Anda di halaman 1dari 3

Nama: Ghina Rohadatul A’isy

Kelas: jurnalistik

Npm: 0441-15-063

Saya Tidak Pernah Takut

(Hari AIDS Sedunia)

Di bulan Desember ini banyak sekali momentum yang diperingati salah


satunya adalah Hari AIDS dunia, Hari AIDS diperingati setiap tanggal 1
Desember setiap tahunnya dimulai sejak 1988. Hari dimana seluruh elemen
diingatkan kembali akan bahaya dari AIDS itu sendiri yang hingga kini belum
ditemukan obat penangkalnya. Tidak hanya itu, masyarakat juga dibiasakan untuk
hidup bersama-sama dengan mereka yang sudah dinyatakan positif tertular HIV.

Kasus demi kasus HIV/AIDS terus terdeteksi di semua daerah di Indonesia. Ini
mengacu ke fenomena gunung es pada epidemi HIV/AIDS yaitu kasus yang
terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas
permukaan air laut, dan kasus yang tidak terdeteksi digambarkan sebagai
bongkahan es di bawah permukaan air laut.  

Faktanya, banyak orang dengan HIV hidup selama bertahun-tahun tanpa


mengembangkan AIDS. Berkat kemajuan dalam pengobatan, orang yang hidup
dengan HIV dapat berharap untuk menjalani rentang hidup yang mendekati
normal. Sementara seseorang dapat memiliki infeksi HIV tanpa AIDS, siapapun
yang didiagnosis dengan AIDS telah tertular HIV. Karena tidak ada obatnya,
infeksi HIV tidak pernah hilang, bahkan jika AIDS tidak pernah berkembang.
HIV dapat ditularkan dari orang ke orang lain Karena HIV adalah virus, virus
dapat ditularkan di antara orang-orang seperti virus lain pada umumnya.

Satu hal lagi yang dinilai mengapa HIV/AIDS dianggap remeh terkait masa
penularannya hingga seseorang dinyatakan positif tertular terbilang cukup lama,
yakni antara lima hingga sepuluh tahun. Kurun waktu itulah seseorang merasa
“aman” meski berulang kali melakukan hubungan seks bebas tanpa pengaman.
HIV/AIDS seperti bom waktu yang tidak pernah terasa keluhan-keluhannya,
meledak dan menghancurkan siapapun yang terjangkit penyakit mematikan ini,
tanpa mengenal berapa usianya ia terus menggerogoti tubuh para pengidap
HIV/AIDS.

Sebenarnya, kunci dari pencegahan HIV/AIDS itu sendiri terletak dari prilaku
manusia itu sendiri. Kalau masyarakat gemar berganti-ganti pasangan dengan
melakukan hubungan seks secara bebas, gemar menggunakan obat-obatan
terlarang, yakin saja HIV/AIDS akan tetap mengancam. Kedua prilaku ini
merupakan dua dari empat media utama penularan HIV disamping transfusi darah
yang sudah tercemar HIV serta ibu hamil yang tertular HIV kepada bayinya. Mari
kembali kita merenung dan melakukan evaluasi di Hari AIDS tahun ini. Semua
elemen harus bertekad bahwa HIV/AIDS menjadi musuh nomor satu yang harus
diberantas. 

Hari AIDS Sedunia juga menjadi kesempatan untuk menunjukkan solidaritas


dengan jutaan orang yang hidup dengan HIV/AIDS di seluruh dunia. Kebanyakan
orang melakukan ini dengan mengenakan pita merah sebagai bentuk bahwa semua
yang mengidap tidak boleh merasa sendirian, tidak menyerah dan harus tetap
berjuang.

Berbagai cara telah dilakukan disetiap peringatan demi peringatan tiap tahunnya,
edukasi seks dan bagaimana cara mencegah penyakit tersebut tak pernah berhenti.
Edukasi yang selalu pemerintah sosialisasikan meluas kesemua lini, terutama
sekolah-sekolah yang memang sewajarnya anak usia dini yang akan menjadi
penerus generasi ini tidak boleh terjangkit penyakit HIV/AIDS. Tak hanya
berhenti disekolah penyuluhan ditiap-tiap daerah pun tak pernah berhenti, sampai
tes HIV/AIDS yang sudah tersedia diberbagai rumah sakit sudah diupayakan
sebagai bentuk inisiasi pemerintah bahwa kami pun perduli.

Bom waktu ini tidak boleh meledak lagi, kita harus meminimalisir penyakit ini.
Mereka yang tak bersalah, yang hanya tertular dari hal-hal yang tidak pernah
mereka sadari, bahkan anak-anak usia dini yang akhirnya menjadi korban dari
kelalayan orang tua karena kurangnya edukasi mengenai HIV/AIDS terus
meningkat dari tahun ketahun.

Pita merah yang selalu dikampanyekan bukanlah hanya sekedar pita, bentuk
solidaritas yang jaringannya sudah dunia ini tidak main-main untuk berusaha
membasmi penyakit mematikan yang tidak kunjung ditemukan obat dan
penyembuhannya. Merangkul dan mengajak untuk beriringan bersama dengan
para pengidap, untuk terus berjuang melawan penyakitnya tanpa rasa takut,
dengan percaya diri dan tidak perlu malu untuk mengakui karena siapapun yang
turun untuk memperingatin hari AIDS adalah mereka yang menyayangi para
pengidap HIV/AIDS itu sendiri.

Oleh sebab itu, dukungan moral yang akan mengubah pemikiran bahwa pengidap
harus dijauhi seperti mendapat hukuman sosial itu adalah salah besar, mengidap
HIV/AIDS tidak serta merta harus terasingkan oleh lingkungan sosial. Justru
mereka butuh kekuatan, dukungan, bantuan yang sangat mempengaruhi mental
agar terus mau menjalani hidup dengan bahagia.

Mari rangkul semua kalangan, penyakit bukan hambatan untuk tetap hidup
dengan tentram dan bahagia, aku dan kalian tak ada yang berbeda. HIV/AIDS
Saya tidak pernah takut!

Ghina Rohadatul A’isy

Mahasiswa

Anda mungkin juga menyukai