Askep DM 2 Tanpa Komplikasi
Askep DM 2 Tanpa Komplikasi
Kasus:
Tn. X umur 50 tahun memeriksakan diri pada hari Senin, tanggal 6 April 2020, pukul
08.00 WIB di Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya. Tn. X mengeluh mudah haus, sering
BAK, dan mudah lelah. Tn. X mengatakan nafsu makannya agak kurang selama 7 hari ini
dan hanya mampu menghabiskan ¼ porsi dari makanan yang disediakan. Tn. X
mengatakan ibunya mempunyai riwayat Diabetes Melitus Tipe 2. Tn. X juga mengeluh
mudah merasa lelah. Tn. X tinggal serumah bersama isteri dan satu orang anaknya di dekat
Pasar Rajawali. Tn. X tampak bingung saat ditanya tentang kondisi penyakitnya dan
penanganannya. Hasil pemeriksaan gula darah sewaktu yaitu 250 mg/dl. Berat badan Tn. X
saat ini 50 kg dan tinggi badannya 168 cm, TD 120/80 mmHg, Nadi 72 x/mnt teratur, RR
14 x/mnt, dan Suhu 36,5C. Kulit tampak kering dan turgor agak kurang. Besok harinya
Selasa, tanggal 7 April 2020, Tn. X dilakukan pemeriksaan gula darah puasa dengan hasil
> 160 mg/dl, dan gula darah 2 jpp > 240 mg/dl.
Pertanyaan:
1. Identifikasi analisa data pada kasus di atas!
Data Fokus
Masalah Kemungkinan Penyebab
(Subjektif dan Objektif)
S:
1. Tn. X mengeluh mudah haus,
sering BAK, dan mudah
lelah.
2. Tn. X mengatakan ibunya
mempunyai riwayat Diabetes
Ketidakstabilan kadar Glukosa
Melitus Tipe 2 Hiperglikemia
darah
O:
Hasil pemeriksaan
GDS : 250 mg/dl
GDP : > 160 mg/dl
GD 2 jpp > 240 mg/dl
S: Defisit Nutrisi Faktor psikologis (nafsu makan
1. Tn. X mengatakan nafsu menurun)
makannya agak kurang
selama 7 hari ini dan hanya
mampu menghabiskan ¼
porsi dari makanan yang
disediakan
2. Tn. X mengeluh mudah
merasa Lelah
O:
BB : 50 kg
TB :168 cm
Kulit tampak kering dan turgor
agak kurang
IMT : 50/1,682 = 17,7
(Termasuk dalam mild thinness
menurut WHO atau kekurangan
berat badan tingkat ringan
menurut Kemenkes RI)
S:
1. Tn. X mengeluh mudah
merasa Lelah
O: Keletihan Kondisi Fisiologis (malnutrisi)
BB : 50 kg
TB :168 cm
IMT : 50/1,682 = 17,7
S:
Klien mengatakan bingung
dengan penyakitnya dan
penanganannya
Keterbatasan kognitif, dan kurang
Defisit Pengetahuan
terpaparnya informasi
O:
Pasien terlihat kebingungan
dengan kondisi penyakitnya
Nomor
Diagnosis Tujuan/ Kriteria Hasil
Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan
Di Susun Oleh :
CHRISTIE
P0.62.20.1.16.125
B. Klasifikasi
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4
kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung
insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel
beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses
autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.
Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II.
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten
insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama
adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap,
suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat
oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang
berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik
gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestational Diabetes Mellitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes.
C. Etiologi
Penyebab dari DM Tipe II antara lain (FKUI, 2011):
1. Penurunan fungsi cell β pancreas
Penurunan fungsi cell β disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
a) Glukotoksisitas
Kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebabkan peningkatan
stress oksidatif, IL-1b DAN NF-kB dengan akibat peningkatan apoptosis sel β.
b) Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa dalam proses
lipolisis akan mengalami metabolism non oksidatif menjadi ceramide yang
toksik terhadap sel beta sehingga terjadi apoptosis.
c) Penumpukan amyloid
Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat sehingga kadar glukosa
darah akan meningkat, karena itu sel beta akan berusaha mengkompensasinya
dengan meningkatkan sekresi insulin hingga terjadi hiperinsulinemia.
Peningkatan sekresi insulin juga diikuti dengan sekresi amylin dari sel beta
yang akan ditumpuk disekitar sel beta hingga menjadi jaringan amiloid dan
akan mendesak sel beta itu sendiri sehingga akirnya jumlah sel beta dalam
pulau Langerhans menjadi berkurang. Pada DM Tipe II jumlah sel beta
berkurang sampai 50-60%.
d) Efek incretin
Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan cara meningkatkan
proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi apoptosis sel
beta.
e) Usia
Diabetes Tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin sering
terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada usia lanjut. Usia
lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50 – 92%. Proses
menua yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan
anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut
pada tingkat jaringan dan ahirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi
fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang mengalami perubahan adalah sel
beta pankreas yang mengahasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan terget yang
menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi
kadar glukosa.
f) Genetik
2. Retensi insulin
Penyebab retensi insulin pada DM Tipe II sebenarnya tidak begitu jelas, tapi faktor-
faktor berikut ini banyak berperan:
a) Obesitas
Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap glukosa darah
berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel diseluruh tubuh termasuk di otot
berkurang jumlah dan keaktifannya kurang sensitif.
b) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
c) Kurang gerak badan
d) Faktor keturunan (herediter)
e) Stress
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi sistem saraf simpatis
yang diikuti oleh sekresi simpatis adrenal medular dan bila stress menetap maka
sistem hipotalamus pituitari akan diaktifkan. Hipotalamus
mensekresi corticotropin releasing faktor yang menstimulasi pituitari anterior
memproduksi kortisol, yang akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa
darah
D. Faktor Resiko
Faktor resiko yang tidak dapat diubah:
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Keturunan
E. Patofisiologi
Patogenesis diabetes melitus Tipe II ditandai dengan adanya resistensi insulin
perifer, gangguan “hepatic glucose production (HGP)”, dan penurunan fungsi cell β,
yang akhirnya akan menuju ke kerusakan total sel β. Mula-mula timbul resistensi
insulin yang kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin untuk mengkompensasi
retensi insulin itu agar kadar glukosa darah tetap normal. Lama kelamaan sel beta tidak
akan sanggup lagi mengkompensasi retensi insulin hingga kadar glukosa darah
meningkat dan fungsi sel beta makin menurun saat itulah diagnosis diabetes
ditegakkan. Penurunan fungsi sel beta itu berlangsung secara progresif sampai akhirnya
sama sekali tidak mampu lagi mensekresi insulin (FKUI, 2011).
Pada diabetestipe2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 disertai dengan penurunan
reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukagon dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi
insulin yang merupakan ciri khas diabetes mellitus tipe 2, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes
mellitus tipe II. Meskipun demikian, diabetes mellitus tipe 2 yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Pada keadaan tertentu glukosa dapat meningkat sampai dengan 1200 mg/dl hal ini
dapat menyebabkan dehidrasi pada sel yang disebabkan oleh ketidakmampuan glukosa
berdifusi melalui membran sel, hal ini akan merangsang osmotik reseptor yang akan
meningkatkan volume ekstrasel sehingga mengakibatkan peningkatan osmolalitas sel
yang akan merangsang hypothalamus untuk mengsekresi ADH dan merangsang pusat
haus di bagian lateral (Polidipsi). Penurunan volume cairan intrasel merangsang
volume reseptor di hypothalamus menekan sekresi ADH sehingga terjadi diuresis
osmosis yang akan mempercepat pengisian vesika urinaria dan akan merangsang
keinginan berkemih (Poliuria). Penurunan transport glukosa kedalam sel menyebabkan
sel kekurangan glukosa untuk proses metabolisme sehingga mengakibatkan starvasi
sel. Penurunan penggunaan dan aktivitas glukosa dalam sel (glukosa sel) akan
merangsang pusat makan di bagian lateral hypothalamus sehingga timbul peningkatan
rasa lapar (Polipagi).
Pada Diabetes Mellitus yang telah lama dan tidak terkontrol, bisa terjadi
atherosklerosis pada arteri yang besar, penebalan membran kapiler di seluruh tubuh,
dan degeneratif pada saraf perifer. Hal ini dapat mengarah pada komplikasi lain seperti
thrombosis koroner, stroke, gangren pada kaki, kebutaan, gagal ginjal dan neuropati.
F. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat DM Tipe II, antara lain (Stockslager L,
Jaime & Liz Schaeffer, 2007) :
1. Hipoglikemia
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diabetes yang di obati
dengan insulin atau obat-obatan antidiabetik oral. Hal ini mungkin di sebabkan oleh
pemberian insulin yang berlebihan, asupan kalori yang tidak adekuat, konsumsi
alkohol, atau olahraga yang berlebihan. Gejala hipoglikemi pada lansia dapat
berkisar dari ringan sampai berat dan tidak disadari sampai kondisinya mengancam
jiwa.
2. Ketoasidosis diabetic
Kondisi yang ditandai dengan hiperglikemia berat, merupakan kondisi yang
mengancam jiwa. Ketoasidosis diabetik biasanya terjadi pada lansia dengan
diabetes Tipe 1, tetapi kadang kala dapat terjadi pada individu yang menderita
diabetes Tipe 2 yang mengalami stress fisik dan emosional yang ekstrim.
3. Sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar (Hyperosmolar hyperglycemic
syndrome, HHNS) atau koma hyperosmolar
Komplikasi metabolik akut yang paling umum terlihat pada pasien yang
menderita diabetes. Sebagai suatu kedaruratan medis, HHNS di tandai dengan
hiperglikemia berat(kadar glukosa darah di atas 800 mg/dl), hiperosmolaritas (di
atas 280 mOSm/L), dan dehidrasi berat akibat deuresis osmotic. Tanda gejala
mencakup kejang dan hemiparasis (yang sering kali keliru diagnosis menjadi cidera
serebrovaskular) dan kerusakan pada tingkat kesadaran (biasanya koma atau
hampir koma).
4. Neuropati perifer
Biasanya terjadi di tangan dan kaki serta dapat menyebabkan kebas atau
nyeri dan kemungkinan lesi kulit. Neuropati otonom juga bermanifestasi dalam
berbagai cara, yang mencakup gastroparesis (keterlambatan pengosongan lambung
yang menyebabkan perasaan mual dan penuh setelah makan), diare noktural,
impotensi, dan hipotensi ortostatik.
5. Penyakit kardiovaskuler
Pasien lansia yang menderita diabetes memiliki insidens hipertensi 10 kali
lipat dari yang di temukan pada lansia yang tidak menderita diabetes. Hasil ini lebih
meningkatkan resiko iskemik sementara dan penyakit serebrovaskular, penyakit
arteri koroner dan infark miokard, aterosklerosis serebral, terjadinya retinopati dan
neuropati progresif, kerusakan kognitif, serta depresi sistem saraf pusat.
6. Infeksi kulit
Hiperglikemia merusak resistansi lansia terhadap infeksi karena kandungan
glukosa epidermis dan urine mendorong pertumbuhan bakteri. Hal ini membuat
lansia rentan terhadap infeksi kulit dan saluran kemih serta vaginitis.
G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler
serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes (FKUI, 2011) :
1. Diet
2. Latihan fisik
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan kesehatan
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk DM sebagai berikut (FKUI, 2011) :
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
A. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus:
1. Aktivitas / istirahat
Tanda : - Takikardia dan takipnea pada keadaan isitrahat atau dengan aktivitas
Tanda : - Takikardia
- Perubahan tekanan darah postural, hipertensi
- Nadi yang menurun / tidak ada
- Disritmia
- Krekels
- Kulit panas, kering, kemerahan, bola mata cekung
3. Integritas Ego
4. Eliminasi
5. Makanan / cairan
- Mual / muntah
- Tidak mengikuti diet : peningkatan masukan glukosa / karbohidrat.
- Penurunan BB lebih dari periode beberapa hari / minggu
- Haus
- Penggunaan diuretic (tiazid)
Tanda : - Disorientasi : mengantuk, letargi, stupor / koma (tahap lanjut).
Ganguan memori (baru, masa lalu) kacau mental.
6. Nyeri / kenyamanan
7. Pernafasan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan
keseimbangan insulin
2. Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan berlebih, tidak adekuatnya
intake cairan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat penurunan produksi
energy
4. Resiko cedera b/d penurunan fungsi penglihatan, pelisutan otot.
5. Resiko infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan primer
C. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
No. Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Ketidakseimba Setelah 1. Pasien dapat 1. Timbang berat 1. Mengkaji
ngan nutrisi dilakukan mencerna badan tiap hari pemasukan
kurang dari tindakan jumlah kalori atau sesuai dengan makanan yang
kebutuhan keperawatan atau nutrien indikasi adekuat
tubuh b.d selama ...×24 yang tepat 2. Tentukan program 2. Mengidentifikasi
gangguan jam 2. BB stabil, diet dan pola kekurangan dan
keseimbangan diharapkan nilai lab makan pasien dan penyimpangan dari
insulin kebutuhan normal bandingkan kebutuhan
nutrisi pasien dengan makanan terapeutik
terpenuhi. yang dapat 3. Pemberian makanan
dihabiskan pasien melalui oral lebih
3. Berikan makanan baik jika pasien
cair yang sadar dan fungsi
mengandung zat gastroisntetinal baik
makanan (nutrient) 4. Gula darah akan
dan elektrolit menurun perlahan
dengan segera jika dengan penggantian
pasien sudah dapat cairan dan terapi
mentoleransinya insulin terkontrol
melalui pemberian 5. Sangat bermanfaat
cairan melalui oral dalam perhitungan
4. Pantau dan penyesuaian
pemeriksaan diet untuk
laboratorium, memenuhi
seperti glukosa kebutuhan nutrisi
darah, aseton, pH, pasien
dan HCO3
5. Kolaborasi dengan
ahli diet
2. Resiko Setelah 1. Pasien 1. Pantau tanda-tanda 1. Hipovelemia dapat
kekurangan dilakukan menunjukkan vital, catat adanya dimanifestasikan
volume cairan tindakan hidrasi yang perubahan TD oleh hipotensi dan
b.d kehilangan keperawata adekuat orotstatik takikardia.
cairan n 2. tanda vital 2. Ukur berat badan 2. Memberikan hasil
berlebih, tidak selama stabil, nadi setiap hari pengkajian yang
adekuatnya ...×24 jam perifer dapat 3. Kaji nadi perifer, terbaik di status
intake cairan diharapkan diraba, turgor pengisian kapiler, cairan yang sedang
kebutuhan kulit dan turgor kulit dan berlangsung dan
nutrisi pengisian membran mukosa selanjutnya dalam
pasien kapiler baik, 4. Pantau memberikan cairan
terpenuhi. 3. haluaran urin pemeriksaan lab pengganti.
tepat secara seperti : 3. Merupakan
individu dan Hematoksit (Ht), indikator dari
kadar BUN (kreatinin) tingkat dehidrasi
elektrolit dan Osmulalitas atau volume
dalam batas darah, Natrium, sirkulasi yang
normal. kalium adekuat
4. Hasil pemeriksaan
lab mendukung
perawatan
D. Implementasi
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan
yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai
dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan
interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada
situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah
selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah
dilakukan dan bagaimana respon pasien.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini
adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan
dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Daftar Pustaka
ADA. (2018). Diagnosis and classification of diabetes mellitus. American Diabetes Care.
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Huda, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.
Isnani, N., & Ratnasari. (2018). Faktor Resiko Mempengaruhi Kejadian Diabetes Tipe 2.
Jurnal Keperawatan Dan Kebidanan Aisyah.
Smeltzer, S. C., & Bare B. G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth (Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC.
Stockslager L, Jaime dan Liz Schaeffer. 2007. Asuhan Keperawatan Geriatric.
Jakarta:EGC.
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
Disusun Oleh:
CHRISTIE
PO.62.20.1.16.125
TAHUN 2020
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Sasaran : Tn. X
A. LATAR BELAKANG
Diabetes melitus atau merupakan penyakit gangguan metabolik menahun
akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak menggunakan
insulin yang diproduksi secara efektif.
Prevalensi diabetes melitus meningkat secara global teristimewa menjadi
perhatian di negara Asia. Perkiraan secara global 366 juta individu yang diabetes
melitus. Perkiraan di tahun 2020 penyakit ini merujuk kepada kematian dari 7
orang dari setiap 10 orang di negara berkembang.
Indonesia, masuk ke dalam peringkat 6 angka kejadian diabetes melitus
terbanyak di dunia.Dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation)
tercantum perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan
dengan asumsi prevalensi DM 4,6%, diperkirakan pada tahun 2000 berjumlah 5,6
juta. Berdasarkan pola perambahan penduduk seperti ini, diperkirakan pada tahun
2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun da dengan
asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2% juta pasien diabetes.
Diabetes tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen
genetik dan linkungan yang sama kuat dalam proses timbulnya penyakit
tersebut.Pengaruh faktor genetik terhadap penyakit ini dapat terlihat jelas dengan
tingginya penderita diabetes yang berasal dari orang tua yang memiliki riwayat
diabetes melitus sebelumnya. Diabetes melitus tipe 2 sering juga di sebut diabetes
life style karena penyebabnya selain faktor keturunan, faktor lingkungan meliputi
usia, obesitas, resistensi insulin, makanan, aktifitas fisik, dan gaya hidup penderita
yang tidak sehat juga bereperan dalam terjadinya diabetes ini.Perkembangan
diabetes melitus tipe 2 yang lambat, sering kali membuat gejala dan tanda-tandanya
tidak jelas.
D. STRATEGI PELAKSANAAN
No. Tahap Waktu Penyuluhan Peserta
Kegiatan
1. Pembukaan 5 menit a) Menyampaikan Memperhatikan dan
salam dan mendengarkan
perkenalan
b) Membuat
kontrak waktu
dan topik
c) Menjelaskan TIU
dan TIK
2. Pengembangan 20 menit a) Pengertian Memperhatikan dan
Diabetes Melitus mendengarkan
b) Penyebab
Diabetes Melitus
c) Tanda dan Gejala
Diabetes Melitus
d) Komplikasi
Diabetes Melitus
e) Perawatan untuk
klien dengan
Diabetes melitus
tipe 2
f) pemanfaatan
pelayanan
kesehatan yang
tersedia
F. METODE
1. Ceramah
2. Tanya jawab
G. MEDIA
1. Power Point
2. Leaflet
H. EVALUASI
Evalusai dengan tes formatif memberikan pertanyaan kembali mengenai
diabetes melitus.
1. Evaluasi proses
a. Peserta antusias terhdap materi penyuluhan
b. Tidak ada peserta yang meninggakan tempat penyuluhan sebelum acara
selesai
c. Peserta mengajukan pertanyaan.
2. Evaluasi hasil
a. Peserta mengerti tentang Diabetes Melitus
b. Peserta mengerti tentang Penyebab Diabetes Melitus
c. Peserta mengerti tentang Tanda dan Gejala Diabetes Melitus
d. Peserta mengerti tentang Komplikasi Diabetes Melitus
e. Peserta mengetahui tentang Perawatan klien Diabetes melitus tipe 2
f. Peserta mengetahui tentang pelayanan kesehatan yang tersedia
3. Pertanyaan
a. Apa Pengertian Diabetes Melitus tipe 2 ?
b. Apa Penyebab Diabetes Melitus tipe 2 ?
c. Apa Saja Tanda Dan Gejala Diabetes Melitus tipe 2 ?
d. Apa Saja Komplikasi Diabetes Melitus tipe 2 ?
e. Bagaimana Perawatan klien dengan Diabetes melitus tipe 2 ?
f. Apa saja pelayanan kesehatan yang tersedia ?
Lampiran
MATERI PENYULUHAN
A. Pengertian
Diabetes Mellitus Tipe II adalah keadaan dimana kadar glukosa tinggi,
kadar insulin tinggi atau normal namun kualitasnya kurang baik, sehingga gagal
membawa glukosa masuk dalam sel, akibatnya terjadi gangguan transport glukosa
yang dijadikan sebagai bahan bakar metabolisme energi. (FKUI, 2011)
Diabetes melitus atau merupakan penyakit gangguan metabolik menahun
akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak menggunakan
insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur
keseimbangan kadar gula darah. Akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa
dalam darah.(Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, DM adalah suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. (Fadma dkk,
2014).
C. Faktor Resiko
PERKENI (2015) mengatakan faktor risiko diabetes sama terdiri dari :
4. Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi akut dan
kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori,
yaitu:
1. Komplikasi akut
a. Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah nilai normal
(< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1
yang dapat dialami 1-2 kali per minggu, kadar gula darah yang terlalu
rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga
tidak berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan.
b. Hiperglikemi, adalah apabila kadar gula darah meningkat secara tiba-tiba,
dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara
lain ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan
kemolakto asidosis.
2. Komplikasi Kronis
a. Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yang umum
berkembang pada penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan darah
pada sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal
jantung kongetif, dan stroke.
b. Komplikasi mikrovaskuler, seperti neuropati (kerusakan syaraf) dikaki
yang meningkatkan kejadian ulkus kaki, infeksi dan bahkan keharusan
untuk dilakukan amputasi kaki. Retinopati diabetikum yang merupakan
salah satu penyebab utama kebutaan, terjadi akibat kerusakan pembuluh
darah kecil diretina. Nefropati yang merupakan penyebab gagal utama
pada ginjal.
a. Pemberian nutrisi
Jenis makanan untuk penderita Diabetes Melitus
Makanan yang dibatasi
b. Rumah Sakit
Sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya
disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Melayani
hampir seluruh penyakit umum, dan biasanya memiliki institusi perawatan
darurat yang siaga 24 jam (ruang gawat darurat) untuk mengatasi bahaya dalam
waktu secepatnya dan memberikan pertolongan pertama.
Rumah sakit umum biasanya merupakan fasilitas yang mudah ditemui di
suatu negara, dengan kapasitas rawat inap sangat besar untuk perawatan intensif
ataupun jangka panjang. Rumah sakit jenis ini juga dilengkapi dengan fasilitas
bedah, bedah plastik, ruang bersalin, laboratorium, dan sebagainya. Tetapi
kelengkapan fasilitas ini bisa saja bervariasi sesuai kemampuan
penyelenggaranya.
Rumah sakit yang sangat besar sering disebut Medical Center (pusat kesehatan),
biasanya melayani seluruh pengobatan modern.
c. Klinik
Fasilitas medis yang lebih kecil yang hanya melayani keluhan tertentu.
Biasanya dijalankan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat atau dokter-dokter
yang ingin menjalankan praktik pribadi. Klinik biasanya hanya menerima rawat
jalan. Bentuknya bisa pula berupa kumpulan klinik yang disebut poliklinik.
Sebuah klinik (atau rawat jalan klinik atau klinik perawatan rawat jalan)
adalah fasilitas perawatan kesehatan yang dikhususkan untuk perawatan pasien
rawat jalan. Klinik dapat dioperasikan, dikelola dan didanai secara pribadi atau
publik, dan biasanya meliputi perawatan kesehatan primer kebutuhan populasi di
masyarakat lokal, berbeda dengan rumah sakit yang lebih besar yang
menawarkan perawatan khusus dan mengakui pasien rawat inap untuk menginap
semalam.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Faktor-faktor resiko DM. Pengertian, Penyebab dan Pencegahan Diabetes
Melitus. Di unduh dari
Fatimah, Restiyana N. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Lampung diunduh dari www.e-
jurnal.com/2015/05/diabetes-melitus-tipe-2.html diakses pada tanggal 8 juli 2019
http://www.sehatdengaherbal.com/pengertian-penyebab-gejala-dan-cara-
pencegahan- penyakit-diabetes-melitus/ . diakses pada tanggal 8 juli 2019
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta. Dari
(Online),(www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
diabetes.pdf) diakses pada tanggal 8 juli 2019
Richardo Betteng dkk. 2015. Analisis Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe 2. Di unduh
dari . http://id.portalgaruda.org/ . diakses pada tanggal 8 juli 2019