Anda di halaman 1dari 3

MAKNA SAPAAN KUDUS YHWH

Eko Prih Joko Sungkowo

Nama YHWH (aksara Latin-Indonesia) dalam bahasa Ibrani ditulis dari konsonan
Yod He Vaf He atau YHVH. Konsonan YHVH adalah empat huruf suci (tetragramaton)
dalam aksara Ibrani. YHVH adalah nama pribadi atau nama diri Allah umat Israel.
Kalau BAAL adalah nama pribadi atau nama diri allah orang Sidon (1 Raj 16:31-32;
18:24).
Karena YHVH adalah nama pribadi atau nama diri, maka umat Israel tidak mau
menyebut nama YHVH dengan YeHoVaH, tetapi dengan sapaan Adonai sebagai
sapaan kemuliaan dan kekudusan. Oleh LAI nama YHVH ini dengan tepat sekali
diterjemahkan TUHAN sesuai verbal atau ucapan umat Israel atau juga diterjemahkan
ALLAH (huruf besar semua). Dalam kitab berbahasa Ibrani jika terdapat tulisan Adonai
diterjemahkan Tuhan (huruf besar kecil). Dan kalau terdapat tulisan Adonai YHVH
maka diterjemahkan Tuhan ALLAH dan bukan diterjemahkan Tuhan TUHAN.
Penyapaan Adonai ini dimulai setelah bangsa Israel pulang dari pembuangan di
Babel tahun 586 sebelum masehi sampai sekarang. Penyapaan nama YHVH dengan
Adonai ini sesuai perintah hukum Taurat dalam Keluaran 20:7: Janganlah menyebut
nama TUHAN (YHVH), Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan
memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan.
Ketika menghadap presiden kita menyapa: Apa khabar Jokowi?, ini namanya kita
menyebut nama presiden kita dengan sembarangan. Saru, tidak pantas alias njangkar
dan dipandang bersalah. Begitulah nama Allah Israel yaitu YHVH tidak boleh
diucapkan sembarangan dengan dieja sesuai nikud (tanda baca huruf hidup) aksra Ibrani
YeHoVaH tetapi harus disapa dengan Adonai = TUHAN. Juga tidak boleh bersumpah
demi YHVH, saya bersumpah tidak mencuri padahal mencuri. Nah ini sama halnya
dengan menyebut nama YHVH dengan sembarangan. Dan itu dipandang bersalah,
malah dalam Talmud Yahudi orang yang mengeja nama YeHoVaH dipandang tidak
mendapat tempat kemuliaan sorgawi.
Tradisi suci Yahudi ini agaknya layak untuk dipertimbangkan oleh umat Kristen
untuk berlaku juga bagi orang Kristen. Sebab, bukankah orang Kristen mengakui
Perjanjian Lama (Tenakh) sebagai bagian menyatu dari Perjanjian Baru yang disebut
Alkitab? Semestinya juga layak memberlakukan tradisi Yahudi untuk tidak menyebut
nama YHVH dengan sembarangan tetapi menyapanya dengan TUHAN.
Apalagi menyapa dengan istilah Yahweh, ini malah lebih parah dan kesalahan
fatal. Kita mesti menempatkan pemahaman bahasa Ibrani sesuai kaidahnya. Istilah
“Yahweh” itu bukan istilah Ibrani. Sebab dalam budaya Ibrani nama selalu
menggunakan bentuk kata kerja imperfek (tindakan yang tidak pernah selesai).
Sedangkan kalau mau dipaksakan sebagai istilah Ibrani, maka kata “Yahweh” itu masuk
bentuk kata kerja perfek (past tense, masa lampau atau tindakan yang sudah selesai)
yang berarti Allah itu sama halnya telah tiada atau almarhum.
Sehingga kita bisa bertanya, perlukah umat Kristen memelihara atau menghargai
tradisi Yahudi yang satu ini, yakni tidak menyebut nama YHVH agar tidak terjebak
dalam nilai etis-dogmatis sembarangan? Menurut hemat saya, sangat, sangat, sangat
perlu. Alasannya, karena semua penulis perjanjian Baru masih kuat sekali mengikuti
dan menghormati tradisi Yahudi. Contoh tiada satupun para rasul bahkan Yesus sendiri

1
menyapa YHVH dengan panggilan YeHoVaH tetapi dengan panggilan atau sapaan
Bapa atau Anak atau Roh Kudus (Yoh 10:36; 14:25-26; 17:2-3; Mat 28:18, dsb.).
Itulah sebabnya rasul Yohanes dalam Injilnya Yoh 1:14 menulis Firman itu telah
menjadi manusia. Padahal Firman itu adalah Allah (Yoh 1:1). Mengapa Yohanes tidak
berani eksplisit menulis: Allah telah menjadi manusia? Apakah kita boleh mengatakan
Allah telah menjadi manusia? Mana yang tepat mengatakan Allah menjadi manusia atau
Firman menjadi manusia? Di sinilah kita layak bergumul.
Dalam alam pikiran Yohanes sudah tidak diragukan, bahwa Allah adalah bernama
YHVH sebagai pribadi yang kudus. Maka bila menulis Allah telah menjadi manusia, itu
mungkin dipandang sama halnya menulis pribadi dan nama Allah/YHVH yang kudus
itu dengan sembarangan, sebagaimana sejajar dengan menyebut nama YHVH dengan
YeHoVaH itu divonis bersalah karena sembarangan. Menulis YHVH/Allah menjadi
manusia bagi Yohanes yang masih kental memelihara roh, jiwa dan akar budaya Yahudi
agaknya dipahami sebagai kesalahan. Bahkan mungkin oleh Yohanes, menulis
atau menyebut dengan sembarangan itu sama halnya merendahkan martabat dan otoritas
Allah/YHVH sendiri. Meskipun Yohanes dan umat Kristen mengakui Allah/YHVH
telah hadir merendahkan diri dalam kemanusiaan Yesus Sang Mesias. Tetapi itu bukan
berarti kita boleh menyapanya dengan sapaan ungkapan penghinaan atau perendahan.
Dengan manis dan indahnya rasul Paulus merumuskan dengan istilah “Ia (Yesus) adalah
gambar Allah yang tidak kelihatan….” (Kol 1:15).
Jadi kalau Yohanes menggunakan istilah: Firman itu telah menjadi manusia,
rupanya bisa diyakini untuk menggantikan istilah Allah itu telah menjadi manusia, agar
sepadanan dengan menyebut Adonai untuk YHVH. Sehingga sapaan Firman untuk
Allah/YHVH ini adalah sapaan terhadap kemuliaan dan kekudusan-Nya. Lalu oleh
Yohanes, Firman yang menjadi manusia ini disebut Anak Allah atau Anak Tunggal
Bapa dalam konteks memaknai Allah/YHVH telah menjadi manusia.*
Jadi, kalau dalam Perjanjian Lama sebagai kitab nubuatan memanggil YHVH
dengan Adonai, maka dalam Perjanjian Baru sebagai kitab penggenapan nubuatan,
menyebut Allah/YHVH telah menjadi manusia itu tampaknya lebih tepat dengan
sebutan Anak Allah.
Sehingga ketika kita menyebut Tuhan Yesus itu Anak Allah, itu berarti sama
halnya kita mengakui YHVH telah menjadi manusia. Tetapi bila kita mengatakan
Allah/YHVH telah menjadi manusia, itu berarti identik menyebut nama YHVH yang
telah menjadi manusia itu dengan sembarangan atau perendahan. Sapaan kudus dan
bertangggungjawab bagi Allah/YHVH telah menjadi manusia adalah dengan sebutan
Anak Allah, atau Firman telah menjadi manusia. Sehingga ketika kita bertanya
bolehkah mengatakan Allah menjadi manusia? Atau mana yang tepat mengatakan Allah
menjadi manusia atau Firman menjadi manusia? Jelas yang lebih tepat dan
bertanggungjawab serta mengandung sapaan mulia dan kudus adalah Firman itu telah
menjadi manusia.
Untuk memperjelasnya saya buatkan diagram di bawah ini.

KEBERADAAN DAN NAMA SAPAAN KUDUS


YHVH/ALLAH Adonai
Hashem
Bapa
Roh Kudus
YHVH/ALLAH telah menjadi manusia Firman telah menjadi manusia
Anak Allah

2
Tuhan Yesus
Bapa
Roh Kudus
KEBERADAAN DAN NAMA SAPAAN SEMBARANGAN
YHVH/ALLAH YeHoVaH/Yahweh
YHVH/ALLAH telah menjadi manusia YHVH/ALLAH telah menjadi manusia

Jadi sesuai ajaran/tradisi Yahudi YHVH/ALLAH disapa Adonai, Hashem, Bapa


atau Roh Kudus. Dan penting dipertimbangkan mestinya ajaran/tradisi Kristen
menyebut YHVH/ALLAH telah menjadi manusia disapa dengan ungkapan Anak Allah,
Tuhan Yesus, Bapa, Roh Kudus. Sehingga ketika kita memanggil Tuhan Yesus itu
Anak Allah, dengan sendirinya kita mengimani bahwa YHVH/ALLAH itu telah
menjadi manusia.
Maka tidak heran, ketika Tuhan Yesus atau Anak Allah disalib dan menyerahkan
nyawa-Nya kepada Bapa, Ia bangkit kembali dari kematian, karena Dia adalah Firman
yang menjadi manusia. (Atau dengan kata lain dalam pengakuan iman Kristen yang tak
bisa ditawar-tawar adalah YHVH/ALLAH telah menjadi manusia meskipun layak
dipertimbangkan kita tidak perlu menyebutnya demikian).
Karena itu untuk mengakhiri tulisan ini biarlah kita selalu merenungkan Firman
Allah dan senantiasa memperoleh karunia Allah agar rahasia Injil dibukakan untuk
dapat kita mengerti secara benar. Dan lebih jauh kita dapat memberitakan Injil kepada
semua orang dengan sikap rendah hati. Apalagi sekarang ini banyak aliran gereja yang
aneh-aneh. Hal ini atau tulisan ini memang dimaksudkan agar warga Gereja bisa
menjawab pergulatan ketika menghadapi aliran gereja yang aneh-aneh itu.
Marilah kita mengakui TUHAN/YHVH itu Allah kita. TUHAN itu esa. Terpujilah
Dia sampai selama-lamanya karena Dia Juruselamat kita. Dan terimalah berkat-Nya.
TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau dalam nama Bapa, TUHAN
menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia dalam nama
Putera; TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai
sejahtera dalam nama Roh Kudus. Amin.
Demikian tulisan ini saya buat sebagai masukan dan bahan pergumulan kita
bersama demi semakin menemukan kebenaran iman kita. Lehitraoth (BE220420).

*Dalam tradisi Yahudi diakui bahwa Firman itu tak bisa dipisahkan dari Allah, sebagai satu kesatuan
utuh. Seperti ungkapan Tuhan Yesus, “Aku dan Bapa adalah satu” meski Yesus bukan Bapa tetapi Anak.

Anda mungkin juga menyukai