Anda di halaman 1dari 12

KASUS KDRT (KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA)

Dosen Mata Kuliah:


Rizki Amrillah

Diusulkan Oleh Kelompok 2 :


Andini (2101085049)
Nur Amelia Rahmawati (2101085047)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya yang
diberikan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Kasus KDRT" dengan tepat waktu.
Pembuatan makalah ini bertujuan sebagai syarat dalam mengikuti tugas mata
kuliah Muamalah semester genap tahun akademik 2023.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak Rizki Amrillah selaku
dosen mata kuliah Muamalah atas ilmu, saran, dan bimbingannya serta kepada semua
pihak yang telah mendukung dalam menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saya membutuhkan kritik dan
saran yang membangun dalam memperbaiki tugas makalah ini.
Kami berharap makalah yang sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat oleh
semua pembacanya.
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG 4
B. RUMUSAN MASALAH 4
C. TUJUAN 7
BAB II PEMBAHASAN
A. MACAM-MACAM KDRT .. 10
B. HUKUM KDRT DALAM ISLAM 10
C. KASUS KDRT 10
D. AYAT TENTANG KDRT 10
E. ISTRI BOLEH MELAWAN JIKA KDRT 10

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN 10
DAFTAR PUSTAKA 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

KDRT adalah singkatan dari "Kekerasan Dalam Rumah Tangga" yang merupakan
istilah Indonesia untuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Ini mengacu pada segala
bentuk perilaku kekerasan atau pelecehan yang terjadi dalam hubungan rumah tangga
atau keluarga, termasuk fisik,

Kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah serius yang mempengaruhi individu
dari semua jenis kelamin, usia, dan latar belakang sosial ekonomi. Ini dapat memiliki
efek fisik dan psikologis jangka panjang pada korban dan keluarga mereka. Jika Anda
atau seseorang yang Anda kenal mengalami kekerasan dalam rumah tangga, penting
untuk mencari bantuan dan dukungan dari sumber tepercaya, seperti otoritas setempat,
profesional layanan kesehatan, atau organisasi pendukung.

KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) atau yang juga dikenal dengan istilah
Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) adalah tindakan kekerasan fisik, psikologis, atau
seksual yang dilakukan oleh pasangan dalam sebuah hubungan rumah tangga.

Ketika KDRT terjadi, maka sudah jelas tindakan tersebut bertentangan dengan
ajaran Islam. Islam mengajarkan untuk menjaga hak-hak perempuan, termasuk hak untuk
terlindungi dari segala bentuk kekerasan atau perlakuan yang merugikan.

Dalam pandangan Islam, pasangan suami istri harus saling menghormati dan bekerja
sama untuk menciptakan hubungan yang harmonis, aman, dan penuh kasih sayang. Jika
terjadi KDRT, maka pasangan harus segera mencari bantuan dan solusi untuk mengatasi
masalah tersebut agar dapat hidup bersama dalam keadaan yang damai dan bahagia.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Macam-macam KDRT
Dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), ada empat macam kekerasan
yang sering terjadi (Abu Yazid Adnan Quthny, 2018). Pertama yaitu kekerasan dalam
bentuk fisik seperti pemukulan. Kedua yaitu psikis, kekerasan psikis seperti perlakukan
“merendahkan” istri atau suami dengan umpatan kotor seperti ucapan bodoh dan lain
lain. Kekeran psikis dapat mengakibatkan korban memiliki rasa percaya diri yang
rendah. Dalam islam, kekerasan psikis dalam rumah tangga dikenal dengan istilah
adhal. Secara Bahasa adhal berarti menekan, memaksa, mempersempit, membuat sakit
hati, mencegah, melarang atau menghalang – halangi kehendak orang lain. Dalam Al-
Qur’an Surah At- Thalaq ayat 6, Allah SWT berfirman :

‫ت َح ْم ٍل فَا َ ْنفِقُوْ ا‬ ِ ‫ضيِّقُوْ ا َعلَ ْي ِه ۗ َّن َواِ ْن ُك َّن اُواَل‬ َ ُ‫ض ۤارُّ وْ ه َُّن لِت‬ ُ ‫اَ ْس ِكنُوْ ه َُّن ِم ْن َحي‬
َ ُ‫م َواَل ت‬jْ ‫م ِّم ْن ُّوجْ ِد ُك‬jُْ‫ْث َس َك ْنت‬
‫م‬jُْ‫ف َواِ ْن تَ َعا َسرْ ت‬ ٍ ۚ ْ‫ض ْعنَ لَ ُك ْم فَ ٰاتُوْ ه َُّن اُجُوْ َره ۚ َُّن َوْأتَ ِمرُوْ ا بَ ْينَ ُك ْم بِ َم ْعرُو‬
َ ْ‫ض ْعنَ َح ْملَه ۚ َُّن فَاِ ْن اَر‬
َ َ‫َعلَ ْي ِه َّن َح ٰتّى ي‬
‫ع لَهٗ ٓ اُ ْخ ٰر ۗى‬jُ ‫ض‬
ِ ْ‫فَ َستُر‬

“ Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut


kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati)
mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka
berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan, kemudian jika
mereka menyusukan (anak-anak)mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka; dan
musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu
menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya”.

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Islam sangat melarang seorang suami untuk
melakukan kekerasan psikis kepada isterinya dengan cara menyusahkan hati seorang
isteri dan menyempitkan hati seorang istri.

Lalu yang ketiga ada kekerasan ekonomi atau penelantaran rumah tangga. Kekerasan
ini bisa berwujud menelantarkan seorang isteri dengan tidak memberinya nafkah, dan
tidak membolehkan isteri bekerja. Dalam Qur’an Surah An-Nisa ayat 34 Allah SWT
berfirman :
ٌ ‫ت ٰحفِ ٰظ‬ ٌ ‫ت ٰقنِ ٰت‬ ّ ٰ ‫ْض َّوبِ َمٓا اَ ْنفَقُوْ ا ِم ْن اَ ْم َوالِ ِه ْم ۗ فَال‬ ٰ ‫اَلرِّ جا ُل قَوَّاموْ نَ َعلَى النِّس ۤاء بما فَ َّ هّٰللا‬
ِ ‫ت لِّ ْل َغ ْي‬
‫ب‬ ُ ‫صلِ ٰح‬ ٍ ‫ضهُ ْم عَلى بَع‬ َ ‫ض َل ُ بَ ْع‬ َِ ِ َ ُ َ
ٰ ‫هّٰللا‬
‫ضا ِج ِع َواضْ ِربُوْ ه َُّن ۚ فَا ِ ْن اَطَ ْعنَ ُك ْم فَاَل تَ ْب ُغوْ ا َعلَ ْي ِه َّن‬ َ ‫بِ َما َحفِظَ ُ ۗ َوالّتِ ْي تَ َخافُوْ نَ نُ ُشوْ َزه َُّن فَ ِعظُوْ ه َُّن َوا ْه ُجرُوْ ه َُّن فِى ْال َم‬
‫َسبِ ْياًل ۗاِ َّن هّٰللا َ َكانَ َعلِيًّا َكبِ ْيرًا‬

“ Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka
(laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang
saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak
ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu
khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah
mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika
mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya.
Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.”

Dalam Qur’an surah Al-Baqarah ayat 233 Allah berfirman :


‫د لَهٗ ِر ْزقُه َُّن‬jِ ْ‫ضا َعةَ ۗ َو َعلَى ْال َموْ لُو‬ َ ‫ض ْعنَ اَوْ اَل َده َُّن َحوْ لَي ِْن َكا ِملَي ِْن لِ َم ْن اَ َرا َد اَ ْن يُّتِ َّم ال َّر‬ِ ْ‫ت يُر‬ ُ ‫َو ْال َوالِ ٰد‬
‫ض ۤا َّر َوالِ َدةٌ ۢبِ َولَ ِدهَا َواَل َموْ لُوْ ٌد لَّهٗ بِ َولَ ِد ٖه َو َعلَى‬
َ ُ‫ ۚ اَل ت‬j‫ف اَل تُ َكلَّفُ نَ ْفسٌ اِاَّل ُو ْس َعهَا‬ ِ ۗ ْ‫َو ِكس َْوتُه َُّن بِ ْال َم ْعرُو‬
َ ‫ر فَاَل ُجن‬jٍ ‫اض ِّم ْنهُ َما َوتَ َشا ُو‬
‫َاح َعلَ ْي ِه َما َۗواِ ْن اَ َر ْد ُّت ْم اَ ْن‬ ٍ ‫صااًل ع َْن تَ َر‬ َ ِ‫ك ۚ فَاِ ْن اَ َرادَا ف‬ َ ِ‫ث ِم ْث ُل ٰذل‬ ِ ‫ار‬ ِ ‫ْال َو‬
‫ف َواتَّقُوا هّٰللا َ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن هّٰللا َ بِ َما‬
ِ ۗ ْ‫ضع ُْٓوا اَوْ اَل َد ُك ْم فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم اِ َذا َسلَّ ْمتُ ْم َّمٓا ٰاتَ ْيتُ ْم بِ ْال َم ْعرُو‬
ِ ْ‫تَ ْستَر‬
ِ َ‫تَ ْع َملُوْ نَ ب‬
‫ر‬jٌ ‫ص ْي‬
“ Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang
ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian
mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya.
Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah
(menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila
keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya,
maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada
orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang
patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan.”
Meskipun dalam ajaran Islam mengatur bahwa suami berkewajiban menafkahi
isterinya, namun masih banyak suami yang tidak menafkahi isteri dan anak – anaknya.
Seperti yang disebutkan di atas, kekerasan seksual juga banyak dilakukan dalam
lingkungan keluarga. Bentuk kekerasan seksual dalam keluarga berupa memaksaa
orang yang ada di dalam rumah tangga seperti isteri atau anak untuk melakukan
hubungan seksual, baik untuk dirinya maupun untuk dikomersilkan. Contohnya
pemaksaan seorang bapak kepada anaknya untuk melakukan hubungan seksual
merupakan sebuah kekerasan, hal ini biasa disebut incest. Menjual anak dan isteri untuk
bekerja sebagai pekerja seks komersial merupakan kekerasan dan termasuk tindak
pidana trafficking.
Dalam hubungan suami isteri Islam juga memiliki banyak pandangan yang berbeda.
Mazhab Maliki berpendapat bahwa suami wajib memberikan nafkah batin (relasi
seksual) kepada isterinya, selama tidak ada uzur (halangan). Dengan kata lain,
kapanpun isteri menginginkan hubungan seksual, maka suami wajib memenuhinya.
Sedangkan dalam mazhab syafi’i, kewajiban suami memberikan nafkah batin (relasi
seksual) hanyalah sekali selama menjadi suami isteri. Alasannya karena relasi seks
adalah hak suami dan kewajiban isteri. Oleh karena itu, menurut pendapat ini, seorang
suami harus tetap menghargai keinginan seks isteri, agar hubungan mereka tetap
terjaga.
Melakukan perzinahan dengan orang lain jelas – jelas dilarang, apalagi dengan keluarga
sedarah. Dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 23 Allah SWT berfirman :
ٰ ُ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم اُ َّم ٰهتُ ُك ْم َوبَ ٰنتُ ُك ْم َواَ َخ ٰوتُ ُك ْم َو َع ٰ ّمتُ ُك ْم َو ٰخ ٰلتُ ُك ْم َوبَ ٰن‬
َ ْ‫ت َواُ َّم ٰهتُ ُك ُم الّتِ ْٓي اَر‬
َ‫ض ْعنَ ُك ْم َواَ َخ ٰوتُ ُك ْم ِّمن‬ ِ ‫ت ااْل ُ ْخ‬ ُ ‫خ َوبَ ٰن‬ ِ َ ‫ت ااْل‬ ْ ‫حُرِّ َم‬
ٰ ٰ
َ ‫ت نِ َس ۤا ِٕى ُك ْم َو َربَ ۤا ِٕىبُ ُك ُم الّتِ ْي فِ ْي ُحجُوْ ِر ُك ْم ِّم ْن نِّ َس ۤا ِٕى ُك ُم الّتِ ْي َد َخ ْلتُ ْم بِ ِه ۖ َّن فَا ِ ْن لَّ ْم تَ ُكوْ نُوْ ا َدخَ ْلتُ ْم بِ ِه َّن فَاَل ُجن‬
‫َاح‬ ُ ‫ضا َع ِة َواُ َّم ٰه‬ َ ‫ال َّر‬
‫هّٰللا‬
ِ ‫َعلَ ْي ُك ْم ۖ َو َحاَل ۤ ِٕى ُل اَ ْبن َۤا ِٕى ُك ُم الَّ ِذ ْينَ ِم ْن اَصْ اَل بِ ُك ۙ ْم َواَ ْن تَجْ َمعُوْ ا بَ ْينَ ااْل ُ ْختَ ْي ِن اِاَّل َما قَ ْد َسلَفَ ۗ اِ َّن َ َكانَ َغفُوْ رًا ر‬
‫َّح ْي ًما ۔‬
“ Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan,
saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan,
saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-
ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu
(mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu
dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu
(dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan diharamkan
bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan
(dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada
masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Dalam ayat tersebut jelas bahwa Islam melarang keras adanya kekerasan seksual dalam
rumah tangga, termasuk incest.
Trafficking yaitu wujud lain dari kekerasan seksual dalam rumah tangga, dimana
seorang suami memaksa isterinya untuk bekerja menjadi PSK, atau seorang ayah
memaksa anaknya untuk menjadi PSK. Dalam Al-Qur’an Surah An-Nur Ayat 33 Allah
SWT berfirman :
‫هّٰللا‬
َ ‫ف الَّ ِذ ْينَ اَل يَ ِج ُدوْ نَ نِ َكاحًا َح ٰتّى يُ ْغنِيَهُ ُم ُ ِم ْن فَضْ لِ ٖه ۗ َوالَّ ِذ ْينَ يَ ْبتَ ُغوْ نَ ْال ِك ٰت‬
ْ ‫ب ِم َّما َملَ َك‬
‫ت اَ ْي َمانُ ُك ْم فَ َكاتِبُوْ هُ ْم اِ ْن‬ ِ ِ‫َو ْليَ ْستَ ْعف‬
‫ض‬َ ‫ي ٰا ٰتى ُك ْم ۗ َواَل تُ ْك ِرهُوْ ا فَتَ ٰيتِ ُك ْم َعلَى ْالبِغ َۤا ِء اِ ْن اَ َر ْدنَ تَ َحصُّ نًا لِّتَ ْبتَ ُغوْ ا ع ََر‬ ْٓ ‫َعلِ ْمتُ ْم فِ ْي ِه ْم َخ ْيرًا و َّٰاتُوْ هُ ْم ِّم ْن َّما ِل هّٰللا ِ الَّ ِذ‬
‫ْال َح ٰيو ِة ال ُّد ْنيَا ۗ َو َم ْن يُّ ْك ِر ْهه َُّّن فَا ِ َّن هّٰللا َ ِم ۢ ْن بَ ْع ِد اِ ْك َرا ِه ِه َّن َغفُوْ ٌر َّر ِح ْي ٌم‬

“ Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya,
sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan jika
hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah
kamu buat perjanjian kepada mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka,
dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya
kepadamu. Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan
pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak
mencari keuntungan kehidupan duniawi. Barangsiapa memaksa mereka, maka sungguh,
Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa.”

Dalam ayat tersebut, eksploitasi seksual terhadap budak saja dilarang, apalagi terhadap
perempuan merdeka, terlebih terhadap perempuan yang menjadi tanggungjawabnya
untuk dilindungi.
Dengan demikian, Islam menentang kekerasan terhadap perempuan, apalagi terhadap
keluarga yang tinggal serumah, yang berada di ruang lingkup keluarga. Oleh karena itu,
yang seharusnya dilakukan oleh anggota keluarga adalah saling melindungi,
menyayangi, menghormati, bukan justru menjerumuskan dan menganiaya.

B. Hukum KDRT Dalam Islam


Perkawinan menurut Pasal 1 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan, yang dimaksud perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Meirina,
2023). Namun perkawinan tidak selalu berjalan mulus, banyak rintangan dan cobaan
yang dihadapi seperti contohnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kekerasan
dalam rumah tangga merupakan tindakan kriminal yang bagi pelakunya dapat
dikenakan sanksi pidana yaitu berupa hukuman penjara.
Dalam perspektif hukum Islam sebenarnya sangat melarang terjadinya berbagai
bentuk tindak kejahatan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga. Islam secara tegas
melarang perihal tindak kekerasan tersebut dan memerintahkan Islam untuk berbuat
kebajikan. Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT dalam Q.S Ali Imran ayat 104 :
ٰۤ ُ
َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُوْ ن‬
َ ‫ول ِٕى‬ ِ ْ‫َو ْلتَ ُك ْن ِّم ْن ُك ْم اُ َّمةٌ يَّ ْد ُعوْ نَ اِلَى ْال َخي ِْر َويَْأ ُمرُوْ نَ بِ ْال َم ْعرُو‬
‫ف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُم ْن َك ِر ۗ َوا‬
“ Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan
mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Berdasarkan ayat Al-Qur’an diatas, Islam memerintahkan kepada umatnya untuk
selalu berbuat kebajikan dan mencegah terjadinya kemungkaran yang mungkin saja
terjadi didalam kehidupan sehari – hari, bahkan dalam lingkup kecil sebuah keluarga.
Islam juga secara tegas melarang untuk berbuat munkar, hal ini secara tegas dalam
hadits Rasulullah SAW yaitu: “Iman adalah menahan diri untuk tidak berbuat munkar,
maka jangan biarkan seseorang melakukannya.” (H.R.Abu Dawud).

C. Kasus KDRT
D. Ayat Tentang KDRT

Dalam Islam, KDRT atau kekerasan terhadap perempuan termasuk perbuatan yang
sangat tidak dianjurkan. Al-Qur'an mengajarkan untuk saling mencintai, menghormati,
dan saling membantu antara suami istri dalam membentuk keluarga yang harmonis dan
bahagia. Dalam Surat An-Nisa ayat 19, Allah SWT berfirman:

َ ‫س ٰى َأنْ تَ ْك َرهُوا‬
‫ش ْيًئا َويَ ْج َع َل هَّللا ُ فِي ِه َخ ْي ًرا َكثِير‬ َ ‫وف فَِإنْ َك ِر ْهتُ ُموهُنَّ فَ َع‬
ِ ‫َاش ُروهُنَّ بِا ْل َم ْع ُر‬
ِ ‫َوع‬

"Dan bergaullah dengan mereka (istri-istri) secara baik dan santun. Jika kamu
merasa tidak suka terhadap mereka, mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." (QS. An-Nisa: 19)

E. Istri Boleh Melawan Jika KDRT


Imam Al-Ghazali dalam kitab Al-Adab fi Din menjelaskan, salah satu adab suami
kepada istri adalah tidak melakukan perbuatan kasar, baik secara lisan, maupun secara
sikap. Tak hanya itu, suami juga berhak memberikan istrinya ruang untuk berpendapat
atau mengajukan aspirasi atas tindakan-tindakan yang dilakukan suami. Suami pun
dianjurkan untuk tidak selalu mendebat istri dan justru perlu untuk menghargai
pendapat istri. Dalam buku 60 Hadits Hak-Hak Perempuan dalam Islam dijelaskan
tentang sebuah hadits yang berisi gambaran bagaimana perempuan harusnya bersikap
ketika ada kekerasan yang menimpanya. Hadits tersebut berbunyi: “An Iyasi-bni
Abdillahi ibn Abi Dzubabin qala: qala Rasulullahi SAW: la tadhribu ima-allahi. Fa ja-a
Umaru ila Rasulillahi SAW fa qala dzairna an-nisau ala azwajihinna. Farakhishu fi
dharbihinna fa athaafa bi-ali Rasulillahi SAW nisa-un katsirun thafa bi-ali
Muhammadin nisa-un katsirun yasykuuna azwajahunna laisa ula-ika bikhiyarikum.” 

‫ فََأطاف‬، َّ‫ض ْرب ِهن‬


َ ‫ص في‬ َ ‫ فَ َر َّخ‬، َّ‫ َذِئ ْرنَ النِّسا ُء َعلَى َأ ْزواجهن‬:‫ ِإلى رسو ِل هَّللا ﷺ فَقَا َل‬ ‫هللا عنه‬
ِ َ‫ لَقَ ْد َأطَاف‬:‫سول هَّللا ﷺ‬
‫بآل بَ ْيت ُمح َّم ٍد‬ ُ ‫ فَقَا َل َر‬، َّ‫بِآ ِل رسو ِل هَّللا ﷺ نِسا ٌء َكثِي ٌر يَشْكونَ َأ ْزواج ُهن‬
‫س ُأولئك بخيا ِر ُك ْم‬ َ ‫ش ُكونَ َأ ْز َو‬
َ ‫ لَ ْي‬، َّ‫اج ُهن‬ ْ َ‫نِسا ٌء َكثير ي‬

“Dari Iyas bin Abdillah bin Abdi Dzubab, Rasulullah SAW memberi perintah:
janganlah memukul perempuan. Tetapi datanglah Umar kepada Rasulullah SAW
melaporkan bahwa banyak perempuan yang membangkang terhadap suami-suami
mereka,”.

“Maka Nabi SAW memberi keringanan dengan membolehkan pukulan itu.


Kemudian (akibat dari keringanan itu) banyak perempuan yang datang mengitari
keluarga Rasulullah SAW untuk mengeluhkan suami-suami mereka. Maka Rasulullah
SAW kembali menegaskan: “Telah datang mengitari keluarga Muhammad, banyak
perempuan mengadukan (praktik pemukulan) para suami, mereka itu bukan orang-
orang yang baik di antara kamu.” 

Hadits ini diriwayatka Imam Abu Dawud dan Imam Ibnu Majah. Dijelaskan, hadits
ini merupakan salah satu versi yang merekam ketegangan pada masa Nabi Muhammad
SAW antara kepentingan laki-laki yang ingin menguasai dan mendisiplinkan
perempuan dengan kepentingan perempuan yang menolak menjadi bulan-bulanan
praktik kekerasan laki-laki terhadap mereka. 
Nabi Muhammad SAW melarang pemukulan, namun para laki-laki berkeberatan
karena tidak bisa mendisiplinkan perempuan. Tetapi kemudian banyak perempuan
mendatangi Nabi dan melakukan protes, Nabi pun mendengarkan protes mereka.

Berdasarkan hadits ini dijelaskan bahwa baik laki-laki ataupun perempuan dapat
memetik hikmah dan pelajaran dari apa yang ditetapkan Nabi. Perempuan, kata Ustaz
Faqihuddin, berhak untuk terbebas dari segala jenis kekerasan. Perempuan juga berhak
mendapatkan perlindungan.

Bahkan perempuan berhak atas nama Islam untuk meminta dukungan kebijakan atau
fatwa terhadap hak bebas kekerasan tersebut sampai mereka memperolehnya secara
nyata. Menurut Ustaz Faqihuddin, dibutuhkan kesadaran bahwa perjuangan para
perempuan ini akan bisa mengganggu dan mengusik sebagian laki-laki. Dalam perkara
KDRT ini, Nabi menegaskan bahwa peran Islam adalah sebagai agama kebaikan,
kemaslahatan, dan bebas dari kekerasan serta kemafsadatan. Sehingga, nilai-nilai ini
sejatinya harus dilaksanakan baik oleh laki-laki maupun oleh perempuan.

Anda mungkin juga menyukai