Anda di halaman 1dari 3

Secara umum kata etika berasal dari bahasa Yunani, yakni “Ethos”; bahasa Arab

yakni “Akhlaq”, yang berarti watak, perilaku, adat kebiasaan dalam bertingkah laku. Bentuk
jamaknya ta etha yang berarti adat istiadat.1 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika
adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak).2 Sedangkan dalam kamus istilah pendidikan dan umum dikatakan bahwa etika
adalah bagian dari filsafat yang mengajarkan keluhuran budi. 3 Dalam hal ini, etika lebih
berkaitan dengan sumber atau pendorong yang menyebabkan terjadinya tingkah laku atau
perbuatan ketimbang dengan tingkah laku itu sendiri. Etika bertujuan menciptakan konsepsi
yang sama mengenai penilaian baik buruk tindakan manusia, mengarahkan perkembangan
masyarakat menuju hubungan yang harmonis, tertib, teratur, dan damain bagi terciptanya
kesejahteraan, menumbuhkan tanggungjawab. Dengan demikian, etika adalah refleksi dari
apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari
dan untuk kepentingan kelompok suatu profesi, yang kemudian disebut Kode Etik Profesi.
Sumber Etika Sumber muculnya etika sebagai pedoman perilaku dapat bersumber dari
internal dan eksternal. Internal bersumber dari dalam diri seseorang hasil dari proses
pendidikan orang tua semenjak dalam kandungan hingga contoh-contoh berkata dan
berperilaku yang baik selama seseorang berada dalam lingkungan keluarga. Sumber
eksternal, yaitu dari ajaran agama yang dianut seseorang, bisa juga bersumber dari
lingkungan masyarakat yang telah memiliki kaidah-kaidah perilaku baik yang diharuskan
untuk dilakukan serta perilaku tidak baik yang harus dihindari; dari lingkungan sekolah yang
diajarkan dan dicontohkan oleh para guru, dan bisa juga diciptakan oleh aturan-aturan
eksternal yang disepakati secara kolektif, misalnya sumpah jabatan, disiplin, hidup bersih,
tertib dan sebagainya. Oleh sebab itu menanamkan nilai-nilai agama, moral dan etika
semenjak dini (semenjak dalam kandungan), dalam keluarga, dalam masyarakat dan lembaga
pendidikan melalui pengajaran dan contoh-contoh ucapan dan perilaku yang baik, merupakan
landasan dasar bagi bangunan peribadi beretika atau berintegritas.
Prinsip‐prinsip etika menurut Manuel G Velasquesz sebagaimana dikutip Mahendra Adhi
Nugroho,4yaitu:
1. Egoism. Merupakan standar yang mengacu pada kepentingan diri sendiri. Keputusan
berdasarkan egoism dibuat untuk memberikan konsekuensi paling besar pada pihak yang
1
K. Bertens, hal. 4
2
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. I, Ed. III, Balai Pustaka, Jakarta, 2001,
hal. 309.
3
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan, Jakarta 1999, hal.6
4
Mahendra Adhi Nugroho, Konsep Teori dan Tinjauan Kasus Etika Bisnis PT Dirgantara Indonesis (1960 ‐2007),
Jurnal Economia, Volume 8, Nomor 1, April 2012, hal. 25
dipentingkan dengan mengabaikan kepentingan pihak lain. Tindakan mementingkan diri
sendiri tersebut dapat berupa jangka pendek dan jangka panjang.
2. Utilitarianism. Berdasarkan prinsip ini keputusan adalah etis jika memberikan benefit
paling besar daripada keputusan alternatif yang lain. Perbedaan egoism dan utilitarianism
adalah egoism berfokus pada kepentingan diri sendiri dari individual, perusahaan, komunitas,
dan lain‐lain, tetapi utilitarianism berfokus pada kepentingan sendiri dari seluruh stakeholder.
3. Kant dan Deontology. Pada konsep utilitarianism kehilangan tuntutan dari teori karena
gagal untuk menilai karakteristik tindakan moral, motif moral. Menurut pandangan Kant,
manusia mempunyai kehendak untuk melakukan tindakan apa yang diinginkan. Yang
membedakan manusia dengan binatang adalah kemampuan untuk memilih antar arti alternatif
atau cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan kebebasan menentukan tujuan atau
kehendak dan bertindak dengan motif yang lebih tinggi
Adapun beberapa komponen Etika, yaitu kebebasan dan tanggung jawab,
keseimbangan hak dan kewajiban, nilai baik dan buruk. Kebebasan adalah potensi alamiah
atau kodrat manusia yang sangat menentukan kualitas hidupnya. Kebebasan menjadi
prasyarat untuk memintanya bertanggungjawab atas perbuatan yang ia lakukan. Kebebasan
bagi manusia pertama-tama berarti, bahwa ia dapat menentukan apa yang mau dilakukannya
secara fisik. Ia dapat menggerakkan anggota tubuhnya sesuai dengan kehendaknya, tentu
dalam batas-batas kodratnya sebagai manusia. Jadi kemampuan untuk menggerakkan
tubuhnya memang tidak terbatas. Kebebasan manusia bukan sesuatu yang abstrak, melainkan
konkret, sesuai dengan sifat kemanusiaannya. 5 Hak dan kewajiban manusia merupakan dua
sisi mata uang yang sama. Keduanya berjalan bersamaan. Konsekuensi dari hak adalah
kewajiban, dan konsekuensi dari kewajiban adalah adanya hak. Keseimbangan antara
terlaksananya kewajiban dan diperolehnya hak adalah penting dalam menjaga hubungan yang
harmonis dan seimbang antar sesama manusia individu, individu dengan masyarakat,
individu dengan institusi dan seterusnya. Sedangkan nilai Baik dan buruk bisa dilihat dari
akibat yang ditimbulkan dari perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Nilai baik dan buruk
ditentukan oleh akal dan agama. Upaya akal dalam mengetahui mana yang baik dan mana
yang buruk tersebut dimungkinkan oleh pengalaman manusia juga. Berdasarkan pengalaman
tersebut, disamping ada nilai baik dan buruk yang temporal dan lokal, akal juga mampu
menangkap suatu perbuatan buruk, karena buruk akibatnya meskipun dalam zat perbuatan itu
sendiri tidaklah kelihatan keburukannya. Demikian sebaliknya, ada perbuatan baik, karena
baik akibatnya, meskipun dalam zat perbuatan itu tidak kelihatan baiknya.
5
Franz Magnis-Suseno, Etika Dasar, Kanisius, Yogyakarta, 1987,hal. 23

Anda mungkin juga menyukai