status Epileptikus


Tabel 10.4. Obat yang digunakan pada tata laksana kejang akut
Keterangan Diazepam Fenitoin Fenobarbital Midazolam
Dosis inisial 0,2-0,5 mg/kgBB 20 mg/kgBB 20 mg/kgBB 0,2 mg/kgBB
Maksimal dosis 10 mg 1000 mg 1000 mg 10 mg
awal
Dosis ulangan 5-10 menit, dapat diulang 5-10 mg/kgBB 5-10 mg/kgBB
dua kali
Lama kerja 15 menit-4 jam 12 jam 12-24 jam 1-6 jam
Rute pemberian IV perlahan, rektal IV perlahan, kecepatan 2 mg/ IV perlahan, kecepatan IM, buccal
kgBB/menit, dapat diencerkan 10-20 mg/menit,
dengan NaCl 0,9%
Catatan Dilanjutkan dengan fenitoin Monitor tanda vital Monitor tanda vital Dilanjutkan dengan
atau fenobarbital fenitoin atau fenobarbital
Efek samping Somnolen, ataksia, depresi Hipotensi, depresi napas, Hipotensi, depresi napas, Hipotensi, bradikardi
napas aritmia aritmia

risiko besar terjadinya gejala sisa defisit neurologis. jangka panjang, karena risiko berulangnya kejang terjadi
Tujuan utama tata laksana kejang tonik klonik umum dalam satu tahun pertama setelah kejang pertama,
adalah untuk menghentikan kejang sesegera mungkin khususnya pada tiga bulan pertama setelah kejang.
dan menghindari terjadinya status epileptikus. Pengobatan jangka panjang diperlukan jika telah terjadi
Algoritma tatalaksana kejang akut dan status epileptikus serangan kejang kembali. Pengobatan selalu dimulai
ditampilkan pada Gambar 10.1. Obat yang digunakan dengan satu jenis obat atau monoterapi. Dosis dititrasi
pada tatalaksana kejang akut terdapat pada Tabel 10.4. dari dosis rendah hingga tercapai dosis terapeutik. Jika
Pada episode serangan kejang yang berlangsung dengan dosis maksimal obat tersebut kejang masih tidak
lama, dapat terjadi hipoksia akibat gangguan pada jalan terkontrol, pertimbangkan kombinasi dengan obat anti
napas karena sekresi air liur dan sekret trakeobronkial epilepsi lainnya. Jika kejang terkontrol, pertimbangkan
yang berlebihan, gangguan pernapasan, serta peningkatan penurunan dosis terendah obat yang mencapai dosis
kebutuhan oksigen. Hipoksia yang terjadi kemudian terapeutik. Tidak ada satu jenis obat anti epilepsi yang
menyebabkan asidosis, yang selanjutnya menurunkan merupakan pilihan utama untuk semua jenis epilepsi,
fungsi ventrikel, menurunkan curah jantung, hipotensi, namun beberapa obat lebih efektif untuk jenis kejang
dan akhirnya mengganggu fungsi sel dan neuron. Hipoksia, tertentu. Lama pengobatan adalah selama dua atau tiga
hipotensi, dan asidosis, dapat menyebabkan terjadinya tahun bebas kejang dari serangan kejang terakhir.
edema otak. Selain itu, terjadi pengeluaran katekolamin
dan perangsangan saraf simpatis yang menyebabkan Daftar acaan
peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, 1. Mikati MA, Hani AJ. Seizures in Childhood dalam
dan tekanan vena sentral. Hiperpireksia juga dapat terjadi, Nelson’s: Textbook of Pediatrics. 20th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2016. Hal. 2823.
sehingga menyebabkan mioglobinuria dan rabdomiolisis.
2. Setyabudhy, Irawan MA. Kejang dalam Buku Ajar
Pediatrik Gawat Darurat. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;
Pengobatan Jangka Panjang 2011. Hal. 29-35.
3. Wilfong A. Management of status epilepticus in children.
Pada serangan kejang yang baru pertama kali muncul, [cited Jun 2016; update Jul 2012]. Cited from://http.
pengobatan lebih ditujukan untuk mencari faktor www.Uptodate.com
penyebab. Apabila faktor penyebab diketahui dan dapat 4. UKK Neurologi IDAI. Rekomendasi penatalaksanaan
status epileptikus. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2016.
segera diobati, maka tidak diperlukan pemberian obat anti
Hal. 4
epilepsi jangka panjang. Bila dalam tiga bulan pertama 5. McKenzie KC, Hahn CD, Friedman JN. Emergency
setelah kejadian kejang pertama tidak muncul kejang management of the paediatric patient with convulsive
kembali, maka pasien tidak memerlukan pengobatan status epilepticus. Paediatr Child Health 2021; 26:50

APRC 57
BAB 11
Penurunan Kesadaran

11.1. PENDAHULUAN – Gangguan metabolik, misalnya hipoglikemia,


Koma merupakan gangguan sistem saraf pusat yang ketoasidosis diabetikum, kelainan metabolik bawaan
paling berat yang dapat disebabkan berbagai patologi – Trauma, misalnya: tenggelam, cedera kepala
seperti penyakit, cedera, atau keracunan. Penurunan
kesadaran pada anak dimulai dengan kantuk (bangun
berkurang dan jumlah tidur bertambah) sampai tidak 11.2. DERAJAT KESADARAN
sadar (tidak dapat dibangunkan dan tidak ada reaksi). Banyak definisi tentang derajat koma, mulai dengan
Kehilangan kesadaran ini berhubungan dengan derajat gangguan status mental serta skala koma Glasgow
gangguan fungsi otak, baik hemisfer serebral maupun dan skala koma anak (Lihat Tabel 3.1), yang telah
Ascending Reticular Activating System (ARAS) di dalam berkembang menjadi alat ukur yang semi kuantitatif,
batang otak. Pada anak-anak, 95 % kasus penurunan serta merupakan alat komunikasi di antara mereka yang
kesadaran disebabkan oleh gangguan metabolik yang difus merawat pasien.
(termasuk hipoksia serebri dan iskemik), sisanya akibat
kelainan lesi struktural. Pasien seperti ini memerlukan 11.3. DERAJAT GANGGUAN STATUS
evaluasi neurologis yang teliti dan hendaknya dapat
MENTAL
dibedakan antara gangguan neurologis akibat metabolik,
Berbagai terminologi digunakan untuk menilai derajat
sedasi, sisa obat anestesi, obat pelumpuh otot, ataupun
kesadaran, akan tetapi mempunyai pengertian yang sama.
gangguan psikologis karena adaptasi lingkungan.
– Sadar penuh (kompos mentis), sangat tanggap
Penyebab-penyebab penurunan kesadaran tersering pada
terhadap lingkungan, ada atau tidak ada rangsang,
anak, antara lain:
walaupun keadaan pasien bisa mudah atau susah
– cedera hipoksik iskemik, akibat kegagalan
dimengerti.
kardiopulmoner (misalnya aritmia, penyakit jantung
– Obtundasi (apatis), gangguan kesadaran ringan
bawaan, aspirasi benda asing, gagal napas)
disertai berkurangnya perhatian pada sekitarnya,
– perdarahan intrakranial, misalnya akibat malformasi
komunikasi masih dapat dilangsungkan sebagian.
pembuluh darah, gangguan pembekuan darah
– Letargi (somnolen), pasien tampak megantuk
– Space-occupying lession, misalnya karena tumor, abses,
sampai tidur, akan tetapi masih dapat dibangunkan
dan lain-lain
sampai sadar dengan rangsangan suara atau fisik.
– Infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, sepsis berat
Pada waktu sadar, pasien bisa berkomunikasi dengan
– Kejang, misalnya pada anak dengan epilepsi
pemeriksaan, akan tetapi bila ditinggalkan maka
– Keracunan atau overdosis
pasien kembali tertidur.

58
– Stupor (sopor), gangguan kesadaran yang menyerupai
tidur dalam dan hanya dapat dibangunkan sebagian
dengan rangsang yang kuat dan berulang kali.
Komunikasi minimal, reaksi ada berupa gerakan
menolak sakit dan mengerang.
– Koma adalah gangguan kesadaran yang berat, pasien
tampak tidur dalam tanpa dapat dibangunkan dan
tidak ada reaksi terhadap berbagai rangsangan.

11.4. PATOFISIOLOGI PENINGKATAN


TEKANAN INTRAKRANIAL Gambar 11.1. Herniasi otak: central syndrome dan uncal syndrome
Pada anak kecil dengan sutura tengkorak yang belum
menutup, peningkatan volume intrakranial dapat
berlangsung tenang apabila proses terjadinya lambat.
Akan tetapi apabila prosesnya cepat dan pada anak yang kuduk, bradikardia, peningkatan tekanan darah, dan
volume tengkoraknya tetap, peningkatan volume akibat respirasi ireguler sampai apnea pada tahap terminal.
pembengkakan otak, hematoma, atau penyumbatan
cairan serebrospinal (cerebrospinal fluid/CSF), akan – Uncal syndrome
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan volume intrakranial terutama terjadi di
Pada tahap awal, volume CSF dan darah vena dalam supratentorial. Unkus (bagian dari girus hipokampus)
tengkorak menurun. Mekanisme kompensasi ini segera terdorong melalui celah tentorial dan terdesak
gagal dan TIK akan meningkat terus dan menurunkan ujung keras tentorium. Jika tekanannya bersifat
tekanan perfusi serebral (cerebral perfusion pressure = unilateral (misalnya karena hematoma subdural atau
CPP) dan aliran darah arterial akan menurun (tekanan ekstradural), maka akan menyebabkan tertekannya
arteri rata-rata = mean arterial pressure = MAP). nervus tiga dan menyebabkan dilatasi pupil
ipsilateral. Selanjutnya terjadi palsi otot okulomotor
CPP = MAP – TIK eksternal dan mata tidak dapat digerakkan ke lateral.
Hemiplegia dapat menjadi tetraplegia bergantung
Turunnya CPP mengakibatkan turunnya aliran pada proses herniasi itu sendiri.
darah serebral (cerebral blood flow = CBF). Cerebral blood
flow normal adalah 50 ml/100 gr jaringan otak/menit.
Kalau CBF turun dibawah 20 ml/100 gr, otak mengalami 11.5. POLA RESPIRASI
iskemia. Peningkatan TIK akan mendorong jaringan otak Penilaian pola respirasi dapat membantu memperkirakan
ke arah struktur intrakranial yang keras. Dua sindrom letak gangguan dari susunan saraf pusat (SSP) yang
klinis dapat ditemukan di daerah tempat terjadinya mungkin menjadi penyebab penurunan kesadaran.
kompresi otak (Gambar 11.1). Berbagai perubahan pola pernapasan dapat dilihat pada
– Central syndrome Gambar 11.2, yaitu sebagai berikut:
Seluruh otak akan tertekan ke bawah ke arah – Pernapasan Cheyne-Stokes, pasien tampak
foramen magnum dan terjadi herniasi tonsila bernapas dengan laju yang makin lama makin
serebelum (coning). Dapat terlihat gejala kaku cepat dan makin dalam sehingga tercapai puncak

APRC 59
hiperventilasi, kemudian diikuti penurunan laju buatan. Proses terletak di formasio retikularis bagian
napas bertahap sampai terjadi periode apnea singkat. dorso medial medula oblongata.
Pola pernapasan ini berhubungan dengan gangguan
hemisfer bilateral (obat-obatan, hipoksia, atau faktor
metabolik). 11.6. GERAKAN EKSTRA OKULAR
– Hiperventilasi neurogenik sentral, yaitu pernapasan Untuk mendapatkan gerakan bola mata yang tepat dan
yang cepat, dalam, dan menetap (Kussmaul), akan seimbang sebagai reaksi terhadap rangsang vestibular,
tetapi bukan asidosis metabolik. Pola ini disebaban maka segmen batang otak yang luas harus berfungsi
proses mesensefalon. baik, yaitu mesensefalon, pons, dan medula. Rangsang
– Pernapasan apneustik, inspirasi yang sangat panjang sistem vestibular menyangkut saraf kranial VIII, yang
diikuti ekspirasi pendek. Hal ini menandakan berhubungan ke paramedian formasio retikularis pons,
gangguan daerah pons. yang bertanggung jawab terhadap koordinasi menatap ke
– Pernapasan cluster, berupa napas-napas yang lateral dan terletak pada pons di nukleus saraf VI. Gerakan
berkelompok diselingi masa istirahat yang tidak mata simetris dan teratur memerlukan hubungan antara
teratur. Pola pernapasan ini disebabkan lesi di nukleus saraf III dan VI, berupa rantai dalam fasikulus
daerah pons bagian bawah atau bagian atas medula longitudinal medial yang dilanjutkan melalui traktus
oblongata. yang berjalan dari pons ke mesensefalon. Untuk menilai
– Pernapasan ataksik, merupakan pernapasan yang refleks vestibulo-okular (refleks kalorik dingin), maka air
dangkal, cepat, dan tidak teratur. Seringkali tidak es disemprotkan ke liang telinga salah satu sisi (membran
dapat mencukupi kebutuhan oksigen dan terlihat timpani harus utuh) maka sistem vestibular sisi tersebut
menjelang kematian dan segera harus dibantu napas menjadi tidak aktif. Karena sisi yang lain masih aktif,

Gambar 11.2. Pola pernapasan abnormal dan hubungannya dengan lesi patologis pada berbagai struktur otak. a) Pernapasan Cheyne-Stokes,
b) Hiperventilasi neurogenik sentral, c) Pernafasan apeneustik, d) Pernafasan cluster, e) Pernafasan ataksik

60 BAB 11: Penurunan Kesadaran


maka akan terjadi gerakan bola mata ke arah sisi yang Refleks lain yang bergantung kepada jalur saraf
disemprot. Refleks kalorik yang utuh menunjukkan yang sama adalah refleks okulo-sefalik (refleks doll’s eye).
fungsi batang otak yang baik. Pemeriksaan ini hanya dilakukan setelah yakin tidak
Formatio retikularis yang merupakan bagian batang ada cedera tulang belakang servikal. Pada keadaan saraf
otak sangat rentan terhadap kesadaran, lesi daerah ini normal, mata akan bergerak ke arah yang berlawanan
akan mengganggu kesadaran serta refleks kalorik yang dengan arah gerakan kepala. Refleks yang abnormal
abnormal. terjadi pada gangguan batang otak, maka tampak tetap

Gambar 11.3. Refleks bola mata pada pasien tak sadar

APRC 61
(fixed) atau bergerak searah dengan gerakan kepala. Pada A. Airway
Gambar 11.3 tampak kedua refleks ini pada keadaan Patensi jalan napas merupakan hal pertama yang
normal dan berbagai kelainan batang otak. wajib dinilai. Nilai bicara, jika menangis atau
berbicara maka hal tersebut menunjukkan patensi
jalan napas. Menilai patensi jalan napas dilakukan
11.7. PENATALAKSANAAN dengan cara:
Penilaian dan tata laksana hendaknya dilakukan dengan • Look – pergerakan dinding dada dan abdomen
cara berurutan dan dilakukan dengan tujuan untuk • Listen – suara napas, stridor
mencegah cedera otak sekunder karena hipoksia, iskemia, • Feel – udara yang diekspirasikan
hipoglikemia, atau infeksi, serta mengurangi peningkatan Jika terdapat obstruksi jalan napas, dapat dilakukan
TIK. beberapa manuver di bawah ini:
• Manuver head tilt-chin lift
• Lakukan penghisapan orofaring menggunakan
Penilaian Primer dan Resusitasi
suction berdiameter besar
Langkah pertama dalam tata laksana pasien dengan
• Intubasi
penurunan kesadaran adalah menilai dan menjaga ABC
Indikasi intubasi pada anak dengan penurunan
(jalan napas = airway, pernapasan = breathing, dan
kesadaran:
sirkulasi darah = circulation) (Gambar 11.4).

Gambar 11.4. Alur tata laksana awal koma

62 BAB 11: Penurunan Kesadaran


• GCS ≤ 12 C. Circulation
• Perburukan GCS Hitung denyut nadi per menit, nilai isinya. Ukur
• Airway yang tidak paten (walaupun GCS baik) tekanan darah, apabila terdapat hipertensi yang
• Pernapasan tidak adekuat, depresi napas bermakna maka segera harus diterapi. Nilai akral
• Tidak terdapat refleks batuk atau muntah dan capillary refill time.
protektif Pasang jalur intravena. Apabila ditemukan tanda-
• Hiperventilasi neurogenik (hiperventilasi dapat tanda syok maka segera tangani syok, berikan bolus
merupakan tanda keterlibatan mesensefalon) cepat kristaloid 20 ml/kgBB. Pantau ketat tanda-
• Pupil anisokor atau dilatasi tanda edema paru, hepatomegali, dan urin output.
• Ditemukan tanda-tanda herniasi Apabila tidak syok maka hendaknya dilakukan
• Selalu nilai ulang airway, bahkan setelah restriksi cairan (2 ml/kgBB/jam).
melakukan manuver untuk membuka jalan
napas. D. Disability
Lakukan penilain skala AVPU (Alert, Responds to
B. Breathing Voice, Responds to Pain, Unresponsive), jika nilai P
Nilai pernapasan pasien dengan menghitung atau U, atau refleks batuk dan muntah tidak ada,
pernapasan per menit dan melihat usaha bernapas, pertimbangkan intubasi.
seperti otot-otot pernapasan bantuan, pernapasan Perhatikan tanda-tanda herniasi. Periksa pupil
cuping hidung, napas terengah-engah, merintih, dan reaksi terhadap cahaya (Tabel 11.1). Perhatikan
pengembangan dada simetris/ tidak, atau pernapasan postur pasien, apakah dekortikasi atau deserebrasi,
abdominal. Lakukan auskultasi, apakah suara napas jika sebelumnya postur pasien normal maka hal
menurun atau menghilang, adanya ronki atau ini dapat menandakan adanya kemungkinan
wheezing. Semua anak dengan penurunan kesadaran peningkatan TIK. Kaku kuduk atau ubun-ubun
harus diberikan oksigen aliran tinggi melalui yang menonjol menandakan meningitis.
sungkup oksigen dengan reservoir atau intubasi dan Periksa segera kadar gula darah dan tata laksana
berikan bantuan ventilasi jika diperlukan. hipoglikemia (< 50 mg%) dengan glukosa 10%

Tabel 11.1. Interpretasi pemeriksaan pupil


Ukuran dan refleks pupil Penyebab
Pupil miosis, refleks cahaya (+) Gangguan metabolik
Lesi medula
Pupil pin-point Gangguan metabolik
Keracunan organofosfat/ narkotik
Perdarahan pons
Pupil 3-4 mm, refleks cahaya (-) Lesi mesensefalon
Pupil midriasis, refleks cahaya (-) Hipotermia
Hipoksia berat
Barbiturat
Selama dan pascakejang
Obat-obat antikolinergik
Pupil midriasis unilateral Perkembangan lesi ipsilateral
Herniasi tentorial
Lesi N.III
Kejang epileptikus

APRC 63
sebanyak 5 ml/kgBB (2 ml/kgBB untuk neonatus), tatalaksana peningkatan TIK yang dianjurkan antara
setelah sebelumnya diambil contoh darah untuk lain:
pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (misalnya 1. Intubasi dan ventilasi (PCO2 3,5-4,0 kPa atau
darah lengkap, kultur darah, fungsi hepar, fungsi 25-30 mmHg)
ginjal, analisa gas darah, golongan darah, dan 2. Posisikan kepala dengan sudut 20-30o untuk
sebagainya). membantu drainase vena serebral
Tanda pasti peningkatan TIK sangat sedikit, 3. Berikan manitol 250-500 mg/kg IV. Contoh:
seperti papiledema, penonjolan ubun-ubun besar, 1,25-2,5 ml manitol 20% selama 15 menit,
dan hilangnya pulsasi pembuluh darah retina. Pada berikan setiap 2 jam sesuai kebutuhan. Manitol
peningkatan TIK akut, ketiga tanda ini dapat tidak jangan diberikan apabila pasien anuria. Apabila
ditemukan. Pada anak yang semula sehat lalu tiba- meragukan, berikan furosemid 1 mg/kg IV dan
tiba penurunan kesadaran (GCS < 9) dan bukan pasang kateter urin.
pasca kejang, maka berikut ini merupakan tanda- 4. Pertimbangkan pemberian deksametason 0,5
tanda kemungkinan terjadi peningkatan TIK: mg/kg setiap 6 jam
1. Refleks okulo-sefalik (Doll’s eye) abnormal;
jangan dilakukan pada pasien dengan cedera E. Exposure
servikal Perhatikan adakah ruam purpura – yang
a. Apabila kepala diputar ke kiri atau kanan, mengindikasikan adanya penyakit akibat
normalnya mata bergerak berlawanan meningokokus – atau tanda-tanda trauma. Demam
dengan arah putaran kepala. Pada keadaan mengindikasikan adanya proses infeksi (namun
abnormal tidak terdapat gerakan atau apabila tidak demam bukan berarti sebaliknya)
kacau. atau keracunan obat (ekstasi, kokain, salisilat).
b. Apabila kepala di-fleksi-kan, pada keadaan Hipotermia dapat terjadi akibat keracunan barbiturat
normal terjadi deviasi mata ke atas. atau etanol. Cari tanda-tanda keracunan.
2. Postur abnormal; terkadang postur didapat
dengan rangsang nyeri Jika kondisi pasien belum stabil atau perburukan,
a. Dekortikasi (lengan fleksi, tungkai ekstensi) maka penilaian primer dan tindakan resusitasi segera
b. Deserebrasi (lengan ekstensi, tungkai dilanjutkan. Setelah kondisi pasien stabil, pemeriksaan
ekstensi) neurologis lebih lanjut yang lebih rinci dapat dilakukan
3. Reaksi pupil abnormal, dilatasi unilateral atau dalam rangka mengetahui lokasi gangguan neurologis
bilateral. dan menentukan pemeriksaan penunjang lainnya.
4. Pola pernapasan abnormal. Terdapat beberapa
macam pola napas yang dapat terjadi pada Penilaian Sekunder
peningkatan TIK. Pola pernapasan dari berubah- Sementara penilaian primer dan resusitasi dilaksanakan,
ubah dari hiperventilasi, Cheyne-Stokes, hingga anamnesis riwayat penyakit dilakukan untuk mencari
apnea. penyebab terjadinya penurunan kesadaran.
5. Trias Cushing: nadi lambat, tekanan darah naik,
dan pola pernapasan abnormal, merupakan
Anamnesis
tanda lanjut dari peningkatan TIK.
Evaluasi anak dengan koma dimulai dengan anamnesis
Apabila dicurigai peningkatan TIK, maka sebaiknya
yang lengkap yang bisa diperoleh dari orang tua atau wali,
konsul ahli saraf anak, bedah saraf anak, dan
atau dari dokter anak/ dokter bedah saraf yang mengirim

64 BAB 11: Penurunan Kesadaran


pasien ke ICU. Beberapa anamnesis yang penting adalah: disebabkan gangguan racun, obat, atau metabolik.
– Trauma baru-baru ini, kejadian sebelum penurunan Halusinasi penciuman menunjukkan gangguan
kesadaran struktur SSP, sedangkan halusinasi pendengaran
– Kejadian segera yang mengikuti timbulnya koma biasanya berhubungan dengan kelainan psikiatri.
– Kecepatan terjadinya koma Koreo-atetosis dan distonia berhubungan dengan
– Riwayat demam, sakit kepala, kejang, kehilangan fungsi bangsal ganglia.
kesadaran, atau penyakit saraf yang sudah ada Lengan dalam keadaan fleksi (dekortikasi)
– Tertelan racun mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan
– Riwayat kesehatan: penyakit sekarang, penyakit dengan keadaan ekstensi (deserebrasi). Masih adanya
kronik (ginjal, jantung, diabetes melitus), gerakan otomatis seperti menelan, membasahi bibir
penggunaan obat, riwayat gizi, riwayat psikiatri, dan menguap, menandakan fungsi batang otak yang
riwayat tumbuh kembang masih baik.
– Riwayat keluarga: kelainan metabolik, kelainan 3. Periksa refleks tendon dalam dan reaksi plantar –
kongenital, kontak dengan penyakit menular perhatian adanya lateralisasi
– Perincian mengenai kejadian kecelakaan (jika ada) 4. Nilai ulang kesadaran
dan riwayat berpergian ke daerah endemis Anak yang tampak bingung dan melawan perawat
dan alat-alat, serta matanya terbuka melihat keliling
Bagaimanapun akan lebih banyak anak koma ruangan adalah anak dengan keadaan mental normal
tanpa keterangan latar belakang medis, sehingga menjadi atau sedikit depresi. Anak dengan mata tertutup
masalah diagnosis. dalam posisi tidur nyenyak, mungkin tidur biasa atau
depresi ringan. Anak yang terbaring diam dengan
Pemeriksaan Fisik mata tertutup atau seperempat terbuka, dengan
Hendaknya selalu melakukan penilaian ulang mengenai sikap tubuh yang lemas, atau kaku, atau posisi aneh
hasil pemeriksaan terdahulu. Pemeriksaan neurologis dan tidak biasa, merupakan anak dengan depresi
lanjutan awal: mental yang berat dengan risiko kelainan susunan
1. Pemeriksaan mata saraf pusat permanen atau kematian.
a. Ukuran pupil dan reaksinya (lihat Tabel 11.1)
b. Funduskopi: perdarahan, edema papil Pemantauan:
c. Deviasi mata: deviasi konjugat – Tanda-tanda vital: laju dan irama nadi, laju dan pola
2. Penilaian ulang postur dan tonus – perhatikan napas, suhu badan, tekanan darah
adanya lateralisasi – Saturasi oksigen
Gerakan spontan dan postur yang asimetri – Skala koma
menjadi petunjuk adanya hemiparesis, pada sisi tadi – Keseimbangan cairan
tampak tungkai yang lemas, fleksi, abduksi, dan
postur rotasi eksternal. Sudut mulut yang datar dan Pemeriksaan penunjang awal:
tidak bergerak bersama bagian muka lainnya, serta – Darah lengkap
gerakan muka yang asimetri saat diberi rangsang, – Gula darah sewaktu
dapat menunjukkan adanya hemiparesis ipsilateral. – Elektrolit: natrium, kalium, klorida
Tremor, mioklonus, asteriksis, mengarahkan pada – Kalsium, magnesium, fosfat
kemungkinan gangguan metabolik, obat, atau racun – Fungsi ginjal: ureum, kreatinin
(toksin). Halusinasi visual atau taktil paling sering – Kultur darah

APRC 65
– Analisa gas darah pada pasien koma, pemeriksaan ini dapat dilakukan di
kemudian hari di saat keadaan mengizinkan. Pemeriksaan
Jika fungsi kardiovaskular anak stabil, maka ini untuk menegaskan atau menyingkirkan diagnosis
keadaan khusus yang harus segera diidentifikasi adalah meningitis.
hipoglikemia, keracunan opium, diabetes, dan septikemia
meningokokus. Selain meningitis, keadaan lain dapat 11.8. PENATALAKSANAAN UMUM
disingkirkan dengan cara mengidentifikasi penyebab lain,
LANJUTAN
maka pengobatan sefotaksim intravena harus dimulai.
– Pertahankan keadaan normoglikemia
Pemberian asiklovir juga harus dimulai karena prognosis
• Hati-hati dalam pemberian insulin pada
ensefalitis herpes akan lebih buruk apabila pengobatan
keadaan hiperglikemia, karena hiperglikemia
terlambat.
dapat disebabkan karena stress
Pada tahap kedua setelah keadaan stabil, pemeriksaan
– Restriksi cairan sampai 60% total kebutuhan
fisik secara umum yang lengkap dan seksama akan
– Periksa dan pertahankan keseimbangan elektrolit
membantu dalam penegakkan diagnosis, seperti:
(Tabel 11.2)
1. Kulit: ruam, perdarahan, cedera, sindrom
• Jaga natrium serum 135-145 mmol/l
neurokutaneus
• Cegah hiponatremia dengan menggunakan
2. Kepala: tanda-tanda trauma
NaCl 0,9% atau 0,45%
3. Telinga dan hidung: otorrhea dan rhinorrhea (tanda
– Tata laksana kejang dan berikan anti-konvulsan
fraktur basis kranii), tanda-tanda otitis media
profilaktik jika kejang berulang
(meningitis)
• Kejang harus diamati dengan teliti karena bisa
4. Leher: lembek atau kaku
tampak nyata atau samar, berupa gerakan klonik
5. Bau: gangguan metabolik, keracunan
ekstremitas, muka, kelopak mata, mata, dengan
6. Abdomen: hepatomegali
interupsi kesadaran berulang secara stereotip,
dapat pula berupa nistagmus
Pemeriksaan penunjang lanjutan: – Pasang naso-gastric tube (NGT) untuk aspirasi isi
– Fungsi hati lambung
– Skrining toksikologi – Jaga suhu tubuh di bawah 37,5oC
– Amonia darah – Tata laksana peningkatan TIK
– Apusan darah tepi – untuk parasit – Pasang kateter urin (distensi kandung kemih dapat
– Urin lengkap memperburuk TIK) dan monitor keluaran urin
– Foto toraks – Cegah luka dekubitus akibat tirah baring dan tutup
– CT-scan mata untuk mencegah xeroftalmia

Pemeriksaan pungsi lumbal tidak perlu dilakukan

Tabel 11.2. Koreksi gangguan elektrolit


Elektrolit Nilai Dosis Kecepatan Infus
Natrium 115 mmol/L NaCl 3% 5 ml/kg 5-10 menit
Kalsium < 0,75 mmol/L Kalsium glukonas 0,3 ml/kg 5 menit
Magnesium 0,65 mmol/L 50 mg/kg > 1 jam

66 BAB 11: Penurunan Kesadaran


11.9. BEBERAPA KEADAAN KHUSUS ruam merupakan tanda yang patognomonik untuk
Meningitis Bakteri infeksi meningokokus dan pengobatan segera sangat
Setelah masa neonatus, umumnya bakteri penyebab diperlukan.
meningitis adalah Neisseria meningitidis (meningokokus).
Angka kejadian meningitis bakteri tidak berubah dalam Pungsi lumbal
beberapa tahun, yaitu 18 per 100.000 anak per tahun, Tujuan pungsi lumbal adalah untuk memastikan
dengan angka kematian sebesar 5-10% dan gejala sisa diagnosis meningitis dan mengenal kuman penyebab,
neurologis yang berat. Vaksinasi Hib telah menurunkan serta mencari kerentanan terhadap antibiotik. Risiko
angka kejadian infeksi Haemophilus influenzae. Infeksi coning (pembentukan contong/ kerucut) dan kematian
Streptococcus pneumoniae tidak umum sehingga harus dapat terjadi pada anak dengan peningkatan TIK yang
dicari kemungkinan imunokompromais. bermakna. Hasil funduskopi yang normal tetap dapat
dijumpai pada peningkatan TIK yang akut dan berat.
Diagnosis meningitis bakteri Kontra indikasi relatif pungsi lumbal antara lain:
– Anak ≤3 tahun – Kejang lama atau fokal
Sulit didiagnosis pada stadium dini. Gejala klasik – Gejala neurologis fokal, seperti gerakan atau refleks
seperti kaku kuduk, fotofobia, sakit kepala, demam, anggota badan yang asimetris, kelumpuhan bolat
dan muntah-muntah sering tidak terlihat. Ubun- mata
ubun besar yang menonjol merupakan tanda – Ruam purpura luas pada anak sakit
meningitis stadium lanjut, kadang hal ini tersamar – Skala koma Glasgow < 13
pada anak dengan dehidrasi akibat demam atau – Dilatasi pupil
muntah-muntah. Berikut ini adalah tanda dan gejala – Refleks okulosefalik terhambat (Doll’s eyes reflex)
meningitis yang mungkin ditemukan pada bayi dan – Postur atau gerakan abnormal
anak kecil: – Bradikardia, tekanan darah naik, respirasi ireguler –
• Koma tanda-tanda herniasi otak
• Mengantuk (sering ditandai dengan kurangnya – Gangguan koagulasi
kontak mata) – Edema papil
• Rewel atau menangis yang tidak mudah
ditenangkan orang tua Tatalaksana darurat
• Tidak nafsu makan Apabila seorang anak jelas menderita penyakit meningitis,
• Demam tanpa penyebab yang jelas pemberian antibiotik dan suportif harus segera diberikan
• Kejang dengan/atau tanpa demam setelah pengambilan kultur darah, PCR, dan apus
• Apnea atau sianosis tenggorok. Antibiotik spektrum luas sesuai pola kuman
• Ruam purpura penyebab (contoh: sefotaksim 100 mg/kg IV sebagai
– Anak >3 tahun dosis awal, diberikan perlahan 10-15 menit).
Pada anak berusia lebih dari 3 tahun, meningitis
cenderung menunjukkan gejala-gejala klasik, Reye’s Syndrome
sebagian disertai koma atau kejang. Pada semua Merupakan kondisi idiopatik, diduga terdapat hubungan
anak yang tampak sakit dan menderita demam yang dengan konsumsi aspirin, sehingga aspirin sekarang
tidak jelas sebabnya, sebaiknya diperiksa adanya dilarang digunakan pada anak di bawah usia 16 tahun.
kaku kuduk atau ruam purpura. Ditemukannya Keadaan yang relatif jarang ini ditandai dengan gejala

APRC 67
ensefalopati yang progresif, muntah-muntah hebat, 11.11. KESIMPULAN
mengantuk, kejang, atau koma. Dapat ditemukan Perlu dilakukan pendekatan diagnosis dan penatalaksanaan
hepatomegali (karena perlemakan hati), hipoglikemia, anak dengan penurunan kesadaran secara sistematis:
peningkatan enzim hati, atau peningkatan amoniak – Penilaian primer dan resusitasi
serum. Pada keadaan ini, segera konsultasikan dengan – Penilaian sekunder
ahlinya dan segera tatalaksana secara intensif. – Penatalaksanaan kegawatdaruratan
– Stabilisasi dan rujukan untuk terapi definitif
Malaria Serebral
Plasmodium falciparum menyebabkan kematian sebesar Daftar bacaan
95% dan komplikasi parah. Malaria ditularkan melalui 1. Komisi Resusitasi Pediatrik, UKK PGD IDAI. Kumpulan
gigitan nyamuk Anopheles yang terinfeksi. Manifestasi Materi Pelatihan Resusitasi Pediatrik Tahap Lanjut.
Jakarta, p. 117-34.
malaria serebral meliputi penununan kesadaran sampai
2. Samuels M, Wieteska S, ed. Advanced Paediatric Life
koma yang progresif, kejang-kejang, asidosis, anemia Support: The Practical Approach. 5th ed. British Med
berat, atau peningkatan TIK. Pemeriksaan untuk Journal Publication, 2011; p. 116-27.
3. Santhanam I, ed. Pediatric Emergency Medicine Course,
menunjang diagnosis adalah pemeriksaan gambaran
2nd ed. India: Jaypee Brothers Medical Publisher, 2013;
darah tepi untuk mencari parasit malaria. Berikan p. 187-95.
artesunat loading dose 2,4 mg/kgBB selama 2 menit, 4. Andrewsm BT, Hammer GB. The Neurological
diulang 12 jam kemudian. Selanjutnya satu kali sehari Examination and Neurological Monitoring in Pediatric
Intensive Care, 1st ed. The American Association of
sampai penderita mampu minum obat. Neurologicak Surgeons. Park Ridges, Illinois, 1997.
5. Chamedes L, Hazinski MF. Pediatric Advance Life
Support, American Heart Association and American
11.10. RUJUKAN
Academy of Pediatrics, Emergency Cardiovascular Care
Setelah anak stabil dan kondisi seperti hipoglikemia, Program, 1997-1999.
meningitis, dan keadaan darurat lainnya tertangani, 6. Bergman I. Pediatric Neurological Assessment and
beberapa anak masih belum dapat ditentukan penyebab Monitoring, 1st ed. Fuhrman, BP, Zimmerman, JJ.
Pediatric Critical Care. Mosby Year Book, Louis, 1992.
penurunan kesadarannya. Anak yang masih sakit berat
7. Lazuardi S. Diagnosis dan Penatalaksanaan Koma pada
dan belum diketahui penyebab penurunan kesadaran, Anak. Pusponegoro HD, Passat J. Kedaruratan Saraf
memerlukan konsultasi kepada konsultan neurologi Anak. Naskah lengkap PKB IKA-FKUI ke VXIII, Jakarta
1989.
anak, konsultan endokrin metabolik, dan lainnya sesuai
8. Yatsiv I. Central Nerve System Evaluation and
indikasi. Anak perlu dirawat di ICU anak. Monitoring, 1st ed. Holbrook, PR. Textbook of Pediatric
Untuk rujukan yang aman mungkin pasien Critical Care. Williams & Wilkins. Baltimore, 1996.
memerlukan intubasi dan ventilasi mekanik. Dokumentasi 9. Michelson D, Thompson L, Williams EA.Evaluation
of stupor and coma in children. In: Patterson MC,
pemeriksaan neurologis sebelum anak dibuat paralisis Wilterdink JL, Armsby C editor. UpToDate. :UpToDate
harus lengkap. 2018 [cited 2021 Nov 20]

68 BAB 11: Penurunan Kesadaran


BAB 12
Obstruksi Jalan Napas Atas

12.1. PENDAHULUAN Tidak adanya tulang rawan membuat jalan nafas lebih
Kesulitan bernapas adalah keluhan yang sering ditemukan mudah kolaps, ketika sumbatan jalan napas terjadi di
pada kondisi gawat darurat. Penyebab tersering kesulitan supraglotis. Risiko ini meningkat pada anak yang lebih
bernapas disebabkan karena gangguan pada saluran napas muda dimana jalan napas subglotis lebih kecil dan lebih
atas dan bawah. Penyebab lain adalah gangguan pada lemas (tulang rawan belum terbentuk sempurna).
otot-otot pernapasan, diafragma dan abdomen, kelainan Supraglotis mudah tersumbat oleh lendir, darah,
metabolik seperti asidosis metabolik dan keracunan pus, edema, konstriksi, tekanan eksternal atau perbedaan
yang menyebabkan peningkatan upaya bernapas, dan tekanan yang terjadi selama usaha napas spontan pada
gangguan pusat pernapasan pada peningkatan tekanan sumbatan jalan napas. Edema mukosa sedikit saja dapat
intrakranial mempersempit diameter saluran napas dan menyebabkan
Obstruksi jalan napas berat menyebabkan gagal meningkatnya tahanan aliran udara dan usaha bernapas.
napas. Gagal napas adalah ketidakmampuan mekanisme Menangis dapat memperburuk hipoksia karena
kompensasi fisiologis untuk mencukupi pasokan oksigen menangis meningkatkan turbulansi udara pada saluran
dan pengeluaran karbondioksida, yang menyebabkan napas yang tersumbat. Semua tindakan harus hati-hati
terjadinya hipoksemia, hiperkarbia atau keduanya. untuk mencegah anak stridor menangis.

12.2. PATOFISIOLOGI 12.3. PENDEKATAN UMUM


Jalan napas atas dimulai dari hidung sampai ke bronkus 1. Hindari manuver di bawah ini pada anak dengan
utama. Stridor, suara napas abnormal bernada tinggi, stridor
merupakan tanda sumbatan parsial dari jalan napas atas. • Jangan pisahkan anak dari ibunya
Efek dari sumbatan jalan napas atas dapat dijelaskan Periksa dan tangani anak di pangkuan ibunya
dengan “efek venturi”. Tekanan udara yang bergerak • Hindari mengubah posisi nyaman anak
melewati pipa yang menyempit (dalam hal ini saluran Jangan membaringkan anak stridor yang gelisah
napas yang tersumbat) akan turun, hal ini menyebabkan pada tempat tidur, hal ini dapat menimbulkan
selama inspirasi, jalan napas cenderung akan kolaps. sumbatan jalan napas total
Secara anatomi, jalan napas atas dibagi menjadi • Hindari memasang masker oksigen secara paksa
supraglotis, glotis, dan subglotis. Pita suara, glotis, atau pada anak yang sedang menangis. Pemasangan
trakea. Trakea tidak mudah kolaps dibandingkan dengan masker dapat dibantu oleh orang tua pasien
supraglotis karena trakea didukung oleh tulang rawan.

69
2. Tentukan keparahan obstruksi menyebabkan terkumpulnya saliva, dengan gejala dan
• Lakukan pemeriksaan kesadaran, kelainan tanda klinis sebagai berikut:
serebral, kardiopulmonal cepat untuk 1. stridor halus (mungkin tidak dikeluhkan ibu pasien)
menentukan apakah dapat ditangani di IGD 2. mengeluarkan air liur dan disfagia
atau di kamar operasi 3. suara redam/ hot potato voice
• Bila terdengar suara seperti air yang terperangkap 4. batuk yang tidak efektif
di ruang sempit, kemungkinan saluran napas
penuh dengan sekret dan membutuhkan Glotis
pembersihan. Anak mungkin terlalu lelah Bagian glotis dan subglotis dari pita suara sampai trakea
sehingga tidak bisa membersihkan saluran (sebelum memasuki regio torakal). Karena tulang rawan
napasnya sendiri krikoid dan tulang rawan cincin trakea mengelilingi
• Bila terdapat suara mengorok, pikirkan daerah ini, maka glotis dan subglotis tidak mudah kolaps
anak mengalami penurunan kesadaran yang seperti supraglotis. Penyebab paling sering obstruksi
menyebabkan obstruksi parsial saluran napas pada daerah ini adalah inflamasi dan edema akibat
atas laringotrakeobronkitis akut.
• Bila terdapat stridor keras yang disertai batuk 1. suara serak
batuk yang menggonggong, pikirkan croup 2. stridor kasar saat inspirasi atau ekspirasi atau bifasik
sebagai penyebab obstruksi (pada kedua fase respirasi).
• Bila terdapat stridor halus dan anak tampak 3. batuk keras/brassy cough atau barking cough
sakit berat, pikirkan epiglotitis 4. mengeluarkan air liur dan disfagia tidak khas pada
• Bila sesak terjadi mendadak, pikirkan adanya sumbatan glotis, kecuali sumbatannya cukup besar
sumbatan benda asing di jalan napas untuk menekan esofagus
3. Secara simultan, lakukan anamnesis terarah untuk
memperkirakan anatomi sumbatan. 5A membantu
Intratoraks
identifikasi tempat sumbatan:
Jalan nafas intratoraks terdiri dari trakea dan bronkus
• Age/ umur: berapa umur anak?
utama. Sumbatan pada jalan nafas intratoraks
• Acuity/ ketajaman: apakah hiperakut, akut,
menyebabkan stridor, paling keras terdengar pada
kronik, atau akut pada kondisi kronis?
saat ekspirasi. Peningkatan tekanan intratoraks selama
• Acoustics/ suara: apakah stridor kasar atau halus?
ekspirasi menyebabkan jalan nafas kolaps. Selama
• Associated symptoms/ gejala yang berhubungan:
inspirasi, tekanan intratoraks turun. Akhirnya, jalan nafas
demam, disfagia, atau mengeluarkan air liur?
yang tersumbat semakin meluas, suara yang terdengar
• Aggravating factors/ faktor yang memperburuk?
semakin melemah. Malformasi kongenital jalan nafas
• Kualitas suara: serak atau redam?
merupakan penyebab tersering sumbatan di toraks.

12.4. TEMPAT OBSTRUKSI 12.5. ETIOLOGI OBSTRUKSI


Supraglotis 1. Umur anak membantu identifikasi etiologi
Supraglotis meliputi hidung sampai pita suara. Seperti • Stridor pada bayi yang lebih muda banyak
yang disebutkan sebelumnya, bagian ini dapat melar disebabkan oleh kelainan kongenital. Anak yang
dan kolaps dengan mudah karena tidak memiliki tulang lebih tua (1-4 tahun) lebih banyak disebabkan
rawan. Adanya sumbatan supraglotis, misalnya di atas oleh infeksi atau aspirasi benda asing (Tabel
level esofagus, seperti epiglotitis atau abses retrofaring 12.1).

70 BAB 12: Obstruksi Jalan Napas Atas


Tabel 12.1. Etiologi stridor
Infeksi Non-infeksi
• Croup • Malformasi kongenital yang menyumbat saluran nafas
• Epiglotitis akut • Croup spasmodik
• Trakeitis bakteri • Obstruksi benda asing
• Abses retrofaring • Angioedema
• Laringomalasia
• Papiloma laringeal
• Hipokalsemia
• Paralisis pita suara

• Croup jarang terjadi pada bayi <6 bulan, 3. Permulaan kejadian


insidens croup paling tinggi pada anak usia 2 • Onset hiperakut stridor mengarahkan pada
tahun. Sekitar usia 6 tahun, jalan nafas anak- dugaan aspirasi benda asing
anak mirip dengan dewasa dan efek edema • Seorang anak dengan anafilaksis akan terdengar
mukosa minimal stridor akut, wheezing, syok hipotensif, dan
• Epiglotitis paling banyak pada usia 3 tahun ruam dalam 5 menit setelah kontak dengan
• Abses retrofaring paling banyak ditemukan pada alergen
bayi dan anak sampai usia 4 tahun, karena setelah • Pada epiglotitis terjadi dalam beberapa jam
usia 4 tahun kelenjar getah bening retrofaringeal setelah onset gejala
akan atrofi. Infeksi pada nasofaring, sinus
paranasal, atau telinga tengah dapat menjalar ke 4. Gejala yang berhubungan
kelenjar getah bening yang terletak pada dinding • Demam tinggi menandakan adanya infeksi
posterior faring dan fasia pravertebra bakteri, misalnya epiglotitis, abses retrofaring,
• Anak-anak usia 6 bulan sampai 6 tahun atau trakeitis
cenderung menjelajahi lingkungan sekitarnya, • Demam yang subfebris berhubungan dengan
sehingga meningkatkan risiko aspirasi benda laringotrakeobronkitis
asing. Stridor akibat aspirasi benda asing paling • Etiologi non-infeksi disebabkan aspirasi benda
sering ditemukan pada anak usia 1-3 tahun asing atau kongenital, ditandai dengan tidak ada
• Insidens abses peritonsil paling tinggi pada anak demam
usia 10 tahun • Mengeluarkan liur, disfagia, dan hot potato voice
• Riwayat intubasi atau cedera saat lahir dapat menandakan obstruksi pada supraglotis
menyebabkan paralisis pita suara atau stenosis • Batuk seperti menggonggong, barking cough
laringotrakeal dengan stridor biasanya pada croup
• Pergerakan leher yang terbatas diakibatkan abses
2. Suara stridor sering membantu dalam identifikasi retrofaring
tingkat obstruksi jalan nafas • Anak-anak dengan stridor akibat epiglotitis,
• Stridor halus inspirasi menunjukkan kelainan difteri, abses retrofaring, terlihat toksik, gelisah,
supraglotis dan posisi tripod
• Stridor bifasik atau stridor kasar inspirasi • Tangisan yang lemah dihubungkan dengan
menandakan kelainan glotis atau subglotis anomali laring atau gangguan neuromuskular
• Stridor ekspirasi lebih menunjukkan sumbatan • Stridor dengan hemangioma di bagian tubuh
intratoraks manapun stridor, menandakan adanya obstruksi
jalan nafas akibat hemangioma di subglotis

APRC 71
• Laju pernafasan biasanya normal atau sedikit status mental mengindikasikan kebutuhan intubasi.
meningkat. Kepala mengangguk-angguk Beberapa anak dengan laringotrakeobronkitis akut dapat
(head bobbing), retraksi, dan penggunaan berkembang menjadi trakeitis bakteri.
otot pernafasan bantuan menandakan adanya
ancaman gagal nafas Diagnosis
• Retraksi sternum pada neonatus atau bayi yang Croup didiagnosis secara klinis. Rontgen toraks, darah
lebih muda menandakan adanya obstruksi nafas, rutin, tidak berguna dalam diagnosis croup. Pemeriksaan
walaupun stridor tidak terdengar radiologi diperlukan berdasarkan indikasi, misalnya
• Croup akut akibat virus mengikuti batuk dan kecurigaan adanya abses retrofaringeal dapat diperiksa
rinorea kronis dengan rontgen leher proyeksi lateral. Pemeriksaan
• Trakeitis akibat bakteri dan abses retrofaring radiologi dapat digunakan untuk menyingkirkan
mungkin didahului dengan infeksi saluran nafas pneumonia atau aspirasi benda asing. Gambaran klasik
atas akibat virus “steeple sign” atau “pencil point” (penyempitan trakea)
tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis atau
5. Faktor-faktor yang memperburuk atau membuat menyingkirkan croup.
stridor semakin kencang
• Menangis: laringomalasia, hemangioma
Penatalaksanaan
subglotis
• Berikan oksigen “blow-by” dengan ujungnya
• Tersedak: fistula trakeoesofageal, benda asing
berjarak beberapa sentimeter dari hidung dan mulut
• Posisi terlentang: laringomalasia, makroglosia,
anak, atau berikan oksigen yang telah dilembabkan
mikrognatia
menggunakan masker wajah dan pantau saturasi
Jika terjadi gagal nafas pada obstruksi jalan nafas,
oksigen anak melalui monitor
segera hubungi spesialis THT. Intubasi segera harus
• Epinefrin
dilakukan di IGD.
o Merupakan obat pilihan utama. Memiliki
sifat non-selektif α adrenergik dan β-agonis,
meredakan edema mukosa dan memperbaiki
12.6. LARINGOTRAKEOBRONKITIS pernafasan. Dalam 30 menit setelah nebulisasi
AKUT (SINDROM CROUP) dapat terlihat penurunan gejala. Pada
Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan hal wajib kebanyakan anak cukup 1 dosis, walaupun
untuk mendiagnosis, menyingkirkan aspirasi benda mungkin diulang setelah 4-6 jam
asing dan epiglotitis. Kebanyakan anak-anak datang o Epinefrin racemic diberikan secara inhalasi
dengan batuk “menggonggong” onset akut, stridor, dan dengan dosis 0,05 ml/kg (maksimal 0.5 ml)
retraksi dinding dada. Didahului dengan batuk, pilek, kemudian dilarutkan dalam NaCl 0.9%
dan demam subfebris. Penyakit ini berlangsung 3-7 hari. dengan total volume 3 ml. Nebulisasi dilakukan
Anak akan menjadi takipnea dengan distres pernafasan selama 15 menit. atau dengan epinefrin biasa
apabila obstruksi memburuk, dan ditemui pulsus (L-epinefrin) dengan dosis 0,5 ml/kg (maksimal
paradoksus. Hipoksia akan ditandai dengan takikardi. 5 ml). Nebulisasi dilakukan selama 15 menit
Walaupun sangat jarang, tetapi peningkatan usaha napas o Observasi saturasi oksigen dan EKG selama
yang progresif dapat menyebabkan anak gagal napas yang nebulisasi, dan evaluasi ulang dalam 2 jam
ditandai dengan retraksi dada berat, penurunan suara o Dapat pula diberikan secara nebulisasi (400
napas, dan saturasi oksigen. Sianosis dan perubahan mcg/kg 0,4 ml/kg larutan 1:1000) dengan

72 BAB 12: Obstruksi Jalan Napas Atas


oksigen melalui masker wajah pada pasien dijulurkan ke luar. Akibat kesulitan menelan air liur,
dengan distres pernapasan berat, disertai dengan suara anak menjadi seperti diredam, atau disebut dengan
stridor kasar dan batuk menggonggong. “hot potato voice”.
• Glukokortikoid Bila mencurigai terjadi epiglotitis, hindari
o Mengurangi pembengkakan saluran nafas atas, melakukan pemeriksaan orofaring di IGD, hindari
dapat terlihat dalam 1 jam setelah pemberian memisahkan anak dari orangtua, hindari memaksa
o Berikan deksametason 0,6 mg/kg/dosis IM, IV, anak untuk berada dalam posisi tidur, dan biarkan anak
atau oral (maksimal 10 mg). Dosis oral 0,15 mg/ mempertahankan posisi nyamannya.
kg sama efektifnya
o Satu kali pemberian biasanya cukup untuk Tatalaksana
kebanyakan anak. Dapat diulang 12-24 jam Mungkin dibutuhkan intubasi pada anak-anak dengan
kemudian epiglotitis, namun sebaiknya dilakukan oleh Dokter
Spesialis Anestesi yang berpengalaman untuk memberikan
• Budesonide
induksi terlebih dahulu pada anak. Pada visualisasi,
o Nebulisasi budesonide 2-4 mg
dapat ditemukan inflamasi dan pembengkakan epiglotis
• Analgesik untuk mengurangi demam dan/atau nyeri
(cherry red epiglottis) sehingga mungkin dibutuhkan tuba
• Antibiotik endotrakeal yang lebih kecil dari ukuran normal.
o Tidak berperan pada croup, kecuali terhadap
superinfeksi bakteri
Pada croup sangat jarang anak sampai diintubasi 12.8. OBSTRUKSI BENDA ASING
kecuali terdapat perburukan obstruksi jalan napas sampai
Kejadian tersedak benda asing sangat sering ditemukan
terjadi ancaman gagal napas. Sebaiknya digunakan ETT
pada anak. Gejala yang mungkin tampak adalah
dengan ukuran yang lebih kecil dan dipertahankan 3-5
batuk, tersedak, muntah, atau sianosis pada anak yang
hari.
sebelumnya baik-baik saja, tanpa penyakit penyerta yang
diketahui, dan terjadi di siang hari. Perlu juga dicari
riwayat memakan atau bermain dengan benda-benda
12.7. EPIGLOTITIS AKUT kecil sebelum gejala ditemukan. Benda-benda yang sering
Epiglotitis akut terjadi akibat selulitis bakteri pada menjadi penyebab obstruksi benda asing adalah kacang,
supraglotik, terutama epiglotis dan aryepiglotis. permen, kelereng, dan benda-benda kecil lain.
Pembengkakan yang cepat pada struktur ini dapat Gejala sumbatan benda asing dapat berbeda
menyumbat jalan napas. Hampir 80-90% anak tergantung posisi obstruksi. Obstruksi benda asing pada
membutuhkan intubasi. Haemophilus influenzae tipe B laring/trakea dapat menimbulkan batuk menggonggong
merupakan penyebab tersering. seperti yang terjadi pada laringotrakeobronkitis akut. Bila
benda asing masuk sampai ke bronkus, maka yang muncul
Diagnosis adalah batuk akut yang persisten dan mengi unilateral.
Gejala yang tampak pada kondisi akut adalah demam, Pemeriksaan dada dapat menunjukkan adanya paru yang
iritabilitas, nyeri tenggorokan, gangguan menelan, dan kolaps di salah satu hemitoraks dan pada foto toraks
hipersalivasi. Gagal napas dapat terjadi dengan cepat dapat menunjukkan adanya pergeseran mediastinum
(hitungan jam). Anak dengan epiglotitis akut akan pada ekspirasi karena adanya udara yang terperangkap di
tampak sakit berat, duduk dengan posisi dagu di arahkan distal benda asing.
ke atas (sebagai posisi nyaman), mulut terbuka, dan lidah

APRC 73
Tatalaksana merupakan hal yang sangat penting pada anak yang
• Sebagai pertolongan pertama, dapat dilakukan back mengalami anafilaksis. Pemberian oksigen dapat
blows sebanyak 5 kali diikuti chest thrust 5 kali (pada diberikan melalui masker, bila pasien dapat bernapas
bayi <1 tahun) atau Heimlich manuver (pada anak dengan baik.
>1 tahun) Prosedur rapid sequence intubation (RSI) dapat
• Berikan oksigen sambil biarkan anak dalam posisi dilakukan untuk memasang pipa endotrakea,
nyamannya namun dapat menyebabkan hilangnya jalan napas
• Pengeluaran benda asing melalui bronkoskopi dan sementara hingga pipa terpasang. Walau begitu,
anestesi umum mungkin dibutuhkan bila ada risiko edema laring pada anafilasis biasa terjadi sangat
bahwa respons batuk anak akan memindahkan posisi cepat hingga tidak sempat dilakukan pemasangan
benda asing ke trakea dan menyebabkan obstruksi pipa endotrakea. Epinefrin dapat digunakan untuk
yang mengancam nyawa. mengurangi edema di laring dengan cepat. Bila
• Bila terjadi penurunan kondisi mendadak dan edema tidak berkurang dengan epinefrin, tuba
pengeluaran benda asing belum bisa dilakukan, endotrakea harus segera dimasukkan. Pada kondisi
trakeostomi dapat menjadi pilihan sementara untuk ekstrem yang mengancam nyawa ketika tidak dapat
mengamankan jalan napas (bila sumbatan berada di dilakukan intubasi, krikotiroidotomi atau ventilasi
atas posisi trakeostomi) jet kateter dapat menjadi alternatif.
2. Circulation
Anafilaksis Lakukan pemasangan monitor, termasuk EKG
Anafilaksis merupakan reaksi sistemik multiorgan yang dan oksimetri, pada anak dengan riwayat kelainan
bersifat akut dan mungkin fatal yang disebabkan oleh jantung. Akses vena harus segera didapatkan
pelepasan mediator kimia seperti sel mast dan basofil. dengan menggunakan kateter ukuran besar, akibat
Anafilaksis biasanya memengaruhi sistem kulit, respirasi, kebutuhan cairan yang tinggi. Cairan yang dapat
kardiovaskular, dan gastrointestinal. Makanan, terutama dipilih adalah kristaloid (normal saline, Ringer
kacang, obat-obatan (termasuk kontras dan obat anastesi), Laktat). Bila timbul hipotensi ata takikardi, berikan
dan racun merupakan penyebab utama. Gejala prodromal bolus cairan 20 ml/kg untuk anak. Terapi cairan
yang muncul berupa wajah tampak kemerahan, bengkak, lainnya dapat disesuaikan dengan respon pasien.
dan urtikaria biasanya mendahului stridor. 3. Pemberian epinefrin
Penting untuk membedakan antara reaksi alergi Epinefrin diberikan dengan jalur intramuskular
dengan anafilaksis. Pada reaksi alergi, ditemukan adanya secepatnya, di daerah vastus lateralis atau deltoid.
urtikaria, angioedema, konjungtivitis, disertai dengan Dosis yang diberikan dapat dilihat pada tabel 12.2.
gatal di daerah mulut, mual, muntah, batuk, dan Epinefrin harus diberikan dengan cepat, karena
berkeringat. Sementara pada anafilaksis, didapatkan sulit awitan pemberian epinefrin berpengaruh pada
bernapas, bunyi napas tambahan, sianosis, agitasi, hingga kematian akibat anafilaksis.
pingsan. Tanda yang ditemukan pada anafilaksis adalah Bila ditemukan anak dengan kondisi syok
mengi, stridor, takikardia, hipotensi, nadi teraba lemah anafilaksis, dapat dilakukan bantuan mengikuti
dan pucat, dan gagal napas atau gagal jantung. algoritma berikut (Gambar 12.1):

Tata laksana Daftar bacaan


1. Mandal A, Kabra SK, Lodha R. Upper airway obstruction
1. Airway dan breathing
in children. Indian J Pediatr. 2015;82:737-44.
Memastikan jalan napas terbebas dari sumbatan

74 BAB 12: Obstruksi Jalan Napas Atas


Tabel 12.2. Dosis obat dalam anafilaksis
Nama obat Dosis berdasarkan usia
<6 bln 6 bln–6 thn 6-12 thn >12 thn
Epinefrin IM 150 mikrogram 150 mikrogram 300 mikrogram 500 mikrogram
(pemberian pra-RS) (0,15 ml larutan 1:1000) (0,15 ml larutan 1:1000) (0,3 ml larutan 1:1000) (0,5 ml larutan 1:1000)
Epinefrin IM 10 mikrogram/kg
(pemberian di RS) 0,1 ml/kg larutan 1:1000 (bayi dan anak lebih kecil) ATAU
0,01 ml/kg larutan 1:1000 (anak yang lebih besar)#
Epinefrin IV Titrasi 1 mikrogram /kg*
Kristaloid 20 ml/kg
Hidrokortison 25 mg 50 mg 100 mg 200 mg

*1 mikrogram/kg diberikan lebih dari 1 menit (durasi antara 30 detik sampai 10 menit), contoh 0,5 ml/kg larutan epinefrin 1:10.000 dilarutkan
dengan NaCl 0,9% dan diberikan dengan kecepatan 1 mikrogram/kg/menit
#
Konsentrasi yang digunakan dapat 1:1000 atau 1:10.000, tergantung dengan berat badan. Masalah yang sering ditemukan dengan penggunaan
larutan 1:1000 adalah volume yang sangat kecil untuk pemberian pada bayi dan anak yang lebih kecil.

Jauhkan alergen
Baringkan pasien
Infokan rawat intensif
Berikan oksigen high flow
Injeksi adrenalin IM (bisa diulang setiap 5 menit)
Mulai adrenalin IV jika terindikasi

obstruksi
obstruksi parsial/  Ulangi pemberian epinefrin IM
Ventilasi bag mask sampai komplit stridor bila tidak ada respons
intubasi atau surgical airway Nilai Airway  Nebulisasi epinefrin & ulang tiap
Infus adrenalin 10 menit sesuai kebutuhan

apnea  Berikan oksigen


mengi
Nilai Breathing  Nebulisasi salbutamol, ulang
Balon ventilasi sesuai kebutuhan
menggunakan masker
dan tube endotrakeal  Pikirkan salbutamol IV atau
aminofilin IV

tidak ada
nadi syok  Ulangi pemberian epinefrin
Basic dan advanced life
support Nilai Circulation IM bila tidak ada respons,
sampai infus terpasang
 Kristaloid 20 ml/kgBB
 Jika sulit bernapas, posisikan
pasien terlentang 45O

Nilai ulang ABC

Gambar 12.1. Alur tata laksana syok anafilaksis

APRC 75
BAB 13
Obstruksi Saluran Pernapasan Bawah

13.1. PENDAHULUAN • Serangan asma yang mengancam nyawa.


Penyebab tersering sumbatan jalan napas bawah adalah: • Intubasi karena serangan asma.
Serangan asma berat dan bronkiolitis. Batasan diagnosis • Pneumotoraks dan/atau pneumomediastinum.
bronkiolitis pada usia dibawah 2 tahun dengan puncak • Serangan asma berlangsung dalam waktu yang lama
insiden tertinggi pada bayi usia 1-9 bulan dan diagnosis dan serangan yang biasa muncul pada malam hari.
asma pada usia diatas 1 tahun. • Penggunaan steroid sistemik (saat ini atau baru
berhenti).
13.2. ASMA • Kunjungan ke UGD atau perawatan rumah sakit
Asma merupakan penyakit saluran pernapasan kronik, karena asma dalam setahun terakhir.
sering dijumpai pada anak dan dewasa. Prevalensi asma • Tidak teratur berobat sesuai rencana terapi.
pada anak sangat bervariasi di antara negara-negara • Berkurangnya persepsi tentang sesak napas.
di dunia, berkisar antara 1-18%. Meskipun tidak • Penyakit psikiatrik atau masalah psikososial.
menempati peringkat teratas sebagai penyebab kesakitan • Alergi makanan dengan gejala berat.
atau kematian pada anak, asma merupakan masalah
kesehatan yang penting. Penatalaksanaan kegawatdaruratan asma
Alur tata laksana serangan asma dapat dilihat pada
Serangan asma Gambar 13.1. Lakukan anamnesis singkat dan terarah
Serangan asma adalah episode perburukan progresif dari serta pemeriksaan fisis yang relevan bersamaan dengan
gejala-gejala batuk, sesak napas, mengi, rasa dada tertekan, terapi awal. Informasi yang perlu diketahui antara lain:
atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala tersebut. • Waktu mulai dan pemicu serangan (jika diketahui).
Serangan asma biasanya mencerminkan kegagalan tata • Gejala-gejala untuk menilai keparahan serangan,
laksana asma jangka panjang, dan atau adanya pajanan termasuk keterbatasan aktifitas fisis, dan adanya
terhadap pencetus dalam jumlah dosis besar. Derajat gejala anafilaksis.
serangan asma dimulai dari serangan ringan-sedang • Faktor-faktor yang meningkatkan risiko kematian.
hingga serangan berat yang disertai ancaman henti napas. • Pengobatan yang telah diberikan, pengobatan yang
Beberapa pasien memiliki risiko tinggi untuk mengalami sedang digunakan (obat pereda atau pengendali),
serangan asma yang dapat mengancam nyawa. Keadaan termasuk dosis dan alat inhalasi yang dipakai,
tersebut harus segera diidentifikasi, diantaranya adalah ketaatan, peningkatan dosis dan respons terhadap
pasien dengan riwayat: pengobatan yang digunakan.

76
Serangan asma 

Nilai derajat serangan asma
Faktor risiko mengancam nyawa

RINGAN‐SEDANG  BERAT
 Bicara dalam kalimat  Bicara dalam kata
 Lebih senang duduk daripada  Duduk bertopang lengan ANCAMAN HENTI NAPAS 
berbaring  Gelisah Kriteria asma serangan berat 
 Tidak gelisah  Frekuensi napas meningkat terpenuhi, ditambah: 
 Frekuensi napas meningkat  Frekuensi nadi meningkat  Mengantuk/letargi
 Retraksi minimal  Retraksi jelas  Suara napas tak terdengar
 SpO2 (udara kamar): 90‐95%  SpO2 (udara kamar) <90%
 PEF > 50% prediksi atau terbaik  PEF ≤ 50% prediksi atau terbalik

TIDAK RESPONS 
Mulai terapi awal  SEGERA 
 Berikan oksigen 1‐2 L/menit jika SpO2 < 94% Atau MEMBURUK 
 Agonis 2 kerja pendek:
‐ Via nebuliser atau via MDI dan spacer (4‐10 semprot) Bila di IGD rumah sakit: 
‐ Nebulisasi dapat diulang sampai 3 kali tiap 20 menit  Lanjutan tata laksana sesuai derajat
dalam 1 jam  serangan Bila di fasyankes primer, segera 
 Untuk nebulisasi ketiga pertimbangkan kombinasi agonis rujuk ke rumah sakit 
2 kerja pendek dan ipratropium bromida  sambil menunggu, lakukan terapi: 
 Pada saat serangan: Steroid sistemik  Nebulisasi agonis 2 kerja pendek dan
(prednisolon/prednison):1‐2 mg/kgBB/hari, maksimal  ipratropium bromida 
40mg peroral (bila tidak memungkinkan, IV)   Steroid sistemik (prednisolon/prednison):
Hati‐hati dalam penggunaan steroid sistemik*  1‐2 mg/kgBB/hari, maksimal 40 mg IV 
(pilihan steroid lain lihat table 12.1)**   Berikan oksigen 2 L/menit

Lanjutkan terapi dengan agonis 2 kerja pendek jika diperlukan  TIDAK RESPONS 
Nilai respons terapi dalam 1 jam berikutnya (atau lebih cepat)  Atau MEMBURUK 

Membaik 
Penilaian sebelum dipulangkan  Siapkan untuk rawat jalan
 Gejala: membaik  Obat pereda: lanjut sampai gejala reda/hilang
 SpO2 > 94% (udara kamar)  Obat pengendali: dimulai, dilanjutkan, dinaikkan
 PEF membaik, dan 60‐80% sesuai dengan derajat kekerapan asma
nilai prediksi terbaik  Steroid oral: lanjutkan 3‐5 hari
 Kunjungan ulang ke RS dalam 2‐7 hari

Tindak lanjut 
 Obat pereda: diberikan jika perlu
 Obat pengendali: lanjutkan dengan dosis yang sesuai
 Evaluasi faktor risiko: indentifikasi dan modifikasi faktor risiko bila memungkinkan
Bila tidak tersedia obat‐obatan lain, gunakan ADRENALIN untuk asma yang berhubungan dengan
anafilaksis dan angioedema, dosis 10ug/kgBB (0.01 mg/kgBB adrenalin 1:1.000), maksimal 500ug (0.5ml)
*
Gambar 13.1. Alur tata laksana gawat darurat serangan asma pada anak di fasyankes/UGD dan rumah sakit

APRC 77
*
Pasien dengan asma serangan berat atau ancaman henti napas 
yang dirujuk ke rumah sakit 

Penilaian awal  Apakah ada? 
A: Airway B: Breathing C: Circulation  Mengantuk, letargi, suara paru tak terdengar 

TIDAK  YA 
BERAT  ANCAMAN HENTI NAPAS
 Bicara dalam kata Siapkan perawtan ICU 
 Duduk bertopang lengan  Inhalasi agonis 2 kerja pendek
 Gelisah  Oksigen
 Frekuensi napas meningkat  Siapkan intubasi jika perlu
 Frekuensi nadi meningkat
 Retraksi jelas
 SpO2 (udara kamar) < 90%
 PEF < 50% prediksi atau terbaik

Mulai terapi 
 Inhalasi agonis 2 kerja pendek +
ipratropium bromida 
 Steroid IV
 Oksigen untuk menjaga SpO2 94‐98%
 Berikan aminofilin IV

Jika memburuk, kelola sebagai serangan asma dengan 
ancaman henti napas dan pertimbangkan rawat ICU 

Nilai kondisi klinis secara berkala
Periksa spirometri/PEF (satu jam setelah terapi awal) 

FEV1 atau PEF 60‐80% dan  FEV1 atau PEF < 60% dan 
terdapat perbaikan gejala  tidak terdapat perbaikan 
SEDANG  gejala 
Pertimbangkan rawat jalan  BERAT 
Lanjutkan tata laksana dan 
evaluasi berkala 

Gambar 13.1. Alur tata laksana gawat darurat serangan asma pada anak di fasyankes/UGD dan rumah sakit (lanjutan)

78 BAB 13: Obstruksi Saluran Pernapasan Bawah


Keterangan:
*PERINGATAN PEMBERIAN STEROID SISTEMIK:
• Steroid sistemik hanya diberikan pada serangan asma
• Hati-hati bila dalam 1 bulan terakhir pasien sudah mendapat steroid oral/sistemik. Perlu dievaluasi apakah
indikasi steroid oral/sistemik sudah tepat, dan pikirkan kemungkinan pasien sudah memerlukan obat pengendali.

Tabel 13.1. Pilihan dan dosis steroid untuk serangan asma


Nama generik Sediaan Dosis
Metilprednisolon tablet 4 mg, 1-2 mg/kgBB/hari, tiap 6 jam
tablet 8 mg
Metilprednisolon suksinat injeksi vial 125 mg, 1-2 mg/kgBB, tiap 12 jam, tidak melebihi 60 mg/hari
vial 500 mg
Prednison tablet 5 mg 1-2 mg/kgBB/hari, tiap 12 jam
Hidrokortison-suksinat injeksi vial 100 mg 2-4 mg/kgBB/ kali, tiap 6 jam
Deksametason injeksi ampul 4 mg/ml 0,5-1 mg/kgBB – bolus, dilanjutkan 1mg/kgBB/hari diberikan tiap 6-8
ampul 10 mg/ml jam
Betametason injeksi ampul 6 mg/ml 0,05-0,1 mg/kgBB, tiap 6 jam

Indikasi untuk dilakukan intubasi: menyebabkan relaksasi otot polos bronkus secara langsung.
• Pasien tampak kelelahan. Contoh agonis b2 kerja pendek adalah salbutamol,
• Perburukan yang progresif, dinilai dari: terbutalin, dan prokaterol. Pada serangan asma, agonis
- Kondisi klinis. b2 kerja pendek diberikan secara inhalasi lewat DPI,
- SpO2 – menurun dan/atau kebutuhan oksigen MDI dengan/tanpa spacer, atau nebuliser dengan dosis
meningkat. sesuai beratnya serangan dan respon pasien. Agonis b2
- pCO2 – meningkat. kerja pendek harus diberikan dengan dosis terendah dan
frekuensi terkecil, yaitu hanya bila diperlukan. Tremor
Ventilasi mekanik jarang diperlukan. Tidak ada dan takikardia sering dialami pasien yang menggunakan
kriteria absolut dalam mengambil keputusan untuk agonis b2 kerja pendek pertama kali, namun biasanya efek
melakukan intubasi, umumnya keputusan tersebut tersebut cepat ditoleransi.
berdasarkan kondisi klinis anak dan respon terhadap tata
laksana yang sudah diberikan. Pada kasus asma berat yang Ipratropium bromida
responsif terhadap terapi, pemeriksaan analisa gas darah Ipratropium bromida merupakan agen antikolinergik
yang rutin tidak memberikan banyak manfaat. Namun yang bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik
pada pasien yang tidak memberikan respon yang baik, muskarinik, sehingga memberikan efek dilatasi bronkus
pengambilan analisa gas darah berulang dapat membantu lewat penurunan tonus parasimpatis dalam inervasi
mengambil keputusan untuk intubasi. Prognosis baik, otonom di saluran napas. Selain itu ipratropium bromida
akan tetapi komplikasi seperti air leak syndrome dan juga dapat meringankan edema dan sekresi mukosa.
lobus collapse umum terjadi. Monitor kadar CO2 harus Pemberian kombinasi agonis b2 kerja pendek dan
dilakukan secara berkala pada semua anak yang diintubasi. ipratropium bromida pada inhalasi ke-3 saat serangan
asma menurunkan risiko rawat inap dan memperbaiki
Obat-obatan untuk serangan asma PEF dan FEV1 dibandingkan dengan agonis b2 saja.
Agonis b2 kerja pendek Sebaiknya, kombinasi agonis b2 kerja pendek dan
Merupakan agen simpatomimetik yang dapat ipratropium bromida diberikan hanya di bawah
pengawasan dokter.

APRC 79
Steroid sistemik aminofilin serum adalah 10-20 ug/ml. Oleh karena
Pemberian steroid sistemik dapat mempercepat perbaikan itu kadar aminofilin serum seharusnya diukur 1-2 jam
serangan, mencegah kekambuhan, mengurangi lama rawat setelah dosis inisial diberikan.
di rumah sakit dan direkomendasikan untuk diberikan Efek samping yang sering adalah mual, muntah, takikardi
pada semua jenis serangan. Jika memungkinkan, steroid dan agitasi. Toksisitas yang berat dapat menyebabkan
oral diberikan dalam 1 jam pertama. aritmia, hipotensi, dan kejang. Kematian biasanya
Pemberian steroid sistemik peroral sama efektifnya berhubungan dengan kadar aminofilin serum yang
dengan pemberian secara intravena. Pemberian secara tinggi. Oleh karena itu, pemberian aminofilin intravena
intavena direkomendasikan bila pasien tidak dapat harus sangat berhati-hati dan dipantau secara ketat.
menelan obat (misalnya terlalu sesak, muntah atau pasien Pasang monitor EKG selama dosis inisial diberikan.
memerlukan intubasi). Apabila dalam kurun waktu 12 jam anak telah mendapat
Setroid sistemik berupa prednisolon atau prednison terapi teofilin slow-release, maka pemberian dosis inisial
diberikan peroral dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari sebaiknya diabaikan.
dengan dosis maksimum sampai 40 mg/hari, maksimal
1 kali dalam 1 bulan. Lama pemberian 3-5 hari tanpa Magnesium sulfat (MgSO4)
tappering-off. Pertimbangkan pemberian injeksi MgSO4 pada pasien
Hati-hati bila dalam 1 bulan terakhir pasien sudah dengan asma serangan berat yang tidak membaik atau
mendapat steroid oral/sistemik. Perlu dievaluasi apakah dengan hipoksemia yang menetap setelah satu jam
indikasi steroid oral/sistemik sudah tepat, dan pikirkan pemberian terapi awal dengan dosis maksimal (agonis b2
kemungkinan pasien sudah memerlukan obat pengendali. kerja pendek dan steroid sistemik).
Obat ini tidak rutin dipakai untuk serangan asma,
Steroid inhalasi sebagai alternatif apabila pengobatan standar tidak ada
Steroid nebulisasi dengan dosis tinggi (1600-2400ug atau perbaikan. Pada penelitian multisenter didapatkan hasil
2-5 ampul budesonid) dapat digunakan untuk serangan bahwa pemberian dosis inisial MgSO4 intavena 50 mg/
asma, namun perlu diperhatikan untuk memberi dalam kgBB dalam 20 menit yang dilanjutkan dengan 30 mg/
dosis tinggi karena steroid nebulisasi dosis rendah tidak kgBB/jam mempunyai efektifitas yang sama dengan
bermanfaat untuk mengatasi serangan asma. Harap pemberian agonis b2. Pemberian MgSO4 ini dapat
diperhatikan pula bahwa penggunaan steroid inhalasi meningkatkan FEV1 dan mengurangi angka perawatan
dosis tinggi ini terbatas pada pasien-pasien yang memiliki RS.
kontraindikasi terhadap steroid sistemik, misalnya pasien MgSO4 yang tersedia dalam sediaan 20% (1g/5ml),
dengan gastritis akut. 40% (10g/25ml), atau 50% (10g/20ml) dapat diberikan
dengan bolus tunggal, bolus berulang, drip kontinu, dan
Aminofilin intravena inhalasi. Namun pemberian dengan cara bolus berulang
Aminofilin intravena diberikan pada anak dengan asma dan inhalasi jarang dilakukan. MgSO4 diberikan dengan
serangan berat atau ancaman henti napas yang tidak dosis sebagai berikut (Tabel 13.2):
berespons terhadap dosis maksimal inhalasi agonis b2
dan steroid sistemik. Dosis inisial diberikan selama 20 Adrenalin
menit dengan dosis 6-8 mg/kgBB, dilanjutkan dengan Apabila tidak tersedia obat-obatan lain, dapat digunakan
pemberian rumatan secara drip 1mg/kgBB/jam. Loading adrenalin. Epinefrin (adrenalin) intramuskular diberikan
1mg/kgBB akan meningkatkan kadar aminofilin serum sebagai terapi tambahan pada asma yang berhubungan
2 ug/ml. Untuk efek terapi maksimal, target kadar dengan anafilaksis dan angioedema dengan dosis 10ug/

80 BAB 13: Obstruksi Saluran Pernapasan Bawah


Tabel 13.2. Pemberian MgSO4
Cara pemberian Dosis Pengenceran Lama pemberian
Bolus tunggal 20-100mg/kgBB (maksimum 2 gram) Dilarutkan dalam dekstrosa 20 menit
Bolus berulang 20-50mg/kgBB/dosis setiap 4 jam 5% atau larutan salin dengan 20 menit
pengenceran 60 mg/dl
Tetes berkelanjutan Kecepatan 240-480 mg/kgBB/hari Berkelanjutan
Target kadar magnesium 4mg/dl

kgBB (0,01 ml/kgBB adrenalin 1:1.000), dengan dosis tahun. Bronkiolitis umumnya disebabkan oleh infeksi
maksimal 500 ug (0.5ml). obat ini tidak diindikasikan saluran pernapasan bawah pada bayi. Setiap tahun,
untuk serangan asma lainnya. Namun demikian, di umumnya menyerang 10% bayi dan 2-3% diantaranya
fasyankes yang tidak tersedia alat inhalasi, dapat diberikan mendapatkan perawatan di rumah sakit.
injeksi adrenalin untuk serangan asma. Berbagai macam virus yang menginfeksi sistem
saluran pernapasan menyebabkan munculnya tanda atau
Asma pada anak balita gejala yang sama. Etiologi bronkiolitis tersering adalah
Diagnosis asma pada anak usia ≤5 tahun (balita), Respiratory Syncytial Virus (RSV) pada 60-70% kasus, dan
merupakan suatu tantangan tersendiri karena manifestasi beberapa penyebab lain seperti virus parainfluenza, virus
klinis tidak spesifik dan beragam. Mengi berulang influenza dan adenovirus.
merupakan gejala paling sering terjadi, tetapi tidak dapat Pada awitan awal, bayi dan anak penderita
menegakkan diagnosis asma secara langsung, karena bronkiolitis akut akan mengalami demam, pilek dengan
mengi pada anak balita dapat disebabkan oleh banyak hal, sekret banyak, batuk keras dan kesulitan untuk makan
salah satu yang tersering adalah infeksi virus pada saluran dan minum. Selanjutnya anak akan terlihat sesak dengan
napas atas sehingga timbul obstruksi parsial. Kekerapan laju napas cepat, hipoksia dan gejala distres pernapasan
dan lamanya mengi, ditambah dengan riwayat alergi seperti napas cuping hidung dan retraksi otot napas
pada keluarga, menjadi indikator utama untuk memulai tambahan. Pada pemeriksaan fisis akan ditemukan mengi
dugaan kearah asma. yang dominan, disertai ronki dan pemanjangan waktu
ekspirasi. Abdomen dapat mengalami distensi karena
hiperinflasi paru. Kesulitan makan berkaitan dengan
Tata laksana serangan asma anak balita
sesak napas yang makin hebat merupakan alasan tersering
Alur tata laksana serangan asma pada anak balita dapat
untuk dirawat di rumah sakit. Temuan pada pemeriksaan
dilihat pada Gambar 13.2. Pada prinsipnya gejala
fisis bersifat khas (Tabel 13.3).
serangan asma pada anak balita hampir sama dengan
Bronkiolitis akut adalah penyakit yang dapat
anak diatas 5 tahun, kecuali pada beberapa indikator
sembuh sendiri dengan mortalitas rendah (<1%).
tertentu terdapat perbedaan. Kemungkinan perburukan
Mortalitas dapat meningkat sampai 30% jika infeksi
klinis lebih cepat terjadi, sehingga klasifikasi serangan
terjadi pada bayi dan anak dengan risiko tinggi seperti
asma pada anak balita lebih agresif.
prematuritas, defisiensi atau penekanan sistem imun
atau defek jantung kongenital (Tabel 13.4). Walaupun
mortalitasnya rendah, bronkiolitis berhubungan dengan
13.3. BRONKIOLITIS
peningkatan morbiditas pada populasi bayi dan anak
Bronkiolitis merupakan penyakit tersering dan penyebab
sehat.
sindrom gawat napas akut pada bayi dan anak umur
Pemeriksaan foto thoraks biasanya tidak
kurang dari 2 tahun, dengan insiden puncak pada
menunjukkan gambaran yang spesifik, umumnya paru
tahun pertama kehidupan. Sembilan puluh persen
akan terlihat hiperinflasi dengan penekanan diafragma
pasien berusia 1-9 bulan dan jarang pada usia diatas 1

APRC 81
Balita dengan eksaserbasi akut atau subakut atau episode 
wheezing

Pertimbangkan diagnosis lain
Nilai kondisi anak  Faktor risiko untuk rawat inap 

RINGAN‐SEDANG  BERAT atau MENGANCAM NYAWA 
 Sesak napas Salah satu 
 Bicara per kalimat  Tidak dapat bicara/minum
 Laju nadi < 100x/menit  Bicara perkata
 SpO2 ≥94%  Sianosis sentral mungkin ada 
 Intensitas wheezing bervariasi  Agitasi/bingung/mengantuk/penurunan
kesadaran
MULAI TERAPI   Retraksi subkostal/subglotik berat
Salbutamol 100ug 2 semprot (MDI+spacer) atau   SaO2 <90%
2,5mg (nebulisasi)   Auskultasi: silent chest
Ulangi setiap 20 menit dalam 1 jam pertama jika   Laju nadi >200x/menit (0‐3 tahun) atau
perlu  180x/menit (4‐5 tahun)
Kontrol oksigen: target saturasi 94‐98% 

OBSERVASI KETAT selama 1‐2 jam 
TIDAK RESPONS  SEGERA
Transfer ke ruang high care, jika: 
Atau MEMBURUK
 Respons terhadap salbutamol tidak baik selama
1‐2 jam 
 Tanda eksaserbasi akut
 Laju napas meningkat TRASFER HIGH LEVEL CARE (PICU) 
 Saturasi oksigen menurun  Sambil menunggu berikan: 
 Salbutamol 100ug, 6 semprot (MDI + spacer)
Perbaikan  atau 2,5mg (nebulisasi). Ulangi setiap 20 
LANJUTKAN TERAPI JIKA PERLU  menit jika perlu 
Observasi ketat seperti diatas   Oksigen (untuk menjaga saturasi ≥94%)
Jika gejala muncul lagi dalam 3‐4 jam:   Prednisolon/prednison 2mg/kgBB/hari
 Berikan salbutamol 2‐3 semprot ekstra/jam  (maksimal 20mg<2 tahun, 30mg 2‐5tahun)
 Berikan prednisolon/prednison 2mg/kgBB/hari  Pertimbangkan 160mg ipratropium bromida
(maksimal 20mg untuk <2thn, 30 mg untuk 2‐5 (atau 250ug dengan nebuliser), ulangi setiap
tahun) per oral 20 menit dalam 2 jam bila perlu
Perbaikan 
RENCANA PULANG/FOLLOW UP 
Yakinkan peralatan di rumah adekuat  
Obat pereda: Dilanjutkan seperlunya  TIDAK RESPONS atau MEMBURUK 
Obat pengendali: Pertimbangkan perlu/tidak,  setelah pemberian 10 semprot 
pengaturan dosis pengendali reguler  salbutamol setelah 3‐4 jam 
Periksa teknik inhaler dan kepatuhan 
Follow up: dalam 1‐7 hari 
Jelaskan rencana terapi selanjutnya 

KUNJUNGAN FOLLOW UP 
Pereda: dikurangi (bila perlu) 
Pengendali: Lanjutkan atau disesuaikan dengan penyebab eksaserbasi dan durasi penggunaan salbutamol 
Faktor risiko: Cek dan koreksi faktor risiko eksaserbasi, termasuk teknik inhaler dan kepatuhan 
Rencana Aksi Asma (RAA): Mengerti? Digunakan dengan BENAR? Perlu modifikasi? 
Jadwalkan kunjungan berikutnya 

Bila tidak tersedia obat‐obatan lain, gunakan ADRENALIN untuk asma yang berhubungan dengan 
anafilaksis dan angioedema, dosis 10ug/kgBB (0,01 mg/kgBB adrenalin 1:1.000), maksimal 500ug (0,5ml)

Gambar 13.2. Tata laksana serangan asma pada anak balita di fasyankes/UGD

82 BAB 13: Obstruksi Saluran Pernapasan Bawah


Tabel 13.3. Bronkiolitis: penemuan khas pada pemeriksaan fisik
Tanda dan gejala Penemuan
Takipnea Laju napas 50-100x/menit
Retraksi Subkostal dan interkostal
Batuk Nyaring, kering
Hiperinflasi dinding dada Sternum terlihat menonjol, hati terdorong ke bawah
Takikardia Nadi 140-200x/menit
Ronkhi Halus pada akhir respirasi
Wheezing High-pitched, ekspirasi > inspirasi
Warna Sianosis atau pucat
Pola napas Pernapasan tidak teratur/ apnea berulang

Tabel 13.4. Faktor risiko perburukan klinis pada bronkiolitis akut


Faktor risiko Kondisi yang meningkatkan risiko perburukan
Gejala awal Takipnea dengan atau tanpa retraksi
Hipoksia
Kesulitan makan dan minum
Dehidrasi
Usia Dibawah usia 12 bulan (makin muda risiko semakin tinggi)
Kormobiditas Displasia bronkopulmonar
Penyakit jantung kongenital
Fibrosis kistik
Immunodefisiensi
Prematuritas Masa gestasi <36 minggu
Lain-lain Malnutrisi
Kemiskinan
Kontak dengan perokok
Predisposisi genetik

Tabel 13.5. Perbedaan gejala gagal jantung dan bronkiolitis


Gagal jantung Bronkiolitis
Kesulitan makan dengan gagal tumbuh
Gelisah, berkeringat
Takikardia dan takipnea Pilek dan batuk keras
Pucat, berkeringat dan akral dingin
Kardiomegali dengan pergeseran apeks Normal atau jantung terkesan kecil
Hepatomegali Letak hati lebih rendah dari batas normal
Gallop
Murmur Tidak ada murmur
Foto toraks menunjukkan kongesti pulmonal dan kardiomegali Hiperinflasi pada foto toraks

kebawah sehingga terlihat datar sebagai akibat obstruksi Bronkiolitis dapat memicu gagal jantung pada bayi
jalan napas disertai air trapping, terdapat infiltrat dan dengan riwayat kelainan jantung yang tidak terdiagnosis.
peribronchial filling. Respiratory syncytial virus dan virus Perbandingan gejala dapat dilihat pada Tabel 13.5.
lainnya dapat dikultur dan diidentifikasi menggunakan Dalam penegakkan diagnosis bronkiolitis, perlu
teknik fluorescent antibody pada sekret nasofaringeal. memperhatikan manifestasi klinis yang dapat menyerupai
Hipoksia dapat dideteksi dengan alat saturasi oksigen penyakit infeksi saluran pernapasan yang lain. Diagnosis
atau pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD). Pada kasus banding sebaiknya dipikirkan, misalnya asma, bronkitis,
yang berat akan terjadi retensi CO2. gagal jantung kongestif dan edema paru, yang memiliki

APRC 83
gambaran klinis menyerupai bronkiolitis. Selain itu diperah dan diberikan melalui pipa nasogastrik.
pneumonia juga dapat memberikan gambaran klinis dan • Awasi kondisi apnu/hipoventilasi pada bayi usia <2
pemeriksaan penunjang yang menyerupai bronkiolitis. bulan dengan memperhatikan:
Oleh karena itu, untuk menentukan diagnosis bronkiolitis - SpO2
pada anak, harus memperhatikan epidemiologi, rentang - Frekuensi napas/monitor apnu, dan
usia terjadiya kasus, dan musim-musim tertentu dalam - Pemantauan pCO2 dapat dilakukan secara
satu tahun. transkutaneus dan kapiler.
Demam tinggi umumnya berhubungan dengan • Ventilasi mekanik dibutuhkan pada 2% bayi yang
pneumonia, epiglotitis dan trakeitis bakterialis. Pada dirawat di rumah sakit, sehingga alat non-invasif
kebanyakan kasus, Asma lebih sering disertai oleh infeksi seperti High Flow Nasal Canule (HFNC) dan
pernapasan atas, dan demam jarang ditemukan pada Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) dapat
anak dengan asma, sedangkan demam ringan merupakan mengurangi perlunya intubasi. Pada beberapa kasus
gejala khas dari bronkiolitis. Namun perlu diingat yang berat, bayi dengan keadaan berikut mungkin
kesulitan bernapas tanpa disertai stridor dan mengi perlu diintubasi dan memerlukan ventilator:
namun disertai demam tinggi, pneumonia perlu dicurigai - Apnu berulang
sebagai penyebabnya. - Kelelahan, atau
- Hiperkapnia berat dan hipoksia
Tata laksana kegawatdaruratan bronkiolitis • Pantau SpO2 dan CO2 pada bayi yang diintubasi
Tata laksana umumnya bersifat suportif, walaupun secara berkelanjutan.
terdapat pengobatan antivirus spesifik untuk RSV, tetapi • Penggunaan agonis b2 dan antibiotik masih belum
tidak digunakan secara rutin. direkomendasikan karena kurangnya bukti ilmiah,
• Nilai ABC (Airway, Breathing, Circulation) begitu pula dengan steroid inhalasi dan sitemik yang
• Pastikan jalan napas terbuka dan bersih: penggunaan masih kontroversial. Bronkiolitis akut umumnya
kateter suction kedalam rongga hidung dapat dapat sembuh sendiri dalam waktu 2 minggu.
membantu membersihkan rongga hidung dan Namun, sekitar 40-50% bayi yang dirawat dengan
nasofaring sehingga dapat memberikan dampak bronkiolitis akan mengalami episode batuk dan
yang signifikan terhadap bayi dengan distress napas. mengi berulang pada 3-5 tahun berikutnya.
• Berikan oksigen konsentrasi tinggi menggunakan • Inhalasi menggunakan albuterol/fenoterol dan
masker dengan kantong reservoar. Monitor SpO2 epinefrin lebih efektif. Racemic epinephrine 2,25%
dan pertahankan pada 94-98%. Pada kondisi dan L-epinephrine 0,1% dengan dosis 0,1mg/KgBB
ringan dan yang sudah mengalami perbaikan dapat dan 0,05 mg/KgBB setiap 4 jam memberikan hasil
menggunakan oksigen nasal kanul <2L/menit. yang baik.
• Pertimbangkan penggunaan alat dengan pelembab,
posisi tengkurap dan sistem udara aliran tinggi.
• Pertahankan status hidrasi dan nutrisi. Pada bayi Daftar bacaan
dengan distres napas yang signifikan, menjaga 1. ahajoe N, Kasrtasasmita CB, Supriyatno B, Setyanto
R
DB. Pedoman Nasional Asma Anak. Jakarta: Badan
status hidrasi dan nutrisi melalui pipa nasogastrik,
penerbit IDAI. 2014
atau melalui jalur intravena dengan memberikan 2. Ralston SL, Lieberthal AS, Meissner HC, Alverson

cairan sebanyak 2/3 dari kebutuhan total cairan BK, Baley JE, Gadomski AM, Johnson DW, et al.
perhari. Memberikan ASI secara langsung dapat Clinical practice guideline: the diagnosis, management,
and prevention of bronchiolitis. Pediatrics.
memperberat kondisi sesak sehingga ASI sebaiknya 2014;134(5):e1474-1502.

84 BAB 13: Obstruksi Saluran Pernapasan Bawah


3. S amuels M, Wieteska S. Advanced Paediatric Life 5. ahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku ajar
R
Support: The Practical Approach. 5th ed. Oxford: Wiley- Respirologi Anak. Jakarta: Badan penerbit IDAI; 2008.
Blackwell; 2011. 6. Santhanam I. Pediatric Emergency Medicine Course. 2nd
4. Setyabudhy, Mangunatmaja I. Buku Ajar Pediatrik Gawat ed. New delhi: jaypee brothers medical publishers;2013.
Darurat. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011.

APRC 85
BAB 14
Trauma Kepala

14.1. PENDAHULUAN Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus trauma kepala
Trauma merupakan penyebab utama kematian dan pada anak, mengalami cedera pada otak yang dapat
disabilitas pada anak di seluruh dunia (Gambar 14.1). menyebabkan gangguan fungsi kognitif dan motorik
Berdasarkan laporan WHO, secara global, sekitar 1 yang menetap, bahkan kematian. Hampir sekitar 40%
juta anak dan remaja meninggal karena trauma setiap kematian anak dan remaja pada kasus trauma disebabkan
tahunnya. Di Benua Asia, trauma berkontribusi pada lebih cedera otak akibat trauma kepala. Kasus cedera otak
dari 50% kematian pada anak. Beban yang ditimbulkan akibat trauma kepala sering disertai cedera servikal.
akibat trauma sangat besar, dan kematian hanya sebagian Sebagian besar kasus trauma kepala pada anak terjadi
kecilnya. Banyak anak yang selamat pada kasus trauma karena jatuh, sementara pada remaja disebabkan karena
mengalami keterbatasan fungsional yang sementara atau kecelakaan lalu lintas.
permanen.
Trauma kepala merupakan salah satu bentuk trauma
yang paling banyak terjadi pada anak. Namun demikian, 14.2. KLASIFIKASI
sebagian besar kasus trauma kepala pada anak termasuk Klasifikasi trauma secara umum dapat dibagi berdasarkan
trauma kepala ringan yang tidak mencederai otak dan jumlah bagian tubuh yang cedera secara signifikan (trauma
tidak meninggalkan gejala sisa. tunggal atau multipel), keparahan cedera (ringan, sedang,
atau berat) dan mekanisme trauma (tumpul atau tajam).
kecelakaan lalu lintas Pada anak, kebanyakan kasus trauma adalah trauma
Lain-lain* 22,3%
31,1% tumpul, sedangkan pada remaja, trauma tajam terjadi
pada sekitar 15% kasus trauma dan memiliki angka
kejadian kematian yang lebih tinggi.
Pada kasus trauma kepala, klasifikasi yang umum
dilakukan adalah berdasarkan keparahan cedera, yang
Perang Tenggelam secara objektif dinilai dengan skor Skala Koma Glasgow
2,3% 16,8%

Cedera oleh diri sendiri Pediatrik (SKG pediatrik). Semakin rendah skor SKG,
4,4%
semakin berat cedera dan semakin buruk prognosisnya.
Pembunuhan Luka bakar
5,8% 49,1% Klasifikasi trauma kepala pada anak yaitu:
Keracunan Jatuh
3,9% 4,2% • Trauma kepala ringan : skor SKG 13-15
Gambar 14.1. Penyebab kematian pada anak dengan kasus trauma • Trauma kepala sedang : skor SKG 9-12
secara global
Sumber: WHO 2008, Global Burden of Disease: 2004 update.
• Trauma kepala berat : skor SKG 3-8

86
Trauma kepala juga dapat diklasifikasikan dari imobilisasi leher pada kasus yang dicurigai
cedera otak yang terjadi. Cedera otak dapat terjadi secara terdapat trauma leher.
fokal, difus, atau keduanya.
B : Lakukan penilaian fungsi pernapasan dengan
melihat pola dan laju pernapasan; berikan terapi
• Cedera fokal : Kontusio pada kasus ringan atau
oksigen jika terdapat penurunan saturasi oksigen
perdarahan intrakranial pada
(<95%)
kasus yang lebih berat (epidural
C : Lakukan penilaian sirkulasi dengan memeriksa
hematom, subdural hematom,
sirkulasi perifer (capillary refill time), nadi, dan
atau perdarahan subarachnoid)
tekanan darah; berikan resusitasi cairan apabila
• Difus : Kontusio pada kasus ringan atau
terdapat gangguan sirkulasi
cedera aksonal difus pada kasus
D : Lakukan penilaian derajat kesadaran anak dengan
berat
menggunakan Skala Koma Glasgow Pediatrik

Perhatian lebih harus diberikan pada saat E : Lakukan pemeriksaan kadar glukosa darah
mengklasifikasikan trauma kepala pada anak dengan usia
kurang dari 2 tahun, karena pada kelompok usia tersebut Segera setelah survei primer dilakukan, lakukan
memiliki karakteristik: survei sekunder untuk menentukan tatalaksana definitif
1. Pemeriksaan fisis dan penilaian klinis lebih sulit pada pasien.
dilakukan
2. Proses kerusakan intrakranial seringkali tidak Survei Sekunder
memberikan gejala (asimtomatik) a. Anamnesis
3. Tulang kepala dapat mengalami keretakan pada • Bagaimana mekanisme rinci proses trauma
proses trauma yang ringan • Apakah terjadi trauma multipel; Bagian tubuh
4. Cedera otak akibat trauma kepala lebih sering terjadi mana saja yang mengalami trauma
pada usia kurang dari 2 tahun • Bagaimana kondisi anak setelah terjadi trauma,
apakah pingsan (turun kesadaran) atau sadar
(menangis); Jika terdapat penurunan kesadaran,
14.3. PENDEKATAN KLINS berapa lama terjadinya
Tujuan utama evaluasi pada anak dengan trauma kepala • Apakah terdapat hilang ingatan (amnesia);
adalah untuk memastikan ada tidaknya cedera otak yang Berapa lama amnesia terjadi
membutuhkan intervensi segera. Sesuai prinsip pada • Apakah anak mengeluhkan nyeri kepala,
semua kasus trauma, maka pada kasus trauma kepala muntah, atau terdapat kejang
pada anak, hal yang pertama kali dilakukan adalah • Apakah terdapat perdarahan dari hidung, mulut,
melakukan survei primer dan memberikan tatalaksana atau telinga
segera berdasarkan temuan pada survei primer. • Apakah terdapat benjol atau memar dan luka di
kepala setelah trauma; apakah terlihat perubahan
Survei Primer bentuk dari kepala
A : Lakukan penilaian jalan napas dan apabila • Apakah terdapat benjol atau memar dan luka
terdapat gangguan jalan napas, lakukan tindakan di leher, dada, perut, atau ekstremitas setelah
untuk memastikan patensi jalan napas (lihat Bab trauma; apakah terlihat perubahan bentuk pada
Prosedur mempertahankan jalan napas); leher, dada, perut, atau ekstremitas

APRC 87
• Apakah anak memiliki riwayat gangguan Pemeriksaan radiologi pada anak dengan kasus
perdarahan; apakah terdapat riwayat gangguan trauma kepala tidak rutin dilakukan pada semua
neurologis sebelum terjadi trauma kasus. Penggunaannya harus menimbang antara
• Apakah terdapat riwayat penyalahgunaan obat keuntungan dan risiko akibat radiasi yang
atau alkohol ditimbulkan. Secara umum, pada anak dengan
• Apabila terdapat ketidaksesuaian antara kasus trauma kepala yang berisiko mengalami
mekanisme trauma dengan derajat trauma, cedera intrakranial harus segera dilakukan
selalu pikirkan adanya kemungkinan child abuse pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan radiologi
yang dipilih adalah CT scan. Adapun rontgen
b. Pemeriksaan Fisis sangat terbatas penggunaannya dan hanya
dilakukan jika ada dokter yang ahli dalam
Kesadaran : Nilai tingkat kesadaran anak dengan membaca radiologi anak. Algoritma indikasi
menggunakan Skala Koma Glasgow pemeriksaan CT scan pada kasus trauma kepala
Pediatrik. Nilai juga status mental anak yang dapat dilihat pada Gambar di bawah
(sadar penuh, bingung, gaduh-gelisah ini (Gambar 14.2).
atau tidak responsif ) Gambar 14.2. Algoritma indikasi pemeriksaan
Kepala : Hematoma, laserasi, deformitas CT scan pada kasus trauma kepala anak.
(depresi tulang), tanda fraktur Sumber: Rekomendasi Penatalaksanaan Trauma
tengkorak (otorea, hemotimpanum, Kepala. IDAI, 2016
rinorea, raccoon eye, battle sign)
Saraf Kranial : Refleks pupil (nervi II dan III), Doll’s
eye response (Nervi III, IV, dan VI), 14.4. TATA LAKSANA
respon okulomotor kalorik (Nervi Secara umum tatalaksana kasus trauma kepala pada anak
III, IV, VI, dan VIII), refleks kornea dan remaja antara lain:Pasien harus dibawa ke pusat
dan seringai wajah (Nervi V dan VII), layanan kesehatan yang sesuai dengan memperhatikan
refleks muntah (Nervi IX dan X) masing-masing kondisi yang ditemukan apabila terdapat
Leher : Jejas trauma, deformitas, nyeri, salah satu dari keadaan berikut:
kekakuan • Trauma multipel
Dada : Jejas trauma, deformitas, krepitasi, • Kecurigaan trauma servikal
nyeri • Gangguan neurologis sebelumnya
Abdomen : Jejas trauma, nyeri • Diatesis hemoragik
Ekstremitas : Jejas trauma, deformitas, krepitasi, • Trauma kepala yang disengaja
nyeri • Kendala bahasa antara pasien/orang tua dengan
Sensorimotor : Tonus otot, koordinasi, reaksi dokter
terhadap rangsang nyeri • Penyalahgunaan obat atau alkohol
Refleks : Refleks fisiologis, refkleks patologis,
dan klonus 1. Apabila tidak terdapat kondisi yang disebutkan di
atas, selanjutnya nilai pasien apakah terdapat kondisi
c. Pemeriksaan Penunjang berikut:
• Pemeriksaan darah tepi lengkap • Kelainan pada tulang tengkorak
• Pemeriksaan radiologi • Kelainan pada pemeriksaan fisis mata

88 BAB 14: Trauma Kepala


 
Gambar 14.2. Algoritme indikasi pemeriksaan CT scan pada kasus trauma kepala anak.

Keterangan:
* jika terdapat tanda tersebut, maka sangat besar kemungkinan anak mengalami cedera intrakranial, sehingga CT scan kepala harus segera
dilakukan
** pada kondisi ini, CT scan kepala dapat dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut: jika lebih dari 1 kondisi yang ditemukan,
pasien tampak perburukan saat observasi, pengalaman dokter yang merawat, orang tua meminta untuk CT scan, usia pasien kurang dari
3 bulan
*** pada kondisi ini, CT scan tidak dilakukan dan lakukan observasi minimal 24 jam

• Kelainan pada pemeriksaan neurologis melakukan observasi di rumah atau di rumah sakit,
Apabila terdapat kondisi tersebut, segera tergantung pada penilaian dokter terhadap orang tua
konsultasikan dengan spesialis yang sesuai, atau keluarga pasien apakah mampu dan kompeten
kemudian lakukan pemeriksaaan CT Scan kepala untuk melakukan observasi di rumah. Ketentuan
segera dan rujuk ke pusat kesehatan dengan fasilitas observasi antara lain:
bedah syaraf. • Lama observasi minimal adalah 24 jam
2. Apabila dokter memutuskan untuk melakukan • Apabila ditemukan tanda cedera intrakranial,
observasi terlebih dahulu, dapat dipilih untuk seperti:

APRC 89
o Anak tampak tidur terus atau tidak sadar hipertonis. Hindari tindakan invasif atau hal-hal
o Anak menjadi gelisah atau tampak yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
kebingungan intrakranial
o Terjadi kejang • Apabila terdapat demam, berikan obat penurun
o Mengeluh sakit kepala yang menetap atau panas
bertambah sakit • Pantau kadar glukosa darah. Secara umum,
o Kekakuan di leher target kadar glukosa darah adalah < 200 mg/dl
o Muntah yang menetap, terutama di pagi • Lakukan monitoring ketat selama 12-48 jam
hari
o Keluar cairan atau darah dari lubang telinga Alur tatalaksana trauma kepala pada anak usia di
dan/atau hidung atas 2 tahun dapat dilihat pada Gambar 14.3. Sedangkan,
o Ubun-ubun besar menonjol untuk kasus trauma kepala pada anak usia kurang dari 2
o Terdapat gangguan gerak tahun pada Gambar 14.4.
Segera bawa ke rumah sakit jika sebelumnya
observasi di rumah atau jika observasi dilakukan
di rumah sakit, segera konsultasi dengan 14.5. ANJURAN UNTUK ORANGTUA
spesialis yang sesuai, segera lakukan pemeriksaan 1. Trauma kepala yang ringan yang tanpa disertai
CT scan, dan jika diperlukan rujuk ke pusat penurunan kesadaran, dapat dilakukan perawatan di
kesehatan dengan fasilitas bedah syaraf rumah
2. Lakukan tirah baring selama 3 hari
Medikamentosa 3. Selama observasi di rumah sebaiknya tidak minum
• Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri obat anti muntah karena dapat menutupi gejala
• Apabila terdapat kejang, segera berikan tatalaksana perburukan, yaitu muntah. Berikan analgesik jika
untuk kejang (lihat Bab Kejang). Pada kasus yang diperlukan
berat, pemberian profilaksis obat antikejang terbukti 4. Pengawasan dilakukan dengan memeriksa anak tiap
meningkatkan luaran paska cedera kepala 2-3 jam hingga 72 jam setelah trauma
• Apabila terdapat tanda peningkatan tekanan 5. Apabila terdapat tanda berikut, segera bawa anak ke
intrakranial (penurunan kesadaran, muntah, pupil rumah sakit:
anisokor, pola pernapasan ireguler, tekanan darah • Anak tampak tidur terus atau tidak sadar
meningkat, nadi lambat), dapat diberikan cairan • Anak menjadi gelisah atau tampak kebingungan
hipertonis, yaitu: • Terjadi kejang
o Manitol 20% dengan dosis 0,5-1 gram/kgBB • Mengeluh sakit kepala yang menetap atau
tiap 8 jam bertambah sakit
o NaCl 3% dengan dosis inisial 2-6 ml/kgBB, • Kekakuan di leher
dilanjutkan dengan rumatan melalui infus • Muntah yang menetap, terutama di pagi hari
kontinu 0,1-1 ml/kgBB/jam atau 2 ml/kgBB • Keluar cairan atau darah dari lubang telinga
tiap 6 jam dan/atau hidung
Pemantauan kadar elektrolit dan diuresis berkala • Ubun-ubun besar menonjol
harus dilakukan jika dilakukan pemberian cairan • Terdapat gangguan gerak

90 BAB 14: Trauma Kepala


 

Gambar 14.3. Algoritme evaluasi anak dan remaja dengan trauma kepala ringan.
Sumber: Rekomendasi Penatalaksanaan Trauma Kepala IDAI 2016.

APRC 91
 

Gambar 14.4. Algoritme evaluasi anak kurang dari 2 tahun dengan cedera kepala ringan.
Sumber: Rekomendasi Penatalaksanaan Trauma Kepala IDAI 2016

Daftar bacaan 3. Vavilala MS, Waitayawinyu, Dooney NM. Initial


approach to severe traumatic brain injury in children. [cited
1. Hagan JF, Duncan PM. Maximizing Children’s Health:
Jan 2017; updated Sep 2012]. Available from: http://
Screening, Anticipatory Guidance, and counseling in
www.uptodate.com.
Nelson’s: Textbook of Pediatrics. Kliegman RM. ed. 20th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2016. p. 40-41. 4. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Konsensus Trauma Kepala. Jakarta: Badan
2. Schutzman S. Minor head trauma in infants and children.
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2016.
[cited Jan 2017; updated Oct 2012]. Available from:
http://www.uptodate.com.

92 BAB 14: Trauma Kepala


BAB 15
Trauma Toraks

15.1. PENDAHULUAN Tidak adanya patah tulang iga pada foto toraks tidak
Trauma toraks merupakan keadaan emergensi pediatrik menyingkirkan kemungkinan adanya gangguan organ di
yang ditemui di unit gawat darurat. Empat belas persen dalam dada dan sebaliknya adanya tanda patah tulang
kematian trauma disebabkan karena trauma toraks. iga menunjukkan adanya transfer energi yang besar
Hampir 80% disebabkan trauma tumpul. Pada trauma (high energy transfer). Mekanisme high energy transfer
toraks, kemungkinan kematian adalah 5-8% dan ini menyebabkan angka kejadian kontusio paru pada
meningkat jika disertai dengan trauma lainnya. anak dua kali lebih besar dibandingkan dewasa, dengan
Kontusio paru merupakan jenis trauma toraks proporsi riwayat patah tulang iga yang rendah.
yang paling sering ditemukan, yaitu 70%, diikuti oleh Anak memiliki cadangan pernapasan yang relatif
fraktur tulang iga dan pneumotoraks. Trauma pada organ rendah, laju metabolisme yang tinggi, dan kapasitas
di mediastinum jarang terjadi pada anak. Flail chest fungsional residual yang rendah. Keadaan tersebut
merupakan jenis trauma toraks yang paling berbahaya dan menyebabkan anak mudah mengalami desaturasi pada
memiliki angka mortalitas tinggi. Trauma pada struktur saat suplai oksigen berkurang. Anak-anak memiliki
trakeobronkial terjadi sebagai bagian dari multipel toleransi yang buruk pada masalah di dinding dada,
trauma dan 80% ruptur terjadi di karina bronkus kanan. misalnya pada flail chest. Hal ini disebakan oleh bentuk
Penyebab trauma toraks pada anak dapat dilihat pada struktur anatomis tulang iga anak yang relatif horizontal,
Gambar 15.1. Total >100% karena sebagian besar pasien serta kekuatan otot yang belum cukup kuat.
(>48%) mengalami multipel trauma. Trauma dada iatrogenik juga perlu diperhatikan,
Secara umum, anak memiliki struktur anatomi misalnya akibat tindakan intubasi. Trakhea anak relatif
dinding dada yang elastis. Tulang iga anak bersifat pendek, hal ini menyebabkan mudahnya endotracheal
lentur, tulang rawan iga belum terosifikasi, dan tube untuk bergeser ke cabang utama bronchus atau ke
perlekatan ligamen masih lunak. Fitur-fitur ini membuat esofagus. Bantuan ventilasi tekanan positif dengan bag
dinding dada sangat lenting dan benturan yang terjadi valve mask dapat menyebabkan distensi gaster, serta inflasi
langsung diteruskan ke organ didalamnya. Anak juga berlebihan pada paru dapat menyebabkan pneumotoraks
memiliki jumlah jaringan lunak yang lebih sedikit, (terutama setelah intubasi, apabila endotracheal tube telah
sehingga mekanisme peredaman benturan kurang baik. bergeser melewati karina). Apabila terjadi pneumotoraks
Karenanyan tidak ditemukan tanda kelainan eksternal traumatik maka pemberian ventilasi dapat menyebabkan
tidak dapat menyingkirkan kemungkinan adanya trauma tension pneumotoraks.
organ dalam. Kecurigaan dan pemeriksaan yang teliti
harus dilakukan pada riwayat benturan yang keras.

93
Gambar 15.1. Penyebab trauma toraks pada anak Gambar 15.2. Foto toraks bayi 1 tahun yang mengalami patah
(Sumber: A Clinical Decision Rule for Identifying Children with tulang iga akibat trauma kekerasan rumah tangga. (Image courtesy:
Thoracic Injuries After Blunt Torso Trauma) David R. Pauze)

15.2. DIAGNOSIS
Identifikasi masalah pada trauma toraks dapat dilakukan 15.3. ANAMNESIS
pada saat melakukan survei primer maupun survei Anamnesis yang teliti tentang mekanisme terjadinya
sekunder. Satu hal yang penting, memastikan jalan nafas trauma merupakan petunjuk yang penting untuk
(airway) tetap terbuka merupakan prioritas pertama memperkirakan kecurigaan trauma toraks yang
tindakan resusitasi pada anak. mengancam nyawa. Mekanisme trauma yang terjadi
Hal penting kemudian yang harus dilakukan adalah dengan benturan yang kuat dan menyebabkan mekanisme
melakukan evaluasi pernapasan (breathing). Masalah deselerasi-akselerasi seperti kecelakaan antar kendaraan
pernapasan dapat disebabkan oleh trauma langsung pada bermotor, atau kecelakaan tunggal, kecelakaan kendaraan
dinding dada atau dapat disebabkan oleh efek dari cedera bermotor dengan pejalan kaki, atau jatuh dari tempat
anatomis yang bermanifestasi pada gangguan pernapasan tinggi. Apabila diperoleh gambaran klinis yang tidak
(misalnya takipnea pada syok dan pernapasan ireguler sesuai dengan riwayat trauma, misalnya ditemukan patah
pada cedera kepala). Konsekuensi umum dari trauma tulang iga atau flail chest padahal anak dikatakan tidak
yang berat seperti dilatasi gaster atau aspirasi paru setelah mengalami benturan yang keras, maka perlu dicurigai
muntah atau regurgitasi dapat memperberat fungsi penganiayaan anak (child abuse) (Gambar 15.2) dan atau
pernapasan. adanya penyakit tulang seperti osteogenesis imperfekta.
Trauma toraks harus selalu dipikirkan pada anak
yang mengalami trauma berat karena dapat mengancam
nyawa dan membutuhkan tindakan resusitasi segera, 15.4. PEMERIKSAAN FISIK
pada saat survei primer. Trauma toraks terkadang Pada pemeriksaan fisik, perlu diingat bahwa beberapa
baru dapat ditemukan pada saat survei sekunder yang kasus trauma seperti kontusio paru dan trauma tumpul
membutuhkan tindakan kegawatdaruratan. Beberapa pada jantung mungkin tidak terlalu tampak pada penilaian
keadaan membutuhkan tindakan bedah spesialistik awal. Apabila ditemukan jejas, hilangnya suara paru,
segera.

94 BAB 15: Trauma Thoraks


nyeri tekan, krepitus atau hasil pemeriksaan toraks yang dapat menunjukkan indikasi kehilangan darah.
abnormal dapat menjadi petunjuk adanya trauma. Anak Meningkatnya laktat dapat menunjukkan adanya
yang mengalami trauma berat, mungkin menunjukkan hipoperfusi dan tanda awal syok. Leukositosis pada
tanda vital yang normal pada awalnya, 70% anak dengan kasus trauma sering ditemukan dan merupakan
trauma datang dengan tanda vital normal. pertanda adanya reaksi stress tubuh.
Perlu diperhatikan pada saat melakukan pemeriksaan – Elektrokardiogram
fisik adalah stabilisasi trauma yang dapat menghambat Kelainan EKG, seperti sinus takikardia gangguan
jalan napas. Jalan napas anak lebih mudah tersumbat irama atau perubahan iskemik yang disertai
dengan darah, sekresi lendir atau posisi kepala yang tidak kenaikan nilai enzim jantung mungkin ditemukan.
tepat. Anak dengan hasil EKG normal, hasil pemeriksaan
Gangguan fungsi paru dapat terjadi pada kontusio troponin normal, dan hasil pemeriksaan fisik
paru, pneumotoraks atau bekuan darah yang menyumbat. yang tidak terlalu menonjol dapat menyingkirkan
Trauma paru dapat menyebabkan distress pernapasan. kemungkinan trauma jantung.
Evaluasi seksama perlu dilakukan untuk mengidentifikasi – Pencitraan
adanya emfisema subkutan, nafas cuping hidung, retraksi, Pemeriksaan pencitraan antara lain: foto toraks,
berkurangnya suara nafas, takipnea dan tanda hipoksia. ultrasonografi dan pemeriksaan CT Scan.
anak mungkin memerlukan intubasi, pemasangan chest Pemeriksaan foto toraks merupakan pemeriksaan
drain , atau ventilator. penting untuk mengidentifikasi trauma toraks.
Gangguan sirkulasi terjadi karena perdarahan (syok Sayangnya, pemeriksaan foto toraks mungkin tidak
hemoragik), trauma vaskular, tension pneumotoraks terlalu sensitif dalam mengidentifikasi beberapa
atau tamponade jantung. Manifestasi awal hipovolemia jenis trauma seperti trauma aorta, laserasi paru, dan
adalah takikardia. Trauma pembuluh darah besar akan kelainan tracheobronkial. Gambaran foto toraks
menunjukkan tanda hipotensi dan atau tidak terabanya abnormal ditemukan pada 60-90% anak-anak
nadi perifer. Gangguan irama dan tidak terabanya nadi dengan gambaran klinis trauma toraks. Perlu diingat
bisa menjadi petunjuk adanya trauma pada jantung. bahwa terkadang kasus fraktur tulang iga, simple
Tekanan nadi yang lebar dan takikardia merupakan pneumotoraks dan kontusio paru tidak tampak pada
indikasi kemungkinan adanya tamponade jantung yang pemeriksaan foto toraks konvensional. Pemeriksaan
membutuhkan perikardiosentesis. foto toraks tidak diperlukan pada kasus benturan
Pada pemeriksaan fisik, perlu dicari kemungkinan minor dan pada anak yang memiliki tanda vital yang
trauma pada organ lain. Delapan puluh dua persen normal dan hasil pemeriksaan fisik yang normal.
trauma toraks pada anak disertai trauma lain, terutama Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan yang
trauma kepala, abdomen, dan ekstremitas. sering digunakan pada trauma toraks, Pemeriksaan
ini cepat dikerjakan, informatif dan tidak memiliki
radiasi. Pemeriksaan ini dapat dilakukan bed-side.
15.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pada kasus trauma toraks, USG dipakai untuk
Pemeriksaan penunjang diagnostik yang diperlukan pada mendeteksi efusi perikardium, pneumotoraks,
trauma toraks, antara lain: pemeriksaan laboratorium hemotoraks, dan kontusio paru. eFAST (extended
hematologis dan kimia darah, EKG, dan pencitraan. focused assessment with sonography in trauma)
– Laboratorium lebih sensitif dalam mendeteksi pneumotoraks
Hasil pemeriksaan laboratorium dapat membantu dibandingan foto toraks anteroposterior.
menilai status pasien. Evaluasi hemoglobin serial Pemeriksaan CT Scan dapat membantu

APRC 95
mengidentifikasi jenis trauma yang tidak • Tanda
teridentifikasi oleh foto toraks atau USG. Namun, - Anak tampak hipoksik dan syok
penggunaannya secara rutin masih diperdebatkan - Tampak tanda distress pernapasan (kecuali
mengingat rendahnya insidensi jenis trauma tersebut tidak sadar)
dan besarnya radiasi yang harus diterima oleh pasien. - Penurunan alir udara pernapasan (air
Pemeriksaan CT Scan dilakukan bila ditemukan entry) dan perkusi hipersonor pada sisi
siluet abnormal di mediastinum pada pemeriksaan pneumotoraks
foto toraks polos terutama pada kasus dengan - Peningkatan tekanan vena jugular (Lebih
riwayat trauma deselerasi. Pada kondisi tersebut terlihat pada anak yang kurus)
CT Scan dapat membantu mengidentifikasi trauma - Trachea deviasi dari sisi paru yang
aorta dan ruptur trakeobronkial. mengalami pneumotoraks (biasanya tidak
Pemeriksaan ekokardiografi direkomendasikan mudah terdeteksi secara klinis)
pada kasus-kasus dengan kecurigaan trauma jantung • Resusitasi
dan tamponade jantung. Pemeriksaan FOCUS - Segera berikan High flow oksigen dengan
(focused cardiac ultrasound), POCE (point of care reservoir mask
echocardiography) dan FTTE (focused transthoracic - Lakukan needle thoracocentesis untuk
echocardiography) merupakan jenis pemeriksaan dekompresi
yang sangat bermanfaat untuk tatalaksana di - Pasang chest drain untuk mencegah rekurensi
ruang emergensi. Pemeriksaan ini dapat membantu
penilaian adanya efusi perikardium, preload jantung, 2. HEMOTORAKS MASIF
ukuran ventrikel dan fungsi umum ventrikel Hematotoraks sering ditemukan pada trauma
yang kemudian dapat mempercepat keputusan toraks, dan sering disertai kontusio paru, fraktur
tatalaksana. Penelitian membuktikan bahwa pasien tulang iga, dan pneumotoraks. Hematotoraks tejadi
yang dilakukan ekokardiografi emergensi lebih akibat robekan pembuluh darah (arteri atau vena) di
cepat terdiagonis, angka kesintasan lebih besar, dan paru, mediastinum, dinding dada, atau kombinasi
memiliki luaran neurologi yang lebih baik. ketiganya. Hemotoraks masif dapat menyebabkan
syok hemoragik.
• Tanda klinis
15.6. TRAUMA TORAKS YANG - Tanda klinis syok dan hipoksia walaupun
telah diberikan oksigen
MENGANCAM NYAWA
- Penurunan gerakan dada
1. TENSION PNEUMOTHORAX
- Penurunan aliran udara pernapasan (air
Tension pneumothorax merupakan keadaan gawat
entry)
darurat yang dapat dengan cepat merenggut nyawa
- Perkusi pekak di sisi hemotoraks
jika tidak dilakukan penanganan segera.
• Resusitasi
Udara menimbulkan tekanan pada rongga pleura,
- Segera berikan High flow oxygen dengan
mendorong mediastinum, menekan pembuluh
reservoir mask
darah besar, menyebabkan gangguan aliran balik
- Segera pasang akses vaskular untuk
vena ke jantung dan menurunkan curah jantung.
resusitasi cairan atau t penggantian volume
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan/ gejala
darah yang hilang
klinis, serta pemeriksaan radiografi.

96 BAB 15: Trauma Thoraks


- Pasang Chest drain dengan ukuran cukup - Pasang chest drain bila luka sudah tersumbat
besar. sempurna.
Komplikasi lanjut hematotoraks, darah pada rongga - Apapun langkah terapi pertama yang
pleura akan menyebabkan reaksi fibrotik. Reaksi diambil, chest drain tetap diperlukan sebagai
fibrotik akan menghambat ekspansi paru, gangguan bagian dari terapi kegawatdaruratan. Chest
ventilasi dan atelektasis. Kompartemen darah dapat drain tidak boleh dipasang melalui luka
menjadi sumber infeksi yang dapat menyebabkan karena dapat menyebabkan kontaminasi
pneumonia dan empiema. dan menyebabkan perdarahan ulang.
Hemotorax dengan jumlah yang sangat sedikit
tidak perlu dilakukan pemasangan chest tube, cukup 4. FLAIL CHEST
diobservasi saja. Hematotoraks yang disebabkan oleh Apabila beberapa tulang iga yang bersebelahan
trauma tajam dan hematotoraks yang teridentifikasi mengalami fraktur pada dua tempat atau lebih, maka
dengan skrining x-ray, pemasangan chest drain harus ada bagian dinding dada yang akan mengambang
segera dilakukan. Tindakan operasi torakotomi atau bebas (segmen bebas), bergerak kedalam pada saat
torakoskopi juga mungkin diperlukan. inspirasi dan bergerak keluar pada saat ekspirasi
(gerakan paradoks). Flail chest jarang ditemukan
3. OPEN PNEUMOTORAKS pada anak anak kerena sifat elastisitas dinding dada
Open pneumotoraks terjadi pada saat terjadi luka anak. Apabila terjadi, maka hal ini disebabkan oleh
tembus pada dinding dada. sebuah benturan kuat. Oleh karena itu kemungkinan
Apabila diameter luka lebih besar dari sepertiga cidera paru dan mediastinum perlu dicurigai.
diameter trakea, udara pernapasan akan masuk Segmen bebas mungkin tidak ditemukan pada saat
melalui lubang tersebut dibandingkan masuk lewat pemeriksaan awal, karena:
trakea. Kondisi ini dikenal dengan istilah sucking 1. Nyeri yang hebat pada saat bernapas,
chest wound. menyebabkan anak untuk memuntirkan
• Tanda dinding dada.
- Mungkin terdengar atau terasa suara udara 2. Anak yang terintubasi dan mendapat bantuan
masuk dan keluar melalui luka ventilasi tekanan positif, yang menyebabkan
- Ditemukan tanda klinis pneumotoraks segmen bebas akan menyatu dengan bagian
- Bisa terjadi hemotoraks (haemopneumo- dinding dada lainnya.
toraks) 3. Segmen flail chest terletak pada bagian posterior.
• Resusitasi Tidak terdeteksi pada pemeriksaan fisik.
- Segera berikan High flow oxygen dengan Fraktur tulang iga tidak selalu nampak dengan baik pada
reservoir mask foto toraks, sehingga gambaran radiografi sebaiknya
- Tutup luka dengan kain kasa yang tidak menjadi landasan pembuatan diagnosis.
direkatkan pada 3 sisinya, untuk mengatasi • Tanda
sucking wound. Hal ini bertujuan sebagai - Tampak hipoksia walaupun telah diberikan
katup flap, memungkinkan udara untuk oksigen aliran tinggi.
bisa keluar pada saat ekspirasi. - Tampak kesakitan.
- Bila tersedia tutup luka dengan Asherman - Gerakan paradoksal dinding dada.
chest seal (catatan ukuran luka lebih kecil - Adanya tanda klinis patah tulang iga
dibandingkan ukuran dasar alat ini). (krepitasi saat palpitasi)

APRC 97
• Resusitasi • Tanda
- Berikan oksigen high-flow melalui masker - Ditemukan tanda-tanda syok
rebreathing - Suara jantung menjauh (melemah)
- Intubasi endotrakeal dan ventilasi - Distensi vena juguler. (tidak terlihat pada
tekanan positif apabila anak tidak mampu hipovolemik)
mengompensasi usaha nafas. • Resusitasi
- Apabila bantuan ventilasi dibutuhkan, - Berikan high-flow oksigen dengan masker
diteruskan hingga dua minggu sampai rebreathing
bagian yang patah mulai tersambung lagi - Jalur intravena harus segera terpasang dan
dan stabil. dilakukan resusitasi cairan. Tindakan ini
- Berikan antinyeri opioid intravena dengan akan meningkatkan isian jantung.
dosis titrasi. - Lakukan perikardiosentesis emergensi.
- Pada kasus dengan keparahan sedang (dengan mengurangi sejumlah cairan
bantuan ventilasi dapat dilakukan dengan meskipun sedikit dari ruang pericardium
CPAP, dan anti nyeri. akan meningkatkan curah jantung yang
- Penggunaan anastesi lokal atau regional bermakna).
sebagai pilihan untuk mengurangi efek - Konsultasi ke spesialis bedah jantung
depresi pernapasan pada opioid. dan pembuluh darah untuk melakukan
tindakan torakotomi bila diperlukan.
5. TAMPONADE JANTUNG
Tamponade jantung dapat terjadi pada cidera tumpul
maupun tajam, lebih sering ditemukan pada cidera 15.7. TRAUMA SERIUS YANG
tajam. Darah yang terakumulasi pada kantung
DITEMUKAN PADA TAHAP
perikardium akan menurunkan volume jantung saat
LANJUT
fase diastol. Semakin banyak darah yang terkumpul,
Kondisi ini biasanya baru ditemukan pada secondary
maka akan semakin sedikit curah jantung (Gambar
survey ataupun investigasi lanjut lainnya. Diperlukan
15.3).
kewaspadaan yang terus menerus untuk melakukan
penilaian ulang.

1. KONTUSIO PARU
Anak-anak memiliki insiden kontusio paru yang
tinggi. Energi yang diterima dari benturan, disalurkan
langsung ke paru-paru. Tulang iga yang elastis tidak
dapat memecah energi kinetik yang diterima menjadi
patahan. Apabila ditemukan fraktur tulang iga, maka
dapat dicurigai benturan tersebut menyebabkan
kontusio paru. Kontusio paru biasanya disebabkan
oleh trauma tumpul. Hantaran gelombang dari peluru
kecepatan tinggi juga bisa menyebabkan kondisi ini.
Secara mikroskopis, kontusio paru bermanifestasi
Gambar 15.3. Hasil pemeriksaan FAST, tamponade jantung pada
anak usia 4 tahun sebagai edema, perdarahan interstitial dan intraalveolar.

98 BAB 15: Trauma Thoraks


Gambaran klinis antara lain adalah; hipoksia, yang mengalami ruptur aorta dan dapat bertahan
dyspneu dan hemoptisis. Temuan klinis ini tidak khas hingga ke rumah sakit, biasanya telah terjadi proses
dan tidak selalu ditemukan. Pada gambaran radiologi, tamponade pada bagian adventitial (lapisan terluar)
gambaran kontusio paru mungkin tidak terlalu jelas, dinding pembuluh darah. Bagian yang paling sering
walaupun ditemukan daerah opasitas nonsegmental. mengalami ruptur adalah tempat insersi ligamentum
Perlu diingat bahwa gambaran klinis dan gambaran arteriosum (residu ligamen pada duktus arteriosus
radiologi mungkin mengalami perubahan setelah yang menghubungkan sirkulasi pulmoner dengan
beberapa jam kemudian. Gambaran pada foto rontgen sirkulasi sistemik in utero), dekat tempat keluarnya
polos tidak spesifik dan dapat menyerupai dengan arteri subklavia sinistra.
gambaran aspirasi, konsolidasi, paru yang kolaps, Pasien dapat menunjukkan tanda-tanda syok
maupun hemathotorax (pada kondisi supinasi). dan nadi perifer sulit teraba. Dilain pihak, apabila
Pemeriksaan CT Scan dapat membantu membedakan kebocoran telah terlokalisasi (temporer) dan
antara kontusio paru dengan hemotoraks . hanya menimbulkan sedikit kehilangan darah,
Terapi meliputi pemberian oksigen aliran tinggi, gangguan pada baroreseptor pada arcus aorta dapat
dan ventilasi mekanik jika diperlukan. Kontusio menyebabkan hipertensi relatif. Gejala-gejala yang
tanpa komplikasi dapat membaik dalam waktu 36 muncul umumnya tidak spesifik. Diagnosis harus
jam. Fisioterapi mempunyai peranan penting dalam mulai dipikirkan apabila mediastinum tampak
mengurangi risiko kolaps paru dan infeksi sekunder. lebih lebar atau menunjukan bentuk yang abnormal
pada gambaran foto toraks. Perlu diingat bahwa
2. RUPTUR TRAKEA DAN BRONKUS foto supine anteroposterior akan menambah lebar
Ruptur trakea dan bronkus memiliki angka mediastinum dan timus akan terlihat sebagai massa
mortalitas yang tinggi dan membutuhkan yang menonjol pada anak yang masih kecil. Fraktur
rujukan segera ke ahli bedah torak-kardiovaskular. spinal dan sternal juga mungkin menyebabkan kesan
Manifestasi klinis dijumpai sebagai pneumotoraks pelebaran mediastinum.
dan hemopneumotoraks, dengan gambaran khas Angiografi merupakan pemeriksaan penunjang
ditemukannya kebocoran udara meskipun telah utama untuk penegakan diagnosis pasti. Harus
terpasang chest drain. Emfisema subkutis juga sering dihindari kenaikan tekanan darah mendadak karena
ditemukan. dapat menyebabkan perdarahan berulang. Tindakan
Tata laksana meliputi pemasangan chest drain repair definitif perlu dilakukan oleh ahli bedah
lebih dari satu (dengan pemasangan suction). Apabila toraks-kardiovaskular.
tindakan intubasi diperlukan, tindakan dilakukan
dengan hati-hati karena dapat memperparah 4. RUPTUR DIAFRAGMA
robekan trakea. Apabila ukuran robekan cukup Ruptur diafragma jarang ditemukan pada anak.
besar dan tidak mungkin menutup spontan, maka Lebih sering ditemukan pada bagian kiri, walaupun
tindakan operasi untuk menutup robekan mutlak anggapan ini mulai banyak dipedebatkan. Trauma
harus dilakukan. penetrasi juga dapat melibatkan diafragma, terutama
akibat tikaman pisau yang meyebabkan trauma
3. RUPTUR PEMBULUH DARAH BESAR penetrasi pada dada atau abdomen. Luka tusuk
Hal ini terjadi akibat tabrakan kendaraan bermotor tersebut dapat asimptomatik dan menjadi hernia
dalam kecepatan tinggi dan sering menyebabkan diafragma di kemudian hari, kecuali ada struktur
kematian di tempat. Apabila ada seorang anak lain yang terluka.

APRC 99
Anak yang mengalami ruptur diafragma dapat 15.9. TINDAKAN EMERGENSI
menjadi hipoksia karena disfungsi diafragma dan Prosedur praktis tindakan emergensi untuk mengatasi
perubahan tekanan intratoraks karena ada organ kegawatan trauma toraks dapat dilihat pada bab prosedur.
yang mengalami herniasi kedalam rongga toraks.
Syok dapat terjadi karena adanya penekanan
mediastinum yang menghambat aliran balik darah 15.10. RUJUKAN
vena atau akibat adanya perdarahan di struktur Klinisi yang kompeten dan terlatih dalam melakukan
sekitarnya. bantuan hidup lanjut dapat memberikan penanganan
Foto toraks polos dapat mengidentifikasi segera pada kebanyakan kasus trauma . Tindakan
hemidiafragma yang sedikit tertarik ke atas atau pembedahan jantung perlu dilakukan apabila ditemukan
ditemukannya gambaran organ intraabdomen di kasus tamponade jantung. Trauma berbahaya lainnya yang
dalam rongga toraks, seperti ditemukannya gambaran ditemukan pada secondary survey akan membutuhkan
bayangan usus atau bayangan selang nasogastric tube. rujukan pada spesialis bedah -kardiovaskular.
Rujukan bedah harus segera dilakukan. Kebanyakan Indikasi rujukan antara lain adalah:
ruptur dioperasi melalui rongga abdomen, tanpa - Kebocoran udara masif setelah dilakukan
perlu melakukan torakotomi. pemasangan chest drain
- Perdarahan yang terus terjadi setelah pemasangan
chest tube
15.8. TRAUMA LAIN: SIMPLE - Tamponade jantung
PNEUMOTORAKS - Ruptur pembuluh darah besar
Simple pneumotoraks adalah adanya pneumotoraks Pasien yang membutuhkan bantuan ventilasi
tanpa tekanan (tension), meskipun disertai tanda tanda mekanik segera rujuk ke ICU anak.
kolaps paru kecil atau sebagian. Tanda klinis antara
lain: hipoksia disertai dengan penurunan gerakan
dinding dada, hilangnya suara paru dan pada perkusi 15.11. STABILISASI
paru terdengar hipersonor (terkadang bisa normal). Pada kasus trauma serius, saturasi oksigen dan denyut
Tanda yang ditemukan dapat sangat samar atau kurang nadi harus terus dipantau dengan ketat. Kecepatan napas
menonjol dibandingkan dengan tension pneumothorax. dan tekanan darah juga perlu diperiksa cukup sering.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan Chest drain harus terpasang dengan baik. Pemantauan
foto toraks, ditemukan tidak ada garis tegas batas paru. analisa gas darah (AGD) diperlukan pada kasus berat
Namun perlu diingat bahwa pada kasus pneumotoraks untuk mengkonfirmasi kecukupan oksigenasi dan untuk
anterior lebih sulit dideteksi. Identifikasi dengan mengatur tekanan karbon dioksida (terutama pada kasus
menggunakan CT toraks lebih sensitif dibandingkan dengan trauma kepala). Pemasangan arterial line dapat
dengan foto toraks biasa. bermanfaat untuk memantau hemoglobin, defisit basa
Pneumotoraks traumatik jarang teratasi secara dan laktat.
spontan. Pemasangan chest drain perlu dilakukan Penilaian klinis berkala perlu dilakukan. Pengamatan
meskipun asimptomatik. Pada pasien yang membutuhkan keadaan umum, pola pernafasan, dan tanda vital lainnya
bantuan ventilasi mekanik, pemasangan chest drain akan bermanfaat untuk mendeteksi kemungkinan adanya
tetap diperlukan untuk mencegah terjadinya tension trauma yang belum terdeteksi (missed trauma).
pneumotoraks.

100 BAB 15: Trauma Thoraks


15.12. RANGKUMAN Daftar bacaan
1. Jalan napas yang bersih harus dipastikan sebelum 1. Samuels M, Wieteska S. Advanced Paediatric
Life Support: The Practical Approach. 5th ed. Oxford:
menangani trauma
Wiley-Blackwell; 2011
2. Semua anak harus memperoleh oksigen aliran tinggi 2. Pauze DR, Pauze DK. Emergency management of blunt
dengan menggunakan rebreathing mask (jika bisa chest trauma in children: an evidence-based approach.
bernafas spontan), atau melalui sungkup dan self Pediatr Emerg Med Pract.  2013 Nov [cited 2016 Oct
14];10(11):1-22; quiz 22-3. Available from http://www.
inflating bag, dan ventilator. slremeducation.org/wp-content/uploads/2015/02/
3. Trauma merupakan kondisi mengancam nyawa, Peds1113-Chest-Trauma.pdf
dapat teratasi oleh tenaga profesional yang memiliki 3. Tovar JA, MD, PhD. The lung and pediatric trauma.
Seminars in Pediatric Surgery. 2008;17: 53-9.
kompetensi:
4. Choi PM, Farmakis S, Desmarais TJ, Keller MS.
- Needle thoracocentesis Management and outcomes of traumatic hemotoraks in
- Pemasangan chest drain children. J Emerg Trauma Shock. 2015; 8(2): 83-7.
- Intubasi dan ventilasi 5. Pandharikar N, Sachdev A, Gupta N, Gupta S, Gupta D.
Chest trauma: a case for single lung ventilation. Indian J
- Perikardiosentesis Crit Care Med. 2016; 20(4): 248-50.
4. Rujukan ke spesialis bedah throraks-kardiovaskuler 6. James F. Holmes, Peter E. Sokolove, William E.Brant,
diperlukan segera setelah penganganan awal kondisi Nathan Kuppermann. A Clinical Decision Rule for
Identifying Children with Thoracic Injuries After Blunt
yang mengancam nyawa dikerjakan Torso Trauma. Annals of Emergency Medicin. 2002;
5. Keterlibatan pelayanan intensif (PICU) diperlukan 39(5):492-9.
untuk stabilisasi berkelanjutan pada kasus-kasus
yang berat

APRC 101
BAB 16
Trauma Abdomen

16.1. PENDAHULUAN ruptur uretra yang ditandai dengan perdarahan uretra.


Trauma tumpul abdomen merupakan trauma yang Pemeriksaan Fisis
sering terjadi pada anak. Sebagian besar trauma abdomen Bila pasien mengalami syok, namun keadaan tidak
pada anak disebabkan oleh kecelakaan jalan raya. Organ membaik dengan pemberian cairan resusitasi, dan tidak
abdomen pada anak sangat rentan terhadap trauma karena ditemukan adanya jejas atau luka luar, maka klinisi
berbagai faktor, antara lain: dinding abdomen pada anak harus memikirkan kemungkinan cedera intraabdomen
lebih tipis sehingga secara relatif memberikan proteksi sebagai penyebab perdarahan. Pemeriksaan abdomen
yang kurang baik, diafragma pada anak terletak lebih secara cepat harus dilakukan untuk menentukan apakah
horizontal dibandingkan dewasa sehingga hepar dan lien dibutuhkan tindakan operasi segera. Dalam kondisi dan
terletak lebih rendah dan lebih anterior, tulang iga anak situasi lainnya, pemeriksaan abdomen harus dilakukan
sangat elastik dan memberikan proteksi yang lebih kecil saat survei sekunder.
terhadap organ di bawahnya. Selain itu, resiko ruptur Abdomen harus diperiksa untuk melihat apakah
vesika urinaria juga lebih besar karena vesika urinaria terdapat memar, laserasi, atau luka penetrasi. Walaupun
terletak lebih superior dibandingkan dewasa yang sudah cedera intraabdomen bisa terjadi tanpa tanda eksternal
di dalam pelvis. yang jelas, adanya memar pada regio abdomen
meningkatkan kemungkinan cedera secara signifikan.
Meatus uretra eksterna harus diperiksa untuk melihat
16.2. DIAGNOSIS adanya perdarahan.
Anamnesis Palpasi pada pasien harus dilakukan secara hati-hati.
Anamnesis mekanisme trauma sangat diperlukan Palpasi dilakukan untuk mencari apakah terdapat nyeri
dalam menegakkan diagnosis. Deselerasi yang cepat tekan atau defans muskular. Pemeriksaan harus dilakukan
seperti pada kecelakaan jalan raya dapat menyebabkan dengan memperhatikan kenyamanan anak, karena anak
kompresi abdomen. Hal ini dapat menyebabkan ruptur harus kooperatif dalam pemeriksaan ulangan untuk
organ padat (hepar, lien, dan ginjal) dan hematoma mendapatkan penanganan yang tepat.
atau ruptur duodenum di fleksura duodenojejunalis.
Trauma langsung seperti yang terjadi akibat pukulan Pemeriksaan Laboratorium
atau benturan setang sepeda dapat menyebabkan ruptur Tes Darah
pada organ di bawahnya. Selain itu, trauma pada daerah Pemeriksaan darah dilakukan saat survei primer dan
perineum berhubungan dengan hematoma perineum dan resusitasi, sebagai data dasar berupa darah rutin,
urea, elektrolit, dan sampel darah untuk crossmatch.

102
Pemeriksaan amilase dan analisa gas darah harus dilakukan
sesuai indikasi. Pemantauan berkala beberapa parameter
16.3. TATALAKSANA DEFINITIF
laboratorium dapat dilakukan bila terdapat indikasi.
Hingga awal 1980, pasien dewasa dan anak dengan
hemoperitoneum akan dilakukan laparotomi. Cedera
Radiografi pada lien dan hepar menyebabkan pasien harus menjalani
Pemeriksaan abdomen polos dapat membantu untuk
splenektomi atau hepatektomi parsial. Perkembangan
melihat posisi pipa nasogastrik, distribusi udara di
ilmu kedokteran menunjukkan bahwa perdarahan dapat
abdomen, dan udara bebas di kavum abdomen sebagai
bersifat self limiting dan pada beberapa kasus tidak perlu
tanda ruptur intestinal. Perdarahan pada meatus uretra
dilakukan operasi. Hal ini dapat mencegah morbiditas
eksterna memerlukan pemeriksaan menggunakan
yang disebabkan oleh laparotomi dan pendekatan ini
uretrografi retrograde.
mengurangi insidensi anak yang berpotensi mengalami
sepsis yang fatal akibat splenektomi. Untuk manajemen
CT Scan non operatif harus dilakukan beberapa hal berikut:
CT Scan dengan kontras merupakan pemeriksaan – Observasi dan monitoring
radiologi pilihan pada anak. CT Scan akan memberikan – Manajemen cairan yang tepat
gambaran perfusi renal dan mengidentifikasi cedera organ – Akses cepat terhadap dokter bedah yang kompeten
padat. Udara bebas intraperitoneal merupakan tanda untuk melakukan operasi abdomen pada anak
patognomonik dari perforasi organ. Cairan bebas pada Kebutuhan terhadap faktor koagulasi seperti
intraperitoneal tanpa cedera organ padat meningkatkan platelet, fresh frozen plasma, atau kriopresipitat harus
kecurigaan cedera intestinal atau cedera vesika urinaria. selalu dimonitor.

Ultrasonografi Indikasi untuk tata laksana operatif


Pemeriksaan FAST (focused abdominal with sonography Anak dengan sirkulasi yang tidak stabil setelah resusitasi
for trauma) menjadi pemeriksaan rutin di beberapa IGD. cairan 40 mL/kgBB harus dipikirkan adanya perdarahan
FAST dapat menunjukkan adanya cairan bebas dan pada kavum toraks atau abdomen. Bila tidak ditemukan
laserasi dari hepar, lien, dan ginjal. Hasil ultrasonografi tanda perdarahan toraks yang jelas, laparotomi harus
awal yang normal tidak mengekslusi adanya cedera, dilakukan. Semua anak dengan trauma tajam pada
sehingga pemeriksaan serial dan observasi perlu dilakukan. abdomen dan anak dengan tanda perforasi intestinum
yang jelas membutuhkan laparotomi secepatnya.
Diagnostic peritoneal lavage
Pemeriksaan ini pada anak sudah jarang digunakan Indikasi intervensi operatif setelah cedera
dalam keadaan trauma karena sudah terdapat modalitas
abdomen
pemeriksaan yang lebih modern. Adanya perdarahan
– Laparotomi
intraperitoneal bukan merupakan indikasi untuk
– Syok refrakter dengan tanda cedera organ padat
laparotomi. Ketika cairan dimasukkan, peritoneum akan
dengan pemeriksaan CT Scan
menunjukkan tanda iritiasi dalam 48 jam sehingga hal
– Trauma tajam
ini mengurangi akurasi pemeriksaan ulangan. Selain itu,
– Tanda perforasi intestinum
teknik ini dapat digunakan untuk menghangatkan pasien
yang dalam keadaan hipotermia dan dapat berguna
untuk rute dialisis sementara pada pasien dengan gagal 16.4. KESIMPULAN
ginjal akut. – Pemeriksaan dan manajemen untuk airway,

APRC 103
breathing, dan circulation harus dilakukan pertama instabilitas hemodinamik yang persisten walaupun
kali. Pemeriksaan abdomen hanya dilakukan pada telah dilakukan resusitasi, atau anak mengalami
tahap ini bila terdapat syok refrakter. trauma tajam, atau tanda dari perforasi interstinal.
– Pemeriksaan abdomen terdiri dari inspeksi, palpasi,
dan observasi dengan teliti dan hati-hati.
Daftar Pustaka
– CT Scan abdomen merupakan pemeriksaan yang
1. Santhanam, Indumathy ed. 2013. Pediatric Emergency
direkomendasikan. Medicine Course Second Edition. Jaypee Brothers
– Sebagian besar anak dengan cedera organ padat Medical Publishers: New Delhi
memiliki kemungkinan untuk ditangani secara 2. Samuels, Martin., Wieteska, Susan ed. 2011. Advanced
Paediatric Life Support Fifth Edition. Wiley Blackwell:
non operatif. Intervensi bedah segera diperlukan UK
bila anak dengan cedera organ padat mengalami 3. Kallas, Harry J. 2007. Nelson’s: Textbook of Pediatrics
18th ed. Elsevier: Philadelphia

104 BAB 16: Trauma Abdomen


BAB 17
Tenggelam

17.1. PENDAHULUAN pada korban tenggelam yang mekanisme cederanya


Tenggelam merupakan penyebab kematian akibat belum diketahui. Selain itu, tenggelam erat berhubungan
kecelakaan yang paling sering terjadi pada anak. Kejadian dengan hipotermia. Rasio luas permukaan tubuh terhadap
tenggelam pada bayi sering terjadi di kamar mandi, berat badan pada anak menyebabkan peningkatan resiko
sedangkan pada anak yang lebih besar di kolam renang hipotermia. Hipotermia dapat memberikan efek protektif
atau kolam ikan. Diperkirakan 80% kejadian tenggelam terhadap sekuele neurologis namun hipotermia juga
dapat dicegah. Strategi pencegahan yang dapat dilakukan berhubungan dengan distrimia, gangguan koagulasi, dan
seperti pemasangan pagar pada kolam renang dan meningkatkan resiko infeksi.
menekankan pentingnya pengawasan dari orang dewasa. Nekrosis tubulus ginjal akut dan nekrosis korteks
International Liaison Committee on Resuscitation akut dapat muncul akibat keadaan hipoksia atau iskemia.
(ILCOR) mendefinisikan tenggelam sebagai suatu Kerusakan endotel pembuluh darah dapat termanifestasi
proses yang menyebabkan kegagalan pernafasan akibat sebagai koagulasi intravaskular disseminata. Kerusakan
terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam air. traktus gastrointestinal dapat bermanifestasi sebagai
diare berdarah. Kerusakan multiorgan biasanya
mengindikasikan cedera yang ireversibel.
17.2. PATOFISIOLOGI Air tawar atau air asin tidak dapat memprediksikan
Tenggelam menyebabkan hilangnya pola pernafasan perjalanan klinis dari tenggelam dan tidak mempengaruhi
normal dan laringospasme. Bradikardia dan apnea akan terapi. Namun, anak yang tenggelam pada air yang
terjadi dalam waktu cepat setelah tenggelam. Keadaan terkontaminasi berat harus diperhatikan resiko infeksinya.
apnea yang berlanjut akan menyebabkan hipoksia
dan asidosis, yang akan menyebabkan takikardi dan
peningkatan tekanan darah. Hipoksia yang berlanjut 17.3. TATA LAKSANA
akan menyebabkan pasien mengalami kehilangan Survei Primer dan Resusitasi
kesadaran. Bradikardi dan disritmia dapat muncul dan Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah
berakibat fatal. Hipoksia merupakan proses patologis memindahkan korban dari air secepatnya. Imobilisasi
utama yang akhirnya dapat menyebabkan kematian dan servikal harus dilakukan bila dicurigai terjadi cedera
perlu ditangani secepatnya. spinal. Bantuan hidup dasar yang baik menurunkan
Penanganan pada tenggelam harus memperhatikan mortalitas secara drastis dan merupakan faktor yang
keadaan hipotermia, hipovolemia, dan cedera terutama paling penting untuk keselamatan pasien. Tindakan
cedera servikal. Cedera servikal harus selalu dicurigai mengeluarkan air dari jalan nafas dengan manuver

105
Heimlich atau abdominal thrusts tidak direkomendasikan. Tabel 17.1. Metode penghangatan pada keadaan hipotermia
Selanjutnya, lakukan penanganan hipotermia dengan Penghangatan eksternal
• Lepaskan pakaian yang basah
penghangatan (Tabel 17.1). Terjadinya henti jantung • Gunakan selimut hangat
• Jaga suhu udara tetap hangat
pada kasus tenggelam sulit didiagnosis karena denyut • Selimut pemanas
nadi sulit dipalpasi. Bila meragukan, kompresi dada • Lampu radian inframerah

harus dilakukan. Jika penolong menggunakan automatic Penghangatan internal


• Hangatkan cairan intravena hingga 390C untuk mencegah
external defibrillator (AED), keringkan dada terlebih kehilangan panas lebih lanjut
dahulu sebelum menempelkan elektroda. • Hangatkan ventilator gases hingga 420C untuk mencegah
kehilangan panas lebih lanjut
Dalam keadaan tenggelam, gaster biasanya penuh • Gastric atau bladder lavage dengan normal (fisiologis) salin pada
420C
oleh air yang masuk. Resiko aspirasi meningkat dan jalan • Peritoneal lavage dengan potassium-free dialysate pada 420C, 20
nafas harus diamankan secepatnya dengan menggunakan mL/kg, siklus 15 menit
• Pleural atau pericardial lavage
intubasi endotrakeal, dilanjutkan dengan pemasangan • Endovascular warming
• Extracorporeal blood rewarming
pipa nasogastrik. Ventilasi korban hingga saturasi O2 94-
98 % dengan continuous positive airway pressure (CPAP)
Distensi gaster sering terjadi selama tindakan tubuh merupakan metode yang dipilih dalam keadaan
bantuan pernafasan. Korban dapat mengalami muntah henti jantung.
dan memiliki risiko aspirasi sebesar 25-75 %. Manuver Kenaikan suhu direkomendasikan 0,25-0,5oC per
Sellick (tekanan pada krikoid) selama pemberian tekanan jam untuk mengurangi instabilitas hemodinamik karena
positif dan dekompresi gaster dapat menurunkan resiko umumnya pasien hipotermia mengalami hipovolemia.
muntah dan aspirasi. Perburukan respirasi dapat terjadi Selama penghangatan, vasodilatasi akan terjadi sehingga
hingga 4-6 jam setelah tenggelam, bahkan pada korban menyebabkan hipotensi yang menyebabkan tubuh
yang awalnya tampak baik harus diobservasi minimal membutuhkan cairan intravaskular yang banyak.
selama 8 jam. Sedangkan di sisi lain, tubuh harus menghindari
pengisian cairan intravaskular yang berlebihan karena
Hipotermia akan menyebabkan edema paru. Oleh karena itu,
Pengukuran suhu tubuh harus segera dilakukan. Tindakan pemantauan hemodinamik yang berkelanjutan penting
pencegahan terhadap pendinginan lanjutan juga penting untuk dilakukan. Hipotermia terapeutik (32-34oC)
untuk dilakukan. Beberapa tipe aritmia, seperti fibrilasi selama minimal 24 jam menunjukkan perbaikan
ventrikel, dapat terjadi refrakter pada suhu di bawah 30o neurologis pada beberapa pasien dan kemungkinan
C. Pada suhu tersebut, defibrilasi hanya dapat dilakukan bermanfaat untuk anak dalam keadaan koma.
maksimal 3 kali dan obat inotropik atau antiaritmia
tidak boleh digunakan. Bila tidak berhasil, korban Survei sekunder
harus dihangatkan secepatnya hingga suhu tubuhnya Dalam survei sekunder, anak harus diperiksa dari atas
lebih dari 30o C, sehingga defibrilasi lanjutan dapat kepala hingga kaki. Jenis cedera apapun dapat terjadi
dilakukan. Interval dosis untuk obat-obatan resusitasi pada tenggelam termasuk cedera spinal. Anak yang lebih
dilipatgandakan jika korban berada pada suhu 30-35o tua dapat dicurigai mengkonsumsi alkohol atau obat-
C. Strategi penghangatan yang dilakukan bergantung obatan.
dari suhu tubuh dan tanda-tanda sirkulasi. Penghangatan
eksternal biasanya cukup bila suhu tubuh di atas 30oC Pemeriksaan penunjang
sedangkan penghangatan internal harus dilakukan bila – Gula darah
suhu tubuh kurang dari 30oC. Penghangatan dari luar – Analisis gas darah dan laktat darah

106 BAB 17: Tenggelam


– Urea dan elektrolit Tekanan intrakranial (TIK) meningkat merupakan
– Status koagulasi tanda dari ensefalopati hipoksia. Terapi agresif untuk
– Kultur darah dan sputum menurunkan TIK biasanya tidak menunjukkan perbaikan
– X-Ray thoraks prognosis, tetapi pasien dengan peningkatan TIK harus
– EKG tetap diberikan terapi. Tindakan terapi seperti barbiturat,
– X-Ray servikal lateral atau CT Scan surfaktan, steroid, dan antioksidan tidak menunjukkan
manfaat. Selain itu, mempertahankan keadaan
Terapi Emergensi dan Stabilisasi normoglikemia penting dilakukan untuk mengurangi
Otak merupakan organ yang paling rentan terhadap disabilitas neurologis. Korban dengan hipoglikemia
asfiksia, dan kerusakan otak terjadi lebih cepat dapat diterapi dengan dekstrosa 50% IV 0,5-1,0 mL/kg
dibandingkan jantung pada kasus tenggelam. Bantuan atau dekstrosa 10% 2-4 mL/kg.
hidup dasar awal dan hipotermia terapeutik merupakan
salah satu cara yang efektif untuk mengurangi kerusakan
otak akibat tenggelam. 17.4. PROGNOSIS
Tanda vital harus dimonitor secara ketat, terutama Tidak ada indikator tunggal yang dapat memprediksikan
dalam beberapa jam pertama. Insufisiensi respirasi, baik atau buruknya prognosis dari tenggelam. Namun,
instabilitas hemodinamik, atau hipotermia merupakan faktor-faktor berikut dapat menjadi indikator prognosis
indikasi untuk dirawat di ICU. (Tabel 17.2)
Antibiotik profilaksis tidak terbukti bermanfaat Durasi dari tindakan resusitasi bukan merupakan
namun perlu diberikan setelah tenggelam pada air yang faktor prognosis. Keputusan untuk menghentikan
terkontaminasi. Demam sering terjadi dalam 24 jam resusitasi sulit untuk dilakukan dalam kasus tenggelam
pertama namun ini hal ini bukan merupakan tanda dan resusitasi hanya boleh dihentikan setelah faktor
infeksi, dimana demam pada infeksi umumnya memiliki prognosis di atas telah dipertimbangkan secara hati-hati.
onset lambat. Mikroorganisme yang sering ditemukan Resusitasi yang dilakukan di luar rumah sakit hanya
adalah Pseudomonas aeruginosa dan Aspergillus. Jika boleh dihentikan bila terdapat bukti pasti bahwa usaha
infeksi dicurigai terjadi, antibiotik spektrum luas (seperti resusitasi akan sia-sia seperti trauma masif atau rigor
Sefotaksim) harus segera diberikan setelah melakukan mortis.
pemeriksaan kultur darah dan sputum.

Tabel 17.2. Faktor indikasi prognosis pada tenggelam


Faktor Prognosis
Waktu tenggelam Kebanyakan anak yang telah tenggelam lebih dari 10 menit memiliki kemungkinan perbaikan neurologis
yang sangat kecil. Oleh karena itu, rincian waktu kejadian penting untuk diketahui.
Waktu dimulainya pertolongan Memulai pertolongan pertama saat kejadian secara signifikan mengurangi angka mortalitas, sedangkan
pertama penundaan lebih dari 10 menit berhubungan dengan prognosis yang buruk.
Waktu untuk usaha nafas pertama Bila usaha nafas pertama muncul dalam 3 menit setelah dimulainya resusitasi jantung paru, pasien
memiliki prognosis yang baik. Bila tidak terdapat usaha nafas setelah 40 menit resusitasi jantung paru,
angka keselamatan korban kecil kecuali jika respirasi korban mengalami depresiasi (oleh hipotermia,
medikasi, atau alkohol).
Suhu tubuh Hipotermia dan pendinginan tubuh setelah tenggelam dapat melindungi organ vital dan dapat
meningkatkan prognosis. Suhu tubuh kurang dari 33oC saat kedatangan dan suhu air kurang dari 10 oC
berhubungan dengan prognosis yang baik.
Koma persisten Skor koma Glasgow (GCS) yang secara persisten kurang dari 5 menunjukkan prognosis yang buruk.
pH arteri darah Bila pH arteri darah kurang dari 7,1 setelah terapi, menunjukkan prognosis yang buruk.
PO2 arteri darah Bila tetap dibawah 60 mmHg setelah terapi, menunjukkan prognosis yang buruk.
Tipe air Air tawar maupun air asin tidak mempengaruhi prognosis.

APRC 107
Tujuh puluh persen korban yang selamat dari – Resusitasi penting untuk dilakukan terus menerus
tenggelam mendapatkan pertolongan pertama pada saat dan keputusan untuk menghentikan resusitasi harus
kejadian, sedangkan hanya 40% korban yang selamat diambil setelah seluruh indikator prognosis telah
tanpa pertolongan pertama. Pada korban yang selamat, dipertimbangkan.
sekitar 70% pulih tanpa cacat, 25% mengalami defisit
neurologis ringan, dan sisanya mengalami disabilitas Daftar bacaan
berat atau berada pada keadaan vegetatif yang persisten. 1. Santhanam I, penyunting. Pediatric emergency medicine
course. Edisi ke-2. Jaypee Brothers Medical Publishers:
New Delhi. 2013.
2. Samuels M, Wieteska S, penyunting. Advanced
17.5. RINGKASAN paediatric life support. The practical approach. Edisi ke-
– Memulai bantuan hidup dasar secepatnya sangat 5. UK:Wiley-Blackwell. 2011.
3. Kline MW, Blaney SM, Giardino AP, et al. Rudolph’s
penting untuk prognosis pasien. pediatrics. Edisi ke-21. McGraw Hill: New York. 2003.
– Bila dicurigai terjadi cedera spinal/ servikal, stabilisasi 4. Kallas HJ. Drowning and submersion injury. Dalam:
harus dilakukan secepatnya. Nelson’s: textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Elsevier:
Philadelphia. 2007.
– Hipotermia harus selalu diperhatikan dalam kejadian
tenggelam dan harus ditangani dengan adekuat.

108 BAB 17: Tenggelam


BAB 18
Luka Bakar

18.1. PENDAHULUAN zat kimia baik asam maupun basa. Luka bakar akibat
Luka bakar merupakan penyebab kecelakaan yang zat basa umumnya lebih serius dibanding zat asam
dialami 25% anak di bawah usia 16 tahun, dan terbanyak dikarenakan pH yang tinggi dapat menyebabkan
pada usia di bawah 5 tahun. Sebagian besar adalah derajat saponifikasi yang disertai dengan perusakan struktur
ringan dan tidak membutuhkan perawatan di rumah membran sel, sehingga dapat merusak jaringan lebih
sakit. Namun demikan, beberapa kasus luka bakar dapat dalam.
menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi, – Listrik
sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit. Kontak langsung dengan aliran listrik dapat
menyebabkan luka bakar. Tubuh berperan sebagai
18.2. ETIOLOGI penghantar energi listrik dan mengakibatkan
Secara umum, derajat luka bakar ditentukan oleh kerusakan hingga kematian jaringan akibat panas
temperatur/suhu dan lama paparan. Temperatur yang ditimbulkan. Semakin tinggi voltase listrik,
bergantung pada sumber panas yang menyebabkan luka semakin berat derajat luka bakar yang ditimbulkan.
bakar, antara lain berupa:
– Api 18.3. SURVEI PRIMER DAN RESUSITASI
Luka bakar dapat terjadi akibat terpapar langsung Penerapan survei primer dan prinsip resusitasi dapat
dengan api atau kontak langsung dengan benda membantu menurunkan angka mortalitas dan morbiditas
panas. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu akibat luka bakar.
kemudian mengenai tubuh. Bahan pakaian alami
cenderung terbakar sedangkan bahan pakaian sintesis 1. Jalan napas dan kontrol vertebra servikal
dapat meleleh pada suhu tinggi dan menimbulkan Pada anak, obstruksi jalan napas atas dapat terjadi
cedera kontak. Luka bakar akibat kontak dengan secara cepat dikarenakan ukuran jalan napas yang
benda panas terbatas pada area tubuh yang terpapar. relatif kecil. Trauma inhalasi dapat menyebabkan
– Cairan atau air panas obstruksi jalan napas dan merupakan penyebab
Luka bakar terjadi akibat kontak langsung dengan utama terjadinya mortalitas akibat luka bakar.
cairan atau air panas. Semakin tinggi titik didih Penanda adanya trauma inhalasi adalah sebagai
cairan, semakin berat derajat luka bakar yang berikut:
ditimbulkan. − Luka bakar yang mengenai daerah wajah dan
– Bahan kimia atau leher
Luka bakar disebabkan oleh kontak langsung dengan − Riwayat terkurung dalam api

109
− Adanya timbunan karbon dan Luka lepuh atau akses intraosseous dilakukan bila pemasangan akses
edema orofaring intravena tidak dapat dilakukan.
− Suara serak
− Stridor 4. Disabilitas
− Sputum yang mengandung karbon arang Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh
hipoksia, trauma kepala, atau hipovolemia.
Adanya edema atau cedera yang diprediksi akan
menutup jalan napas merupakan indikasi untuk 5. Exposure
dilakukan intubasi. Meskipun pada awalnya pasien Kehilangan panas pada anak dengan luka bakar
dapat mempertahankan jalan napas, edema dapat dapat terjadi secara cepat. Jaga ruangan tetap hangat
menyebabkan obstruksi jalan napas secara cepat dan selimuti anak bila pemeriksaan sudah selesai
sehingga mempersulit intubasi. Pada trauma servikal dilakukan.
atau kecurigaan trauma servikal, perlu dilakukan
pemasangan cervical collar sampai terbukti
sebaliknya. 18.4. PENILAIAN LUKA BAKAR
Tingkat keparahan luka bakar ditentukan berdasarkan
2. Napas dan ventilasi kedalaman dan luas permukaan tubuh yang terbakar.
Penilaian napas dilakukan setelah memastikan
jalan napas paten. Indikator terdapat gangguan
Perkiraan Presentase Luas Permukaan Tubuh
pernapasan adalah laju napas abnormal, dalamnya
yang Terbakar
napas, dan adanya usaha napas berlebih. Retraksi
Perkiraan luas permukaan tubuh yang terbakar dapat
sternum disertai dengan usaha napas berlebih
dilakukan dengan mengacu pada Gambar 18.1., dan
merupakan indikasi intubasi.
menggunakan ukuran telapak tangan pasien. Telapak
Luka bakar melingkar pada daerah dada dan abdomen
tangan pasien berukuran sekitar 1% dari total permukaan
dapat membatasi pergerakan dada saat bernapas
luas tubuh. Luas permukaan kepala dan anggota gerak
sehingga menyebabkan gangguan pernapasan. Bila
anak, berubah seiring bertambahnya usia. Perkiraan luar
hal tersebut terjadi, perlu dilakukan eskarotomi.
permukaan tubuh yang terbakar berdasarkan “Rule of
Berikan O2 10-12 L/menit dengan menggunakan
Nine” tidak dapat digunakan pada anak usia kurang dari
masker non-rebreathing atau ETT pada pasien
14 tahun. Luka bakar dengan luas >15% luas permukaan
dengan trauma inhalasi.
tubuh akan mengalami kehilangan cairan tubuh yang
bermakna, sehingga perlu ditangani secara cepat.
3. Sirkulasi
Penilaian sirkulasi meliputi pemeriksaan tekanan
darah, nadi, dan warna kulit pada daerah yang tidak Kedalaman Luka Bakar
mengalami luka bakar. Bila terjadi syok hipovolemia Berdasarkan kedalaman luka, luka bakar diklasifikasikan,
beberapa jam pasca-trauma, pikirkan adanya menjadi:
perdarahan aktif dan lakukan pemasangan akses − Derajat satu (superficial skin burn)
intravena dua jalur untuk resusitasi cairan tanpa Kulit berwarna merah (eritema), nyeri, dan tidak
memperhitungkan luas luka bakar dan kebutuhan terdapat bula.
cairan. Pemasangan akses intravena diutamakan − Derajat dua (partial thickness skin burn)
pada daerah yang tidak terkena trauma. Pemasangan Kulit berwarna merah muda atau mottled, terdapat
bula, dan terasa sangat nyeri

110 BAB 18: Luka Bakar


diabsorbsi dengan baik. Kombinasi opioid dengan
18% benzodiazepine (dengan pemantauan yang tepat) dapat
18%
digunakan sebagai sedasi saat perawatan luka atau
Depan penggantian perban harian. Pada luka bakar ringan,

9%
9%
18%
Belakang dapat diberikan parasetamol oral 10-15 mg/kgBB setiap
1% 6-8 jam.

14% 14%
Resusitasi cairan
Resusitasi cairan diindikasikan pada luka bakar dengan
luas 20%. Umumnya, cairan yang digunakan adalah
Gambar 18.1 Perkiraan presentase luas permukaan tubuh yang
kristaloid. Penambahan cairan dari kebutuhan harian
terbakar atau rumatan dengan menggunakan formula Parkland:
Keterangan:
Kepala depan 9%
Kepala belakang 9% 4 mL x Berat badan (Kg) x Luka bakar (%)
Torso depan 18%
Torso belakang 18%
Kaki anterior, masing-masing 6,75% Berikan setengah dari kebutuhan cairan total
Kaki posterior, masing-masing 6,75%
Lengan anterior, masing-masing 4,5% (resusitasi cairan + kebutuhan cairan harian) dalam 8
Lengan posterior, masing-masing 4,5%
Genitalia/perineum 1%
jam pertama dan sisanya dalam 16 jam selanjutnya.
Pemasangan kateter urin diperlukan untuk memantau
efektivitas pemberian resusitasi cairan.
− Derajat tiga (full thickness skin burn) Pemantauan hemodinamik (tekanan darah, denyut
Kulit berwarna putih, kering dan tidak terasa nadi, laju napas), diuresis (1-2 ml/kgBB/jam pada anak
nyeri bila di tekan (painless) <30 kg dan 0,5-1 ml/kgBB/jam pada anak 30 kg), status
mental, kadar laktat diperlukan saat pemberian resusitasi
Luka bakar luas: cairan. Transfusi darah dapat diberikan bila terjadi
• Luka bakar melibatkan tangan, wajah, kaki, atau kehilangan darah akibat luka bakar.
perineum
• Luka bakar yang mengenai sendi besar Perawatan luka
• Luka bakar melingkar Perawatan luka dilakukan sesegera mungkin untuk
• Luka bakar listrik mengurangi terjadinya infeksi. Pada luka bakar derajat
• Luka bakar disertai fraktur atau trauma lainnya satu dengan epidermis yang masih intak, tidak diperlukan
• Luka bakar pada bayi perawatan luka khusus ataupun pemberian antibiotik.
Kompres dingin dan irigasi dengan air mengalir dapat
mengurangi nyeri akibat luka bakar, tetapi hanya dapat
18.5. TATA LAKSANA dilakukan pada luka bakar derajat satu atau derajat dua
Analgesia <10%, karena dapat menyebabkan hipotermia. Menutup
Pengelolaan nyeri merupakan hal yang penting dalam luka dengan kain (linen) bersih membantu mengurangi
tatalaksana luka bakar. Pemberian morfin sulfat (0,05-0,1 nyeri dan menjaga pasien tetap hangat. Pemberian
mg/kgBB) secara intravena setiap 2-4 jam diindikasikan antibiotik profilaksis tidak dianjurkan. Bila terdapat bula,
pada luka bakar dalam dan luas. Pemberian secara dapat diaspirasi dengan jarum steril.
intramuskular tidak dianjurkan karena tidak dapat

APRC 111
Daftar Bacaan 3. Krishnamoorthy V, Ramaiah R, Bhananker SM. Pediatric
burn injuries. Int J Crit Illn Inj Sci. 2012;2:128-134.
1. The burned or scalded child. Dalam: Samuels M, Wieteska
S, penyunting. Advanced paediatric life support. The 4. Reed JL, Pomerantz WJ. Emergency management
practical approach. Edisi ke-5. UK: Wiley-Blackwell. of pediatric burns. Division of emergency medicine,
2011. h. 118-93. cincinnati children’s hospital medical center: Lippincot
Williams & Wilkins. 2005.
2. American Burn Association. Advanced burn life support
course: provider manual. Chicago. 2007

112 BAB 18: Luka Bakar


BAB 19
Prosedur

19.1. MEMPERTAHANKAN JALAN – Manuver Jaw Thurst:


NAPAS 1. Posisi penolong di sisi atau di arah kepala
Sebelum mempertahankan jalan napas, pastikan intraoral 2. Letakkan 2-3 jari (tangan kiri dan kanan) pada
dan intranasal pasien bebas dari sumbatan (bekuan darah, masing-masing sudut posterior bawah kemudian
lendir) maupun benda asing seperti avulsi gigi. Hanya angkat dan dorong keluar
bersihkan apa yang terlihat dan bila melakukan suction 3. Bila posisi penolong di atas kepala, kedua
lakukan tidak lebih dari 15 detik dan selalu berikan siku penolong diletakkan pada lantai atau alas
oksigenasi sebelum dan setelah suction. dimana pasien diletakkan.
4. Bila upaya ini belum membuka jalan napas,
kombinasi dengan head tilt dan membuka
Teknik Mempertahakan Jalan Napas
mulut (metode gerak tripel)
Kegagalan dalam mempertahankan patensi jalan napas
5. Untuk cedera kepala/leher, lakukan jaw thrust
dapat menyebabkan lidah jatuh ke belakang/posterior dan
dengan imobilisasi leher
menutup hipofaring. Kondisi tersebut dapat dikoreksi
dengan melakukan manuver chin lift atau jaw thrust.
– Alat bantu jalan napas sederhana:
Kemudian jalan napas dapat dipertahankan dengan alat
1. Oropharyngeal Airway (OPA)
bantu jalan napas sederhana atau alat bantu jalan napas
Bila terdapat refleks muntah (misal pada pasien
definitif:
sadar), hindari penggunaan oropharyngeal
airway ataupun alat bantu napas buatan lainnya
– Manuver Head Tilt – Chin Lift:
dikarenakan dapat menyebabkan refleks batuk,
1. Letakkan satu tangan pada dahi, tekan perlahan
spasme laring, muntah, dan terjadi aspirasi.
ke posterior sehingga kemiringan kepala pada
posisi normal atau sedikit ekstensi (hindari
Prosedur:
hiperekstensi karena dapat menyumbat jalan
1. Pilih ukuran OPA yang sesuai. Ukuran
napas).
disesuaikan dengan jarak antara gigi seri
2. Letakkan jari (selain ibu jari) tangan yang lain
dengan angulus mandibular (Gambar
pada tulang rahang bawah tepat di ujung dagu
19.1).
dan dorong ke luar atas, sambil mempertahankan
2. Lakukan manuver chin lift atau jaw thrust
cara 1. Hindari penekanan pada bagian lunak
tanpa menyebabkan pergeseran leher
dagu karena dapat menyumbat jalan napas.

113
(a) (b)

(c) (d)

Gambar 19.1. A: Memilih ukuran penyangga orofaring yang tepat. B: Posisi penyangga yang tepat, C: Bila terlalu panjang,
epiglotis terdorong dan menutup liang glotis. D: Bila terlalu pendek, dapat menekan lidah dan menyebabkan obstruksi.

Gambar 19.2. Cara memasang oropharyngeal airway pada anak diatas 12 tahun

3. Insersikan OPA ke dalam mulut dapat 5. Bila tidak ada perbaikan, pertimbangkan
melalui cara: untuk mengganti ukuran OPA.
ű Menggunakan spatula lidah sambil
memasukkan OPA menuju belakang 2. Nasopharyngeal Airway (NPA)
lidah, dengan bagian cekung OPA Diameter alat yang kecil menyebabkan
menghadap lidah. Pastikan OPA tidak penyangga nasofaring mudah tertutup lendir,
mendorong lidah kebelakang karena darah, muntahan, atau jaringan ikat faring.
akan menyebabkan sumbatan jalan Pemeriksaan dan pembersihan dengan penghisap
napas. harus dilakukan dengan teratur agar jalan napas
ű Memasukkan OPA dengan bagian tetap terbuka. Bila penyangga jalan napas
cekung OPA menghadap palatum. Putar nasofaring tidak tersedia, dapat digunakan pipa
1800 saat ujung OPA melewati palatum endotrakheal yang dipotong pendek (Gambar
mole (hanya dilakukan pada anak diatas 19.3). Pemasangan NPA merupakan kontra
12 tahun untuk mencegah kerusakan indikasi pada fraktur basis cranii.
mukosa). (Gambar 19.2).
4. Berikan ventilasi untuk mengecek patensi Prosedur:
jalan napas. Pertimbangkan penggunaan 1. Pilih ukuran NPA yang sesuai, baik panjang
sungkup resusitasi. maupun diameternya. Panjang diukur dari

114 BAB 19: Prosedur


(a) (b) (c)

Gambar 19.3. A: Penyangga nasofaring dan pipa endotrakheal yang dipotong untuk mengurangi resistensi. B: Posisi
penyangga nasofaring yang benar. C: Pipa endotrakheal yang dipotong digunakan sebagai penyangga nasofaring

ujung hidung ke targus telinga, sedangkan kateter penghisap bekerja dengan baik dan tepat
diameter disesuaikan dengan lubang ukurannya. Tindakan intubasi harus dilakukan
hidung tanpa menyeabkan peregangan alae dengan cepat. Tindakan lebih lama dari 30 detik
nasi. dapat berakibat hipoksia berat.
2. Lubrikasi NPA dengan lubrikan larut Intubasi dapat dilakukan secara
air (water-soluble lubricant) untuk orotrakheal atau nasotrakheal. Pada tindakan
meminimalkan tahanan dan iritasi pada resusitasi, umumnya dilakukan intubasi
mukosa hidung. orotrakheal karena dapat dilakukan lebih cepat.
3. Masukkan NPA melalui nostril anterior Bila dilakukan intubasi endotrakheal, biasanya
dengan lubang NPA menghadap septum dibutuhkan cunam Magill untuk menuntun
nasi. ujung pipa masuk ke dalam liang glotis.
4. Secara perlahan arahkan NPA menuju Penekanan rawan krikoid dari luar sering kali
nostril posterior dengan mengikuti dasar memudahkan visualisasi liang glotis dengan
nasofaring. menggunakan laringoskop (Gambar 19.4).
5. Bila terdapat tahanan, pertimbangkan Agar liang glotis dapat terlihat jelas,
untuk memasukkan NPA dari nostril
sumbu mulut, farings, dan glotis harus
anterior lainnya atau menggunakan ukuran
segaris (Gambar 19.5). Pada anak usia di
NPA yang lebih kecil.
atas 2 tahun, posisi optimal dapat dicapai
6. Berikan ventilasi untuk mengecek patensi
jalan napas. pertimbangkan penggunaan dengan meletakkan ganjal pada kepala anak,
sungkup resusitasi. kemudian melakukan sniffing position. Pada
bayi, hal ini tidak perlu dilakukan karena
– Alat bantu napas definitif: oksiput bayi yang prominent. Pada trauma
1. Intubasi Endotrakeal leher, intubasi harus dilakukan dalam posisi
Pastikan laringoskop, pipa endotrakeal, dan netral.

APRC 115
Gambar 19.4. Melihat liang glotis dengan laringoskop

Prosedur:
1. Gunakan laringoskop (Gambar 19.6).
• Laringoskop bilah lurus:
Letakkan ujung laringoksop bilah
lurus pada epiglotis, kemudian angkat
laringoskop tegak lurus dengan tuasnya.
• Laringoskop bilah lengkung:
Letakkan ujung laringoskop bilah
lengkung pada valekula, kemudian
Gambar 19.5. A: Sudut antara oral (O), Faring (F), dan Trakhea
ungkit dengan menggerakkan tuas (T) pada anak berusia 2 tahun bila anak terbaring datar. B: Dengan
laringoskop ke belakang. meletakkan ganjal pada oksiput, sumbu F dan T menjadi hampir
segaris. C: Dengan mengekstensikan sendi atlantooksipital, ketiga
Laringoskop bilah lurus juga dapat sumbu hampir segaris.
diletakkan di valekula. Keuntungan bila
diletakkan di epiglotis adalah dapat melihat
pita suara dengan lebih jelas. Bila diletakkan Bila gerakan dada dan suara napas tidak
di valekula, mengurangi rangsang epiglotis simetris, kemungkinan terjadi intubasi
yang dapat berakibat spasme laring. endobronkial. Pipa endotrakheal harus
2. Bersihkan jalan napas dengan kateter ditarik hingga gerakan dada dan suara
penghisap bila dibutuhkan napas simetris.
3. Masukkan pipa endotrakheal sampai 5. Fiksasi pipa endotrakheal dengan
petanda pita suara terletak tepat setinggi pita menggunakan plester.
suara. Bila menggunakan pipa endotrakheal Agar posisi pipa tidak berubah, bagian pipa
dengan cuff, letakkan cuff tepat di bawah yang terletak setinggi mulut (orotrakheal)
pita suara. Dengan demikian, posisi pipa atau hidung (nasotrakheal) ditandai dengan
endotrakheal akan tepat pada pertengahan zat pewarna atau diikat dengan benang.
trachea dan selanjutnya kembangkan cuff. 6. Lakukan foto rontgen thoraks untuk
4. Observasi gerakan simetris dada. Lakukan memastikan posisi pipa endotrakheal yang
auskultasi suara napas pada bagian lateral tepat.
dada kiri dan kanan secara bergantian. 7. Evaluasi dengan pemeriksaa analisis gas
Pastikan suara napas yang dipompakan darah atau end tidal CO2 sangat bermanfaat
balon resusitasi tidak terdengar di lambung. untuk menilai tingkat ventilasi yang akan
dicapai.

116 BAB 19: Prosedur


(a) (b)

Gambar 19.6. A. Ujung bilah lengkung diletakkan pada valekula. B. Gambar 19.7. Menentukan letak membran krikotiroid
Ujung bilah lurus diletakkan di bawah epiglotis

Beberapa keadaan yang menyebabkan antara rawan krikoid dan tiroid (Gambar
pengembangan paru tidak adekuat dengan 19.7).
sungkup resusitasi dan pipa endotrakheal antara 3. Lakukan pungsi percobaan dengan jarum
lain: suntik 20 G yang dihubungkan dnegan
• Pipa endotrakheal terlalu kecil spuit. Lakukan penusukan pada membran
• Katup pelindung kelebihan tekanan pada krikotiroid yang relatif avaskular dengan
balon resusitasi yang tidak di tutup, hingga mengaspirasi spuit. Penusukan dilakukan
udara tekan keluar melalui katup ini. dengan sudut 450 sepanjang garis tengah ke
• Kebocoran pada konektor arah posterior.
• Volume tidak yang diberikan kurang 4. Bila teraspirasi udara, maka dipastikan
• Sumbatan pada pipa endotrakheal jarum telah mencapai trakea.
• Pneumothoraks 5. Bila penusukan percobaaan berhasil, lakukan
penusukan dengan kanula berukuran lebih
2. Krikotirotomi besar (sekurangnya 14 G) (Gambar 19.8).
Krikotirotomi sangat jarang dilakukan pada 6. Dorong kanul lebih jauh kedalam trakhea.
anak. Tekniknya dapat dilakukan dengan cara Lakukan aspirasi untuk memastikan posisi
insisi atau pungsi. Pada bayi hingga anak usia 3 kanul
tahun, risiko terjadinya komplikasi sangat besar 7. Hubungkan pangkal kanul ke adaptor
dikarenakan berbagai struktur vital seperti arteri ventilasi. Kanul intravena umumnya dapat
karotis dan vena jugularis terletak amat dekat dihubungkan dengan baik pada adaptor
satu sama lain dengan daerah tindakan. Indikasi pipa endotrakheal nomor 3.
krikotirotomi adalah obstruksi total jalan napas 8. Cara lain adalah dengan memasukkan
atas akibat berbagai sebab misalnya benda asing, guide wire melalui kanul, lalu melebarkan
trauma mulut, infeksi laring, atau fraktur. lubang pada membran krikotiroid dengan
dilator. Selanjutnya melalui lubang tersebut
Prosedur: dimasukkan pipa endotrakheal. Teknik
1. Letakan ganjalan pada bahu ini dikenal dengan modifikasi Seldinger
2. Tentukan lokasi membran krikotiroid, yaitu (Gambar 19.9).

APRC 117
Gambar 19.8. Penusukan membran krikotiroid A: Penusukan
dengan kanula 14 G dengan sudut 450 B: Menghubungkan adaptor
pipa endotrakheal dengan bag resusitasi

Gambar 19.9. Teknik modifikasi Seldinger

Umumnya oksigenasi dapat memadai dengan − Krepitasi laring


memberikan 100% oksigen melalui kanul ini. − Emfisema subkutis
Namun demikian, pengeluaran karbon dioksida Cervical collar dapat dilepaskan setelah terbukti
tidak adekuat akibat tingginya resistensi kanul. tidak ada cedera servikal berdasarkan anamnesis dan
Ekspirasi dapat juga terjadi melalui jalan napas. pemeriksaan yang menyeluruh.
Bila terjadi obstruksi total, perpanjangan waktu Prosedur:
ekspirasi memberikan waktu yang cukup untuk 1. Dengan bantuan penolong lain, pertahankan
keluarnya gas melalui kanul. stabilisasi dan kesegarisan tulang-tulang servikal
(Gambar 19.10)
19.2. IMOBILISASI VERTEBRA 2. Pilih ukuran cervical collar dengan benar.
3. Sisipkan bagian datar cervical collar melalui leher
SERVIKAL
bagian belakang tanpa menyebabkan pergeseran
Anak dengan cedera berat harus dicurigai terdapat cedera
leher.
servikal. Stabilisasi dan kesegarisan tulang-tulang servikal
4. Lipat bagian cervical collar lainnya dan tempatkan
perlu dijaga sampai cervical collar rigid terpasang. Sebelum
dibawah dagu. Pertemukan bagian tersebut dengan
memasang cervical collar, perhatikan tanda-tanda berikut
bagian datar cervical collar.
dengan tanpa memanipulasi daerah leher:
5. Pastikan cervical collar terpasang dengan benar.
− Distensi vena leher
− Deviasi trakea
− Luka pada leher

118 BAB 19: Prosedur


Gambar 19.10. Stabilisasi dan kesegarisan tulang-tulang servikal

Gambar 19.11. Akses vena perifer

APRC 119
19.3. AKSES VASKULAR dan v. sefalika), punggung tangan (dorsum manus),
Akses ke sirkulasi/ pembuluh darah sangat penting kaki (v. dorsalis pedis, dan v. safena magna).
dalam penanganan bantuan hidup lanjut pada anak. Peralatan:
Pilihan akses vaskular bergantung pada kebutuhan dan − Alat Pelindung Diri
keterampilan penolong. − Kasa/kapas steril
− Larutan antiseptik (povidon-iodin) atau alkohol
Akses Vena Perifer − Kateter vena
Bila vena perifer dapat terlihat atau diraba, akses vena − Cairan infus dan infus set
perifer dicoba lebih dahulu. Dalam keadaan syok, henti − Tourniquet
napas atau henti jantung, pemasangan akses vena perifer − Plester untuk fiksasi
hanya dilakukan pada pembuluh darah besar yaitu vena
basilika dan vena safena magna. Jika faktor kecepatan Prosedur pemasangan akses vena ekstremitas:
sangat penting dan pemasangan akses vena perifer sulit, 1. Gunakan alat pelindung diri. Cuci tangan terlebih
lebih baik dilakukan pemasangan akses intraosseus yang dahulu dengan air dan sabun atau larutan desinfektan
kemudian dilanjutkan dengan pemasangan akses vena sebelum melakukan tindakan.
perifer. Pada bayi baru lahir dapat dilakukan di vena 2. Pasang tourniquet proksimal dari lokasi pemasangan
umbilicalis (Gambar 19.11). kanulasi.
3. Lakukan aseptik antiseptik pada daerah pemasangan
Vena daerah kepala kanulasi.
4. Bila melakukan kanulasi di fossa cubiti, letakan
Pemasangan akses vena perifer pada daerah kepala
gulungan kasa atau kain dibelakang siku sehingga
dapat dilakukan pada vena frontalis superfisial,
fossa cubiti menonjol ke atas. Bila kanulasi di
temporalis posterior, dan oksipitalis. Namun
daerah kaki, arahkan telapak kaki ke lateral sehingga
demikian, karena ukuran vena daerah kepala relatif maleolus medialis menghadap ke atas kemudian
kecil dan dapat mengganggu tindakan, pemasangan pasang tourniquet di daerah proksimal vena.
akses vena perifer daerah kepala tidak dianjurkan Bila melakukan kanulasi di daerah vena axillaris,
pada resusitasi dan hanya digunakan untuk regangkan lengan atas dan bawah sejauhnya sehingga
pemberian cairan atau obat pascaresusitasi. fossa axillaris terbuka dan menonjol.
5. Dengan tangan yang bebas, tarik atau regangkan
Vena jugularis eksterna kulit di daerah vena dan tusukkan jarum melalui
kulit ke arah vena dengan bevel menghadap ke atas
Akses vena ini hanya digunakan bila kanulasi vena
(sudut 30-400) sampai darah mengisi tabung kateter.
perifer lain gagal. Kontraindikasi pemasangan akses
6. Bila diperlukan, lakukan pengambilan sampel darah
v.jugularis eksterna adalah pada pasien dengan gagal
untuk pemeriksaan laboratorium.
napas atau sumbatan jalan napas, dikarenakan leher 7. Lepaskan tourniquet dan hubungkan kateter dengan
harus diregangkan dan diputar ke arah berlawanaan selang infus.
saat kanulasi vena tersebut 8. Fiksasi kateter dengan plester, tutup dengan kasa
steril, dan pasang pasang bidai agar posisinya tidak
Vena ekstremitas atas dan ekstremitas bawah berubah.
Kanulasi dapat dilakukan di vena lengan (v. basilica

120 BAB 19: Prosedur


Gambar 19.12. Posisi pada kanulasi vena jugularis eksterna Gambar 19.13. Kanulasi intraosseus

Prosedur pemasangan akses vena jugularis eksterna Peralatan:


(Gambar 19.12): − Alat Pelindung Diri
1. Baringkan anak dengan posisi kepala lebih rendah − Kapas atau kasa steril
15-300 (atau dengan bantalan/ganjalan di bawah − Larutan antiseptik (povidon-iodin) atau alkohol
bahu sehingga posisi kepala lebih rendah dari bahu) − Anestesi lokal bila diperlukan
2. Arahkan kepala ke arah berlawanan dengan letak − Jarum 18 gauge dengan trokar (panjang minimal 1,5
vena yang dituju dan pertahankan posisi tersebut. cm)
3. Lakukan aseptik antiseptik pada daerah pemasangan − Spuit 5 ml
kanulasi. − Spuit 20 ml
4. Raba v. jugularis eksterna yang terlihat menyilang m. − Cairan infus dan infus set
sternocleidomastoideus pada batas sepertiga tengah
dan sepertiga distal. Prosedur:
5. Rekan yang membantu agar menekan ujung vena di 1. Gunakan alat pelindung diri.
atas klavikula sehingga vena tidak akan bergeser. 2. Identifikasi daerah yang akan dilakukan pemasangan
6. Tusukkan jarum melalui kulit ke arah vena. Bila akses introsseus
darah telah mengisi tabung kateter, hubungkan Tulang Tibia Tulang Femur
kateter dengan selang infus. Anterior, 2-3 cm distal dari Anterolateral, 3 cm
tuberositas tibia. proksimal condylus lateralis.
7. Fiksasi kateter dengan plester.
3. Lakukan aseptik antiseptik pada daerah pemasangan
kanulasi.
Akses Intraosseus
4. Berikan anestesi lokal bila diperlukan. pasien dengan
Akses intraosseus merupakan pilihan saat akses vena perifer
penurunan kesadaran tidak memerlukan anestesi
tidak dapat dilakukan oleh karena kolapsnya pembuluh
lokal.
darah atau bila tidak berhasil melakukan kanulasi vena
5. Jarum diarahkan pada sudut 900 (tegak lurus)
perifer sebanyak dua kali. Kanulasi intraosseus dapat
dan menjauhi lempeng epifisis atau lempeng
segera dihentikan bila pemasangan akses vena perifer
pertumbuhan untuk menghindari cedera struktur
sudah terpasang dengan baik (Gambar 19.13).
tersebut.

APRC 121
6. Tusukkan jarum melalui kulit, lakukan gerakan • Kateter
memutar/mengebor hingga jarum mencapai korteks − Alat-alat hecting
tulang. − Cairan infus dan infus set
7. Aspirasi dengan spuit 5 ml dan bilas kembali untuk − Plester
memastikan jarum berada pada posisi yang benar. Prosedur pemasangan akses vena femoralis (Gambar
Sumsum tulang dapat digunakan untuk pemeriksaan 19.14):
gula darah dan kultur darah. 1. Gunakan alat pelindung diri
8. Ganti dengan spuit 20 ml untuk memasukkan cairan 2. Posisikan anak dalam keadaan terlentang dengan
secara bolus atau hubungkan dengan infus set. fokus di regio inguinal. Lakukan abduksi sendi paha
pada tungkai yang akan dilakukan pemasangan akses
Kontraindikasi absolut: vena femoralis. Pertahankan posisi tersebut.
− Osteogenesis imperfekta 3. Lakukan aseptik antiseptik pada daerah pemasangan
− Fraktur ekstremitas ipsilateral kanulasi.
4. Identifikasi ligamentum ingunal dan palpasi arteri
Akses Vena Sentral femoralis. Vena femoralis terletak medial dari arteri
Kanulasi vena sentral dapat dilakukan melalui vena femoralis (mnemonic NAVEL, dari lateral ke medial:
femoralis, paling banyak dilakukan pada resusitasi karena Nervus, Arteri, Vena, Empty space, dan Limfatik)
relatif mudah dan jauh dari dada bila dilakukan resusitasi 5. Bila diperlukan dapat diberikan anestesi lokal.
jantung paru (RJP), dan vena cava superior yang dapat 6. Pasang jarum pada spuit, tusukkan jarum melalui
dicapai melalui v. jugularis interna, v. jugularis eksterna, kulit ke arah vena femoralis dengan sudut 450 ke arah
dan pada anak yang lebih besar melalui v. subklavia proksimal. Dorong jarum perlahan sambil dilakukan
meskipun akses ini bukan posisi yang ideal pada tindakan aspirasi.
resusitasi. 7. Bila darah telah mengisi spuit, lepaskan spuit dari
Kanulasi vena jugularis interna umumnya dilakukan jarum. Segera lakukan penyumbatan pada ujung
pada sisi kanan karena puncak paru dan pleura kanan jarum untuk mencegah kehilangan darah.
lebih rendah dari sisi kiri, sehingga risiko pneumothoraks 8. Bila vena tidak dapat ditemukan, tarik jarum
lebih sedikit dan lebih kecil kemungkinan terjadinya perlahan, dan lakukan kembali langkah nomor 5.
cedera ductus thoracicus. 9. Masukan Seldinger guide wire ke dalam vena melalui
Metode yang aman dan efektif pada kanulasi vena jarum.
sentral adalah teknik Seldinger. 10. Keluarkan jarum dari guide wire dan pastikan guide
wire tetap berada dalam vena femoralis.
Peralatan:
11. Masukkan kateter ke vena femoralis melalui guide
− Alat Pelindung Diri
wire.
− Kasa atau kapas steril
12. Lakukan penjahitan pada tempat kateter.
− Larutan antiseptik (povidon-iodin atau alkohol)
13. Lepaskan wire dan segera lakukan penyumbatan
− Anestesi lokal (Lidokain 1%, Spuit 2 ml, Jarum
pada ujung kateter untuk mencegah kehilangan
ukuran 23 G)
darah.
− Spuit dan NaCl 0,9%
14. Hubungkan ujung wire dengan infus set.
− Set kanulasi Seldinger:
15. Fiksasi dengan menggunakan plester.
• Spuit
• Jarum
• Seldinger guide wire

122 BAB 19: Prosedur


Gambar 19.14. Kanulasi vena femoralis A: Lokasi vena femoralis, B: Gambar 19.15. Kanulasi vena jugularis interna
Arah tusukan pada kanulasi vena femoralis

Prosedur pemasangan akses vena jugularis interna distal. Dorong jarum perlahan sambil dilakukan
(Gambar 19.15). aspirasi.
1. Gunakan alat pelindung diri 7. Bila darah telah mengisi spuit, lepaskan spuit dari
2. Baringkan anak dengan posisi kepala lebih rendah jarum. Segera lakukan penyumbatan pada ujung
15-300, arahkan kepala ke arah berlawanan dengan jarum untuk mencegah emboli udara.
letak vena yang dituju dan pertahankan posisi 8. Bila vena tidak dapat ditemukan, tarik jarum
tersebut perlahan, lakukan kembali langkah nomor 6 dengan
3. Lakukan aseptik antiseptik pada daerah pemasangan sudut 5-100 lebih lateral.
kanulasi. 9. Masukan Seldinger guide wire ke dalam vena melalui
4. Identifikasi tempat pemasangan kanulasi yaitu pada jarum.
apex trigonum yang dibentuk oleh dua buah caput 10. Keluarkan jarum dari guide wire dan pastikan guide
m. sternocleidomastoideus dan klavikula. wire tetap berada dalam vena femoralis.
5. Bila diperlukan dapat diberikan anestesi lokal. 11. Masukkan kateter ke vena femoralis melalui guide
6. Pasang jarum pada spuit, tusukkan jarum melalui wire.
kulit ke arah vena jugularis dengan sudut 300 ke arah 12. Lakukan penjahitan pada tempat kateter.

APRC 123
13. Lepaskan wire dan segera lakukan penyumbatan dan telusuri klavikula ke arah incisura suprasternal.
pada ujung kateter untuk mencegah emboli udara. Dorong jarum perlahan sambil dilakukan aspirasi.
14. Hubungkan ujung wire dengan infus set. Posisikan jarum sesuperfisial mungkin.
15. Fiksasi dengan menggunakan plester. 8. Bila darah telah mengisi spuit, lepaskan spuit dari
16. Lakukan foto thoraks untuk melihat posisi kateter jarum. Segera lakukan penyumbatan pada ujung
dan ada tidaknya pneumotoraks. jarum untuk mencegah emboli udara.
Prosedur pemasangan akses vena subklavia (Gambar 9. Bila vena tidak dapat ditemukan, tarik jarum
19.16). perlahan, sambil dilakukan aspirasi. Bila darah
1. Gunakan alat pelindung diri. mengisi spuit, kemungkinan posisi jarum
2. Baringkan anak dengan posisi kepala lebih rendah sebelumnya terlalu dalam.
15-300, arahkan kepala ke arah berlawan dengan 10. Bila vena masih tidak dapat ditemukan, lakukan
letak vena yang dituju dan pertahankan posisi kembali langkah nomor 7-9, tempatkan jarum
tersebut. sedikit lebih tinggi dari incisura sternalis.
3. Lakukan aseptik antiseptik pada daerah pemasangan 11. Masukan Seldinger guide wire ke dalam vena melalui
kanulasi. jarum.
4. Identifikasi tempat pemasangan kanulasi yaitu 1 cm 12. Keluarkan jarum dari guide wire dan pastikan guide
dibawah midklavikula. wire tetap berada dalam vena femoralis.
5. Berikan anestesi lokal bila diperlukan. 13. Masukkan kateter ke vena femoralis melalui guide
6. Pasang jarum pada spuit, Tusukkan jarum melalui wire.
kulit dan arahkan jarum pada tempat pemasangan 14. Lakukan penjahitan pada tempat kateter.
kanulasi. 15. Lepaskan wire dan segera lakukan penyumbatan
7. Pertahankan posisi jarum tepat dibawah klavikula pada ujung kateter untuk mencegah emboli udara.

Gambar 19.16. Kanulasi vena subklavia

124 BAB 19: Prosedur


Gambar 19.17. Log-rolling dengan 4 penolong Gambar 19.18. Log-rolling dengan 3 penolong

16. Hubungkan ujung wire dengan infus set. 3. Pastikan penolong mengetahaui apa yang akan
17. Fiksasi dengan menggunakan plester. dilakukan.
18. Lakukan foto thoraks untuk melihat posisi kateter 4. Lakukan log-rolling dalam durasi singkat.
dan ada tidaknya pneumotoraks.
19.5. DEFIBRILASI
19.4. LOG-ROLLING Untuk mencapai hasil keluaran yang optimal, defibrilasi
Untuk mengurangi perburukan cedera tulang belakang harus dilakukan segera dan efisien.
yang tidak diketahui, hindari menggerakkan daerah
tulang belakang sampai terbukti tidak ada cedera tulang Automated External Defibrillator (AED)
belakang berdasarkan pemeriksaan yang menyeluruh. AED merupakan alat defiblirasi yang tersedia di tempat
Namun demikian, bila manuver yang menggerakan umum. Bila 1 penolong, lakukan resusitasi jantung
tulang belakang diperlukan, lakukan dengan cara log- paru selama 1 menit sebelum memanggil bantuan atau
rolling. Tujuan dilakukannya log-rolling adalah untuk menggunakan AED. Gunakan pad/kabel untuk anak,
menjaga kesegarisan tulang belakang selama manuver sehingga dosis energi yang diberikan sesuai untuk dosis
tersebut. anak. Dosis standar dewasa dapat digunakan pada anak
usia lebih dari 8 tahun.
Prosedur:
1. Pastikan jumlah penolong cukup untuk melakukan Prosedur:
log-rolling. Pada anak yang lebih besar, dibutuhkan 1. Tetap lakukan RJP. Penggunaan AED tidak
4 penolong (Gambar 19.17) dan 3 penolong pada menghalangi dilakukannya RJP.
anak yang lebih kecil (Gambar 19.18). 2. Tempelkan pad pada posisi yang benar
2. Posisi penolong adalah sebagai berikut: 3. Hentikan kompresi dan biarkan mesin AED
Penolong Posisi Penolong
ke- Bayi dan Anak yang lebih Anak yang lebih besar
mendeteksi irama
kecil 4. Bila irama shockable, dan mesin AED memerintahkan
1 Kepala Kepala
2 Melingkari tangan ke arah Melingkari tangan ke arah untuk tekan tombol shock, pastikan tidak ada kontak
punggung punggung
antara penolong maupun sekitarnya dengan pasien,
3 Pelvis dan Tungkai bawah Pelvis
4 Tungkai bawah lalu tekan tombol shock.

APRC 125
Gambar 19.19. Penempatan pad defibrilator

Defibrilasi Manual 3. Aplikasikan gel pada pad.


Berikut hal yang perlu diperhatikan: 4. Hentikan RJP
1. Pemilihan Pad 5. Letakkan pad pada posisi yang benar, tekan pad agar
Pad defibrilator yang tersedia umumnya untuk melekat kuat.
dewasa (ukuran diameter sekitar 13 cm). Pad dengan 6. Tekan tombol charge dan tunggu hingga proses
ukuran diameter 4,5 digunakan untuk bayi atau tersebut selesai.
anak dengan berat badan kurang dari 10 kg. Ukuran 7. Amati monitor kembali, bila irama tetap shockable,
diameter 8 cm dapat digunakan untuk anak yang pastikan tidak ada kontak antara penolong maupun
lebih besar. Anak dengan usia lebih dari 8 tahun sekitarnya dengan pasien, lalu tekan tombol shock.
dapat menggunakan pad dewasa. 8. Lanjutkan RJP

2. Penempatan Pad 19.6. FOCUSED ASSESSMENT


Pad diletakkan anterolateral. Satu pad diletakkan pada SONOGRAPHY IN TRAUMA (FAST)
apex jantung di linea midaxillaris, dan pad lainnya FAST merupakan pemeriksaan non-invasif yang
diletakkan di pada sternum kanan dibawah klavikula. digunakan untuk membantu dalam pengambilan
Bila pad terlalu besar, satu pad diletakkan pada bagian keputusan klinis dan menentukan intervensi lanjutan
sternum kiri dan pad lainnya diletakkan tepat dibawah pada pasien trauma torso/abdomen. Untuk melihat ada
angulus skapula kiri (Gambar 19.19). Selalu berikan tidaknya udara atau cairan bebas, probe ditempatkan
gel sebelum melekatkan pad pada kulit pasien. pada kuadran/regio:
1. Perikardial (Subcostal atau supxiphoid)
3. Pengaturan dosis energi Pada regio ini, lobus kiri hepar merupkan acoustic
Dosis inisial adalah 4 J/kgBB. Defibrilator dengan window untuk mengevaluasi jantung. Perikardium
pengaturan dosis manual direkomendasikan untuk merupakan ruang potensial untuk terisi cairan
bayi atau anak usia kurang dari 1 tahun. bebas. Adanya cairan pada perikardium akan
tampak berwarna hitam. Bila terdapat cairan dalam
Prosedur: perikardium, lakukan pemeriksaan untuk melihat
1. Tetap lakukan RJP. ada tidaknya tamponade jantung.
2. Atur dosis energi yang akan diberikan.

126 BAB 19: Prosedur


2. Kuadran kanan atas (Perihepatic) Bila pasien membutuhkan laparotomi segera,
Kuadran kanan atas dilihat melalui potongan sagital pemeriksaan FAST mungkin tidak perlu dilakukan.
melalui garis midaxillaris dan intercosta 10 atau Namun demikian, FAST dapat dilakukan untuk
11 dengan hepar dan fossa hepatorenal sebagai menyingkirkan adanya tamponade jantung atau
ultrasound window. Struktur yang dapat dievaluasi pneumotoraks sebelum pasien dilakukan laparotomi.
adalah hepar dan fossa hepatorenal (Morison pouch), Meskipun FAST memiliki akurasi yang tinggi dalam
ginjal, dan diafragma. Untuk melihat cairan bebas menentukan ada tidaknya cairan bebas, FAST tidak dapat
pada cavum pleura kanan gerakkan probe ke arah membedakan apakah cairan bebas tersebut berupa darah,
cephal dan ke arah kaudal untuk melihat cairan bebas urin, cairan empedu, atau asites. Karenanya, gambaran
pada polus inferior ginjal dan parakolika kanan. klinis tetap diperlukan untuk menentukan tindakan
Identifikasi pula dengan seksama area diantara hepar lanjutan. Keterbatasan FAST lainnya adalah dikarenakan
dengan diafragma untuk mengetahui ada tidaknya gelombang suara tidak menjalar melalui udara, FAST
akumulasi cairan bebas pada area tersebut. memiliki akurasi yang rendah pada pasien obesitas,
cedera retroperitoneal atau gastrointestinal, dan lebih
3. Kuadran kiri atas (Perisplenic) sulit dilakukan bila terdapat ileus atau emfisema subkutis.
Kuadran kiri atas dilihat melalui potongan sagital
melalui garis midaxillaris dan intercosta 8 atau 9 19.7. PROSEDUR PRAKTIS TINDAKAN
dengan limpa sebagai ultrasound window. Struktur
EMERGENSI UNTUK MENGATASI
yang dapat dievaluasi adalah limpa dan resessus
splenorenal, area perisplenic diatas limpa, dan
KEGAWATAN TRAUMA THORAKS
diafragma. Untuk mengevaluasi cavum pleura kiri,
gerakkan probe ke arah sefal dan kaudal untuk 1. NEEDLE THORACOCENTESIS
melihat polus inferior ginjal kiri dan parakolika kiri. Prosedur ini adalah prosedur life saving dan dilakukan
dengan cepat serta dengan alat yang minimal. Needle
4. Pelvis (Retrovesical, Retrouterine, atau Cavum thoracotomy harus diikuti dengan pemasangan chest
Douglas) drain dan hasil pemasangan dievaluasi dengan foto
Regio pelvis dilihat melalui potongan transversal di thoraks (Gambar 19.20).
suprapubik. Evaluasi regio ini paling baik dilakukan • Alat yang diperlukan:
bila kandung kemih terisi penuh, sebagai acoustic - Alkohol swab
window. Bila kandung kemih penuh, pemasangan - Kanul intravena (no. 16 atau lebih besar)
kateter Foley dapat dilakukan setelah pemeriksaan - Spuit (syringe) 20cc
FAST. namun bila kandung kemih kosong, • Prosedur
pengisian kandung kemih dapat dilakukan melalui 1. Titik tusukan pada sela iga ke II yang
kateter Foley. Struktur yang dapat dieveluasi adalah berpotongan dengan garis midclaviula di
kandung kemih, cavum douglas pada perempuan, sisi paru yang mengalami pneumotoraks
dan cavum rectovesical pada laki-laki. Adanya 2. Disinfeksi dengan alcohol swab
posterior enhancement juga dapat disebabkan oleh 3. Pasang kanul intravena ke syringe 20
artefak bila dengan gerakan probe dari satu tepi ke cc. Cairan pada kanula akan membantu
tepi yang lain gambaran tersebut menghilang. identifikasi gelembung udara
4. Tusukkan kanula ke dinding dada
secara vertikal, tepat di atas tulang iga di
bawahnya, sambil dilakukan aspirasi

APRC 127
5. Apabila udara telah teraspirasi, keluarkan
jarum, dan tinggalkan bagian plastik kanul
6. Fiksasi kanul dengan plester dan lanjutkan
dengan pemasangan chest drain .

Apabila setelah dilakukan needle thoracotomy


ternyata tidak mengalami tension pneumothoraks,
maka kemungkinan menyebabkan
pneumothoraks adalah 10-20%. Setelah
tindakan needle thoracotomy, harus dilakukan
foto toraks untuk evaluasi.
Gambar 19.20. Needle thoracentesis

2. CHEST DRAIN
Pemasangan chest drain dilakukan dengan teknik
terbuka. Teknik ini akan meminimalisir cidera pada
paru. Gunakan drain dengan ukuran terbesar yang dilakukan pada anak yang sangat kecil.
dapat melewati sela iga. 7. Masukkan chest tube pada saat ekspirasi
• Alat yang digunakan: 8. Pastikan letak chest tube ada di ruang
- Disinfektan (Iodine/alkohol swab) pleura dengan mendengarkan ada
- Surgical drape tidaknya gerakan udara (undulasi), dan
- Scalpel memperhatikan terbentuknya kabut pada
- Klem besar (2 buah) saat ekspirasi
- Anastesi lokal 9. Hubungan chest tube dengan underwater
- Gunting seal
- Chest drain tube 10. Fiksasi chest tube dengan jahitan
• Prosedur 11. Lakukan foto toraks
1. Tentukan lokasi pemasangan (biasanya di
sela iga ke V pada linea midaxillaris) pada 3. PERICARDIOCENTESIS
sisi paru yang mengalami pneumotoraks Pengeluaran sejumlah kecil cairan dari rongga
2. Disinfeksi perikardium merupakan tindakan life saving
3. Anestesi pada lokasi pemasangan jika (Gambar 19.21). Prosedur ini cukup berisiko, oleh
diperlukan karena itu perlu pemantauan EKG selama tindakan.
4. Lakukan insisi 2-3 cm sepanjang garis pada Bila ventrikel jantung terluka oleh jarum maka akan
spasium intercosta, tepat di atas tulang terlihat seperti ST elevasi dan atau kompleks QRS
kosta di bawahnya yang melebar.
5. Diseksi tumpul jaringan subkutan dengan • Alat yang digunakan:
klem, lalu tusuk pleura parietal dengan - Cairan disinfeksi dan surgical drape
ujung klem - Monitor EKG
6. Masukkan ujung jari yang terpasang sarung - Anastesi lokal
tangan ke tempat insisi untuk membuka - Spuit (Syringe) 20 cc
jalan menuju pleura. Hal ini mungkin sulit - Jarum ukuran besar (No. 16 atau 18 G)

128 BAB 19: Prosedur


Gambar 19.21. Perikardiosentesis

• Prosedur - Aspirasi sebanyak mungkin cairan dari


- Disinfeksi daerah xiphoid dan subxiphoid rongga perikardium (hati-hati, bila
- Lakukan anastesi lokal terus menerus keluar darah saat aspirasi,
- Nilai pasien untuk memikirkan kemungkinan jarum telah menembus
kemungkinan pergeseran letak mediastinum ventrikel)
- Pasang jarum ke spuit
- Tusuk kulit 1-2 cm inferior dari sisi kiri
Daftar bacaan
xiphoid dengan sudut 45o 1. Practical application of APLS. Dalam: Samuels M,
- Teruskan jarum ke arah ujung skapula Wieteska S, penyunting. Advanced paediatric life support.
sinistra, sambil dilakukan aspirasi the practical approach. Edisi ke-5. UK: Wiley-Blackwell.
2011.h.203-238.
- Awasi monitor EKG untuk melihat tanda
2. Brenchley J, Walker A, Sloan JP, Hassan TB, Venables
trauma miokardium H. Evaluation of focussed assessment with sonography
in trauma (FAST) by UK emergency physicians. Emerg
Med J. 2006;23:446-8.

APRC 129
BAB 20
Lampiran

20.1. OBAT RESUSITASI Indikasi SVT paroksismal dengan sirkuit re-entrant yang
melibatkan nodus AV (AVNRT)
Tujuan pemberian obat resusitasi adalah untuk
Dosis Dosis pertama 0,1 mg/kgBB IV/IO (maksimal 6
menyelamatkan otak dari gangguan hipoksik iskemik mg); dosis kedua 0,2 mg/kgBB IV/IO (maksimal
12 mg). Bolus dilakukan dengan cepat, diikuti
melalui peningkatan perfusi otak dan koroner saat segera dengan bolus 5 mL normal salin.
dilakukan kompresi jantung, memperkuat kontraktilitas Sediaan Ampul/ vial 2 mL (3 mg/mL)
Efek samping Mual, flushing, rasa tidak nyaman dan nyeri di dada
miokardium dan tekanan darah, meningkatkan denyut
Perhatian Hindari pemberian pada pasien asma, atau
jantung, mengoreksi hipoksemia, dan asidosis metabolik. memiliki riwayat asma, blok AV derajat 2 atau
3, sindrom pemanjangan QT, dan resipien
Obat resusitasi dapat diberikan secara intravena (IV), transplantasi jantung
intraoseus (IO), atau endotrakeal (ET). Pada pemberian
obat resusitasi yang melalui vena perifer, pemberian obat 2. Adrenalin (epinefrin)
diikuti dengan bolus 5 ml normal salin (NS) agar obat Adrenalin merupakan katekolamin endogen yang
lebih cepat mencapai sirkulasi sentral. Obat-obatan yang memiliki mekanisme aksi potensial pada reseptor
dapat diberikan melalui jalur endotrakeal (ET) adalah α, β1, dan β2 adrenergik. Adrenalin menginduksi
epinefrin, atropin, nalokson, dan lidokain dengan dosis vasokonstriksi, meningkatkan tekanan diastolik
2-3 kali dosis IV. Sebelum diberikan melalui jalur ET, (sehingga memperbaiki tekanan perfusi arteri koroner),
obat diencerkan dengan 3-5 ml NS, kemudian obat meningkatkan kontraktilitas miokardium, menstimulasi
diteteskan ke cabang bronkus melalui pipa endotrakeal, kontraksi spontan, serta meningkatkan amplitudo dan
dilanjutkan segera ventilasi manual. frekuensi pada ventrikular fibrilasi (VF), sehingga dapat
meningkatkan peluang keberhasilan defibrilasi. Obat ini
memiliki peranan sentral pada alur tata laksana henti
1. Adenosin
jantung, irama shockable dan non-shockable.
Adenosin merupakan suatu nukleotida endogen yang
menyebabkan blok atrioventrikular (AV) secara singkat Indikasi Obat pertama yang digunakan pada henti jantung
dengan penyebab apa pun; pengobatan lini dua pada
dan mengganggu re-entry pada berkas setinggi nodus syok kardiogenik; pengobatan pilihan pada anafilaksis
AV. Adenosine direkomendasikan untuk pengobatan Dosis Pada henti jantung, dosisnya 0,01 mg/kgBB IV/IO
atau 0,1 ml/kgBB larutan 1:10.000 (tidak melebihi
supraventrikular takikardia (SVT). Adenosin memiliki 1 mg), dapat diulang 3-5 menit (tiap 2 siklus) bila
waktu paruh yang sangat singkat (10 detik). Obat ini perlu. Dapat diberikan melalui ETT dengan dosis 0,1
mg/kgBB larutan 1:1.000 (tidak melebihi 2,5 mg)
diberikan secara intravena pada ekstremitas atas atau setiap 3-5 menit (tiap 2 siklus), hingga terjadi sirkulasi
spontan atau tersedia akses IV/IO
vena sentral agar cepat mencapai jantung. Adenosin Sediaan ampul 1 mL (1 mg/mL)
dapat menyebabkan asistol yang singkat. Oleh karena itu, Perhatian Adrenalin diinaktivasi oleh larutan alkali, sehingga
jangan diberikan bersamaan/dicampur dengan
pemberiannya harus dengan pemantauan EKG/ monitor. sodium bikarbonat

130
3. Amiodaron 5. Glukosa
Amiodaron merupakan inhibitor kompetitif reseptor Glukosa adalah bahan kebutuhan metabolisme utama
adrenergik yang bekerja mendepresi konduksi pada miokardium neonatus, oleh karena itu fungsi miokardium
jaringan miokardium dan dengan demikian dapat dapat terganggu pada keadaan hipoglikemia. Pada bayi
memperlambat konduksi AV, serta memperpanjang dan anak besar, asam lemak merupakan bahan kebutuhan
interval QT, durasi potensial aksi, dan periode refraktor metabolisme utama miokardium, namun sumber energi
miokardium atrial dan ventrikular. pada episode iskemia tetap glukosa. Belum diketahui
apakah pemberian glukosa memperbaiki fungsi jantung
Indikasi Henti jantung irama VF atau VT yang resisten/ pada anak dengan henti jantung, tetapi cukup beralasan
refrakter terhadap pemberian shock; VT dengan
hemodinamik stabil dan takiaritmia resisten lainnya
untuk menjaga kadar glukosa darah normal bila terdapat
Dosis Pada henti jantung dapat diberikan dengan dosis hipoglikemia.
5 mg/kgBB IV bolus, diberikan setelah shock
yang ketiga dan dapat diulang setelah shock yang
kelima. Pada pengobatan gangguan irama yang Indikasi Glukosa diberikan bila terdapat hipoglikemia atau
lain, dapat diberikan dosis 5 mg/kgBB IV perlahan anak tidak memberikan respons terhadap tindakan
(20-60 menit) dalam pengawasan EKG/monitor. resusitasi. Bila pemeriksaan glukosa darah tidak dapat
Amiodaron dilarutkan dalam larutan 5% dextrosa dilaksanakan, secara empirik glukosa dapat diberikan
(atau pelarut lain yang cocok) hingga volume 20 dengan dosis 5 g/kg
ml. Dosis 0,5-1 g/kg IV
Sediaan Ampul/ vial 3 mL (50 mg/mL) Perhatian Glukosa hipertonik (25% atau D25W) sangat
Efek samping Hipotensi (berhubungan dengan kecepatan hiperosmolar dan dapat menyebabkan sklerosis vena
pemberian dan penggunaan pelarut polysorbate perifer. Konsentrasi glukosa yang diberikan untuk
80 dan benzyl alcohol), bradikardia, dan VT neonatus tidak boleh melebihi 12,5%.
polimorfik. Efek samping jarang terjadi pada
pemberian dengan larutan air suling.
Perhatian Dapat bersifat aritmogenik pada pemberian 6. Kalsium
bersamaan dengan obat yang dapat memperpanjang
interval QT Kalsium memiliki peran penting pada mekanisme selular
kontraksi miokardium. Penggunaannya pada kasus henti
4. Atropin jantung terbatas hanya karena penyebab yang spesifik.
Atropin adalah obat yang mempercepat pacemaker di Diketahui terdapat kemungkinan efek samping fatal jika
sinus dan atrial dengan memblok respons parasimpatik. rutin digunakan selama henti jantung karena penyebab
Bradikardia pada anak biasanya disebabkan oleh apa pun.
hipoksemia, sehingga pengobatan awal pada bradikardia
Indikasi Kasus henti jantung yang spesifik disebabkan oleh
adalah dengan ventilasi dan pemberian oksigen, bukan hiperkalemia, hipermagnesia, hipokalsemia, atau
dengan atropin. overdosis obat pemblok kanal kalsium
Dosis Dosis untuk pengobatan pada keadaan
hipokalsemia adalah 5-7 mg/kg. Dosis pertama
kalsium diberikan perlahan <100 mg/menit dan
Indikasi Bradikardia yang disebabkan oleh peningkatan tonus
bila perlu dapat diulangi satu kali sesudah 10
vagal atau toksisitas obat kolinergik
menit bila setelah pemeriksaan dipastikan terdapat
Dosis 0,02 mg/kgBB dengan dosis minimal 0,1 mg. Dosis defisiensi ion kalsium
tunggal maksimal adalah 0,5-1 mg/kali. Dosis ini
Sediaan Larutan 10% (100 mg/ml) setara dengan kalsium
dapat diulang setiap 5 menit hingga dosis total
27,2 mg/ml (1,36 mEq/ml)
maksimal 1 mg untuk anak dan 2 mg untuk remaja
Efek samping Pemberian yang terlalu cepat dapat menyebabkan
Sediaan Ampul 0,4 mg/mL
bradikardia dan asistol terutama apabila
Perhatian Pada dosis yang kecil (<0,1 mg) dapat menyebabkan pasien menggunakan digoksin. Kalsium dapat
bradikardia paradoksikal; hati-hati penggunaan menyebabkan sklerosis vena dan nekrosis jaringan
atropin pada kasus penyakit jantung koroner akut bila terjadi ekstravasasi
atau infark miokardium
Perhatian Jangan diberikan bersamaan dengan sodium
bikarbonat pada akses vaskular yang sama untuk
menghindari presipitasi

APRC 131
7. Lidokain Indikasi Kasus henti jantung pada anak yang prolong dan/
atau asidosis metabolik berat
Lidokain merupakan obat anti aritmia yang bekerja
Dosis Dosis optimal sodium bikarbonat masih
dengan cara meningkatkan periode refraktori miosit, kontroversial. Sodium bikarbonat dapat diberikan
1 mEq/kg IV atau IO. Dosis selanjutnya
sehingga menurunkan otomatisasi ventrikular. Efek lokal ditentukan dari hasil pengukuran pH dan
anestetiknya menekan aktivitas ektopik ventrikular. PaCO2 setelah kembalinya sirkulasi spontan.
Bila pemeriksaaan pH dan PaCO2 tidak dapat
dilakukan, dapat diberikan dosis tambahan 0,5
mEq/kg setiap 10 menit secara infus pelan (1-2
Indikasi VF atau VT tanpa nadi yang refrakter, jika
menit)
amiodaron tidak tersedia
Sediaan Terdapat dalam cairan dengan konsentrasi 8,4%
Dosis Dosis awal 1 mg/kgBB (maksimal 100 mg),
dan 4,2%
dilanjutkan dengan infus kontinu 0,02-0,05 mg/
kgBB/menit Efek samping Hipernatremia, vasodilatasi dan hipotensi ringan,
sklerosis vena kecil dan nekrosis jaringan bila
Sediaan Ampul 2 ml (20 mg/ml), vial 30 ml (10 mg/ml
terjadi ekstravasasi ke jaringan subkutan
dan 30 mg/ml)
Perhatian Dapat terjadi alkalosis metabolik pada dosis
Efek samping Parastesia, letargis, disorientasi, dan kedutan otot
berlebih sehingga mengakibatkan kurva disosiasi
yang dapat berprogresi menjadi kejang
hemoglobin bergeser ke kiri dan mengganggu
Perhatian Toksisitas terjadi pada pasien dengan kelainan pelepasan oksigen, kalium masuk ke dalam sel
ginjal atau hati dan menyebabkan hipokalemia, kalsium lebih
banyak terikat pada protein dan menyebabkan
hipokalsemia, serta menurunkan ambang rangsang
8. Magnesium fibrilasi.

Magnesium merupakan ion penting pada sistem enzim,


khususnya yang melibatkan pembentukan ATP di otot. 20.2. OBAT STABILISASI
Magnesium juga sangat berperan pada neurotransmisi PASCARESUSITASI
dengan menurunkan pelepasan asetilkolin dan
1. Adrenalin (Epinefrin)
menurunkan sensitivitas motor end plate. Hipomagnesia
Adrenalin atau epinefrin adalah katekolamin poten
seringkali berhubungan dengan hipokalemia dan dapat
yang langsung bekerja pada reseptor adrenergik tanpa
menimbulkan aritmia dan henti jantung.
melalui pelepasan cadangan norepinefrin. Epinefrin
lebih baik daripada katekolamin lain pada pasien dengan
Indikasi VT torsade de pointes atau terdapat hipomagnesia
karena penyebab apa pun norepinefrin miokardium terbatas, seperti pada bayi dan
Dosis 25-50 mg/kg selama 10-20 menit IV (dosis maksimal anak dengan gagal jantung kronik.
2 g)

Indikasi Pasien dengan perfusi sistemik buruk atau hipotensi


9. Sodium bikarbonat yang bukan disebabkan hipovolemik. Infus adrenalin
dapat mengembalikan sirkulasi spontan, memperbaiki
Asidosis metabolik dan respiratorik pada henti jantung- tekanan darah dan perfusi sistemik
paru dapat terjadi karena adanya hipoksia dan metabolisme Dosis 0,05-0,5 µg/kg/menit dengan monitor ketat
takiaritmia dan efek samping lain
anaerob, gangguan perfusi ginjal pada keadaan henti Sediaan Ampul 1 mg/mL
jantung mengurangi pengeluaran asam, dan keadaan Perhatian Adrenalin dapat menyebabkan SVT, VT, dan
ventrikular ektopik. Pada dosis tinggi (>0,5-0,6 µg/
henti nafas menyebabkan retensi karbondioksida. Derajat kg/menit) dapat menyebabkan vasokonstriksi hebat
asidosis ini berhubungan dengan lamanya henti jantung-
paru terjadi. 2. Dopamin
Namun demikian, pemberian sodium bikarbonat Dopamin adalah katekolamin endogen dengan efek
pada kasus henti jantung-paru masih kontroversial, karena kardiovaskular. Efek dopamin tergantung pada respons
asidosis berat yang terjadi pada kasus henti jantung-paru katekolamin endogen, farmakokinetik, fungsi sistem
dapat diobati terutama dengan mempertahankan jalan organ dan cadangan norepinefrin. Dopamin merupakan
napas, hiperventilasi, kompresi jantung, dan pemberian obat pilihan pada usia dewasa, namun pada anak
epinefrin.

132 BAB 20: Lampiran


penggunaannya terbatas dan lebih sering menggunakan Indikasi Diberikan untuk pengobatan bradikardia yang
disebabkan oleh blok jantung yang tidak memberi
infus epinefrin. respons dengan pemberian atropin. Isoproterenol
diberikan pada anak dengan perfusi buruk dan
laju denyut jantung <60 kali per menit, walaupun
Indikasi Dopamin diberikan pada keadaan curah jantung tekanan darah masih normal. Namun, epinefrin
rendah persisten yang refrakter terhadap resusitasi tetap merupakan pilihan karena tidak menyebabkan
cairan. penurunan tekanan darah diastolik.
Dosis Dosis 2-20 µg/kg/menit, kemudian kecepatan infus Dosis Dimulai dengan dosis 0,5 µg/kg/menit. Titrasi
disesuaikan dengan penilaian diuresis, perfusi sistemik, dilakukan setiap 5 menit berdasarkan laju denyut
atau tekanan darah. Dopamin dosis rendah (2-5 µg/ jantung atau tekanan darah
kg/menit) sudah dapat memperbaiki aliran darah renal Sediaan Larutan 0,2 mg/mL
dan splanknik, serta meningkatkan diuresis. Masa
paruhnya pendek, sehingga diberikan secara infus
kontinyu.
Sediaan Larutan 40 mg/mL
20.3. ALAT RESUSITASI
Perhatian dopamin dosis tinggi (>20 µg/kg/menit) menyebabkan 1. Peralatan untuk mempertahankan jalan
vasokonstriksi berat dan iskemia. Infus dopamin harus
diberikan melalui kateter vena yang aman atau vena napas dan ventilasi
sentral
a. Penyangga jalan napas orofaring (oropharyngeal
airway atau guedel)
3. Dobutamin Alat ini digunakan untuk mempertahankan jalan
Dobutamin adalah katekolamin sintetik dengan napas anak yang tidak sadar bila tindakan chin lift
efek selektif pada reseptor β-adrenergik, sehingga atau jaw thrust tidak berhasil. Tidak boleh digunakan
meningkatkan kontraktilitas dan laju denyut jantung, pada anak dengan kesadaran yang baik karena
serta vasodilatasi ringan vascular bed perifer. Dobutamin akan merangsang refleks batuk atau muntah. Alat
tidak memiliki efek dopaminergik, sehingga tidak ini terbuat dari karet atau plastik tebal, berbentuk
mempengaruhi aliran darah renal dan splanknik secara melengkung dengan saluran udara di tengahnya.
langsung. Karet atau plastik tebal berguna untuk penyangga
lidah dan untuk mencegah penutupan saluran
Indikasi Diberikan pada keadaan hipotensi atau perfusi perifer
buruk dengan volume intravaskular yang cukup dan udara karena gigitan. Ukuran yang tersedia antara
irama jantung yang stabil 4-10 cm (ukuran guedel 0-4). Pemilihan ukurannya
Dosis Dosis dobutamin diberikan 5-20 µg/kg/menit.
Kecepatan infus disesuaikan dengan tekanan darah dan disesuaikan dengan jarak antara gigi seri dengan
perfusi pasien. Biasanya tidak diperlukan dosis yang angulus mandibula.
lebih besar dari 20 µg/kg/menit.
Sediaan Larutan 25 mg/mL dan 12,5 mg/mL
Perhatian Dobutamin menjadi tidak aktif jika dicampur dengan b. Penyangga jalan napas nasofaring
larutan alkali
Tujuan penggunaan alat ini adalah untuk menjaga
jalan napas antara hidung dengan faring posterior.
4. Isoproterenol
Dibandingkan penyangga jalan napas orofaring, alat
Isoproterenol adalah agonis b-adrenergik yang
ini lebih dapat ditoleransi oleh pasien. Ukuran yang
bekerja meningkatkan laju denyut jantung, konduksi
tersedia dari 12F hingga 36F. Ukuran diameter 12F
atrioventrikular, kontraktilitas jantung dan konsumsi
setara dengan pipa endotrakeal ukuran 3 mm, yang
oksigen miokardium. Isoproterenol menyebabkan
biasanya digunakan pada neonatus cukup bulan.
vasodilatasi perifer terutama pada otot rangka karena
Pemilihan ukurannya diesuaikan dengan diameter
densitas reseptor b-adrenergiknya tinggi.
liang hidung yang akan dipasang.

APRC 133
c. Laringoskop Cara lain untuk memperkirakan diameter pipa yang
Terdapat dua jenis laringoskop yang biasanya akan digunakan adalah dengan membandingkannya
dipakai pada anak, yaitu laringoskop Miller (bilah dengan diameter kelingking pasien atau diameter
lurus) dan Macintosh (bilah lengkung). Laringoskop yang tepat dengan liang hidung. Pemilihan ukuran
digunakan untuk menyingkirkan lidah, membuka, pipa yang benar dapat diketahui dengan adanya
dan melihat daerah laring. Karena bentuk anatomi kebocoran udara melalui tepi pipa pada tekanan di
jalan napas, laringoskop bilah lurus lebih banyak atas 20-30 cmH2O.
digunakan pada neonatus. Harus dipastikan lampu
laringoskop masih berfungsi sebelum digunakan dan e. Cunam magill
juga harus selalu disediakan baterai cadangan. Cunam magill adalah alat penjepit yang bersudut,
bertujuan agar tidak mengganggu lapang
d. Pipa endotrakeal pandang pada saat penggunaannya. Digunakan
Pipa endotrakeal berbentuk pipa plastik lengkung untuk menjepit pipa endotrakeal, terutama yang
dengan dua ujung yang terbuka. Pada bagian ujung dimasukkan melalui liang hidung. Alat ini juga
proksimalnya dihubungkan dengan adaptor yang dapat digunakan untuk mengelaurkan benda asing
sesuai dengan adaptor balon resusitasi. Pada anak di dari jalan napas atas.
bawah 8-10 tahun, biasanya dipilih pipa yang tidak
memiliki cuff (balon) untuk mencegah terjadinya f. Kateter penghisap
edema pada jalan napas (terutama pada level rawan Kateter penghisap digunakan untuk mengeluarkan
krikoid). Neonatus umumnya menggunakan pipa sekret bronkus atau cairan lain yang teraspirasi ke
berukuran 3-3,5 mm, kecuali pada bayi prematur dalam jalan napas. Ukuran kateter dalam satuan
yang mungkin memerlukan pipa berdiameter 2,5 French gauge yang setara dengan dua kali diameter
mm. Sedangkan, pada anak usia di atas 1 tahun, pipa endotrakeal. Misal, bila pipa endotrakeal yang
pemilihan ukuran dapat diperkirakan dengan rumus: digunakan 3 mm, kateter yang dipilih berukuran 6
French gauge.
Diameter = (usia/4) + 4
Panjang (cm) = (usia/2) + 12 (pipa oral) atau + 15
(pipa nasal)

Tabel 20.1. Tabel Pedoman ukuran laringoskop, pipa endotrakeal, dan kateter penghisap
Usia Laringoskop Diameter dalam pipa endotrakeal (mm) Jarak antara gigi seri/gusi Kateter
ke bagian tengah trakea penghisap (F)
(cm)
Neonatus kurang bulan Miller 0 2,5-3 tanpa balon penyekat 8 5-6
Neonatus cukup bulan Miller 0-1 3-3,5 tanpa balon penyekat 9-10 6-8
6 bulan 3,5-4 tanpa balon penyekat 10 8
1 tahun 4-4,5 tanpa balon penyekat 11 8
2 tahun Miller 2 4,5-5 tanpa balon penyekat 12 8
4 tahun 5-5,5 tanpa balon penyekat 14 10
6 tahun 5,5 tanpa balon penyekat 15 10
8 tahun Miller 2 6 dengan atau tanpa balon penyekat 16 10
Macintosh 2
10 tahun 6,5 dengan atau tanpa balon penyekat 17 12
12 tahun Macintosh 3 7 dengan balon penyekat 18 12
Remaja Macintosh 3 7-8 dengan balon penyekat 20 12
Miller 3

134 BAB 20: Lampiran


g. Kanul krokotiroidotomi 2. Peralatan untuk mempertahankan napas
Kanul krikotiroidotomi terbuat dari bahan yang a. Sungkup oksigen
lebih liat daripada kanul intravena sehingga tidak Sungkup oksigen biasa akan memberikan oksigen
terlipat (kinking). Terdapat tiga ukuran kanul dengan konsentrasi 40-60% dengan aliran 5-8 L/
krikotiroidotomi, yaitu nomor 12 untuk dewasa, 14 menit. Sistem ini menggunakan udara ruangan,
untuk anak, dan 18 untuk bayi. sehingga aliran oksigen harus diberikan minimal 6
L/menit untuk mencegah inspirasi karbon dioksida
h. Sungkup resusitasi kembali.
Sungkup resusitasi atau bag mask, mempunyai dua Sungkup dengan reservoir akan memberikan
bentuk dasar. Bentuk pertama menyesuaikan bentuk oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi (60-
anatomi anak yang bertujuan untuk mengurangi 90%). Bila dilengkapi dengan katup satu arah
ruang rugi ventilasi. Bentuk lainnya memiliki untuk mencegah inspirasi kembali udara yang
plastik lunak berbentuk sirkular yang memberikan keluar sungkup, maka disebut non rebreathing mask.
kekedapan sempurna. Pada bagian pangkalnya, Sedangkan, apabila tidak dilengkapi katup satu arah
sungkup resusitasi mempunyai konektor baku disebut partial rebreathing mask.
ukuran 15 atau 22 mm. Sungkup yang baik terbuat Sungkup dengan sistem venturi akan
dari bahan yang bening untuk dapat melihat menghasilkan konsentrasi oksigen sesuai yang
atau mendeteksi adanya sianosis pada bibir atau diinginkan antara 25-60%.
muntahan. Ukuran yang ideal adalah meliputi dagu
hingga pangkal hidung, tetapi tidak menyebabkan b. Sungkup terbuka
tekanan pada mata. Sungkup jenis ini lebih dapat ditoleransi anak,
namun hanya dapat menghasilkan konsentrasi
i. Pipa torakotomi oksigen maksimal 40% dengan aliran yang tinggi
Digunakan pada keadaan hematotoraks dan (10-15 L/menit).
pneumotoraks. Ukuran yang digunakan yaitu 10F
untuk neonatus, 12-16F untuk bayi (di bawah 12 c. Kotak oksigen
bulan), dan 20-32F untuk anak di atas 5 tahun. Kotak oksigen biasanya digunakan pada bayi baru
lahir atau bayi kecil. Kotak oksigen ini berupa
j. Pipa lambung plastik bening. Diperlukan konsentrasi oksigen yang
Pemasangan pipa lambung dapat mengempiskan tinggi (10-15 L/menit) yang akan menghasilkan
lambung dan dapat memperbaiki pernapasan konsentrasi 80-90%.
dengan sangat bermakna. Selama tindakan bantuan
ventilasi dengan balon resusitasi dan sungkup, udara d. Kanul oksigen
seringkali masuk ke dalam lambung, sehingga dapat Kanul oksigen digunakan untuk memberikan
merangsang muntah, reaksi vagal, dan menekan konsentrasi oksigen yang rendah (24-40%) dengan
diafragma ke atas. Pipa lambung tersedia dalam aliran maksimal 4-6 L/menit.
ukuran 2F hingga 16F untuk neonatus, anak, dan
remaja. Pemasangannya dilakukan melalui hidung, e. Kateter nasal
yaitu pada dasar hidung. Alat ini berupa tabung yang dimasukkan ke dalam
salah satu lubang hidung hingga ke faring. Alat ini

APRC 135
tidak dianjurkan karena tidak lebih baik daripada lidokain 1%, spuit 2 ml, serta jarum no. 23 untuk
kanal oksigen, dan dapat menyebabkan distensi anestesi lokal, benang dan jarum jahit, set infus, dan
lambung. plester.

3. Peralatan untuk Akses vaskular 20.4. DAFTAR NOMOR TELPON


a. Akses vena perifer PENTING
Alat yang dibutuhkan antara lain: kapas/kassa, Ambulans : 119 atau 021-65303118
larutan antiseptik (povidon-iodin) dan alkohol, wing Pemadam Kebakaran : 113 atau 1131
needle (no. 19, 21, 23, 25) atau kateter IV (no. 14, Polisi : 110
16, 18, 20, 22, 24), spuit dan cairan NaCl 0,9%, Pusat keracunan dan toksikologi (Depkes)
plester untuk fiksasi, serta turniket : 021 4250767 atau
021 4227875
b. Akses intraoseus
Alat yang dibutuhkan antara lain: jarum intraoseus,
Daftar bacaan
spuit dengan cairan NaCl, IVFD set 1. Pediatrik Advanced Life Support. ERC. Resuscitation 46.
2000.h.343-399
c. Akses vena sentral 2. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan
& Mikhail’s: Clinical Anesthesiology. Edisi ke-5.
Alat yang dibutuhkan antara lain: kateter intravena
McGrawHill. 2013
(baik yang melalui jarum atau dengan kawat 3. Miller RD, Pardo MC. Basics of Anesthesia. Edisi ke-6.
pemandu), kapas atau kassa dengan cairan antiseptik, Philadelphia: Elsevier Saunders. 2011

136 BAB 20: Lampiran

Anda mungkin juga menyukai